Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FITOKIMIA
“KROMOTOGRAFI GAS-PADAT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
AGNES OKTAVIA (20018024)
AZMAUL HUSNA B. (20018007)
CHILVYA DWIJULIAN PADANG (20018005)
GRACE PRILIA TIKU TONDOK (20018023)
MELY TERSYA P. (20018022)
NUR AYU HANDAYANI (1701005)
SEM TANDIPAYUNG (20018018)
VINI ATIKA ARUM S. BEDES (20018010)

DOSEN PENGAMPUH :
YURI PRATIWI UTAMI, S.Farm., M.Si., Apt.

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, sehingga memberikan kemampuan dan
kemudahan bagi kami dalam penyusunan makalah yang berjudul
“Kromatografi Gas-Padat”.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen
pembimbing atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami.
Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya dan sesuai dengan yang kami harpakan. Dan kami
ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Untuk segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah di masa yang
akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat.

Makassar, 14 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang.................................................................................1
I.2. Rumusan Masalah...........................................................................2
I.3. Tujuan..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjauan Umum Tanaman Sirih......................................................3
II1.1.Morfologi dan Anatomi Tanaman............................................4
II1.2. Kandungan Kimia...................................................................4
II1.3. Khasiat...................................................................................4
II.2. Ekstraksi.........................................................................................4
II.3. Kromatografi Gas...........................................................................6
BAB III METODE KERJA
III.1. Alat dan bahan...............................................................................8
III.1.1. Alat.......................................................................................8
III.1.2. Bahan...................................................................................8
III.2. Prosedur Kerja...............................................................................8
III.2.1. Cara Kerja............................................................................8
III.2.2. Penentuan Aktivitas Antijamur.............................................8
BAB IV HASIL DAN PEBAHASAN...........................................................10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan...................................................................................15
V.2. Saran............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki iklim tropis dan kondisi geografis yang
mendukung tumbuhnya bermacam tanaman. Salah satu tanaman yang
tubuh subur di hampir setiap daerah di Indonesia adalah tanaman sirih
(Piper betle L.). Sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis
tumbuhan yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan. Tumbuhan
ini merupakan famili Peperaceae, tumbuh merambat dan menjalar
dengan tinggi mencapai 5-15 m tergantung pertumbuhan dan tempat
rambatnya. Bagian dari tumbuhan sirih (Piper betle L.) seperti akar,
biji, dan daun berpotensi untuk pengobatan, tetapi yang paling sering
dimanfaatkan adalah bagian daun (Damayanti, 2003).
Sirih (Piper betle L.) temasuk tanaman obat yang sering digunakan,
dikarenakan khasiatnya untuk menghentikan pendarahan, sariawan,
gatal-gatal, dan lain-lain. Ekstrak daun sirih digunakan sebagai obat
kumur, batuk, dan berkhasiat sebagai antijamur pada kulit. Daun siri
digunakan untuk mengatasi sariawan, radang tenggorokan, kanker
mulut, dan lain-lain (Parwata, dkk., 2009).
Komposisi kimia sirih adalah minyak atsiri, sesquiterpen, triterpen,
terpenoid, sitosterol, neolignan, krotepoksid (Hertiani dan Indah, 2002).
Minyak atsiri dari daun sirih terdiri dari kavikol, eugenol, dan sineol,
dilihat dari strukturnya senyawa-senyawa tersebut tidak atau kurang
larut dalam pelarut polar, sehingga pada fraksinasi digunakan pelarut
non polar dan semi polar (Parwata, dkk., 2009).
Daun sirih (Piper betle L.) memiliki banyak khasiat yang berasal
dari senyawa-senyawa yang terkandung didalamnya, salah satu
kandungannya yang sering digunakan dalam penelitian adalah minyak
atsiri. Minyak atsiri dalam daun sirih (Piper betle L.) dapat dianalisis
menggunakan metode Kromatografi Gas Padat (KGP). Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dilakukan telaah dengan didasari penelitian
oleh Hertiani dan Indah (2002), yang meneliti tentang daya antijamur

1
ekstrak etanol daun sirih terhadap Cadidas albicans dan pemeriksaan
profil kromatografi gas-spektra massa dari minyak atsiri.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang
didapatkan adalah bagaimana cara kerja kromatografi gas padat dalam
menganalisis kandungan minyak atsiri dalam daun sirih (Piper betle L.) ?
I.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui cara kerja metode Kromatografi gas padat dan hasil
identifikasi minyak atsiri dalam daun sirih (Piper betle L.).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjaun Umum Tanaman Sirih (Piper betle L.)
II.1.1 Morfologi dan Anatomi Tanaman
Sirih (Piper betle L.) merupakan tanman perdu yang tumbuh
merambat dengan panjang mencapai puluhan meter. Batang berkayu,
berbentuk bulat, berbuku-buku, beralur, dan berwarna hijau kecoklatan.
Daun tunggalm berbentuk pipih menyerupai jantung, tangkai agak
panjang, permukaan licin, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua.
Bunga majemuk dengan bulir, berbentuk bulat panjang, panjang daun
pelindung 1 mm, bulir jantan panjangnya 1,5-2 cm, benang sari dua dan
pendek, bulir betina panjangnya 1,5-6 cm, kepala putik tiga sampai lima
dan berwarna putih, dan warna bunga hijau kekuningan. Buah buni,
berbentuk bulat, dan berwarna hijau keabuan (Utami, 2008). Menurut
Abdullah (2009), klasifikasi tanaman sirih (Piper betle L.) adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle.

Gambar 1. Tanaman Sirih (Piper betle L.)

II.1.2 Kandungan Kimia


Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak
atsiri 1-4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A,

3
vitamin B, vitamin C, yodium, gula, dan pati. Komponen utama minyak
atsiri terdiri dari betle phenol dan beberapa derivatnya, yaitu euganol
allypyrocatechine 26,8-42,5%, cineol 2,4-4,8%, methyl euganol 4,2-15,8%,
caryophyllen 3-9,8%, hidroksi kavikol, kavikol 7,2-16,7%, kabivetol 2,7-
6,2%, estragol, ilypryokatekol 9,6%, karvakol 2,2-5,6%, alkaloid, flavonoid,
triterpenoid atau steroid, saponin, terpen, fenilpropan, terpinen, diastase
0,8-1,8%, dan tannin 1-1,3% (Carolia, dan Wulan., 2016).
II.1.3 Khasiat Tanaman Sirih
Tanaman sirih dapat digunakan untuk obat sakit kulit, obat bisul,
hidung berdarah, radang selaput lendir mata, trachoma, keputihan, gigi
goyah, gusi bengkak, radang tenggorokan, encok, jantung berdebar-
debar, kepala pusing, terlalu banyak keluar ASI, batuk kering, demam
nifas, dan sariawan (Burt, 2004).
II.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanman
obat yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
bagian tanaman obat tersebut (Marjoni, 2016). Proses pemisahan
senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu sesuai dengan
sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan
kaidah ‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut dalam
pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar
(Wicaksono, 2013). Berikut adalah macam-macam ekstraksi menurut
Marjoni, 2016 :
A. Ekstraksi secara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan
hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu atau
campuran pelarut selama waktu tertentu pada temperatur kamar
dan terlindung dari cahaya.
2. Perkolasi

4
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin
dengan cara mengalikan pelarut secara kontinu pada simplisia
selama waktu tertentu.
B. Ekstraksi secara panas
1. Seduhan
Seduhan merupakan metode ekstraksi paling sederhana
hanya dengan merendam simplisai dengan air panas selama
waktu tertentu (5-10 menit).
2. Coque (Penggodokan)
Coque merupakan proses penyarian dengan cara menggodok
simplisia menggunakan api langsung dan hasilnya dapat langsung
digunakan sebagai obat baik secara keseluruhan termasuk
ampasnya atau hanya hasil gondokkannya saja tanpa ampas.
3. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara
menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90˚C selama 15
menit.
4. Digesti
Digesti merupakan proses ekstraksi yang cara kerjanya
hampir sama dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan
pemanasan rendah pada suhu 30-40˚C. Metode ini biasanya
digunakan untuk simplisia yang tersari baik pada suhu biasa.
5. Dekokta
Dekokta adalah proses penyarian yang hampir sama dengan
infusa. Perbedaannya hanya terletak pada lamanya waktu
pemanasan, waktu pemanasan pada dekokta lebih lama, yaitu 30
menit dihitung setelah suhu mencapai 90˚C.
6. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik
didih pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu. Dengan
adanya pendingin balik (kondensor). Proses umumnya dilakukan

5
3-5 kali pengulangan pada residu pertyama sehingga termasuk
proses ekstraksi yang cukup sempurna.
7. Sokhlet
Sokhlet merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat
khusus berupa ekstraktor sokhlet. Suhu yang digunakan lebih
rendah dibandingkan dengan suhu pada metode refluks.
II.3 Kromatografi Gas
Kromatografi adalah teknik pemisahan suatu campuran menjadi
komponen-komponennya yang didasarkan atas prbedaan distribusi dari
komponen campuran tersebut diantarnya dua fase, yaitu fase diam dan
fase gerak. Terjadinya pemisahan komponen-komponen dalam campuran
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan afinitas komponen-
komponen dalam campuran tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan afinitas komponen-komponen tersebut terhadap fase diam dan
fase gerak yang berada dalam kesetimbangan yang dinamis (Dirjen POM,
1995).
Kromatografi gas adalah suatu metode analisis senyawa yang bersifat
atsiri dengan melewatkan gas yang bertindak sebagai fase gerak melalui
fase diam yang berupa padatan atau cairan. Bila fase diamnya adalah
padatan maka disebut kromatografi gas-padat dan fase diamnya dalah
cairan maka disebut kromatogradi gas-cair. Kromatografi gas dapat
digunakan untuk analisa senyawa yang sukar menguap setelah dilakukan
reaksi derivatisasi dengan cara mengubah atau memodifikasi struktur
molekulnya (McNair, dan Bondli, 1997).
Kromatografi gas dapat dianggap sebagai suatu bentuk kromatografi
kolom dimana fase bergerak adalah gas yang disebut dengan gas
pembawa. Fase diam dapat berupa zat penjarap aktif atau dapat berupa
cairan yang dilapiskan sebagai lapisan tipis pada zat padat penyangga
inert yang halus atau bahan lain yang cocok (Dirjen POM, 1979).
Pada Kromatografi Gas-Padat (KGP), pemisahan yang terjadi
didasarkan pada sifat penjarap komponen-komponen pada fase diam

6
padat. Fase diam padat yang biasanya digunakan adalah berupa zat
penjarap aktif seperti alumina, silika gel, atau karbon. Kromatografi gas-
padat memiliki aplikasi yang terbatas karena retensi yang semi permanen
dari molekul-molekul polar dan puncak elusi yang sangat berekor
merupaakan konsekuensi dari proses penjerapan yang bersifat nonlinier.
Oleh karena itu, teknik ini jarang digunakan kecuali untuk pemisahan
senyawa-senyawa gas yang bermolekul rendah (Dirjen POM, 1995).
Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisa kualitatif dan
kuantitatif. Untuk analisa kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan
waktu retensi dari komponen yang kita analisa dengan waktu retensi zat
baku pada kondisi analisa yang sama. Untuk analisa kuantitatif dilakukan
dengan cara perhitungan relative dari tinggi atau luas puncak kromatografi
komponen yang dianalisa terhadap zat baku pembanding yang dianalisa
terhadap total luas puncak jika tidak digunakan metode baku luar ataupun
baku dalam (McNair, dan Bondli, 1997).

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Destilasi
Stahl, alat KLT, Kromatografi gas-spektroskopi massa Shimadzu QP-
5000, kondisi operasi : jenis pengionan Electron Impack, jenis kolom

7
DBI panjang 30 m, suhu kolom 60°C (5 menit) s/d 250°C, gas
pembawa helium, mode injekstor 1:80 suhu 250°C suhu detektor
270°C.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah daun
sirih segar (Piper betle L.), etanol 95%, media Saboroud, mikroba uji
(Candida albicans) dan silika gel GF 254 (E Merck®).
III.2 Prosedur Kerja
III.2.1 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Daun sirih dikeringkan dengan oven 40°C
3. Setelah kering kemudian di serbukkan
4. Selanjutnya dimaserasi dengan etanol 95%
5. Kemudian dipekatkan dengan pemanasan diatas penangas air
6. Sehingga dihasilkan ekstrak kental
7. Dilakukan proses destilasilasi stahl
8. Setelah proses destilasi stahl maka diperoleh minyak atsiri
9. Minyak atsiri yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian daya
anti-kandida dilakukan dengan metode difusi agar saboround.
10. Dan dilakukan uji profil kromatografi gas-spektroskopi massa dari
setiap sampel.
III.2.2 Penentuan Aktivitas Antijamur
Pengujian aktivitas anti-jamur dilakukan secara steril dengan
metode kertas cakram (difusi padat). Suspensi Candida albicans
diusap secara merata pada permukaan agar Sabouraud dan dibiarkan
selama kurang lebih 3 - 5 menit agar suspensi terserap merata dalam
media. Selanjutnya cakram berdiameter 6 mm diletakkan pada
permukaan agar yang telah ditanami jamur uji. Cakram tersebut
ditetesi minyak atsiri yang akan diujikan. Cawan petri diinkubasi pada
suhu 37°C selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan pengukuran
diameter hambatan yang terjadi dengan menggunakan jangka sorong.

8
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 95%
dengan metode maserasi. Pertimbangan pemilihan metode tersebut
karena maserasi merupakan metode sederhana, mudah dilakukan dan
cukup efektif untuk menyari senyawa aktif dari daun kering. Sedangkan

9
pemilihan etanol 95% diharapkan dapat menyari sebanyak mungkin
minyak atsiri dari daun sirih karena minyak atsiri relatif non polar. Etanol
merupakan larutan penyari yang lazim dipergunakan dalam produksi
ekstrak obat traditional karena harganya relatif murah, mudah dalam
penanganannya dan merupakan penyari yang efektif.
Minyak atsiri yang diperoleh berwarna kuning keemasan dan
berbau aromatis khas. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan data sebagai
berikut :
Tabel 1. Data hasil uji potensi anti-kandida minyak atsiri ekstrak etanol
daun sirih (Piper betle L.)

Keterangan : m.a: minyak atsiri; GK: Gunung Kidul; KP: Kulon Progo; KU:
Kaliurang
Analisis statistik menggunakan t-test dengan taraf kepercayaan 95%
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara potensi anti-
kandida minyak atsiri dari Kulon Progo dengan minyak atsiri dari Gunung
Kidul dan Kaliurang. Hanya saja tidak terdapat perbedaan bermakna
antara potensi anti-kandida minyak atsiri dari Gunung Kidul dan Kaliurang.
Data tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri dari Kulonprogo memiliki
aktivitas yang paling tinggi sebagai anti-kandida, walaupun seperti
dikemukakan oleh Purwantini dkk (2001) rendemen minyak atsiri terbesar
berturut turut dan yang paling tinggi adalah Kaliurang, Kulonprogo dan
Gunung Kidul. Untuk dapat mengetahui kemungkinan penyebab
perbedaan tersebut adalah dengan mendeteksi kandungan senyawa

10
kandungan minyak atsiri hasil ekstraksi. Data profil kromatografi gas
minyak atsiri daun sirih (gambar 2 - 4 dan tabel II)
Tabel II. Data profil kromatografi gas-spektroskopi massa minyak atsiri
daun sirih (Piper betle L.)

Gambar 2. Profil kromatogram hasil deteksi minyak atsiri ekstrak etanol


sirih dari Gunung Kidul dengan kromatografi gas
Keterangan: absis = waktu retensi; ordinat = tinggi puncak

11
Gambar 3. Profil kromatogram hasil deteksi minyak atsiri ekstrak etanol
sirih dari Kaliurang dengan kromatografi gas
Keterangan: absis = waktu retensi; ordinat = tinggi puncak
Kandungan minyak atsiri bagian atas tumbuhan segar adalah
0,11% dengan komposisi -pinena, kamfena, -pinena, limonena, DL-
kamfor, borneol, safrol, kopaena, isoeugenol, (Z)-(+)-4hidroksi-3 metil-2-
(2,4-pentadienil)-2-siklopenten-l-on, kariofilena, 1aR(1a,7,7,7)-
1a,2,3,5,6,7,7a-oktahidro-1,1,7,7a-tetrametil-1H siklopropana naftalena,
-kariofilena, -kubebena, 4aR-( 4a, 7, 8)-dekahidro-4a-metil-l-
metilena-7-(1-metiletenil)naftalena,(1S,cis)-1,2,3,5,6,8a-heksahidro-4,7-
dimetil-1-1(1-metiletil)naftalena), patchoulena, dodekanal, dan -bisabolol
(Agusta, 2000).
Terlihat bahwa komponen kimia yang terdeteksi dari minyak atsiri
hasil destilasi ekstrak hanya 6 macam sedangkan yang terdeteksi dari
minyak atsiri tumbuhan segar adalah 20 macam. Hal tersebut
kemungkinan karena perbedaan sensitivitas dari alat dan perbedaan
sistem kromatografi yang dipergunakan. Tetapi kandungan kimia dari
minyak atsiri ekstrak relatif sama dengan dari tumbuhan segarnya, hanya
komposisinya yang berbeda. Sedangkan kandungan masing-masing
minyak atsiri dari daerah asal bahan baku yang berbeda, relatif sama baik
jumlah maupun macamnya tetapi terlihat sedikit perbedaan pada
komposisinya terutama minyak atsiri dari Gunung Kidul.

12
Gambar 4. Profil kromatogram hasil deteksi minyak atsiri ekstrak etanol
sirih dari Kulonprogo dengan kromatografi gas
Keterangan: absis = waktu retensi; ordinat = tinggi puncak
Hal tersebut menjelaskan rendahnya potensi anti-kandida minyak
atsiri tersebut dibandingkan minyak atsiri daerah yang lain. Terlihat bahwa
kandungan isoeugenol suatu senyawa candidistatik minyak atsiri Gunung
Kidul jauh lebih rendah dari dua daerah lainnya. Perbedaan lainnya yaitu
tidak terdeteksinya senyawa pertama (Rt 11 - 12; BM 176 atau 134) pada
minyak atsiri gunung kidul dan terdeteksinya puncak pada sekitar Rt 14,
bobot relatif senyawa dengan BM 204 sebesar 6,01% yang diprediksi
merupakan kopaena atau kubebena kemungkinan tidak memberikan
kontribusi terhadap daya anti-kandida minyak atsiri.
Pada minyak atsiri dari tumbuhan segar, kariofilena merupakan
komponen terbesar (bobot relatif 31,05%) (Augusta, 2000) sedangkan
pada minyak atsiri yang diperoleh dari destilasi ekstrak etanol daun,
komponen terbesar adalah isoeugenol (bobot relatif > 45%).
Jika dibandingkan dengan aktivitas biologisnya, kariofilena
merupakan senyawa yang memegang peranan penting pada aktivitas
anti-kandidanya. Aktivitas kariofilena adalah sebagai fungisida dan
candidisida, sedangkan isoeugenol berefek fungistatik dan candidisatatik
(Duke, 2002). Pada minyak atsiri dari ekstrak etanol daun sirih, bobot
relatif kandungan kariofilenanya hanya 10,87% - 15,19%, sedangkan
bobot relatif kandungan kariofilena minyak atsiri dari tumbuhan segar

13
adalah 31,05%. Selain itu -pinena yang berefek candidisida dan
limonena yang berefek fungistat pada tumbuhan segar sebesar 3,14%
dan 1,99%, sedangkan dalam ekstrak tidak terdeteksi.
Komponen utama lainnya dalam minyak atsiri hasil destilasi ekstrak
etanol adalah kariofilena, kopaena, kubebena, 4aR-( 4a, 7, 8a)-
dekahidro-4a-metil-1-metilena-7-(1-metileteni)naftalena, dan -kariofilena.
Sedangkan komponen utama dari minyak atsiri tanaman segar selain
kariofilena adalah -kubebena, isoeugenol, -bisabolol dan pathoulena.
Terdapat dua senyawa yang tidak teridentifikasi dari minyak atsiri ekstrak
dengan BM 176/134 dan 204 dan satu senyawa yang tidak teridentifikasi
pada minyak atsiri tanaman segar. Senyawa dengan BM 204 tersebut
kemungkinan adalah seskuiterpena, senyawa dengan BM 176
kemungkinannya adalah 4-alil fenol sedangkan senyawa dengan BM 134
kemungkinan adalah senyawa fenol. Penambahan senyawa yang tidak
teridentifikasi tersebut kemungkinan merupakan senyawa artefak yang
terjadi sebagai akibat proses produksi terutama diakibatkan oleh panas.
Hal tersebut bisa dilihat dari jenis senyawa yang hilang terutama
merupakan monoterpen yang mudah menguap.
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa pembuatan ekstrak dengan
metode maserasi etanol 95% yang diikuti pemekatan dengan pemanasan
menyebabkan penurunan aktivitas anti-kandida dikarenakan perubahan
pada komponen-komponen kimia penyusun minyak atsiri terutama
hilangnya senyawa aktif yang bertanggungjawab terhadap aktivitas
tersebut.

14
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kromatografi gas
dapat digunakan dalam analisa kualitatif dan kuantitatif dan proses
pembuatan ekstrak mulai dari pengeringan sampai dengan pemekatan
ekstrak telah menyebabkan hilangnya sebagian besar komponen minyak
atsiri daun sirih yang bertanggungjawab terhadap aktivitas anti-
kandidanya. Selain itu dari penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa daerah
asal bahan baku menentukan kualitas ekstrak yang dihasilkan dalam hal
ini adalah pada komposisi kandungan kimia minyak atsiri dan daya anti-
kandida ekstrak tersebut.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya menerapkan metode
kromatografi seperti kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.N. 2009. Daya hambat Infusum Daun Sirih Terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus yang di Isolasi dari Denture
Stomatis. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Unversitas
Sumatera Utara.

Burt, S. 2004. Esensial Oil Their Antibacterial Properties and Potensial


Application in Foods. Elsevier International Journal of Food
Microbiology. Vol.94:223-253.

Carolia, N., dan Wulan, N. Potensi Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.)
sebagai Alternatif Terapi Acne vulgaris. Majority.Vol.5(1):140-145.

Damayanti, R.M. 2005. Khasiat dan Manfaat daun Sirih Hijau: Obat
Mujarab dari Masa ke Masa. Jakarta: Agro Media.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Hertiani, T., dan Indah, P. 2002. Minyak Atsiri Hasil Destilasi Ekstrak
Etanol Daun Sirih (Piper betle L.) dari Beberapa Daerah di Yogyakarta
dan Aktivitas Antijamur terhadap Candida albicans. Majalah farmasi
Indonesia. Vol.13(4):193-199.

Marjoni, R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi.


Jakarta: Trans Info Media.

McNair, H.M., dan Bondli, E.J. 1997. Basic Gas Chromatography.


Canada: John Willey&Sons.

Parwata, O.A., Wiwik, S.R., dan Raditya.Y. 2009. Isolasi dan Uji
Antiradikal Bebas Minyak Atsiri Pada Daun Sirih (Piper Betle L.) Secara
Spektroskopi Ultra Violet-Tampak. Jurnal Kimia. Vol.3(1):7-13.

16
Utami. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agromedia.

Wicaksono, P. Daya Perendaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Buah


Papino Putih dan ungu (Solanum muricatum Aitor Var Putih dan ungu)
terhadap DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl). Caliptra, no.2.

17

Anda mungkin juga menyukai