Bab Ii - 2018233PTN
Bab Ii - 2018233PTN
TINJAUAN PUSTAKA
4
Menurut Hewindati (2006) Batang utama cabai adalah tegak dan
pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm.
Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter
batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau
menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Menurut
Agromedia (2008), batang cabai memiliki Batang berkayu, berbuku-buku,
percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna
hijau. Wijoyo (2009), menyatakan batang cabai berkayu, kuat, bercabang lebar
dengan jumlah cabai yang banyak. Pada bagian batang yang muda berambut
halus.
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Daun
cabai merupakan daun tunggal dengan helai berbentuk ovate atau lancolate,
muncul ditunas-tunas samping yang tumbuh berurutan di batang utama, daun
cabai tersusun spiral Agromedia (2007). Menurut Hewindati (2006), daun cabai
berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan
oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian
permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan
bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm
dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai
(panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur
sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip,
panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
Menurut Wiryanta (2002) bunga cabai berbentuk seperti terompet, sama
dengan bunga pada solanaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga lengkap
yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Bunga
cabai juga bunga yang berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat
dalam satu tangkai dan bunga cabai ini keluar dari ketiak daun. Prajnanta (2007),
tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning kehijauan.
Dalam satu bunga terdapat satu putik dan enam benang sari.Tangkai sari berwarna
putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan.
Tanaman cabai memiliki bentuk buah kerucut memanjang, lurus dan
bengkok serta meruncing pada bagian ujung nya menggantung, permukaan licin
5
mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas.
Dan pembentukan buah ini dimulai pada umur tanaman 29-40 HST dan buah akan
matang dalam waktu 34-40 hari setelah pembuahan. Adapun suhu yang
diinginkan pada saat pembuahan adalah 21-28º C (Harpenas dan Dermawan,
2010). Menurut Rukmana (1996), Struktur buah cabai besar terdiri atas kulit,
daging buah dan dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat biji menempel secara
tersusun). Buah cabai banyak mengandung karotein, vitamin A dan C.
6
(asam) pengapuran harus dilakukan untuk menetralkannya. Mengapur tanah asam
paling baik menggunakan kapur dolomit (CaCO3MgCO3) karena selain dapat
menetralkan pH tanah juga mengandung kalsium (Ca).
Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, terutama
dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan gangguan hama dan
penyakit. Jika terjadi kekeringan pada masa pertumbuhan vegetatif, tanaman akan
mengalami kelambatan pertumbuhan. Jika kekeringan terjadi pada saat
pertumbuhan bunga dan buah, hasil buah akan menurun, bahkan tanaman tidak
dapat dipanen ( Nani dan Agus, 2005).
Penggunaan benih bermutu merupakan kunci utama untuk memperoleh
hasil cabai merah yang tinggi. Agar diperoleh tanaman yang seragam dengan
pertumbuhan dan hasil yang tinggi, diperlukan benih bermutu tinggi. Kualitas
benih dipengaruhi kematangan buah dan letak biji. Benih yang berkualitas
memiliki sifaat berdaya kecambah tinggi, tumbuh cepat, serta tahan serangan
hama (Agromedia, 2007). Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan,
pada lahan kering pada awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim
hujan sedangkan pada lahan beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April)
dan awal musim kemarau (Mei-Juni) sebelum tanam (Wardani dan Purwanta,
2008).
Penggunaan jarak tanam yang digunakan adalah 50 x 60 cm untuk dataran
rendah dan 60 x 75 cm untuk dataran tinggi (Piay et al., 2010). Menurut
Hewindati (2006) cabai ditanam dengan pola segitiga, jarak tanamnya adalah 50-
60 cm dari lubang satu ke lubang lainnya. Jarak antar barisan 60-70 cm
dibudidaya secara monokultur tidak dicampur dengan tanaman lain. Lubang
dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara menggali tanah
dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter lubang sesuai dengan
diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa lebih lebar sedikit dari pada
lubang tanam.
Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S)
ataupun hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan seimbang dalam
tanah merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil cabai merah yang tinggi
dengan kualitas yang baik. Setiap unsur hara mempunyai peran spesifik di dalam
7
tanaman. Kekurangan atau kelebihan unsur hara dapat menghambat pertumbuhan
tanaman dan menurunkan hasil (Nani dan Agus, 2005). Menurut Hamid dan
Hariyanto (2012) pemberian pupuk daun menunjang pertumbuhan vegetatif,
generatif dan peningkatan kualitas buah, karena itu tanaman cabai dapat diberi
pupuk daun majemuk yang kandungan nitrogennya tinggi seperti Rosasol-N
Hijau. Interval pemberian pupuk daun cukup 10-14 hari sekali. Agar kesehatan
tanaman terjaga pada saat tanaman cabai menjelang berbunga (25 HST) mulai
diberikan pupuk mikro dan diulang setiap 14 hari. Pada umur 35 HST tanaman
cabai memasuki fase pertumbuhan generatif, untuk menunjang pertumbuhan
generatif memerlukan pupuk dengan P dan K tinggi dengan interval pemberian
10-14 hari.
Cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan,
tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Dianjurkan untuk rutin menyiram
tanaman cabai terutama jika kondisi tanah kering. Jika terjadi hujan penyiraman
dapat dilakukan sehari, terutama pada musim kemarau lakukan penyiraman dua
kali sehari. Lakukan penyiraman pada pagi hari (sebelum jam 10) dan pada sore
hari (setelah jam 16.00) (Wahyudi dan Topan, 2011). Menurut Sumarna dan
Kusandriani (1992) jumlah kebutuhan air per tanaman selama fase pertumbuhan
vegetatif adalah 200 ml tiap 2 hari dan meningkat menjadi 400 ml tiap 2 hari pada
fase pembungaan dan pembuahan.
Pertumbuhan tanaman cabai perlu ditopang dengan ajir. Ajir dipasang 4
cm dibatas terluar tajuk tanaman. Pemasangan ajir dilakukan pada tanaman umur
7 hst, ajir dibuat dari bambu dengan tinggi 1 - 1,5 m. Apabila ajir terlambat
dipasang akan menyebabkan kerusakan pada akar yang sedang berkembang.
Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan 1
bulan yaitu mengikatkan batang yang berada di bawah cabang utama dengan tali
plastik pada ajir. Pada saat tanaman berumur 30 - 40 hst, ikat tanaman di atas
cabang utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah yaitu pada umur 50 - 60
hst, agar tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh (Piay et al., 2010).
Pemanenan dan penanganan panen buah cabai perlu dicermaati untuk
mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
Umumnya panen dilakukan 3-4 hari sekali atau palinglambat seminggu sekali,
8
normalnya panen bisa dilakukan 12-20 kali hingga tanaman berumur 6-7 bulan.
Panen buah cabai sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah ada sinar matahari.
Pemanenan dilakukan dengan mengikut sertakan tangkai buahnya (Agromedia,
2008). Menurut Nani dan Agus (2005) panen pertama dilakukan pada umur 60-75
hari setelah tanam dengan interval ± 3-7 hari. Buah yang dijual segar dipanen
matang, sedangkan jika untuk dikirim dengan jarak yang jauh, buah dipanen
matang hijau. Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen
rumah tangga maupun lembaga adalah : warna buah merata dan tua, kekerasan
buah sedang – keras, bentuk buah memanjang (± 10 cm), diameter buah sedang (±
1,5 cm) dan permukaan buah halus dan mengkilap.
Suhu Tinggi
Tekanan Oksidatif
9
Secara alami tanaman memiliki mekanisme adaptasi terhadapa perubahan
iklim untuk bertahan hidup. Dalam waktu yang panjang adaptasi tanaman
dilakukan dalam bentuk penyesuaian morfologi terhadap perubahan iklim, tetapi
dalam waktu yang singkat biasanya tanaman melakukan penghindaran atau
avoidance seperti menurunkan suhu melalui transpirasi atau perubahan
komposisi lipida membran sel. Salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap
suhu tinggi adalah dengan panen lebih awal atau kematangan buah terjadi lebih
cepat mekanisme ini dikenal dengan escape yaitu kemampuan tanaman
menyelesaikan siklus hidup sebelum terjadi cekaman suhu yang lebih serius
(Wahid et al., 2007) respon ini juga terjadi pada tanaman yang melami cekaman
kekeringan (Mitra, 2001). Skema ilustrasi mekanisme transduksi sinyal panas dan
pengembangan toleransi panas pada tanaman dapat dilihat pada gambar 1.
Pendingin transpirasi
(A)
Perubahan komposisi
membran lipid (A)
Mengubah orientasi
ADAPTASI TERHADAP daun (A)
TEKANAN SUHU TINGGI
Osmoprotctans (T)
Pertahanan antioksidan
(T)
Ekspresi tekanan
protein (T)
Gambar 2. Mekanisme Adaptasi yang Berbeda dari Tanaman untuk Suhu Tinggi. A:
Penghindaran, T: Toleransi (Sumber: Hasanuzzaman et al., 2013).
10
Tanamn cenderung menunjukkan mekanisme adaptasi dan proteksi
melalui respon fisiologi dan respon selular terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi. Beberapa respon penting akibat cekaman yang terjadi diantaranya yaitu
ion transporter, osmoprotectans, penghilangan radikal bebas, LEA protein,
signaling cascade dan kontrol transkripsi (Wang et al., 2004) dan peningkatan
kandungan phenolic compounds (Rivero et al., 2001). Beberapa mekanisme
adaptasi secara selular yang dilakukan tanaman pada suhu tinggi yaitu: 1).
Meningkatkan stabilitas menbran tylakoid dan peningkatan kapasitas transportasi
electron. 2). Rubisco activase yang lebih stabil pada kondisis panas, 3). Aktivasi
beberapa ekspresi Heat Shock Protein (HSP) dan chaperone, dan 4). Penurunan
laju Respirasi (Yamori et al., 2013). Mekanisme adaptasi yang berbeda pada
tanaman terhadap tekanan suhu tinggi dapat dilihat pada gambar 2.
11
jumlah gabah hampa meningkat dan pada akhirnya indeks panen menurun. Ketika
diberi suhu 33˚C selama 10 hari pada tahap heading stage menurunnya jumlah
polen dan spikelet yang fertil, dan ketika diberi suhu 32˚C suhu malam hari pada
tahap reproduksi menunjukan terjadinya penurunan hasil, meningkatkan sterilitas
pada spikelet, menurunkan ukuran gabah menjadi lebih kecil.
Penurunan pertumbuhan
tanaman
Gambar 3. Efek Utama dari Suhu Tinggi pada Tanaman (Sumber: Hasanuzzaman et
al., 2013).
12