Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatri kontemporer, karena jumlah
yang terlibat dan riset yang mereka buat. Resiko bunuh diri adalah resiko untuk
menciderai diri sendiri yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart,
2016).

Berdasarkan data WHO, setidaknya 800 ribu orang di seluruh dunia melakukan bunuh
diri setiap tahun. Bunuh diri menjadi salah satu faktor penyebab kematian tertinggi,
khususnya usia muda 15-29 tahun. Sebanyak 75 persen bunuh diri terjadi di negara
dengan penduduk berpendapatan rendah-menengah. Di Indonesia, kasus bunuh diri yang
diketahui oleh kepolisian berkisar di angka 900-an pertahun. Jika dirinci kasus bunuh diri
di Indonesia mencapai 3,7 per 100.000 penduduk. Dibandingkan negara-negara Asia
lain, prevalensi itu lebih rendah. Namun dengan 258 juta penduduk, berarti ada 10.000
bunuh diri di Indonesia tiap tahun atau satu orang per jam. (BPS, 2016). Di dunia lebih
dari 1000 tindakat bunuh diri terjadi tiap hari, di Inggris ada lebih dari 3000 kematian
bunuh diri tiap tahun (Ingram, Timbury dan Mowbray, 1993). Di Amerika Serikat,
dilaporkan 25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun (Wilson dan Kneisl,2014 dan
merupakan penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria dan
wanita adalah tiga berbanding satu (Stuart dan Sundden, 1987, hlm. 487). Pada usia
remaja, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua (Leahey dan Wright, 2015,
hlm.79).
Selain karena faktor kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan
bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih
efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari
gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif
overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain
itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan

1
orang lain.Ada banyak penyebab orang sampai nekad untuk melakukan bunuh diri,
bahkan ada yang sampai lebih dari satu kali melakukan percobaan karena sebelumnya
gagal. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa terdapat tiga pemicu
utama bunuh diri di Indonesia. Kasus terbanyak adalah putus cinta, disusul masalah
ekonomi, dan soal pendidikan. Melihat data tersebut, berarti yang paling mendominasi
terjadinya bunuh diri adalah faktor eksternal walaupun faktor internal juga tidak dapat
dipungkiri juga mempengaruhi hal tersebut.
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya atau
menciderai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar ru,ah, dan lain-lain.
Bunuh diri terjadi karena seseorang merasa dirinya sedang menanggung beban
permasalahan yang besar dan dianggap sudah tidak bisa diselesaikan. Sebagai seorang
perawat, peran yang dapat dilakukan adalah sebagai konselor. Perawat dalam hal ini
dapat menjadi sebuah fasilitator yang dapat digunakan untuk sarana berkonsultasi terkait
permasalahan-permasalahan yang dihadapi seseorang dan sebagai seorang individu kita
wajib mengengarahkan pikiran kita untuk selalu berpikir positif.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan resiko bunuh diri

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan resiko bunuh diri
b. Tujuan khusus
1. Untuk memahami definsi resiko bunuh diri
2. Untuk mengetahui jenis-jenis perilaku bunuh diri
3. Untuk mengetahui rentang respon resiko bunuh diri
4. Untuk mengetahui etiologi resiko bunuh diri
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala resiko bunuh diri
6. Untuk mengetahui sumber dan mekanisme koping pada perilaku bunuh diri
7. Untuk mengetahui penatalaksaan medis dan keperawatan pada klien dengan
resiko bunuh diri
8. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada klien
dengan resiko bunuh diri

2
c. Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mahasiswa
a) Menambah pengetahuan tentang keperawatan jiwa pada pasien resiko
bunuh diri.
b) Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis.
c) Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat tentang
keperawatan jiwa pada pasien resiko bunuh diri.
2. Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a) Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b) Sebagai tambahan infromasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian
materi tentang keperawatan jiwa pada pasien resiko bunuh diri
3. Untuk pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang keperawatan jiwa
pada pasien resiko bunuh diri.

3
BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Resiko bunuh diri adalah resikoo untuk menciderai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2016).

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 2017).
Menurut Beck (2015) dalam Keliat (2017 hal 3) mengemukakan rentang harapan –
putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2017).Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa
sendiri (Ann Isaacs, 2015)
Kesimpulan dari pengertian diatas bahwa bunuh diri adalah suatu tindakan agresif
yang merusak diri sendiri dengan mengemukakan rentang harapan-harapan putus asa,
sehingga menimbukan tindakan yang mengarah pada kematian.
Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah
kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai
respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri, dan bunuh diri
merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 2017).

2.2 Jenis-jenis Perilaku Bunuh Diri

Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori yaitu (Stuart, 2016):

1. Ancaman bunuh diri

Yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan


untuk bunuh diri.Ancaman menunjukkan ambevalensi seseorang tentang kematian

4
kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri

Yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang
dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.Orang yang


melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada
mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.Percobaan
bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat
suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.

Yosep (2017) mengklasifikasikan terdapat 3 jenis bunuh diri, meliputi:

1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasarkan oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan sehingga mendorong seseorang untuk bunuh
diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

Menurut Keliat (2017) terdapat 3 macam perilaku bunuh diri yaitu:

1. Isyarat bunuh diri

Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri.Dalam


kondisi ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya
tetapi tidak disertai dengan ancaman bunuh diri.Klien umunya mengungkapkan
rasa bersalah, bersedih, marah, putus asa, klien juga mengungkapkan hal-hal
negative tentang dirinya yang menggambarkan harga diri rendah.

5
2. Ancaman bunuh diri

Klien secara aktif telah memiliki rencana bunuh diri, tetapi tidak diserta dengan
rencana bunuh diri.Klien memerlukan pengawasan yang ketat karena dapat setiap
saat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melaksanakan rencana bunuh
diri.

3. Percobaan bunuh diri

Adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri


kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai
cara.

2.3 Rentang Respon

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk
taking destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara
ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa
rentang diantaranya :
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain
a.    Ketidakberdayaan, keputusasaan,apatis.: Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu
mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b.    Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa
gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c.    Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu
ke luar dari keadaan depresi berat.
d.    Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk

6
e.   Mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
Rentang Respons, YoseP, Iyus (2016)
a.

Peningkatan diri.
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif.
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak
loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung.
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan
pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

2.4Etiologi Resiko Bunuh Diri

7
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua faktor,
yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor presipitasi (factor pencetus).

a. Faktor predisposisi Stuart (2016) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang


menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1. Diagnostik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
Selain itu terdapat pula beberapa motif terjadinya bunuh diri, Motif bunuh diri
ada banyak macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab,
misalkan :
a.      Dilanda keputusasaan dan depresi
b.      Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
c.      Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
d.     Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
e.      Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan.
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila
menunjukkan perilaku sebagai berikut :
o Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri

8
o Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
o Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
o Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
o Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
o Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alkohol
o Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
o Menunjukkan impulsivitas dan agressif
o Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau
kehilanganyang bertubi-tubi dan secara bersamaan
o Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri missal
pistol, obat, racun.
o Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif
denganpengobatan
o Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.

b. Faktor presipitasi Stuart (2016) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa


kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan  pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan
perilaku bunuh diri. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat
menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman
pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.

c. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan
bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh
diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan

9
seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri.
Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
d. Respon terhadap stres
1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi,
pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua,
yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal
tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki
akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi
menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh
diri  berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan  bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat
lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif
dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.

2.5 Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2015)

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Impulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

10
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
s. Sumber-sumber social.
t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.6Sumber dan Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen (2016) terdapat sumber dan mekanisme koping pada
perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang mengesampingkan
kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari
pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah
mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai
dengan sistem keyakinannya sendiri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tak

11
langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa memberikan cara
koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin berada diantara individu
dan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan
kegagalan koping dan mekanisme adaptif
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar untuk mengatasi masalah. Resiko yang mungkin terjadi pada
klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan
mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau
ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian
perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
  Faktor presipitasi Faktor predisposisi

Faktor predisposisi

Ketidakefektifan
Mekanisme koping maladaptif koping individu

Respon konsep diri maladaptif

Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah


(HDR)
Malu, merasa bersalah

Menarik diri

Risiko gangguan persepsi Isolasi sosial


sensori: halusinasi

Perilaku kekerasan

12
Risiko membahayakan
diri: risiko bunuh diri

2.7Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien


resiko bunuh diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut
(videbeck, 2015), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective  serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per
oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per
oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per
oral). Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat
overdosis. Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua
neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan,
kewaspadaan,  perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan

2. Penatalaksanaan Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan


resiko bunuh diri selanjutnya  perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi
yang tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah (Keliat, 2017)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

13
Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen
(2014, dalam Keliat, 2017:13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk
perilaku bunuh diri yaitu :
1) Melindungi Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien
melukai dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di
tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien
terus-menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan
klien dari semua benda yang berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah.
Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal
yang  positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat Perawat perlu mengkaji koping yang
sering dipakai klien. Berikan pujian  penguatan untuk koping yang konstruktif.
Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama
mencari faktor  predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial Untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga
pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien

Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
d) Klien dapat meningkatkan harga diri
e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

14
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
4. Bersifat hangat dan bersahabat.
5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
2. silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
3. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
4. perawat.
5. Awasi klien secara ketat setiap saat.
c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,
3. ketakutan dan keputusasaan.
4. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
5. harapannya.
6. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
7. kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya
2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
4. antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
e) Membantu pasien untuk menggunakan koping individu yang adaptif
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.)
2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.

15
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

Berdasarkan strategi pelaksanannya pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut:


1) Strategi pelaksanaan 1 pada pasien:
 Identifikasi beratnya masalah resiko bunuh diri: isyarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk).
 Identifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien).
 Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar
aspek positif dari diri sendiri, latihan afirmasi/berfikir aspek positif yang
dimiliki.
 Masukkan pada jadwal latihan berfikir positif 5 kali per hari.

2) Strategi pelaksanaan 2 pada pasien:


 Evaluasi kegiatan berfikir positif tentang diri sendiri. Beri pujian. Kaji
ulang resiko bunuh diri.
 Latih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek
positif keluarga dan linkungan, latih afirmasi/berfikir aspek positif keluara
dan lingkungan.
 Masukkan pada jadwal latihan berfikir positif tentang diri, keluarga dan
lingkungan.
3) Strategi pelaksanaan 3 pada pasien:
 Evaluasi kegiatan berfikir positif tentang diri, keluarga dan lingkungan.
Beri pujian. Kaji resiko bunuh diri.
 Diskusikan harapan dan masa depan.
 Diskusikan cara mencapai harapan dan masa depan.
 Latih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
(setahap demi setahap).
 Masukkan pada jadwal latihan berfikir positif tentang diri, keluarga dan
lingkungan dan tahapan kegiatan yang dipilih.

16
4) Strategi pelaksanaan 4 pada pasien:
 Evaluasi kegiatan berfikir positif tentang diri, keluarga dan lingkungan
serta kegiatan yang dipilih. Beri pujian.
 Latih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan.
 Masukkn pada jadwal kegiatn latihan berfikir positif tentang diri, keluarga
dan lingkungan serta kegiatan yang dpilih untuk mencapai masa depan.
5) Strategi pelaksanan 5 pada pasin:
 Evaluasi kegiatan latihan peningkatan positif diri, keluarga dan berikan
pujian.
 Evaluasi tahapan kegiatan mencapai harapan masa depan.
 Latih kegiatan harian.
 Nilai kemampuan yang telah mandiri.
 Nilai apakah resiko bunuh diri teratasi.

. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Tujuan :
a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
rasa ingin bunuh diri
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
 Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
 Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
 Utamakan pemberian pujian yang realitas

17
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
 setelah pulang ke rumah
d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
 setiap hari sesuai kemampuan.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
 merawat klien
 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

18
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan
berkembang dalam beberapa rentang. Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan
bunuh diri diantaranya kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan
lainnya. Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri
serta percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah
orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut

1.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup tentang ciri-ciri klien yang
ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh
diri pasien. Perawat juga perlu melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.

19
DAFTAR PUSTAKA

Isaac, Ann. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan psikiatrik. Jakrta: EGC

Stuart dan Sundeen. 2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC

Stuart dan Laraia. 2016. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Eight Edition. USA:

Elsevier Mosby

Stuart. 2015. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2016. Keperawatan Jiwa. Bandung: Penerbit Refika Aditama.

Yosep Iyous. 2016Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira

.Keliat. B.A. 2017. Tingkah laku Bunuh Diri. Jakarta : Arcan

Keliat. B.A. 20016. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart, Sudden, 2016. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Yosep Iyous. 2016.Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira

Keliat, Budi Ana. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Ana. 2017. Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai