Anda di halaman 1dari 19

TUGAS 1

MATA KULIAH
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
PENDIDIKAN DASAR

NAMA : NI WAYAN SUARTI


NIM : 530022166

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS TERBUKA

2019
Sumiati Kepala Sekolah Teladan Kota Depok
"Apabila bersungguh-sungguh, maka Allah SWT pasti akan memberikan jalan keberhasilan,
Man Iadda VI/a[ada" ltulah mote hidup Sumiati, KepaJa Sekolah SD Islam Dian Didaktika.
Atas kerja keras dan usahanya dalam mendorong kernajuan prestasi siswa dan sekolah
yang dipimpinnya, Sumiati terpilih menjadi kepala sekolah teladan Kota Depok tahun 2013.
Ia turut menghantarkan SD Islam Dian Didaktika meraih Best Practice pendidikan karakter
tingkat asional oleh Pusat Kurikulum Kemendiknas tahun 2010. Tak hanya itu, saat Ujian
Nasional (UN), nilai siswa Sumiati selalu berada di atas angka 8 serta menyabet predikat
juara I lomba Sekolah Sehat Kota Depok.
"Saya sangat bersyukur, Berkat kerja keras dan kesungguhan dalam berusaha, akhirnya
kami membuahkan hasil. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada segcnap pengurus
Yayasan Dian Didaktika, para guru dan karyawan atas dukungan serta doa sehingga berhasil
menjadi juara" imbuh Sumiati yang sebelumnya juga terpilih sebagai kepala sekolah teladan
tingkat Kecamatan Cinere.
Ibu tiga anak itu mengatakan, ia mengawali karir sebagai guru pada tahun 1999 di Sekolah
Dasar Al-Muhajirin Depok 1. Kemudian akhir tahun 1999, ia pindah mengajar di SDI Dian
Didaktika. Perempuan kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1972 ini pun mengaiar di kelas 2 dan
kelas 3 sebagai guru kelas dan di kelas 6 sebagai guru mata pelajaran IPA. Ia pun
senantiasa mengantarkan siswanya bersiap menempuh UN.
Atas ketekunan dan kesabarannya, Sumiati semakin disukai siswanya, Terutama saat
menyampaikan pelajaran. Sumiati juga dikenal sosok bersahabat dengan siswanya,
sehingga membuat mereka nyaman dan semangat untuk meraih sukses. Tak ayal, prestasi
demi prestasi pun diraihnya. Berkat keberhasilannya dalam mendidik siswa, maka tahun
2009 Sumiati diangkat menjadi kepala sekolah. Hal itu pun, menambah motivasi Sumiati
untuk terus memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan lembaga ternpatnya bekerja.
"Bekerja sebagai pendidik berarti ikut mempersiapkan masa depan anak-anak dan sekaligus
masa depan bangsa ini," tutur perempuan Iulusan S1 FMIPA IKIP Jakarta itu.
Di kalangan sesama guru, Sumiati dikenal sebagai sosok yang senang belajar, kreatif
visioner, berani, tegas tetapi sekaligus rendah hati dan bersahabat. Hubungan yang baik
dengan para guru, kedekatan dengan siswa, dukungan dan kepercayaan dari Yayasan Dian
Didaktika serta orangtua siswa jadi modal besar baginya untuk mendulang prestasi.
"Lingkungan sekolah tempat saya mengajar sangat kondusif. Hal ini yang mendukung saya
untuk terus memberikan layanan pembelajaran terbaik bagi para siswa untuk mendapatkan
prestasi," paparnya
Sumiati menambahkan, keberhasilannya itu juga tak lepas dari dukungan Dinas Pendidikan
Kota Depok, Dukungan tersebut ia rasakan sangat membantu untuk berkompetisi di tingkat
provinsi Jawa Barat.
Setelah berhasil menjadi juara 1 sebagai kepala sekolah teladan tingkat kota Depok, Sumiati
mewakili Kota Depok mengikuti kompetisi kepala sekolah teladan tingkat Propinsi Iawa Barat.
Sumiati berhasil meraih peringkat ke-5 dari 26 peserta tingkat kabupaten/kota di Jawa Barat.
Berikut tips yang diberikan Sumiati dalam mengajar dan mengemban tugas sebagai kepala
sekolah :
a. Kreatif menciptakan lingkungan sekolah maupun kelas sehat dan nyaman bagi siswa
untuk belajar dan mengembangkan potensinya dengan optimal.
b. Disiplin dan tertib dalam manajemen kelas maupun sekolah
c. Terus belajar menciptakan inovasi dalam proses pembelajaran di kelas sehingga para
siswa termotivasi untuk berprestasi.
d. Menularkan semangat, memfasilitasi dan memberi teladan kepada para guru untuk
meningkatkan kompetensinya sehingga dapat terus meningkatkan mutu dan kemajuan
sekolah.
Sumber: Sumiati Kepala Sekolah Teladan Kota Depok. (2014, januari). Warta Kota Depok.
Diambil dari http://www.diandidaktika.sch.id/dd-info/62-teachers-corner/209-sumiati-kepala-
sekolah-teladan-kota-depok

No 1: Jelaskan menurut pemahaman Anda mengenai fenomena pemimpin pendidikan saat


ini!
No 2: Berdasarkan kasus di atas, darimanakah terbentuknya perspektif kepemimpinan yang
diembannya? Darimanakah asal terbentuknya model kepemimpinan yang berlaku?
No 1: Jelaskan menurut pemahaman Anda mengenai fenomena pemimpin pendidikan saat ini!

Jawab :
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kesiapan, kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang dalam proses mempengaruhi, mendorong,membimbing, mengarahkan dan
menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan
pendidikan dan pengajaran agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Tugas adalah kewajiban untuk melaksanakan dan wewenang adalah hak untuk bertindak..
Wewenang seorang pemimpin adalah hak untuk menggerakkan orang atau bawahannya supaya
suka mengikutinya atau menjalankan tugas yang diperintah kepadanya. Kepengikutan timbul
karena pemimpin mempunyai abhiga mika yaitu dapat menarik simpati dari orang
lain, pradaya yaitu selalu bertindak bijaksana,; atma sampat yaitu bermoral dan berbudi pekerti
yang luhur, Sakyasanmata, yaitu selalu bertindak teliti dan cermat
Bahwa kepemimpinan merupakan salah satu kunci utama yang dapat dipergunakan
untuk meningkatkan efektivitas kerja dalam organisasi perusahaan. apabila pemimpin tidak
dapat menjalankan dan mengkoordinir semua sumber daya yang ada di perusahaan maka akan
menimbulkan masalah besar, karena dapat mengakibatkan sasaran yang telah ada ditetapkan
perusahaan sulit untuk dicapai.
Pemimpin Pendidikan juga memiliki peranan yang hampir sama dengan pemimpin organisasi
formal lainnya. Sehingga peningkatan mutu, maka pemimpin pendidikan haruslah memahami
budaya-budaya yang telah ada dalam organisasinya sebelum melakukan perubahan-perubahan
menuju ke arah perbaikan, sebagaimana disampaikan oleh para ahli diantaranya:
a. Selalu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang dibutuhkan, perlu diketahui bahwa
biasanya budaya suatu organisasi sangat menentukan bagaimana orang-orang di dalam
organisasi tersebut berperilaku, menanggapi masalah, dan saling berinteraksi. Untuk
mengetahui apakah suatu organisasi telah memiliki budaya mutu, maka perlu dilakukan
penilaian secara komprehensif apakah organisasi yang bersangkutan telah memiliki
karakteristik-karakteristik budaya mutu, seperti:
1) Komunikasi yang terbuka dan terus menerus
2) Kemitraan internal yang saling mendukung
3) Pendekatan kerjasama tim dalam proses dan dalam mengatasi masalah
4) Obsesi terhadap perbaikan atau inovasi terus menerus
5) Pelibatan dan pemberdayaan sumberdaya manusia secara luas
6) Menginginkan masukan dan feedback dari stakeholders
b. Menuliskan perubahan-perubahan yang direncanakan, dimana penilaian komprehensif
terhadap budaya organisasi yang ada saat ini biasanya akan mengidentifikasi perbaikan-
perbaikan yang perlu dilakukan. Perbaikan ini membutuhkan perubahan-perubahan dalam
status quo. Perubahan-perubahan ini harus diidentifikasi dan didaftar karena akan menjadi
bahan kajian guna melakukan perbaikan-perbaikan.
c. Mengembangkan suatu rencana untuk melakukan perubahan, dimana rencana untuk
melakukan perubahan dikembangkan berdasarkan model “siapa”,”apa”,”kapan”, “dimana”,
dan “bagaimana”. Masing-masing elemen ini merupakan bagian penting dari rencana.
Dimana “siapa” yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? siapa yang harus dilibatkan agar
perubahan tersebut dapat berhasil? siapa yang mungkin menentang adanya perubahan?.
Sementara tugas “apa” saja yang harus diselesaikan? apa yang menjadi hambatan utama?
proses dan prosedur apa yang akan dipengaruhi perubahan tersebut? Selanjutnya “kapan”
perubahan itu harus dilaksanakan? kapan perkembangannya harus diukur? kapan tugas-tugas
yang berhubungan dengan perubahan itu harus diselesaikan? kapan pelaksanaannya
dirampungkan? Begitu juga “dimana” perubahan itu harus dilaksanakan? orang dan proses
mana yang akan dipengaruhi? Dan “bagaimana” perubahan itu seharusnya dilaksanakan?
bagaimana pengaruhnya terhadap orang dan proses yang ada saat ini? bagaimana
pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas, produktivitas, dan daya saing?
d. Memahami proses transisi emosional, karena perlu diketahui bahwa pendukung perubahan
memainkan peranan penting dalam pelaksanaan perubahan. Keberhasilan pelaksanaan
tersebut sangat tergantung pada kemampuan para pendukung perubahan didalam memainkan
peranannya. Mereka harus memahami fase-fase transisi emosional yang dilewati seseorang
bila menghadapi perubahan, terutama perubahan yang tidak diharapkan. Transisi ini terdiri
atas tujuah fase, yaitu goncangan (shock), penolakan (denial), realisasi (realization),
penerimaan (acceptance), pembangunan kembali (rebuilding), pemahaman (understanding),
dan penyembuhan (recovery). Sehingga bisa mengakomodir dan mengarahkan kondisi
emosional ini untuk siap menerima perubahan yang diinginkan.
e. Mengidentifikasi orang-orang kunci dan menjadikan mereka pendukung perubahan. Orang
kunci adalah orang-orang yang dapat mempermudah pelaksanaan perubahan dan orang-
orang yang dapat menghambat pelaksanaan perubahan tersebut. Orang kunci harus
diidentifikasi, dilibatkan, dan diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan
permasalahannya. Agar bisa diketahui apa-apa saja yang diinginkan dan tidak diinginkan
dalam perubahan.
f. Menerapkan hearts and minds approach, karena biasanya pada awalnya orang yang
cenderung bereaksi terhadap setiap perubahan lebih banyak berdasarkan level emosionalnya
(hearts) daripada level intelektualnya (mind). Oleh karena itu para pendukung perubahan
perlu menerapkan strategi komunikasi yang rutin dan terbuka. Setiap orang diberi
kesempatan (termasuk penentang yang paling ekstrim) untuk menyampaikan persoalan dan
keberatannya dalam forum terbuka. Kemudian keberatan tersebut dijawab dengan objektif,
sabar, dan tidak bersifat pembelaan atau menepiskan
g. Menerapkan strategi courtship (kemesraan). Courtship merupakan tahap dimana suatu
hubungan berjalan secara lamban tetapi berarti, ke arah yang diharapkan. Bila pendukung
perubahan menganggap hubungannya dengan penentang potensial sebagai hubungan yang
mesra, maka mereka akan dapat melibatkan para penentang tersebut dengan lebih baik dan
akhirnya dapat mengubah mereka menjadi pendukung perubahan.
h. Memberikan dukungan, dimana strategi ini meliputi dukungan material, moral, dan
emosional yang dibutuhkan orang dalam menjalani perubahan.
Pimpinan Pendidikan melaksanakan fungsi manajemen dan unsur manajemen dapat
memandang pengetahuan secara keseluruhan tidak sepotong-sepotong atau fakta yang terpisah.
Keyakinan apa yang perlu diketahui, pemimpian pendidikan menginginkan SKL bisa tercapai.
Sekalipun guru masing-masing berbeda dan perserta didik sebagai individu yang berbeda-beda
pula. Dalam meyakini apa yang harus diajarkan dan dilakukan seyogyanya mengkorelasikan
atara aliran Rasionalisme yang berpendapat bahwa kebenaran tertinggi bersumber dari akal
manusia, dengan aliran Empirisme yang berpendapat bahwa pengetahuan/kebenaran yang
sempurna diperoleh dari indera manusia sesui dengan pengalamannya. Kemudian
aliran Idealisme yang berpendapat bahwa realistas dasar berkaitan erat dengan ide/jiwa.
Sedangkan aliran Materialisme berpendapat bahwa kebenaran ditentukan oleh benda,kemudian
aliran Positivisme hanya percaya pada yang riil saja(fakta), tetapi
aliran Fenomenologi menyatakan bahwa kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif manusia
terhadap suatu objek Eksistensialisme membicarakan keberadaan segala sesuatu termasuk
manusia, Pragmatisme sebagi suatu sikap, metode memahami akibat praktis dari pikiran dan
kepercayaan dalam menetapkan nilai dan kebenaran
Dari beberapa aliran teori filsafat, ternyata yang paling relevan dengan pendidikan adalah
1. Esensialisme ( idealisem, pisahkan teoritik dan praktek)
2. Perenialisme ( harus dipelajari, matematik) konstan
3. Pragmatisme ( Jonh de wey) yang benar harus diakui oleh lingkungan oleh masyarakat,
kurikulum harus diakui, sekolah miniatur masyarakat.
4. Rekonstruktime makna punya cita-cita misalanya sekitar 7 tahun akan merubah kondisi
masyarakat.
Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global
yang sangat ketat dan tajam, di beberapa negara telah berupaya untuk melakukan revitalisasi
pendidikan. Revitalisasi ini termasuk pula dalam hal perubahan paradigma kepemimpinan
pendidikan, terutama dalam hal pola hubungan atasan-bawahan, yang semula bersifat hierarkis-
komando menuju ke arah kemitraan bersama. Pada hubungan atasan-bawahan yang bersifat
hierarkis-komando, seringkali menempatkan bawahan sebagai objek tanpa daya. Pemaksaan
kehendak dan pragmatis merupakan sikap dan perilaku yang kerap kali mewarnai kepemimpinan
komando-birokratik-hierarkis, yang pada akhirnya hal ini berakibat fatal terhadap terbelenggunya
sikap inovatif dan kreatif dari setiap bawahan. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban,
mereka cenderung bersikap a priori dan bertindak hanya atas dasar perintah sang pemimpin
semata. Dengan kondisi demikian, pada akhirnya akan sulit dicapai kinerja yang unggul.
Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas,baik dari segi
komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan
suatu pendidikan. Bahkan disatu sisi harus memenuhi SKL, dilain fihak dihadapkan pada
keterbatasan sumber daya. Apakah sumber daya manusia ataupun sumberdaya keuangan,sarana
dan prasarana. Semua masalah yang muncul dalam dunia pendidikan terus berkembang seperti
spiral dynamic. Tapi supaya tidak terjadi chaosdituntut kepemimpinan yang mempunyai basic
life untuk memecahkan persoalan.Oleh karena itu keyakinan pengajaran dan pembelajaran.
dipandang sebagai sains dan sebagai seni. Persoalan yang muncul bisa sepontan, bisa berulang-
ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar guru dan siswa.
Memang banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, namun yang paling esensi dari
faktor-faktor penentu ini adalah pemimpin pendidikan itu sendiri. Karena pemimpin pendidikan
merupakan perencana/konseptor, manajer/pelaksana, dan supervisor/penyelia.
Sebagai Konseptor/perencana/administrator, maka pemimpin harus memahami betul bahwa
perencanaan pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis dalam keseluruhan proses
pendidikan. Perencanaan pada hakikatnya merupakan kegiatan yang berorientasi ke depan.
Sehingga dalam memberikan pendidikan yang bermutu, perencanaan pendidikan harus
dirumuskan secara menyeluruh, mulai dari tingkat nasional (makro), departemen/daerah (meso),
sampai pada tingkat institusi/sekolah (mikro).
Pada tingkat mikro, perencanaan pendidikan diterapkan dalam konteks penyusunan perencanaan
sekolah (Mulyono:2008). Dalam penyusunan perencanaan tingkat mikro ini dilakukan dengan
pertimbangan-pertimbangan kontekstual, sebagaimana diungkapkan Djam’an Satori (2000) dalam
Akdon (2007) mencakup:
1. Analisis pihak-pihak yang berkepentingan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi para guru
dan kepala sekolah sebagai stakeholders internal, serta aspirasi siswa dan orang tua,
masyarakat, dunia kerja, dan pemerintah sebagai stakeholders eksternal.
2. Perumusan visi, misi, dan tujuan pengembangan sekolah merefleksikan aspirasi para
stakeholders, dimana visi, misi, dan tujuan menunjukkan arah dan orientasi pengembangan
sekolah seperti yang dikehendaki oleh stakeholders.
3. Perumusan bidang hasil pokok (perluasan dan pemerataan mutu, relevansi, dan efektivitas dan
efisiensi pengelolaan) perlu diartikulasikan sebagai rumusan-rumusan yang khas untuk
lembaga sekolah tersebut.
4. Analisis posisi mencakup kajian lingkungan internal dan eksternal sekolah.
5. Kajian yang sistematis dan kritis terhadap lingkungan internal dan eksternal lembaga akan
melahirkan sejumlah isu-isu strategis sebagai sumber bagi pengembangan sasaran dan program
prioritas.
6. Perumusan sasaran pengembangan sekolah menggambarkan nilai-nilai perubahan atau keadaan
yang diinginkan oleh lembaga.
7. Perencana perlu merumuskan dengan jelas strategi sasaran-sasaran perencanaan dan
pengembangan sekolah, dan melibatkan seluruh komponen pendukung (dalam hal ini
stakeholders internal dan stakeholders eksternal) sehingga semua kebutuhan stakeholders ini
terakomodir guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
8. Program pengembangan lembaga sekolah diturunkan dari strategi tindakan untuk mencapai
sasaran pengembangan.
9. Pelaksanaan atau implementasi suatu program merupakan fase kritis, sehingga dibutuhkan
peran seluruh komponen pendukung pelaksana program secara menyeluruh dan optimal.
10. Pengendalian dan umpan balik dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pencapaian
sasaran dan mengkaji aspek efisiensinya.
Sebagai Manajer/pelaksana/pengelola, maka pemimpin pendidikan secara operasional
melaksanakan pengelolaan kurikulum, peserta didik, ketenagaan, keuangan, sarana dan
prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatausahaan. Semua kegiatan-kegiatan
operasional tersebut dilakukan melalui seperangkat prosedur kerja yang meliputi; perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Berdasarkan tantangan yang dihadapi
lembaga pendidikan di tingkat mikro utamanya, maka pemimpin pendidikan melaksanakan
pendekatan-pendekatan baru dalam rangka meningkatkan kapasitas sekolah (Yukl:2009).
Dengan demikian dibutuhkan pemimpin pendidikan yang memiliki ketrampilan manajerial
yang baik mencakup conceptual skill, human skill, dan technical skill. Menurut Tracey (tanpa
tahun) dalam Akhmad Sudrajat (2009), conceptual skill yakni kemampuan seorang pemimpin
dalam melihat organisasi sebagai satu kesatuan secara menyeluruh, human skill yakni
kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk
menciptakan usaha kerjasama dilingkungan kelompok yang dipimpinnya, sedangkan technical
skill yakni kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknik-teknik, atau merupakan
kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta
teknik pengetahuan yang spesifik. Dari ketiga skill tersebut, technical skill merupakan
karakteristik khas pemimpin pendidikan yang harus didalami dan dimiliki pemimpin
pendidikan di tingkat mikro, yang berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
13 tahun 2007, antara lain:
1. Kemampuan menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkat perencanaan (yakni
perencanaan strategis, perencanaan operasional, perencanaan tahunan, sampai pada
perencanaan anggaran belanja).
2. Kemampuan mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan (yakni
kebijakan, struktur, deskripsi tugas personalia)
3. Kemampuan memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumberdaya sekolah secara
optimal (baik sumberdaya manusia, sumberdaya dana, dan sumberdaya sarana prasarana).
4. Kemampuan mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi
pembelajar yang efektif.
5. Kemampuan menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran peserta didik.
6. Kemampuan mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumberdaya manusia
dalam rangka peningkatan mutu secara optimal.
7. Kemampuan mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran secara optimal.
8. Kemampuan mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka pencarian
dukungan ide, sumber-sumber belajar, dan pembiayaan pendidikan di sekolah.
9. Kemampuan mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan siswa baru, penempatan,
dan pengembangan kapasitas siswa secara optimal.
10. Kemampuan mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran secara
optimal sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai, dan Kemampuan memonitoring
dan mengevaluasi semua program kegiatan yang dilaksanakan guna perbaikan dan
peningkatan kualitas.

Sebagai Supervisor/penyelia/evaluator, maka sebagai pemimpin pengajaran, pemimpin


pendidikan di sekolah berfungsi melakukan pembinaan profesional kepada guru dan tenaga
kependidikan. Untuk itu kegiatan pemantauan atau observasi kelas mutlak dilakukan secara
teratur sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai, melakukan pertemuan guna
memberikan pengarahan teknis kepada guru dan staf dan menawarkan solusi bagi
permasalahan pembelajaran yang dialami guru (Suryosubroto:2004). Dalam pelaksanaan
kegiatan sebagai supervisor (Permendiknas nomor 13 tahun 2007), pimpinan pendidikan
diharapkan harus mampu:
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru
2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan teknik
supervisi yang tepat
3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
Sehingga dalam posisi sebagai pengambil keputusan dan kebijakan di tingkat mikro,
pemimpin pendidikan di sekolah; sebagaimana diisyaratkan dalam manajemen pendidikan
berbasis sekolah diberi keleluasaan melakukan inovasi-inovasi dan kreatif dalam me-manaj
institusinya guna peningkatan mutu institusi yang dipimpinnya. Upaya-upaya peningkatan
mutu masing-masing institusi berbeda-beda, namun dari beberapa pengalaman kami dalam
upaya ke arah ini dapat kami sampaikan seperti:
a. Sumberdaya
Pimpinan pendidikan harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumberdaya
sesuai kebutuhan institusinya. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan
keuangan harus ditujukan untuk; (a) memperkuat sekolah dalam menentukan dan
mengalokasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses
peningkatan mutu, (b) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses
pengadaannya, dan (c) mengurangi kebutuhan birokrasi.
b. Personil
Pimpinan pendidikan harus; (a) terlibat dan bertanggungjawab dalam proses rekrutmen
(dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan, kualifikasi, loyalitas, profesionalisme,
performa pedagogic yang diinginkan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya), (b) pembinaan profesional dalam rangka
pembangunan kapasitas/kompetensi semua personil, termasuk pemimpin pendidikan
dilakukan secara terus-menerus.
c. Kurikulum
Berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, pimpinan sekolah
bertanggungjawab untuk mengembangkan kurikulum tersebut, baik standar materi (content)
maupun proses penyampaiannya. Sehingga ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan ini, antara lain: (a) pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi
kebutuhan siswa, (b) bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk
menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien
dengan memperhatikan sumberdaya yang ada, (c) pengembangan berbagai pendekatan yang
mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
d. Pertanggungjawaban (accountability)
Dimana pada tataran ini, pemimpin pendidikan secara khusus, dan institusi yang
dipimpinnya secara umum dituntut untuk memiliki akuntabilitas baik kepada stakeholders,
karena hal ini merupakan perpaduan antara komitmen terhadap standar keberhasilan dan
harapan/tuntutan stakeholders.
No 2: Berdasarkan kasus di atas, darimanakah terbentuknya perspektif kepemimpinan yang
diembannya? Darimanakah asal terbentuknya model kepemimpinan yang berlaku?

Jawab :

Mengacu pada berita di atas, maka persfektif kepemimpinan kepala sekolah tersebut
sehingga dapat membawa sekolah pada puncak prestasi memuat persfektif sifat dan
persfektif transformasional, hal ini sesuai dengan pendapat Mc Shane(2008), menyebutkan
beberapa sifat khusus yang membuat seseorang menjadi pemimpin adalah drive, motivasi
pemimpin, integritas, kepercayaan diri, kecerdasan, pengetahuan bisnis dan kecerdasan
emosional. Klasifikasi persfektif sebagai kepala sekolah yaitu:

1. Kreatif menciptakan lingkungan sekolah maupun kelas sehat dan nyaman bagi siswa
untuk belajar dan mengembangkan potensinya dengan optimal(perspektif
transformasional)
2. Disiplin dan tertib dalam manajemen kelas maupun sekolah (perspektif sifat bawaan)
3. Terus belajar menciptakan inovasi dalam proses pembelajaran di kelas sehingga para
siswa termotivasi untuk berprestasi (perspektif transformasional)
4. Menularkan semangat, memfasilitasi dan memberi teladan kepada para guru untuk
meningkatkan kompetensinya sehingga dapat terus meningkatkan mutu dan kemajuan
sekolah(perspektif sifat bawaan dan karismatik)
Salah satu model kepemimpinan Bu Sumiati adalah model kepemimpinan
transformasional. Konsep kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang
dikembangkan dalam pendekatanwatak,gaya dan kontingensi. Pemimpin transformasional
dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus menerus
meningkatkan efisiensi, produktivitas,dan inovasi guna meningkatkan daya saing dalam
dunia yang penuh persaingan.
Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan transformasional, yitu:
1. Idealized influencer: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan
sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu
mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan sekolah.
2. Inspirational motivation : kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan
karyawannya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung
semangat tim dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah.
3. Intellectual Stimulation : kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi
di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan
masalah untuk menjadikan sekolah kea rah yang lebih baik.
4. Individual consideration : kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan
penasehat bagi guru dan stafnya.

Kepemimpinan transformasional merupakan bentuk multi dimensi yang melibatkan


tiga kelompok:Karisma(mengenali dan menyokong suatu visi organisasi), dorongan
intelektual anggota, dan pertimbangan individu.

Referensi :
Taufani C. Kurniatur, Asep Suryana:Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan Dasar:Universitas
Terbuka, 2016
Mubarak, M.M. and Syarif, R., 2006. Dampak Pelatihan Kerja Terhadap Kualitas Kerja Karyawan.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor, 8(20), p.2.
Sulistiono, S., Nurendah, Y. and Mulyana, M., 2019. Mengukur Minat Studi Siswa SMA dan SMK di
Kota Bogor Pada Program Studi Kewirausahaan. JAS-PT (Jurnal Analisis Sistem Pendidikan
Tinggi Indonesia), 3(1), pp.1-12.
Mulyana, M., Hidayat, L. and Puspitasari, R., 2019. Mengukur Pengetahuan Investasi Para Mahasiswa
Untuk Pengembangan Galeri Investasi Perguruan Tinggi. JAS-PT (Jurnal Analisis Sistem
Pendidikan Tinggi Indonesia), 3(1), pp.31-52.
Mariyah, M. and Mulyana, M., 2015. ARTICLE REVIEW OF HUMAN CAPITAL, ECONOMIC
STRUCTURE AND GROWTH. Jurnal Dosen STIE Kesatuan.
Munawar, A. and Purba, J.H.V., 2006. Kajian Dampak Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal
Ilmiah Kesatuan Nomor, 8(7), p.2.
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai