Anda di halaman 1dari 4

Industri pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting

dalam pembangunan industri nasional dan pertumbuhan perekonomian keseluruhan. Adanya


perkembangan industri pangan nasional memunculkan tantangan pasar bebas berupa iklim
persaingan yang semakin ketat, sehingga industri pangan dituntut untuk dapat menyediakan
produk–produk pangan olahan yang menarik dengan mutu yang baik, bergizi, aman serta
memiliki harga jual yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (Investor Daily, 2012)

Mengkonsumsi pangan yang aman dan berkualitas adalah hak setiap konsumen.
Isu peredaraan produk-produk makanan yang tidak aman di pasar menimbulkan keresahaan
di kalangan masyarakat, sehingga pemahaman yang memadai mengenai food safety
knowledge and practice sangat diperlukan. Dengan demikian kemungkinan masyarakat untuk
membeli ataupun mengkonsumsi pangan berbahaya dapat dihindari. Food safety knowledge
and practise adalah tanggapan atau reaksi, baik berupa tanggapan, gerakan fisik, maupun
tanggapan verbal terhadap gizi dan keamanan pangan yang meliputi pengetahuan, sikap dan
praktek. Pada prinsipnya semua konsumen memiliki keinginan untuk dapat mengkonsumsi
produk makanan yang terjaga keamanannya sehingga resiko untuk terkena berbagai penyakit
yang dipicu dari produk makanan yang terkontaminasi bahan kimia dapat diantisipasi (Jurnal
Penelitian dan Pengabdian dppm.uii.ac.id).

Saat ini, konsumen semakin selektif dalam memilih produk makanan atau minuman
yang telah diproduksi dengan baik sesuai prosedur produksi yang baik, salah satunya dengan
adanya penerapan GMP.Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman
atau tata cara manajemen dan cara kerja yang sesuai standar sebuah Negara dalam bentuk
prosedur untuk menghasilkan produk yang nantinya akan dijual ke pasar.GMP bisa
diterapkan di berbagai bidang industry. Program kelayakan dasar dalam industry pembekuan
diperlukan untuk menjamin keamanan bahan pangan.Program tersebut adalah operasi standar
sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedures/SSOP) dan cara produksi makanan yang
baik (Good Manifacturing Practices/GMP)

Salah satu kasus yaitu otoritas berwenang yang ada di China menemukan virus corona
atau covid-19 pada kemasan makanan laut beku impor yang dating dari kota Pelabuhan
Dalian.Virus Corona didapati di kemasan luar makanan laut beku yang dibeli oleh tiga
perusahaan di Yantai, Provinsi Shadong Timur.Pihak berwenang pun akhirnya menutup
barang-barang tersebut.Setiap orang yang menangani produk makanan beku tersebut
akhirnya dikarantina dan telah dinyatakan negative virus covid-19.

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang memiliki nilai
ekonomis tinggi dan digemari oleh masyarakat.Salah satu kendala dalam pemasaran cumi-
cumi yaitu cumi termasuk hasil perikanan yang rentan terhadap kerusakan sehingga perlu
dilakukan upaya penanganan untuk menghambat kerusakan cumi-cumi dengan tepat.

Pembekuan adalah salah satu cara pengolahan hasil perikanan yang bertujuan untuk
mengawetkan makanan atas penghambatan pertumbuhan mikroorganisme, menahan reaksi-
reaksi kimia dan aktivitas enzim.Biasanya pembekuan pada bahan pangan disebut dengan
frozen food, pada cumi-cumi sendiri disebut frozen squid.

Selain GMP sebagai dasar aktivitas pengendalian mutu agar dihasilkan produk-
produk yang berkualitas dan mengurangi resiko keamanan pangan.Diperlukan adanya system
manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan secara preventif yang salah
satunya untuk mengendalikan bahaya(hazard) mulai dari bahan baku hingga selama proses
produksi/pengolahan, dsb yang diesbut dengan HACCP.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol
dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis
di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP bertujuan untuk mencegah
terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi
tuntutan konsumen. Oleh karena itu, dengan diterapkannya HACCP diharapkan akan
mencegah resiko komplain karena adanya bahaya dalam suatu makanan (Nuryani, 2006).

Fenomena yang terjadi adalah adanya kasus keracunan makanan yang terjadi
beberapa tahun terakhir di beberapa daerah. Contohnya kasus keracunan makanan yang
dialami oleh public figure Cut Cynthiara Alona yang keracunan makanan setelah makan di
restoran Jepang di Jakarta pada Juni 2010 lalu. Kasus tersebut merupakan kelalaian dari pihak
penyedia jasa untuk menjaga keamanan makanan sehingga makanan yang dikonsumsi
menjadi berbahaya bagi konsumen (Jawa Pos National Network, 2010).

Sashimi adalah salah satu hidangan khas Jepang yang cukup populer di
Indonesia. Sajian ini berupa irisan daging ikan mentah yang disantap dengan tambahan saus
kecap asin dan cabe bubuk. Ikan yang paling banyak dibuat adalah ikan salmon segar.
Seporsi sashimi biasanya disajikan bersama beberapa pelengkapnya, seperti kecap asin, gari
(acar jahe merah), wasabi, serta serutan wortel dan lobak. Sashimi disajikan dalam bentuk
yang cantik dan rapi dengan berbagai pelengkapnya, akan tetapi biasanya konsumen tidak
menyantapnya dan sebagian besar disisakan di piring.

Fenomena lain yang terjadi di Restoran Tomoto Surabaya adalah pernah ada
pelanggan yang biasanya sering menikmati Sashimi di restoran Tomoto dan suatu ketika
setelah memakan Sashimi tersebut mengalami gejala pusing dan mual-mual. Pelanggan
tersebut akhirnya memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter dan ia dinyatakan
mengalami gejala keracunan makanan. Diduga makanan yang dikonsumsi kurang bersih
dalam proses pengolahannya atau makanan tersebut telah terkontaminasi oleh zat-zat yang
mengandung bahan kimia. Selain itu, menurut Erwin, Manager Operasional di restoran
Tomoto Surabaya, beberapa kali ada pelanggan yang komplain bahwa Sashimi yang disajikan
kurang segar, masih berbau amis dan apabila dimakan masih terasa kristal es di dalam daging
salmon yang digunakan (Erwin, personal interview, 22 April 2013).

No Langkah Atau Prinsip Kesesuaian


1. Membentuk Tim Pada jurnal tidak disebutkan pembentukan
tim keamanan pangan di tempat kerja
tersebut.
2. Penetapan Karakteristik Produk Pada jurnal hanya disebutkan jenis bahan,
prosedur pemilihan bahan, dan kondisi
tekstur/warna bahan ikan, lobak, dan kecap
asin.
3. Identifikasi maksud penggunaan Jurnal tidak menyebutkan kejelasan
penggunaan produk dan populasi konsumen
yang dapat mengonsumsi produk.
4. Pembuatan diagram alir Pada jurnal tidak terdapat diagram alir
5. Konfirmasi diagram alir dengan Tidak ada diagram alir pada jurnal tersebut.
kenyataan Pada jurnal tersebut hanya ada perencanaan
pembuatan diagram alir.
6. Identifikasi bahaya Identifikasi bahaya sudah dianalisis melalui
tabel baik dari bahan ikan, lobak maupun
kecap asin
7. Penentuan CCP atau titik kendali kritis Pada jurnal yang ada sudah disebutkan
bagaimana penentuan CCP dengan
menggunakan tabel CCP
8. Batas kritis Penetapan batas kritis pada jurnal ini
tercantum dengan baik menggunakan tabel
Penetapan Batas Kritis
9. Menetapkan sistem monitoring Pada jurnal tersebut sudah melakukan
TKK/CCP pemantauan/monitoring CCP mulai dari
bahan baku ikan salmon hingga kecap asin.
10. Tindakan koreksi/perbaikan Dalam jurnal tersebut tidak disebutkan
terkait tindakan koreksi/perbaikan terhadap
hasil monitoring sebelumnya.
11. Verifikasi sistem .Pada jurnal tidak disebutkan aktivitas yang
dapat dilakukan untuk memastikan sistem
HACCP masih diterapkan dalam pengolahan
bahan baku.
12. Menyusun sistem pengendalian Pada jurnal tidak disebutkan terkait
dokumen penyusunan sistem pengendalian dokumen

HACCP merupakan pendekatan program keamanan preventif yang cukup efektif pada suatu
rantai pangan. System yang digunakan meliputi analisis bahaya bahaya yang meliputi bahaya
kimia, biologi, fisika. Keuntungan HACCP yaitu dapat melakukan kontrol keamanan
produksi yang kompleks, dimana lebih difokuskan pada penanganan titik kritis, sehingga
mengurangi biaya uji akhir produk (Bryan, 1992).

Anda mungkin juga menyukai