Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
“UJI DIFUSI”

OLEH:
TRANSFER A
KELOMPOK 3

Nur Hasmita 20018004


Desti Palimbunga 20018009
Miranti Matana 20018020
Grace Jessy Christy 20018021
Yesti Silamba 20018028
Iren Aprilia Ibrahim 20018030

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sediaan obat yang dihasilkan dalam bidang Farmasi, sebelum dilepas
di pasaran harus melalui beberapa pengujian untuk menstandarisasi dan
menjamin kualitas segala aspek sediaan.Pengujian sediaan farmasi termasuk
salah satunya adalah uji difusi.
Untuk memperoleh sediaan farmasi yang terstandar dan memenuhi
persyaratan mutu, maka perlu dilakukan serangkaian pengujian-pengujian
yang mampu memberikan gambaran tentang kualitas dari sediaan tersebut
seperti uji difusi. Uji difusi merupakan pengujian yang dilakukan secara in
vitro dan data yang diperoleh memberikan gambran tentang penyerapan in
vitro suatu sediaan. Uji difusi dapat digunakan untuk memperoleh parameter
kinetik transport obat melalui membran usus atau memberikan gambaran dari
profil pelepasan obat dari sediaan topical (Shargel dan Yu, 2005)..
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan masa molekul
suatu zat yang dibawa oleh gerakan molekuler secara acak dan berhubungan
dengan adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas,
misalnya suatu membran polimer merupakan suatu cara yang mudah untuk
menyelidiki proses difusi(Shargel dan Yu, 2005).
Difusi akan terus beproses dan terjadi sampai seluruh partikelnya
tersebar luas dengan rata atau mampu memperoleh keadaan seimbang,
yang di mana molekul tetap berpindah meski tidak ada perbedaan pada
konsentrasinya. Misalnya adalah sejumput gula yang di larutkan pada cairan
teh tawar. Difusi dapat terjadi jika terbentuk sebuah perpindahan lapisan atau
layer molekul diam dari fluida atau solid(James, et al., 2008).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji penetrasi atau uji difusi zat cair
menggunakan sel difusi Franz.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara menentukan konstanta laju difusi
obat dari suatu sediaan topikal.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Menentukan konstanta kecepatan difusi obat dalam sediaan topikal
pada pelarut yang sesuai serta mampu menggunakan sel difusi Franz.

I.3 Prinsip Percobaan


Meletakkan membran semi permeabel di antara kompartemen donor
dan reseptor, kemudian senyawa-senyawa yang masuk ke dalam cairan
reseptor diukur kadarnya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. 
BAB II
DASAR TEORI

II. 1 Pengertian Difusi


Difusi adalah perpindahan zat terlarut dari area dengan menuruni
gradien konsentrasi (konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Jika
konsentrasi dari kedua sisi membran sudah seimbang maka partikel zat
terlarut akan terus bergerak tanpa merubah gradien konsentrasi (James, et
al., 2008).
Difusi dibagi menjadi dua, yaitu simple transport dan difusi terfasilitasi.
Simple transport adalah perpindahan partikel zat terlarut yang berukuran kecil
dan menggunakan perbedaan konsentrasi menjadi energi penggerak bagi
partikel tersebut. Partikel yang dapat melakukan simple transport adalah
partikel yang memiliki ukuran yang relatif kecil. Sedangkan difusi terfasilitasi
adalah pemindahan partikel zat terlarut yang menggunakan protein pembawa
karena ukuran partikel yang relatif besar seperti glukosa (James, et al.,
2008).
Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran
bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah
perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel.
Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan
konsentrasi obat tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah.
dQ DAK
= (Cs-C)……………………………………………………....... (1)
dt h
Keterangan:
dQ
= Laju difusi
dt
D = Koefisien difusi
K = Koefisien partisi
A = Luas permukaan membran
h = Tebal membran
Cs-C = Perbedaan antara konsentrasi obat dalam pembawa dan medium
(Shargel dan Yu, 2005).
Tetapan difusi suatu membran berkaitan dengan tahanan yang
menunjukkan keadaan perpindahan. Dikaitkan dengan gerak brown, tetapan
difusi merupakan fungsi bobot molekul senyawa dan interaksi kimia dengan
konstituen membran, ia juga tergantung pada kekentalan media dan suhu.
Bila molekul zat aktif dapat dianggap bulat dan molekul disekitarnya
berukuran sama, maka dengan menggunakan hukum Stokes-Einstein dapat
ditentukan nilai tetapan difusi (Aiache, 1982).
k'T
D= ………………………………………………………….....…. (2)
6π .r ƞ
Keterangan:
D = Tetapan difusi
k’ = Tetapan boltzman
T = Suhu mutlak
r = Jari-jari molekul yang berdifusi
ƞ = Kekentalan lingkungan
(Aiache, 1982).
Senyawa dengan bobot molekul lebih rendah akan berdifusi lebih
cepat daripada dengan senyawa dengan bobot molekul tinggi, paling tidak
karena membentuk ikatan dengan konstituen membran (Aiache, 1982).

II.2 Macam-Macam Difusi


Proses difusi yang terbagi ke dalam 3 jenis yaitu (Diana, 2013) :
1. Difusi cair
Dikatakan difusi cair jika terjadi perpindahan molekul cairan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu ketika kita
merendam kedelai dalam air saat pembuatan tempe. Selama
perendaman akan terjadi difusi air dari lingkungan luar (yang kadar airnya
tinggi) ke dalam kedelai (yang kadar airnya rendah).
2. Difusi padat
Dikatakan difusi padat jika terjadi perpindahan molekul padatan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu ketika kita
melakukan perendaman buah dengan larutan gula dalam pembuatan
manisan buah. Selama perendaman selain terjadi difusi air dari
lingkungan luar ke dalam buah juga terjadi difusi molekul gula (molekul
padatan) ke dalam buah dan ini berarti difusi padatan juga terjadi dalam
pembuatan manisan buah ini. Selama ini batasan antara kapan terjadinya
difusi air dengan difusi padatan masih belum jelas karena prosesnya
sering terjadi bersamaan dan susah untuk dibedakan.
3. Difusi gas
Dikatakan difusi gas jika terjadi perpindahan molekul gas dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Contohnya yaitu difusi O2 pada pengemas
plastik. Ketika kita menggunakan pengemas plastik untuk membungkus
suatu bahan, maka selama penyimpanan akan terjadi difusi oksigen dan
uap air dari lingkungan luar ke dalam plastik pengemas. Jumlah oksigen
dan uap air yang dapat masuk ke dalam plastik pengemas bervariasi
tergantung permeabilitas dari plastik pengemas tersebut. Semakin banyak
jumlah oksigen dan uap air yang dapat masuk ke dalam plastik pengemas
berarti kualitas plastik pengemasnya semakin buruk. Disini, difusi oksigen
merupakan difusi gas dan difusi uap air merupakan difusi cair.
Berdasarkan energi yang dibutuhkan ada dua jenis difusi yang dilakukan
yaitu difusi biasa dan difusi khusus (Martin, dkk., 2008).
1. Difusi Biasa
Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang
hydrophobic atau tidak berpolar/berkutub. Molekul dapat langsung
berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari phospholipids.
Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP (Adenosine Tri-
Phosphate).
2. Difusi Khusus
Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul yang
hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan protein
khusus yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut ataupun
membantu dalam perpindahan partikel. Hal ini dilakukan karena partikel-
partikel tersebut tidak dapat melewati membran plasma dengan mudah.
Protein-protein yang turut campur dalam difusi khusus ini biasanya
berfungsi untuk spesifik partikel.
Berdasarkan jenis membran yang dilalui, difusi dibagi tiga jenis yaitu
(Martin, dkk., 2008) :
1. Difusi molekuler atau permeasi
Difusi molekuler adalah difusi yang melalui media yang tidak berpori,
ketika difusi ini bergantung pada disolusi dari molekul yang menembus
dalam keseluruhan membran. Contoh: Transpor teofilin yang melalui
suatu membran polimer meliputi disolusi obat tersebut ke dalam
membran.
2. Difusi yang melalui pori suatu membran yang berisi pelarut, manakala
difusi ini dipengaruhi oleh ukuran relatif molekul yang menembus
membran serta diameter dari pori tersebut. Contoh: Lewatnya molekul-
molekul steroid (yang disubtitusi dengan gugus hidrofilik) melalui kulit
manusia yang terdiri dari folikel rambut, saluran sebum dan pori-pori
keringat pada epidermis.
3. Difusi melalui suatu membran dengan susunan anyaman polimer yang
memiliki saluran yang bercabang dan saling bersilangan.
II.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Difusi
Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kecepatan terjadinya difusi (James, et al., 2008).:
1. Ukuran Partikel
Faktor utama yang paling mempengaruhi tingkat kecepatan difusi adalah
ukuran partikel. Seperti yang kita ketahui bersama, semakin besar ukuran
sebuah partikel, maka sulit pula partikel tersebut untuk dipindahkan. Nah,
dalam proses terjadi nya difusi, ukuran partikel juga berbanding lurus
dengan tingkat kecepatan proses difusi (semakin besar ukuran partikel,
maka semakin lama pula waktu  yang diperlukan dalam proses terjadinya
difusi).
2. Ketebalan Membran
Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi yang kedua adalah
ketebalan membran sel. Seperti yang telah dijelaskan di atas, difusi
merupakan proses perpindahan zat ataupun partikel dari satu bagian
berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Nah, dalam
proses perpindahan ini, zat yang akan berpindah biasanya akan melewati
membran tertentu. Sama seperti halnya ukuran partikel, ketebalan
membran juga berbanding lurus dengan kecepatan terjadinya difusi
(semakin tebal membran, maka semakin banyak pula waktu yang
dibutuhkan dalam proses difusi).
3. Luas Suatu Area
Faktor ketiga yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah luas suatu
area. Semakin luas ukuran area terjadinya difusi, maka semakin luas pula
bagian yang dapat bersinggungan. Dampaknya, proses perpindahan zat
pun berlangsung dengan lebih cepat.
4. Jarak
Faktor keempat yang mempengaruhi kecepatan difusi adalah jarak antara
dua konsentrasi tempat terjadinya difusi. Sama seperti halnya
perpindahan normal, semakin jauh jarak konsentrasi yang perlu ditempuh
dalam perpindahan partikel, maka semakin lama pula waktu yang
dibutuhkan oleh partikel tersebut untuk berpindah dari satu konsentrasi ke
konsentrasi lainnya.
5. Suhu
Faktor terakhir yang juga tidak kalah berpengaruh terhadap kecepatan
proses difusi adalah suhu. Untuk bergerak dengan lebih cepat, partikel
biasanya membutuhkan energi yang besar. Dan salah satu sumber energi
adalah panas, sehingga dalam kondisi suhu yang tinggi proses difusi
dapat berlangsung dengan lebih cepat dari kondisi normalnya.

II.4 Uji Difusi


Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah metode
flow through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik menghisap
cairan reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati
penghilang gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis, kemudian
cairan dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan reseptor
dalam gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan
pelarut campur. Kemudian, diukur absorbannya dan konsentrasinya pada
panjang gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung
berdasarkan hukum Fick (Thakker & Chern, 2003).
Sel difusi Franz terdiri atas dua komponen, yaitu kompartemen donor
dan kompartemen reseptor. Membran yang digunakan dapat berupa kulit
manusia, kulit hewan, atau kulit artifisial. Membran diletakkan diantara dua
kompartemen, dilengkapi dengan o-ring untuk menjaga letak membran.
Kompartemen reseptor diisi dengan larutan penerima. Suhu pada sel
dijaga dengan sirkulasi air menggunakan water jacket disekeliling
kompartemen reseptor. Sediaan yang akan diuji diaplikasikan pada
membran kulit. Pada interval tertentu di ambil beberapa mL cairan dari
kompartemen reseptor dan jumlah obat yang terpenetrasi melalui kulit
dapat dianalisis dengan metode analisa yang sesuai. Setiap diambil
sampel cairan dari kompartemen reseptor harus selalu digantikan
dengan cairan yang sama sejumlah volume yang terambil (Witt & Bucks,
2003).
BAB III
METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah dissolution tester,
gelas beaker, hot plate stirrer, kompor listrik, labu erlenmeyer, dan
penyangga kertas saring, sel difusi Franz, syringe 5 ml, vial/tabung
reaksipenangas air.
III.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah buffer
phosfat, HCl, kertas saring, dan membrane selofan.
III.2 Cara Kerja
1. Rangkai sel difusi Franz di atas hot-plate stirrer
2. Atur pada suhu 370C ± 0,50C
3. Isi kompartemen sampel dengan media difusi
4. Letakkan sampel pada kompartemen sampel yang telah diberi membran
5. Hidupkan motor penggerak pada kecepatan 100 rpm
6. Ambil sampel tiap rentang waktu sesuai prosedur
7. Ukur kadar obat yang terdifusi
8. Buatlah kurva hubungan antara konsentrasi sampel yang berdifusi
terhadap waktu
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Data Difusi
Waktu Nilai
Absorbansi
0 0
15 0.136
30 0.154
45 0.167
60 0.192
90 0.215
IV.1.2 Data Kurva Baku Difusi
Nilai Nilai
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
2 0.21
6 0.37
10 0.53
14 0.67
18 0.84

IV.2 Pembahasan
Sel difuzi Franz adalah suatu sel difusi tipe vertical untuk mengtahui
penetrasi zat secara in-vitro. Metode difusi frans mempunyai komponen
berupa kompartemen donor,kompartemen reseptor,tempat pengambilan
sampel dan cincin O dan water jacket. Metode ini ditujukan untuk mengetahui
laju pelepasan suatu bahan aktif dari pembawanya dan juga untuk melihat
seberapa besar kadar zat aktif yang dapat berpenetrasi melalui membrane
secara in-vitro .Pada praktikum kali ini dilakukan dengan alat sel difusi Franz
atau metode franz dengan dibantuk oleh magnetic stirrer dilakukan pada
suhu 370C sesuai dengan suhu tubuh dan dengan kecepatan 100 ppm.
Dengan pengujian selama 5 kali perlakuan sebanyak 5 mL zat permenitnya.
Hal ini dilakukan untuk melihat dan laju pelepasan obat melintasi kulit melalui
membran.
Hasil pententuan gelombang maksimum yang diperoleh serapan
maksimum pada panjang gelombang. Panjang gelombang ini selanjutnya
digunakan untuk pembuatan kurva baku dan pengukuran kadar dalam
cuplikan sampel larutan buffer.

Studi difusi dilakukan dengan menggunakan sel difusi franz.


Kompartemen cairan penerima pada alat sel difusi franz diisi dengan larutan
dapar 7,4 sampai penuh (mL). Magnetik stirrer dimasukkan kedalam sel difusi
franz. Sel difusi franz kemudian diletakkan pada bejana kaca berisi air yang
dilengkapi dengan termostat dan termometer untuk pengaturan suhu. Suhu
air pada bejana kaca diatur 37°C. Magnetik stirrer dihidupkan dan diatur
skala untuk berputar 100 rpm. Suhu dijaga ± 37°C pengambilan cuplikan
sesuai interval waktu tertentu (0, 15, 30, 45, 60, dan 90 menit ), diambil
medium penerima (larutan dapar fosfat pH 7,4) sebanyak 5 mL dan
digantikan dengan medium penerima dari luar juga sebanyak 5 mL.
Pengambilan sampel disamakan untuk setiap pengujian. Sampel yang telah
diperoleh, diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet pada panjang gelombang maksimum (Michrun, 2013)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya aliran dari sediaan


semi padat yaitu kompetisi antar pelepasan ikatan sekitar makromolekul
terlarut atau pemecahan gaya Vander Waals di sekitar partikel-partikel
terdispersih oleh Shear dan pembentukan beberapa ikatan kembali oleg
brown. Keseimbangan antara pemecahan dan pembentukan ikatan antar
partikel menghasilkan suatu suatu aliran yang lebih kecil menunjukkan
viskositas yang rendah (Gennaro, 1990)
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Difusi adalah perpindahan zat terlarut dari area dengan menuruni
gradien konsentrasi (konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Metode sel
difusi franz ditujukan untuk mengetahui laju pelepasan suatu bahan aktif dari
pembawanya dan juga untuk melihat seberapa besar kadar zat aktif yang
dapat berpenetrasi melalui membran secara in-vitro. Prinsip kerja dari sel
difusi Franz adalah dengan meletakkan membran semi permeabel di antara
kompartemen donor dan reseptor, kemudian senyawa-senyawa yang masuk
ke dalam cairan reseptor diukur kadarnya. Tujuan dari percobaan dengan
metode sl difusi Franz adalah untuk menentukan konstanta kecepatan difusi
obat dalam sediaan topikal pada pelarut yang sesuai.

V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Adapun saran untuk dosen yaitu metode pembelajarannya lebih
ditingkatkan lagi dan sebaiknya hadir mendampingi pada saat praktikum.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten yaitu sebaiknya kerja sama antara
asisten dan praktikan tetap terjaga dengan baik.
V.2.4 Saran Untuk Laboratorium
Adapun saran untuk laboratorium yaitu sebaiknya alat-alat dan bahan
yang akan digunakan dalam percobaan dilengkapi sehingga tidak ada
kekurangan alat dan bahan yang mengharuskan untuk disiapkan dari luar
laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Aiache. 1982. Biofarmasetika. Diterjemahkan oleh Widji Soeratri. Edisi II.
Jakarta : Airlangga Press
Gennaro, A.R. 1990. “Remington’s Pharmaceutical Sciences 18 Tahun
Edition. Pensylvania : Mack Publishing Company
James, J., B. Colin, dan S. Helen. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk
keperawatan. Jakarta: Erlangga.
Martin, Alfred dkk. 2008. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik
Jakarta: UI Presss.
Michrun Nisa, dkk. 2013. “Uji Efektivitas Beberapa Senyawa Sebagai
Peningkat Penetrasi Terhadap Laju Difusi Krim Asam Kojat Tipe
Minyak Dalam Air Secara In Vitro. Makasar

Shargel, L., dan Yu, ABC. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan. Diterjemahkan oleh Fasich dan Siti Sjamsiah. Edisi II.
Surabaya : Universitas Airlangga.

Thakker, DK. and Chern, WH. 2003. Development and Validation of in Vitro
Release Tests for Semisolid Dosage Form-Case Study. Dissolution
Technologies.

Witt, K. and Bucks, D. 2003. Studying in Vitro Skin Preparation and Drug
Release to Optimize Dermatological Formulation. Fill and Finish.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai