Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN GANGGUAN

TRAUMA THORAKS

Di Susun Oleh:

Nama : Marniati Ndekano

NIM : 2008047

Kelompok : V

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEMARANG
2021
BAB I

KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat

gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan

pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma

ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan

gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).

Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang

mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh

pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh

sebab trauma tajam (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein, 2014; Lugo,, et al., 2015).

B. ETIOLOGI

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma

tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan

kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan,

ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,

berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan

riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab

trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat

energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab

trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang

bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010).

Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga

pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal

ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Gallagher, 2014).

C. MANIFESTASI KLINIS

Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,

(2009) yaitu :

1. Temponade jantung

a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus

jantung

b. Gelisah

c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)

d. Pekak jantung melebar

e. Bunyi jantung melemah

f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure

g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead

h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)

2. Hematothorax

a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD

b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)


3. Pneumothoraks

a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas

b. Gagal pernapasan dengan sianosis

c. Kolaps sirkulasi

d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas

yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali

e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

D. PATOFISIOLOGI

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi

pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot - otot

pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negatif dari

intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru - paru selama

inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding

toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,

rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang -

tulang dada dan otot - otot yang terkait. Rongga pleura berada diantara pleura viseral

dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma

toraks. Parenkim paru termasuk paru - paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan

mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel. Mediastinum

termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan

esofagus. Secara normal toraks bertanggungjawab untuk fungsi vital fisiologi

kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan

pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,,

et al., 2015).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,

antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang

terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien - pasien trauma

toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya

dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari

trauma Toraks bertujuan untuk mengembalikan fungsi kardiorespirasi menjadi

normal, menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq, et al., 2010; Eckstein

& Handerson, 2014; Lugo,, et al., 2015).

Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai berat

tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi

yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan

anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi

pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio pulmonum. Trauma yang lebih berat

menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung

(Saaiq et al., 2010; Lugo, et al., 2015 ).

Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat

mengganggu fungsi fisiologis dari sistem respirasi dan kardiovaskuler. Gangguan

sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan

anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi

gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian

pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Saaiq, et al.,
2010; Mattox, et al., 2013; Lugo,, et al., 2015).

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN HASIL

1. Radiologi : foto thorax (AP).

2. Gas darah arteri (GDA), munkin normal atau menurun.

3. Torasintesis : menyatakan darah / cairan serosanguinosa.

4. Hemoglobin : menurun.

5. PaCO2 kadang - kadang menurun

6. Pa O2 normal/menurun

7. Saturasi O2 menurun biasanya.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Photo thorax (pengembangan paru)

2. Laboratorium ( darah lengkap dan astrup)

H. PENATALAKSANAAN

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma

lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of cervical spine, B:

Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability assessment, dan E: Exposure

without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al.,

2015).

Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus

dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang


mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension Pneumotoraks,

pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail

chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah ditangani,

maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail disertai

secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi

kondisi - kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur

diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010;

Lugo, et al., 2015).

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk

intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi utama dalam

menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal

yang sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien

dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas.

Ventilator juga diindikasikan pada pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau

penumotoraks, dan flail chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik (Saaiq, et

al., 2010; Lugo, et al., 2015).

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani

dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto

toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara

klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang

harus segera dilakukan. Luka menghisap pada dada harus segera dioklusi untuk

mencegah berkembangnya tension Pneumotoraks terbuka. Tindakan lainnya seperti

torakostomi tube, torakotomi, dan intervensi lainnya dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).

BAB II

KONSEP PROSES KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret

akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

 Chin lift / jaw trust

 Suction / hisap

 Guedel airway

 Intubasi trkhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral

2. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/melindungi jalan napas, timbulnya

pernapasan yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar

ronchi/aspirasi, wheezing, sonor, stridor/ngorok, ekspansi dinding dada.

3. Circulation

Tekanan darah dapat normal ataupun meningkat, hipotensi terjadi pada

tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distrimia, kulit

dan membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.


4. Disability

Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap

nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.

Adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah:

 Awake : A

 Respon bicara : V

 Respon nyeri : P

 Tidak ada respon : U

5. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua

cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang

belakang, maka imobilisasi in line haru dikerjakan.

B. PENGKAJIAN SEKUNDER

1) Anamnesa

1.Identitas

a. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,

alamat, diagnosa medis, tanggal dan jam masuk.

b. Identitas Penanggungjawab

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan terakhir,

pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.


2. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, factor pencetus, lamanya

keluhan, timbulnya keluhan (bertahap, mendadak), upaya yang dilakukan untuk

mengatasi, factor yang memperberat

3. Riwayat kesehatan lalu

a. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang)

b. Kecelakaan

c. Pernah dirawat

d. Alergi (obat atau lainnya)

e. Imunisasi

4. Riwayat Kesehatan keluarga

1.Susunan kesehatan keluarga

2.Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga

3.Penyakit yang sedang diderita keluarga

2). Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)

1. Kesadaran

Composmentis, somnolen, apatis, stupor, soporo koma, koma

2. Penampilan

Lemah, pucat, dan lain – lain.

3. Vital sign

a. Suhu Tubuh

b. Tekanan Darah

c. Respirasi (jumlah, irama, kekuatan)


d. Nadi (jumlah, irama, kekuatan)

4. Kepala

Bentuk, rambut: warna, kebersihan, rontok, ketombe, dan lain - lain.

5. Mata

Kemampuan penglihatan, ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, konjungtiva

anemis/tidak, sklera ikterik/tidak, alat bantu, adanya sekret.

6. Hidung

Bagaimana kebersihannya, adakah secret, epistaksis, adakah polip, adakah nafas

cuping hidung, pemakaian oksigen.

7. Telinga

Bentuk, hilang pendengaran, alat bantu dengar, serumen, infeksi, tinnitus

8. Mulut dan Tenggorokan

Kesulitan/ gangguan bicara, pemeriksaan gigi, warna, bau, nyeri, Kesulitan

mengunyah/ menelan, posisi trakea, benjolan di leher, pembesaran tonsil,

bagaimana keadaan vena jugularis.

9. Dada

Jantung : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

Paru- paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

10. Abdomen  : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi

11. Genetalia : kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila terpasang

kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area pemasangan

kateter, adanya hemoroid

12. Ekstremitas atas dan bawah


a. Inspeksi kuku, kulit (warna, kebersihan, turgor, adanya edema, keutuhan dll)

b. Capilarry refill

c. Kemampuan berfungsi (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstrimitas

yaitu kekuatan otot, koordinasi gerak dan keseimbangan, penggunaan alat

bantu.

d. Bila terpasang infus : kaji daerah tusukan infus, kaji tanda-tanda infeksi pada

daerah tusukan infus, adanya nyeri tekan yang berlebihan pada daerah

tusukan infus.

13. Kulit

a. Kaji kebersihan, warna, kelembaban, turgor, adanya edema

Bila terdapat luka maka kaji keadaan luka (kebersihan luka, adanya jahitan,

ukuran luka, adanya tanda infeksi pada luka, keadaan balutan luka).

3). Data Penunjang

a. Hasil Pemeriksaan Penunjang

b. Diit yang diperoleh

c. Therapy

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI tahun

2017 :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149)

2. Pola napas tidak efektif (D.0005)

3. Nyeri akut (D.0077)


D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Berikut ini adalah tujuan dan kriteria hasil serta intervensi keperawatan

menurut SLKI 2019 dan SIKI 2018 :

Diagnosa Tujuan &

No Keperawatan Kode Kriteria Hasil Intervensi


1 Bersihan jalan D.0149 Setelah dilakukan Latiha Batuk Efektif

napas tidak tindakan Observasi

efektif keperawatan - Identifikasi

selama 3 X 24 kemampuan batuk

jam maka - Monitor adanya

diharapkan retensi sputum

bersihan jalan - Monitor tanda dan

napas meningkat gejala infeksi saluran

dengan kriteria napas

hasil : - Monitor input dan

- Batuk efektif output cairan

meningkat (misalnya jumlah dan

- Produksi cairan karakteristik)

sputum Terapeutik

menurun - Atur posisi semi

- Mengi fowler atau fowler

menurun - Pasang perlak dan

- Wheezing bengkok di pangkuan


menurun pasien

- Mekonium - Buang sekret pada

(pada tempat sputum

neonatus) Edukasi

menurun - Jelaskan tujuan dan

- Dispnea prosedur batuk

membaik efektif

- Ortopnea - Anjurkan tarik napas

membaik dalam melalui hidung

- Sulit bicara selama 4 detik

membaik ditahan selama 2

- Sianosis detik kemudian

membaik dikeluarkan melalui

- Gelisah mulut dengan bibir

membaik mencucu

- Frekuensi (dibulatkan) selama 8

napas detik

membaik - Anjurkan

- Pola napas mengulangi tarik

membaik napas dalam hingga

tiga kali

- Anjurkan batuk

dengan kuat langsung


setelah tarik napas

dalam yang ke- 3 kali

- Kolaborasi

- Kolaborasi

pemberian mukolitik

atau ekspektoran,

jika perlu
2 Pola nafas tidak D.0005 Setelah dilakukan Manajemen jalan

efektif tindakan napas

keperawatan Observasi

selama 3 X 24 - Monitor pola napas

jam maka (frekuensi,

diharapakan pola kedalaman, usaha

nafas membaik napas)

dengan kriteria - Monitor bunyi napas

hasil : tambahan (mis.

- Ventilasi Gurgling, mengi,

semenit weezing, ronkhi

meningkat kering)

- Kapasitas vital - Monitor sputum

meningkat (jumlah, warna,

- Diameter aroma)

thoraks anterior
Terapeutik
posterior
meningkat
- Pertahankan kepatenan
- Tekanan
jalan napas dengan
ekspirasi
head-tilt dan chin-lift
meningkat
(jaw-thrust jika curiga
- Tekanan
trauma cervical)
inspirasi

meningkat - Posisikan semi-

- Dispnea Fowler atau Fowler

menurun
- Berikan minum hangat
- Penggunaan

otot bantu - Lakukan fisioterapi

pernapasan dada, jika perlu


menurun
- Lakukan penghisapan
- Pemanjangan
lendir kurang dari 15
fase ekspirasi
detik
menurun

- Ortopnea
- Lakukan
menurun
hiperoksigenasi
- Pernapasan
sebelum
purse -lip

menurun - Penghisapan

- Pernapsan endotrakeal

cupyng hidung
- Keluarkan sumbatan
menurun
benda padat dengan
- Frekuensi
forsepMcGill
napas membaik

- Kedalaman - Berikan oksigen, jika

napas membaik perlu

- Ekskursi dada
Edukasi
membaik

- Anjurkan asupan

cairan 2000 ml/hari,

jika tidak

kontraindikasi.

- Ajarkan teknik batuk

efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran,

mukolitik, jika perlu.

Pemantauan
Respirasi

Observasi

- Monitor frekuensi,

irama, kedalaman,

dan upaya napas

- Monitor pola napas

(seperti bradipnea,

takipnea,

hiperventilasi,

Kussmaul, Cheyne-

Stokes, Biot, ataksik0

- Monitor kemampuan

batuk efektif

- Monitor adanya

produksi sputum

- Monitor adanya

sumbatan jalan napas

- Palpasi kesimetrisan

ekspansi paru

- Auskultasi bunyi

napas

- Monitor saturasi
oksigen

- Monitor nilai AGD

- Monitor hasil x-ray

toraks

Terapeutik

- Atur interval waktu

pemantauan respirasi

sesuai kondisi pasien

- Dokumentasikan

hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan

prosedur

pemantauan

Informasikan hasil

pemantauan, jika perlu


3 Nyeri akut D.0077 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri

tindakan Observasi

keperawatan - Identifikasi lokasi,

selama 3 X 24 karakteristik, durasi,

jam maka frekuensi, kualitas,


diharapkan intensitas nyeri

tingkat nyeri - Identifikasi skala nyeri

menurun dengan - Identifikasi respons

kriteria hasil : nyeri non verbal

- Kemampuan - Identifikasi faktor

menuntaskan yang memperberat

aktivitas dan memperingan

meningkat nyeri

- Keluhan nyeri - Identifikasi

menurun pengetahuan dan

- Meringis keyakinan tentang

menurun nyeri

- Sikap protektif - Identifikasi pengaruh

menurun budaya terhadap

- Gelisah respon nyeri

menurun - Identifikasi pengaruh

- Kesulitan tidur nyeri pada kualitas

menurun hidup

- Menarik diri - Monitor keberhasilan

menurun terapi komplementer

- Berfokus pada yang sudah diberikan

diri sendiri - Monitor efek samping

menurun penggunaan analgetik


- Diaforesis Terapeutik

menurun - Berikan teknik

- Perasaan nonfarmakologis

depresi untuk mengurangi

(tertekan) rasa nyeri (mis.

menurun TENS, hipnosis,

- Perasaan takut akupresur, terapi

mengalami musik, biofeedback,

cedera terapi pijat,

berulang aromaterapi, teknik

menurun imajinasi terbimbing,

- Anoreksia kompres

menurun hangat/dingin, terapi

- Perineum bermain)

terasa tertekan - Kontrol lingkungan

menurun yang memperberat

- Uterus teraba rasa nyeri (mis. suhu

membulat ruangan,

menurun pencahayaan,

- Ketegangan kebisingan)

otot menurun - Fasilitasi istirahat dan

- Pupil dilatasi tidur

menurun - Pertimbangkan jenis


- Muntah dan sumber nyeri

menurun dalam pemilihan

- Mual menurun strategi meredakan

- Frekuensi nadi nyeri

membaik Edukasi

- Pola nafas - Jelaskan penyebab,

membaik periode, dan pemicu

- Tekanan darah nyeri

membaik - Jelaskan strategi

- Proses meredakan nyeri

berpikir - Anjurkan memonitor

membaik nyeri secara mandiri

- Fokus - Anjurkan

membaik menggunakan analgetik

- Fungsi secara tepat

berkemih - Ajarkan teknik

membaik nonfarmakologis untuk

- Perilaku mengurangi rasa nyeri

membaik Kolaborasi

- Nafsu makan Kolaborasi pemberian

membaik analgetik, jika perlu

- Pola tidur (I.08238)

membaik
(L.08066)

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book.

Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan 3. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan II. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan II. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.

Anda mungkin juga menyukai