Anda di halaman 1dari 61

BUNGA RAMPAI

KARYA TULIS ILMIAH


GURU AGAMA KATOLIK

“MENGHADAPI TREND PENDIDIKAN ABAD 21”

  

DITERBITKAN OLEH
LEMBAGA PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AGAMA KATOLIK
PROVINSI JAWA TENGAH
Tembalang Pesona Asri M/19 Semarang telp. 024.70559042
Email: forumgurukatolik@gmail.com
                       
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, bahwa penerbitan bunga rampai “Menghadapi Trend Pendidikan
Abad 21” akhirnya berhasil, penerbitan Bunga Rampai ini melalui proses yang panjang dan
bukan tanpa diskusi.  Pergulatan teman-teman Guru Agama Katolik di Jawa Tengah untuk
menerbitkan sebuah sarana menampung karya tulis  sudah dirintis sejak 3 tahun. Waktu itu
diselenggarakan pembinaan Guru Agama Katolik Tingkat SMA/K Negeri dan Swasta yang
dilaksanakan pada tanggal 4-6 Oktober 2010 di BKK Jalan Supriyadi 37
Semarang.Pembinaan itu merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dengan Bimas Katolik Jawa Tengah.Dari pertemuan tersebut muncul gagasan untuk membuat
Bulletin yang dapat menampung karya tulis para Guru Agama Katoloik di Jawa Tengah dan
sebagai ajang komunikasi.Hal ini untuk merangsang guru-guru menulis, hal ini seiring
dengan tuntutan masa mendatang para guru yang dituntut bisa menulis seiring dengan
peningkatan kompetensi guru.
Proses pergulatan dan dorongan dari Pembimas Katoliktelah membuahkan sebuah Buletin
yang diberi nama “FORGOD”.  Terbit sekali dan selesai.Namun demikian pergulatan teman-
teman tidak berhenti.Dengan dorongan terus menerus dari Pembimas Katolik yang berupa
moral dan finansial, maka semangat teman-teman tetap tumbuh.Dengan tertatih-tatih
diselenggarakan pertemuan, pengembangan ide dan tentu “omprongan” dari Pembimas yang
selalu membakar semangat.
Pertemuan-pertemuan semakin mengerucut.Diputuskan untuk mendelegasikan 6 orang
membuat makalah ilmiah (karya tulis ilmiah), 2 Guru Agama Katolik SD, 2 Guru Agama
Katolik SMP, 2 Guru Agama Katolik SMA.Makalah-makalah dipresentasikan dalam
Orientasi Guru Agama Katolik pada tanggal 26-29 Juni 2012 bertempat di Hotel Plaza
Semarang.Selesai dipresentasikan pemakalah mengolah kembali karya-karyanya.Makalah-
makalah yang sudah disempurnakan dilihat bersama-sama oleh Pengurus Forum Guru Agama
Katolik Jawa Tengah.Kemudian disempurnakan kembali.Langkah terakhir sebelum
diterbitkan telah direview terlebih dahulu oleh Prof. Dr. Stevanus Budi Waluyo dari
Universitas Negeri Semarang dan dosen juga Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik St.
Fransiskus Semarang.
Mengenai judul “ Menghadapi Trend Pendidikan Abad 21”, didiskusikan bahwa arah
pendidikan saat ini lebih mengikuti arus globalisasi yang seolah-olah hanya ikut trend yang
ada, tidak menuju dan berpatokan pada sebuah system yang dibakukan. Dengan demikian
judul-judul karya tulis seperti serpihan-serpihan sikap untuk menghadapi trend tersebut.
Menghadapi trend tersebut  misalnya perlu dipilih sikap peningkatan kualitas pembelajaran
dengan penelitian tindakan kelas dan pengembangan model-model pemebelajaran. Disisi lain
diperlukan peningkatan kualitas guru sendiri dengan pengembangan profesionalitas guru.
Dari sisi siswa diperlukan penanaman karakter yang tangguh, maka dengan pemberdayaan
tempat-tempat ziarah seperti Goa Maria yang tumbuh dimana-mana, pembinaan iman siswa
dapat dikembangkan. Pembinaan iman siswa yang bersinergi dengan pemberdayaan tempat
ziarah, akan lebih lengkap dengan pengembangan karakter berbasis kebudayaan, dalam hal
ini kebudayaan Jawa.
Maka lengkaplah, kalau kita membaca bunga rampai ini.Menghadapi trend pendidikan
diperlukan pengelolaan kelas agar semakin efektif dengan penelitian tindakan
kelas.Peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran lewat pengembangan metode
pembelajaran dan pengembangan keprofesionalan guru yang berkelanjutan.Pendidikan
karakter anak dengan pembinaan iman kekatolikan dan karakter anak yang berbasis
kebudayaan.
Semoga Tuhan selalau memberkati usaha kita. Amin

Semarang, 25 Agustus 2012


Pembimbing Masyarakat Katolik
Kanwil Kementerian Agama provinsi Jawa Tengah

Agustinus Sukaryadi, S.Sos, S.Ag

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI


METODE NARATIF EKSPERIENSIAL
KELAS V SD KALIBANTENG KULON 02 SEMARANG
Philipus Nerius Sutrisno
Guru SDN Kalibanten Semarang Kulon 02

ABSTRAK
            Dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa diharapkan memiliki beberapa standar kompetensi,
antara lain pemahaman konsep, penalaran, komunikasi dan aspek pemecahan masalah.
Pada tahun pelajaran 2009/ 2010 nilai rata-rata tes kemampuan pengetahuan dan
pemahaman Pendidikan Agama Katolik SD Kalibanteng Kulon 02 kelas V semester II materi
Roh Kudus banyak mengalami kekurangan dan masih ada siswa yang belum tuntas belajar.
Aktifitas anak dalam proses pembelajaran masih belum maksimal.
            Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan aktifitas dan
seberapa besar jumlah siswa yang tuntas belajar. Penelitian dilaksanakan dengan Metode
Naratif Eksperiensial pada materi pokok Roh Kudus kelas V SD Kalibanteng
Kulon.Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus memuat perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Variabel penelitian adalah aktifitas dan prestasi belajar.
Data diambil dengan observasi dan tes dan divalidasi dengan analisis deskriptif. . Tujuan
Penelitian Tindakan Kelas ini untuk mendorong siswa berani mengungkapkan pengalaman
Kitab Suci sehingga menjadi pengalaman pribadi yang bermakna. Dengan demikian tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Bedasarkan obeservasi, keaktifan belajar siswa meningkat, pada siklus I  70% dan
siklus II 80,%. Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa  juga meningkat, Pada siklus I
nilai rata-ratanya adalah 77,5 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar klasikal 75%, dan
pada siklus II rata-rata prestasi siswa mencapai 87,5 dan jumlah siswa yang tuntas belajar
klasikal adalah 100%.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metode pembelajaran Naratif Eksperiensial
meningkatkan aktifitas belajar siswa dan dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas
prestasi belajarnya.

Kata Kunci : meningkatkan, aktifitas, Prestasi belajar, Naratif Eksperiensial

PENDAHULUAN
Kurikulum di negara kita telah mengalami banyak perubahan dan pengembangan.
Kurikulum PAK (Pendidikan Agama Katolik) tahun 1994 telah disusun dan dilengkapi
dengan pencapaikan target yang jelas, materi pokok, standart hasil belajar siswa dan proses
belajar yang berkesinambungan. Namun menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
tahun 2004, kurikulum PAK masih dianggap sebagai kurikulum yang sangat minim, belum
merangsang dan mengembangkan kompetensi siswa.
Pada tahun 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi telah dianggap sebagai kurikulum
yang sangat tepat, karena telah mengembangkan serangkaian keterampilan atau kemampuan
dasar serta sikap yang dimiliki oleh anak didik setelah dilatih melalui pengalaman belajar
yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi belum diberikan ruang gerak yang leluasa bagi guru untuk merumuskan
indikator hasil belajar. Maka disusunlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang yang
memberikan keleluasaan pada guru untuk merumuskan dan mengembangkannya. Standart
Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditetapkan, sedangkan indikator dan tujuan
pemebelajaran merupakan tugas dalam mengembangkannya.
Alasan peneliti memilih SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang, karena terdapat
beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian pada siswa SD Kalibanteng Kulon
02. Permasalahannya adalah berdasarkan data hasil perolehan prestasi belajar siswa SD
Kalibanteng Kulon 02 materi Roh Kudus pada tahun sebelumnya nilai pretasi belajar masih
belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Materi Roh Kudus yang begitu abstrak
merupakan materi yang sulit untuk ditangkap dan dimengerti oleh siswa, sehingga  perlu
disampaikan dengan metode yang cocok dan sesuai dengan kondisi siswa. Keaktifan anak
dalam hal kemandirian mengerjakan tugas, keberanian untuk mengungkapkan pendapat,
bertanya, maupun menyelesaikan tugas belum maksimal. Berdasarkan alasan tersebut peneliti
bermaksud untuk mengadakan penelitian di SD Kalibateng Kulon 02 Semarang agar dapat
meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar siswa.
            Metode pembelajaran yang dipandang cocok dalam pencapaian hasil belajar di sini
adalah metode Naratif Eksperiensial. Melalui cerita pengalaman yang dijiwai oleh terang Roh
Kudus dalam Kitab Suci akan menjadi suatu pengalaman yang berarti dan mempunyai nilai-
nilai keutamaan kristianani. Anak diajak untuk menggumuli hidup dalam kehidupan nyata.
Pengalaman ini akan memberikan makna baru dalam terang iman. Dengan Metode Naratif
Eksperiensial keaktifan siswa akan ditingkatkan yaitu dalam hal kemandirian, mengerjakan
tugas, keberanian untuk mengungkapkan pendapat, bertanya, maupun menyadari peran Roh
Kudus dalam kehidupannya. Dengan demikian metode Naratif Eksperiensial akan dapat
meningkatan aktifitas dan  prestasi belajar siswa.
            Beberapa masalah yang mungkin muncul dalam penerapan metode naratif
eksperiensial adalah, apakah dengan metode naratif eksperiensial ini dapat meningkatkan
aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar materi pokok tentang Roh Kudus pada
siswa  kelas V SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang?
            Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran diperlukan
persiapan perangkat mengajar dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis dan
terencana. Dengan persiapan, pemilihan metode yang tepat dan penentuan langkah-langkah
yang sistematis bertujuan untuk : Meningkatkan aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas
belajar pada siswa kelas V materi Roh Kudus dengan metode Naratif Eksperiensial.
            Masalah pokok yang ingin dibahas dalam penelitian tindakan kelas ini terfokus pada
masalah seberapa besar metode naratif eksperiensial menjadi salah satu metode yang efektif
untuk meningkatkan aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar melalui proses
pembelajaran di kelas V SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang dengan materi Roh Kudus.
Indikator keberhasilan peneliti tindakan kelas ini, dapat dilihat dari beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh guru dan siswa, selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator
tersebut adalah sebagai berikut :
1.   Sekurang-kurangnya 75% dari seluruh siswa di kelas memenuhi target kriteria ketuntasan
minimal (KKM) dalam pembelajaran PAK yaitu 75.
2.   Keaktifan klkasikal siswa dalam proses pembelajaran pada materi pokok ”Roh Kudus”
minimal 75 % dari jumlah siswa.

Kerangka Berpikir
Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Dalam tiap siklus anak diberi kesempatan untuk
bercerita dan sharing. Maka siswa akan semakin diperkaya dengan mendengarkan cerita
pengalaman hidup orang lain dan cerita dari Kitab Suci.
            Langkah awal peneliti memberi tugas terstruktur dengan memberi pekerjaan
rumah (PR) kepada siswa untuk menuliskan sebuah cerita pengalaman hidup tentang peranan
Roh Kudus dalam hidupnya. Dengan pemberian tugas terstruktur ini dimaksudkan agar siswa
lebih siap dalam menerima dan mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
            Keaktifan siswa dapat ditumbuhkembangkan dengan menerapkan metode naratif
eksperiensial. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan cerita pengalaman tentang
peranan Roh Kudus dalam kehidupannya. Denga mengungkapkan cerita, siswa diaktifkan
untuk berani menerapkan nilai keberanian dalam melakukan tindakan yang baik dengan
bimbingan Roh Kudus. 
Siswa diaktifkan untuk mengerjakan LKS yang menyampaikan cerita kanonik Peneliti
memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dalam bentuk menjawab pertanyaan
dalam LKS, meringkas cerita, menceritakan kembali dan menemukan contoh-contoh
pengalaman hidup sesuai dengan materi.
            Siswa dan guru membuat rangkuman dari materi ajar. Keaktifan siswa dapat
ditumbuhkan secara mandiri melalui tatap muka, menagkap konsep, selanjutnya dengan
metode naratif eksperiensial keaktifan semakin meningkat, karena dapat mendengar
pengalaman hidup orang lain, dan dari Kitab Suci. Maka keaktifan dapat ditingkatkan dalam
siklus I, dan II serta refleksi. Dengan demikian keaktifan dan prestasi belajar siswa dapat
ditingkatkan.

Metode Naratif Eksperiensial


Dalam penghayatan iman, dibutuhkan bahan yang mampu mengajak siswa SD
mengungkapkan dan menyatakan iman, diarahkan pada perwujutan iman dalam tindakan
moral hidup sehari-hari (Jacob, 1992:99). Bahan ini bukanlah bahan mati, dalam komunikasi
iman, bahan menjadi mitra dialog yang bersaksi. Supaya bahan menjadi mitra dialog yang
hidup, menarik dan tidak memaksa, maka bahan diolah dalam bentuk cerita. Dalam dialog
terjadi komunikasi iman yang hidup antara siswa dalam kelas sehingga melalui cerita, siswa
mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita
pengalaman.
Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan Metode yaitu Metode
yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita, Metode yang bersifat
naratif-eksperiensial adalah Metode cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan
(narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman
(eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan
(eksperiensi) sehari-hari siswa (Jacob, 1992:10-11).
Menurut Hofmann (1994:1), dalam kurikulum 1994 untuk pendidikan agama Katolik
di Indonesia digunakan Metode kegiatan komunikasi iman yang bersifat ”naratif
eksperiensial”. ”Naratif” berarti Metode tersebut berdasarkan cerita, sedangkan kata
”Eksperiensial” menunjuk pada hubungannya dengan pengalaman. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa dengan Metode ”naratif-eksperiensial” kita harapkan siswa akan
memperoleh cerita yang berhubungan dengan pengalaman sendiri.Pengertian di atas
menjelaskan bahwa ”Naratif” adalah cerita, sedangkan ”Eksperiensial” adalah pengalaman.
Maka Naratif Eksperiensial adalah cerita pengalaman.
Metode komunikatif naratif-eksperiensial dapat digambarkan pada Gambar 1
  

Gambar
1:  Bagan
Metode Naratif
Eksperiensial

Berdasarkan bagan di atas menjelaskan bahwa, komunikasi Naratif Eksperiensial


dilakukan oleh guru dengan pertimbangan bahan masih harus diolah dahulu agar proses
komunikasi lebih terarah. Dalam proses komunikasi ini, guru juga diharapkan memperhatikan
bentuk, metode dan proses yang disesuaikan dengan perkembangan dan situasi siswa. Guru
juga hendaknya menanamkan sikap-sikap terhadap masyarakat sekitar dan diajak untuk lebih
memperhatikan sesama. Dalam cerita yang terpenting adalah unsur naratif, kemudian setelah
cerita sungguh dipahami, dapat dicari hubungannya dengan pengalamannya sendiri.
Metode Naratif Eksperiensial tidak langsung diarahkan ”hidup baik” namun memiliki
tujuan supaya siswa-siswi memiliki cerita yang menjadi bekal, sehingga dapat memampukan
dirinya untuk mengatur hidupnya sendiri (Komkat KWI, 1994:15). Cerita yang didengar oleh
siswa tidak semata-mata baik bagi pengalaman hidupnya melainkan siswa diharapkan
mengolah dan menyaring cerita serta menyikapi cerita untuk bekal hidupnya. Dengan
demikian, cerita sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak untuk
mengkomunikasikan iman dan memotivasi siswa untuk belajar dalam mengikuti PAK
melalui Metode Naratif Eksperiensial.
Pada zaman dulu Yesus nampak sebagai pencerita yang unggul maka ciri khas dari
cerita adalah komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita Kanonis (Perjanjian
Lama), cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional,
banyak cerita disampaikan sebagai perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat diapakai
sampai sekarang dengan menyesuaikan perkembangan hidup manusia. Di bawah ini beberapa
macam cerita yang diwariskan Yesus kepada kita, yaitu cerita Kanonis, cerita rakyat dan
cerita pengalaman.
            Cerita Kanonis adalah cerita yang termasuk daftar cerita Kitab Suci. Umumnya suatu
peristiwa disampaikan secara lisan dahulu dan diberi penafsiran oleh tokoh-tokoh yang ada
hubungannya dengan Allah. Misalnya dari Perjanjian Baru, pendamping dapat menggunakan
cerita mengenai Yesus memaklumkan Kerajaan Allah lewat perumpamaan-perumpamaan.
Kerajaan Allah adalah misteri. Allah hadir dan bertindak menyelamatkan kita namun kita
tidak dapat menangkap sepenuhnya dan Allah tetap merupakan rahasia bagi kita. Kita sebagai
pendamping hendaknya dapat menceritakan sesuai dengan bahasa anak-anak dan usia
perkembangannya. Dengan demikian cerita kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi
Gereja yaitu semua cerita yang terdapat dalam Kitab Suci (Hofmann, 1994:37). Zaman
sekarang kita dapat menggunakan cerita kanonis yang ada dalam Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru yang memiliki makna untuk mengembangkan iman.
            Cerita rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan yang diturunkan
dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita adalah orang tua yang buta huruf di
daerah terpencil. Pada zaman Yesus, cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi
adalah melalui cerita yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan
filsafat yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994:17). Namun saat ini cerita
rakyat dapat berasal dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu daerah. Dalam
menyampaikan cerita rakat kepada anak-anak henadaknya mencerminkan kebijaksaan hidup
bersama, yang paling penting adalah pendamping memanfaatkan cerita rakyat sebagai cerita
yang dapat memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping
untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat cerita. Dalam
buku pelajaran agama Katolik kurikulum 1994, cerita rakyat dapat bersifat dongeng, mite,
dan legenda.
            Cerita pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan seseorang atau
pengalaman hidup sendiri atau pengalaman orang lain, sesuatu yang sungguh-sungguh
dialami kemudian di dalamnya para pendengar dapat menemukan maknanya. Tujuan cerita
kehidupan adalah supaya anak dalam mengikuti pelajaran agama semakin mampu
menceritakan cerita mereka sendiri, cerita individual mereka, cerita keluarga mereka, dengan
membandingkan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann, 1994: 39-40). Cerita hendaknya
disampaikan dengan penuh penghayatan sehingga tidak membosankan anak-anak. Ide cerita
harus disesuaikan dengan materi dan bahasa yang sesuai dengan tingkatan umur anak.
            Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak suka mendengarkan cerita sebelum tidur.
Cerita yang disampaikan biasanya cerita yang berbentuk dongeng. Cerita dapat berasal dari
tradisi yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui
gambar sebagai alat bantu untuk memudahkan orang untuk mengingat isi cerita. Cerita yang
berasal dari tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa dan nyanyian
rakyat. (Danandjaja, 1984: 1-2, 5). Maka dari itu, Cerita dapat juga diartikan sebagai laporan
mengenai suatu peristiwa di mana terjadi ketegangan dan juga kelegaan. Dalan cerita selalu
terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-
sungguh terjadi (historis) tetapi dapat juga merupakan khayalan / fiktif (Komkat KWI,
1994:2).
Pengertian Cerita sangat dipentingkan dalam komunikasi iman sehubungan dengan
peristiwa-peristiwa nyata atau fiktif. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisan
seturut dengan awal terjadinya cerita. Cerita disampaikan secara lebih hidup, menarik dan
membantu daya imajinasi pendengar terhadap tokoh-tokoh, alur cerita dan latar belakang
permasalahannya sehingga pendengar mudah mengingat ceritanya
Digunakannya Metode naratif eksperiensial berarti orang diajak untuk berdialog
menentukan sikap sendiri melalui cerita. Maka dari itu, orang zaman dahulu pada saat belum
ada budaya tulis, mereka menyampaikan hal-hal penting kepada orang banyak dan kepada
keturunannya diungkapkan dalam bentuk cerita. Mulai abad keempat setelah Yesus lahir,
Kitab Suci sering ditulis dengan huruf indah dan dilengkapi dengan lukisan berwarna yang
dapat dinikmati orang yang buta huruf. Cerita-cerita zaman dahulu oleh banyak orang dikenal
lewat gambar sebelum mereka mengenal belajar membaca. Gambar-gambar itu diberi nama
“Kitab Suci Kaum Kecil” karena pada waktu itu mereka masih buta huruf. Setelah adanya
buku murah, Kitab Suci tidak dikenal lagi sebab sumber cerita yang hidup adalah teks. Maka
dari itu untuk mengenal Kitab Suci, orang harus belajar membaca sehingga buta huruf
dianggap sebagai keterbelakangan dalam hal agama (Hofmann, 1994: 28-29).
Zaman sekarang, orang mendapat informasi melalui radio maupun televisi, namun
dalam penyampaiannya masih bersifat uraian, pernyataan atau kesimpulan sehingga banyak
orang kurang minat menerima informasi lewat televisi. Pada akhirnya yang banyak diminati
banyak orang adalah cerita karena segala bentuk cerita yang bervariasi dapat menyentuh dan
mengesan untuk mata dan telinga (Komkat KWI,1994: 7)

Langkah-langkah Pengajaran Metode Naratif Eksperiensial


Secara garis besar, langkah-langkah Metode Naratif Eksperiensial menurut pegangan Guru
PAK untuk SD (Komkat KWI, 1994) adalah sebagai berikut: Pertama adalah penampilan
cerita rakyat/ cerita kehidupan/ pengalaman pribadi.Cerita ini berfungsi sebagai sarana
untuk membuka wawasan siswa terhadap situasi yang ada di sekitar kehidupannya baik
melalui cerita rakyat maupun peristiwa kehidupan yang ada di sekitar lingkungannya. Kedua
adalahpendalaman cerita rakyat/ cerita kehidupan/ pengalaman pribadi. Melalui cerita yang
ditampilkan, siswa diajak untuk mengenal, mengerti, memahami dan mendalami isi cerita
serta nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut.Ketiga adalah pandangan dalam
Terang Kitab Suci. Setelah siswa memiliki pemahaman terhadap peristiwa kehidupan yang
ada disekitarnya, siswa perlu diberi arah pemahaman yang benar sebagai seorang kristiani
dengan penampilan cerita Kitab Suci atau Tradisi Gereja. Ke empat adalah Proses
Pergumulan.Dalam proses ini siswa yang sudah memiliki konsep atau pengalaman dari cerita
rakyat/ kehidupan perlu memperoleh pigura yang sesuai dengan iman kristiani mereka, maka
pengalaman itu perlu dikonfrontasikan dengan peristiwa yang terjadi di dalam Kitab Suci.
Dengan demikian pengalaman/ nilai yang terdapat dalam cerita rakyat/ kehidupan
memperoleh makna baru setelah direfleksikan dalam terang iman. Penginternalisasian makna
yang baru inilah menjadi kekuatan dalam penghayatan iman siswa sehari-hari.
Ke lima adalah Rangkuman.Rangkuman dibuat dengan melibatkan siswa, dalam hal ini guru
berperan aktif sebagai fasilitator dalam merumuskan kalimat dan rangkuman ini hanya
berupa pokok-pokok atau garis besarnya saja

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa penggunaan metode Naratif
Eksperiensial dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik baik hasil belajar
kognitif maupun keaktifan. Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena di dalam Naratif
Eksperiensial siswa didorong dan dipacu untuk berani mengungungkapkan pengalaman-
pengalaman yang dialami dalam setiap peristiwa sehari-hari dan diteguhkan dalam terang
Injil. Keberanian yang timbul dalam diri siswa  menumbuhkan sikap memiliki pengalaman
yang bermakna bagi peserta didik dan siswa diarahkan agar dapat menggumuli pengalaman
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa menyadari tugasnya sebagai
anak didik dan berusaha untuk meningkatkan aktifitas belajar dalam proses
pembelajaran  untuk memperoleh hasil yang optimal.  

Keaktifan Belajar Siswa


Berdasarkan hasil penelitian aktifitas siswa, diperoleh adanya peningkatan dari siklus
I ke siklus II. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan obsesrver terhadap aktifitas siswa
pada siklus I mencapai 70  dan pada siklus II meningkat menjadi 80%. Peningkatan ini
terlihat dari keberanian siswa untuk berpendapat, bertanya, dan mengungkapkan cerita
pengalaman dan kanonis. Peningkatan ini disebabkan oleh Guru yang dapat memberikan
semangat dan dorongan serta memberikan penghargaan berupapujian kepada siswa. Siswa
merasa bahwa cerita pengalaman maupun cerita Kitab Suci dapat menjadi milik yang
bermakna dalam hidupnya. Dengan demikian pembelajaran siklus II telah memenuhi
indikator keberhasilan dan terbukti telah tercapai peningkatan aktifitas siswa. Peningkatan
aktifitas siswa pada siklus I dan II dinyatakan dalam Gambar 2
  
Gambar 2: Grafik Peningkaan Keaktifan Belajar Siswa

Prestasi Belajar Siswa


Dari pengolahan data berdasarkan hasil tes evaluasi kedua siklus, diperoleh data untuk
siklus I rata-rata 77,5, untuk siklus II diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa menjadi 87,5.
Dengan demikian terjadi peningkatan dan jumlah siswa yang tuntas belajar 100%
Berdasarkan data tersebut maka penggunaan metode Naratif Eksperiensial dapat
meningkatkan prestasi belajar dan jumlah siswa yang tuntas belajar.Peningkatan prestasi
belajar siswa dapat dilihat pada Gambar 3
  

Gambar 3: Grafik Peningkatan Prestasi Belajar siswa


            Peningkatan prestasi belajar siswa berdampak positif pada ketuntasan belajar dalam kelas.
Ketuntasan belajar siklus I sebesar 75% dan padas siklus II mengalami peningkatan menjadi
100%. Peningkatan  prestasi belajar siswa karena siswa telah terbiasa dengan pengungkapan
pendapat, bertanya maupun menyampaikan cerita. Peningkatan ketuntasan belajar siswa
dapat dilihat pada Gambar 4
  

           

Gambar 4: Grafik Peningkatan Prestasi Belajar siswa

Perolehan hasil pengamatan keaktifan belajar dan prestasi belajar 


Perolehan nilai tes dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Siklus I

Hasil Prosentase
No (Rata-rata klasikal) Skor/Nilai Ketuntasan Keterangan
. (%)
1 Keaktifan Belajar 70,0 75 Belum
Siswa memenuhi
indikator
2 Prestasi Belajar 77,5 75% Memenuhi
Siswa indikator

Berdasarkan perolehan hasil observasi aktivitas siswa, presentasi keaktifan siswa mencapai
70,0%. Masih ada beberapa kekurangan yang disebabkan karena model pembelajaran
pengungkapan cerita yang masih malu dan takut yang menyebabkan anak kurang aktif.

Perolehan hasil pengamatan Keaktifan siswa dan Prestasi belajar siswa melalui perolehan
nilai tes dapat dinyatakan dalam tabel 2.

  Tabel 2: Hasil Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa


Prosentase
No. Hasil(Rata-rata Skor/Nilai Ketuntasan Keterangan
klasikal) (%)
1 Keaktifan 80,0 100 Belum memenuhi
Belajar Siswa indikator
2 Prestasi Belajar 87,5 100 Memenuhi
Siswa indikator

SIMPULAN
           Dari hasil pembahasan atas data data yang diperoleh pada penelitian tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa metode naratif eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik,
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan dapat meningkatkan jumlah siswa yang
tuntas belajar.Hal ini dibuktikan dengan hasil yang dicapai pada saat penilaian aktifitas siswa
oleh observer dan tes akhir siklus II sebagai berikut:
1.               Aktivitas belajar siswa juga meningkat, pada siklus I rata-rata siswa yang aktif mencapai
70%, sedangkan pada siklus II menjadi 80%.
2.               Hasil tes siklus I, nilai rata-rata 77,5 (jumlah siswa yang tuntas belajar ada 3 siswa) dengan
ketuntasan belajar klasikal 75% sedangkan pada siklus II nilai rata-rata 87,5 (jumlah siswa
yang tuntas belajar ada 4 orang) dengan ketuntasan belajar klasikal 100%.
Tolak ukur keberhasilan yang telah ditetapkan dapat dicapai karena siswa yang aktif dalam
mengungkapkan cerita, pertanyaan, maupun pendapat dalam Pendidikan Agama Katolik
dengan metode Naratif Eksperiensial telah mencapai ≥ 75% dan nilai rata-rata kemampuan
kognitif siswa pada evaluasi akhir penelitian ≥ 75 dengan ketuntasan belajar klasikal 100%.
Ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar
pada  pembelajaran Pendidikan Agama Katolik  melalui metode Naratif Eksperiensial.
SARAN
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas di kelas V
SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.                  Penggunaan metode Naratif Eksperiensial dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
dapat dikembangkan pada materi pokok lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa, karena
melalui metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa yang tampak
dalam keberanian untuk mengungkapkan cerita, bertanya maupun berpendapat dalam
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah.
2.                  Penggunaan metode Naratif Eksperiensial dapat diterapkan  untuk meningkatkan jumlah
siswa yang tuntas belajar, karena dengan berani mengungkapkan cerita, siswa menjadi lebih
memahami isi cerita tersebut. Kisah yang diungkapkan akan menjadi inspirasi dalam
bertindak, sehingga kisah tersebut dapat menjadi kisah yang bermakna dalam dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, J. 1984:1-2,5 Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain.Jakarta : Grafiti


Pers.

Depdikbud. 1993 Kurikulum Pendidikan Dasar: Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta.

Dewan Gereja-gereja di Indonesia. (1979). Pedoman Perencanaan Program.Jakarta: Institut


Oikoumene Indonesia

Dimyati, 2002:140 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Depdikbud dan PT Rieneke Cipta.

Djamarah, S. 2002:13, 28 Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneke Cipta

________. 1999. Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP),Mata Pelajaran Pendidikan


Agama Katolik untuk Sekolah Dasar.Jakarta : Komkat KWI.

Hamalik, O. 2006: 20 Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara

Hofmann, R. 1994:37,39-40. Sebuah Gagasan: Kitab Suci dan Sekolah Minggu.

Jacobs, T. 1992:10-11,99 Silabus Pendidikan Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Komisi Kateketik KWI. 1994:15-17. Naratif Eksperiensial.  Yogyakarta: Kanisius

Poerwodarminto, W. 1999:768 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

________. 1994. Pola Naratif – Eksperiensial dalam Pendidikan Agama. Ekawarta,No.4/XIV, hh.


26-43.

Sardiman, N. 2004:96 Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grapindo


Persada

Winkel, 1991:162 Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia


 
                        Philipus Nerius Sutisno, S. Ag. 
                              Lahir di Semarang, tanggal 25 Mei 1968, menempuh pendidikan
dari                      dari SD sampai dengan SPG di Pangudi Luhur Semarang.
Mengikuti                            Mengikuti D2 di IPI Malang Filial Surakarta dan
menyelesaikan                        S 1 di STPKat St. Fransiskus Assisi Semarang pada tahun
2011.                              Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1988 di
SDN                       Seboto I Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2000 pindah
tugas ke SDN Lebdosari 02 ( sekarang SDN Kalibanteng Kulon 02 ) Semarang. Dari tahun
2010 menjadi ketua KKG Pendidikan Agama Katolik Kota Semarang sampai sekarang.

Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik dengan Metode Tutor sebaya
kelas V SD Padangsari 02 Semarang

Franciscus Setyo Budianto

ABSTRAK
            Pemilihan judul ini atas dasar alasan bahwa aktifitas siswa dalam belajar
Agama  Katolik sangat kurang sehingga menyebabkan rendahnya prestasi belajar dan
ketuntasan siswa dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan oleh rendahnya kesadaran orang
tua dalam  mendampingi dan memotivasi anaknya untuk belajar agama. Di samping itu
pembelajaran PAK juga kurang bervariasi. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada
pelajaran agama khususnya pada materi Roh Kudus digunakan metode tutor sebaya di mana
dalam metode ini akan terjadi komunikasi belajar antarsiswa dan terjadi pertukaran
pengetahuan dan pengalaman iman antar siswa itu sendiri. Penelitian bertujuan meningkatkan
keaktifan dengan harapan dapat  meningkatan jumlah siswa yang tuntas belajarnya dan akan
dilaksanakan tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Variabel
penelitian ini adalah keaktifan dan ketuntasan belajar siswa. Pengambilan data dengan
mengunakan lembar pengamatan untuk keaktifan dan soal tes untuk prestasi belajar siswa.
Seting penelitian siswa kelas V SD Negeri Padangsari 02 Semarang.
Hasil penelitian tiap siklus menunjukkan adanya perubahan data yang meningkat
untuk keaktifan belajar siswa siklus I 71,7% menjadi 74,5% pada siklus II dan meningkat
80% pada siklus III, demikian juga pada prestasi belajar dari nilai rata rata 73 pada siklus I
menjadi 75,5 pada silkus II dan meningkat 79 pada siklus III. Peningkatan prestasi ini
berdampak pula pada ketuntasan belajar siswa dari 10 anak pada siklus I yang tuntas 7 anak
(70 %) untuk siklus II anak yang tuntas berjumlah 9 (90%) dan pada siklus III semua siswa
Tuntas belajar atau 100 %. Keaktifan dan prestasi belajar meningkat dari siklus I ke siklus II
sampai kesiklus III. Dengan demikian terbukti metode tutor sebaya mampu meningkatkan
keaktifan siswa dan prestasi belajar secara meyeluruh  baik dari segi afektif maupun kognitif
metode menawarkan dialog, syaring untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan secara
bebas maka penelitian ini berhasil dengan optimal.

Kata Kunci    :  Hasil belajar Tutor sebaya

I.     PENDAHULUAN
Agama mempunyai peranan yang penting dalam hidup manusia karena agama
menjadi pemandu ke arah kehidupan yang bermakna dan bermartabat.Kehidupan keagamaan
seseorang tidak serta merta muncul secara otomatis namun ada faktor – faktor yang
mempengaruhi seperti halnya keluarga, lingkungan, masyarakat dan faktor pendidikan agama
di sekolah. Pembiasaan yang baik yang dilakukan oleh keluarga / guru kepada anak akan
memberi landasan yang penting bagi anak, guna kelangsungan pendidikan dan pembentukan
kepribadian di kemudian hari.
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk memanusiakan manusia ke arah
yang lebih baik agar dapat mengembangkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih baik, agar
tujuan pendidikan bisa tercapai dan maksimal tentunya guru sebagai pendidik dituntut untuk
selalu mengembangkan metode pembelajarannya, supaya segala kesulitan dalam
pembelajaran dapat dipecahkan. Pemerintah melalui jalur pendidikan agama secara terus
menerus dan berkesinambungan bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik, dan
membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berahklak mulia ( Permendiknas 22, 2006 ). Penguasaan kompetensi
dalam  Pendidikan Agama katolik , bukanlah menghasilkan lulusan yang memiliki
pengetahuan yang sebanyak – banyaknya tetapi menjadikan anak / siswa  memiliki
serangkaian keterampilan atau kemampuan serta berbagai sikap dan nilai penting , yang
sungguh berguna dalam hidup di masyarakat ( PAK , SD.2004 :4).    Membentuk peserta
didik seperti yang diamanatkan di atas sangat mudah untuk dikatakan, tapi begitu sulit untuk
diwujudkan.Hal ini karena dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas, keterlibatan dan antusias
peserta didik dalam pembelajaran Agama Katolik, juga disebabkan adanya asumsi bahwa
pendidikan agama kurang begitu penting karena tidak untuk ujian negara.
            Pembelajaran selama ini yang mengunakan cara tradisional melalui metode ceramah
dirasa kurang berdaya guna karena peserta didik cenderung sebagai pendengar yang pasif dan
tidak telibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga menjadikan pelajaran agama kurang
bahkan tidak menarik dan terkesan membosankan tampa gairah dan minat dari peserta didik.
Oleh karena itu pembelajaran menjadi kurang efektif dan berdampak pada kurangnya prestasi
peserta didik itu sendiri.Bila pembelajaran tidak melibatkan siswa secara aktif dalam
prosesnya maka pembelajaran itu bertentangan dengan hakikat belajar itu sendiri terlebih
dalam kegiatan eksplorasi. Dalam kegiatan eksplorasi guru dituntut untuk mengunakan
berbagai pendekatan pembelajaran, melibatkan peserta didik secara aktif, memfasilitasi
terjadinya multi interaksi ( Permendiknas 41, 2007).
            Pada Pembelajaran Agama Katolik dalam materi Roh Kudus siswa diajak untuk
mengenal dan memahami peranan Roh Kudus dalam hidup sehari hari serta mengembang
sikap yang baik melalui rupa – rupa karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Allah kepada
dirinya dan hal ini perlu diwujudkan dalam peristiwa yang konkret seperti memberikan sikap
hormat pada tempat – tempat khusus untuk berdoa sebagai perwujudan hormat kita pada
Allah karena dalam kehidupan menggereja dibutuhkan berbagai kemampun untuk
membangun Gereja dan dunia, Kemampuan itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan dapat
pula diperoleh melalui karunia Roh Kudus. Setelah pembelajaran materi Roh Kudus ini
diharapkan  siswa dapat menghayati hidup baru dalam Roh Kudus yang terungkap melalui
doa – doa dan diwujudkan melalui tindakan jujur dan adil dalam Gereja dan
masyarakat. Materi Roh Kudus bersifat Abstrak  dan sukar dipahami oleh siswa maka perlu
adanya upaya serius untuk meningkatkan suasana pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan    sehingga siswa tidak cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi
atmosfer pembelajaran di kelas.Dengan kenyataaan diatas maka perlu dicari alternatif dengan
melakukan inovasi dan pendekatan, baik itu dalam penggunaan media ataupun metode
penyampaian sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan
menyenangkan.
            Pembelajaran dewasa ini perlu  mengikuti asas aktivitas yakni siswa belajar sambil
bekerja, dengan bekerja siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman dan aspek tingkah
laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk bekal hidup di
masyarakat yang semakin kompleks (Hamalik,2010 :172 ), Yang nantinya dapat
meningkatkan prestasi belajar. Penulis mencoba memberikan alternatif untuk
mengoptimalkan pembelajaran Agama Katolik dengan melalui penerapan metode tutor
sebaya. Dengan  harapan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran, adapun aktivitas yang diharapkan adalah  terjadinya interaksi antara siswa dan
guru maupun siswa dengan temannya dalam kondisi kerja kelompok, diskusi maupun
kegiatan tutorial yang nantinya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa  sesuai dengan
harapan yang dibuktikan dengan tuntasnya belajar sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan
oleh pihak sekolah.Metode ini digunakan karena dalam pelaksanaannya diharapkan mampu
menciptakan ruang psikologis yang nyaman bagi setiap anggota yang ada di
dalamnya.Bantuan yang diberikan oleh teman-teman sebaya pada umumnya terasa lebih
dekat dibandingkan dengan hubungan antara siswa dengan guru. Siswa yang ditunjuk sebagai
tutor ditugaskan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan belajar berdasarkan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guru.
Dari uraian tersebut di atas, ditemukan masalah yang muncul  pada siswa kelas V SD
Padangsari 02 Semarang, antara lain: Aktivitas siswa untuk belajar agama kurang , siswa
mengesampingkan pelajaran agama menjadikan Prestasi belajar
rendah. Berdasarkan  permasalahan tersebut   maka  rumusan masalahnya adalah Apakah
metode Tutor sebaya dapat meningkatkan aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas prestasi
belajarnya pada siswa kelas V SD Padangsari 02 ?

II.    LANDASAN TEORI
A.    Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia
sehingga tidak ada kata terlambat untuk belajar.Demikian pula pengertian belajar sudah
banyak dikemukakan oleh para ahli dengan mengemukakan definisi menurut sudut pandang
masing-masing. Hal ini justru akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
belajar. Menurut Morgan ( dalam Purwanto, 1997:84) menyebutkan “ belajar merupakan
kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya” (Slameto, 2003:4).
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah 1) yang terjadi secara sadar,
2) bersifat kontinyu dan fungsional, 3) bersifat positif dan aktif, 4) bukan bersifat sementara,
5) bertujuan atau terarah , 6) mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) maupun nilai dan sikap (afektif).Oleh
sebab itu agar siswa dapat benar benar belajar, perlu digunakan pendekatan belajar aktif dan
menyenangkan. Pendekatan yang aktif dari berbagai arah akan memotivasi siswa untuk
kreatif, kritis, mandiri, dan terampil dalam berkomunikasi dengan demikian diharapkan siswa
mengalami suatu perubahan dalam dirinya.
B.  Hasil Belajar
         Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 250-251) merupakan hasil proses
belajar  atau proses pembelajaran. hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa
dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud dalam tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi
guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.Menurut Sudjana
(2009:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya.Untuk memperoleh informasi tentang cara dan kemajuan
siswa dilakukan penilaian hasil belajar, hasil penilaian ini dapat digunakan Guru untuk
memberikan bantuan langsung bagi siswa, serta untuk perbaikan program dan cara
mengajarnya agar membantu siswa meningkatkan kemampuannya ( Debdikbud dikdas 1994:
81). Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar
dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Berdasarkan pengertian di
atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu ukuran penilaian akhir dari
proses pembelajran yang dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu
lama dan menjadi bagian dari kehidupan siswa. Hasil belajar turut serta dalam membentuk
pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah
cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Hasil belajar yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah, aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa.
B. 1 Aktivitas Belajar
            Aktivitas adalah  kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang
dilaksanakan  pada tiap bagian. (Depdiknas , 2005 : 23 ). Jadi aktivitas belajar adalah
kegiatan kerja yang dilakukan siswa dalam rangka proses pembelajaran. Aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman ,2004 : 96)
karena tampa aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi. Pada prinsipnya aktivitas belajar
dapat dilihat menurut dua sudut pandang yakni dari pandangan ilmu jiwa lama yang
berorientasi pada aktivitas guru dan dari pandangan ilmu jiwa modern yang didominasi oleh
aktivitas siswa ( Sardiman 2004 : 103).          
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar
sendiri atau melakukan aktivitas sendiri dengan menitik beratkan pada asas aktivitas dimana
siswa belajar sambil bekerja. Dengan bekerja (beraktivitas) mereka memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan aspek – aspek tingkah laku lainnya serta mengembangkan
ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat ( Hamalik 2010 : 171 – 172 ). Untuk
itu perlu adanya perubahan paradigma dari “ pembelajaran yang berorientasi pada guru”
menjadi “ pembelajaran yang berorientasi siswa “ dimana siswa diharapkan mampu untuk
secara sadar dan aktif mengelola belajarnya   (Winataputra, 2007 :6.21). Keaktifan sebagai
primus motor dalam kegiatan pembelajaran  dalam hal ini siswa dituntut untuk selalu
memproses dan mengolah perolehan belajarnya ( Dimyati dan Mudjiono 2006 :51) . 
Paul B. Diedrich (dalam Hamalik  2010:172)  membuat suatu daftar  kegiatan aktivitas siswa
yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar,
demonstrasi, percobaan.
2.      Oral activities,  seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan
pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.      Listening activities,  sebagai contoh mendengarkan uraian, mendengarkan percakapan,
mendengarkan musik, mendengarkan pidato.
4.      Writing activities,  seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket menyalin.
5.      Drawing activities,  misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.      Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat
konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.      Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8.      Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat,
bergairah, berani, tenang, gugup.           
B.2 Prestasi Belajar
Kata prestasi menurut Depdiknas (2005: 859) adalah ”hasil yang telah dicapai atau
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya”. Dalam Tes prestasi belajar , yang hendak diukur ialah
tingkat kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan
kepadanya. Untuk itu perlu dibedakan antara ”prestasi belajar” (achievement) dan ” hasil
belajar ” (Learning outcome) , hasil belajar meliputi aspek pembentuka\n watak siswa
sedangkan prestasi belajar hanya bersifat pengetahuan saja ( Depdiknas 2003 ) .Belajar
menurut Slameto (2003: 2), adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2010:27)
mengatakan belajar adalah modifikasi untuk memperkuat tingkah laku melaui pengalaman
dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungannya. Belajar menurut Kingsley (dalam Djamarah: 2008:13) adalah proses di mana
tingkah laku ( dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.
Berdasarkan  pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah laku melalui pengalaman
dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai suatu hasil
latihan atau pengelaman dengan lingkungannya. Jadi Prestasi belajar adalah hasil yang
dicapai seorang siswa setelah mengikuti pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan
dalam dirinya, dengan melihat hasil penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang di
peroleh dalam proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Guru memberi penilaian
dan evaluasi dari materi pembelajaran yang telah disajikannya . Penilaian dan evaluasi ini
digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari pembelajaran.
C. Tutor Sebaya
Keberhasilan suatu program pengajaran tidak disebabkan oleh satu macam sumber
daya tetapi disebabkan oleh perpaduan antara berbagai sumber daya saling mendukung
menjadi suatu sistem yang integral.Oemar Hamalik  berpendapat sistem  tutorial adalah suatu
sistem dalam memberikan bimbingan kepada siswa dalam hal ini siswa yang mengalami
kesulitan tertentu (Hamalik,2010: 191) Sumber belajar tidak harus guru. Sumber belajar
dapat dari orang lain yang bukan guru, misalnya teman dari kelas yang lebih tinggi, teman
sekelas, atau keluarga di rumah.Tutor sebaya adalah sumber belajar selain guru, yaitu teman
sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di
sekolah (Arikunto, 1992:72) .Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan
kecanggungan karena bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami.Dengan teman sebaya
tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya ataupun minta
bantuan. Maslow dan Bruner menyatakan dengan menempatkan  siswa dalam kelompok dan
memberi tugas di mana mereka saling tergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas
adalah cara yang mengagumkan untuk memberi kemampuan siswa dalam masyarakat
(Silberman, 1996 : 9). Menurut Winataputra ( 2007 : 6.23 ) dalam proses belajar bersama,
siswa berpikir dan bekerja sama dan saling mengamati, atau bahkan saling meniru strategi
pemecahan masalah dari temannya. Mereka berbagi informasi dan saling mengoreksi, bahkan
berperan sebagai tutor sebaya untuk temannya.   .

 Langkah – langkah  Tutor Sebaya

 Penyelenggaraan tutor sebaya adalah sebagai berikut (Arikunto 1992 : 63).


1.         Pilihlah peserta didik yang dapat diterima oleh siswa yang lain
2.         Berikan tugas khusus untuk membantu temannya.
3.         Mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan
4.         Berikan pujian pada kedua belah pihak, agar baik anak yang membantu atau yang dibantu
merasa senang.
Model tutor sebaya dirancang untuk mengembangkan sikap dan memperbaiki kebiasaan salah
serta membantu di antara teman sebaya. Winataputra dalam Lestari ( 2007) memberikan
beberapa saran untuk dapat berhasilnya program tutorial sebagai berikut
1.         Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai.
2.         Jelaskan tujuan itu kepada seluruh peserta didik.
3.         Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai.
4.         Gunakan cara yang praktis.
5.         Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru.
6.         Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan pikiran yang diminta di kelas.
7.         Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor.
8.        Lakukan pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutorial.
D.  Materi Roh Kudus
                  Dalam Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas penulis memilih tiga materi /bahan
ajar kelas lima semester dua yakni
1) Hidup baru dalam Roh Kudus yang bertitik tolak pada pengaruh Roh Kudus pada
kehidupan manusia beriman  yang memberi daya juang dan menuntun orang untuk membuat
pilihan yang positif dan lebih baik lagi.
2) Rupa – Rupa Karunia Roh Kudus  yang merupakan karunia yang telah diberikan Allah
kepada manusia dan bagaimana cara manusia untuk mengembangkannya demi kebaikan
bersama.
 3) Tempat Khusus untuk berdoamerupakan materi yang mengarahkan siswa pada sikap
hormat pada tempat ibadat serta membangun sikap toleran pada agama lain sebagai bentuk
penghormatan pada kepada Allah .
               Ketiga bahan ini penulis pilih karena dirasa sesuai dengan karakteristik  pendekatan
Tutor sebaya, dengan demikian siswa dapat benar benar mampu mendalami, meyadari dan
memahami peranan Roh Kudus didalam hidupnya serta dapat  mengaplikasikannya
didalam  peribadahannya baik secara liturgis atau ibadat maupun hidup bermasyarakat, serta
tumbuh kesadarannya untuk dapat bersikap sesuai dengan tuntunan Roh Kudus dalam
mewujudkan tata kehidupan yang lebih baik. Sehingga siswa dapat lebih menghayati iman
dan hidup keagamaannya dan melaksanakannya dengan penuh kesadaran.

III    METODE PENELITIAN

A.   Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Padangsari  02  Kecamatan Banyumanik Kota
Semarang kelas V Semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 10 peserta didik, yang
terdiri dari 7 peserta didik laki-laki, dan 3 peserta didik perempuan. Penelitian dilaksanaan
pada saat jam pembelajaran Agama Katolik dengan  alokasi waktu tiga pelajaran.
B.   Variabel Penelitian
Menurut Sukestiyarno dan Wardono ( 2009: 4) Variabel adalah  suatu objek yang
harga untuk setiap objek bervariasi dan dapat diamati dibilang atau diukur. Variabel  utama
dalam penelitian ini adalah variabel hasil belajar siswa meliputi :

1. Keaktifan siswa
 dalam proses pembelajaran seorang siswa tidak dapat menghindar dari situasi.dan situasi
akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangkabelajar (Djamarah 2008 :38
).

2. Prestasi belajar
Prestasi belajar merupakan hasil pelaksanaan tugas mengerjakan soal yang diukur dari
jawaban  soal  tes  ( Masidjo 1995 : 38 ). Dan dalam Tes Prestasi belajar yang hendak diukur
adalah bahan pelajaran yang diajarkan ( Depdiknas 2003 )
C.  Rencana Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap
yaitu perencanaan, pelaksanaan / implementasi, pengamatan / observasi, dan refleksi.
 Dengan rincian Siklus sebagai berilut
a.       Perencanaan
1.      Permasalahan diidentifikasikan dan masalah dirumuskan
1.      Merancang  pembelajaran sesuai dengan materi ajar.
2.      Menyiapkan alat peraga gambar
3.      Membentuk kelompok belajar peserta didik dengan metode tutor sebaya
4.      Indikator keberhasilan ditinjau dari aktivitas dan meningkatnya jumlah siswa yang
tuntas  belajar.
b.      Pelaksanaan
1.      Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan materi.
2.      Guru memberi penjelasan dan membagi kelompok Tutorial  .
3.      Guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal  dalam kelompok dipandu oleh Tutor.
4.      Guru memberikan penegasan  dan penguatan dari materi
5.      Peserta didik melaksanakan evaluasi secara individu.
c.       Evaluasi dan Pengamatan
1.      Guru pengamat mengamati jalannya proses pembelajaran dan memberi penilaian
kemampuan peserta didik dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru.
2.      Teman sejawat selaku pengamat bersama guru peneliti menilai hasil latihan soal setelah
peserta didik diberi tugas rumah secara individual.
d.      Refleksi
Guru peneliti berdiskusi dengan guru pengamat tentang hasil pengamatan untuk perbaikan
pada pelaksanaan siklus II.
D.  Data Dan Cara Pengambilan Data
1. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah peserta didik kelas V , SD Padangsari 02 Kota Semarang.
Pengambilan data dilakukan selama penelitian berlangsung.
2. Jenis Data
a.       Hasil belajar berupa prestasi belajar  peserta didik kelas V SD Padangsari 02 Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang pada pokok bahasan Roh kudus dengan materi Hidup Baru
dalam Roh Kudus, Karunia - Karunia Roh Kudus, Tempat -   tempat Khusus untuk berdoa
b.      Aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas peserta didik yang dilakukan
teman sejawat  /guru pengamat dalam proses pembelajaran
1.   Cara Pengambilan Data
a.       Tes prestasi belajar peserta didik yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes merupakan
alat ukur  yang dipakai guru untuk mengukur prestasi siswa yang berisi serangkaian
pertanyaan yang distandarisasikan  (Masidjo 1995:38)
b.       Pengamatan terhadap aktivitas peserta didik dengan menggunakan lembar observasi pada
saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh pengamat /teman sejawat.
E.  Indikator Keberhasilan        
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar peserta didik pada pokok
bahasan Roh kudus dengan metode tutor sebaya, pada peserta didik kelas V SD Padangsari
02   Kota Semarang  meningkat dengan :
1.      70 %  dari seluruh jumlah siswa aktif  dalam mengikuti pembelajar Agama  katolik.
1.      80 %  dari seluruh jumlah siswa tuntas dengan mendapat nilai minimal 70  atau sama dengan
KKM sekolah.
IV.    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.  Keaktifan siswa
                 Berdasarkan hasil penelitian terhadap aktivitas siswa, diperoleh adanya
peningkatan pada siklus I ke siklus II dan ke siklus III. Hal ini ditunjukkan dari hasil
pengamatan aktivitas siswa  pada siklus I mencapai 71,7 % , pada siklus II mencapai nilai
74,5% , dan pada siklus III mencapai nilai 80% Peningkatan ini terlihat dari intensitas
bertanya, intensitas menjawab, berpendapat, dan mengerjakan tugas. Peningkatan ini
disebabkan karena guru memberikan penguatan dan peneguhan serta penghargaan/pujian
bagi para siswa yang berani berpendapat, dan memaksimalkan peranan tutor sehingga siswa
merasa bahwa pengetahuan yang diperolehnya merupakan hasil dari belajar belajar bersama
dan menjadikan sesuatu yang dialami tersebut menjadi miliknya serta dirinya merasa
dihargai. Dengan demikian  pembelajaran siklus III  telah memenuhi indikator keberhasilan
dibuktikan dengan sudah tercapai, Peningkatan  Aktivitas Siswa Klasikal pada Siklus I, II dan
III dinyatakan dalam Gambar  4.4 di bawah ini.

Gambar 4.4. Peningkatan Aktivitas Siswa pada Siklus I, II dan III

Prestasi belajar
Dari pengolahan data berdasarkan hasil tes evaluasi setiap siklus diperoleh data untuk
siklus satu hasil rata rata prestasi belajar siswa 73 , untuk siklus dua perolehan rata rata
prestasi belajar siswa 75,5 dan pada siklus yang ketiga terjadi peningkatan untuk rata rata
prestasi siswa menjadi 79 dengan ketuntasan belajar 100 %  berdasarkan data ini maka
pengunaan metode tutor sebaya dapat membantu  meningkatkan prestasi belajar siswa.
Penikatan ini  dikarenakan adanya kompetisi antarindividu dan kelompok menurut Djamarah
(2008:161)Kompetisi merupakan alat utuk memotivasi dan mendorong siswa untuk
bergairah dalam belajar, dan menjadi proses interaksi belajar mengajar yang kondusif dan
ini dapat terjadi dalam suasana kerja kelompok. Oleh karena itu metode tutor sebaya dengan
kerja  kelompok dapat menciptakan situasi kompetisi yang  positif.   adapun peningkatan
prestasi ini dapat dilihat  melalui grafik  pada Gambar 4.5

               Gambar 4.5 Peningkatan Prestasi Belajar Siklus I, II, dan III


Penikatan Prestasi belajar siswa berdampak positif pula pada  ketuntasan belajar dalam  kelas
dan tentunya juga menunjukan peningkatan  yang positif adapun  prosentase ketuntasan
belajar siklus I sebesar 70 % , siklus II menjadi 90 %  dan pada siklus  III  mengalami
peningkatan sebesar 100 % Grafik ketuntasan belajar siswa pada Siklus I, II dan III
dinyatakan dalam Gambar 4.6
Gambar 4.6 Grafik Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Siklus I, II dan III
Berdasarkan hasil pengolahan data, penggunaan Tutor sebaya dapat meningkatkan hasil
belajar Pendidikan Agama Katolik. Peningkatan hasil belajar ini dikarenakan dalam Tutor
Sebaya siswa diajak menunjukan kemampuannya dan terlibat dalam proses
pembelajaran.Proses dalam Tutor sebaya menumbuhkan sikap baru dan rasa tanggung
jawabnya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Maslow dalam Slameto
(2003:75)Keinginan untuk diakui sama dengan orang lain merupakan kebutuhan primer
yang harus dipenuhi. Oleh karena itu belajar bersama dengan kawan kawan lain dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa.Dalam Tutor sebaya ini siswa
dimungkinkan untuk saling tukar menukar pengetahuan  dan pengalaman iman dari masing
masing individu untuk dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian
siswa dapat menyadari tugasnya sebagai peserta didik dan berusaha untuk
meningkatkan prestasi belajar dan keaktifannya di dalam proses pembelajaran, untuk
memperoleh hasil yang lebih baik dan maksimal.

V.   PENUTUP

B. Kesimpulan
Berpedoman dari hasil pembahasan atas data data yang diperoleh pada penelitian
dapat disimpulkan bahwa Metode Tutor sebaya dalam pembelajaran PAK
meningkat.Peningkatan ini dibuktikan dengan hasil yang dicapai pada saat tes akhir siklus III
dan pengamatan aktivitas yang dilakukan oleh teman sejawat selaku Obsever (pengamat).
Dengan uraian sebagai berikut :
1.      Aktivitas belajar siswa juga meningkat, pada siklus I rata-rata siswa yang aktif mencapai
71,7%, sedangkan pada siklus II menjadi 74,5% dan pada siklus III rata-rata siswa yang aktif
mencapai 80 %.
2.      Hasil tes siklus I, nilai rata-rata 73 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar 7 orang dan
ketuntasan belajar klasikal 70% . Pada siklus II nilai rata-rata 75  siswa yang tuntas belajar
ada 9 orang dan ketuntasan belajar klasikal 90% sedangkan pada siklus III nilai rata-rata
siswa klasikal 79 dan semua siswa  tuntas belajar (10 siswa) dengan demikian  ketuntasan
belajar mencapai 100%.

C. Saran
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas di kelas V
SDN Padangsari 02 Semarang, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.      Pembagian kelompok akan lebih baik jika setiap pertemuan pembahasan materi terjadi
perubahan kelompok / berganti keanggotaannya, sehingga antarsiswa saling mengenal dan
melatih bekerjasama serta memperkaya pengalaman.
2.      Tutor dipilih anak yang pandai dan mudah bergaul dan dapat diterima oleh temannya dan
diberi pembekalan materi dan diajar secara khusus diluar jam sekolah
3.      Berilah petunjuk yang sejelas - jelasnya tetang apa yang harus dilakukan seorang tutor serta
diberitahu sejauh mana tanggung jawabnya sebagai tutor.

DAFTAR  PUSTAKA
Arikunto. 1997 Pengelolaan Kelas .Jakarta : Depdikbud dan PT Rajawali.
Dalyono. 1998 Psikologi  Pendidikan . Jakarta  : Depdikbud dan PT Rieneke Cipta.
Darsono.2000 Belajar dan Pembelajaran.Semarang : CV Ikip Semarang Press.
Depdikbud. 1994 Pedoman Pelaksanaan proses Belajar Mengajar di sekolah Dasar
Departemen  Pendidikan Nasional . 2005 Kamus Bahasa Indonesia .Jakarta :Balai
Pustaka.          
Dimyati dan Mujdiono .1999.Belajar dan Pembelajaran .Jakarta : Rieneke cipta.
Djamarah, 2008. Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneke Putra.
Hamalik  .2010 .Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara.
Masidjo.1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa disekolah. Jogyakarta:   Kanisus.
Pendidikan Agama Katolik  Sekolah Dasar , KBK 2004, Menjadi Murid Yesus. komisi
kateketik KWI , Yogyakarta : Kanisius .
Permendiknas  22,23,  2006 Departemen pendidikan Nasional
Permendiknas 41 ,  2007Departemen pendidikan Nasional
Purwanto ,1992,  Psikologi Pendidikan , Bandung : Depdikbud dan PT Remaja
Rosdakarya.        
Sardiman  AM , 2004 , Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Slameto, 2003 Belajar Mengajar dan Faktor faktor yang mempengaruhinya, Jakarta:PT.
Rineka Cipta.
Sudjana, 2009 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya .      
Winataputra dkk, 2007 Teori Belajar dan Pembelajaran , Jakarta: Universitas terbuka
Riwayat Penulis
Franciscus Setyo Budianto lahir di Semarang pada
tanggal 05 Maret 1972 pendidikan terakhir S1
STPKat  St. Fransiskus Assisi  Semarang , bekerja di
Kantor KementerianAgama Kota semarang dengan
tugas sebagai guru agama Katolik di SD Srondol Wetan
06 dan SD Padangsari 02
Pendidikan :
 pendidikan dasar  di SD Christus Rex lulus pada tahun
1985 ,  melanjutkan  di SMP Santa Anna lulus pada
tahun 1988, pendidikan SMA di tempuh di SMA
Purusatama dan lulus pada tahun 1991, Pendidikan D2
ditempuh di IPI malang  lulus tahun 1993 , Untuk
Jenjang S1 tempuh di STPKat Fransiskus Assisi
Semarang dan lulus pada tahun 2011

      ANALISIS  PENGARUH  MOTIVASI ,IKLIM  ORGANISASI ,
DAN                                  PENGEMBANGAN   KEPROFESIAN BERKELANJUTAN  TE
RHADAP      KINERJA  GURU  SMP N 18 SEMARANG
                                  Veronika Sunarningsih,S.Ag,MM
                                                     ABSTRAK
Pengaruh motivasi, iklim organisasi, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan
( PKB ) akan berdampak pada kinerja dan hasil kerja yang maksimal. Bagaimana
meningkatkan kinerja pendidik adalah masalah dan tantangan yang dihadapi oleh pendidik di
era abad 21 .Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi, iklim organisasi,
dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ( PKB ) terhadap kinera guru.
Teori yang ada telah menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif motivasi terhadap
kinerja pndidik , semakin besar pengaruh variabel motivasi maka akan meningkatkan kinerja.
Motivasi , iklim organisasi , dan penegembangan keprofesian berkelanjutan   mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja pendidik.
Kesimpulan penelitian ini memberikan konfirmasi dan mendukung teori yang ada
bahwa motivasi, iklim organisasi, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ( PKB )
berperan positif terhadap kinerja  pendidik.
Kata kunci : motivasi, iklik organisasi,PKB, dan kinerja
BAB I
Pendahuluan
1.1  latar belakang penelitian
Aktifitas yang dilakukan pendidik semakin penting dan menentukan sebuah
Kinerja yang kompetitif, menjadi tugas setiap pendidik untuk membangun komitmen kerja
yang belajar dengan cepat,beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.
Di era globalisasi sekarang ini menjadi pendidik yang profesional memiliki
kompetensi paedagogi,kepribadian,sosial , dan profesional.Pendidik mempunyai peran dan
fungsi yang sangat strategis. Kinerja pendidik akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pendidikan di Indonesia yaitu membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuha Yang
Maha Esa , cerdas, memiliki ketrampilan tekhnologi, jiwa estetis, etis, berkepribadian dan
berbudi pekerti yang luhur
Berdasarkan permenpan nomor.Per/16/M.PAN.RB/11/2009 tentang jabatan guru dan
angka kreditnya pendidik sepanjang karier kerjanya membaharui pengetahuan dan
kompetensinya. 
Kinerja pendidik dipengaruhi oleh motivasi, Yuan Ting (1996 ) melakukan penelitian
mengenai pengaruh motivasi terhadap kinerja, dimana motivasi dapat diidentifikasikan
sebagai bagian faktor pekerjaan yang sama baik dengan individu yang efeknya terhadap
kinerja.
Variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah iklim organisasi.Iklim organisasi
merupakan suatu keadaan yang menggambarkan suatu lingkungan psikologis organisasi yang
dirasakan oleh orang yang berada di lingkungan organisasi tersebut.
Dengan demikian apabila pegawai merasa bahwa iklim organisasi yang ada dalam organisasi
tempat bernaung cukup kondusif dan menyenangkan baginya untuk bekerja dengan baik
maka hal ini dapat membuat pendidik dapat meningkatkan kinerjanya.
Variabel lain yang berpengaruh terhadap kinerja adalah PKB yang merupakan
pembaharuan secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang
kehidupan kerjanya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ( PKB ) akan berdampak
pada konerja guru.
Dari uraian yang telah disampaikan tampak jelas bahwa motivasi, iklim organisasi,
dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja
guru.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dalam penelitian ini
penulis ingin mlakukan kajian dengan judul “ANALISIS PENGARUH MOTIVASI, IKLIM
ORGANISASI,     dan PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
TERHADAP KINERJA PENDIDIK SMPN 18 SEMARANG”
1.2 Perumusan masalah
            Tony Grundy ( 1997 ) mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan salah satu
sarana untuk memperoleh keuntungan kompetitif, dengan demikian bagaimana sebuah
institusi mengelola pegawainya yang memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap
institusi dalam mencapai tujuannnya.
            Kinerja pendidik adalah tantangan dan masalah yang harus dipikirkan institusi agar
hasil kerja pendidik maksimal. Berdasarkan latar belakang pertanyaan dan masalah yang
sudah terurai di atas maka peneliti membuat perumusan masalah berikut :

1. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja  pendidik SMPN 18   Semarang ?


2. Bagaimana pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja pendididk SMPN 18 Semarang
?
3. Bagaimana pengaruh Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan terhadap kinerja
pendidik di SMP N 18 Semarang ?

1.3  Tujuan penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah yang sudah diuraikan di atas penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis faktor-faktor  yang mempengaruhi kinerja pendidik yaitu :
1.      Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja pendidik SMPN 18 Semarang
2.      Menganalisis iklim organisasi terhadap kinerja pendidik SMP N 18 Semarang.
3.      Menganalisis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ( PKB ) terhadap kinerja pendidik
SMP N 18 Semarang.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Memberikan sumbangan terhadap institusi / sekolah ,khususnya tentang pendidik.
2.      Memberikan bahan masukan dan pertimbangan bagi pimpinan SMPN 18 Kota Semarang
dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk dapat meningkatkan kinerja pendidik.
3.      Memberikan bahan acuan peneliti selanjutnya serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Guru
            Isitilah kinerja/prestasi kerja meurut Bernadin dan Russel dalam Riky (2002).kinerja
adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan tertentu berdasarkan alata ukur tertentu.
            Kinerja seseorang merupakan hal yang kompleks dan terpadu yang keberhasilannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor,baik faktor internal maupun faktor eksternal.Menurut Keith
Davis (1984) menyatakan bahwa fakttor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan
motivasi.
            Hasibuan (2003 : 94) menyatakan bahwa prestasi kerja adalaha suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang di bebankan padanya yang didasarkan
atas kecakapan,pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
            Kinerja guru berarti prestasi kerja baik secara kualita maupun kuantitas yang
dihasilkan oleh guru sebagai akibat dari pengaruh kinerja kepemimpinan kepala sekolah
dalam rangka mencapai tujuan sekolah secara bersama-sama.Glasser dalam (zamroni 1999 :
12) mengatakan bahwa kualitas sekolah erat hubungannya dengan kualitas yang dimiliki oleh
setiap guru.
2.2  Motivasi
            Motivasi adalah diantara sekian banyak faktor determinan terhadap kinerja karna
berhubungan erat dengan kebutuhan yang muncul dari manusia.Motivasi seseorang
memegang peran penting dengan kinerja yang dihasilkan (pullins,et,al,2000) konsep motivasi
dalam literatur seringkali ditekankan pada rangsangan yang muncul dari seseorang baik
dalam diri maupun dari luar.
Faktor intrinsik adalah factor-factor dalam yang berhubungan dengan kepuasan antara lain
keberhasilan mencapai sesuatu di dalam karir.Menurut Kinmar,at,al (2001) elemen dari
motivasi intrinsik diantaranya : (1) ketertarikan pekerjaan; (2) keinginan untuk berkembang;
(3) senang pada pekerjaan; (4) menikmati pekerjaan
            Menurut Landy dan Becker (Stonner et,al,1996:138) memberikan pandangan
mengenai motivasi dikelompokan menjadi lima kategori yaitu teori
kebutuhan,penguatan,keadilan,harapan,dan teori penetapan sasaran.Faktor yang digunakan
sebagai indikator dalam mempengaruhi motivasi,yaitu keberhasilan dalam melakukan
pekerjaan pengakuan,tanggung jawab,wewenang dan pengembangan promosi.
            Menurut (Herzberg dalam Stonner,1996:144) motivasi merupakan fungsi inti dari
manajemen.Motivasi kerja adalah keadaan jiwa dan sikap mental  manusia yang memberi
tenaga mengarahkan,menyalurkan,mempertahankan,dan melanjutkan tindakan dan perilaku
tenaga kerja.
2.3 Iklim Organisasi
            Ada beberapa cara dalam mengidentifikasi iklim organisasi,salah satu definisi yang
paling banyak digunakan adalah definisi yang diberikan Denison (1996),menyatakan iklim
organisasi sebagai suatu sel dari sifat-sifat terukur (mesurable properties) dari lingkungan
kerja yang dirasakan atau dilihat secara langsung oleh orang yang hidup dan bekerja
dilingkungan tersebut dan diasumsikan mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka.
            Iklim dapat mempengaruhi motivasi,prestasi,dan kepuasan kerja.Iklim mempengaruhi
hal itu dengan membentuk harapan tenaga kerja tentang konsekuensi yang akan timbul dari
berbagai tindakan.iklim yang mendukung seharusnya mencakup perilaku sebagai berikut:
(Davis dan Newstrom,1990)
Hubungan antar personal

a. Manajemen partisipatif
b. Formalisasi dan standardisasi
c. Pelatihan dan pengembangan
d. Tunjangan finansial
e. Obyektifitas dan rasionalitas
f. Cakupan kemajuan
g. Supervisi
h. Perhatian terhadap kesejahteraan
i. Keselamatan dan keamanan

2.4 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan


            Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan pembaharuan  secara sadar
akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanya. Tujuan
khusus Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) sebagai berikut :

1. Memfasilitasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan.
2. Memfasilitasi guru untuk terus menerus meningkatkan kompetensinya
3. Memotivasi guru untuk tetap mempunyai komitmen melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai tenaga yang profesional.
4. Memotivasi guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam bentuk tulisan atau
karya ilmiah.
5. Mengangkat harkat,martabat rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi
guru.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB ) terdiri dari 3 unsur pengembangan diri
yaitu mengembangkan dirinya melalui karya yang inovatif yang dapat dilakukan dengan
diklat fungsional dan kegiatan kolektif  guru, publikasi ilmiah yaitu guru menuangkan hasil
karya ilmiahnya dalam bentuk tulisan.Jenis kegiatan dalam publikasi ilmiah antara lain
:presentasi pada forum ilmiah, hasil penelitian, tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah populer, artikel
ilmiah, buku pelajaran, modul/diklat, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan
buku pedoman guru.Karya inovatif  dapat dilakukan dengan kegiatan:
Menemukan tehnologi tepat guna,menemukan atau menciptakan karya seni,
membuat/memodivikasi alat pelajaran/peraga/praktikum,mengikuti penyusunan
standar,pedoman penyusunan soal dan sejenisnya.
2.5 Kerangka Pikiran
            Motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi pekerja.Seorang guru akan
termotivasi untuk menjalankan upaya yang tinggi apabila guru meyakini bahwa upaya itu
memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang
dilakukan.Sedangkan iklim organisasi merupakan suatu keadaan atau sifat-sifat yang
menggambarkan suatu lingkungan psikologis yang dirasakan oleh orang yang berada di
lingkungan organisasi tersebut yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi
kinerja.Apabila guru merasa bahwa iklim organisasi yang ada dalam organisasi tempat
bernaung cukup kondusif dan menyenangkan baginya untuk bekerja dengan baik maka hal ini
akan dapat membuat guru meningkatkan kinerjanya.Dalam pengembangan keprofesian
berkelanjutan diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah
dengan mengembangkan pengetahuan dan menghasilkan karya-karya ilmiah.Berdasarkan
uraian di atas maka kerangka pemikiran pada penilitian ini adalah sebagai berikut
Gambar 1
Pengaruh Motivasi Iklim Organisasi dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Terhadap
Kinerja Guru
  

KINERJA GURU (Y)


 
IKLIM ORGANISASI
(X2)
 

            
  

2.6 Hipotesis
            Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :
a)      Terdapat pengaruh yang siknifikan anatara motifasi terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota
Semarang
b)      Terdapat pengaruh yang signifikan anatara iklim organisasi terhadap kinerja guru SMPN 18
Kota Semarang
c)      Terhadap pengaruh yang signifikan antara pengembangan keprofesian berkelanjutan
terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang
d)     Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi,iklim organisasi dan pengembangan
keprofesian berkelanjutan teradap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang

BAB III
Metode Penelitian
3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian
            Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitianExplanatorydimana
penelitian ini menggunakan dan menyoroti antara variabel-variabel,penelitian ini juga
merupakan penelitian survey yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan.Lokasi penelitian di Kota Semarang tepatnya di SMPN 18 Kota
Semarang.Dengan sasaran penelitian adalah seluruh guru SMPN 18 Kota Semarang.
3.2 Populasi dan Sample
Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto,1998:115),dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMPN 18 Kota Semarang yang
berjumlah 49 orang.
Sample tersebut dapat mewakili populasi jika n adalah jumlah elemen sample dan N
adalah jumlah elemen popolasi,maka n < N (Supranto,2000:22).Teknik pengambilan sample
dengan menggunakan stratified random sampling yaitu sekelompok subjek secara acak
bedasar ciri atau sifat-sifat tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat dengan sifat
populasi.
3.3 Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
1.      Qustioner (daftar pertanyaan)
Peneliti mebagikan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengandung butir-
butir motifasi,iklim organisasi pkb dan kinerja
2.      Interview (wawancara)
Dalam proses pengumpulah data peneliti menggunakan wawancara secara tidak struktur yaitu
dengan mengajukan prtanyaan langsung kepada guru SMPN 18 Kota Semarang pada saat
jam-jam istirahat.
3.5 Tehnik Analisis Data
            Dalam penelitian ini digunaka dua analisis  yaitu analisis deskriptif  dan
kuantitatif.Adapun masing-masing  pengertian tersebut adalah berikut :

 Analisis data deskriptif yaitu analisis yang bersifat memberikan keterangan dan
penjelasan untuk mendapatkan gambaran masalah yang menjadi objek penelitian.

 Analisis data kuantitatif adalah metode dengan mengumpulkan,menyajikan,dan


menganalisis data yang menggunakan angka-angka perhitungan dengan pembuktian secara
statistic,sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi
klasik,uji regresi linier berganda,pengujian hipotesis dengan uji t (parsial),uji f dan koefisien
determinan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.      Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja.hal ini berarti apabila motivasi meningkat
maka kinerja juga meningkat demikian uga sebaliknya apabila motivasi menurun atau
memburuk maka kinerja guru juga menurun atau memburuk.
2.      Iklim organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota
Semarang artinya bila iklim organisasi membaik atau meningkat maka kinerja guru SMPN 18
Kota Semarang juga membaik atau meningkat.Demikian juga sebaliknya bila iklim
organisasi memburuk atau menurun maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang juga
memburuk.
3.      Pengembangan keprofesian berkelanjutan mempunyai pengaruh  positif terhadap kinerja
guru SMPN 18 Kota Semarang artinya bila pengembangan keprofesian berkelanjutan
membaik atau meningkat maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang juga membaik atau
meningkat.Demikian juga sebaliknya bila pengembangan keprofesian berkelanjutan
memburuk atau menurun maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang  juga memburuk.
4.2 Saran
            Untuk meningkatkan motivasi di lingkungan guru SMPN 18 Kota Semarang yang
dapat dilakukan dengan berusaha pimpinan atau kepala sekolah selalu memantau pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan guru,sehingga guru dalam pelaksanaan pekerjaannya mendapatkan
hasil yang baik.Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif di lingkungan sekolah
SMPN 18 Kota Semarang maka kepala sekolah secara rutin memberikan fasilitas pelatihan
dan pengembangan yang cukup bagi guru,sedangkan untuk  menumbuhkan minat
menulis/menciptakan karya ilmiah kepala sekolah dapat memfasilitasi adanya pelatihan dan
pengembangan bagi guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi,2002,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Edisi
            Revisi v.Rineka Cipata.Jakarta
Baron A.Robert dan Jerald Greenberg,”Behavior in Organization:Understanding
and Managing the Human Side of Work”,Allyn and Bacon,Boston
London,Sydnay,Toronto,1990
Denison et al...,”Leader Behavior,Work-Attitudes,and Turnover of Sales People
An Integrative Study”,Journal of Personal Selling and Sales Management,Vol XVI.No.2
(Sprinf 1996,pages 12-23)
Grundi T,1997,Manajemen Sumber Daya Manusia,edisi ke 2,Yogyakarta,:Andi
Offset
Thoha Miftah,2001,Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan
Aplikasinya,PT.Grafindo Persada,Jakarta
Yuan Ting,”Analisis of  Jobs Satisfaction of  the Federal White Cllor Work
Force:Finding from The Survey of  Federal  Employe”,Journal Amarican Review
of   Public   Administration,1996,vol.26,no.4

Veronika Sunarningsih,S.Ag,MM,lahir di Semarang ,


12 Juli 1970.Sekolah Dasar Karang Bolong,Magelang
(1982), SMP Kanisius Raden Patah Semarang
(1985),SMA Ignatius , Semarang (1988), Diploma 3 Pusat Informasi
Katholik,Semarang( 1993) Sarjana Agama dari Institut Pastoral Indonesia,Malang
(1997).Magister Manajemen dari Universitas Islam Sultan Agung,Semarang (2008).Tahun
1993-1995 mengajar di SD Marsudirini, Jakarta, Tahun 1998-2001 mengajar di SMP Institut
Indonesia ,Tahun 1999-2008 mengajar di SMP Mardisiswa Semarang, Tahun 2001 diangkat
menjadi CPNS dilingkungan Bimas Katholik Kementerian Agama Kota Semarang.Tahun
2004 diangkat menjadi PNS bekerja sebagai guru Agama Katholik di SMP 1, SMP 18, dan
SMP 31 Semarang sampai sekarang.

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM


BUDAYA JAWA
Eksistensi Yang Saling Membutuhkan

Oleh : Mulyono *)

Abstrak

                        Pendidikan Karakter sangat penting diberikan pada siswa dari tingkat Dasar
atau Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA), SMA, MA, SMK
justru sangat tepat ditanamankan sejak PAUD. Ada 18 pendidikan karakter yang telah di
tetapkan, dalam perkembanganya mungkin bisa lebih. Sebenarnya pendidikan karakter sangat
erat hubungannya dengan pendidikan yang diberikan dalam keluarga, utamanya keluarga
suku jawa, yang kemudian dikenal dengan unggah-ungguh, tata krama. Ke 18 yang dimaksud
adalah “Religi, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,, Demokrasi, Rasa
ingin tahu, Semangat Kebangsaan,Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,
Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli lingkungan, Peduli
Sosial, Tanggung Jawab”
Pada pendidikan keluarga jawa diajarkan sopan-santun, andap asor, yang juga
dikenal dengan unggah-ungguh. Juga diajarkan Hasta Sila, yang terdiri dari Tri Sila(Eling,
Pracaya, Mituhu)dan Pancasila(rila, narima,temen sabar dan budi luhur) .Diajarkan
memberikan sesutu dengan iklas dan tanpa paksaan, dimaksud memberikan sesuatu tanpa
mengharapkan balasan.
Diharapkan memberikan atau menyajikan pelajaran di sisipkan atau di sertakan pendidikan
karater sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan.
Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui pembelajaran      

Kata Kunci : Pendidikan Karakter-Jawa-Moel


                                                                                                                                        

I.    Pendahuluan
Pembelajaran Agama, khususnya Agama Katholik adalah
prosespembelajaran  interaksiantara peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan
diawasi agar berjalan  efektif dan efisien. Mengingat keragaman budaya, latar belakang dan
karakteristik peserta didik, maka pelajaran agama katholik perlu menyesuaikan program
pemerintah tentang pendidikan karakter.. Sebenarnya pendidikan agama sudah memuat
pendidikan budi pekerti yang juga pernah diberikan pada pelajaran PKn dan PSPB di
samping pelajaran Agama. Rencana kedepan pendidikan  karakter akan dimulai pada
pelajaran Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Sosiologi dan Matematika, kemudian diwajiban
setiap mata pelajaran.

II. RUMUSAN MASALAH
              Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), banyak Kendala dalam penyampaian
materi, termasuk diantaranya:
a.Apakah Pelajaran Agama Khususnya Agama Katholik di tingkat Pendidikan Dasar sudah ada
keseragaman.
b.Apakah dalam KBM sudah dimasukkan pelajaran Budi Pekerti, yang sekarang di perluas
menjadi Pendidikan Karakter
c.Apakah pendidikan karakter ada pengaruhnya terhadap pendidikan agama Katholik.
III.TUJUAN PENULISAN MAKALAH
        Tujuan penulisan makalah dalam seminar ini adalah :
      a.Pentingnya keseragaman dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Agama   Katholik, agar
materi yang diberikan sesuai dengan tujuan, yaitu pencapaian Silabus dan RPP yang di buat. 
b.Pentingnya pendidikan karakter sebagai langkah lanjut dalam pendidikan Budi Pekerti.
c.Terbentuknya siswa yang militan dan Religius.

IV.PEMBAHASAN
                  Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) agama katholik dapat
memasukkan unsur-unsur budaya dalam pendidikan karakter diantaranya di tunjukkan
sebagai berikut :
a.Budaya Jawa adalah seluruh aspek kehidupan masyarakat Jawa sebagai perwujudan dari
cipta, rasa, karsa, dan karyanya. Unsur-unsur budaya Jawa meliputi filsafat Jawa, religiusitas
Jawa, bahasa dan sastra Jawa, kesenian Jawa, sejarah Jawa, sistem sosial Jawa, sistem
ekonomi Jawa, ilmu pengetahuan & teknologi Jawa, dll.Sifat dasar budaya Jawa religius, non
doktriner/ non dogmatis, toleran, akomodatif, optimistik (Sujamto, 1992).Kebudayaan Jawa
bersifat sinkritis (H. Geertz) atau Tantularis (Sujamto) karena menyatukan atau
mengakomodasikan unsur-unsur pra Hindu, Buda, Hindu-Jawa, dan Islam sedang kristiani
datang belakangan (karena melalui dokmatis dan ajaran gereja).
b.Sebagai ilustrasi dalam pendidikan karakter, Dalam Ajaran Islam, Islam masuk dan
berkembang di Jawa berkat kerja keras para pedagang dari gujarad. Sambil mengembangkan
misi keagamaan mereka memanfaatkan teknik-teknik dagang menyebarluaskan ajaran Islam
(Poerbatjaraka, 1954) . Dengan demikian penyebaran agama Islam tidak dilakukan dengan
cara konfrontatif dan kekerasan.
Pemeluk Agama Hindu dan Agama Budha serta kepercayaan asli Jawa dengan segala tata cara
ritualnya tidak dihabisi begitu saja. Masyarakat Jawa dengan tata cara ritual keagamaan dan
kepercayaan sebelumnya secara bertahap dimasuki nilai-nilai ke Agamaan.Ajaran Kristiani
masuk dan berkembang di Nusantara melalui dan dibawa oleh pedagang VOC dan para
misionaris (Pastur, Bruder dan Suster).Dengan tekun membaur dengan masyarakat Jawa
utamanya memberikan layanan dengan kasih .
c.Orang Jawa percaya dan berlindung pada Sang Pencipta Dzat Yang Maha Tinggi.Orang Jawa
yakin bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam.Antara keduanya saling mempengaruhi
bahkan saling memiliki ketergantungan.Manusia Jawa menjalin kebersamaan dan hidup
rukun saling menghormati, tenggang rasa, menjaga ketentraman.Sikap saling menghormati
dapat dicapai melalui 3 perasaan yaitu “isin”,“sungkan”, dan “wedi” (H.Geertz, 1973).Sikap
mental Jawa, pandangan hidup Jawa analog dengan sikap hidup orang Jawa atau bisa juga
sikap hidup masyarakat Jawa pada tempat-tempat tertentu.Pandangan hidup Jawa merujuk
kepada unsur sentral kebudayaan Jawa ialah sikap “rila”, “narima”, dan “sabar”.Implementasi
dari pandangan hidup tersebut berupa sikap hidup yang disebut pasrah dan sumeleh.Indikator
sikap hidup Jawa tersebut adalah: “rila”, “narima”, “temen”, “sabar”, “berbudi luhur”,
“eling”,“percaya”, “mituhu” , “mawas diri”, “satriya pinandhita”, “rukun”, “sepi ing
pamrih” (Serat Sasongko Jati). Indikator-indikator inilah yang selalu diusahakan dalam
kehidupan sehari-harinya.Orang Jawa menjunjung tinggi amanat yang berwujud sesanti
“memayu hayuning bawana” (E. Suwardi, 2005).Dalam penyampaian pendidiqan Karakter di
implentasian dengan pelajaran yang sesuai, diantaranya
adalah Bertakwa (religious),Bertanggung
jawab (responsible),Berdisiplin (dicipline),Jujur (honest), Sopan (polite),Peduli (care),Kerja
keras(Hard work), Sikap yang baik (good
attitude),Toleransi (tolerate),Kreatif (Creative), Mandiri(independent),Rasa Ingin
Tahu (curiosty),Semangat Kebangsaan (Nationality
Spirit),Menghargai(Respect),Bersahabat (Friendly),Cinta damai (Peace Ful).
d.AjaranJawa yang kemudian sebagai budaya jawa sangat terasa diberikan secara turun
temurun, dipengaruhi budaya Hindu dan Budha dimana diajarkan. Bangsa Indonesia saat ini
krisis karakter, meskipun dunia mengakui bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya,
sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur. Indikasi tercermin ketika mencari dedalane guna
lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita tidak lagi memakai jalan luhur kudu andap
asor (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di Implementasian dengan sikap jujur, berbudaya,
teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak mengedepankan ambisi dengan mencari menang sendiri.
Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui pembelajaran 

V. PENUTUP
1. KESIMPULAN
                  Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) agama katholik dapat
memasukkan unsur-unsur budaya dalam pendidikan karakter diantaranya di tunjukan sebagai
berikut :
a.Sifat dasar budaya Jawa religius, non doktriner/ non dogmatis, toleran, akomodatif,
optimistic. Kebudayaan Jawa bersifat sinkritis atau Tantularis, karena menyatukan atau
mengakomodasikan unsur-unsur pra Hindu, Buda, Hindu-Jawa, dan Islam sedang kristiani
datang belakangan (karena melalui dokmatis dan ajaran gereja).
b.Indikator sikap hidup Jawa tersebut adalah: “rila”, “narima”, “temen”, “sabar”, “berbudi
luhur”, “eling”,“percaya”, “mituhu” , “mawas diri”, “satriya pinandhita”, “rukun”, “sepi ing
pamrih”
c.Indikasi tercermin ketika mencari dedalane guna lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita
tidak lagi memakai jalan luhur kudu andap asor (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di
Implementasian dengan sikap jujur, berbudaya, teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak
mengedepankan ambisi dengan mencari menang sendiri.
d.Bangsa Indonesia saat ini krisis karakter, meskipun dunia mengakui bangsa Indonesia adalah
bangsa yang berbudaya, sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur. Indikasi tercermin ketika
mencari dedalane guna lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita tidak lagi memakai jalan
luhur kudu andap asor  (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di Implementasian dengan
sikap jujur, berbudaya, teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak mengedepankan ambisi dengan
mencari menang sendiri. Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui
pembelajaran 

2.SARAN
1.Setiap pendidik diharapkan menguasai bidang studi yang di ajarkan, kemudian pendidikan
karakter baru di implementasikan dalam silabus dan juga pada RPP.
     2.Keseragaman dan kesamaan langkah dalam KBM agama katholik agar persepsi yang diterima
muridpun sama.

--------------------------------------------------------------------------------
. Pangestu (Paguyuban Ngesthi Tuggal), inti sari  kitab Sasongko Jati
.Diambildari naskah pendidikan karater oleh Dr.Sudharto, MA, pada Sarasehan budaya
selasa kliwon YSBJ Kanthil, 30 April 2012 di museum ronggowarsito semarang
Diambil IGKasimo, buku  pendidikan agama katolik   terbitan kanisius Yogyaarta
Disampaikan pada Seminar Ilmiah tentang Pendidikan Karakter MKKS Kab   Wonogiri
dan Kepala SMP se eks Karesidenan Surakarta oleh Prof Dr Wedha Sunarno, M.Pd
(Guru Besar Fisika FKIP UNS Surakarta), Kamis, 5 Juli 2012.

2.SARAN
   1. Setiap pendidik diharapkan menguasai bidang studi yang di ajarkan, kemudian pendidikan
karakter baru di implementasikan dalam silabus dan juga pada RPP.
2. Keseragaman dan kesamaan langkah dalam KBM agama katholik agar persepsi yang diterima
muridpun sama.

VI.DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 1997 Pengelolaan Kelas. Jakarta : Depdikbud dan PT Rajawali.
  Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Atas (SMA,SMK), 2004
Soetomo, Prof. Dr. Dr, Pendidikan Karakter, Disampaikan dalam penataran guru agama katholik se Jawa
Tengah
            Sudjana, 2009 Penilaian Hasil Proses Belajar, Bandung : PT Remaja 
                               Rosdakarya
            Sasongko Jati, Pangestu
         Sudharto, Dr, MA, Sarasehan Budaya Selasa Kliwon YSBJ Kanthil
Lampiran 1
    Sedangkan Nilai Karakter yang hendak di capai adalah :
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Kaarakter Bangsa
NILAI DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi
terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
Komuniktif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman ataskehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
NILAI DESKRIPSI
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Diambil dari pendidikan Karakter Kemendinas 2009.


*) Mulyono (Drs. Mulyono, M.Pd., M.Par.) Mantan angota MGMP Agama Katholok SMA/SMK
KotaSemarang.Mantang Ketua MGMP Bhs Jawa Kota Semarang, Ketua Forum MGMPBhs Jawa, Jawa
Tengah, Pegiat FMKI Keuskupan Agung Semarang, Pegiat YSBJ Kanthil, GuruMatematika, Bahasa Jawa,
Agama Katolik SMA Negeri 9 Semarang dan Guru SMK Keperawatan Husada Nusantara Semarang,Tutor
(Dosen) Matematika dan Statistik UT, Dosen PTS Kebudayaan dan BahasaJawa.

VII.   BIODATA PENULIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mulyono, terlahir Sinu Mulyono, di Desa Papringan Kec. Kaliwungu Kabupaten
Semarang, 14 Oktober 1957 dari AyahRSoediran Kartopawiro dan Ibu sebagai
Petani. SD, SMP diselesaikan di Desa, SLTA di SMA Kanisius Slamet Riyadi
Jurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam di Surakarta lulus th 1976, tahun 1978
meneruskan pada FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Jurusan Matematika,
lulus Deploma III th 1982 dilanjutkan ke Doktoral, lulus th 1984. Th 2005
mendapatkan kesempatan meneruskan S-2 Pascasarjana UNNES pada prodi MIPA
Jurusan Matematika lulus (M.Pd) November 2007. Pada bulan November 2008 masuk Pascasarjana (S-2)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Pariwisata Indonesia (STIEPARI) mengambil Jurusan Magister Manajemen
Pariwisata dan Perhotelan, lulus (M.Par) Maret 2012.
Karier dimulai dari Guru SMA Kanisius Slamet Riyadi Surakarta, SMA Tunas Pembangunan 1 (dulu Tunas
Jaya) dan SMA Murni Surakarta pada tahun 1978 s.d 1982 mengampu bidang studi Matematika, Fisika,
Geografi dan Menggambar, serta Bimbingan Belajar (STUPA, Ganeca EXACT dan Neutron) di kota Surakarta.
Pada tahun 1983 sampai sekarang sebagai Guru SMA Negeri 9 Semarang mengampu bidang studi Matematika,
Bahasa Jawa dan Agama Katholik, pernah mengajar di SMA PGRI 4 Semarang (bubar th 1990), SPK PPNI
(Sekolah Perawat Kesehatan, bubar 2009), tahun 1987 – 1990 sebagai Guru Inti Matematika Kab. Semarang dan
Kota Salatiga, sebagai Widya Iswara PT KA (dulu PJKA th 1988 s.d 2001). Sekarang masih mengampu bidang
studi Matematika di SMK Ignatius Semarang, Seni Budaya dan Bahasa Jawa di SMK Keperawatan Husada
Nusantara, Tutor (Dosen) Matematika dan Statistik UT (Universitas Terbuka) UPBJJ Semarang th 2008 s.d
sekarang, Dosen Tidak Tetap bidang studi Matematika, Statistik, Manajemen, Seni Budaya dan Bahasa Jawa di
beberapa Perguruan Tinggi sampai sekarang. Di bidang profesi sebagai pegiat dan Pengurus YSBJ (Yayasan
Studi Bahasa Jawa) Kanthil Jawa Tengah sejak th 2009 s.d sekarang, mantan ketua MGMP Bahasa Jawa kota
semarang, sejak Juli 2009 s.d sekarang sebagai Ketua Forum Komunikasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran
Bahasa Jawa (FKMGMPBJ) Jawa Tengah. Banyak mengisi rubrik dibeberapa media baik cetak maupun
elektronik dengan nama samaranKi Mayangkara atau M Sinu Kerto

Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Agama Katolik [1]


Oleh : Drs. Damianus Nursih Martadi[2]
ABSTRAK
Pembelajaran merupakan proses interaksi antar peserta didik, guru dan sumber pembelajaran.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif,  memberi kesempatan  yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,  kemandirian sesuai
dengan bakat, minat serta perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan
bahwa salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses
berisi kriteria minimal proses pembelajaran; berlaku bagi tingkat pendidikan dasar dan
menengah pada jalur formal;mencakup  perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil belajar, serta pengawasan proses pembelajaran agar dapat  terlaksana dengan
efektif dan efisien.
Pemilihan metode pembelajaran erat berhubungan  dengan strategi  pembelajaran. Strategi
pembelajaran merupakan perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat  agar kompetensi
dasar yang ditetapkan dapat tercapai. Strategi pembelajaran yang tepat sekarang ini
dikenal   dengan terminologi Pembelajaran Aktif.
Motode pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran  yang diterapkan
agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan  dapat dicapai lebih efektif
dan efisien.
Loka karya Komisi Kateketik KWI di Malino (1981) menghasilkan metode pembelajaran
yang perlu dikembangkan, yaitu metode pembelajaran pergumulan pemahaman
iman.Metode  ini, mengajak peserta didik untuk menggumuli pemahaman imannya.
Agar  proses tersebut berdayaguna, guru hendaknya memberikan suasana pembelajaran yang
terbuka, ramah, dialogis dan menyenangkan.
Metode mengajar yang bervariasi perlu dimiliki oleh pendidik dan dipraktekkan pada saat
mengajar.

Kata Kunci: Metode, Pembelajaran, Pendidikan Agama Katolik

Pengantar                                                                                              
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan,
dinilai, dan diawasi agar berjalan  efektif dan efisien. Mengingat keragaman budaya, latar
belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang
bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dituntut agar  fleksibel, luwes,
bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar
dan menengah semestinya interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan  memberi kesempatan  yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat serta perkembangan fisik dan
psikologis peserta didik.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005[3], mengamanatkan bahwa salah satu standar yang
dikembangkan adalah standar proses. Standar Proses adalah Standar Nasional  Pendidikan
berkenaan  dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu Satuan Pendidikan demi mencapai
kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan  dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik  Indonesia. Standar proses berlaku bagi tingkat pendidikan dasar dan menengah
pada jalur formal, baik sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar Proses mencakup  perencanaan, pelaksanaan, penilian serta pengawasan agar proses
pembelajaran dapat  terlaksana dengan efektif dan efisien.
I.     Pendahuluan
A.   Latar Belakang Masalah
Pemilihan metode pembelajaran erat hubungannya  dengan strategi  pembelajaran. Strategi
pembelajaran merupakan perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat tentang  kegiatan
pembelajaran agar kompetensi dasar yang sudah ditetapkan  dapat tercapai. Startegi yang
dipilih pada adalah strategi yang memampukan siswa semakin dalam belajar.Strategi
pembelajaran yang tepat sekarang ini dikenal  dengan termonologi Pembelajaran Aktif.
Pembelajaran merupakan sebuah usaha untuk   menciptakan iklim dan suasana
serta  pelayanan terhadapkemampuan, potensi, minat, bakat, serta kebutuhan siswa (peserta
didik) yang majemuk agar tercipta  interaksi optimal antara guru dengan  siswa,  dengan
siswa dengan siswa. Di sekolah, tindakan pembelajaran ini dilakukan oleh narasumber guru
terhadap siswa.Jadi  padahakekatnya strategi pembelajaran berkaiterat  dengan pemilihan
metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Penerapan suatu metode  pembelajaran berhubungan  dengan pembelajaran aktif, akan
melibatkan metode pembelajaan yang variatif.
Metode pembelajaran adalah penerapan model, pola atau langkah-langkah pembelajaran
tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi hasil belajar yang diharapkan  dapat
dicapai secaraefektif dan efisien.
Kegiatan pembelajaran di kelas disebut metode pembelajaran apabila terdapat unsur-unsur:
1. kajian ilmiah dari penemunya, 
2. tujuannya,
3. tingkah laku yang spesifik, dan
4. kondisi khusus yang diperlukan agar  pembelajaran  berlangsung efektif.
Proses pembelajaran  mensyaratkan hubungan intensif   antara anak  didik dengan guru.
Peserta didikadalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran
yang diperlukan, sedangkan guru merupakan orang yang menjalani profesi sebagai pengolah
kegiatan pembelajaran dan peranan lain yang mendukung  terselenggaranya kegiatan
pembelajaran  yang efektif.

Kegiatan pembelajaran  memilikibeberapa komponen, yaitu peserta  didik, guru (pendidik),


tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan
pembelajaran adalah terciptanyaperubahan perilaku positif dari anak didik
sesudahselesai  mengikuti serangkaian  kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran sebagai out come atau hasil akhirmengandaikan adanya metodologi
mengajar yang berdaya guna.Karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) banyak
ditentukan dan dipengaruhi oleh  cara mengajar guru, maka metodologi mengajar semestinya
dikuasai  oleh guru atau pendidik. Apabila gurucara mengajarnya menyenangkan dan enak
menurut anak didik, maka dapat diandaikan mereka akan tekun, rajin, antusias mengikuti
kegiatan pembelajaran , dan pada gilirannya dapat diharapkan akan terjadi perubahan
perilaku pada diri anak didik siswa.
Metodologi mengajar banyak ragamnya. Oleh karena itu kita, sebagai pendidik, dituntut
menguasainya, agar dalam proses pembelajaran tidak hanya menggunakan satu metode saja,
tetapi variatif, sehinggatujuan pengajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Mengingat
metode mengajar dalam proses pembelajaran sangat penting maka penulis hendak membahas
tema sekaligus judul tulisan ini "Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Agama
Katolik”. 

B. Batasan Pengertian
1. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani:  " Meta " dan " Hodos " meta artinya jauh
(melampaui), Hodos artinya jalan (cara). Metodologi adalah ilmu mengenai cara-cara
mencapai tujuan.

2. Pengertian Mengajar
Beberapa definisi tentang mengajar[4]:
1. Arifinmendefinisikan bahwa mengajar adalah " . suatu rangkaian kegiatan penyampaian
bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu ".

2. Tyson dan Caroll mengemukakan bahwa mengajar adalah:” a way working with
students ... A process of interaction .the teacher does something to student, the students do
something in return”. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan
sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan
kegiatan.

3.  Nasutionberpendapat bahwa mengajar adalah "suatu aktivitas mengorganisasi atau


mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi
proses belajar".

4. Tardifmerumuskan bahwa mengajar adalah “any action performed by an individual (the


teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang
berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan
tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan
kegiatan belajar”.
5.  Biggs, seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian
yaitu :

a. Pengertian Kuantitatif, mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni


penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang
studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya.Masalah berhasil atau
tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
b. Pengertian institusional, mengajar berarti “the efficient orchestration of teaching skills”,
yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk
selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki
berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.

c. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai “the facilitation of learning”, yaitu upaya
membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.

Dari aneka definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan
sistematik dari suatu lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik yang saling
berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan
pengajaran dapat dicapai.
3. Pengertian Metodologi Mengajar
Berdasar berbagai definisi metodologi dan mengajar tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk
melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan
peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses
belajar berjalan dengan baik, yaitu terpacainya tujuan pengajaran tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan,  maka pendidik  perlu
mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Metode pempelajaran apakah yang tepat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik?

D. Tujuan Penulisan Makalah


Penulisan karya tulis ini bertujuan memberikan informasi kepada pembaca mengenai
perlunya pendidik menguasai metodologi mengajar, dan menerapkannya dalam kegiatan
pembelajaran, agarmateri yang disampaikan dapat  diterima dan tercerna oleh peserta didik,
dan diwujudnyatakan dalam sikap dan perbuatan  dalam kehidupan sehari-hari.
II. PEMBAHASAN
Dalam tulisan ini saya hendak melangkah dalam dua tahap:
1.      Membahas metode pembelajaran pada umumnya dan
2.      Membahas metode pergumulan atau pergulatan iman dalamPendidikan Agama Katolik.
Marilah kita melangkah tahap demi tahap.
1.        Metode Pembelajaran Pada Umumnya
Beberapa metode mengajar yang dapat divariasikan oleh pendidik diantaranya :
1. Metode Ceramah (Preaching Method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk
menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan referensi atau
rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan pemahaman siswa.
Kelemahan dan kelebihan metode ceramah[5]

Kelemahan Kelebihan

a. Membuat siswa pasif a. Guru mudah menguasai kelas.


b. Mengandung unsur paksaan kepada b. Guru mudah menerangkan bahan  
siswa
c. Menghambat daya kritis siswa       pelajaran berjumlah besar
d. Anak didik yang lebih tanggap dari visi c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah
visual akan menjadi rugi dan anak didik
besar.
yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih
d. Mudah dilaksanakan 
besar menerimanya.
e. Sukar mengontrol sejauhmana
pemerolehan belajar anak didik.
f. Kegiatan pengajaran menjadi
verbalisme (pengertian kata-kata).
g. Bila terlalu lama membosankan.

2.      Metode diskusi ( Discussion method )


Muhibbin Syah, dalam Syaiful Bahri Djamarah[6] mendefinisikan bahwa metode diskusi
adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah
(problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group
discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).

Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :


a. Mendorong siswa berpikir kritis.
b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
c. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan
masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan dan kekuranga metode diskusi

Kelebihan Kekurangan

a. Menyadarkan anak didik bahwa a. tidak dapat dipakai dalam kelompok


masalah dapat dipecahkan dengan yang besar.
berbagai jalan b. Peserta diskusi mendapat informasi
b. Menyadarkan anak didik bahwa yang terbatas.
dengan berdiskusi mereka saling c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang
mengemukakan pendapat secara suka berbicara.
konstruktif sehingga dapat diperoleh d. Biasanya orang menghendaki
keputusan yang lebih baik. pendekatan yang lebih formal 
c. Membiasakan anak didik untuk
mendengarkan pendapat orang lain
sekalipun berbeda dengan pendapatnya
dan membiasakan bersikap toleransi.

3. Metode demontrasi ( Demonstration method )


Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui
penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan. 

Metode demonstrasi[7] adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses


atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. 

Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi[8] adalah :


a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa
Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi

Kelebihan Kekurangan

a. Membantu anak didik memahami a. Anak didik terkadang sukar melihat


dengan jelas jalannya suatu proses atu dengan jelas benda yang akan
kerja suatu benda. dipertunjukkan.
b. Memudahkan berbagai jenis b. Tidak semua benda dapat
penjelasan . didemonstrasikan
c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan
hasil ceramah dapat diperbaiki melaui oleh guru yang kurang menguasai apa
pengamatan dan contoh konkret, drngan yang didemonstrasikan
menghadirkan obyek sebenarnya.

4. Metode ceramah plus


Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode,
yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan
menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu :

a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT).


Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan
pemberian tugas.

Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu :


1). Penyampaian materi oleh guru.
2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa.
3). Pemberian tugas kepada siswa.

b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (CPDT)


Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama
guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi
tugas.
c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan
kegiatan memperagakan dan latihan (drill)

5. Metode resitasi ( Recitation method )


Metode resitasi adalah suatu metode mengajar yang mengharuskan  siswa  membuat resume
dengan kalimat sendiri.
Kelebihan dan kekurangan metode resitasi[9]

Kelebihan Kelemahan

a. Pengetahuan yang anak didik peroleh a. Terkadang anak didik melakukan


dari hasil belajar sendiri akan dapat penipuan, yaitu anak didik hanya meniru
diingat lebih lama. hasil pekerjaan temannya tanpa mau
b. Anak didik berkesempatan memupuk bersusah payah mengerjakan sendiri.
perkembangan dan keberanian b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang
mengambil inisiatif, bertanggung jawab lain tanpa pengawasan.
dan berdiri sendiri. c. Sukar memberikan tugas yang
memenuhi perbedaan individual

6. Metode percobaan ( Experimental method )


Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau
kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan[10]. 
Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan percobaan tertentu dan
dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium.
Kelebihan dan kekurangan metode percobaan

Kelebihan Kekurangan

a. Metode ini dapat membuat anak didik a. Tidak cukupnya alat-alat


lebih percaya atas kebenaran atau mengakibatkan tidak setiap anak didik
kesimpulan berdasarkan percobaannya berkesempatan mengadakan ekperimen.
sendiri daripada hanya menerima kata
guru atau buku. b. Jika eksperimen memerlukan jangka
b. Anak didik dapat mengembangkan waktu yang lama, anak didik harus
sikap untuk mengadakan studi eksplorasi menanti untuk melanjutkan pelajaran.
(menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c. Metode ini lebih sesuai untuk
c. Dengan metode ini akan terbina menyajikan bidang-bidang ilmu dan
manusia yang dapat membawa terobosan- teknologi.
terobosan baru dengan penemuan sebagai
hasil percobaan yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi kesejahteraan hidup
manusia.

7. Metode Karya Wisata ( Study tour method )


Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh
pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta
didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan.

Kelebihan dan kekurangan metode karya wisata

Kelebihan Kekurangan

a. Karyawisata menerapkan prinsip a. Memerlukan persiapan yang


pengajaran modern yang memanfaatkan melibatkan banyak pihak.
lingkungan nyata dalam pengajaran. b. Memerlukan perencanaan dengan
b. Membuat bahan yang dipelajari di persiapan yang matang.
sekolah menjadi lebih relevan dengan c. Dalam karyawisata sering unsur
kenyataan dan kebutuhan yang ada di rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan
masyarakat. utama, sedangkan unsur studinya
c. Pengajaran dapat lebih merangsang terabaikan.
kreativitas anak. d. Memerlukan pengawasan yang lebih
ketat terhadap setiap gerak-gerik anak
didik di lapangan.
e. Biayanya cukup mahal.
f. Memerlukan tanggung jawab guru dan
sekolah atas kelancaran karyawisata dan
keselamatan anak didik, terutama
karyawisata jangka panjang dan jauh.

8. Metode Latihan Keterampilan ( Drill method )


Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar dengan mengajak siswa ke
tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara
menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan
keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.
Kelebihan dan kekurangan metode latihan ketrampilan

Kelebihan Kekurangan

a. Dapat untuk memperoleh kecakapan a. Menghambat bakat dan inisiatif anak


motoris, seperti menulis, melafalkan didik karena anak didik lebih banyak
huruf, membuat dan menggunakan alat- dibawa kepada penyesuaian dan
alat. diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan b. Menimbulkan penyesuaian secara statis
mental, seperti dalam perkalian, kepada lingkungan.
penjumlahan, pengurangan, pembagian, c. Kadang-kadang latihan tyang
tanda-tanda/simbol, dan sebagainya. dilaksanakan secara berulang-ulang
c. Dapat membentuk kebiasaan dan merupakan hal yang monoton dan mudah
menambah ketepatan dan kecepatan membosankan.
pelaksanaan. d. Dapat menimbulkan verbalisme.

9. Metode mengajar beregu ( Team teaching method )


Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar yang pendidiknya terdiri lebih dari
satu orang dengan tugas masing-masing. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai
kordinator.Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung.Jika ujian
lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.

10. Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method )


Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya
sendiri. Metode ini lazim disebut metode tutor sebaya.

11. Metode pemecahan masalah ( Problem solving method )


Metode ini adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta
pemecahannya.
12. Metode perancangan ( projeck method )
Metode Perancangan yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu
proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian.

Kelebihan dan kekurangan metode perancangan

Kelebihan Kekurangan

a. Dapat merombak pola pikir anak didik a. Kurikulum yang berlaku di negara kita
dari yang sempit menjadi lebih luas dan saat ini, baik secara vertikal maupun
menyuluruh dalam memandang dan horisontal, belum menunjang
memecahkan masalah yang dihadapi pelaksanaan metode ini.
dalam kehidupan. b. Organisasi bahan pelajaran,
b. Melalui metode ini, anak didik dibina perencanaan, dan pelaksanaan metode ini
dengan membiasakan menerapkan sukar dan memerlukan keahlian khusus
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari guru, sedangkan para guru belum
dengan terpadu, yang diharapkan praktis disiapkan untuk ini.
dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. c. Harus dapat memilih topik unit yang
tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup
fasilitas, dan memiliki sumber-sumber
belajar yang diperlukan.
d. Bahan pelajaran sering menjadi luas
sehingga dapat mengaburkan pokok unit
yang dibahas.

13. Metode Bagian ( Teileren method )


Metode bagian yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian,
misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja
berkaitan dengan masalahnya.

14. Metode Global (Ganze method )


Metode Global yaitu suatu metode mengajar yang meminta  siswa membaca keseluruhan
materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari
materi tersebut.

2.  Metode  Pembelajaran Pergumulan Pemahaman Iman dalam Pendidikan Agama


Katolik
Loka Karya Pendidikan Agama Katolik (PAK) di Malino pada tahu 1981 merumuskan tujuan
PAK agar peserta didik dapat menggumuli imannya dari sudut pandang kristiani sehingga
diharapkan menjadi manusia yang paripurna (beriman dewasa) yang mampu
mempertanggungjawabkan imannya. Dasar pemikirannya adalah  agar PAK tidak berhenti
pada pengetahuan (knowledge) saja, tetapi pengetahuan yang didayagunakan untuk
membangun hidup dalam suatu pergumulan atau pergulatan iman, yaitu membangun hidup
menurut teladan Yesus Kristus. Pembangunan hidup tersebut merupakan pilihan bebas.Dalam
prosesnya, tujuan tersebut menekankan tiga aspek, yaitu aspek pemahaman diri, sesama dan
lingkungan.
Dalam loka karya Malino dihasilkan sebuah metode yang perlu dikembangkan dalam PAK,
yaitu metode pembelajaran pergumulan pemahaman iman.Metode ini, mengajak peserta didik
untuk menggumuli pemahaman imannya.Peserta diajak untuk mengetahui, mengerti dan
memahami, membandingkan atau mengkonfrontasi pengalaman hidupnya agar sampai
kepada makna pribadi dan mengintegrasikannya dalam hidup sehari-hari.Agar proses tersebut
berdayaguna, guru hendaknya memberikan suasana pembelajaran yang terbuka, ramah,
dialogis dan menyenangkan.
Pada hakekatnya, metode pembelajaran pergumulan atau pergulatan pemahaman iman
berupaya mensinergikan dua pola dasar dalam PAK, yaitu kedudukan PAK, sebagai pelajaran
dan tujuan PAK sebagai pendidikan agama pada umumnya.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bagian kecil dan berbeda dengan
proses katekese. Dengan metode tersebut, PAK diharapkan guru mampu mengembangkan
secara optimal segala kemungkinan agar peserta didik sampai kepada pergulatan iman, yang
tidak hanya sebatas pelajaran (kognitif).Pendidikan Agama Katolik berbeda dengan katekese,
oleh karenanya guru tidak harus berkatekese. Tetapi dengan metode tersebut, guru
diharapkan mampu memahami  batas-batas di mana proses dapat membantu dan
mempertajam pergumulan dan bagaimana pengajaran menjadi sebuah pelajaran yang sesuai
dengan kurikulum dan bahan atau materi ajar. Oleh karena itu katekese sebagai sebuah proses
saling tukar pengalaman iman, komunikasi iman, menjadi pola yang membantu agar
pergulatan iman menjadi semakin dalam, tanpa menyingkirkan dan mengubah seluruh
rancangan bahan dan materi yang hendak digumuli. Maka dengan metode ini, guru
diharapkan memperhatikan pengalaman, keanekaragaman, kemampuan dari peserta didik.
Agar proses pembelajaran  berjalan optimal, maka pembelajaran bukan hanhya  pelajaran
agama, tetapi sebaiknya  sampai pada pastoral sekolah. Artinya pelajaran agama katolik harus
sampai kepada upaya-upaya pengembangan, peningkatan, pembinaan hidup beriman  dengan
menciptakan suasana, hubungan dalam segala unsur entah peserta didik dengan guru, wali
atau orang tua peserta didik dengan pastoral kegerejaan dilingkungan sekolah.
Langkah-langkahyang dapat dilakukan dalam metodepembelajaran pergumulan atau
pergulatan pemahaman iman, antara lain:
1.      Menampilkan pengalaman manusia dan fakta-fakta (data empirik).
Guru berupaya mengajak peserta didik untuk melihat, membaca pengalaman, fakta dan
situasi yang  dapat membuka pemikiran dan menjadi umpan balik untuk melangkah
memperdalam materi atau bahan ajar.
2.      Pengolahan (eksplorasi dan elaborasi).
Langkah selanjutnya adalah guru mengajak peserta didik untuk mengetahui dan memahami
dengan mendalam dan luas  pengalaman, fakta dan situasi yang telah menjadi umpan dan
pendalaman dari langkah sebelumnya.
3.      Pergumulan.
Pada langkah ini peserta didik dapat mengalami peneguhan, konfirmasi atau kritik.Setelah
mengolah pengalaman dan fakta, siswa selanjutnya diajak mendalaminya agar mendapatkan
pengetahuan dan nilai yang lebih luas dan mendalam. Guru mengajak peserta didik untuk
semakin menggumuli bahan pembelajaran. Dalam proses ini, guru mengajak peserta didik
untuk mengintegrasikan segala nilai dan pemahaman yang telah ditemukan dan
menjadikannya sikap hidup, penerapan dan tindak lanjut dalam hidupnya.
Metode pembelajaran pergumulan atau pergulatan pemahaman iman memungkinkan proses
belajar tidak hanya sampai kepada pengolahan dan pemaparan semata, namun diupayakan
sampai kepada bentuk-bentuk  pergumulan. Melalui pergumulan, peserta didik diajak untuk
semakin mengenal, memahami dan mampu mempertanggungjawabkan, mengintegrasikan,
berdialog, berpartisipasi dan berkomunikasi dalam proses pemahaman imannya. Dengan kata
lain pembelajaran bukan hanya sampai pada ranah kognitif, tetapi sampai pada ranah afektif
dan psikomotorik (life skill).
Metode pembelajaran ini ingin membantu peserta didik mampu mengambil keputusan yang
bertanggungjawab mengenai pandangan-pandangan kristiani, ajaran, nilai-nilai, dan berbagai
pemahaman akan katolisitas. Hal itu dikarenakan, dengan metode pembelajaran ini, peserta
didik pertama diajak untuk mengetahui  isi bahan ajar, kemudian memahaminya, selanjutnya
digumuli dalam konteks hidup peserta didik. Dalam proses pergumulan, peserta didik diajak
untuk mempertanggungjawabkannya, bagaimana ajaran dan nilai-nilai moral kristiani
tersebut bagi hidupnya. Peserta didik diberikan kebebasan berpikir, menentukan secara
partisipatif dan berdialog dengan guru, rekan-rekannya tentang segala apa yang telah
dipahami dan kemudian digumulinya. 

III.  PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode mengajar yang bervariasi perlu dimiliki oleh pendidik dan dipraktekkan pada saat
mengajar.
Beberapa hal yang perlu disepakati:
1.      Kita tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap metode
pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan.
2.      Kita dapat memilih salah satu metode pembelajaran yang dianggap sesuai dengan
materi  pelajaran dan jika perlu dapat dapat menggabungkan beberapa metode pembelajaran.
3.      Metode apapun yang diterapkan,  jika kita kurang menguasai materi dan kurang disenangi
para siswa, maka hasil pembelajaran kita tidak efektif.
4.      Oleh karena itu, komitmen kita adalah sebagai berikut:
a.       Kita perlu mengusai materi yang akan diajarakan, dapat mengajarkannya, dan terampil
mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
b.      Kita berniat untuk memberikan apa yang kita punyai kepada para siswa dengan sepenuh hati,
hangat, ramah, antusias, dan bertanggungjawab.
c.       Menjaga para siswa agar “mencintai” kita, menyenangi materi yang diajarkan, dengan tetap
menjaga kredibilitas dan wibawa  sebagai guru.
d.      Kita sebagai guru dapat mengembangkan metode pembelajaran sendiri. Anggaplah kita
sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
2.  Pendidik yang bijaksana dalam pelaksanaan pengajaran (pembelajaran) selalu berpikir
bagaimana murid-muridnya, apakah murid-muridnya dapat mengerti apa yang disampaikan,
apakah murid mengalami proses belajar, apakah materinya sesuai dengan pemahaman dan
kematangan anak, dan sebagainya.
B. Saran
1. Hendaknya pendidik mengenal dan memahami peserta didiknya.
2. Pendidik hendaknya memiliki keterampilan metode mengajar yang bervariasi.
3. Bagi mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan, hendaknya secara antusias untuk
meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait baik langsung
maupun tidak langsung dengan dunia pendidikan.

Daftar Pustaka
Asrori, Muhammad, 2007: Psikologi Pembelajaran, Bandung , Wahana Prima.
Djamarah, Syaiful Bakri,  2000: Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
Surwanti, Asra, 2007: Metode Pembelajaran, Bandung, Wahana Prima.
Suryabrata, Sumadi, 2007: Psikologi Pendidikan, Jakarta, Rajawali Pers.
Winkel, 1991: Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta, Gramedia
BIODATA

Drs. Damianus Nursih Martadi, lahir di Yogyakarta, 24 Maret 1964.


Pendidikan dasar diselesaikan di Semarang, pendidikan menengah diselesaikan di
Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Teologi di IKIP Sanata Darma (Sekarang
Universitas Sanata Darma)(1992), Bakaloreat Teologi di Fakultas Teologi Wedabakti,
Kentungan, Yogyakarta (1992). Tahun 1995 – 1997 belajar ilmu Komunikasi Pembangunan
di Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2000 menjadi PNS Departemen Agama, bekerja di
kantor Depatemen Agama Kabupaten Wonosobo (2000-2006); bekerja di kantor kementerian
Agama Kota Semarang, guru Agama Katolik di SMAN 15 Semarang (2007 – sekarang),
SMKN 11 Semarang (2009- sekarang); Ketua komisi Kateketik Kevikepan Semarang (2004
– 2010), Ketua Paguyuban Guru Agama Katolik Kota Semarang ( 2011– sekarang).

PENGEMBANGAN GOA MARIA


SEBAGAI TEMPAT PEMBINAAN IMAN[11]

Oleh Damianus Widihantara[12]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tak langsung
kemasan daya tarik, infrastruktur  dan fasilitas terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung
di Obyek Ziarah Goa Maria Kerep Ambarawa. Data yang digunakan adalah data primer
tentang variabel kemasan daya tarik (7 item), variabel infrastruktur (7 item), variabel fasilitas
(9 item), variabel harapan (6 item) dan variabel loyalitas (6 item). Semua item pernyataan
diukur dengan Skala Likert.Penentuan sampel menggunakan teknik accidental sampling,
sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan penyebaran kuesioner kepada 100
pengunjung obyek ziarah Goa Maria Kerep Ambarawa.Data dianalisis dengan deskriptif
kuantitatif dan kualitatif.Hasil analisis data menunjukkan bahwa semua hipotesis yang
diajukan dapat diterima, artinya bahwa variabel kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas
berpengaruh positif dan signifikan terhadap harapan pengunjung, sedangkan dari hasil uji
analisis jalur ( langsung maupun tak langsung) ketiga variabel tersebut ditemukan
berpengaruh dominan langsung terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung.

Kata Kunci: daya tarik, infrastruktur, fasilitas, harapandan loyalitas.

I.Latar Belakang Masalah


Judul asli dari penelitian ini adalah pengaruh kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas
terhadap kepuasan pengunjung serta implikasinya pada loyalitas di Goa Maria Kerep
Ambarawa. Namun yang akan diungkap selain persoalan kelima variabel tersebut diatas yaitu
kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas, kepuasan dan loyalitas tetapi juga adalah sejauh
mana Goa Maria dapat digunakan sebagai tempat pembinaan iman bagi umat Katolik itu
sendiri maupun bagi siapa pun yang membutuhkan tempat ini sebagai sarana komunikasi
dengan Yang Maha Kuasa.
Hal tersebut di atas berdasarkan fakta bahwa ada gejala banyak orang yang mengunjungi
tempat-tempat ziarah dari berbagai agama.Dan khusus umat Katolik, terlihat gejala semakin
banyak berdiri Goa Maria dan semakin banyak pula umat yang berkunjung ke Goa Maria, ini
merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dan teliti.
Selain itu, Goa Maria dijadikan sebagai objek penelitian, hal ini dilatar belakangi oleh
trend saat ini dengan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang berminat terhadap
pengkayaan agama, mental dan spiritual.Salah satu jenis obyek semacam ini adalah Goa
Maria.Dalam usaha memotivasi kunjungan ke suatu obyek Goa Maria,  perlu usaha
mengembangkan obyek tersebut melalui kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas.
Selain itu, untuk menemukan jawaban atas motivasi pengunjung ke Goa Maria, khususnya
bagi umat Katolik.
              Dalam rangka optimalisasi pengembangan ziarah khususnya ziarah religi maka perlu
diambil tindakan-tindakan untuk meningkatkan minat dan kunjungan.  Kebijakan tersebut
dituangkan dalam  2 program pokok yaitu program pemasaran ziarahdan program
pengembangan produk ziarah. Kedua program pokok tersebut tidak dapat dilepaskan dari
unsur-unsur pokok industri pariziarah yakni accessibility, atraction, infrastruktur,
transportasion dan hospitality.[13] .
II.Pembatasan masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi harapan dan loyalitas pengunjung di Goa
Maria Kerep Ambarawa, maka penulis membatasi pada variabel kemasan daya tarik,
infrastruktur dan fasilitas.
III.Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai
berikut

1. Apakah kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas berpengaruh terhadap harapan
pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa?
2. Apakah kemasan daya tarik, infrasturuktur dan fasilitas berpengaruh langsung
terhadap loyalitas serta tidak langsung melalui harapan pengunjung di Gua Maria
Kerep Ambarawa ?
IV.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut
:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh daya tarik, infrastruktur dan fasilitas
terhadap harapan pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh langsung maupun tak langsung kemasan
daya tarik, infrastruktur dan fasilitas terhadap loyalitas maupun melalui harapan
pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa.
V.Manfaat Penelitian
1.    Bagi Instansi Terkait
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi dan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah, Bimas Katolik, Kelompok Kategorial dan Pengelola
Goa Maria Kerep Ambarawa memenuhi harapan pengunjung dan  meningkatkan jumlah
pengunjung

2. Bagi Lembaga Pendidikan


Dengan hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
mengenai tempat ziarah.

VI.Desain Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka
pemikiran yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksplanatori (eksplanatory method). Penelitian eksplanatori adalah jenis
penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel
bebas (independent variable), dan juga diperlukan untuk pengujian hipotesis yang diajukan
sebelumnya[14].Dalam kaitannya dengan penelitian ini metode eksplanatori dimaksudkan
untuk menjelaskan pengaruh daya tarik obyek ziarah, infrastruktur dan fasilitas terhadap
harapan pengunjung serta dampaknya pada loyalitas pengunjung di obyek ziarah Goa Maria
Kerep Ambarawa Kabupaten Semarang.Untuk mengetahui pengaruh yang dimaksud berikut
digambarkan desain penelitian.

Gambar 1 Desain Penelitian


  

 
 
 
 
                                                                                          

A.      Sampel
                Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Quoted accidental
sampling  yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara sembarang (ditujukan
kepada siapa saja yang ditemui dilokasi) namun dibatasi jumlahnya. Dengan teknik ini, tidak
semua unsur atau anggota populasi diberi peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel
(Nonprobability sampling)[15].Dalam penelitian ini maksud dari siapa saja adalah
pengunjung Goa Maria Kerep yang bisa dan bersedia untuk mengisi kuesioner.Distribusi
normal akan tercapai apabila jumlah sampel mendekati 100[16].
Untuk menentukan besarnya sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
digunakan rumus Slovin[17], Berdasarkan rumus  kemudian ditentukan besarnya  populasi
yaitu jumlah pengunjung obyek ziarah Goa Maria Kerep pada tahun 2009 yaitu 4.543 orang
dengan batas kesalahan yang masih dapat di toleransi adalah 10 persen.

n    =     97,85
       = 100 (dibulatkan)
                Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sampel yang akan diteliti sebanyak
100 responden.

B.       Variabel, Definisi Konsep dan Operasional


Variabel Definisi Konsep Operasional
1 2 3
Segala sesuatu yang menjadi 1.      Pemandangan alam
Kemasan Daya sasaran ziarah atau kegiatan / 2.      Upacara religius keagamaan
Tarik Obyek Ziarah pertunjukan  3.      Wisata kuliner
(X1) 4.      Kesakralan
5.      Keindahan Taman
6.      Kemudahan menuju lokasi
7.      Dekat obyek wisata lain
Segala bentuk sarana/prasarana 1.     Pengairan
untuk memenuhi kebutuhan 2.     Jaringan komunikasi
Infrastruktur pengunjung 3.     Sarana transportasi
(X2) 4.     Jalan raya
5.     Penerangan
6.     Pembuangan limbah
7.     Keamanan 
Ketersediaan sarana/prasarana 1.     Tempat informasi
sebagai pendukung kebutuhan 2.     Ruang pertemuan
Fasilitas pengunjung 3.     Tempat penginapan
( X3) 4.     Area parkir
5.     Kamar mandi
6.     Toko souvenir
7.     Rumah makan/warung
Harapanpengunjung yakni suatu
keadaan emosional yang 1.      Kesan yang didapat pengunjung
Harapan menyenangkan atau tidak 2.      Sesuatu yang diperoleh pengunjung
Pengunjung menyenangkan menurut 3.      Rekomendasi
(Y) persepsi dan pandangan
pengunjung itu sendiri.
Komitmen yang tinggi dari
Loyalitas pengunjung untuk berkunjung 1.     Komitmen
Pengunjung kembali di masa mendatang 2.      Kunjungan ulang
(Z) 3.      Proporsi kunjungan ulang  

                Skala pengukuran indikator dalam penelitian ini menggunakan skala likert mulai
dari yang terkecil yaitu sangat tidak setuju diberi nilai/ skor 1 (satu) sampai dengan nilai
terbesar yaitu sangat setuju diberi nilai / skor 5 (lima).

C.      Teknik Analisa Data


1.    Regresi Linier Berganda
Analisis linier regresi berganda digunakan untuk meramalkan keadaan (naik
turunnya) variabel dependen(kriterium), bila dua arah atau lebih variabel independennya
sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiyono, 2007:275).Dalam
penelitian ini uji regresi ganda untuk melihat pengaruh kemasan daya tarik obyek ziarah,
infrastruktur dan fasilitas terhadap harapan pengunjung serta loyalitas.
2.  Analisis Jalur
            Model analisis dapat digambarkan sebagai berikut:
  
Gambar 2  Model Analisis Jalur
Keterangan :
X1      =  Kemasan daya tarik
X2      =  Infrastruktur
X3      =  Fasilitas      
Y       =  Harapan pengunjung
Z       =  Loyalitas pengunjung        
p        =  Path (jalur)
R       =  Residual
            Pada gambar 3.2 tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagai variabel dependen
pada blok pertama dan kedua masing-masing yakni Y dan Z. Selanjutnya model analisis
tersebut dapat dituliskan ke dalam dua bentuk persamaan yang merupakan hasil dari dua blok
analisis regresi ganda sebagai berikut :
(1)   Y = py1.X1 +  py2.X2 + py3.X3  + pyr1
(2)   Z  = pz1.X1 + pz2.X2+  pz3.X3  + pz.Y + pzr2
            Dari kedua persamaan di atas serta model analisis (gambar 3.2) menunjukkan
bahwa model hubungan kausal dalam penelitian ini bersifat satu arah.
VII.Analisis Deskriptif
Berdasarkan data yang diperoleh melalui angket terhadap responden dapat disusun
distribusi frekuensi sebagai berikut.
Tabel 1
Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Besarnya Pengaruh
No. Variabel Jalur Keterangan
Langsung Tak Langsung
X1 ke Y 0,261 -
1 X2  ke Y 0,345 -
X3 ke Y 0,339
X1  ke Z X1 –Y– Z 0,216 0,062 L >TL
X2  ke Z X2 –Y– Z 0,312 0,090 L > TL
2
X3 ke Z X3 –Y– Z 0,186 0,053 L > TL
Y ke Z Y–Z 0,287

Dari hasil analisis data sebagaimana ditampilkan pada tabel 1 di atas dan dengan
melihat gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: 
A.Pengaruh Kemasan Daya Tarik (X1) terhadap Loyalitas Pengunjung (Z)
Dari angka yang ada pada tabel 4.22diketahui pengaruh langsung sebesar 0,216,
sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,062 lebih kecil dari 0,216.Dapat
disimpulkan bahwa pengaruh kemasan daya tarik terhadap loyalitas pengunjung adalah
pengaruh dominan langsung.
B.Pengaruh Infrastruktur (X2) Loyalitas Pengunjung (Z) 
Dari angka yang ada pada tabel 1diketahui pengaruh langsung sebesar 0,312,
sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,090 lebih kecil dari 0,312.Dapat
disimpulkan bahwa pengaruh infrastruktur terhadap loyalitas adalah pengaruh dominan
langsung.
C.Pengaruh Fasilitas (X3) Loyalitas Pengunjung (Z) 
Dari angka yang ada pada tabel 1diketahui pengaruh langsung sebesar 0,186,
sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,053 lebih kecil dari 0,186.Dapat
disimpulkan bahwa pengaruh fasilitas terhadap loyalitas adalah pengaruh dominan langsung.

D.Pembahasan

Dari analisis data diperoleh temuan-temuan yang merupakan jawaban atas masalah-
masalah penelitian dan pembuktian hipotesis penelitian. Masalah pokok penelitian telah
terjawab, yaitu kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas  berpengaruh terhadap harapan
pengunjung dan loyalitas pengunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa.
Selanjutnya diuraikan pembahasan hasil penelitian dengan cara menafsirkan pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Dalam penelitian ini
melibatkan dua variabel terikat, yaitu harapan pengunjung dan loyalitas pengunjung.
1.       Pengaruh Kemasan Daya Tarik Terhadap HarapanPengunjung
Kemasan daya tarik Goa Maria Kerep Ambarawa yang menarik seperti
pemandangan alam yang indah, penyelenggaraan upacara keagamaan yang tertib dan
khidmad, kesakralan patung Bunda Maria, kebersihan dan keindahan taman serta lokasi dekat
dengan jalan raya dan berdekatan dengan obyek ziarah lain memberikan
harapan  pengunjung.  Kemasan daya tarik yang menarik tersebut memberikan harapan bagi
pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa sehingga pengunjung mendapatkan kesan yang
baik serta memenuhi harapannya kemudian pengunjung merekomendasikan kepada orang
lain.
2.       Pengaruh Infrastruktur Terhadap Harapan Pengunjung
Infrastruktur  yang ada di Goa Maria Kerep dapat memenuhi kebutuhan pengunjung
seperti tersedianya saluran air bersih, tong sampah yang cukup banyak ,  jaringan
komunikasi,  adanya penerangan pada malam hari,  akses jalan masuk beraspal dan sarana
transportasi yang mudah serta sistem keamanan yang beroperasi selama 24 jam memberikan
harapan pengunjung.  Infrastruktur yang baik dan memenuhi kebutuhan pengunjung tersebut
memberikan harapan bagi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa sehingga pengunjung
mendapatkan kesan yang baik dan terpenuhi harapannya kemudian pengunjung
merekomendasikan kepada orang lain.
3.       Pengaruh Fasilitas Terhadap Harapan Pengunjung
Fasilitas yang ada di Goa Maria Kerep dapat mendukung kebutuhan pengunjung
seperti tersedianya tempat informasi, ruang pertemuan, penginapan , tempat untuk retret dan
camping rohani, area parkir yang luas, kamar mandi dan WC, toko souvenir dan warung
makan yang menyediakan berbagai masakan khas memberikan harapan
pengunjung.  Fasilitas yang baik dan mendukung kebutuhan pengunjung tersebut
memberikan harapan bagi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa, sehingga pengunjung
mendapatkan kesan yang baik serta memenuhi harapannya kemudian pengunjung
merekomendasikan kepada orang lain.
4.       Pengaruh Kemasan Daya Tarik Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap
Loyalitas Melalui Harapan Pengunjung
Hasil ini didukung dari hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden yang
memberikan pernyataan kemasan daya tarik dengan indikator keindahan alam, upacara
religius keagamaan, ketersediaan berbagai masakan khas, adanya patung Bunda Maria,
keindahan taman, kemudahan menuju lokasi dan Goa Maria dekat dengan obyek ziarah lain
58% dalam kategori  menarik.  Kemasan daya tarik yang menarik tersebut diatas memberikan
kesetiaan, kunjungan ulang dan jumlah kunjungan ulang atas pengunjung.

5.       Pengaruh Infrastruktur Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap


Loyalitas Melalui Harapan Pengunjung
Hasil pengisian kuesioner variabel infrastruktur yang dilakukan oleh responden yang
memberikan pernyataan melalui indikator ketersediaan saluran air bersih, jaringan
komunikasi, penerangan, tong sampah yang cukup banyak,sistem keamanan yang beroperasi
24 jam dan  sarana transportasi serta akses jalan masuk beraspal 50% dalam kategori
memenuhi kebutuhan pengunjung. Terpenuhinya kebutuhan pengunjung
tersebut memberikan kesetiaan, kunjungan ulang dan jumlah kunjungan ulang atas
pengunjung.
6.       Pengaruh Fasilitas Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap Loyalitas
Melalui Harapan Pengunjung
Kesimpulannya adalah bahwa kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas terhadap
harapan pengunjung memberikan kontribusi sebesar 64,2%, sedangkan kemasan daya tarik,
infrastruktur dan fasilitas melalui harapan pengunjung terhadap loyalitas memberikan
kontribusi sebesar 70,7%.

IX.Simpulan dan Saran


A.      Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas terhadap harapan


pengunjung  di Goa Maria Kerep Ambarawa.   

2. Ada pengaruh langsung maupun tak langsung kemasan daya tarik, infrastruktu dan
fasilitas terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung. Namun demikian kemasan
daya tarik, infrastruktu dan fasilitas berpengaruh dominan langsung terhadap
loyalitas.

B.      Saran
1.       Dengan mengetahui bahwa kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas  dapat mempengaruhi
harapan pengunjung hendaknya pengelola Goa Maria Kerep Ambarawa memperhatikan
ketiga variabel tersebut kemudian dikaji lebih mendalam dan ditindaklanjuti sehingga dapat
memberikan harapan lebih besar kepada pengunjung.
2.       Dengan mengetahui bahwa kemasan daya tarik, infratruktur dan fasilitas berpengaruh
dominan langsung terhadap loyalitas dari pada harapan pengunjung, maka pengelola Goa
Maria Kerep Ambarawa hendaknya perlu juga memperhatikan pembinaan penghayatan
agama, motif berkunjung dan nilai religius terhadap calon pengunjung mengingat ketiga hal
tersebut mempengaruhi loyalitas pengunjung.
3.       Goa Maria dapat digunakan sebagai tempat pembinaan iman, karena jelas dari
hasil   penelitian tersebut bahwa motif berkunjung dan nilai religious lebih dominan, sehingga
ada  sinergi antara destinasi Goa Maria dengan motif kunjungan yang diduga karena
penghayatan iman umat.
4.       Memanfaatkan fasilitas yang disediakan Goa Maria untuk tujuan tersebut           di atas,
seperti : Retret, Rekoleksi, Out Bond, Devosi, Pelajaran Agama,       Perayaan Ekaristi, dll

C.      Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya menguji persepsi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa dengan
menggunakan variabel kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas.Hasil penelitian ini
tidak bisa dipakai secara umum mengingat obyek ini hanya memiliki segmen tertentu, yaitu
pengunjung yang beragama Katolik. Sehingga untuk variabel yang sama bisa berbeda hasil
penelitiannya bila diterapkan pada obyek ziarah umum.  Selain itu, dalam pemaparan ini,
mengingat keterbatasan maka hasil penelitian ini pun tidak disajikan secara lengkap.

Biodata Penulis
Damianus Widihantara, S.Pd, M.Par, lahir di Yogyakarta, 28 September
1970, menempuh SD Karitas di Yogyakarta lulus tahun 1983, SMP lulus
tahun 1986, SMA lulus tahun 1989, lulus Sarjana Pendidikan Agama
Katolik Universitas Sanata Dharma tahun 1998, dan lulus Pascasarjana
Managemen Pariwisata Rohani STIEPARI Semarang tahun 2010. Riwayat
pekerjaan sebagai tenaga administrasi IKIP Sanata Dharma tahun 1990-
1993, tenaga animasi dan karya panggilan Komunitas Xaverian tahun 1997-
1998, Guru SMA Bhineka Yogyakarta tahun 1997-1998, Guru SMA Negeri
8 Yogyakarta tahun 1997-1998, Dosen STKIP Widya Yuwana Madiun tahun 1998-1999,
Guru SMA Kebon Dalem Semarang tahun 1999-2005, Guru SMA Karangturi Semarang
tahun 1999-2000 dan tahun 2004-2005, Guru SMA Negeri 9 Semarang tahun 2006-sekarang,
Dosen Akademi Kimia Industri Semarang tahun 2010-sekarang. Diangkat PNS Bimas
Katolik sebagai Penyuluh Agama Katolik tahun 2005-2011, Penyelenggara Bimas Katolik
Kabupaten Pati tahun 2011-sekarang. Riwayat organisasi: penggagasLembaga
Pengembangan Media Pembelajaran Agama Katolik Provinsi Jawa Tengah, penggagas
Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Agama Katolik Provinsi Jawa Tengah, penggiat
Yayasan Studi Bahasa Jawa Kanthil (YSBJ Kanthil), anggota Dewan Pariwisata Indonesia
dan anggota Persaudaraan Masyarakat Budaya Indonesia (Permadani). Tinggal di Tembalang
Pesona Asri Semarang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2004. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,


Rineka Cipta,

Darmawijaya, St, 2003, Gua Maria Kerep Ambarawa, Semarang, Tim Pengelola GMKA

Dharmesta,B.S., 1999, Loyalitas Pelanggan : Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi


Peneliti. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,  Vol. 14 No. 3h.

E.A. Chalik,, 1992. Dasar – Dasar Pengetahuan Pariziarah, Jakarta; Yayasan Bakti, Membangun.

Edmund Bachman, PhD, 2005, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, Jakarta, Prestasi
Pustakaraya

Gamal Suawantoro, 2004.Dasar – Dasar Pariziarah, Yogyakarta, Andi.

Herman Musakabe, 2006, Bunda Maria Pengantar Rahmat Allah, Bogor, Citra Insan Pembaru.

Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariziarah, Bandung ; Angkasa, 1984.

Oka A. Yoeti, 1990. Pengantar Ilmu Pariziarah, Bandung ; Angkasa.

Oka A. Yoeti, 1995. Perencanaan dan Pengembangan Pariziarah, Jakarta; PT Pradnya Paramita.

Oka A. Yoeti, 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariziarah, Jakarta; PT Pradnya Paramita,


1997.

Pendit, Nyoman S, 1999. Ilmu Pariziarah Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta, PT. Pradnya
Paramita, 1999.

Soewarno, B. 1987.Metode Kuantitatif dalam Penelitian Ilmu Sosial dan Pendidikan.Jakarta :


Depdikbud, Dirjen Dikti P2LPTK

Spilane, James, J, 1993, Ekonomi Pariziarah, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta, Kanisius.

Lampiran
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

Petujuk Pengisian
Untuk pernyataan–pernyataan berikut ini, Bapak / Ibu / Saudara / i saya persilahkan untuk
memberikan jawaban dengan cara mengisi tanda () pada salah satu alternative pilihan yang
telah disediakan.
STS: ( Sangat Tidak Setuju)
TS: ( Tidak  Setuju)
      CS:       ( Cukup Setuju)
      S:          ( Setuju)
      SS :       ( Sangat Setuju)
Penilaian
No Pernyataan STS TS CS S SS
1 2 3 4 5
Variabel Kemasan Daya Tarik ( X1 )
1. Pemandangan alam yang ada di obyek Goa Maria
Kerep terlihat indah
2. Upacara Keagamaan (Misa, Novena, dll) yang di
selenggarakan di Goa Maria tertib dan khitmad
3. Di Lokasi Obyek Goa Maria Kerep tersedia obyek
wisata kuliner.
4. Patung Bunda Maria yang ada di Goa Maria Kerep
memberikan suasana sakral
5. Taman yang ada di lokasi obyek Goa Maria Kerep
bersih, sehingga memberikan nuansa damai dan
indah bagi pengunjung
6. Lokasi Goa Maria Kerep dekat dengan jalan raya
menuju Semarang - Yogyakarta dan Semarang –
Solo sehingga mudah dijangkau
7. Lokasi Goa Maria Kerep berdekatan dengan obyek
wisata lain, sehingga bisa sekaligus berkunjung ke
obyek wisata lain
Variabel Infrastruktur ( X2 )
1. Tersedianya saluran air bersih di Goa Maria Kerep
untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
2. Tersedianya hot spot dan wartel di Goa Maria
Kerep untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
dalam hal komunikasi
3. Tersedianya sarana angkutan umum menuju lokasi
Goa Maria Kerep selama 24 jam
4. Akses jalan yang beraspal menuju lokasi Goa Maria
Kerep memberikan kemudahan bagi pengunjung
5. Tersedianya penerangan pada malam hari sehingga
tidak gelap bila berkunjung malam hari
6. Tersedianya tong sampah dalam jumlah yang cukup
ditempatkan di lokasi Goa Maria Kerep
7. Pos keamanan di lokasi Goa Maria Kerep
beroperasi selama 24 jam dan satpam berkeliling
setiap saat
Variabel Fasilitas (X3)
1. Tersedianya tempat informasi di lokasi Goa Maria
Kerep untuk mendukung kebutuhan pengunjung
dalam mencari informasi tentang Goa Maria Kerep
2. Goa Maria Kerep menyediakan ruang pertemuan
yang dapat menampung 300 orang
3. Tersedia penginapan bagi pengunjung dari luar kota
atau yang ingin menginap sementara waktu
4 Goa Maria Kerep menyediakan tempat untuk
kegiatan keagamaan seperti retret, rekoleksi,
outbond dan camping rohani
5. Tersedianya area parkir yang cukup luas di obyek
Goa Maria Kerep
6. Tersedianya kamar mandi dan WC dalam jumlah
yang cukup banyak dan mudah dijangkau
7. Tersedianya toko souvenir yang menyediakan
berbagai macam jenis barang bawaan
8. Tersedianya warung makan yang menyediakan
berbagai macam masakan khas
9 Tersedianya Ruang PPPK sehingga memudahkan
perawatan bagi yang mengalami gangguan
kesehatan saat berkunjung
Variabel Harapan Pengunjung (Y)

1. Setelah saya menyaksikan Obyek Goa Maria Kerep


dengan keindahan tamannya menjadikan saya
merasa terkesan.
2. Harapan saya terpenuhi setelah berkunjung di Goa
Maria Kerep Ambarawa.
3. Segala fasilitas yang ada di obyek Goa Maria Kerep
Ambarawa sesuai dengan harapan saya.
4. Segala infrastruktur yang ada di obyek Goa Maria
Kerep Ambarawa sesuai dengan harapan saya.
Segala daya tarik yang ada di obyek Goa Maria
5. Kerep Ambarawa sesuai dengan harapan saya.
Setelah berkunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa,
6. saya merasa puas dan kemudian merekomen-
dasikan/memberikan informasi kepada orang lain.
Variabel Loyalitas (Z)
1. Keinginan saya untuk berkunjung kembali ke Goa
Maria Kerep Ambarawa sangat kuat
2. Keindahan taman Goa Maria Kerep telah
menambah kepercayaan saya untuk berkunjung
kembali
3. Saya selalu berkunjung ke Goa Maria Kerep
Ambarawa untuk mencari ketenangan batin
4. Saya sering berkunjung ke Goa Maria Kerep
Ambarawa ini setiap hari libur
5 Saya selalu mengikuti upacara keagamaan
(misa/novena) di Goa Maria Kerep setiap minggu
ke II setiap bulan
6. Bila berkunjung ke Goa Maria Kerep saya selalu
menginap minimal satu malam

[1] Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Guru Agama Katolik Se JawaTengah pada


tanggal 28 Juni 2012 di Hotel Plaza Semarang.
[2]Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Katolik pada SMAN 15  dan SMKN 11 Semarang
[3]Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
[4]Disarikan dari Djamarah, Syaiful Bahri, 2007.
[5]Syaiful Bahri Djamarah, 2000, Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
[6]Syaiful Bahri Djamarah, 2000, Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
[7]Ibid
[8]Daradjad, 1985, dalam Djamarah, Syaiful Bakri , 2000.
[9]Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
[10]Ibid
[11]Sebuah peneletian kualitatif di Goa Maria Kerep Ambarawa Kabupaten Semarang
[12]Penulis adalah pemerhati pendidikan, budaya dan wisata religi.
[13]Pendit, 1999: 18-27
[14]Singarimbun ,1993:3
[15]Sugiyono, 2003:16
[16]Gujarati, 2003:48
[17]Slovin, 1993:107

Dewan Redaksi:
Pelindung                            : Agustinus Sukaryadi
Penanggungjawab          : Bonifasius Deny Yuswanto
Pemimpin Redaksi           : Eduardus Endy Widyarsoro
Redaksi Pelaksana           :
Damianus Widihantara
Hendrikus Suyatno
Nicolaus Budi Hartana
Administrasi                       :
Agustinus Joko Budi Santosa
Herman Laurens Ulmasembun

Anda mungkin juga menyukai