Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MINYAK ATSIRI DAN AROMATERAPI

MINYAK ATSIRI

Di susun Oleh:
Akbar Putra R. (1913206004)
Alecia Nur A. (1913206005)
Dinda Amanah K. D (1913206011)
Diva Nuranza (1913206013)
Lazufa Buyung I.V (1913206021)
Luqyana Salsabila (1913206023)
Nur Diana (2013206022)

Pengampu:
Apt. Choirul Huda, M. Farm

JURUSAN S1 FARMASI
STIKes KARYA PUTRA BANGSA TULUNGAGUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan lancar dan
baik. Penyusunan paper ini dilakukan untuk penyempurnaan tugas Mata Kuliah
Minyak Atsiri dan Aromaterapi.
Dalam pembuatan paper ini, penulis berharap bahwa paper yang telah
disusun tidak hanya untuk memenuhi tugas mata kuliah Minyak Atsiri dan
Aromaterapi pada semester ganjil mengenai minyak atsiri khususnya teknik
pengambilan, golongan, mode analisis dan kegunaan, tetapi juga untuk menambah
wawasan dan pengetahuan dalam konsep kehidupan sehari-hari yang selalu
berkembang dan merupakan perkembangan yang dimanis, serta menjadikan paper ini
sebagai panduan dan tambahan pengetahuan, media pembelajaran ataupun sumber
referensi pengetahuan bagi adik tingkat, teman-teman sejawat dan maupun kakak
tingkat kami.
Dalam paper ini penulis menyajikan informasi yang telah dirangkum
mengenai teknik pengambilan, golongan, mode analisis dan kegunaan dan lain lain.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Apt, Choirul Huda, M. Farm selaku dosen Mata Kuliah Minyak Atsiri dan
Aromaterapi
2. Seluruh teman seangkatan
Dalam proses pembuatan paper ini, penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan paper masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis meminta
maaf, serta mengucapkan terima kasih banyak untuk dukungan yang diberikan
berbagai pihak dalam menyelesaikan paper ini. Tentunya penulis juga sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam
paper ataupun karya tulis di masa yang akan datang. Semoga hasil karya tulis ini
dapat bemanfaat bagi semuanya.

Tulungagung, 29 September 2022

Penulis

ii
iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
2.1 Definisi Minyak Atsiri....................................................................................6
2.2 Teknik Pengambilan Minyak Atsiri................................................................9
2.3 Golongan Minyak Atsiri...............................................................................14
2.4 Metode Analisis Minyak Atsiri.....................................................................15
2.5 Kegunaan Minyak Atsiri...............................................................................16
BAB III........................................................................................................................20
PENUTUP...................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan...................................................................................................20
3.2 Saran.............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

iv
5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak atsiri adalah minyak yang diperoleh dari bagian tanaman dengan cara
destilasi uap atau destilasi air. Pada umumnya, bagian tanaman yang dapat diambil
adalah daun, batang, kulit, biji, akar, dan buah (Sastrohamidjojo, 2008).
Selain memiliki bau yang khas minyak atsiri juga memiliki indeks bias yang
tinggi, aktivitas optik dan rotasi spesifik tertentu serta dapat larut dengan jumlah yang
besar dalam pelarut organik seperti eter dan alkohol. Kelarutan minyak atsiri dalam
air sangat sedikit, tetapi dapat meninggalkan bau yang sangat menyengat pada air,
sehingga air ini dapat digunakan sebagai aromaterapi yang disebut dengan aromatic
water.
Beberapa jenis minyak atsiri yang ada di Indonesia yaitu minyak nilam,
minyak jahe, minyak gaharu, minyak cengkeh, minyak sereh, minyak adas, minyak
akar wangi, minyak sirih, minyak temu mangga, dan minyak kemangi. Pemanfaatan
minyak atsiri begitu besar dalam kehidupan manusia baik untuk obat-oabatan,
sebagai pengendali hama pada tanaman, sebagai pengendali serangga, sebagai parfum
atau fragrance, sebagai bahan flavour, bahkan telah dikembangkan minyak atsiri
digunakan untuk mengendalikan fungi pada benda cagar budaya. Dengan
pemanfaatan minyak atsiri yang luas maka banyak kelompok tani yang menanam
tanaman minyak atsiri sekaligus memiliki unit pengolahan minyak atsiri baik yang
sudah memiliki kapasitas industri dan modern yang mampu mengolah bahan baku
besar dengan teknologi yang mutahir serta disokong para ahli dalam minyak atsiri
serta quality control untuk memenuhi standart minyak atsiri karena mayoritas sudah
merambah pasar internasional dan yang masih berkapasitas semi industri hanya
mampu mengolah bahan baku minyak atsiri tidak sebesar dengan unit pengolahan
minyak atsiri dengan metode tradisional yang masih menggunakan peralatan yang
sederhana dan tidak ada quality control untuk produk minyak yang dihasilkan serta
pangsa pasarnya terbatas (Arief, 2015).
Nama lain dari minyak atsiri yaitu minyak eteritis atau minyak terbang
(essential oil, volatile) karena minyak atsiri merupakan minyak aromatik yang dapat
menguap pada suhu ruang (25oC). Minyak atsiri terdiri dari campuran metabolit
sekunder dengan ribuan kandungan senyawa kimia, yang setiap senyawanya memiliki
manfaat yang berbeda beda. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan
minyak atsiri dalam tanaman, seperti komposisi kimia dalam tanah, suhu,
kelembaban, dan kandungan air pada tempat tumbuh serta tahap perkembangan
tanaman tersebut. Golongan tanaman yang mengandung minyak atsiri, diantaranya
Annonaceae (kenanga), Umbelliferae (ketumbar), Labiatae (lavender), Myrtaceae
(kayu putih), Oleaceae (melati), Piperaceae (merica), Graminae (serai), Rosaseae
(mawar), Rutaceae (jeruk), dan Zingiberaceae (jahe).
Penggunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai
bidang industri, misalnya untuk pembuatan kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo,
lotion, dan parfum), di dalam industri makanan di minyak atsiri juga digunakan
sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa (flavouring agent), di dalam industri
parfum minyak atsiri digunakan sebagai pewangi, juga digunakan sebagai insektisida,
sedangkan dalam industri farmasi atau obat-obatan digunakan sebagai anti bakteri.
Oleh karena itu tidak heran jika minyak atsiri banyak diminati oleh berbagai negara
dan menjadi komoditi perdagangan utama dunia bertahun-tahun.
6

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan minyak atsiri?
b. Bagaimana teknik/cara pengambilan minyak atsiri?
c. Apa saja golongan dari minyak atsiri?
d. Bagaimana metode analisis minyak atsiri?
e. Apa saja kegunaan minyak atsiri?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Mahasiswa mampu memahami yang dimaksud dengan minyak atsiri
b. Mahasiswa mampu memahami teknik/cara pengambilan minyak atsiri
c. Mahasiswa mampu memahami golongan dari minyak atsiri
d. Mahasiswa mampu memahami metode analisis minyak atsiri
e. Mahasiswa mampu memahami kegunaan minyak atsiri
7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Minyak Atsiri
Minyak Atsiri, atau dikenal juga sebagai Minyak Eteris (Aetheric Oil),
Minyak Esensial, Minyak Terbang, serta Minyak Aromatik, adalah kelompok besar
minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap
sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak Atsiri merupakan bahan dasar dari
wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan,
sulingan Minyak Atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.
Minyak atsiri (minyak esensial) adalah komponen pemberi aroma yang dapat
ditemukandalam berbagai macam bagian tumbuhan. Istilah esensial dipakai karena
minyak atsiri mewakili bau tanaman asalnya. Dalam keadaan murni tanpa pencemar,
minyak atsiri tidak berwarna.Namun pada penyimpanan yang lama, minyak atsiri
dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua
(gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindungi
dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna
gelap .Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan
hubungan langsung dengan udara, ditutup rapat serta disimpan di tempat yang kering
dan sejuk.
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu,
seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah
menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi
sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta umumnya larut dalam pelarut organik
tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pewangi, penyedap (flavoring),
antiseptic internal, bahan analgesic, sedative serta stimulan. Terus berkembangnya
penggunaan minyak atsiri di dunia maka minyak atsiri di Indonesia merupakan
penyumbang devisa negara yang cukup signifikan setelah Cina (Sastrohamidjoyo,
2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya
peruraian lapisan resin dari dinding sel. Minyak atsiri terkandung dalam berbagai
organ tanaman, seperti didalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-
sel parenkim (pada famili Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen
(pada famili Pinaceae dan Rutaceae). Pada tanaman, minyak atsiri mempunyai tiga
fungsi yaitu: membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga
atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan, dan sebagai
cadangan makanan bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam
berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap
(flavouring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985).
Ciri-ciri minyak atsiri yaitu minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik
uapnya rendah. Selain itu, susunan senyawa komponennya kuat memengaruhi saraf
manusia (terutama di hidung) sehingga seringkali memberikan efek psikologis
tertentu. Setiap senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat
menghasilkan rasa yang berbeda. Karena pengaruh psikologis ini, minyak atsiri
merupakan komponen penting dalam aromaterapi atau kegiatan-kegiatan liturgi dan
olah pikiran/jiwa, seperti yoga atau ayurveda.
Sifat-sifat fisika minyak atsiri, yaitu: bau yang karakteristik, bobot jenis,
indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif.
a. Bau yang karakteristik
8

Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu,
seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji dan rimpang. Minyak ini bersifat mudah
menguap pada suhu kamar (250C) tanpa mengalami dekomposisi dan berbau wangi
sesuai dengan tanaman penghasilnya, serta umumnya larut dalam pelarut organik
tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).
b. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 250C terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis menggunakan
alat piknometer. Berat jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180.
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam penentuan mutu dan
kemurnian minyak atsiri (Gunther, 1987).
c. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penentuan indeks bias menggunakan
alat Refraktometer. Prinsip penggunaan alat adalah penyinaran yang menembus dua
macam media dengan kerapatan yang berbeda, kemudian terjadi pembiasan
(perubahan arah sinar) akibat perbedaan kerapatan media. Indeks bias berguna untuk
identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian (Guenther, 1987).
Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin kecil nilai indek biasnya.
Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang datang. Jadi
minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan
minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi
kadarpatchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.
d. Putaran Optik
Setiap jenis minyak atsiri memiliki kemampuan memutar bidang polarisasi
cahaya ke arah kiri atau kanan. Besarnya pemutaran bidang polarisasi ditentukan oleh
jenis minyak atsiri, suhu, dan panjang gelombang cahaya yang digunakan. Penentuan
putaran optik menggunakan alat Polarimeter (Ketaren, 1985).
e. Kelarutan Dalam Alkohol
Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak
atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai
nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk
menentukan suatu kemurnian minyak atsiri.
Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang
larutdalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan
etanolpada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri
jugatergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut.
Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan. Halini
disebabkan karena proses polimerisasi menurunkan daya kelarutan, sehinggauntuk
melarutkannya diperlukan konsentrasi etanol yang tinggi. Kondisipenyimpanan
kurang baik dapat mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya,udara, dan adanya
air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik.
Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak
larut dalam air. Berikut adalah hasil pengujian tingkat kelarutan minyak dalam
alkohol yang dipengaruhi oleh semua faktor perlakuan dan kombinasinya.
9

f. Warna
Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda
hingga coklat kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah
warna menjadi kuning tua hingga coklat muda. Guenther (1990) mengatakan bahwa
minyak akan berwarna gelap oleh aging, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik
tinggi, kuat dan tahan lama.
Sifat-sifat kimia minyak atsiri, yaitu:
a. Bilangan Asam
Bilangan asam pada minyak atsiri menandakan adanya kandungan asam
organik pada minyak tersebut. Asam organik pada minyak atsiri bisa terdapat secara
alamiah. Nilai bilangan asam dapat digunakan untuk menentukan kualitas minyak
(Kataren, 1985).
b. Bilangan Ester
Bilangan ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk
penyabunan ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa
minyak tersebut mempunyai aroma yang baik. Dari hasil analisis diperoleh bahwa
minyak kilemo dari daun yang disuling dengan metode kukus secara visual
mempunyai bilangan ester tertinggi, sedangkan minyak kilemo dari kulit batang yang
disuling dengan metode rebus menghasilkan bilangan ester terendah.
Minyak atsiri juga dapat mengalami kerusakan yang mengakibatkan
perubahan sifat kimia minyak atsiri yaitu dengan proses oksidasi, hidrolisa, dan
resinifikasi.
Sumber minyak atsiri berasal dari beberapa contoh tanaman berikut ini:

Nama Tanaman Bagian Negara Asal


Minyak Penghasil Tanaman
Sereh wangi Cymbopogon Daun Srilanka
nardus R
Nilam Pogostemon cablin Daun Malaysia, Indonesia
(patchouli) Benth
Kayu Putih Melaleuca Daun Indonesia
(cajuput) Leucadenron
Sereh dapur Cymbopogon Daun Madagaskar, Guetemala
(lemon grass) citrates
Lada (pepper) Piper nigrum L Daun/buah India Timur, Cina,
Srilanka
Kenanga Cananga odorata Bunga Indonesia
(cananga) Hook
Cengkeh Caryophyllus Bunga Zanzibar, Indonesia,
(clove) Madagaskar
Lavender Lavandula Bunga Perancis, Rusia
offcinalis
Chaix
Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria, Turki
Melati Jasminumofficinal Bunga Perancis selatan
(jasmine) eL
Kapolaga Elettaria Biji India, amerika
(cardamom) cardamomun
L
Seledri Apium graveolen L Biji Inggris, India
10

(celery seed)
Sitrun Citrus medica Buah/Kulit Buah Kalifornia
(lemon)
Adas (fennel) foeniculum Buah/Kulit Buah Eropah, tengah, Rusia
fulgares
Mill
Akar wangi Vetiveria Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana
(Vetiver) zizanioides
Stap
Kunyit Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika selatan
(Turmeric)
Jahe (ginger) Zingiber officinale Akar/rhizoma Jamaika
Roscoe
“Camphor” Cinnamomun Batang/kulit buah Formosa, Jepang
Camphora L
Kayu Manis Cinnamomun Batang/kulit batang Prancis, Indo Cina
(Cinnamon) zeylanicum Ness
Cendana Santalum Album L Batang/kulit batang Mysole, Inggri
(sandal wood)

2.2 Teknik Pengambilan Minyak Atsiri


Minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen yang berbeda satu
sama lain, tetapi secara umum dapat digolongkan dalam empat senyawa dominan,
yaitu terpene, senyawa hidrokarbon berantai lurus, senyawa turunan benzene, dan
senyawa lain yang spesifik untuk masing-masing tanaman (Guenther, 1948).
Cara pengambilan minyak atsiri dari tumbuhan dapat dilakukan antara lain
dengan distilas kukus (steam distillation) dan ekstraksi menggunakan pelarut (solvent
extraction). Dasar teori distilasi kukus dapat diuraikan sebagai berikut. Untuk suatu
keadaan di mana bahan volatile (A) diambil dari bahan padat yang tidak volatile (B),
komponen A dan B tidak larut dalam air, maka komponen A dan B dapat dipisahkan
dengan operasi distilasi kukus. Cairan akan mendidih jika tekanan uap total dari
cairan sama dengan tekanan sistem. Berdasarkan keadaan ini, maka suhu didih cairan
dapat diturunkan dengan penurunan tekanan sistem. Sebagai contoh, mendidihkan air
pada tekanan vakum. Selain itu untuk menurunkan titik didih cairan dapat dilakukan
pula dengan menambahkan uap inert ke dalam sistem. Uap inert tersebut akan
memiliki kontribusi pada tekanan uap, sehingga cairan akan mendidih pada tekanan
yang lebih rendah. Jika bahan inert yang ditambahkan ke dalam sistem tidak
diinginkan tercampur dengan hasil (produk), maka bahan inert tersebut harus mudah
dipisahkan dari distilat dan tidak bereaksi dengan komponen-komponen yang diambil
sebagai produk. Uap bahan inert yang ditambahkan ke dalam sistem biasanya berupa
kukus (steam), sehingga distilasi ini sering disebut sebagai distilasi kukus.
Jika tekanan uap kukus yang ditambahkan adalah Ps dan tekanan total sistem
adalah P, maka campuran akan mendidih jika tekanan uap komponen volatile
mencapai (P-Ps). Dengan cara ini suhu penguapan komponen A dari padatan B lebih
rendah dari titik didih komponen A dan titik didih air. Pada keadaan seperti ini,
sistem distilasi kukus mirip dengan distilasi vakum. Oleh karena itu, dengan distilasi
kukus ini titik didih campuran menjadi lebih rendah. Rasio jumlah molekul kukus dan
komponen volatile yang terdistilasi dalam uap dapat ditentukan berdasarkan rasio
tekanan parsialnya.
11

Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat
kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh
minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk
mendapatkan minyak atsiri antara lain:
2.2.1 Metode Penyulingan ( Destilasi )
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau
padatan dari dua macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya
dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Jumlah
minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentuka oleh 3 faktor, yaitu:
a. Besarnya tekanan uap yang digunakan.
b. Berat molekul masing-masing komponen dalam minyak
c. Kecepatan minyak yang keluar dari bahan yang mengandung minyak.
Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode
penyulingan (Guenther, 1987). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi
hari secepat mungkin setelah embun menghilang. Ada tiga metode penyulingan yang
digunakan dalam industri minyak atsiri, yaitu: Penyulingan dengan air
(hydrodistillation), Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation),
dan Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).
Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan
air, penyulingan air dan uap atau penyulingan uap minyak atsiri hanya dapat
diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan
mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada
permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan
yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung
pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam
tersebut secara maksimal.
Prinsip distilasi kukus ini dapat digunakan untuk mengambil minyak atsiri
(volatile) dari bagian tumbuhan yaitu daun, kulit bunga, atau buah (nonvolatile).
Minyak atsiri (A) lebih volatile bila dibandingkan dengan bagian tumbuhan (B) yang
akan diambil minyak atsirinya dan sifat minyak atsiri tidak larut dalam air (S).
Walaupun pada keadaan ini campuran A dan B bukan merupakan campuran ideal,
tetapi suhu distilasi dapat dilakukan lebih rendah dari suhu didih masing-masing
komponen.
Pada prinsipnya, pada distilasi kukus terjadi proses perpindahan massa
minyak atsiri secara difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan
perpindahan massa antar fasa dari permukaan padatan ke uap. Ada dua tahapan
kecepatan perpindahan massa, yaitu kecepatan perpindahan massa tetap dan
kecepatan perpindahan massa menurun. Kecepatan perpindahan massa tetap terjadi
dari waktu awal sampai kadar minyak atsiri dalam padatan tertentu. Keadaan ini
terjadi bila kandungan minyak atsiri dalam padatan masih cukup tinggi, sehingga
konsentrasi minyak atsiri di permukaan padatan relatif tetap. Konsentrasi minyak
atsiri di permukaan padatan dapat tetap karena kecepatan perpindahan massa minyak
atsiri antar fasa dari permukaan padatan ke uap sama dengan kecepatan perpindahan
massa secara difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan. Tahap kecepatan
perpindahan tetap berlangsung sangat singkat dibandingkan dengan kecepatan
perpindahan menurun. Kecepatan perpindahan massa menurun terjadi bila kandungan
minyak atsiri dalam padatan sudah cukup rendah. Pada keadaan ini konsentrasi
minyak atsiri di permukaan selalu menurun, karena kecepatan perpindahan massa
antar fasa jauh lebih besar daripada kecepatan perpindahan massa secara difusi dalam
12

padatan. Kecepatan perpindahan massa tetap dan menurun dapat dilihat dari hasil
distilat pada berbagai waktu.
Proses penyulingan minyak dapat dipercepat dengan menaikkan suhu dan
tekanan atau dengan menggunakan sistem “ superheated steam “. Akan tetapi hal ini
hanya dapat dilakukan terhadap minyak atsiri yang sukar mengalami dekomposisi
pada suhu yang lebih tinggi.
Ekstraksi minyak atsiri dengan penyulingan mempunyai beberapa kelemahan yaitu:
a. Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang mengalami
kerusakan oleh adanya panas dan air
b. Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa karena adanya
air dan panas
c. Komponen minyak yang larut dalam air tidak dapat diekstraksi.
d. Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan bau wangi dan
mempunyai daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak ikut tersuling dan tetap
tertinggal dalam bahan.
e. Bau wangi minyak yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi alamiah.
2.2.2 Maserasi dengan Lemak/Minyak
Kebanyakan bahan flavon bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi
mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan
merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap.
Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak
dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang
dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut
diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol
dipisahkan (Guenther, 1987).
Proses ekstraksi ini digunakan khusus untuk mengekstraksi minyak bunga-
bungaan, dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi. Pada
umumnya bunga setelah dipetik akan tetap hidup secara fisiologis. Daun bunga terus
menjalankan proses hidupnya dan tetap memproduksi minyak atsiri dan minyak yang
terbentuk dalam bunga akan menguap dalam waktu singkat. Kegiatan bunga dalam
memproduksi minyak akan terhenti dan mati jiak kena panas, kontak atau terendam
dalam pelarut organik. Dengan demikian pelarut hanya dapat mengekstraksi minyak
yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk pada saat bahan tersebut kontak
dengan pelarut.
Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan mutu yang lebih
baik, maka selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar proses fisiologi
dalam bunga tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin, sehingga bunga tetap
dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi
minyak bunga menggunakan lemak hewani atau nabati. Ekstraksi minyak dari bunga-
bungaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu enfleurasi dan meserasi”.
Pada proses Enfleurasi ini, absorbs minyak atsiri oleh lemak dilakukan pada
suhu rendah (keadaan dingin) sehingga minyak terhindar dari kerusakan yang
disebabkan oleh panas. Proses enfleurasi menghasilkan rendemen minyak yang lebih
tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Kelemahan proses ini adalah karena
memerlukan waktu yang lebih lama, dan membutuhkan tenaga kerja yang terampil
dan berpengalaman.
Akhir dari proses ekstraksi ini ditandai dengan, jika lemak telah jenuh dengan
minyak bunga, dan selanjutnya minyak bunga dalam pomade diekstraksi dengan
menggunakan alcohol. Hasil ekstraksi minyak bunga dari pomade, menggunakan
13

alcohol menghasilkan campuran minyak bunga dengan alcohol. Jika alcohol tersebut
dipisahkan, maka akan diperoleh minyak bunga yang larut dalam sejumlah kecil
alcohol, disebut ekstrait. Lemak mempunyai sifat dapat mengabsorbsi bau
disekitarnya dan prinsip ini digunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak
dari tanaman bunga. Syarat-syarat lemak yang digunakan:
1. Lemak tidak berbau
Lemak yang berbau tidak dikehendaki, karena dapat mencemari bau minyak
atsiri yang dihasilkan. Bau lemak dapat dihilangkan dengan proses
deodorisasi.
2. Lemak mempunyai konsistensi tertentu
Konsistensi lemak yang digunakan perlu diatur, karena lemak yang terlalu
keras mempunyai daya absorbs yang rendah. Jika konsistensi lemak terlalu
lunak, maka lemak banyak melekat pada bunga sehingga sukar dipisahkan.
Konsistensi lemak dapat diatur dengan cara hidrogenasi atau mencampur 2
macam lemak yang titik cairnya berbeda, sehingga didapatkan lemak dengan
konsistensi dan titik cair tertentu. Lemak yang sudah sekali dipakai pada proses
ekstraksi tidak dapat dipakai kembali dan biasanya dijadikan sabun dan kosmetik.
Keuntungan metode absorbs oleh lemak adalah

 Rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan


menggunakan cara “ solvent ectraction “.
 Minyak yang dihasilkan berbau lebih wangi karena kerusakannya relative
kecil.
Kerugian metode absorbs oleh lemak adalah

 Metode tersebut penggunaannya terbatas pada beberapa jenis bunga saja.


 Lemak yang mengandung antioksidan, dapat merubah bau minyak atsiri
 Ekstraksi minyak atsiri dari “pomade” dengan menggunakan alcohol akan
mengekstrak lemak dalam jumlah kecil.
 Lemak dapat digunakan hanya untuk satu periode ekstraksi, yaitu sampai
lemak sudah jenuh oleh minyak atsiri
2.2.3 Ekstraksi dengan pelarut menguap
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah
dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap (Mondello, dkk, 1997).
Contoh pelarut yang digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus
aurantium. (Juchelka, dkk, 1996).
Prinsip ekstraksi ini adalah melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan
pelarut organik yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya dilakukan dalam
suatu wadah ( ketel ) yang disebut “extractor”. Berbagai tipe extractor yang telah
dikenal adalah “Bonotto extractor”, “Kennedi extractor”, “Bpllsman extractor”, “De
Smet extractor”, “Hilderbrandt extractor”.
Proses ekstraksi meliputi beberapa tahapan:
a) Perajangan
Sebelum bahan obat tersebut di suling, sebaiknya dirajang terlebih dahulu
menjadi potongan-potongan kecil. Proses perajangn ini bertujuan untuk memudahkan
penguapan minyak atsiri dri bahan, dan untuk mengurangi sifat kamba bahan oral.
Besar ukuran partikel hasil rajangan bervariasai, tergantung dari jenis bahan itu
sendiri. Selama proses perajangan akan terjadi penguapan komponen minyak bertitik
didih rendah, dan jika dibiarkan beberapa menit akan terjadi penyusutan bahan sekitar
0,5 % akibat penguapan minyak. Oleh karena itu, jika di inginkan rendemen dan
14

mutu minyak yang baik, maka hasil rajangan harus di masukkan dalam ketel suling.
Kelemahan bahan yang di rajang karena:
 Jumlah total minyak berkurang, akibat penguapan selama perajangan.
 Komposisi minyak akan berubah, dan akan mempengaruhi bau.
b) Penyimpanan bahan olah
Tempat dan kondisi bahan olah sebelum perajangan mempengaruhi
penyusutan minyak atsiri, namun pengaruhnya tidak begitu besar seperti pada
perajangan. Penyimpanan bahan olah dengan cara penimbunan sering di lakukan
akibat terhambatnya proses penyulingan atau karena kapasitas ketel suling yang
kurang besar. Jika bahan olah harus di simpan sebelum di proses, mka harus di
simpan dalam udara kering yang bersuhu rendah, dan udara tidak d sirkulasi. Jika
mungkin ruangan di lengkapi dengan “air conditioner”. Sirkulasi dan kelembaban
udara yang ekstrim selama penyimpanan mengakibatkan proses resinifikasi,
penguapan dan proses oksidasi. Penyusutan minyak selama penyimpanan dalam
udara kering tergantung dari beberapa faktor, yaitu: kondisi bahan, metode dan lama
penyimpanan, dan komposisi kimia minyak dalam bahan. Bahan olah berupa daun
dan bunga tidak dapat disimpan lama, namun sebaliknya bahan berupa kulit pohon,
akar, kayu lebih tahan disimpan lama, karena jumlah minyak yang menguap lebih
kecil.
c) pelayuan dan pengeringan
Sebagian bahan olah memerlukan proses pengeringan, sebelum di simpan atau
disuling. Tujuan dari pelayuan dan pengeringan bahan olah adalah:
 menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan mudah,
dan singkat.
 Untuk menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi.sebagai contoh
ialah untuk memecahkan glikosida (amigdalin) menjadi benzaldehid yang
berbau wangi pada minyak almon dan akar orris. Hal yang sam terjadi pula
pada minyak nilam dan vanila.
Kehilangan minyak selama periode pelayuan dan pengerian lebih besar dari
kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi karena proses
pengeringan, air dalam tanaman akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan
akhirnya menguap.
Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah menguap, biasanya
hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat kering udara, sedangkan bahan yang
mengandung minyak atsiri yang sukar menguap, biasanya dikeringkan lebih lanjut.
Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka
minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga
alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan
penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
Ekstraksi padat-cair dapat dilakukan dengan cara mengontakkan padatan yang
mengandung minyak atsiri dengan pelarut. Selama berkontak minyak atsiri akan larut
dalam pelarut. Bila kontak antara padatan dengan pelarut dilakukan berulang-ulang,
maka hampir semua minyak atsiri dapat diambil dari padatan. Ekstraksi padat-cair di
laboratorium sering dilakukan dengan menggunakan soxhlet, yang memungkinkan
pelarut dapat berkontak dengan padatan secara berulang-ulang. Dengan cara ekstraksi
ini, maka dimungkinkan semua minyak atsiri dapat terambil dari padatan. Oleh
karena itu, kandungan minyak atsiri mula-mula dalam bahan padat dapat ditentukan
dengan ekstraksi padat-cair dengan soxhlet.
Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan untuk mengekstrasi
minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dengan uap dan air, terutama untuk
15

mengekstrak minyak dari bunga-bungaan misalnya bunga cempaka, melati, mawar,


dll.
d) Pemilihan pelarut
Salah satu proses yang menentukan keberhasilan proses ekstraksi adalah jenis
dan mutu pelarut yang digunakan. Pelarut yang baik harus memenuhi persyarata
sebagai berikut:
 Harus dapat melarutkan semua zat wangi dalam bunga secara sempurna, dan
tidak dapat melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin.
 Mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diuapkan,
namun titik didih pelarut tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena hal ini
akan mengakibatkan hilangnya sebagian pelarut pada waktu pemisahan
pelarut.
 Pelarut tidak boleh larut dalam air.
 Pelarut haru bersifat “ inert “, sehingga tidak bereaksi dengan komponen
minyak bunga.
 Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam, sehingga jika diuapkan
tidak tertinggal dalam minyak.
 Harga pelarut harus serendah mungkin, dan tidak mudah terbakar.
Penggunaan campuran berbagai pelarut dapat menghasilkan rendemen dan
mutu minyak yang cukup baik, dibandingkan dengan pelarut murni. Beberapa jenis
pelarut yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi minyak atsiri antara lain
petroleum ether, benzene, alcohol.
2.2.4 Ekstraksi dengan Karbon Dioksida ( CO2 ) Superkritis
Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada
kelarutan senyawa-senyawa aromatik dari bahan nabati dalam CO2. Bahan nabati dan
CO2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur
yang telah diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan
temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan
CO2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang (charcoal trap). Keuntungan
dari metode ini adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah,
mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan
pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan
komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik distilasi (Pino, dkk, 1997). Namun
demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi
untuk ekstraksi dari minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens,
1997).
2.2.5 Pengepresan
Ekstrak minyak atsiri dengan pengepresan umumnya dilakukan terhadap
bahan beruba biji, buah atau kulit buah yang dihasilkan dari tanaman yang termasuk
famili citrus, karena minyak dari famili tanaman tersebut akan mengalami kerusakan
jika diekstraksi dengan penyulingan. Akibat tekanan pengepresan, maka sel – sel
yang mengandung minyak akan pecah dan minyak akan mengalir kepermukaan
bahan. Beberapa jenis minyak yang dapat diekstraksi dengan cara pengepresan adalah
minyak “ almond” , “ apricot “, “ lemon “, minyak kulit jeruk, “ mandarin “, “ grape
fruit “ dan beberapa jenis minyak lainnya. Berdasarkan tipe, maka alat pengepresan
ada 2 macam tipe , yaitu hydraulic pressing dan expeller pressing.
2.3 Golongan Minyak Atsiri
Berdasarkan atas usul-usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri
dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
a. Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat.
16

b. Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil
propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bersifat kimia, fisika serta
mempunyai bau dan aroma yang khas, demikian pula peranannya sangat besar
sebagai obat. Komponen penyusun minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan
sebagai berikut:
2.3.1 Minyak atsiri hidrokarbon
Minyak atsiri kelompok ini komponen penyusunnya sebagian besar terdiri
dari senyawa-senyawa hidrokarbon, misalnya minyak terpentin diperoleh dari
tanaman-tanaman golongan pinus (famili Pinaceae). Komponen terpentin sebagian
besar berupa asam-asam resin (hingga 90%), ester-ester dari asam-asam lemak, dan
senyawa inert yang netral disebut resena. Terpentin larut dalam alkohol, eter,
kloroform, dan asam asetat glasial dan bersifat optis aktif. Kegunaannya dalam
farmasi adalah sebagai obat luar, melebarkan pembuluh darah kapiler, dan
merangsang keluarnya keringat. Terpentin jarang digunakan sebagai obat dalam.
(Gunawan D, 2004).
2.3.2 Minyak atsiri alkohol
Minyak pipermin dihasilkan oleh daun tanaman poko atau Mentha Piperita
Linn. Daun poko segar mengandung minyak atsiri sekitar 1%, juga mengandung resin
dan tanin. Sementara daun yang telah dikeringkan mengandung 2% minyak permen.
Sebagai penyusun utamanya adalah mentol. Pada bidang farmasi digunakan sebagai
anti gatal, bahan pewangi dan pelega hidung tersumbat. Sementara pada industri
digunakan sebagai pewangi pasta gigi. (Gunawan D, Mulyani S. 2004).
2.3.3 Minyak atsiri fenol
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri fenol. Minyak ini diperoleh dari
tanaman cengkeh yang memiliki nama latin yaitu Eugenia caryophyllata atau
Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae). Bagian yang dimanfaatkan bunga dan
daun. Namun demikian bunga lebih utama dimanfaatkan karena mengandung minyak
atsiri sampai 20%. Minyak cengkeh tersusun eugenol yaitu sampai 95% dari jumlah
minyak atsiri keseluruhan. Selain eugenol, juga mengandung aseton-eugenol,
beberapa senyawa dari kelompok seskuiterpen, serta bahan-bahan yang tidak mudah
menguap seperti tanin, lilin, dan bahan serupa damar. Kegunaan minyak cengkeh
antara lain obat mulas, menghilangkan rasa mual dan muntah. (Gunawan D, Mulyani
S. 2004).
2.3.4 Minyak atsiri eter fenol
Minyak adas merupakan minyak atsiri eter fenol. Minyak adas berasal dari
hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau dari Foeniculum vulgare (famili
Apiaceae atau Umbelliferae). Minyak yang dihasilkan, terutama tersusun oleh
komponen-komponen terpenoid seperti anetol, sineol, pinena dan felandrena. Miyak
adas digunakan dalam pelengkap sediaan obat batuk, sebagai korigen odoris untuk
menutup bau tidak enak pada sediaan farmasi dan bahan parfum. (Gunawan D,
Mulyani S. 2004).
2.3.5 Minyak atsiri oksida
Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi
daun Melaleuca leucadendon L (famili Myrtaceae). Komponen penyusun minyak
atsiri kayu putih paling utama adalah sineol (85%). (Gunawan D, Mulyani S. 2004).
17

2.3.6 Minyak atsiri ester


Minyak gondopuro merupakan atsiri ester. Minyak atsiri ini diperoleh dari
isolasi daun dan batang Gaultheria procumbens L (famili Erycaceae). Komponen
penyusun minyak ini adalah metil salisilat yang merupakan bentuk ester. Minyak ini
digunakan sebagai korigen odoris, bahan farfum, dalam industri permen, dan
minuman tidak beralkohol. (Gunawan D, Mulyani S. 2004).
2.4 Metode Analisis Minyak Atsiri
Salah satu cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan
kromatografi gas (GC). Kromatografi gas adalah tehnik pemisahan suatu
persenyawaan yang mudah menguap didasarkan pada distribusi antara dua fasa yaitu
fasa tetap (stationer) dan fasa bergerak (mobile).
Identifikasikandungan minyak atsiri dari suatu tanaman dapat diketahui
melalui bau dan rasa. Identifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan pemberian
satu tetes asam sulfat pekatpada serbuk buah simplisia akan memberi warna ungu
kemerahan.
Kromatografi gas-cair merupakan cara/ teknik yang paling sesuai untuk
mengidentifikasi minyak atsiri karena dengan cara ini memung-kinkan sekaligus
analisis kualitatif dan kuantitatif. Dalam kromatografi gas, sampel cairan disuntikkan
ke dalam ruang injeksi dengan jarum injeksi melalui klep khusus. Sampel akan
terbawa melalui kolom. Di dalam kolom, sampel akan dipisahkan satu dengan yang
lainnya dan kemudian diteruskan ke detektor berupa signal/isyarat listrik. Selanjutnya
akan direkam berupa pulsa-pulsa di rekorder. Puncak-puncak spektrum tersebut akan
dilewatkan ke spektrometer massa untuk mengetahui massa molekul relatif (Mr) dan
pola fragmen-tasinya (Lafferty, 1988).
Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen
campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi
masing–masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi
gas (Agusta, 2000). Kebanyakan analisis dengan kromatografi gas– spektrometri
massa (GC–MS) dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kualitatif dan kuantitatif.
Kedua analisis tersebut menggunakan spektrometer massa sebagai detektor (Munson,
1991).
Minyak atsiri yang telah murni selanjutnya dianalisis dengan GC-MS untuk
mengetahui komponen golongan senyawa kimia penyusun minyak atsiri. Spektrum
massa yang diperoleh dari sampel minyak atsiri dibandingkan dengan spektrum
massa dari senyawa pembanding yang diketahui dalam database dan telah terprogram
pada alat GC-MS (Sanjaya, 2002).
Untuk komponen kimia pada minyak atsiri dapat ditentukan dengan
menggunakan alat GC-MS (Gas Chromatography - Mass Spectrometry). Adapun cara
pelaksanaannya yaitu, peralatan GC-MS yang akan digunakan untuk GC akan
dioperasikan pada suhu 60 oC selama 4 menit, selanjutnya suhunya dinaikan hingga
menjadi 120 oC dengan kenaikan pada suhu 2 oC per menit. Pada suhu 120 oC
dipertahankan selama 5 menit, selanjutnya dinaikan Kembali suhunya dengan
kenaikan suhu 50oC per menit sampai suhu akhir 290 oC kemudian dipertahankan
selama 10 menit. Untuk laju aliran gas total yang digunakan yaitu 50 ml per menit
dengan slit ratio 1: 30, suhu injektor 300 oC serta jumlah sampel yang akan disuntikan
melalui injektor sebanyak 0,1 μl. Sedangkan untuk MS yang akan digunakan energi
electron sebesar 70 eV dengan accelerating voltage sebesar 1,30 kV. Untuk mass
range yang dideteksi berkisar antara 40-400 μg/mol dengan interval scanning 1 detik
(Nurhaen, 2016).
18

2.5 Kegunaan Minyak Atsiri


Dalam industri farmasi minyak atsiri digunakan sebagai antibakteri, antifungi,
antiseptik, pengobatan lesi, antinyeri, dapat digunakan sangat luas dan spesifik,
khususnya dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri,
antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo dan losion) dalam
industri makanan digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa dalam
industri parfum sebagai pewangi dalam berbagai produk minyak wangi, dalam
industri bahan pengawet bahkan digunakan pula sebagai insektisida. Oleh karena itu,
tidak heran jika minyak atsiri banyak diburu berbagai negara.(Lutony T.L.,Rahmayati
Y., 2000), (Guenther, E., 2000).
2.5.1 Antibacterial dan antifungi
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayatullah dengan menguji daya antifungi
minyak atsiri bawang merah (allium ascalonicum.l) terhadap candida albicans atcc
10231 secara in vitro, didapatkan hasil bahwa Minyak atsiri Bawang Merah
mempunyai daya antifungi yang efektif terhadap Candida albicans pada konsentrasi
20% v/v, 40% v/v, dan 80% v/v. Dengan masing- masing 13.5 mm, 14. 5mm, dan
18mm. Pada hasil mann whitney dengan perbandingan kontrol positif, didapatkan
pada konsentrasi 20% v/v (0.850) p (Asymp.Sig.) > 0.05. Sehingga minyak atsiri
dengan konsentrasi 20% v/v efektif (Hidayatullah, 2012) sebagai antifungi terhadap
Candida albicans ATCC 10231. Minyak atsiri terkenal karena aktivitas
antimikrobanya. penelitian yang dilakukan oleh Chand et al untuk mengevaluasi efek
antimikroba dari lima minyak atsiri dari tanaman obat terpilih yang ditemukan di
Pasifik Selatan, pada bakteri dan jamur pathogen pada manusia yang mempengaruhi
industri pertanian. Metode difusi cakram dilakukan dan diameter zona hambat (mm)
(DZI) menggunakan 0,25, 0,5, 5, 25, 50 dan 100% (v / v) konsentrasi minyak atsiri
dilaporkan. Aktivitas minyak atsiri Cananga odorata terhadap Thermus thermophiles
dan Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri terpilih yang hanya
menunjukkan kerentanan pada konsentrasi terendah (0,25% v / v). Diameter zona
hambat masing-masing adalah 1,60 mm dan 4,20 mm. Efek penghambatan minyak
atsiri Ocimum tenuiflorum L pada konsentrasi tertinggi (100%) menunjukkan DZI
berkisar diatas 14 mm untuk semua bakteri terpilih dan diatas 25 mm untuk semua
jamur terpilih. Efek penghambatan bakteri dan jamur terpilih meningkat dengan
konsentrasi minyak esensial yang lebih kuat. Karenanya, minyak esensial dari
tanaman obat yang ditemukan di Pasifik Selatan memiliki potensi besar untuk sifat
antibakteri dan antijamur (Chand, Jokhan, Gopalan, & Osborne, 2017).
2.5.2 Antioksidan
Minyak atsiri jeruk memiliki berbagai bioaktivitas seperti antioksidan, dengan
banyak aplikasi. Aktivitas antioksidan bergantung pada komposisi kimiawi minyak
atsiri, yang dipengaruhi oleh iklim, tanah, dan wilayah geografis. Dengan demikian,
penyelidikan tentang komposisi kimia dan aktivitas antioksidan minyak atsiri Citrus
di berbagai negara sangat berharga. Dalam studi yang dilakukan oleh Julaeha et al
dengan menyuling minyak atsiri dari kulit jeruk yang ditanam di Indonesia, antara
lain C. nobilis, C. limon, C. aurantifolia, C. amblycarpa, dan Citrus spp. Komposisi
kimiawi minyak atsiri dianalisis menggunakan Gas Chromatography-Mass
Spectrometer (GC -MS), sedangkan aktivitas antioksidan ditentukan dengan
menggunakan metode 2,2-difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH). Selanjutnya, analisis
komponen utama (PCA) diterapkan untuk menjelaskan senyawa penyumbang utama
untuk aktivitas antioksidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua minyak atsiri
memiliki karakteristik kimia yang unik, dengan limonene sebagai penyusun
mayoritas. Untuk aktivitas antioksidan, C. limon dan C. amblycarpa EOs adalah dua
19

yang terkuat, nilai IC50 di bawah 7,00 μL / mL. Pendekatan PCA menunjukkan
bahwa -terpinene terutama berkontribusi pada aktivitas antioksidan tinggi C. limon
dan C. amblycarpa. Selain itu, o-cymene, thymol, p-cymene, dan α-pharnesene
mungkin juga bertanggung jawab atas aktivitas antioksidan C. limon EO (Julaeha,
Dewi, Nurzaman, Wahyudi, & Herlina,2020).
2.5.3 Antiviral
Banyak peneliti telah mempelajari sifat antibakteri, antijamur, antioksidan,
dan antivirus dari Minyak atsiri. Minyak atsiri terbukti aktif melawan berbagai
macam virus, seperti virus influenza (IFV), virus herpes manusia (HSV), virus
imunodefisiensi manusia (HIV), virus demam kuning, dan flu burung(Ma & Yao,
2020). HSV (1 dan 2) diketahui menyebabkan banyak penyakit yang mengancam
jiwa pada manusia dan merupakan salah satu alasan utama kematian pada pasien
dengan imunodefisiensi. HSV-1 terutama bertanggung jawab atas lesi yang diinduksi
HSV di rongga mulut dan epidermis, sedangkan HSV-2 menyebabkan herpes genital,
penyakit menular seksual.
Sebuah studi in vitro yang dilakukan oleh Schnitzler dan rekannya
menunjukkan bahwa minyak lemon balm menghambat pembentukan wabah virus
HSV-1 dan HSV-2 dengan cara yang bergantung pada dosis. Selain itu, pada
konsentrasi yang lebih tinggi, virus hampir sepenuhnya menghapus infektivitas
virus(Paul Schnitzler, 2019). Pra-pengobatan dengan minyak atsiri yang diperoleh
dari illicium verum, Melaleuca alternifolia, Leptospermum scoparium, dan Matricaria
recutita ditemukan menghambat kemampuan infektif dari HSV yang sensitif dan
tahan asiklovir, menunjukkan potensi antivirus yang sangat besar dari minyak atsiri
(P. Schnitzler & Reichling, 2011).
Sifat anti-IFV dari bentuk cair dan uap minyak atsiri yang diperoleh dari
berbagai spesies tumbuhan dipelajari dengan menggunakan teknik in vitro. Uap
minyak atsiri yang diperoleh dari Citrus bergamia, Eucalyptus globulus, dan senyawa
isolasinya, yaitu sitronelol dan eugenol menunjukkan tindakan anti-IFV yang cepat.
Sedangkan dalam bentuk cair, minyak atsiri yang diperoleh dari Cinnamomum
zeylanicum, Citrus bergamia, Cymbopogon flexuosus, dan Thymus vulgaris
menunjukkan sifat anti-IFV yang lebih baik yaitu aktivitas penghambatan 100% pada
3,1 µL / mL dibandingkan dengan yang lain.
Bentuk uap minyak atsiri juga ditemukan aman terhadap lapisan tunggal sel
epitel. Studi tersebut menyimpulkan bahwa minyak atsiri dalam bentuk uap dapat
bermanfaat bagi orang yang menderita influenza (Vimalanathan & Hudson, 2014).
Carvacrol dan isomer timolnya yang diperoleh dari oregano telah terbukti
menghambat fusi sel inang virus melalui penipisan kolesterol virus dari membran
selubung HIV-1, sehingga menghalangi masuknya virus ke dalam sistem inang
(Mediouni et al., 2020).
2.5.4 Antikanker
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker adalah istilah umum
yang digunakan untuk sekelompok besar penyakit yang dapat menyerang bagian
tubuh mana pun, ditandai dengan pertumbuhan sel-sel abnormal di luar batas
biasanya di dalam tubuh (WHO, 2020).
Minyak atsiri dari tanaman aromatik telah diperlakukan sebagai produk yang
mengandung bahan antikanker karena memiliki kemampuan untuk menghambat
perkembangbiakan sel dan menurunkan penyebaran kanker, meningkatkan kualitas
hidup penderita kanker dan mengurangi tingkat penderitaan mereka. Terapi yang
20

dimediasi dengan minyak atsiri dapat digunakan dalam kombinasi dengan terapi
konvensional dalam pengobatan kanker (quimioterapia e radioterapia) (Yang et al.,
2017).
Penelitian oleh Asif et al menyelidiki efek antioksidan dan sitotoksik in vitro
minyak atsiri yang diperoleh dari buah bunga lawang atau Illicium verum. Tiga
konsentrasi minyak atsiri (25, 50, dan 90 μg / mL), 0,5% dimetil sulfoksida dalam
media, dan 5-Fluorourasil (5 μg / mL) digunakan sebagai sampel uji, kontrol negatif,
dan kontrol positif. Minyak atsiri menunjukkan efek antioksidan yang menjanjikan
dalam model DPPH dan FRAP; Analisis GC-MS mengidentifikasi trans-anethole
sebagai salah satu senyawa utama. Diantara garis sel yang diuji, minyak atsiri
menunjukkan sitotoksisitas terbesar terhadap HCT 116, dengan nilai IC50 50,34 ±
1,19 μg / mL. Efek sitotoksik EO yang diperoleh dari ekstrak etanol buah Illicium
verum dalam sel kanker usus besar dapat dikaitkan dengan beberapa mekanisme
seperti pembersihan radikal bebas, induksi apoptosis, dan penghambatan metastasis
tumor, yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Asif et al., 2016).
2.5.5 Antiparasitic
Penelitian yang dilakukan oleh Pillai et al dengan menggunakan buah Pala
(Myristica fragrans Houtt.) yang telah dipelajari memiliki sejumlah sifat
etnofarmakologis. Dalam penelitian ini, minyak atsiri yang diekstrak dari buah pala
diteliti untuk melakukan sitotoksisitas in vitro pada garis sel Vero (garis sel normal)
dan aktivitas anti-parasit terhadap parasit Toxoplasma gondii. Minyak atsiri pala
menunjukkan aktivitas sitotoksik yang sangat rendah terhadap sel Vero dengan nilai
IC 50 sebesar 24.83µg / mL. Pada uji anti-T.gondii in vitro, ekstrak minyak
menunjukkan aktivitas penghambatan yang signifikan dengan nilai EC 50 sebesar
24,45µg / mL. Hasil ini sebanding dengan obat standar klindamisin (EC 50 = 16.57µg
/ mL.). Berdasarkan hasil yang menjanjikan, minyak atsiri pala dapat dipelajari lebih
lanjut mekanisme kerjanya terhadap T.gondii dan untuk mengisolasi senyawa bioaktif
untuk mengobati toksoplasmosis (Pillai, Mahmud, Lee, & Perumal,2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Fang et al dengan melihat komponen kimia
utama minyak atsiri diidentifikasi dengan analisis GC-MS. Bioassay kontak dan
fumigasi dilakukan pada tungau Sarcoptes dari hewan coba babi yang terinfeksi
secara eksperimental. Untuk bioassay kontak, minyak atsiri diencerkan dengan
parafin untuk mendapatkan konsentrasi pada 10%, 5%, dan bahkan 1% untuk yang
paling efisien. Tungau diinspeksi dibawah mikroskop stereomik 10, 20, 30, 40, 50,
60, 90, 120, 150, dan 180 menit setelah kontak. Untuk bioassay fumigasi, kertas
saring diperlakukan dengan 100 μL minyak esensial murni. Tungau diperiksa di
bawah mikroskop stereomik selama 5 menit pertama, dan kemudian setiap 5 menit
hingga 1 jam. Menggunakan bioassay kontak, 1% minyak cengkeh dan palmarosa
membunuh semua tungau dalam waktu 20 dan 50 menit (Fang et al., 2016).
2.5.6 Anti inflamasi
Ada banyak obat yang tersedia untuk mencegah atau meminimalkan
perkembangan peradangan; termasuk obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) dan
kortikosteroid, namun obat – obatan tersebut memiliki beberapa efek sekunder.
Pengobatan tradisional telah digunakan untuk memenuhi tuntutan kesehatan
masyarakat dan saat ini memiliki banyak peluang dalam pelayanan kesehatan.
Minyak atsiri digunakan dalam pengobatan ini untuk mengobati banyak penyakit.
Dalam tinjauan lima tahun terakhir ditemukan .
Sugihartini et al meneliti manfaat minyak atsiri cengkeh (Syzigium
aromaticum) sebagai agen anti inflamasi. Formulasi dalam sediaan O / W jenis krim
21

sangat dibutuhkan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan


untuk mengetahui aktivitas krim sebagai antiradang dengan variasi konsentrasi
minyak atsiri. Krim dibuat dengan metode peleburan dengan variasi konsentrasi
minyak atsiri cengkeh: 2,5%; 5%; 10%. Krim tersebut dievaluasi aktivitas
antiinflamasinya dengan menggunakan uji hewan BALB / c strain tikus yang
sebelumnya telah diinduksi inflamasi dengan minyak kapas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi minyak atsiri cengkeh cenderung
meningkatkan ketebalan lipatan kulit, ketebalan epidermis, jumlah sel inflamasi dan
jumlah sel ekspresi COX-2. Konsentrasi minyak atsiri yang optimal pada krim tipe
O/W sebagai anti inflamasi adalah 2,5% (Sugihartini, Haque, & Yuwono, 2018).
22

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1. Minyak atsiri adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan
kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma
yang khas.
3.1.2. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara lain: metode
penyulingan, meserasi dengan lemak/minyak, ekstraksi dengan pelarut
menguap, ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis, pengepresan.
3.1.3. Komponen penyusun minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai
berikut: minyak atsiri hidrokarbon, alkohol, fenol, eter fenol, oksida, dan
ester.
3.1.4. Salah satu cara identifikasi komponen minyak atsiri adalah dengan
kromatografi gas (GC). Kromatografi gas adalah tehnik pemisahan suatu
persenyawaan yang mudah menguap didasarkan pada distribusi antara dua
fasa yaitu fasa tetap (stationer) dan fasa bergerak (mobile).
3.1.5. Dalam industri farmasi minyak atsiri digunakan sebagai antibakteri, antifungi,
antiseptik, pengobatan lesi, antinyeri, dapat digunakan sangat luas dan
spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri.
3.2 Saran
Pada pembahasan karya tulis ini mungkin masih banyak kekurangan dari
penulis, karena luasnya wawasan ilmu pengetahuan dan informasi yang belum
disebutkan dalam paper atau karya tulis ini dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kami selaku penulis mengharapkan para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun dan bersifat mengembangkan karya tulis kami.
23

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai