Anda di halaman 1dari 9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Tanaman Cabai (Capsicum annuum L)


Cabai diklasifikasikan dalam taksonomi sebagai berikut: Kingdom:
Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Dicotyledone,
Subclass: Sympetalae, Ordo: Solanace, Familia: Solanaceae, Genus: Capsicum,
Spesies: Capsicum annuum L (Agromedia, 2008). Setiadi (2006) mengatakan
cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung - terungan ( Solanaceae ).
Cabai termasuk tanaman semusim atau berumur pendek yang tumbuh sebagai
perdu atau semak. Tinggi tanaman dapat mencapai 1.5 m. Seperti tanaman yang
lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji.
Secara umum pertumbuhan tanaman cabai melalui dua fase yaitu fase
vegetatif dan fase generatif, masa vegetatif berkisar antara umur 0-40 hari setelah
tanam (HST). Pada masa vegetatif pertumbuhanya cenderung mengarah pada
perkembangan batang dan perakaran, sementara pada fase generatif berlangsung
antara umur 40-5- hari setelah tanam hingga tanaman cabai berhenti berbuah.
Pada fase generatif cenderung digunakan untuk pembungaan, pembuahan,
pengisian buah, perkembangan buah, dan pematangan buah (Wahyudi dan Topan,
2011).
Menurut Harpenas dan Dermawan (2010) cabai adalah tanaman semusim
yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman
cabai agak menyebar, panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara
lain menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya
batang tanaman. Akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah,
berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta
berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar-akar cabang, akar cabang
tumbuh horizontal didalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang
berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang rapat. Sedangkan menurut
(Prajnanta, 2007). Tanaman cabai berakar tunggang yang terdiri atas akar utama
(primer) dan akar lateral (sekunder) dari akar lateral keluar serabut-serabut akar.
Panjang akar primer berkisar 35-50 cm, akar lateral menyebar sekitar 35-45 cm.

4
Menurut Hewindati (2006) Batang utama cabai adalah tegak dan
pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm.
Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter
batang percabangan mencapai 0,5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau
menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Menurut
Agromedia (2008), batang cabai memiliki Batang berkayu, berbuku-buku,
percabangan lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna
hijau. Wijoyo (2009), menyatakan batang cabai berkayu, kuat, bercabang lebar
dengan jumlah cabai yang banyak. Pada bagian batang yang muda berambut
halus.
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Daun
cabai merupakan daun tunggal dengan helai berbentuk ovate atau lancolate,
muncul ditunas-tunas samping yang tumbuh berurutan di batang utama, daun
cabai tersusun spiral Agromedia (2007). Menurut Hewindati (2006), daun cabai
berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan
oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian
permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan
bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm
dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai merupakan Daun tunggal, bertangkai
(panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur
sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan menyirip,
panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
Menurut Wiryanta (2002) bunga cabai berbentuk seperti terompet, sama
dengan bunga pada solanaceae lainnya. Bunga cabai merupakan bunga lengkap
yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik. Bunga
cabai juga bunga yang berkelamin dua karena benang sari dan putik terdapat
dalam satu tangkai dan bunga cabai ini keluar dari ketiak daun. Prajnanta (2007),
tangkai putik berwarna putih dengan kepala putik berwarna kuning kehijauan.
Dalam satu bunga terdapat satu putik dan enam benang sari.Tangkai sari berwarna
putih dengan kepala sari berwarna biru keunguan.
Tanaman cabai memiliki bentuk buah kerucut memanjang, lurus dan
bengkok serta meruncing pada bagian ujung nya menggantung, permukaan licin

5
mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas.
Dan pembentukan buah ini dimulai pada umur tanaman 29-40 HST dan buah akan
matang dalam waktu 34-40 hari setelah pembuahan. Adapun suhu yang
diinginkan pada saat pembuahan adalah 21-28º C (Harpenas dan Dermawan,
2010). Menurut Rukmana (1996), Struktur buah cabai besar terdiri atas kulit,
daging buah dan dalamnya terdapat sebuah plasenta (tempat biji menempel secara
tersusun). Buah cabai banyak mengandung karotein, vitamin A dan C.

2.2. Teknik Budidaya Tanaman Cabai


Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran
tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0-1000 m dpl. Tanah
yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur,
subur, banyak mengandung bahan organik, pH tanah antara 6-7. Kandungan air
tanah juga perlu diperhatikan. Tanaman cabai yang dibudidayakan di sawah
sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan ditanam pada
musim hujan (BPTP, 2010).
Agar pertumbuhan bisa optimal, tanaman cabai membutuhkan intensitas
cahaya matahari minimal selama 10-12 jam untuk fotosintesis, pembentukan
bunga dan buah, serta pemasakan buah. Jika intensitas cahaya matahari yang
dibutuhkan kurang atau tanaman ternaungi, umur panen cabai akan lebih lama,
batang lemas, tanaman meninggi dan gampang terkena penyakit, terutama yang
disebabkan oleh bakteri dan cendawan (Wijoyo, 2009).
Suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan tanaman cabai mulai
dari fase vegetatif sampai fase generatif, pada saat fase vegetatif memerlukan
suhu 20-40o C, pada fase generatif memerlukan suhu 20-32o C (Redaksi
Agromedia, 2007). Menurut (Wijoyo, 2009) untuk pertumbuhannya, tanaman
cabai memerlukan kelembaban relatif 80%. Saat musim hujan, kelembaban akan
tinggi, sehingga menanam cabai pada musim ini akan beresiko karena serangan
bakteri dan cendawan. Oleh karena itu jarak tanam perlu diperlebar dan areal
penanaman dibebaskan dari semua jenis gulma
Menurut Wijoyo (2009) untuk pertumbuhan dan produksi terbaik,
penanaman dilakukan pada tanah berstruktur remah atau gembur dan kaya bahan
organik, dengan derajat keasaman (pH) antara 6,0-7,0. Jika kurang dari angka itu

6
(asam) pengapuran harus dilakukan untuk menetralkannya. Mengapur tanah asam
paling baik menggunakan kapur dolomit (CaCO3MgCO3) karena selain dapat
menetralkan pH tanah juga mengandung kalsium (Ca).
Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, terutama
dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan dan gangguan hama dan
penyakit. Jika terjadi kekeringan pada masa pertumbuhan vegetatif, tanaman akan
mengalami kelambatan pertumbuhan. Jika kekeringan terjadi pada saat
pertumbuhan bunga dan buah, hasil buah akan menurun, bahkan tanaman tidak
dapat dipanen ( Nani dan Agus, 2005).
Penggunaan benih bermutu merupakan kunci utama untuk memperoleh
hasil cabai merah yang tinggi. Agar diperoleh tanaman yang seragam dengan
pertumbuhan dan hasil yang tinggi, diperlukan benih bermutu tinggi. Kualitas
benih dipengaruhi kematangan buah dan letak biji. Benih yang berkualitas
memiliki sifaat berdaya kecambah tinggi, tumbuh cepat, serta tahan serangan
hama (Agromedia, 2007). Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan,
pada lahan kering pada awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim
hujan sedangkan pada lahan beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April)
dan awal musim kemarau (Mei-Juni) sebelum tanam (Wardani dan Purwanta,
2008).
Penggunaan jarak tanam yang digunakan adalah 50 x 60 cm untuk dataran
rendah dan 60 x 75 cm untuk dataran tinggi (Piay et al., 2010). Menurut
Hewindati (2006) cabai ditanam dengan pola segitiga, jarak tanamnya adalah 50-
60 cm dari lubang satu ke lubang lainnya. Jarak antar barisan 60-70 cm
dibudidaya secara monokultur tidak dicampur dengan tanaman lain. Lubang
dibuat dengan kedalaman 8-10 cm, dilakukan dengan cara menggali tanah
dibagian mulsa yang telah dilubangi. Ukuran diameter lubang sesuai dengan
diameter media polibag semai. Ukuran lubang mulsa lebih lebar sedikit dari pada
lubang tanam.
Ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S)
ataupun hara mikro (Zn, Fe, Mn, Co, dan Mo) yang cukup dan seimbang dalam
tanah merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil cabai merah yang tinggi
dengan kualitas yang baik. Setiap unsur hara mempunyai peran spesifik di dalam

7
tanaman. Kekurangan atau kelebihan unsur hara dapat menghambat pertumbuhan
tanaman dan menurunkan hasil (Nani dan Agus, 2005). Menurut Hamid dan
Hariyanto (2012) pemberian pupuk daun menunjang pertumbuhan vegetatif,
generatif dan peningkatan kualitas buah, karena itu tanaman cabai dapat diberi
pupuk daun majemuk yang kandungan nitrogennya tinggi seperti Rosasol-N
Hijau. Interval pemberian pupuk daun cukup 10-14 hari sekali. Agar kesehatan
tanaman terjaga pada saat tanaman cabai menjelang berbunga (25 HST) mulai
diberikan pupuk mikro dan diulang setiap 14 hari. Pada umur 35 HST tanaman
cabai memasuki fase pertumbuhan generatif, untuk menunjang pertumbuhan
generatif memerlukan pupuk dengan P dan K tinggi dengan interval pemberian
10-14 hari.
Cabai merah termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan,
tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Dianjurkan untuk rutin menyiram
tanaman cabai terutama jika kondisi tanah kering. Jika terjadi hujan penyiraman
dapat dilakukan sehari, terutama pada musim kemarau lakukan penyiraman dua
kali sehari. Lakukan penyiraman pada pagi hari (sebelum jam 10) dan pada sore
hari (setelah jam 16.00) (Wahyudi dan Topan, 2011). Menurut Sumarna dan
Kusandriani (1992) jumlah kebutuhan air per tanaman selama fase pertumbuhan
vegetatif adalah 200 ml tiap 2 hari dan meningkat menjadi 400 ml tiap 2 hari pada
fase pembungaan dan pembuahan.
Pertumbuhan tanaman cabai perlu ditopang dengan ajir. Ajir dipasang 4
cm dibatas terluar tajuk tanaman. Pemasangan ajir dilakukan pada tanaman umur
7 hst, ajir dibuat dari bambu dengan tinggi 1 - 1,5 m. Apabila ajir terlambat
dipasang akan menyebabkan kerusakan pada akar yang sedang berkembang.
Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan 1
bulan yaitu mengikatkan batang yang berada di bawah cabang utama dengan tali
plastik pada ajir. Pada saat tanaman berumur 30 - 40 hst, ikat tanaman di atas
cabang utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah yaitu pada umur 50 - 60
hst, agar tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh (Piay et al., 2010).
Pemanenan dan penanganan panen buah cabai perlu dicermaati untuk
mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
Umumnya panen dilakukan 3-4 hari sekali atau palinglambat seminggu sekali,

8
normalnya panen bisa dilakukan 12-20 kali hingga tanaman berumur 6-7 bulan.
Panen buah cabai sebaiknya dilakukan pada pagi hari setelah ada sinar matahari.
Pemanenan dilakukan dengan mengikut sertakan tangkai buahnya (Agromedia,
2008). Menurut Nani dan Agus (2005) panen pertama dilakukan pada umur 60-75
hari setelah tanam dengan interval ± 3-7 hari. Buah yang dijual segar dipanen
matang, sedangkan jika untuk dikirim dengan jarak yang jauh, buah dipanen
matang hijau. Karakteristik kualitas cabai merah yang dikehendaki oleh konsumen
rumah tangga maupun lembaga adalah : warna buah merata dan tua, kekerasan
buah sedang – keras, bentuk buah memanjang (± 10 cm), diameter buah sedang (±
1,5 cm) dan permukaan buah halus dan mengkilap.

2.3. Mekanisme Suhu Tinggi Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman

Suhu Tinggi

Tekanan Oksidatif

Gangguan membrane property,


protein enzim dan homoststis selular

Faktor –faktor transcriptional

Signal sensing dan transduksi


Tekanan aktivasi
gen responsive

Aktivasi enzim antioksidan, penghilangan radikal bebas,


molekul pemberi sinyal, osmoprotectans

ROS detoksifikasi, reaktivasi protein dan enzim,


Pendirian kembali homeostatis selular

Pengembangan toleransi panas


Gambar 1. Skema lustrasi Mekanisme Transduksi Sinyal Panas dan Pengembangan
Toleransi Panas pada Tanaman (Sumber: Hasanuzzaman et al, 2013).

9
Secara alami tanaman memiliki mekanisme adaptasi terhadapa perubahan
iklim untuk bertahan hidup. Dalam waktu yang panjang adaptasi tanaman
dilakukan dalam bentuk penyesuaian morfologi terhadap perubahan iklim, tetapi
dalam waktu yang singkat biasanya tanaman melakukan penghindaran atau
avoidance seperti menurunkan suhu melalui transpirasi atau perubahan
komposisi lipida membran sel. Salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap
suhu tinggi adalah dengan panen lebih awal atau kematangan buah terjadi lebih
cepat mekanisme ini dikenal dengan escape yaitu kemampuan tanaman
menyelesaikan siklus hidup sebelum terjadi cekaman suhu yang lebih serius
(Wahid et al., 2007) respon ini juga terjadi pada tanaman yang melami cekaman
kekeringan (Mitra, 2001). Skema ilustrasi mekanisme transduksi sinyal panas dan
pengembangan toleransi panas pada tanaman dapat dilihat pada gambar 1.

Pendingin transpirasi
(A)

Perubahan komposisi
membran lipid (A)

Daun melinting (A)

Pematangan awal (A)

Mengubah orientasi
ADAPTASI TERHADAP daun (A)
TEKANAN SUHU TINGGI

Osmoprotctans (T)

Pertahanan antioksidan
(T)

Ekspresi tekanan
protein (T)

Signaling cascades dan


transkripsional (T)

Gambar 2. Mekanisme Adaptasi yang Berbeda dari Tanaman untuk Suhu Tinggi. A:
Penghindaran, T: Toleransi (Sumber: Hasanuzzaman et al., 2013).

10
Tanamn cenderung menunjukkan mekanisme adaptasi dan proteksi
melalui respon fisiologi dan respon selular terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi. Beberapa respon penting akibat cekaman yang terjadi diantaranya yaitu
ion transporter, osmoprotectans, penghilangan radikal bebas, LEA protein,
signaling cascade dan kontrol transkripsi (Wang et al., 2004) dan peningkatan
kandungan phenolic compounds (Rivero et al., 2001). Beberapa mekanisme
adaptasi secara selular yang dilakukan tanaman pada suhu tinggi yaitu: 1).
Meningkatkan stabilitas menbran tylakoid dan peningkatan kapasitas transportasi
electron. 2). Rubisco activase yang lebih stabil pada kondisis panas, 3). Aktivasi
beberapa ekspresi Heat Shock Protein (HSP) dan chaperone, dan 4). Penurunan
laju Respirasi (Yamori et al., 2013). Mekanisme adaptasi yang berbeda pada
tanaman terhadap tekanan suhu tinggi dapat dilihat pada gambar 2.

2.4. Respon Cekaman Suhu Tinggi pada Tanaman


Respon berbagai tanaman terhadap suhu tinggi dan waktu paparan suhu
yang berbeda pada berbagai tahap stedia pertumbuhan telah diteliti pada berbagai
macam tanaman seperti padi, gandum, kapas, dan cabai. Pengaruh cekaman suhu
tinggi masih sangat sedikit dilakukan, beberapa laporan disampaikan oleh
(Hasanuzzaman et al., 2013; Wahid et al., 2007; Prasad et al., 2006; dan Brown,
2007; Rosmaina (2015). Berikut efek utama bagi tanaman terhadap suhu tinggi
dapat dilihat pada gambar 3.
Pada tanaman cabai (Capsium annuum L) ketika diberi suhu 38/30˚C
(siang/malam) pada tahap reproduksi, pematangan buah, dan waktu panen
mengakibatkan memperkecilnya ukuran buah dan berat buah, meningkatnya porsi
atau jumlah biji yang abnormal per buah (Hasanuzzaman et al., 2013 ; Kafizadeh
et al., 2008). (Rosmaina, 2015) melaporkan pada tanaman cabai bahwa
penggunaan suhu 38oC dapat menurunkan Viabilitas polen ditandai dengan
menurunya pertumbuhan tabung polen .
Prasad et al. (2006) melaporkan Pada tanaman padi (Oriza sativa)
dilaporkan peningkatan suhu 5˚C dari suhu ambien menurunkan jumlah spikelet
yang fertil, produksi polen dan viabilitas polen menurun, sehingga berdampak
pada beratgabah per malai menjadi rendah karena vertilisasi tidak terjadi karena

11
jumlah gabah hampa meningkat dan pada akhirnya indeks panen menurun. Ketika
diberi suhu 33˚C selama 10 hari pada tahap heading stage menurunnya jumlah
polen dan spikelet yang fertil, dan ketika diberi suhu 32˚C suhu malam hari pada
tahap reproduksi menunjukan terjadinya penurunan hasil, meningkatkan sterilitas
pada spikelet, menurunkan ukuran gabah menjadi lebih kecil.

Penurunan pertumbuhan
tanaman

Kekurangan air Penghambatan


berkecambah

Tekanan oksidatif SUHU TINGGI Pengembangan


improrer

Perubahan fenologi Penurunan kualitas


tanaman

Perubahan bahan Perubahan


kering partisi transpirasi

Gambar 3. Efek Utama dari Suhu Tinggi pada Tanaman (Sumber: Hasanuzzaman et
al., 2013).

Brown (2007) melaporkan pada tanaman Kapas suhu optimal untuk


pertumbuhannya adalah 28˚C, peningkatan suhu menjadi 35˚C menyebabkan
morfologi bunga mengalami perubahan atau abnormal. Pada suhu 34˚C tangkai
sari menjadi lebih pendek produksi polen menurun bahkan pada suhu 43˚C bunga
tidak memproduksi polen, sedangkan tangkai putik menjadi lebih panjang, selain
itu bunga mengalami stress,bunga tidak membuka sempurna saat mekar, sangat
berbeda dengan bunga normal yang membuka sempurna saat mekar, selain itu
paparan suhu tinggi selama 3-5 hari menyebabkan kerontokan bunga yang telah
dewasa. Pada tanaman legum Pluses sangat sensitif terhadap cekaman suhu tinggi
pada fase pembungaan, hanya dalam beberapa hari mengalami cekaman suhu 30-
35˚C dapat menyebabkan kehilangan hasil yang besar karena gugurnya bunga dan
aborsi polong (Wahid et al., 2007).

12

Anda mungkin juga menyukai