LP Trauma Thorax
LP Trauma Thorax
TRAUMA THORAKS
Di Susun Oleh:
NIM : 2008047
Kelompok : V
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh
sebab trauma tajam (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein, 2014; Lugo,, et al., 2015).
B. ETIOLOGI
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma
tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan
riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat
energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab
trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru - paru yang
bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Saaiq, et al., 2010).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga
pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal
C. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu :
1. Temponade jantung
jantung
b. Gelisah
2. Hematothorax
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas
D. PATOFISIOLOGI
pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot - otot
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru - paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang -
tulang dada dan otot - otot yang terkait. Rongga pleura berada diantara pleura viseral
dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma
toraks. Parenkim paru termasuk paru - paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan
termasuk jantung, aorta / pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan
pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Eckstein & Handerson, 2014; Lugo,,
et al., 2015).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang
terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien - pasien trauma
toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya
dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung. Pengobatan dari
normal, menghentikan perdarahan dan mencegah sepsis (Saaiq, et al., 2010; Eckstein
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma toraks dapat ringan sampai berat
tergantung pada besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi
yang ringan pada dinding toraks berupa fraktur kosta simpel. Sedangkan kerusakan
anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multipel dengan komplikasi
menyebakan robekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada jantung
sistem respirasi dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat tergantung kerusakan
anatominya. Gangguan faal respirasi dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi
gas, perfusi, dan gangguan mekanik alat pernafasan. Salah satu penyebab kematian
pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah (Saaiq, et al.,
2010; Mattox, et al., 2013; Lugo,, et al., 2015).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN HASIL
4. Hemoglobin : menurun.
6. Pa O2 normal/menurun
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
H. PENATALAKSANAAN
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of cervical spine, B:
without causing hypothermia (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015; Unsworth, et al.,
2015).
pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail
chest yang besar. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah ditangani,
maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail disertai
secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan fokus untuk medeteksi
kondisi - kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi aortal, ruptur
diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal (Saaiq, et al., 2010;
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi utama dalam
menangani syok hemorhagik. Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien
dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas.
Ventilator juga diindikasikan pada pasien dengan kontusio paru berat, hemotoraks atau
penumotoraks, dan flail chest yang disertai dengan gangguan hemodinamik (Saaiq, et
toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara
klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang
harus segera dilakukan. Luka menghisap pada dada harus segera dioklusi untuk
torakostomi tube, torakotomi, dan intervensi lainnya dilakukan sesuai dengan kondisi
pasien (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).
BAB II
A. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Suction / hisap
Guedel airway
2. Breathing
pernapasan yang sulit dan atau tidak teratur, suara nafas terdengar
3. Circulation
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, distrimia, kulit
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Awake : A
Respon bicara : V
Respon nyeri : P
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang
B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Anamnesa
1.Identitas
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggungjawab
b. Kecelakaan
c. Pernah dirawat
e. Imunisasi
1. Kesadaran
2. Penampilan
3. Vital sign
a. Suhu Tubuh
b. Tekanan Darah
4. Kepala
5. Mata
6. Hidung
7. Telinga
9. Dada
11. Genetalia : kebersihan daerah genital, adanya luka, tanda infeksi, bila terpasang
kateter kaji kebersihan kateter dan adanya tanda infeksi pada area pemasangan
b. Capilarry refill
bantu.
d. Bila terpasang infus : kaji daerah tusukan infus, kaji tanda-tanda infeksi pada
daerah tusukan infus, adanya nyeri tekan yang berlebihan pada daerah
tusukan infus.
13. Kulit
Bila terdapat luka maka kaji keadaan luka (kebersihan luka, adanya jahitan,
ukuran luka, adanya tanda infeksi pada luka, keadaan balutan luka).
c. Therapy
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2017 :
Berikut ini adalah tujuan dan kriteria hasil serta intervensi keperawatan
sputum Terapeutik
neonatus) Edukasi
membaik efektif
membaik mencucu
napas detik
membaik - Anjurkan
tiga kali
- Anjurkan batuk
- Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspektoran,
jika perlu
2 Pola nafas tidak D.0005 Setelah dilakukan Manajemen jalan
keperawatan Observasi
meningkat kering)
- Diameter aroma)
thoraks anterior
Terapeutik
posterior
meningkat
- Pertahankan kepatenan
- Tekanan
jalan napas dengan
ekspirasi
head-tilt dan chin-lift
meningkat
(jaw-thrust jika curiga
- Tekanan
trauma cervical)
inspirasi
menurun
- Berikan minum hangat
- Penggunaan
- Ortopnea
- Lakukan
menurun
hiperoksigenasi
- Pernapasan
sebelum
purse -lip
menurun - Penghisapan
- Pernapsan endotrakeal
cupyng hidung
- Keluarkan sumbatan
menurun
benda padat dengan
- Frekuensi
forsepMcGill
napas membaik
- Ekskursi dada
Edukasi
membaik
- Anjurkan asupan
jika tidak
kontraindikasi.
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
Pemantauan
Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen
toraks
Terapeutik
pemantauan respirasi
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
tindakan Observasi
meningkat nyeri
menurun nyeri
menurun hidup
- Perasaan nonfarmakologis
- Anoreksia kompres
- Perineum bermain)
membulat ruangan,
menurun pencahayaan,
- Ketegangan kebisingan)
membaik Edukasi
- Fokus - Anjurkan
membaik Kolaborasi
membaik
(L.08066)
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat.
Padang : Medical book.
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam .
yogjakarta : Nuha medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan 3. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan II. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1,
Cetakan II. PPNI. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesa.