Anda di halaman 1dari 144

Efektifitas Terapi Musik pada Pasien Skizofrenia

dengan Halusinasi Pendengaran : A Scoping Review

Aat Sriati1, Devita L.G. Sari2, Reva M. Nugraha3, Nia Rosanti4, Syahla R. Alifiya5, Hanny C. Parwati6,
Khoerunnissa7, Cholilatur Rohmania8, Pradiva Salsabila9

Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung - Sumedang No.KM. 21, Hegarmanah, Kec.
Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Indonesia 45363
*aat.sriati@gmail.com

ABSTRAK

Halusinasi pendengaran adalah halusinasi yang paling sering dialami oleh penderita
gangguan mental. Dilaporkan bahwa 75% orang dengan halusinasi pendengaran menderita
tingkat kecemasan yang tinggi dan 60% dari mereka mengalami gejala depresi yang parah.
Halusinasi pendengaran dapat diatasi dengan pemberian terapi farmakologis dan non-
farmakologis. Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan adalah mendengarkan
musik. Tujuan dari tinjauan literature ini untuk mengetahui keefektifan terapi musik pada
pasien skizofrenia dengan halusinasi pendengaran. Desain yang digunakan adalah literature
review yaitu jenis scooping review. Artikel dikumpulkan dengan menggunakan mesin
pencarian berupa Pubmed, EBSCO, dan Google Scholar. Kriteria artikel yang digunakan
yakni artikel yang diterbitkan tahun 2015-2020, artikel jurnal penelitian menggunakan bahasa
Indonesia dan Inggris yang menggambarkan efektifitas penggunaan terapi musik terhadap
pasien yang mengalami masalah gangguan jiwa berupa halusinasi pendengaran. Berdasarkan
hasil tinjauan literatur didapat 7 studi yang menggambarkan efektifitas penggunaan terapi
musik terhadap tingkat halusinasi pendengaran pasien yang mengalami masalah gangguan
jiwa berupa halusinasi pendengaran, dua dari tujuh studi menggambarkan bahwa pemberian
terapi musik klasik efektif untuk menurunkan tingkat halusinasi pendengaran pada pasien
gangguan jiwa, sedangkan lima studi lainnya menunjukkan bahwa pemberian terapi musik
klasik berpengaruh terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien
skizofrenia, serta terdapat peningkatan kualitas hidup pada pasien skizofrenia. Kesimpulan
dari tinjauan literatur ini terdapat efektifitas antara terapi musik klasik terhadap penurunan
tanda dan gejala, penurunan tingkat halusinasi, dan efek positif terhadap kualitas hidup pada
pasien halusinasi pendengaran, serta meningkatkan fungsi sosial dan meningkatkan
kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia.

Keyword : Auditory Hallucination, Hallucination Levels, Music Therapy.


PENDAHULUAN

Orang yang mengalami gangguan jiwa disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa
(ODGJ). Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa, katanya, ODGJ adalah seseorang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan, yang termanifestasi dalam
sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna. Gangguan jiwa adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa diklasifikasikan dalam bentuk penggolongan diagnosis. Penggolongan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia menggunakan Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Jiwa (PPDGJ).

Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan


450 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%) penduduk
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar tahun 2013, angka rata-rata nasional gangguan
mental emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas yaitu 6%, angka ini setara dengan 14
juta penduduk. Sedangkan gangguan jiwa berat, rata-rata sebesar 0,17% atau setara dengan
400.000 penduduk. Berdasarkan dari data tersebut menunjukkan bahwa data pertahun di
Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Riskesdas, 2013).

Halusinasi adalah perasaan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas dari luar
diri klien terhadap panca indera pada saat klien dalam keadaan sadar atau bangun. Halusinasi
terbagi dalam 5 jenis, yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi
pengecapan, halusinasi perabaan, dan halusinasi pendengaran. Halusinasi pendengaran adalah
halusinasi yang paling sering dialami oleh penderita gangguan mental, misalnya mendengar
suara melengking, mendesir, bising, dan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Individu
merasa suara itu tertuju padanya, sehingga penderita sering terlihat bertengkar atau berbicara
dengan suara yang didengarnya.

Mendengar suara dalam halusinasi pendengaran sering menyebabkan iritabilitas pada


individu, dan berdampak negatif pada kemampuan individu dalam lingkungan kerja,
hubungan sosial, perawatan diri, dan kehidupan sehari-hari (Kanungpairn et al., 2007).
Halusinasi pendengaran meningkatkan tingkat kecemasan dan menyebabkan depresi dan
isolasi sosial pada individu, menyebabkan mereka menyakiti diri sendiri dan orang lain, dan
memperburuk gaya hidup mereka (Buffum et al., 2009; Kanungpairn et al., 2007; Tsai &
Chen, 2006) . Dilaporkan bahwa 75% orang dengan halusinasi pendengaran menderita
tingkat kecemasan yang tinggi dan 60% dari mereka mengalami gejala depresi yang parah
(Kanungpairn et al., 2007). Halusinasi pendengaran tidak hanya menyebabkan situasi akut
seperti merugikan diri sendiri atau orang lain tetapi juga merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien (Trygstad et al., 2002)

Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi.


Terapi nonfarmakologi lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping
seperti obat-obatan, karena terapi nonfarmakologi menggunakan proses fisiologis.Salah satu
terapi nonfarmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik memiliki kekuatan
untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Ketika musik
diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara
kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spritual. Pada zaman modern, terapi musik
banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam
gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis

METODE

Tinjauan literatur dilakukan berdasarkan data empiris yang dipublikasikan secara


umum dari tahun 2015-2020 atau kurang lebih selama 5 tahun kebelakang. Metode yang
digunakan untuk melakukan tinjauan literatur adalah dengan melakukan pencarian melalui
database elektronik di internet setelah merumuskan PICO. Kata kunci (keyword) yang
digunakan untuk mencari jurnal adalah P: Pasien dewasa dengan halusinasi
pendengaran/Auditory Hallucinations OR Hearing Voices, I: Terapi Musik/Music Therapy, C:
-, O: Tingkat Halusinasi/Hallucination Levels. Database yang digunakan dalam pencarian
literatur diantaranya Google Schoolar, PubMed dan EBSCO. Hasil pencarian di EBSCO
dengan kata kunci Auditory Hallucinations OR Hearing Voices AND Music Therapy AND
Hallucination Levels , ditemukan 101 artikel. Melalui Google Schoolar dengan kata kunci
bahasa Inggris yakni Auditory Hallucinations OR Hearing Voices AND Music Therapy AND
Hallucination Levels 2.020 artikel, dengan kata kunci bahasa Indonesia yakni Halusinasi
Pendengaran DAN Terapi Musik DAN Tingkat Halusinasi ditemukan 226 artikel dan melalui
PubMed dengan kata kunci Auditory Hallucinations OR Hearing Voices AND Music
Therapy AND Hallucination Levels ditemukan 477 artikel. Dari banyaknya artikel yang
kami temukan, cara kami untuk menemukan artikel yang tepat adalah dengan melihat
kelayakan berdasarkan kriteria inklusi. Berdasarkan kata kunci intervensi “Terapi
Musik/Music Therapy”, kelompok kami menilai kelayakan dari setiap artikel, yaitu dengan
kriteria jenis penelitian yang dilakukan adalah minimal quasi eksperimental dan merupakan
gambaran efektifitas terapi musik terhadap pasien dengan halusinasi pendengaran yang
diterbitkan dalam bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia. Setelah itu kami menginklusikan
penelitian yang kami dapat sesuai kriteria inklusi yang kami sebutkan sebelumnya.
Berdasarkan pencarian tersebut kami memiliki 7 artikel yang akan dianalisis.

HASIL

Setelah dilakukan proses penyaringan, sebanyak tujuh artikel dimasukkan kedalam
tinjauan literatur, kemudian dilakukan ekstraksi data. Ekstraksi data dilakukan dengan
menganalisa data berdasarkan judul penelitian, nama penulis, tahun, tujuan penelitian,
metode penelitian, jumlah sampel, desain penelitian, hasil dan kesimpulan penelitian. Hasil
esktraksi data dapat dilihat pada tabel.
Ketujuh artikel menggunakan desain penelitian kuantitatif. Diantara literature yang
menggunakan desain kuantitatif, terdapat enam artikel menggunakan desain studi quasi-
eksperimental, dan satu artikel menggunakan desain longitudinal. Instrument yang dipakai
dalam meneliti efektifitas terapi music klasik pada pasien halusinasi pendengaran diantaranya,
Auditory Hallucination Rating Scale (AHRC) yang disusun oleh Gillian Haddock yang terdiri
dari 11 komponen tentang halusimasi pendengaran, Skala Likert, dan Global Assessment of
Functioning Scale (GAF Scale).
Dua dari tujuh studi mengukur keefekktifan pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat halusinasi pendengaran pada pasien gangguan jiwa, sedangkan kelima
studi lainnya mengukur keefektifan dan pengaruh music klasik terhadap penurunan tanda dan
gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia, serta kualitas hidup pasien
skizofrenia.dari ketujuh studi mengenai keefektifan music klasik pada halusinasi dengar
didapatkan hasil bahwa terapi music klasik efektif terhadap penurunan tingkat halusinasi
dengar pada pasien gangguan jiwa, dan terdapat penurunan tanda dan gejala halusinasi pada
pasien skizofrenia, serta dapat menjaga kualitas hidup pada pasien skizofrenia.
Tabel 1. Ringkasan Artikel

Judul Tujuan Metode Sample Design Hasil Kesimpulan

Efektivitas Tujuan Metode penelitian Teknik Penelitian Pada penelitian ini dapat Maka
Terapi Musik penelitian untuk dengan pengambila kuantitatif, disimpulkan pada pretest da ditarik kesimpulan ada
Klasik Terhadap mengetahui pendekatan n sampel menggunak n posttest dengan sampel 22 pengaruh
Penurunan efektivitas terapi one group pre test dalam an pendekat responden memiliki rata - rata sebelum dan sesudah ti
Tingkat musik klasik -post test design penelitian an sebelum (mean= 4,32), ndakan terapi
Halusinasi Pada untuk yaitu dengan car ini Eksperimen standar deviasi sebesar 0,646 musik terhadap penu
Pasien menurunkan a menggunak Semu sedangkan pada posttest runan tingkat
Halusinasi tingkat pengamatan awal an sampel (Quasi dengan sampel 22 responden halusinasi pendengaran
Pendengaran Di halusinasi pada (pretest) dengan Experiment) memiliki rata-rata sesudah pada penderita
Rumah Sakit pasien halusinasi terlebih dahulu s populasi 22 . (mean= 1, 68), standar gangguan jiwa di RSJ
Jiwa Prof. auditori. ebelum responden deviasi sebesar 0,568 denga Prof M. ldrem
Dr.M. Ildrem intervensi,kemudi di Rumah n P-value (0,000) < α Provinsi Sumatera Utar
Medan Tahun an dilakukan Sakit Jiwa 0,05 maka H0 ditolak Ha a dengan nilai
2020 post test Prof. Dr. M. . Diterima yang artinya 0,000 (p < 0.05),
setelah diberika Ildrem terdapat pengaruh sehingga Ha
Penulis : n intervensi Medan. Efektivitas Terapi Musik diterima.
Dian Anggri Hasil Terhadap Penurunan Tingkat
Yanti, Abdi analisis Halusinasi Pendengaran
Lestari Sitepu, statistik pada pasien gangguan
Kuat Sitepu, menggunak jiwa Di RSJ Prof. Dr.M.
Pitriani, Dan an Paired t Ildrem Medan.
Wina Novita Br. test
Purba. menunjukka
n nilai p
sebesar
0,000
artinya
terdapat
keefektifan
dalam
pemberian
terapi musik
klasik untuk
menurunkan
tingkat
halusinasi
pada pasien
halusinasi
auditori.
Efektivitas Penelitian ini Rancangan yang Data dari 5 Desain yang Penelitian yang dilakukan Jadi dapat disimpulkan
Terapi Musik bertujuan untuk digunakan adalah ruang rawat digunakan pada 30 reponden dengan bahwa adanya
Klasik Mozart mengetahui “non equivalent inap Rumah dalam kelompok eksperimen 15 penurunan skor
Terhadap efektivitas terapi control group”, Sakit Jiwa penelitian orang dan kelompok kontrol halusinasi pada
Penurunan Skor musik klasik dalam rancangan Tampan ini adalah 15 orang, didapatkan kelompok eksperimen
Halusinasi Mozart melawan ini kelompok didapatkan desain quasi responden berusia antara 18- yang telah diberikan
Pendengaran halusinasi pada eksperimen diberi jumlah eksperiment 60 dengan mayoritas jenis terapi musik klasik
Pada Pasien pasien intervensi pasien al kelamin laki-laki (73,3%) dan Mozart. Hasil penelitian
Skizofrenia. skizofrenia. sedangkan halusinasi paling banyak berpendidikan ini dapat disimpulkan
kelompok kontrol pada bulan SMP (46,65%) serta bahwa terapi musik
Penulis: tidak diberi januari – kebanyakan responden belum klasik Mozart efektif
Rosiana, intervensi tetapi september menikah (70%). Hasil terhadap penurunan
Jumaini, dan mendapatkan 2017 penelitian ini juga didapatkan skor halusinasi di
Yesi Hasneli N. perawatan seperti sebanyak rata-rata frekuensi dirawat Rumah Sakit Jiwa
yang dilakukan 348 pasien. pasien adalah 2 kali atau lebih Tampan Pekanbaru.
sehari-hari pada Di ruang (90%) dengan rata-rata lama
kelompok Kampar rawat > 30 hari (70,1%). Skor
eksperimen. terdapat 78 halusinasi pada kelompok
Kedua kelompok pasien eksperimen didapatkan nilai
diawali dengan halusinasi, significancy (p value) 0,001
pengukuran diruang atau p value < α (0,05), maka
sebelum Indragiri Ho ditolak. Hal ini berarti ada
pemberian 104 pasien perbedaan antara pretest dan
perlakuan halusinasi, posttest dan terjadi penurunan
(pretest), dan di ruang nilai median pretest dan
setelah pemberian Siak 68 posttest diberikan terapi
perlakuan pasien musik klasik Mozart dari 27
diadakan halusinasi, menjadi 13.
pengukuran di ruang
kembali Sebayang
(posttest). 47 pasien
Instrumen yang halusinasi
digunakan adalah dan di ruang
Auditory Kuantan 51
Hallucination pasien
Rating Scale halusinasi.
(AHRC) yang
disusun oleh
Gillian Haddock
yang terdiri dari
11 komponen
tentang halusinasi
pendengaran.

Efektivitas Tujuan Jenis penelitian Tehnik Desain Hasil analisa statistik Dari penelitian ini dapat
Terapi Musik penelitian ini ini adalah pengambila penelitian menggunakan uji paired t test disimpulkan bahwa ada
Klasik Terhadap untuk penelitian n sampel yang menunjukkan p value sebesar efektivitas antara
Penurunan mengetahui kuantitatif dalam digunakan 0,000 artinya terdapat pemberian terapi musik
Tanda dan efektivitas terapi menggunakan penelitian yaitu efektivitas pemberian terapi klasik terhadap
Gejala pada musik klasik rancangan quasi ini kuantitatif musik klasik terhadap penurunan tanda dan
Pasien terhadap eksperimen menggunak dengan penurunan tanda dan gejala gejala pada pasien
Halusinasi penurunan tanda dengan disain an total rancangan halusinasi pendengaran. halusinasi pendengaran
Pendengaran dan gejala penelitian pre and populasi quasi di ruang rawat inap
halusinasi post test without dengan eksperiment Elang, Merak dan
2017 pendengaran. control. Dalam sampel 30 dengan pre Perkutut RS Jiwa Dr.
penelitian ini responden and post test Soeharto Heerdjan
Wuri Try populasinya di RS Jiwa without Jakarta.
Wijayanto, adalah pasien jiwa dr. Soeharto control.
Marisca dengan masalah Heerdjan
Agustina keperawatan Jakarta.
Gangguan Sensori
Presepsi:
Halusinasi
Pendengaran yang
rawat di ruang
rawat inap di
merak, perkutut
dan elang RS Jiwa
dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta
sejumlah 30
orang.
Sampel yang
terlibat dalam
penelitian ini
adalah semua
pasien dengan
Gangguan Sensori
Presepsi:
Halusinasi
Pendengaran yang
rawat di ruang
rawat inap merak,
perkutut dan
elang RS Jiwa dr.
Soeharto
Heerdjan Jakarta
dengan
menggunakan
total populasi
yaitu sebanyak 30
orang. Sumber
data diperoleh
dari pasien
dengan halusinasi
pendengaran di
ruang rawat inap
merak, perkutut
dan elang RS Jiwa
dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta.
Penelitian ini
dimulai dari bulan
Agustus 2015
sampai dengan
Februari 2016.
Alat pengumpulan
data yang
digunakan adalah
lembar observasi.
Jenis skala
pengukuran yang
digunakan adalah
skala Likert.
Lembar observasi
terdiri dari: data
demografi, cara
melakukan terapi
musik, ceklist
observasi yang
berisikan
pernyataan
tentang tanda dan
gejala halusinasi.
Dalam hal ini
lembar observasi
diisi sebelum
dilakukan terapi
musik klasik dan
setelah dilakukan
terapi musik
klasik.
Analisa yang
digunakan adalah
analisa univariat
digunakan untuk
mendapatkan
gambaran tentang
karakteristik
responden,
mendeskripsikan
tingkat halusinasi
pendengaran
sebelum dan
sesudah dilakukan
terapi musik
klasik dan analisa
bivariat
digunakan untuk
melihat pengaruh
terapi musik
klasik terhadap
tingkat halusinasi
pendengaran pada
pasien halusinasi
dengar.

Pengaruh Terapi Penelitian ini Penelitian ini Dalam Penelitian Hasil penelitian ini Berdasarkan hasil
Musik Klasik bertujuan untuk merupakan penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata penelitian, dapat
Terhadap mengetahui penelitian analitik ini, populasi merupakan kesepuluh pasien skizofrenia disimpulkan bahwa
Perubahan pengaruh terapi dengan yang penelitian memiliki skor GAF Scale terapi musik klasik
Gejala dan musik klasik pendekatan diambil analitik sebelum diterapi musik klasik dapat menurunkan
Fungsi Pada terhadap eksperimental. dengan cara dengan yaitu 51-60, namun setelah gejala yang dirasakan
Pasien Rawat perubahan gejal Subyek penelitian purposive pendekatan diterapi musik klasik terjadi dan meningkatkan
Inap Skizofrenia a dan fungsi pa berjumlah 10 sampling, eksperiment peningkatan skor GAF Scale, fungsi secara umum
di Rumah Sakit da pasien skizo orang pasien yakni pasien al sebanyak 50% menjadi 61-70 pasien skizofrenia yang
Khusus Daerah frenia rawat ina skizofrenia yang rawat inap dan 50% menjadi 71-80. dirawat inap.
Provinsi p bagian subak diambil dengan skizofrenia
Maluku ut di Rumah S teknik purposive di bagian
akit Khusus Da sampling dan subakut
2019 erah Provinsi dikelompokan ditetapkan
Maluku dalam one group ciri-ciri
Svetlana pretest-posttest. khusus yang
Solascriptura Pengumpulan data sesuai
Lewerissa, dilakukan dengan dengan
Sherly Yakobus, cara observasi tujuan
Christiana R. menggunakan penelitian,
Titaley Global pada Rumah
Assessment of Sakit
Functioning Scale Khusus
(GAF Scale) Daerah
sebelum dan Provinsi
sesudah diterapi Maluku
musik klasik
Symphony No 9
karya Ludwig
Van Beethoven,
dalam waktu 30
menit setiap sesi
selama tujuh kali
pada pasien
skizofrenia.

Music Untuk Penelitian ini, Tujuh puluh desain Setelah 1 bulan Sistem saraf pusat
Intervention Mengetahui menggunakan lima subjek longitudinal mendengarkan musik Mozart, manusia secara
Leads to apakah efek desain (56 pasien untuk MTSZ menunjukkan kontinyu memonitor
Increased intervensi musik longitudinal untuk dan 19 menilai efek peningkatan FC di jaringan lingkungan luar tubuh
Insular jangka panjang menilai pengaruh kontrol mendengark dorsal anterior insula (dAI) melalui
Connectivity pada pasien mendengarkan sehat) an musik dan posterior insular (PI), SN. Setelah
and skizofrenia musik Mozart berpartisipa Mozart pada termasuk dAI-ACC, PI-pre / mendengarkan musik,
Improved dapat terhadap insular si dalam konektivitas postcentral cortices, dan peningkatan
Clinical memperbaiki functional penelitian fungsional konektivitas PI-ACC. Namun, representasi dalam
Symptoms in gejala dan konektivitas (FC) ini. Para insular FC yang ditingkatkan ini insula manusia dapat
Schizophrenia perilaku pasien pada pasien pasien (FC) pada menghilang dalam kunjungan memberikan landasan
secara positif skizofrenia. Tiga dengan pasien tindak lanjut setelah 6 bulan. bagi integrasi
2018 melalui puluh enam skizofrenia skizofrenia. Selain itu, regresi vektor sekuensial perasaan
perubahan pasien skizofrenia direkrut dari dukungan pada FC dari dAI- subjektif dan tanggapan
jaringan secara acak dibagi rumah sakit ACC pada awal menghasilkan motivasi terhadap
Hui He, Mi fungsional menjadi dua klinis prediksi yang signifikan dari rangsangan eksternal
Yang, Mingjun insula. kelompok yang Institut Ilmu remisi gejala relatif dalam pada pasien. Selain itu,
Duan, Xi Chen, sama sebagai Otak menanggapi intervensi musik. kami menemukan
Yongxiu Lai, berikut: kelompok Chengdu Lebih lanjut, analisis validasi bahwa model klasifikasi
Yang Xia, intervensi musik (CBSI). mengungkapkan bahwa 1 kelompok MTSZ
Junming Shao, (MTSZ), yang Kriteria bulan intervensi musik dapat memiliki akurasi yang
Bharat B. menerima inklusi memfasilitasi perbaikan FC lebih baik dalam
Biswal, Cheng rangkaian pasien rawat insular pada skizofrenia. analisis klasifikasi,
Luo and intervensi musik 1 inap dalam Bersama-sama, temuan ini yang disebabkan oleh
Dezhong Yao bulan yang penelitian mengungkapkan bahwa jaringan fungsional
dikombinasikan ini adalah korteks insular berpotensi insular yang
dengan obat diagnosis menjadi wilayah penting dinormalisasi. Temuan
antipsikotik, dan primer dalam intervensi musik untuk di atas mungkin
kelompok skizofrenia, pasien skizofrenia, sehingga mencerminkan bahwa
intervensi tanpa menurut meningkatkan gejala intervensi musik dapat
musik (UMTSZ), Structured kejiwaan pasien melalui menormalkan arti-
yang diobati. Clinical normalisasi arti-penting dan penting dan jaringan
hanya dengan Interview jaringan sensorimotor. sensorimotor, serta
obat antipsikotik. for the hubungan antara
Pemindaian DSM-IV jaringan ini. Temuan ini
magnetic Axis I menghasilkan remisi
resonance disorder / yang signifikan pada
imaging (fMRI) versi klinis gejala dan perilaku
keadaan istirahat (SCID-I- positif dalam
dilakukan pada CV), oleh menanggapi
tiga titik waktu dua mendengarkan musik
berikut: baseline, psikiater pada pasien skizofrenia.
1 bulan setelah berpengala
baseline, dan 6 man.
bulan setelah
baseline.
Sembilan belas
peserta sehat
direkrut sebagai
kontrol. Analisis
FC yang
diunggulkan di
subkawasan pulau
dan teknik
pembelajaran
mesin digunakan
untuk memeriksa
perubahan terkait
intervensi.
The Effect of Untuk Penelitian ini Menggunak Quasi Tidak ada perbedaan yang Dalam studi ini, diamati
Music on mengetahui dirancang sebagai an metode Eksperiment signifikan secara statistik bahwa mendengarkan
Auditory pengaruh terapi studi terkontrol simple al antara musik di
Hallucination musik pada secara acak random skor pasien kelompok Nada suara Rast
and Quality of halusinasi dengan pasien sampling eksperimen diperoleh dari memiliki efek positif
Analisis
Life in pendengaran dan yang didiagnosis yang terdiri halusinasi pendengaran dan pada gejala positif dan
Data :
Schizophrenic kualitas hidup dengan dari 28 kualitas hidup mereka kualitas hidup pasien
Data
Patients: A penderita skizofrenia orang tinggal di rumah sakit dan yang mengalami
dianalisis
Randomised skizofrenia (DSM-IV), pasien (14 pada tindak lanjut bulan halusinasi.. Sejalan
menggunak
Controlled mempunyai halusi kelompok keenam dengan hasil ini,
an Paket
Trial nasi pendengaran, eksperimen (p <0, 05). Namun, dalam disarankan agar
Statistik
dirawat di rumah dan 14 kelompok kontrol, ada individu
untuk
2018 sakit di psikiatri kelompok statistik- korelasi negatif yang Penderita skizofrenia
Ilmu Sosial
departemen kontrol) signifikan secara tical antara harus didorong untuk
(SPSS)
Sükran Ertekin Universitas dan dirawat di skor pasien yang diperoleh mendengarkan musik
versi 22.0
Pinar RN, PhD, Rumah Sakit rumah sakit dari halusinasi pendengaran dalam nada suara Rast
perangkat
dan Havva Tel, Negeri (Sivas / dengan dan kualitas hidup saat untuk mengatasi
lunak (IBM,
RN, PhD Turki) antara diagnosis mereka tinggal di rumah sakit halusinasi dan untuk
Chicago,
Januari 2011 dan skizofrenia dan ditindak lanjut bulan menjaga kualitas hidup
IL). Untuk
2013. Penelitian (DSM-IV) keenam (p <0, 05). Sementara mereka.
analisis
dimulai dan pendengaran mereka
dengan pertemuan halusinasi data, saat uji skor halusinasi meningkat
dengan pasien pendengara parametrik selama mereka tinggal di
yang dirawat di n. asumsi rumah sakit, mereka
rumah sakit (Kolmogoro skor domain fisik, mental,
diagnosis v – dan sosial menurun.
skizofrenia pada Smirnov) Namun, pada bulan keenam
hari pertama terpenuhi, ikutan, sementara mereka
rawat inap itu auditori
tion. Pasien yang sampel skor halusinasi meningkat,
setuju untuk berpasangan mental, lingkungan,
berpartisipasi t -test dan skor domain lingkungan
dalam penelitian digunakan, nasional menurun.
ini dibagi menjadi dan ketika
kelompok uji
eksperimen dan parametric
kelompok kontrol asumsi tidak
secara acak. terpenuhi,
uji
Friedman
digunakan
bandingkan
nilai yang
diukur pada
waktu yang
berbeda.
Mencegah-
menambang
koefisien
korelasi
antara
pengukuran,
Analisis
korelasi
Pearson
digunakan.
Tingkat
signifikansi
0, 05 untuk
semua tes
dan kami
juga
menghitung
95%
keyakinan
interval
dence.

Penelitian ini Metode - Desain yang Aspek yang digunakan untuk Terapi musik klasik
Efektivitas
bertujuan untuk pengumpulan data akan observasi ada empat aspek efektif dalam
Pemberian
mengetahui yang digunakan digunakan yaitu bicara sendiri, mengurangi halusinasi
Mozart “Sonata
apakah dalam penelitian dalam menggerakan mulut seperti pendengaran pada
K.331”
pemberian ini adalah penelitian sedang berbicara, mengobrol pasien dengan
Terhadap
musik klasik observasi dan ini adalah dengan benda – benda mati, skizofrenia.
Pengurangan
efektif dalam wawancara. desain satu mata melirik kanan dan kiri
Halusinasi
mengurangi kelompok seolah mencari sesuatu.
Pendengaran
halusinasi (One-Group Teknik analisis data
Pada Penderita
pendengaran Pretest- menggunakan analisis grafik.
Skizofrenia
pada pasien Posttes Ada empat fase dalam
2017 skizofrenia Design) penelitian ini fase A (baseline
awal) dimana dilakukan
Anggi Meidiana pengukuran selama tiga kali,
Widi Sejati fase B dilakukan intervensi
sebanyak delapan kali, fase
A2 disini diberhentikan
intervensinya dan dilakukan
pengukuran kembali dan yang
terakhir fase B2 dilakukan
intervensi kembali sebanyak
delapan kali.
Diperoleh hasil yang dilihat
dari grafik untuk keempat
aspek menujukkan penurunan
intensitas munculnya aspek –
aspek selama subjek
diperdengarkan musik klasik
secara rutin dan jika subjek
tidak diperdengarkan musik
klasik maka subjek kembali
mengalami halusinasi
pendengaran.
PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan oleh Try Wijayanto & Agustina (2017), distribusi
tanda dan gejala halusinasi pendengaran dari 30 responden sebelum dilakukan terapi music
sebanyak 27 (90,0%) responden yang tidakmengalami penurunan tanda dan gejala halusinasi.
Setelah dilakukan terapi musik klasik terjadi penurunan tanda dan gejala halusinasi
pendengaran yakni dari 30 responden yang mengalami halusinasi pendengaran terdapat 27
responden yang sudah mengalami penurunan tanda dan gejala halusinasi dan 3 responden
tidak mengalami penurunan tanda dan gejala halusinasi. Nilai mean perbedaan skor antara
sebelum dan sesudah adalah 5,200 dengan standar deviasi 2,882. Hasil uji statistik didapatkan
0,000 (p < 0, 05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara tanda dan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah terapi musik klasik
atau ada efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi
pendengaran pada pasien halusinasi pendengaran. Hasil yang sama juga didapatkan pada
penelitian yang dilakukan oleh Rosiana et al (2017) yakni terapi musik klasik Mozart efektif
terhadap penurunan skor halusinasi. Pada penelitian yang dilakukan Yanti et al (2020) juga
diketahui bahwa halusinasi pendengaran sebelum diberikan tindakan terapi musik dengan
sample 22 orang didapatkan mean 4.32 dan standar deviation didapatkan 0,646. Dan sesudah
diberikan terapi musik klasik dengan sample 22 orang didapatkan mean 1, 68 dan standar
deviation didapatkan 0,568 yang diartikan terdapat Pengaruh Efektivitas Terapi Musik
Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pendengaran pada pasien gangguan jiwa Di RSJ
Prof. Dr.M. Ildrem Medan. Selain itu penelitian dari Mediana (2017) diperoleh hasil yang
dilihat dari grafik untuk keempat aspek yaitu bicara sendiri, menggerakan mulut seperti
sedang berbicara, mengobrol dengan benda – benda mati, mata melirik kanan dan kiri seolah
mencari sesuatu dan menujukkan bahwa terjadi penurunan intensitas munculnya aspek –
aspek tersebut selama subjek diperdengarkan musik klasik secara rutin dan jika subjek tidak
diperdengarkan musik klasik maka subjek kembali mengalami halusinasi pendengaran (Sejati,
2017).

Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa terapi musik klasik merupakan sebuah terapi
kesehatan yang menggunakan musik klasik yang bertujuan untuk meningkatkan atau
memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan
usia. National Institute of Mental Health (NIMH, 2000) melaporkan prevalensi skizofrenia
antara laki-laki dan wanita adalah sama tetapi dua jenis kelamin tersebut menunjukkan
perbedaan dalam onset pertama timbulnya serangan, laki-laki mempunyai onset skizofrenia
yang lebih awal dari wanita (Simbolon, 2013). Dengan menggunakan musik klasik sebagai
terapi yang diketahui dapat meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif
dan sosial akan membantu mengurangi penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran
responden. Musik juga dapat bersifat preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderita
yang mengalami sosial emosional maupun mental intelegensy (Suryana, 2012). Selain itu
terapi musik juga merupakan suatu proses yang menggabungkan antara aspek penyembuhan
dengan kondisi dan situasi, fisik/tubuh, emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial
seseorang. Musik juga dapat meningkatkan imunitas tubuh, suasana yang ditimbulkan oleh
musik akan mempengaruhi sistem kerja hormon manusia. Jika kita mendengar music yang
baik/positif maka hormon yang meningkatkan imunitas tubuh juga akan berproduksi. Salah
satu manfaat musik sebagai terapi adalah self-mastery yaitu kemampuan untuk
mengendalikan diri. (Natalina, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lewerissa et al (2019), hasil penelitian


menunjukan bahwa terjadi peningkatan fungsi dan penurunan gejala skizofrenia yang
signifikan, setelah mendengarkan musik klasik Symphony No 9 karya Ludwig Van
Beethoven yang diperdengarkan selama 30 menit sebanyak tujuh kali dalam tujuh hari untuk
setiap pasien yang diukur dengan skor GAF Scale meningkat pada tingkat klasifikasi yang
rata-rata dan tinggi. Sebanyak lima pasien yang memiliki skor GAF Scale meningkat menjadi
61-70 (50%) dalam kategori rata-rata dan lima pasien 71-80 (50%) dikategorikan tinggi.
Pasien dengan skor GAF Scale 61-70 masih memiliki gejala ringan yang terlihat adanya
perubahan mood, depresi, dan insmonia ringan, fungsi secara umum cukup baik, hubungan
interpersonal yang cukup berarti, komunikasi relevan, kontak verbal dan mata positif, fungsi
kognitif cukup, kadang berbohong. Pasien dengan skor GAF Scale 71-80 berdasarkan hasil
observasi dan tanya jawab terlihat tenang, kooperatif, gejala halusinasi atau waham sudah
berkurang, dapat berkonsentrasi saat terapi musik klasik, fungsi kognitif baik, komunikasi
baik, dan fungsi secara umum baik.

Waktu yang diperlukan untuk terapi musik klasik sampai menimbulkan pengaruh
belum dapat dipastikan secara pasti, akan tetapi melalui beberapa studi menyarankan bahwa
mendengarkan music klasik selama 25 sampai 90 menit dapat menimbulkan pengaruh
fisiologis pada tubuh. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat
meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan
spritual. Pada zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater
untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan
psikologis. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran dan kemudian melalui
saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi yaitu sistem limbik.
Pada sistem limbik di dalam otak terdapat neurotransmitter yang mengatur mengenai stres,
ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas. Musik dapat mempengaruhi imajinasi,
intelegensi, dan memori, serta dapat mempengaruhi hipofisis di otak untuk melepaskan
endorfin. Pemberian intervensi terapi musik klasik juga membuat seseorang menjadi rileks,
menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa
sakit dan menurunkan tingkat stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan kecemasan.

Penelitian menurut Ertekin Pinar & Tel (2019) bahwa 50% dari pasien dalam
eksperimen kelompok menyatakan bahwa mereka mengalami halusinasi pendengaran
"sesekali" selama enam bulan. Jenis musik dalam rast tonality dapat memberi orang
kegembiraan, kedamaian, vitalitas, kenyamanan, dan kesegaran. Dalam literatur disebutkan
bahwa mendengarkan musik memiliki kelebihan antara lain menghilangkan stres, kecemasan,
dan ketegangan, memperkuat keterampilan koping dan meredakan ekspresi emosi dan pikiran
(Genc¸el, 2006; Tsai & Chen, 2006; Ucan & Ovayolu, 2006). Diperkirakan pasien terus
mendengarkan musik untuk menghindari kecemasan dan stres saat mereka mengalami
halusinasi. Skor pasien dalam kelompok eksperimen yang diperoleh dari karakteristik
halusinasi pendengaran kuesioner dan subskala halusinasi SAPS menurun tetapi tetap tidak
terjadi perubahan setelah dipulangkan. Penelitian ini juga melaporkan bahwa musik memiliki
efek menguntungkan bagi individu karena merangsang emosi, mengurangi kecemasan dan
ketegangan, meningkatkan ikatan sosial dan harga diri, memperkuat keterampilan mengatasi,
dan memungkinkan individu untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka. Skor
pasien di kedua kelompok yang diperoleh dari kuesioner halusinasi pendengaran dan
halusinasi subskala SAPS tinggi saat mereka di dirawat rumah sakit tetapi rendah saat
dipulangkan dan pada tindak lanjut setelah pulang. Namun, 85, 7% pasien dalam kelompok
kontrol yang tidak mendengarkan musik bertekad untuk menggunakan obat non-antipsikotik
generasi baru. Dalam studi yang dilakukan untuk menilai efek terapi musik terhadap kualitas
hidup pasien skizofrenia, Grocke, Bloch, dan Castle (2009) menemukan bahwa
mendengarkan lagu asli pasien yang direkam di studio profesional meningkatkan kualitas
hidup mereka, Hayashi et al. (2002) menentukan hubungan positif yang signifikan antara
pasien mendengarkan musik rakyat dan lagu-lagu populer dan kualitas hidup. Selain itu
dalam penelitian ini juga membahas hubungan yang signifikan antara halusinasi pendengaran
dan skor kualitas hidup yang diperoleh saat pulang dan pada tindak lanjut bulan keenam oleh
pasien yang tidak mendengarkan musik. Berdasarkan hasil Semakin banyak skor halusinasi
pendengaran mereka meningkat selama mereka dirawat di rumah sakit, semakin menurun
skor yang mereka peroleh dari domain fisik, mental, dan sosial dari kualitas hidup. Namun,
pada bulan keenam setelah keluar, semakin meningkat skor halusinasi pendengaran mereka,
semakin banyak skor yang mereka peroleh dari ranah mental, lingkungan, dan lingkungan
nasional kualitas hidup menurun. Pengalaman negatif seperti halusinasi, disfungsi kognitif
dan psikososial, kecacatan, lama dan sering dirawat di rumah sakit, dukungan sosial yang
tidak mencukupi, kesulitan koping, masalah ekonomi, efek samping obat, dan stigma
menurunkan kualitas hidup pasien skizofrenia (Huppert et al., 2001). Oleh karena itu, salah
satu pendekatan psikososial termasuk terapi musik diterapkan untuk meningkatkan kepatuhan
pasien skizofrenia terhadap pengobatan, mencegah rawat inap berulang, serta meningkatkan
fungsi sosial dan kualitas hidup.

Pada penelitian He et al. (2018) yang merupkan penelitian pertama untuk menilai
pengaruh intervensi musik jangka panjang pada sirkuit saraf insular pada pasien skizofrenia.
Konsisten dengan penelitian sebelumnya, pasien skizofrenia menggambarkan disfungsional
konektivitas insular, dalam penelitian ini setelah mendengarkan musik sonata Mozart, terjadi
efek peningkatan positif pada FCs insular bawah yang abnormal (dalam jaringan dAI dan PI)
menggunakan analisis klasifikasi korelasi dan pola. Kemudian temuan utama dari analisis
SVR menunjukkan bahwa konektivitas fungsional (FC) dari dAI kiri dengan ACC pada awal
dapat memprediksi peningkatan gejala psikiatri pada pasien yang menerima intervensi musik.
Namun, pada investigasi tindak lanjut 6 bulan menunjukkan efek mendengarkan musik telah
lenyap. Pada pasien dengan skizofrenia, respon stimulus eksternal yang abnormal merupakan
pusat psikopatologi, melemahkan kognisi sosial dan regulasi emosi, yang terkait dengan
fungsi sosial yang buruk (Couture et al., 2006). Defisit struktural dan fungsional di insula
telah terlibat pada pasien dengan skizofrenia untuk pemrosesan respons yang terganggu
(Shepherd et al., 2012). DAI memainkan peran penting dalam SN, yang memiliki keterlibatan
luas dalam deteksi dan pemrosesan peristiwa penting (Chang et al., 2013), selain
hubungannya dengan menandai objek yang memerlukan pemrosesan lebih lanjut dengan
mengintegrasikan rangsangan eksternal dengan homeostasis internal. Pada skizofrenia, fungsi
abnormal dari insula anterior terlibat dalam halusinasi (Wylie dan Tregellas, 2010). Dalam
grup yang mendengar musik sonata Mozart, setelah mendengarkan musik sonata Mozart,
ditemukan bahwa intervensi musik jangka panjang secara positif dapat meningkatkan
konektivitas fungsional (FC) rendah yang tidak normal antara dAI dan ACC. Selain itu,
mendengarkan musik dapat membangkitkan perasaan emosional, seperti kedamaian,
ketakutan dan kegembiraan. Efek ini dapat dikaitkan dengan kemampuan musik untuk
mengubah jaringan fungsional otak yang terkait dengan pemrosesan rangsangan emosional
eksternal (Brattico et al., 2013; Zatorre dan Salimpoor, 2013).

KESIMPULAN

Dari ketujuh artikel yang penulis analisis mengenai keefekktifan pemberian terapi
musik klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi pendengaran pada pasien gangguan jiwa
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada efektivitas antara pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan
gejala pada pasien halusinasi pendengaran
2. Ada pengaruh sebelum dan sesudah tindakan terapi musik terhadap penurunan tingkat
halusinasi pendengaran pada penderita gangguan jiwa.
3. Mendengarkan musik klasik memiliki efek positif pada gejala positif dan kualitas
hidup pasien yang mengalami halusinasi.
4. Salah satu pendekatan psikososial termasuk terapi musik diterapkan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien skizofrenia terhadap pengobatan, mencegah rawat
inap berulang, serta meningkatkan fungsi sosial dan kualitas hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Andri, J., Febriawati, H., Panzilion, Sari, S. N., & Utama, D. A. (2019). Implementasi
Keperawatan Dengan Pengendalian Diri Klien Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia.
Jurnal Kesmas Asclepius (JKA), 1(2), 146–155.

Ertekin Pinar, S., & Tel, H. (2019). The Effect of Music on Auditory Hallucination and
Quality of Life in Schizophrenic Patients: A Randomised Controlled Trial. Issues in
Mental Health Nursing, 40(1), 50–57. https://doi.org/10.1080/01612840.2018.1463324

He, H., Yang, M., Duan, M., Chen, X., Lai, Y., Xia, Y., Shao, J., Biswal, B. B., Luo, C., &
Yao, D. (2018). Music intervention leads to increased insular connectivity and improved
clinical symptoms in schizophrenia. Frontiers in Neuroscience, 11(JAN), 1–15.
https://doi.org/10.3389/fnins.2017.00744

Lewerissa, S. S., Yakobus, S., Titaley, C. R., Solascriptura. I., Yakobus, S., Kj, S., Titaley, C.
R., (2019). Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Dan Fungsi Pada
Pasien Rawat Inap Skizofrenia Di RumahSakit Khusus Daerah Provinsi Maluku.
Pattimura Medical Review. 1(2), 31–44.

Rosiana, Jumaini, & Hasneli, Y. (2013). Efektivitas Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap

Sejati, A. M. W. (2017). Efektivitas Pemberian Mozart “Sonata K.331” Terhadap


Pengurangan Halusinasi Pendengaran Pada Penderita Skizofrenia.

Try Wijayanto, W., & Agustina, M. (2017). Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tanda dan Gejala pada Pasien Halusinasi Pendengaran. Jurnal Ilmu
Keperawatan Indonesia, 7(1), 189–196.

Yanti, D. A., Sitepu, A. L., Sitepu, K., Novita, W., & Purba, B. (2020). Efektivitas Terapi
Musik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Ganguan Jiwa
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.M. Ildrem. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi. 3(1).
LAMPIRAN
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT


HALUSINASI PENDENGARAN PADA PASIEN GANGUAN JIWA
DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR.M. ILDREM

DIAN ANGGRI YANTI1, ABDI LESTARI SITEPU2, KUAT SITEPU3,


PITRIANI4, WINA NOVITA Br. PURBA5

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM


1,2,3,4,5

Jl. Sudirman No.38 Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang


e-mail: diananggriyanti87@gmail.com
DOI : 10.35451/jkf.v3i1.527

Abstract
Increased illness causes problems in the health field one misbehaving in the
from of auditory hallucinations. This can be overcome with pharmacological
and non-pharmacological therapies. Non pharmacological therapy which can
be used in the form of classical music therapy. Research objectives the
effectiveness of classical music therapy to decrease the level of hallucinations
in patients with auditory hallucinations. Type of this research is quantitative
research uses quasi-experimental design with design research pre and post
test without control. Sampling techniques in this study using a sample with a
population of 22 respondents at Mental Hospital Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
The results of statistical analysis using the Paired t test indicates p value of
0,000 means that there is effectiveness in the administration of classical music
therapy to decrease the level of hallucinations in patients with auditory
hallucinations. The result is expected of music therapy to be one nursing
intervention to decrease level hallucination with auditory of hallucination.

Keywords: Patients with hallucination, music therapy, level of auditory


Hallucination.

1. PENDAHULUAN untuk komunitasnya, namun jika


World Health Organization (WHO) kondisi perkembangan individu
2018 menyatakan kesehatan jiwa tersebut tidak sesuai disebut gangguan
adalah ketika seseorang dalam jiwa (UU No.18 tahun 2014).
keadaan sehat dan bisa merasakan American Psychiatric Association
kebahagiaan serta mampu dalam (APA) Gangguan jiwa adalah suatu
menghadapi tantangan hidup, bersikap sindrom atau psikologis atau pola
positif terhadap diri sendirii maupun perilaku secara klinis, yang terjadi pada
orang lain, dan bisa menerimaa orang individu dan dihubungkan dengan
lain sebagimana mestinya. Selain itu, adanya distress, disabilitas atau
dikatakan kesehatan jiwa adalah disertai adanya peningkatan resiko
dimana kondisi seorang individu yang bermakna seperti kehilangan
berkembangg secara fisik, mental, kebebasan, ketidakmampuan,
spiritual, dan sosial sehingga menyebabkan sakit atau bahkan
menyadari kemampuan sendiri, mampu kehilangan nyawa (Prabowo, 2016).
mengatasi tekanan, bekerja secara Berdasarkan fenomena saat ini
produktif, dan memberikann kontribusi kejadian gangguan jiwa jenis halusinasi

125
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

semakin meningkat. Bentuk persepsi National Association for Music


atau pengalaman indera yang tidak Therapy (NAMT) merupakan organisasi
distimulasi terhadap reseptornya profesional tahun 1950 didirikan
dikenal sebagai gangguan jiwa melalui kolaborasi para terapis musik
halusinasi, yang bisa menimbulkan yang bekerja secara khusus menangani
dampak seperti histeria, kelemahan, pasien yang terdiri dari para veteran
ketidakmampuan mencapai tujuan, perang, penderita gangguan mental,
rasa takut berlebihan, pikiran yang gangguan halusinasi pendengaran dan
buruk serta risiko tindak kekerasan jika penglihatan, dan sebagai populasi
tidak ditangani dengan segera pasien psikiatri. Perkembangan baru
(Rahmawati, 2014). Upaya Pemerintah selanjutnya tahun 1998, NAMT
dengan melakukan pendekatan melakukan kerja sama dengan
manajemen pelayanan kesehatan jiwa organisasi terapi musik lain dan
berbasis komunitas melalui bersatu di bawah nama American Music
pemberdayaan masyarakat untuk Therapy Association (AMTA) sampai
penanganan masalah ganguan jiwa saat ini. Terapi musik diberikan untuk
selama ini belum berhasil dengan membangkitkan gelombang otak alfa
maksimal (Ersida, Hermansyah, & yang dapat memberikan rasa relaksasi
Muriawati, 2016). sehingga menimbulkan perilaku yang
WHO (2018) mengatakan tenang bagi penderita gangguan jiwa
prevalensi kejadian gangguann mental jenis halusinasi sehingga menurunkan
mental kkronik dan parah yang risiko timbulnya dampak dari tingkat
menyerang 21 jutaa jiwa dan secara stresor (Hartin Saidah, Eko Agus
umum terdapat 23 juta jiwa di seluruh Cahyono, 2016).
dunia, ≥ 50% jiwa dengan skizofrenia Terapi musik merupakan salah satu
tidak menerima pperawatan yang bentuk dari teknik relaksasi yang
ttepat, 90% jiwa dengan skizoprenia tujuannya untuk memberikann rasa
yang tidak diiobati tinggal di Negara tenang, membantu mengendalikan
dengan penghasilan rendah dan emosi serta menyembuhkan gangguan
menengah. Prevalensi pasien dengan psikologi. Terapi musik ini juga
gangguan jiwa di Indonesia tahun 2013 digunakan oleh psikolog dan psikiater
sebanyak 1,7 per mil dan terjadi dalam mengatasi berbagai macam
peningkatan jumlah menjadi 7 per mil gangguan jiwa dan juga gangguan
tahun 2018 (Riskesdas, 2018). psikologis. Tujuan terapi musik adalah
Halusinasi adalah salah satu gejala memberikan relaksasi pada tubuh dan
gangguan persepsi sensori yang pikiran penderita, sehingga
dialami oleh penderita gangguan jiwa berpengaruh terhadap pengembangan
(Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni, diri, dan menyembuhkan gangguan
2013). Halusinasi merupakan distorsi psikososialnya (Purnama, 2016).
persepsi palsu yang terjadi pada respon Musik memiliki 3 komponen penting
neurobiologist maladaptive, penderita yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat
sebenarnya mengalami distorsi sensori atau disebut juga dengan ketukan
sebagai hal yang nyata dan mempengaruhi tubuh, ritme dapat
meresponnya. Diperkirakan ≥ 90% mempengaruhi jiwa, sedangkan
penderita gangguan jiwa jenis harmoni dapat mempengaruhi roh
halusinasi. dengan bentuk yang (Sulahyuningsih, 2016). Ekawati
bervariasi tetapi sebagian besarnya (2013) menyatakan bahwa musik
mengalami halusinasi pendengaran dapat berfungsi meningkatkan vitalitas
yang dapat berasal dari dalam diri fisik individu, menghilangkan
individu atau dari luar individu kelelahan, meredakan kecemasan dan
tersebut, suara yang didengar bisa ketegangan, membantu meningkatkan
dikenalnya, jenis suara tunggal atau konsentrasi, memperdalam hubungan,
multiple yang dianggapnya dapat memperat persahabatan, merangsang
memerintahkan tentang perilaku kreativitas, kepekaan, dan dapat
individu itu sendiri (Yosep & Sutini, memperkuat karakter serta perilaku
2016). yang positif. Federasi Terapi Musik

126
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

Dunia (WMFT) tahun 1996 dalam orang sudah dipulangkan kepada


(Djohan, 2005) mengungkapkan bahwa keluarga.
terapi musik dengan penggunaan Berdasarkan angka kejadian diatas
musik atau elemen musik (suara, membuktikan bahwa masih banyak
irama, melodi, dan harmoni) oleh penderita gangguan jiwa dengan
seorang terapis musik untuk proses masalah utama halusinasi pendengaran
membangun suatu komunikasi, yang dapat menyebabkan kecemasan,
meningkatkan relasi interpersonal, perilaku bunuh diri, menciderai diri
belajar, meningkatkann mobilitas, sendiri maupun orang lain. Oleh karena
membantu mengungkapkan ekspresi, itu, penulis ingin melakukan penelitian
menata diri serta untuk mencapai yang berjudul “Efektivitas terapi musik
berbagai tujuan terapi lainnya. terhadap penurunan tingkat halusinasi
Berbagai jenis terapi musik pendengaran pada pasien gangguan
digunakan untuk bermacam kondisi jiwa di RSJ PROF. Dr. M. ILDREM
termasuk gangguan kejiwaan, masalah Medan”
medis, kondisi cacat fisik, gangguan
sensorik, cacat perkembangan, 2. METODE
masalah penuaan, untuk meningkatkan Penelitian ini adalah penelitian
konsentrasi belajar, mendukung
kuantitatif, menggunakan pendekatan
latihann fisik, mengurangi stres serta
kecemasan (Chandra & Gama, 2014). Eksperimen Semu (Quasy Experiment).
Studi mengenai kesehatan jiwa, Penelitian Quasi Eksperiment adalah
menunjukkan bahwa adanya terapi penelitian yang menguji coba suatu
musik sangat efektif dalam meredakan intervensi pada sekelompok subyek
kegelisahan dan stres, membantu dengan atau tanpa kelompok
mendorong perasaan rileks serta pembanding. Metode penelitian dengan
meredakan depresi individu. Terapi
pendekatan one grup pre test-post test
musik dapat membantu seseorang
dengan masalah emosional untuk design yaitu dengan cara pengamatan
mengeluarkan perasaan, membuat awal (pretest) terlebih dahulu sebelum
perubahan positif, membantu dalam intervensi, kemudian dilakukan post
memecahkan masalah serta test setelah diberikan intervensi
memperbaiki masalah (Amelia & (Sugiono, 2013).
Trisyani, 2015). Penelitian ini yang akan
Angka prevalensi gangguan jiwa diidentifikasi adalah eksperimen antara
menurut Dinas Kesehatan Sumatera
variabel independen yaitu musik
Utara (DINKES SUMUT, 2019) terdapat dengan variabel dependen yaitu
sebanyak 20.388 orang dengan halusinasi pendengaran. Hal ini
gangguan jiwa (ODGJ) berat yang
dilakukan oleh peneliti selama 7 hari
berisiko mendapatkann perilaku yang setiap pagi dan sore hari. Akhir
salah di SUMUT. September 2019, perlakuan diberikan pada hari ke 7 dan
banyak yang mengalami pemasungan halusinasi pendengaran diobservasi
sekitar 428 orang. Dari jumlah yang kembali.
dipasung ini, sebanyak 353 orang
sudah mendapatkan pelayanan dan 40
3. HASIL
orang sudah dipulangkan. Selain itu,
jumlah ODGJ yang sudah berobat ke Berdasarkan hasil penelitian yang
Puskesmas ada sebanyak 4.139 orang. menjadi responden adalah pasien
Angka prevalensi gangguan jiwa halusinasi pendengaran di RSJ
menurut survey pendahuluan yang Prof.Dr.M.Ildrem Medan. Responden
saya lakukan diapat data dari RSJ penelitian ini berjumlah 22 orang yang
PROF. Dr. M. ILDREM Medan sebanyak akan didistribusikan berdasarkan jenis
28 orang yang mengalami halusinasi kelamin dan umur.
pendengaran, dan 15 (4,2%) orang
sudah mendapatkan pelayanan, dan 2

127
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

Tabel 3.1 Distibusi Karakteristik N Tingkat Mean N Persentase


o Halusinasi (%)
Responden Halusinasi Pendengaran
berdasarkan jenis kelamin dan 1 sebelum 4.32 22 0.646
terapi
umur Di RSJ Prof. Dr.M.Ildrem
Medan. 2 Sesudah 1,68 22 0.568
terapi
No. Jenis Frekuensi Persentase
Kelamin (f) (%)

1 Laki-Laki 14 63,6 Berdasarkan Tabel 3.2 dapat diketahui


bahwa halusinasi pendengaran
2 Perempuan 8 36,4 sebelum diberikan tindakan terapi
musik dengan sample 22 orang
Jumlah 22 100,0 didapatkan mean 4.32 dan standar
deviation didapatkan 0,646. Dan
No. Umur Frekuensi Persentase
(f) (%)
sesudah diberikan terapi musik klasik
dengan sample 22 orang didapatkan
1 41-50 14 63,6
Tahun mean 1,68 dan standar deviation
2 30-40 8 36,4 didapatkan 0,568.
Tahun

Jumlah 22 100,0 3.3 Analisa Bivariat


Analisa bivariat dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara variable bebas dengan variable
Berdasarkan Tabel 3.1 hasil penelitian
terikat secara independen. Untuk
diperoleh informasi bahwa mayoritas
mengetahui hubungan antara variable
responden di RSJ Prof.dr. M. Ildrem
bebas dan variable terikat secara
Medan mayoritas responden berjenis
independen dalam penelitian ini
kelamin laki-laki 14 orang (63,6%)
dilakukan dengan uji Paired Sample T-
danminoritasberjeniskelaminperempuan
Test.
8 orang (36,4%). Berdasarkan umur
dapat diketahui bahwa dari 22
Tabel 3.3 Distibusi Frekuensi Dan
responden mayoritas berumur 41-50
Persentase Terapi Musik Terhadap
Tahun sebanyak 14 orang (63,3%) dan
Penurunan Tingkat Halusinasi
minoritasberumur30-40 Tahun sebanyak
Pendengaran Di RSJ Prof.
8 orang (36,4%).
Tindakan N Mean Std. Min Max Nilai
pemberian Deviation P
Terapi
3.2 Analisa Univariat Musik

Tingkat halusinasi sebelum diberikan


terapi musik merupakan rata-rata hasil Pre
pemberian
2
2
4, 32 ,646 3,00 5,00

ukur yang dilakukan sebelum diberikan Terapi Musik

intervensi. Berdasarkan hasil penelitian ,000


Post 2 1,68 ,568 1,00 4,00
dengan menggunakan observasi yang pemberian 2
Terapi Musik
telah dilakukan di RSJ Prof.M.Dr.Ildrem
dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai Dr.M.Ildrem Medan
berikut:

Tabel 3.2 Distibusi Frekuensi


sebelum dan sesudah terapi musik Berdasarkan tabel 3.3 diatas
pada penderita halusinasi dengan menggunakan Wilcoxon
pendengaran Di RSJ Prof.Dr.M. dikarenakan data tidak berdistribusi
Ildrem Medan normal. pada penelitianini dapat
disimpulkan pada pretest dan posttest
dengan sampel 22 responden memiliki
rata-rata sebelum (mean= 4,32),
standar deviasi sebesar 0,646

128
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

sedangkan pada posttest dengan


sampel 22 responden memiliki rata-
rata sesudah (mean= 1,68), standar Sebelum dan sesudah terapi musik
deviasi sebesar 0,568 dengan P-value pada penderita halusinasi
(0,000) < α 0,05 maka H0 ditolak Ha pendengaran Di RSJ Prof.Dr.M.
diterima yang artinya terdapat Ildrem Medan
pengaruh Efektivitas Terapi Musik Dapat diketahui bahwa halusinasi
Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi pendengaran sebelum diberikan
Pendengaran pada pasien gangguan tindakan terapi musik dengan sample
jiwa Di RSJ Prof. Dr.M. Ildrem Medan. 22 orang didapatkan mean 4.32 dan
standar deviation didapatkan 0,646.
4. PEMBAHASAN Dan sesudah diberikan terapi musik
klasik dengan sample 22 orang
Karakteristik Responden didapatkan mean 1,68 dan standar
Halusinasi Pendengaran deviation didapatkan 0,568.
Frekuensi Dan Persentase
berdasarkan jenis kelamin dan
Terapi Musik Terhadap Penurunan
umur Di RSJ Prof. Dr.M.Ildrem Tingkat Halusinasi Pendengaran Di
Medan. RSJ Prof. Dr.M.Ildrem Medan
Penelitian ini dilakukan pada pasien Berdasarkan hasil penelitian dengan
yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof menggunakan Wilcoxon pada penelitian
M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara ini dapat disimpulkan pada pre-test dan
sebanyak 22 pasien dan pada post-test dengan sampel 22 responden
penelitian yang dilakukan pada 22 memiliki rata-rata sebelum (mean=
pasien mengenai pemberian terapi 4,32), standar deviasi sebesar 0,646
musik diruang inap rumah sakit jiwa sedangkan pada post-test dengan
berdasarkan sosiodemografi yang sampel 22 responden memiliki rata-
meliputi dapat diketahui karakteristik rata sesudah (mean= 1,68), standar
responden berdasarkan jenis kelamin deviasi sebesar 0,568 dengan P-value
mayoritas laki-laki sebanyak 14 orang (0,000) < α 0,05 maka H0 ditolak Ha
(63,6%) dan mayoritas perempuan 8 diterima yang artinya terdapat
orang (36,4%) ,dapat diketahui Pengaruh Efektivitas Terapi Musik
responden usia 30-40 tahun 8 orang Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi
(36,4%) , usia 41-50 tahun 14 orang Pendengaran pada pasien gangguan
(63,6%). jiwa Di RSJ Prof. Dr.M. Ildrem Medan.
Hasil penelitian yang telah Penelitian Hendricks (2010) dengan
dilakukan Damayanti, Jumaini, & Utami judul a study of the use of music
(2014) di RSJ Tampan yaitu 23 orang therapy techniques in a group for the
dari 34 orang responden adalah treatment of adolescent depression
berjenis kelamin laki-laki dengan menunjukkan bahwa penggunaan
jumlah 67,6% dan 11 orang responden teknik terapi musik berkorelasi positif
lainnya dengan jenis kelamin dengan pengurangan skor depresi
perempuan yaitu 32,4%. dengan adanya perbedaan yang
Rata-rata penderita gangguan jiwa signifikan (p <0,0001) antara
dengan masalah diagnosa utama kelompok yang menggunakan teknik-
halusinasi pendengaran yang menjalani teknik terapi musik dan kelompok yang
pengobatan di RSJ adalah berjenis tidak menggunakan teknik terapi
kelamin laki-laki dimana sering terjadi musik. Stuart (2016) mengungkapkan
perubahan peran dan adanya bahwa mendengarkan musik yang
penurunan interaksi soasial serta dipilih sendiri setelah terpapar stressor
karena kehilangan pekerjaan, hal inilah dapat menyebabkan terjadinya
yang menyebabkan laki-laki lebih pengurangan kecemasan, kemarahan,
rentan untuk mengalami gangguan dan membuat sistem saraf simpatis
mental hingga sampai depresi bergairah, dapat meningkatkan
(Damayanti, Jumaini, & Utami, 2014). relaksasi dibandingkan dengan yang
duduk diam saja.

129
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

Ekawati. Asuhan Keperawatan Jiwa


pada Nn. S dengan perubahan
5. KESIMPULAN persepsi sensori halusinasi
pendengaran di RSJ daerah
Berdasarkan hasil penelitian
Surakarta, 2013.
terhadap 22 responden di RSJ Prof M.
Ersida, Hermansyah & Muriawati, E.
Ildrem Provinsi Sumatera Utara dapat
Home Visite Perawat dan
disimpulkan bahwa, karakteristik
Kemandirian Keluarga dalam
responden pada penelitian ini
Perawatan halusinasi pada
berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis
pasien skizofrenia. Jurnal Ilmu
kelamin laki-laki terdapat sebanyak 14
Keperawatan, Volume 4 Tahun
orang (63,6%), dan jenis kelamin
2016.
perempuan sebanyak 8 orang (36,4%).
Djohan. Psikologi Musik. Yogyakarta:
Karakteristik responden berdasarkan
Buku Baik, 2005.
usia, yaitu usia 30-40 tahun sebanyak
Keliat, B. A., Akemat, Helena, C., &
8 orang (36,4%), usia 41-50 tahun
Nurhaeni, H. Keperawatan
sebanyak 14 orang (63,6%).
kesehatan jiwa komunitas:
Untuk analisis Bivariat didapat hasil
CMHN (basic course). Jakarta:
berdasarkan uji Paired Sample T-Test
EGC; 2012
terdapat perbedaan yang signifikan
Prabowo, E. Konsep dan Aplikasi
Antara sebelum dan sesudah dengan
Asuhan Keperawatan Jiwa.
hasil nilai sebelum dilakukan tindakan
Yogyakarta: Nuha Medika Tahun
terapi musik klasik meliputi nilai mean
2016.
adalah 4,32 , nilai standar deviation
Purnama, G., Yani, D.I., & Sutini, T.
adalah ,646, nilai minimum adalah 3,
Gambaran Stigma MAysrakat
nilai maximum 5, dan nilai sesudah
Terhadap Klien Gangguan Jiwa.
dilakukan tindakan terapi musik klasik:
Jurnal Pendidikan Keperawatan
nilai mean adalah 1,68, nilai standar
Indonesia, 2(1), 29-37 Tahun
deviation adalah ,568, nilai minimum
2016.
adalah 1, nilai maximum 4. Maka
Rahmawati, Y. Asuhan Keperawatan
ditarik kesimpulan Ada pengaruh
pada Ny. L dengan gangguan
sebelum dan sesudah tindakan terapi
sensori persepsi : halusinasi
musik terhadap penurunan tingkat
pendengaran di RSJ daerah
halusinasi pendengaran pada penderita
Surakarta. Skripsi. Diakses dari
gangguan jiwa di RSJ Prof M. Ildrem
http://eprints.ums.ac.id
Provinsi Sumatera Utara dengan nilai
Riset Kesehatan Dasar. Riset kesehatan
0,000 (p < 0.05), sehingga Ha
dasar (riskesdas) 2018..
diterima.
sumatera utara: Depkes RI;
2018.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiono. Metode penelitian Kuantitatif,
Amelia, D. & Trisyani, M. Terapi music Kualitatif dan R7D. Bandung:
terhadap penurunan tingkat Alfabeta.CV. 2013
depresi: Literature review. Sulahyuningsih, E. Pengalaman
AFIYAH 2, 2(1), 2015. Perawat mengimplementasikan
Chandra, & Gama. Terapi music klasik strategi pelaksanaan tindakan
terhadap perubahan gejala keperawatan pada pasien
perilaku agresif pasien halusinasi di RSJ Surakarta.
skizofrenia. Junal Keperawatan Doctoral Dissertation.
Denpasar. 7(1), 2014. Universitas Muhammadiyah
Damayanti, Jumaini, & Utami. Surakarta. 2016.
Pengaruh terapi music terhadap Undang- Undang Republik Indonesia
penurunan halusinasi pasien Nomor 18 Tahun 2014, diakses
skizofrenia di RSJ Tampan Prov. dari internet melalui website
Riau. JOM PSIK, 1(2), 1-9 Tahun http://binfar.kemkes.go.id/?wpd
2014. mact+process&did+MjAxLm.

130
Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF), e-ISSN 2655-0830
Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF
===========================================================================================
Received: 19 Oktober 2020 :: Accepted: 28 Oktober 2020 :: Published: 31 Oktober 2020

World Health Organization. 2018.


gangguan jiwa Fakta dan Angka.
http://www.depkes.go.id>infoda
tin-gangguan jiwa s.
Yosep, I., & Sutini, T. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa dan Advance
Mental Health Nursing. Bandung
: Refika Aditama, 2016.

131
EFEKTIVITAS TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP PENURUNAN SKOR
HALUSINASI PENDENGARAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA
Rosiana1, Jumaini2, Yesi Hasneli N3
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Email: Rosianachaan@gmail.com

Abstract

Music therapy can be used as a therapy for psychiatric disorders, medical problems and communication disorders. One
of the therapies that can be utilized is the Mozart classical music therapy. This study aimed to determine the
effectiveness of Mozart classical music therapy against hallucinations in schizophrenic patients. This research used a
quasi-experimental design in the form of nonequivalent control group design. The sample was 30 respondents divided
into 15 experimental group and 15 control group. Samples were taken based on inclusion criteria using purposive
sampling technique. The instrument used was the Auditory Hallucination Rating Scale (AHRC) questionnaire. The
study was analyzed by univariate analysis to know the frequency distribution and bivariate analysis using Wilcoxon and
Mann-Whitney. The results showed the mean of posttest hallucination score in the experimental group was 13.00 and in
the control group was 27.00. The study found that there was a significant difference in hallucination scores after giving
Mozart classical music therapy between the experimental group and the control group with p-value 0.000 <(0.05). So it
can be concluded that the therapy of Mozart classical music is effective on the reduction of hallucinations in
schizophrenic patients. This study recommends the effectiveness of other therapies that can be associated with
hallucinatory patients.

Keywords:Hallucinations score, Mozart classical music therapy, schizophrenia

Skizofrenia merupakan sekelompok merasakan ada suara padahal tidak ada


reaksi psikotik dengan ciri-ciri pengunduran stimulus suara. Pasien melihat bayangan orang
diri dari kehidupan sosial, gangguan emosional atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak
dan afektif atau penyakit dimana kepribadian ada bayangan tersebut. Pasien mencium bau
mengalami keretakan, alam pikir, perasaan, tertentu padahal orang lain tidak mencium bau
dan perbuatan individu terganggu tersebut. Pasien merasakan mengecap sesuatu
(Simanjuntak, 2008). Gangguan yang terjadi padahal tidak sedang makan apapun. Pasien
pada skizofrenia ialah mengenai pembentukan merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada
arus serta isi pikiran, disamping itu juga apapun dalam permukaan kulit (Yosep, 2011).
ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan Data WHO (2016) terdapat sekitar 35
diri, perasaan, dan keinginan (Nasir & Muhith, juta orang terkena depresi, 60 juta orang
2011). terkena bipolar, 47,5 juta terkena dimensia
Gangguan persepsi merupakan serta 21 juta orang dari seluruh dunia terkena
ketidakmampuan manusia dalam membedakan skizofrenia. Skizofrenia lebih sering terjadi
antara rangsang yang timbul dari sumber pada laki-laki (12 juta), dibandingkan
internal (pikiran atau perasaan) ataupun yang perempuan (9 juta). Dari berbagai faktor
bersumber dari stimulus eksternal. Salah satu seperti biologis, psikologis dan sosial dengan
gangguan persepsi yang dapat terjadi yaitu keanekaragaman penduduk, orang yang
gangguan persepsi sensori yang merupakan mengalami skizofrenia terus bertambah yang
salah satu masalah keperawatan yang dapat kemudian akan berdampak pada penambahan
ditemukan pada pasien gangguan jiwa atau beban negara dan penurunan produktivitas
yang biasa dikenal dengan halusinasi (Keliat, manusia untuk jangka panjang.
Akemat, Helena & Nurhaeni, 2012). Data Riskesdas (2013), prevalensi
Halusinasi merupakan gangguan atau gangguan jiwa berat seperti skizofrenia
perubahan persepsi dimana pasien mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya 1,7 per 1000 penduduk Indonesia. Prevalensi
tidak terjadi (Prabowo, 2014). Pasien yang tertinggi dari seluruh wilayah Indonesia berada
mengalami halusinasi biasanya merasakan diwilayah Yogyakarta dan Aceh dimana
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien masing masing berjumlah 2,7 per 1000
214
penderita. Sedangkan untuk wilayah Riau musik juga digunakan sebagai terapi untuk
termasuk wilayah dengan penderita skizofrenia gangguan kejiwaan, masalah medis, cacat
yang cukup banyak yaitu 0,9 per 1000 fisik, gangguan sensorik, cacat perkembangan,
penderita. penyalahguanaan zat, gangguan komunikasi,
Yosep (2011) mengatakan bahwa masalah interpersonal dan penuaan (Suryana,
diperkirakan lebih dari 90% klien dengan 2012).
skizofrenia mengalami halusinasi, meskipun Terapi musik dinegara maju telah
bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian menjadi bagian dari profesi kesehatan untuk
besar klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa mengatasi masalah fisik, emosi, kognitif dan
mengalami halusinasi pendengaran. Halusinasi sosial pada anak-anak dan orang dewasa yang
pendengaran dapat berasal dari dalam diri mengalami gangguan atau penyakit tertentu
individu atau dari luar individu itu sendiri. (Djohan, 2006). Selain itu terapi musik juga
Data dari Rumah Sakit Jiwa Tampan bermanfaat untuk pasien yang terisolir dalam
Provinsi Riau, diketahui bahwa pada bulan lembaga rehabilitasi (Djohan, 2009).
Januari-Desember 2016 pasien yang Musik terdiri dari beberapa jenis yaitu
mengalami skizofrenia paranoid berjumlah musik keroncong, musik etnik, musik pop,
7.589 orang dan merupakan diagnosa penyakit musik klasik, musik blues, musik Ska, dan
nomor satu dari sepuluh besar diagnosa musik metal (Tim KSM Radio Crast, 2010).
penyakit di Rumah Sakit Jiwa Panam (Rekam Salah satu terapi musik yang efektif digunakan
Medis RSJ Tampan, 2017). Salah satu tanda dalam bidang kesehatan yaitu musik klasik
dan gejala dari skizofrenia paranoid yaitu (Suryana, 2012). Musik klasik memiliki
halusinasi (Videbeck, 2012). Di ruang rawat kejernihan dan kebeningan yang terkandung
inap Rumah Sakit Jiwa Tampan, halusinasi didalam musik sehingga mampu memperbaiki
merupakan diagnosa keperawatan terbanyak konsentrasi dan persepsi parsial (Campbell,
dan rata-rata lebih dari 60% pasien rawat inap 2002). Selain itu musik klasik Mozart juga
diagnosa keperawatannya adalah halusinasi. bisa mengurangi perilaku agresif, anti sosial,
Data dari 5 ruang rawat inap Rumah Sakit mengatur hormon yang berkaitan dengan stres,
Jiwa Tampan didapatkan jumlah pasien mengubah persepsi dan mempengaruhi untuk
halusinasi pada bulan januari – september mengenal ruang sekitar, menimbulkan rasa
2017 sebanyak 348 pasien. Di ruang Kampar aman, relaksasi, mengurangi kecemasan, serta
terdapat 78 pasien halusinasi, diruang Indragiri mengatasi depresi (Campbell, 2002).
104 pasien halusinasi, di ruang Siak 68 pasien Musik Mozart juga dapat memodifikasi
halusinasi, di ruang Sebayang 47 pasien gelombang otak dari gelombang beta yang
halusinasi dan di ruang Kuantan 51 pasien dicirikan dengan kesadaran biasa atau pada
halusinasi. saat seseorang mengalami perasaan negatif
Penatalaksanaan yang dapat diberikan menjadi kisaran gelombang theta yang
pada pasien halusinasi ada 2 yaitu mengakibatkan berubahnya keadaan sadar
farmakoterapi dan non farmakoterapi bahkan menghilangkan persepsi-persepsi
(Prabowo, 2014). Salah satu non tentang dimensi lain (Champbell, 2002).
farmakoterapi yang dapat diberikan untuk Data dari Rumah Sakit Jiwa Tampan
pasien halusinasi yaitu terapi musik. Musik Provinsi Riau, diketahui bahwa pada bulan
memiliki pengaruh terhadap perubahan pada Januari-Desember 2016 pasien yang
memori sensorik, memori aktif serta memori mengalami skizofrenia paranoid berjumlah
jangka panjang pada pasien yang mengalami 7.589 orang dan merupakan diagnosa penyakit
skizofrenia (Pasha, Akhavan, & Gorjian, nomor satu dari sepuluh besar diagnosa
2012). penyakit di Rumah Sakit Jiwa Panam (Rekam
Terapi musik dinegara maju telah Medis RSJ Tampan, 2017). Salah satu tanda
menjadi bagian dari profesi kesehatan untuk dan gejala dari skizofrenia paranoid yaitu
mengatasi masalah fisik, emosi, kognitif dan halusinasi (Videbeck, 2012). Di ruang rawat
sosial pada anak-anak dan orang dewasa yang inap Rumah Sakit Jiwa Tampan, halusinasi
mengalami gangguan atau penyakit tertentu merupakan diagnosa keperawatan terbanyak
(Djohan, 2006). Sedangkan di Indonesia terapi
215
dan rata-rata lebih dari 60% pasien rawat inap mengetahui apakah ada hubungan yang
diagnosa keperawatannya adalah halusinasi. signifikan antara dua variabel yakni variabel
Di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa independen dan dependen, bisa juga digunakan
Tampan, halusinasi merupakan diagnosa
untuk mengetaui apakah ada perbedaan yang
keperawatan terbanyak dan rata-rata lebih dari
60% pasien rawat inap diagnosa signifikan antara dua atau lebih kelompok.
keperawatannya adalah halusinasi. Data dari 5
HASIL PENELITIAN
ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan
Tabel 1
didapatkan jumlah pasien halusinasi pada
Distribusi Karakteristik Responden
bulan januari – september 2017 sebanyak 348 Eksperime Kontrol
pasien. Di ruang Kampar terdapat 78 pasien n (n=15)
halusinasi, diruang Indragiri 104 pasien Karakteristik p value
(n=15)
halusinasi, di ruang Siak 68 pasien halusinasi, N % N %
di ruang Sebayang 47 pasien halusinasi dan di Umur:
ruang Kuantan 51 pasien halusinasi. Dewasa awal 13 86,7 11 73,3 0,327
Studi pendahuluan yang dilakukan pada (18-40 tahun)
Dewasa tengah 2 13,3 4 26,7
tanggal 30 Oktober 2017, melalui wawancara (41-60 tahun)
kepada perawat di lima ruang rawat inap jumlah 15 100 15 100
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Dari Jenis kelamin:
hasil wawancara perawat mengatakan tindakan Laki-laki 11 73,3 11 73,3
0,03
keperawatan yang pernah dilakukan pada Perempuan 4 26,7 4 26,7
pasien halusinasi adalah mengidentifikasi
halusinasi, mengontrol halusinasi dengan Jumlah 15 100 15 100
menghardik, bercakap-cakap, aktivitas Pendidikan:
terjadwal, minum obat, senam bersama, dan Tidak sekolah 0 0 1 6,7
kegiatan kerohanian. Selain itu dilakukan juga SD/tidak tamat 5 33,3 2 13,3
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) diantaranya SMP 6 40,0 8 53,3 0,66
yaitu TAK sosialisasi, TAK persepsi khusus SMA 4 26,7 4 26,7
dan TAK Resiko Perilaku Kekerasan (RPK). Jumlah 15 100 15 100
Status
METODOLOGI PENELITIAN pernikahan:
Desain yang digunakan dalam penelitian Menikah 3 20 5 33,3
0,201
ini adalah desain quasi eksperimental berupa Belum menikah 12 80 9 60
Cerai 0 0 1 6,7
rancangan “non equivalent control group”,
dalam rancangan ini kelompok eksperimen Jumlah 15 100 15 100
diberi intervensi sedangkan kelompok kontrol Pekerjaan:
tidak diberi intervensi tetapi mendapatkan Pelajar/mahasis 1 6,7 0 0
perawatan seperti yang dilakukan sehari-hari wa
pada kelompok eksperimen. Kedua kelompok Wiraswasta 4 26,7 10 66,7 0,237
Tidak bekerja 5 33,3 2 13,3
diawali dengan pengukuran sebelum Lainnya 5 33,3 3 20
pemberian perlakuan (pretest), dan setelah
pemberian perlakuan diadakan pengukuran Jumlah 15 100 15 100
kembali (posttest) (Setiadi,2013). Frekuensi
Instrumen yang digunakan adalah dirawat:
Pertama kali 2 13,3 1 6,7 0,54
Auditory Hallucination Rating Scale (AHRC) Kedua 13 86,7 14 93,3
yang disusun oleh Gillian Haddock yang kali/lebih
terdiri dari 11 komponen tentang halusinasi
Jumlah 15 100 15 100
pendengaran. Analisa yang digunakan adalah Lama dirawat:
analisa univariat untuk menjelaskan atau < 30 hari 7 46,7 2 13,3
0,77
> 30 hari 8 53,5 13 86,7
mendiskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti dan analisa bivariat untuk Jumlah 15 100 15 100
216
Berdasarkan tabel diatas distribusi Kelompok Kontrol Sebelum Diberikan Terapi
responden menurut usia yang terbanyak adalah Musik Klasik Mozart
kelompok usia dewasa awal 18-40 tahun Variabel Median SD
Min-
p value
dengan jumlah 24 responden (80,7%) dengan max
p value = 0,327 yang berarti karakteristik Kelompok 27,00 3,225 20-31
eksperimen
kelompok usia adalah homogen. Pada jenis 0,628
Kelompok 27,00 3,840 23-37
kelamin responden kelompok eksperimen dan kontrol
kelompok kontrol yang terbanyak adalah laki- Median pre test skor halusinasi
laki yaitu sebanyak 22 orang (73,3%) dengan p pendengaran pada kelompok eksperimen
value = 0,03 yang berarti karakteristik adalah 27,00 dengan skor minimal 20 dan skor
kelompok jenis kelamin adalah tidak maksimal 31 serta standar deviasi 3,225.
homogen. Median pre test skor halusinasi pendengaran
Karakteristik pendidikan terakhir pada kelompok kontrol adalah 27,00 dengan
responden kelompok eksperimen dan kontrol skor minimal 23 dan skor maksimal 37 serta
terbanyak berada pada tingkat pendidikan standar deviasi 3,840. Uji homogenitas
SMP yaitu sebanyak 14 orang (46,65%) menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh p
dengan p value = 0,66 yang berarti value 0,628 > α (0,05), maka dapat
karakteristik kelompok pendidikan terakhir disimpulkan bahwa skor halusinasi
adalah homogen. Pada karakteristik status pendengaran pada kelompok eksperimen dan
pernikahan responden kelompok eksperimen kelompok kontrol sebelum diberikan terapi
dan kontrol sebagian besar belum menikah musik klasik Mozart adalah homogen.
dengan jumlah 21 orang (70%) dengan p value
= 0,201 yang berarti karakteristik status Tabel 3
pernikahan adalah homogen. Perbandingan Skor Halusinasi Pendengaran
Karakteristik pekerjaan responden pada Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Musik
sebagian besar wiraswasta yaitu sebanyak 14 Klasik Mozart
orang (46,7%) dengan p value = 0,237 yang Kelompok Min- p
N Median SD
berarti karakteristik pekerjaan adalah responden max value
Eksperimen 15 3,225 27,00 20-
homogen. Pada karakteristik frekuensi dirawat (Pretest) 31
pada kelompok eksperimen dan kelompok 0,001
Eksperimen 15 5,180 13,00 7-28
kontrol sebagian besar merupakan pasien (posttest)
dengan frekuensi dirawat 2 kali atau lebih kontrol 15 3,840 27,00 23-
yaitu sebanyak 27 orang (90%) dengan p value (Pretest) 37
0,786
kontrol 15 2,875 27,00 24-
= 0,054 yang berarti karakteristik frekuensi (posttest) 36
dirawat adalah homogen.
Karakteristik lama dirawat pada Hasil analisa statistik menggunakan uji
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Wilcoxon didapatkan median skor halusinasi
sebagian besar adalah yang lama rawatnya sebelum diberikan terapi musik klasik Mozart
lebih dari 30 hari yaitu sebanyak 21 orang pada kelompok eksperimen yaitu sebesar
(70,1%) dengan p value = 0,77 yang berarti 27,00 setelah diberikan terapi musik klasik
karakteristik lama dirawat adalah homogen. Mozart sebesar 13,86 artinya terjadi penurunan
Hasil data diatas menunjukkan ketujuh nilai median sebesar 13,00 dan diperoleh p
karakteristik responden memiliki nilai uji value 0,001 < α (0,05), maka dapat
homogenitas p value > α yang berarti ketujuh disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada
karakteristik responden memiliki data yang perbedaan yang bermakna rata-rata skor
homogen. halusinasi sebelum dan sesudah diberikan
terapi musik klasik Mozart pada kelompok
Tabel 2 eksperimen.
Uji Homogenitas dan Skor Halusinasi Didapatkan median skor halusinasi pada
Pendengaran Kelompok Eksperimen dan kelompok kontrol pada saat pre test adalah

217
27,00 dan post test didapatkan sebesar 27,00. Mental Health (NIMH, 2000) melaporkan
Berdasarkan hasil uji statistik dengan prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan
menggunakan uji Wilcoxon didapatkan p value wanita adalah sama tetapi dua jenis kelamin
0,786 > α (0,05) dapat disimpulkan tidak ada tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset
penurunan yang signifikan antara skor pertama timbulnya serangan, laki-laki
halusinasi sebelum dan sesudah diberikan mempunyai onset skizofrenia yang lebih awal
terapi musik klasik Mozart pada kelompok dari wanita (Simbolon, 2013).
kontrol. Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden dengan tingkat
Tabel 4 pendidikan SMP yaitu sebanyak 14 orang
Perbandingan Skor Halusinasi Pendengaran (46,65%). Pendidikan merupakan pengajaran
Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok yang dilakukan disuatu lembaga pendidikan
Kontrol Sesudah Diberikan Terapi Musik formal (sekolah) dan segala pengaruh
Klasik Mozart diupayakan untuk anak-anak yang bersekolah
Variabel Medi SD Min- p agar mempunyai kemampuan yang sempurna
an max value dan memiliki kesadaran penuh terhadap
Kelompok 5,18 13,00 7-28 hubungan-hubungan dan tugas sosial mereka
eksperimen
Kelompok 3,32 27,00 24-36
0,000 (Kadir, 2012).
kontrol Penelitian yang didapatkan dari
karakteristik responden dengan status pernikan
Didapatkan median pada kelompok belum menikah sebanyak 21 orang (70%).
eksperimen adalah 13,00 dengan nilai minimal Stigma dari masyarakat yang dialami oleh
7 dan maksimal 28, median skor halusinasi penderita skizofrenia mempersulit penderita
pada kelompok kontrol adalah 27,00 dengan skizofrenia untuk memperoleh pasangan
nilai minimal 24 dan nilai maksimal 36. hasil (Loganathan & Murthy, 2008).
analisa menggunakan uji Mann-Whitney Penelitian yang didapatkan dari
karena uji T-Independent tidak memenuhi karakteristik pekerjaan sebagian besar
syarat yaitu data tidak berdistribusi normal. responden pekerjaannya adalah wiraswasta
Hasil analisa diperoleh p value 0,001 < α yaitu sebanyak 14 orang (46,7%). Pekerjaan
(0,05), maka ada perbedaan yang bermakna merupakan salah satu faktor yang dapat
skor halusinasi sesudah (posttest) diberikan mempengaruhi perilaku manusia (Stuart &
terapi musik klasik Mozart antara kelompok Laraia, 2005). Banyaknya tuntutan yang
eksperimen dan kelompok kontrol. dialami individu dalam lingkup pekerjaan
membuat seseorang mengalami tekanan
PEMBAHASAN pikiran dan mental.
A.Karakteristik responden Penelitian yang telah dilakukan
Penelitian yang telah dilakukan di didapatkan hasil bahwa frekuensi rawat
Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru responden sebagian besar sudah dirawat lebih
terhadap 30 responden didapatkan mayoritas dari satu kali yaitu sebanyak 28 orang. Data ini
umur responden berada pada rentang dewasa sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
awal yaitu 18-40 tahun yang berjumlah 24 Sari (2016) yang mendapatkan hasil sebagian
responden (80%). besar responden merupakan pasien dengan
Hal ini diperkuat oleh teori yang frekuensi dirawat 2 kali atau lebih yaitu
dijelaskan Videbeck (2012) bahwa skizofrenia sebanyak 30 orang. Tingginya tingkat
banyak terjadi pada saat dewasa yang insiden kekambuhan yang dialami oleh pasien
puncak awitannya pada awal dewasa sampai skizofrenia disebabkan oleh beberapa faktor
18-25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun diantaranya seperti faktor psikososial yaitu
untuk wanita. pengaruh lingkungan keluarga maupun
Penelitian untuk jenis kelamin dari 30 lingkungan sosial yang tidak mendukung,
responden didapatkan bahwa 22 orang (73,3%) faktor ekonomi, dan tidak patuhnya pasien
berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang berjenis dalam meminum obat (Suwondo, 2013).
kelamin perempuan. National Institute of
218
Penelitian yang didapatkan dari seseorang. Musik juga dapat meningkatkan
karakteristik lama rawat bahwa responden imunitas tubuh, suasana yang ditimbulkan oleh
yang lama rawatnya lebih dari 30 hari yaitu musik akan mempengaruhi sistem kerja
sebanyak 21 orang.Lama rawat inap yang hormon manusia. Jika kita mendengar musik
efektif bagi pasien skizofrenia adalah 4 yang baik/positif maka hormon yang
minggu dan bisa dipulangkan namun dengan meningkatkan imunitas tubuh juga akan
kriteria tenang, kooperatif, perawatan diri berproduksi. Salah satu manfaat musik sebagai
cukup, minum obat teratur, serta makan dan terapi adalah self-mastery yaitu kemampuan
minum teratur (Fahrul, 2014). untuk mengendalikan diri. (Natalina, 2013).
Royal Edinburg Hospital and University
B. Efektivitas terapi musik klasik Mozart of Edinburgh di Skotlandia (1994) pernah
terhadap skor halusinasi pendengaran pada mengadakan sesi terapi mengenai efek Mozart
pasien skizofrenia dan melaporkan bahwa pasien-pasien yang
Hasil statistik menunjukkan terdapat menghadiri serangkaian sesi terapi musik
perbedaan yang bermakna antara skor tersebut mengalami perbaikan klinis serta
halusinasi setelah diberikan terapi musik meningkatnya mutu keterampilan komunikasi
klasik Mozart pada kelompok eksperimen dan pada pasien (Campbell, 2002). Dari
kelompok kontrol dengan p value 0,000 < α keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa
(0,05) yang berarti terapi musik klasik Mozart terapi musik klasik Mozart efektif dalam
efektif terhadap penurunan skor halusinasi. menurunkan skor halusinasi.
Penanganan pasien dalam mengontrol
halusinasinya dapat meliputi dengan SIMPULAN
pemberian obat serta tindakan keperawatan Penelitian yang dilakukan pada 30
yang sesuai dengan standar asuhan reponden dengan kelompok eksperimen 15
keperawatan. Hal ini sesuai dengan yang orang dan kelompok kontrol 15 orang,
dikatakan Prabowo (2014) bahwa didapatkan responden berusia antara 18-60
penatalaksanaan pasien dengan skizofrenia dengan mayoritas jenis kelamin laki-laki
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi (73,3%) dan paling banyak berpendidikan
farmakologi dan terapi non farmakologi. Salah SMP (46,65%) serta kebanyakan responden
satu dari terapi non farmakologi yang efektif belum menikah (70%). Hasil penelitian ini
yaitu terapi musik klasik Mozart. juga didapatkan rata-rata frekuensi dirawat
Musik Mozart memberikan efek pada pasien adalah 2 kali atau lebih (90%) dengan
pendengarnya menjadi santai dan damai. rata-rata lama rawat > 30 hari (70,1%).
Selain itu musik Mozart juga dapat menutupi Skor halusinasi pada kelompok
perasaan yang tidak menyenangkan, eksperimen didapatkan nilai significancy (p
mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki value) 0,001 atau p value < α (0,05), maka Ho
koordinasi tubuh, mengatur hormon-hormon ditolak. Hal ini berarti ada perbedaan antara
yang berkaitan dengan stres, mengubah pretest dan posttest dan terjadi penurunan nilai
persepsi tentang ruang dengan kata lain median pretest dan posttest diberikan terapi
mempengaruhi untuk mengenali ruang sekitar, musik klasik Mozart dari 27 menjadi 13. Jadi
menimbulkan rasa aman, mengurangi dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan
kecemasan, relaksasi, mengurangi perilaku skor halusinasi pada kelompok eksperimen
agresif dan antisosial, serta mengatasi depresi yang telah diberikan terapi musik klasik
(Campbell, 2002). Mozart. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
Musik dapat bersifat preventif dalam bahwa terapi musik klasik Mozart efektif
usaha penyembuhan terhadap penderita yang terhadap penurunan skor halusinasi di Rumah
mengalami sosial emosional maupun mental Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.
intelegensy (Suryana, 2012). Selain itu terapi
musik juga merupakan suatu proses yang SARAN
menggabungkan antara aspek penyembuhan Saran bagi peneliti selanjutnya penelitian ini
dengan kondisi dan situasi, fisik/tubuh, emosi, dapat dijadikan sebagai evidence based dan
mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial tambahan informasi untuk mengembangkan
219
penelitian lebih lanjut tentang efektivitas terapi https://www.cambridge.org/core/journals/ps
lain yang bisa dihubungkan dengan pasien ychological-medicine/article/scales-to-
halusinasi. measure-dimensions-of-hallucinations-and-
delusions-the-psychotic-symptom-rating-
¹Rosiana: Mahasiswa Program Studi Ilmu scales-
Keperawatan Universitas Riau, Indonesia ²Ns. psyrats/F98A9A5A0D5CB9715161C1547
Jumaini, M.Kep.,Sp.Kep.J: Dosen Bidang DB010B8
Keilmuan Keperawatan Jiwa Program Studi Kadir, A. (2012). Dasar-dasar pendidikan
Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia edisi pertama. Jakarta: Prenada Media
³Yesi Hasneli N, S.Kp., MNS: Dosen Bidang Group
Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Keliat, B.A., Akemat, Helena, C., & Nurhaeni.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas (2012). Model praktik keperawatan
Riau, Indonesia profesional jiwa. Jakarta: EGC
Loganathan, S. & Murthy, S. R. (2008).
DAFTAR PUSTAKA Experiences of stigma and discrimination
Campbell, D. (2002). Efek Mozart endured by people suffering from
memanfaatkan kekuatan musik untuk schizophrenia. Diperoleh tanggal 29 Januari
mempertajam pikiran, meningkatkan 2018 dari
kreativitas, dan menyehatkan tubuh. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/197
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 71306
Candra, I. W., Ekawati, I. G. A, & Gama, I. K. Mayasari, E., Elita, V., & Bayhakki. (2017).
(2013). Terapi musik klasik terhadap Efektivitas terapi psikoreligius: zikir al-
perubahan gejala perilaku agresif pasien ma’tsurat terhadap skor halusinasi
skizofrenia. Diperoleh tanggal 29 Januari pendengaran pada pasien skizofrenia di
2018 dari http:// -denpasar.ac.id/ rumah sakit jiwa tampan provinsi riau.
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Diperoleh tanggal 20 oktober 2017 dari
keperawatan jiwa. Bandung: Aditama https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/
Damayanti, R., Jumaini, & Utami, S. (2014). article/view/16227
Efektifitas musik klasik terhadap penurunan Nasir, A, & Muhith, A. (2011). Dasar - dasar
tingkat halusinasi pada pasien halusinasi keperawatan jiwa pengantar dan teori.
dengar di rsj tampan provinsi riau. Jakarta: Salemba Medika
Diperoleh tanggal 20 Oktober 2017 dari Pasha, G., Akhavan, G, & Gorjian, B. (2012).
http://jom.unri.ac.id/ Music therapy and Schizophrenia.
Djohan. (2009). Psikologi musik. Yogyakarta: Diperoleh Tanggal 31 Desember 2017 dari
Buku Baik http://www.americanscience.org
Ermawati, D. (2009). Konsep dasar Prabowo, E. (2014). Konsep dan aplikasi
keperawatan jiwa. Jakarta: Trans Info asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta:
Media Medical Book
Fahrul., Mukaddas, A., & Faustine, I. (2014). Rekam Medik RSJ Tampan Provinsi Riau.
Rasionalitas penggunaan anti psikotik pada (2016). Laporan akuntabilitas kinerja
pasien skizofrenia di instalasi rawat inap rumah sakit jiwa tampan tahun anggaran
jiwa RSD Madani Provinsi Sulawesi 2016. Pekanbaru: RM RSJ Tampan. Tidak
Tengah. Diperoleh tanggal 29 januari 2018 dipublikasikan
dari Riset Kesehatan Dasar (Kemenkes). (2013).
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/ej Badan penelitian dan pengembangan
urnalfmipa/article/view/2981 kesehatan kementerian ri tahun 2013.
Haddock, G., McCarron, J., Tarrier, N., & Diperoleh Tanggal 3 Oktober 2017 dari
Fragher, E. B. (1999). Scales to measure http://www.depkes.go.id
dimensions of hallucinations and delusions: Setiadi (2013). Konsep dan praktek penulisan
the Psychotic Symptom Rating Scales riset keperawatan, edisi 2. Yogyakarta:
(PSYRATS). Diperoleh tanggal 10 Graha Ilmu
November 2017 dari
220
Simanjuntak, J. (2008). Konseling gangguan Videbeck, S.L. (2012). Buku ajar keperawatan
jiwa & okultisme. Jakarta: Gramedia jiwa. Jakarta: EGC
Pustaka Utama World Health Organization. (2016).
Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2005). Schizophrenia. Diperoleh Tanggal 3
Principle and practice of psychiatric Oktober 2017 dari
nursing. Philadelphia: Elseiver Mosby Http://www.who.int/mediacentre/factsheets
Suryana, D. (2012). Terapi musik. Diperoleh /fs397/en/
tanggal 29 Oktober 2017 dari Yosep, I. (2011). Keperawatan jiwa. Bandung:
https://books.google.co.id/books/about/Tera Aditama
pi_Musik.html?id=fuCO5gqmoVcC&redir_
esc=y.
Suwondo. (2013). Hubungan antara frekuensi
kekambuhan pasien skizofrenia dengan
tingkat kecemasan keluarga. Diperoleh
tanggal 29 Januari 2018 dari
https://pmb.stikestelogorejo.ac.id

221
ARTIKEL PENELITIAN
Efektivitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala
pada Pasien Halusinasi Pendengaran

Wuri Try Wijayanto1 , Marisca Agustina2


Program Studi Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
Jl. Harapan No.50, Lenteng Agung – Jakarta Selatan 12610
Telp: (021) 78894045 Email:wijayaiex@gmail.com

Abstrak

Peningkatan penderita penyakit jiwa menyebabkan masalah di bidang kesehatan salah satunya mengalami
gangguan halusinasi berupa halusinasi pendengaran. Hal ini dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi. Terapi non farmakologi yang dapat digunakan berupa terapi musik klasik. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan rancangan quasi eksperimen dengan disain
penelitian pre and post test without control. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total
populasi dengan sampel 30 responden di RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Hasil analisa statistik
menggunakan uji paired t test menunjukkan p value sebesar 0,000 artinya terdapat efektivitas pemberian terapi
musik klasik terhadap penurunan tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Saran bagi keluarga pasien yang
mengalami halusinasi pendengaran untuk dapat mengaplikasikan terapi musik klasik dengan bantuan tenaga
kesehatan untuk mengurangi tanda dan gejala halusinasi pendengaran.

Kata kunci : Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran, Terapi Musik Klasik,

Abstract

Increased illness sufferers causes problems in the health field one misbehaving hallucinations in the form of
auditory hallucinations. This can be overcome with pharmacological and non-pharmacological therapy. Non
pharmacological therapies that can be used in the form of classical music therapy. The purpose of this research
was to know classical music therapy's effectiveness against a decrease in signs and symptoms of auditory
hallucinations. Type of this research is quantitative research uses quasi experiment design with design research
pre and post test without control. Sampling techniques in the study using a sample with a total population of 30
respondents in Mental Hospital Dr. Soeharto Heedjan Jakarta. The results of the statistical analysis using the
paired t test test indicates p value of 0.000 means there is the effectiveness of the grant of a classical music
therapy against a decrease in signs and symptoms of auditory hallucinations. Advice for the families of patients
who experience auditory hallucinations to be able to apply the classical music therapy with the help of health
workers to reduce the signs and symptoms of auditory hallucinations.

Keywords : Signs and Symptoms of Hallucinations Hearing, Classical Music Therapy,

189
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

sering terlihat bertengkar atau berbicara


Pendahuluhan
dengan suara yang didengarnya.5
Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan berbicara sendiri, pembicaraan kacau dan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya kadang tidak masuk akal, tertawa sendiri tanpa
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan sebab, ketakutan, ekspresi wajah tegang, tidak
penderitaan pada individu dan atau hambatan mau mengurus diri, sikap curiga dan
dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan bermusuhan, menarik diri dan menghindari
jiwa diklasifikasikan dalam bentuk orang lain.6
penggolongan diagnosis. Penggolongan Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan
diagnosis gangguan jiwa di Indonesia terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi
menggunakan Pedoman Penggolongan nonfarmakologi lebih aman digunakan karena
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ). Salah satu tidak menimbulkan efek samping seperti obat-
diagnosis gangguan jiwa yang sering dijumpai obatan, karena terapi nonfarmakologi
adalah Skizofrenia.1 menggunakan proses fisiologis.7 Salah satu
Masalah kesehatan jiwa merupakan terapi nonfarmakologi yang efektif adalah
masalah kesehatan masyarakat yang demikian mendengarkan musik. Musik memiliki
tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan kekuatan untuk mengobati penyakit dan
lain yang ada dimasyarakat. Menurut hasil meningkatkan kemampuan pikiran seseorang.
survey World Health Organization (WHO) Ketika musik diterapkan menjadi sebuah
pada tahun 2001, setiap saat dapat terjadi 450 terapi, musik dapat meningkatkan,
juta orang diseluruh dunia terkena dampak memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik,
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku mental, emosional, sosial dan spritual. Pada
dan jumlahnya terus meningkat.2 zaman modern, terapi musik banyak digunakan
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun oleh psikolog maupun psikiater untuk
2013, prevalensi gangguan jiwa berat pada mengatasi berbagai macam gangguan
penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan
jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, psikologis.8
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Dari hasil penelitian Candra 2013, yang
Proporsi RT yang pernah memasung ART berjudul “Terapi musik klasik terhadap
gangguan jiwa berat 14,3 persen dan terbanyak perubahan gejala perilaku agresif pada
pada penduduk yang tinggal di perdesaan pasien skizofrenia”. Penelitian ini bertujuan
(18,2%), serta pada kelompok penduduk untuk mengetahui pengaruh terapi musik
dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah klasik terhadap perubahan gejala perilaku
(19,5%). Prevalensi gangguan mental agresif pada pasien skizoprenia. Jenis
emosional pada penduduk Indonesia 6,0%. penelitian ini adalah pra eksperimental yaitu
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental One-group Pre-test-posttest Design, dengan
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, teknik sampling consecutive sampling. Jumlah
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, sample adalah 15 orang. Jenis data adalah data
dan Nusa Tenggara Timur. Krisis ekonomi primer yang diperoleh melalui observasi. Hasil
dunia yang semakin berat mendorong jumlah penelitian perilaku agresif pasien skizofrenia
penderita gangguan jiwa di dunia, dan sebelum diberikan terapi musik sebagian besar
Indonesia khususnya kian meningkat.3 yaitu sebanyak 11 orang (73,3%) dalam
Halusinasi adalah perasaan tanpa adanya katagori sedang. Perilaku agresif pasien
suatu rangsangan (objek) yang jelas dari luar skizofrenia setelah diberikan terapi musik
diri klien terhadap panca indera pada saat klien sebagian besar yaitu sebanyak 12 orang (80%)
dalam keadaan sadar atau bangun.4 Halusinasi dalam katagori ringan Hasil uji statistik
terbagi dalam 5 jenis, yaitu halusinasi Wilcoxon Sign Ranktest didapatkan p= 0,000 <
penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi α 0,010, berarti ada pengaruh yang sangat
pengecapan, halusinasi perabaan, dan signifikan pemberian terapi musik klasik
halusinasi pendengaran.1 terhadap perubahan gejala perilaku agresif
Halusinasi pendengaran adalah halusinasi pada pasien skizoprenia di ruang Kunti RSJ
yang paling sering dialami oleh penderita Provinsi Bali.9
gangguan mental, misalnya mendengar suara Hasil penelitian dari Sahpitri 2014, yang
melengking, mendesir, bising, dan dalam melakukan penelitian pengaruh terapi musik
bentuk kata-kata atau kalimat. Individu merasa terhadap tanda dan gejala pasien skizofrenia di
suara itu tertuju padanya, sehingga penderita
190
Vol. 7 No. 1 Maret 2017 Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

RS Jiwa Provisi Sumatra Utara menunjukkan seseorang melamun atau merasa dirinya berada
adanya perbedaan tanda dan gejala skizofrenia dalam suasana hati yang emosional atau tidak
yang bermakna antara kelompok intervensi dan terfokus, musik klasik dapat membantu
kelompok kontrol (P-value<0.05). Skizofrenia memperkuat kesadaran dan meningkatkan
menurun secara bermakna pada kelompok organisasi metal seseorang jika didengarkan
intervensi (P-value< 0.05). Sedangkan pada selama sepuluh hingga lima belas menit.16
kelompok kontrol Skizofrenia menurun secara Berdasarkan data rekam medik RSJ dr.
tidak bermakna (P-value> 0.05).10 Soeharto Heerdjan Jakarta periode Januari
Gold, dkk. (2005) melakukan penelitian sampai dengan Juni 2015, jumlah kunjungan
mengenai efektifitas terapi musik sebagai pasien sebanyak 35.396 dan yang dirawat inap
terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Hasil sebanyak 1474. 10 besar diagnosa penyakit
penelitian ini menunjukkan bahwa terapi pasien rawat inap diantaranya Skizofrenia
musik yang diberikan sebagai terapi tambahan Paranoid (766), Skizofrenia yang tak Terinci
pada perawatan standar dapat membantu (216), Skizoafektif, Tipe Manik (51),
meningkatkan kondisi mental pasien Skizofrenia Residual (37), Psikotik Akut (32),
skizofrenia.11 Skizofrenia Hebrefenik (28), GMO (Gangguan
Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu Mental Organik (20), Skizoafektif (20),
terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan Skizoafektif, Tipe Depresi (18), dan Gangguan
serangkaian upaya yang dirancang untuk Afektif Bipolar, Manik dengan Gejala Psikotik
membantu atau menolong orang. Biasanya kata (14). Penderita gangguan jiwa halusinasi
tersebut digunakan dalam konteks masalah sebanyak 136 pasien dan 30 diantaranya
fisik dan mental. Terapi musik adalah sebuah mengalami halusinasi pendengaran. Peneliti
terapi kesehatan yang menggunakan musik di mengambil khusus diagnosa halusinasi
mana tujuannya adalah untuk meningkatkan pendengaran murni, agar penelitian lebih
atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif spesifik dalam penerapan terapi musik klasik.
dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
usia. Bagi orang sehat, terapi musik bisa dengan cara wawancara terhadap 10 perawat
dilakukan untuk mengurangi stres dengan cara di ruang rawat inap RS Jiwa dr. Soeharto
mendengarkan musik.12 Heerdjan tanggal 18 Agustus 2015 didapatkan
Terapi musik sangat mudah diterima organ perawat mengatakan tindakan keperawatan
pendengaran dan kemudian melalui saraf yang dilakukan pada pasien halusinasi adalah
pendengaran disalurkan ke bagian otak yang mengidentifikasi halusinasi, cara mengontrol
memproses emosi yaitu sistem limbik.8 Pada halusinasi, dan terapi aktivitas kelompok:
sistem limbik di dalam otak terdapat stimulasi persepsi sensori halusinasi dan
neurotransmitter yang mengatur mengenai perawat mengatakan pernah melakukan terapi
stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait musik klasik sebagai terapi nonfarmakologi
ansietas.13 Musik dapat mempengaruhi pada pasien dengan masalah gangguan
imajinasi, intelegensi, dan memori, serta dapat persepsi sensori: halusinasi, namun RS lebih
mempengaruhi hipofisis di otak untuk sering melakukan TAK dalam 1 minggu sekali
melepaskan endorfin.14 sehingga peneliti ingin mengetahui sejauh
Musik dibagi atas 2 jenis yaitu musik mana efektivitas terapi musik terhadap
“acid” (asam) dan “alkaline” (basa). Musik penurunan tanda dan gejala halusinasi
yang menghasilkan acid adalah musik hard pendengaran.
rock dan rapp yang membuat seseorang Berkaitan dengan hal tersebut diatas
menjadi marah, bingung, mudah terkejut dan mengingat tingginya angka penderita gangguan
tidak fokus. Musik yang menghasilkan alkaline jiwa di Indonesia, dan kurangnya tindakan
adalah musik klasik yang lembut, musik terapi musik oleh perawat di RS Jiwa dr.
instrumental, musik meditatif dan musik yang Sorharto Heerdjan, peneliti tertarik untuk
dapat membuat rileks dan tenang seperti musik melakukan penelitian mengenai “ Efektivitas
klasik. 15 terapi musik klasik terhadap penurunan tanda
Musik klasik Mozart mampu memperbaiki dan gejala pada pasien halusinasi
konsentrasi, ingatan dan presepsi spasial. Pada pendengaran di ruang rawat inap elang,
gelombang otak, gelombang alfa mencirikan merak dan perkutut RS Jiwa dr. Soeharto
perasaan ketenangan dan kesadaran yang Heerdjan Jakarta tahun 2015”.
gelombangnya mulai 8 hingga 13 hertz. Tujuan dari penelitian ini adalah
Semakin lambat gelombang otak, semakin mengidentifikasi efektivitas terapi musik klasik
santai, puas, dan damailah perasaan kita, jika terhadap penurunan tanda dan gejala pada
191
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

pasien halusinasi pendengaran di ruang rawat elang RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta
inap elang, merak dan perkutut RS Jiwa Dr. yaitu sampel dan tempat tersebut sesuai dengan
Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2015. kriteria penelitian dan mudah dijangkau
sehingga dapat memperoleh data dasar yang
Metode diperlukan. Penelitian ini dimulai dari bulan
Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016
Metode penelitian adalah suatu cara untuk Prosedur pengumpulan data adalah suatu
memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau proses pendekatan kepada subjek dan proses
pemecahan masalah, pada dasarnya pengumpulan karakteristik subjek yang
menggunakan metode ilmiah.21 Pada bagian diperlukan dalam suatu penelitian.23 Alat
metode penelitian ini akan diuraikan mengenai pengumpulan data yang digunakan adalah
desain penelitian, populasi, sampel, sumber lembar observasi. Obrservasi merupakan salah
data, instrumen dan prosedur analisa data. satu teknik pengumpulan data yang tidak
Rancangan penelitian yang digunakan hanya mengukur sikap dari responden
adalah rancangan quasi eksperiment. Quasi (wawancara dan angket) namun juga dapat
eksperimen adalah penelitian yang menguji digunakan untuk merekam berbagai fenomena
coba suatu intervensi pada sekelompok subjek yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini
dengan atau tanpa kelompok pembanding digunakan bila penelitian ditujukan untuk
namun tidak dilakukan randomisasi untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja,
memasukkan subjek ke dalam kelompok gejala-gejala alam dan dilakukan pada
perlakuan atau kontrol.22 responden yang tidak terlalu besar.17
Desain penelitian yang digunakan Jenis skala pengukuran yang digunakan
yaitu kuantitatif dengan pre and post test adalah skala Likert. Lembar observasi terdiri
without control. Pada desain penelitian ini, dari: data demografi, cara melakukan terapi
peneliti hanya melakukan intervensi pada satu musik, ceklist observasi yang berisikan
kelompok tanpa pembanding. Efektifitas pernyataan tentang tanda dan gejala halusinasi.
perlakuan dinilai dengan cara membandingkan Dalam hal ini lembar observasi diisi sebelum
nilai post test dengan pre test.22 Alasan dilakukan terapi musik klasik dan setelah
menggunakan desain tersebut dalam penelitian dilakukan terapi musik klasik.
ini untuk mengetahui efektifitas pemberian Analisa yang digunakan adalah analisa
terapi musik klasik terhadap penurunan tanda univariat digunakan untuk mendapatkan
dan gejala pada pasien halusinasi pendengaran gambaran tentang karakteristik responden,
di ruang rawat inap elang, merak dan perkutut mendeskripsikan tingkat halusinasi
RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta tahun pendengaran sebelum dan sesudah dilakukan
2015. terapi musik klasik dan analisa bivariat
Dalam penelitian ini populasinya adalah digunakan untuk melihat pengaruh terapi
pasien jiwa dengan masalah keperawatan musik klasik terhadap tingkat halusinasi
Gangguan Sensori Presepsi: Halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi dengar.
Pendengaran yang rawat di ruang rawat inap di
merak, perkutut dan elang RS Jiwa dr. Hasil
Soeharto Heerdjan Jakarta sejumlah 30 orang. Analisa Univariat
Sampel yang terlibat dalam penelitian ini Penyajian hasil penelitian disusun
adalah semua pasien dengan Gangguan Sensori berdasarkan sistematika yang dimulai dengan
Presepsi: Halusinasi Pendengaran yang rawat gambaran analisa univariat yang bertujuan
di ruang rawat inap merak, perkutut dan elang untuk melihat distribusi frekuensi variabel
RS Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan dependen dan independen. Sedangkan analisa
menggunakan total populasi yaitu sebanyak 30 bivariat untuk melihat efektivitas pemberian
orang. Alasan mengambil total populasi karena terapi musik klasik terhadap penurunan tanda
jumlah populasi kurang dari 100 dan seluruh dan gejala halisinasi dengar.
populasi dijadikan sampel penelitian. Dengan Penelitian ini dilakukan di RS Jiwa dr.
kriteria pasien dengan halusinasi pendengaran Soeharto Heerdjan Jakarta di ruang rawat inap
murni. elang, perkutut dan merak. Penelitian ini
Sumber data diperoleh dari pasien dengan dilakukan selama 14 hari yaitu pada tanggal 27
halusinasi pendengaran di ruang rawat inap Desember 2015 hingga 09 januari 2016.
merak, perkutut dan elang RS Jiwa dr. Semua responden tersebut diberikan terapi
Soeharto Heerdjan Jakarta. Alasan peneliti musik klasik secara bersamaan di ruangan
memilih ruang rawat inap merak, perkutut dan
192
Vol. 7 No. 1 Maret 2017 Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

masing-masing responden yaitu selama 10 Tidak ada Penurunan 3 10,0


menit. Ada Penurunan 27 90,0
Total 30 100,0
Table 1. Distribusi responden berdasarkan
usia
Usia (tahun) Jumlah Persentase (%) Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa
≤40 22 73,3 terjadi penurunan tanda dan gejala halusinasi
>40 8 26,7
setelah dilakukan terapi musik yaitu 27
Total 30 100,0 (90,0%) responden.

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan Analisa Bivariat


bahwa usia responden sebagian besar adalah
kurang dari sama dengan 40 tahun sebanyak 22 Analisis bivariat bertujuan untuk
(73,3%) responden. mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah
Table 2. Distribusi responden berdasarkan diberikan terapi musik klasik terhadap
tingkat pendidikan penurunan tanda dan gejala halusinasi
Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) pendengaran dengan uji Paired Sampel T-Test
SD 17 56,7
SLTP 5 16,7
Tabel 6. Hasil uji normalitas efektivitas
SLTA 8 26,7
Total 30 100,0
pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tanda dan gejala pada pasien
halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa terapi
tingkat pendidikan responden terbanyak adalah Variabel Mean SD Shapiro- Asymp. N
SD yaitu 17 (56,7%) responden. Wilk Sig. (2-
tailed)
Table 3. Distribusi responden berdasarkan Tanda dan
status perkawinan gejala
Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) halusinasi
Menikah 18 60,0 pendengaran
Belum Menikah 12 40,0
Total 30 100,0 Sebelum 18,87 2,360 0,968 0,484 30
Terapi 0,204 30

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa Sesudah 24,07 2,180 1,068


status perkawinan responden terbanyak adalah Terapi
menikah yaitu 18 (60,0%) responden.
Dengan melihat hasil uji normalitas pada
Table 4. Distribusi tanda dan gejala halusinasi One-Sample Shapiro-Wilk Test diperoleh hasil
pendengaran sebelum dilakukan terapi musik nilai kemaknaan untuk kedua kelompok yaitu :
klasik kelompok sebelum perlakuan terapi musik =
Jenis kelamin Jumlah Persentase 0,484 dan kelompok sesudah perlakuan terapi
(%) musik = 0,204 dimana data tersebut >0,05
Tidak ada penurunan 27 90,0 dengan demikian dapat diambil kesimpulan
Ada Penurunan 3 10,0 bahwa distribusi kedua kelompok data adalah
Total 30 100,0 normal.
Setelah diketahui distribusi data
mempunyai distribusi yang normal maka uji
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa hipotesis yang digunakan adalah uji paired t-
tanda dan gejala halusinasi sebelum dilakukan test.
terapi musik sebanyak 27 (90,0%) responden. Tabel 7. Efektivitas Terapi Musik Klasik
Table 5. Distribusi tanda dan gejala halusinasi Terhadap Penurunan Tanda dan Gejala pada
pendengaran setelah dilakukan terapi musik Pasien Halusinasi Pendengaran
klasik
Jenis kelamin Jumlah Persentase Variabel Mean SD SE P N
(%) value

193
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

Tanda dan meningkatkan kondisi mental pasien


gejala skizofrenia.11
halusinasi Dengan adanya teori yang mendukung dan
pendengar adanya penelitian sebelumnya yang
an memaparkan efektivitas terapi musik klasik
dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi.
Sebelum 5,200 2,882 0,526 0,000 30 Maka peneliti melakukan penelitian efektivitas
dan
terapi musik klasik terhadapa penurunan tanda
sesudah
dilakukan dan gejala halusinasi pendengaran dan
terapi didapatkan hasil sejalan dengan teori dan
musik penelitian sebelumnya. Berdasarkan tabel 4
menunjukkan bahwa distribusi tanda dan
Tabel 7 terlihat nilai mean perbedaan skor gejala halusinasi pendengaran dari 30
antara sebelum dan sesudah adalah 6,200 responden sebelum dilakukan terapi musik
dengan standar deviasi 2,882. Hasil uji statistik sebanyak 27 (90,0%) responden yang tidak
didapatkan 0,000 (p < 0,05), maka dapat mengalami penurunan tanda dan gejala
disimpulkan ada perbedaan antara tanda dan halusinasi.
gejala halusinasi pendengaran pada pasien Hasil setelah dilakukan terapi musik klasik
halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah Setelah dilakukan terapi musik klasik
terapi musik klasik atau ada efektivitas terapi terjadi penurunan tanda dan gejala halusinasi
musik klasik terhadap penurunan tanda dan pendengaran. Berdasarkan tabel 5 dari 30
gejala halusinasi pendengaran pada pasien responden yang mengalami halusinasi
halusinasi pendengaran. pendengaran terdapat 27 responden yang sudah
Pembahasan mengalami penurunan tanda dan gejala
Pembahsan hasil penelitian dilakukan halusinasi dan 3 responden tidak mengalami
dengan cara membandingkan hasil penelitian penurunan tanda dan gejala halusinasi.
dengan teori dan hasil penelitian terdahulu. Hal ini berkaitan dengan penelitian
sebelumnya dari I Wayan Candra (2013)
Hasil sebelum dilakukan terapi musik mengenai pengaruh terapi musik klasik
klasik terhadap perubahan gejala perilaku agresif
Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan pada pasien skizoprenia dengan jumlah sample
terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi 15 orang. Hasil penelitian perilaku agresif
nonfarmakologi lebih aman digunakan karena pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi
tidak menimbulkan efek samping seperti obat- musik sebagian besar yaitu sebanyak 11 orang
obatan, karena terapi nonfarmakologi (73,3%) dalam katagori sedang. Perilaku
menggunakan proses fisiologis.7 Salah satu agresif pasien skizofrenia setelah diberikan
terapi nonfarmakologi yang efektif adalah terapi musik sebagian besar yaitu sebanyak 12
mendengarkan musik. Musik memiliki orang (80%) dalam katagori ringan.9
kekuatan untuk mengobati penyakit dan Terapi musik sangat mudah diterima organ
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. pendengaran dan kemudian melalui saraf
Ketika musik diterapkan menjadi sebuah pendengaran disalurkan ke bagian otak yang
terapi, musik dapat meningkatkan, memproses emosi yaitu sistem limbik.8 Pada
memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, sistem limbik di dalam otak terdapat
mental, emosional, sosial dan spritual. Pada neurotransmitter yang mengatur mengenai
zaman modern, terapi musik banyak digunakan stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait
oleh psikolog maupun psikiater untuk ansietas.13 Musik dapat mempengaruhi
mengatasi berbagai macam gangguan imajinasi, intelegensi, dan memori, serta dapat
kejiwaan, gangguan mental atau gangguan mempengaruhi hipofisis di otak untuk
psikologis.8 melepaskan endorfin.14
Gold, dkk.(2005) melakukan penelitian Dari perspektif filsafat, musik diartikan
mengenai efektifitas terapi musik sebagai sebagai bahasa nurani yang menghubungkan
terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Hasil pemahaman dan pengertian antar manusia pada
penelitian ini menunjukkan bahwa terapi sudut-sudut ruang dan waktu, di mana pun kita
musik yang diberikan sebagai terapi tambahan berada. Oleh karena itu Nietzsche, seorang
pada perawatan standar dapat membantu filsuf Jerman, meyakini bahwa musik tidak
diragukan dapat memberikan kontribusi yang

194
Vol. 7 No. 1 Maret 2017 Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

positif bagi kehidupan manusia. Sehubungan 3 menjadi 2, dapat disimpulkan bahwa adanya
dengan itu ia mengatakan: "Without music, life penurunan tingkat halusinasi pada kelompok
would be an error." Dalam kenyataannya eksperimen yang telah diberikan terapi musik
musik memang memiliki fungsi atau peran klasik. Hasil uji pada kelompok kontrol yang
yang sangat penting sehingga tidak satupun tidak diberikan terapi musik klasik didapatkan
manusia yang bisa lepas dari keberadaan nilai significancy (p value) 0,414 atau p value
musik. > α (0,05), maka Ha ditolak. Hal ini berarti
Efektivitas pemberian terapi musik klasik tidak ada perbedaan yang signifikan antara
terhadap penuruan tanda dan gejala pretest dan posttest pada kelompok kontrol.
halusinasi pendengaran Hal ini ditunjukkan tidak adanya perubahan
Secara umum beberapa musik klasik nilai rata-rata antara pretest dan posttest pada
dianggap memiliki dampak psikofisik yang kelompok kontrol, dapat disimpulkan bahwa
menimbulkan kesan rileks, santai, cenderung tidak ada penurunan tingkat halusinasi pada
membuat detak nadi bersifat konstan, memberi kelompok kontrol. Perbedaan tingkat
dampak menenangkan, dan menurunkan stress. halusinasi posttest pada kelompok eksperimen
Tetapi pemakaian musik jenis ini perlu dan kelompok kontrol didapatkan p value
pertimbangan tentang waktu tampilan musik, 0,000 < α (0,05), maka Ho ditolak berarti ada
taraf usia perkembangan, dan latar belakang perbedaan yang signifikan tingkat halusinasi
budaya, serta aktivitas motorik yang sesuai dan setelah (posttest) diberikan terapi musik klasik
diassosiasikan dengan kasih sayang dan antara kelompok eksperimen dan kelompok
estetika. Waktu yang ideal dalam mendengrkan kontrol.19
terapi musik adalah 10 sampai dengan 15 Hal ini sesuai dengan teori bahwa terapi
menit. musik klasik merupakan sebuah terapi
Musik klasik Mozart adalah musik klasik kesehatan yang menggunakan musik klasik
yang muncul 250 tahun yang lalu. Diciptakan yang bertujuan untuk meningkatkan atau
oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan
Mozart memberikan ketenangan, memperbaiki sosial bagi individu dari berbagai kalangan
persepsi spasial dan memungkinkan pasien usia. Dalam penilitan ini dengan menggunakan
untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun musik klasik sebagai terapi yang diketahui
pikiran. Musik klasik Mozart juga memiliki dapat meningkatkan atau memperbaiki kondisi
irama, melodi, dan frekuensi tinggi yang dapat fisik, emosi, kognitif dan sosial akan
merangsang dan menguatkan wilayah kreatif membantu mengurangi penurunan tanda dan
dan motivasi di otak. Musik klasik Mozart gejala halusinasi pendengaran responden. 8
memiliki efek yang tidak dimiliki komposer Menurut Stuart & Laraia tanda dan gejala
lain. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan halusinasi antara lain: respon terhadap realita
yang membebaskan, mengobati dan dan tidak tepat, tersenyum dan tertawa sendiri,
menyembuhkan.18 berbicara sendiri, melakukan aktivitas fisik
Berdasarkan tabel 7 terlihat nilai mean yang merefleksikan isi halusinasi, bersikap
perbedaan skor antara sebelum dan sesudah seperti mendengarkan sesuatu / memiringkan
adalah 5,200 dengan standar deviasi 2,882. kepala ke satu sisi seperti jika seorang sedang
Hasil uji statistik didapatkan 0,000 (p < 0,05), mendengarkan sesuatu, kurangnya interaksi
maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara dengan orang lain, dan kurang dapat
tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada berkonsentrasi. Jenis-jenis halusinasi terdiri
pasien halusinasi pendengaran sebelum dan dari: halusinasi audio/dengar, halusinasi
sesudah terapi musik klasik atau ada efektivitas visual/lihat, halusinasi olfaktorik/penciuman
terapi musik klasik terhadap penurunan tanda (bau/hidu), halusinasi gustatorik/kecap, dan
dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi taktil/raba-rasa/kinestetik.6
halusinasi pendengaran. Pemberian intervensi terapi musik klasik
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian membuat seseorang menjadi rileks,
terdahulu oleh Rafina Damayanti, Jumaini, Sri menimbulkan rasa aman dan sejahtera,
Utami (2014) yang menyatakan bahwa Pada melepaskan rasa gembira dan sedih,
kelompok eksperimen didapatkan nilai melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat
significancy (p value) 0,003 atau p value < α stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan
(0,05), maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada kecemasan.20
perbedaan antara pretest dan posttest dan Menurut peneliti, penelitian yang peneliti
terjadi penurunan nilai rata-rata pretest dan lakukan sejalan dengan teori dan penelitian
posttest diberikan terapi musik klasik yaitu dari sebelumnya. Bahwa terapi musik klasik
195
Wuri Try Wijayanto Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia

memiliki efektivitas dalam penurunan tanda 8. Aldridge, D. Melody in music therapy: a


dan gejala halusinasi pendengaran. therapeutic narrative analysis. London: Jessica
Kesimpulan Kingsley Publisher; 2008.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan 9. I Wayan Candra. Terapi musik klasik terhadap
perubahan gejala perilaku agresif pada pasien
bahwa ada efektivitas antara pemberian terapi
skizofrenia [Skripsi]. Politeknik Kesehatan
musik klasik terhadap penurunan tanda dan Denpasar, Bali; 2013.
gejala pada pasien halusinasi pendengaran di 10. Siti Eni Sahpitri. Pengaruh terapi musik
ruang rawat inap Elang, Merak dan Perkutut terhadap tanda dan gejala pada pasien
RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah
Saran pemprov sumatra utara [Skripsi]; 2014.
Saran bagi bagi institusi pendidikan dapat 11. Gold, C., Heldal, T. O., Dahle, T., & Wigram,
terus mengembangkan ilmu pengetahuan T. Music therapy for schizophrenia or
tentang terapi non farmakologik untuk schizophrenia like ilnesses. America: Music
menangani pasien halusinasi dengar sehingga Therapy Association; 2005.
12. Djohan. Psikologi musik. Yogyakarta: Buku
pasien dapat menurunkan tanda dan gejala
Baik; 2006.
halusinasinya. 13. Williams, L., & Wilkins. Panduan belajar:
Bagi perawat di RS Jiwa dr. Soeharto keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik,
Heerdjan Jakarta dapat menerapkan terapi edisi: 3. Jakarta: EGC; 2005.
musik klasik setiap seminggu sekali sehingga 14. Rusdi & Isnawati, N. Awas! anda bisa mati
pasien dapat menurunkan tanda dan gejala cepat akibat hipertensi dan diabetes.
halusinasinya. Dan diharapkan dapat Jogjakarta: Power Books; 2009.
meningkatkan ilmu pengetahuan dan 15. Mucci, K., & Mucci, R. The healing sound of
keterampilan dalam menangani pasien dengan music: manfaat musik untuk kesembuhan,
halusinasi pendengaran dengan cara kesehatan, dan kebahagiaan hidup. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2002.
menerapkan dan mengembangkan terapi musik
16. Campbell, D. Efek mozart memanfaatkan
yang sudah ada sebelumnya. kekuatan musik untuk mempertajam pikiran,
Bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan kreativitas, dan menyehatkan
mengembangkan penelitian yang telah tubuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
dilakukan oleh peneliti dan melakukan 2001.
penelitian tentang terapi non farmakologik lain 17. Sogiyono. Meode penelitian kuantitas,
seperti terapi musik dangdut atau yang beritme kualitatif & R dan D. Bandung: Alphabeta;
cepat yang dapat digunakan untuk menurunkan 2007.
tanda dan gejala halusinasi pendengaran. Atau 18. Satiadarma, M.P. Terapi Musik. Jakarta:
terapi non farmakologik lain seperti terapi Milenia Populer; 2002.
19. Rafina Damayanti, Jumaini, Sri Utami.
bermain atau sejenisnya.
Efektifitas terapi musik terhadap penurunan
Daftar Pustaka tingkat halusinasi pada pasien halusinasi
dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau program
1. Keliat, B. A., Akemat, Helena, C., & studi ilmu keperawatan Universitas Riau
Nurhaeni, H. Keperawatan kesehatan jiwa [Skripsi]; 2014
komunitas: CMHN (basic course). Jakarta: 20. Musbikin, Imam. Kehebatan Musik Untuk
EGC; 2012. Mengasah Kecerdasan Anak. Jogjakarta:
2. Hawari. Pendekatan holistik pada gangguan Power Books; 2009.
jiwa skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran 21. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia; 2001. Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; 2010.
3. Riset Kesehatan Dasar. Riset kesehatan dasar 22. Dharma, KK. Metodologi Penelitian
(riskesdas) 2013.. Jakarta: Badan Litbangkes, Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media;
Depkes RI; 2013. 2011.
4. Azizah, L.M. Keperawatan jiwa aplikasi 23. Nursalam. Konsep & Penerapan Metodologi
praktik klinik. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
5. Baihaqi, M., Sunardi., Rinalti, R., & Heryati, Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
E. Psikiatri konsep dasar dan gangguan- Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika;
gangguan. Bandung: Refika Aditama; 2005. 2008.
6. Stuart, G.W, & Laraia, M.T. Principle and
practice of psychiatric nursing, Edisi: 8.
Philadelphia: Elseiver Mosby; 2005.
7. Keliat, B. A., Wiyono, A.P., & Susanti, H.
Manajemen kasus gangguan jiwa: CMHN
(intermediate course). Jakarta: EGC; 2011.
196
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PERUBAHAN GEJALA


DAN FUNGSI PADA PASIEN RAWAT INAP SKIZOFRENIA DI RUMAH
SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI MALUKU

Svetlana Solascriptura Lewerissa1, Sherly Yakobus2, Christiana R. Titaley3

Svetlana Solascriptura Lewerissa1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Pattimura, Kampus


FK Unpatti, Jl. Ir.Putuhena, Ambon, Maluku.
E-mail: solascriptura141213@gmail.com

dr. Sherly Yakobus, Sp.KJ2, drg. Christiana R. Titaley, MPIH, Ph.D3. Dosen Fakultas Kedokteran,
Universitas Pattimura, Kampus FK Unpatti, Jl. Ir.Putuhena, Ambon, Maluku.

Abstrak

Skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab, dan perjalanan penyakit yang luas, tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan budaya. Pasien skizofrenia memiliki tiga gejala yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gejala disorganisasi, yang berdampak pada fungsi pasien untuk berinteraksi dengan keluarga, sekolah, pekerjaan,
lingkungan, agama, dan sosial. Terapi musik klasik bermanfaat untuk merelaksasi, memperbaiki presepsi, konsentrasi, dan
dapat meningkatkan kontak intrapersonal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap
perubahan gejala dan fungsi pada pasien skizofrenia rawat inap bagian subakut di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Maluku. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan eksperimental. Subyek penelitian berjumlah 10 orang
pasien skizofrenia yang diambil dengan teknik purposive sampling dan dikelompokan dalam one group pretest-posttest.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan Global Assessment of Functioning Scale (GAF Scale)
sebelum dan sesudah diterapi musik klasik Symphony No 9 karya Ludwig Van Beethoven, dalam waktu 30 menit setiap sesi
selama tujuh kali pada pasien skizofrenia. Perubahan gejala dan fungsi pasien skizofrenia akan dibandingkan dan dianalisa
dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata kesepuluh pasien skizofrenia memiliki
skor GAF Scale sebelum diterapi musik klasik yaitu 51-60, namun setelah diterapi musik klasik terjadi peningkatan skor GAF
Scale, sebanyak 50% menjadi 61-70 dan 50% menjadi 71-80. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terapi musik klasik dapat
menurunkan gejala yang dirasakan dan meningkatkan fungsi secara umum pasien skizofrenia yang dirawat inap.
Kata Kunci: Skizofrenia, Musik Klasik, GAF Scale

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 31
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

Abstract

Schizophrenia is a syndrome with a variety unknown causes and a wide course of disease, as well as a number of
consequences that depend on consideration of genetic, physical, and cultural influences. Schizophrenic patients have three
symptoms: positive symptoms, negative symptoms, and symptoms of disorganization, which have an impact on the patient's
function to interact with family, school, work, environment, religion and social. Classical music therapy is useful for
relaxation, perception improvement, concentration, and can increase intrapersonal contact. This study aims to determine the
effect of classical music therapy on symptom and function changes in schizophrenic patients hospitalized in the sub-acute
section of the Maluku Province Regional Special Hospital. This research is an analytical research with an experimental
approach. The subjects were 10 schizophrenic patients who were taken with purposive sampling technique which was included
in one group pre test-posttest. Data collection was carried out by using the observation of the Global Assessment of
Functioning Scale (GAF Scale) before and after being treated by Ludwig Van Beethoven's Symphony No. 9 classical music
in seven sessions for seven times in schizophrenic patients. Symptom and function changes of schizophrenic patients will be
compared and analyzed by using the Wilcoxon test. The results found that on average, ten schizophrenic patients had
symptoms and functions change measured by GAF Scale scores before classical music treatment was 51-60, but after classical
music treatment, there was an increase in GAF Scale score, as much as 50% to 61-70 and 50% to be 71-80. So, it can be
conclude that classical music therapy can reduce the symptoms and improve general function in
schizophrenic patients hospitalized.
Keywords: Schizophrenia, Classical Music, GAF Scale

Pendahuluan

Skizofrenia merupakan gangguan mental (WHO) tahun 2017, terdapat 21 juta orang di
yang berat ditandai dengan gangguan dalam seluruh dunia yang mengalami skizofrenia.3
pemikiran, presepsi, dan bahasa.1 Angka Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
kematian pasien skizofrenia mengalami (RISKESDAS)5 tahun 2013, menunjukan
peningkatan 2-3 kali lebih cepat dibandingkan prevalensi skizofrenia di Indonesia, mencapai
orang-orang pada umumnya.2 Hal ini sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per
dikarenakan lebih dari 50% orang yang 1000 penduduk.4 Prevalensi skizofrenia
mengalami skizofrenia tidak mendapatkan berdasarkan provinsi di Indonesia yang tertinggi
perawatan yang baik, sehingga mengalami yaitu Provinsi Aceh dan DI Yogyakarta yaitu 2,7
gangguan metabolik, gangguan kardiovaskular, per 1000 penduduk, dan untuk Provinsi Maluku
dan infeksi yang terlambat diobati sehingga prevalensi skizofrenia sebesar 1,7 per 1000
mengakibatkan pasien skizofrenia meninggal. penduduk, ternyata mengalami peningkatan
Menurut data dari World Heatlh Organization
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 32
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

daripada tahun sebelumnya sebesar 0,9 per 1000 Manfaat dari terapi musik adalah untuk
penduduk.4,5 merelaksasi, mempertajam pikiran,
Pada Rumah Sakit Khusus Daerah memperbaiki presepsi, konsentrasi, ingatan,
Provinsi Maluku, berdasarkan hasil rekapan menyehatkan tubuh, meningkatkan fungsi otak,
tahun 2018 angka kejadian skizofrenia terus dan dapat meningkatkan kontak intrapersonal
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, di serta meningkatkan kemampuan untuk
tahun 2015 sebesar 361 orang, 2016 sebanyak beradaptasi dengan lingkungan sosial di
395 orang dan di tahun 2017 sebanyak 506 masyarakat.9,10 Musik yang dapat digunakan
orang.6 untuk terapi musik pada umumnya musik yang
Pasien skizofrenia memiliki tiga gejala yaitu lembut, memiliki nada-nada dan irama yang
gejala positif, gejala negatif, dan gejala teratur atau instrumentalia, yaitu musik
disorganisasi. Gejala-gejala skizofrenia tersebut klasik.10,11
akan berdampak pada fungsi pasien untuk Penelitian sebelumnya yang dilakukan
berinteraksi dengan keluarga, sekolah, pekerjaa oleh I Wayan Chandra, I Gusti Ayu Ekadewi,
-n, lingkungan, agama, dan sosial.7 Berdasarkan dan I Ketut Gama tahun 2013,12 mengenai terapi
penjelasan diatas, maka perlu dilakukan penang musik klasik terhadap gejala perilaku agresif
anan secara komprehensif yaitu dengan farmak- pasien skizofrenia di Ruang Kunti Rumah Sakit
oterapi dan nonfarmakoterapi, supaya dapat Jiwa Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukan
menangani gejala dan meningkatkan fungsi perilaku agresif pasien skizofrenia sebelum
pasien skizofrenia.7 diberikan terapi musik klasik sebagian besar
Farmakoterapi yaitu terapi dengan sebanyak 11 orang dalam kategori sedang.
memberikan obat-obatan yang terbagi atas dua Setelah diberikan terapi musik sebagian besar
golongan yaitu golongan Antipsikotika Generasi sebanyak 12 orang dalam kategori tingkat
I (APG I) dan Antipsikotika Generasi agresif yang ringan.12
II (APG II). Penanganan secara nonfarmakotera Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
pi yaitu pelatihan yang digunakan seperti pelati Rafina Damayanti, Jumaini, dan Sri Utami 13,
han keterampilan sosial, terapi berorientasi pada tahun 2014 di Rumah Sakit Jiwa Tampan
keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individu, Provinsi Riau mengenai efektifitas terapi musik
terapi kejuruan dan terapi perilaku kognitif dan klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi
terapi menggunakan musik.8,9 pada pasien halusinasi sebanyak 34 orang yang
terdiri dari 17 orang kelompok eksperimental

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 33
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

dan 17 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Jumlah
ini membuktikan adanya penurunan tingkat minimal sampel diukur menggunakan rumus
halusinasi pada kelompok eksperimen yang dibawah ini :
telah diberikan musik klasik, sedangkan untuk
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )2 𝑓
kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang 𝑛1 = 𝑛2 =
(𝑃1 − 𝑃2 )2
signifikan.13
Pada tahun 2017 Jonas Danny, Monty Keterangan :
14
Satiadarma, dan Denrich Suryadi melakukan n1 = n2 = besar sampel.
penelitian tentang penerapan terapi musik untuk p1 = proporsi penurunan gejala dan fungsi pada
menurunkan gejala negatif pada pasien pasien skizofrenia sebelum
skizofrenia di salah satu panti sosial Jakarta mendengarkan musik klasik = 0 12
Barat. Penerapan terapi musik yang dilakukan p2 = proporsi peningkatan gejala dan fungsi
sebanyak delapan kali dengan setiap sesi pada pasien skizofrenia setelah
berlangsung selama 20 sampai 45 menit, terbukti mendengarkan musik klasik = 0,8 12
efektif dapat menurunkan gejala negatif pada f = P1 (1 - P2) + P2 (1 - P1) = 0,8
pasien skizofrenia. Perubahan ini terlihat dari Kesalahan tipe I (α) = 0,05, tingkat kepercayaan
menurunnya skor dari tiga partisipan dengan 95%. Zα = 1,96
menggunakan alat ukur Positive and Negative Kesalahan tipe II (β) = 0,2. Kekuatan studi 80%,
Syndrom Scale (PANSS).14 Zβ = 0,84
Dari hasil perhitungan dengan rumus
Metode diatas diperoleh besar sampel minimal adalah 10
Penelitian ini merupakan penelitian orang, yang diambil dengan menggunakan
analitik, dengan menggunakan desain penelitian pendekatan purposive sampling.
eksperimental, rancangan one-group pretest
Hasil
pada awal peneltian dan postest setelah
intervensi diberikan dalam waktu tiga puluh Karakteristik Responden

menit selama tujuh kali. Dalam penelitian ini, Berdasarkan Tabel 1 karakteristik

populasi yang diambil dengan cara purposive responden penelitian berdasarkan usia

sampling, yakni pasien rawat inap skizofrenia di menunjukan bahwa sebanyak tiga responden

bagian subakut ditetapkan ciri-ciri khusus yang (30%) tergolong kelompok usia dewasa muda,

sesuai dengan tujuan penelitian, pada Rumah dan tujuh responden (70%) dalam penelitian ini

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 34
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

tergolong dalam usia kelompok dewasa tua. Gejala dan Fungsi Pasien Skizofrenia
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak Sebelum di Terapi Musik Klasik
enam orang (60%) dan jumlah responden Pasien skizofrenia yang masuk rumah
perempuan sebanyak empat orang (40%). sakit memiliki GAF Scale rata-rata 41-50
Karakteristik responden dari status sebanyak (Rendah), dengan ciri-ciri gejala serius, gaduh
lima responden (50%) sudah menikah dan lima gelisah, hendaya serius, dan disabilitas berat
responden (50%) lainnya belum menikah. dalam fungsi kehidupan sosial, pekerjaan,
Berdasarkan data pendidikan terakhir sekolah, dan intrapersonal. Setelah itu akan
responden, sebanyak empat responden (40%) mendapatkan penatalaksanaan farmakoterapi di
menamatkan Sekolah Tingkat Pertama (SMP), ruangan akut, jika sudah mengalami perbaikan
dan enam responden (60%) berpendidikan gejala dan fungsi kemudian di pindahkan ke
terakhir yaitu Sekolah Tingkat Atas (SMA). ruangan subakut. Sebelum diberikan terapi
musik klasik, dilakukan pengukuran skor GAF
Tabel 1 Distribusi karakteristik responden Scale pada kesepuluh responden yang sudah
Karakteristik Responden n Persentase dipindahkan ke ruangan subakut, ditemukan
(%)
delapan orang memiliki skor Global Assessment
Usia
of Functioning Scale (GAF Scale) 51-60
Dewasa muda (<
3 30,0
25 tahun) (Sedang), dan dua orang dengan skor GAF Scale
Dewasa tua (≥ 25 61-70 (Sedang) (Gambar 1). Berdasarkan hasil
7 70,0
tahun) di atas, gejala dan fungsi yang kesepuluh
Jenis Kelamin
responden dikategorikan dalam kelompok rata-
Laki-laki 6 60,0
rata.
Perempuan 4 40,0
Status 100
Menikah 90
Skor GAF Scale

5 50,0
Belum Menikah
5 50,0 80
Pendidikan Terakhir
70
SMP
4 40,0
SMA 60
6 60,0
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TOTAL 10 100,0 Pasien

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 35
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

Gambar 1 Diagram distribusi responden berdasarkan 100


gejala dan fungsi sebelum diberikan perlakuan.
90

Skor GAF Scale


Gejala dan Fungsi Pasien Skizofrenia 80
Sebelum
Sesudah di Terapi Musik Klasik 70 Perlakuan
Setelah
Dari kesepuluh pasien yang diteliti, 60 Perlakuan
ditemukan bahwa setelah diberikan terapi musik 50
klasik selama tujuh kali, terdapat perbedaan skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pasien
GAF Scale. Pada penelitian ini 50% pasien
memiliki skor 71-80 (Tinggi), pasien terlihat Gambar 2 Diagram distribusi responden berdasarkan
tenang, kooperatif, gejala halusinasi atau waham gejala dan fungsi sebelum dan sesudah diberikan

sudah berkurang bahkan tidak ada lagi, dapat perlakukan.

berkonsentrasi saat terapi musik klasik, fungsi


Penatalaksanaan Farmakoterapi Responden
kognitif baik, komunikasi baik, dan fungsi
Selama di Terapi Musik Klasik
secara umum baik. Sebanyak 50% lainnya yang
Penatalaksanaan farmakoterapi kepada
mempunyai skor 61-70 (Sedang), dengan gejala
pasien skizofrenia yang dirawat inap pada
ringan yang terlihat adanya perubahan mood,
bagian subakut, merupakan pengobatan first line
depresi, dan insmonia ringan, fungsi secara
yang tergolong dalam antagonis generasi II
umum cukup baik, hubungan interpersonal yang
(APG II), (Tabel 2). Obat APG II merupakan
cukup berarti, komunikasi relevan, kontak
obat-obatan antipsikotika yag baru dengan
verbal dan mata positif, fungsi kognitif cukup,
efikasi yang lebih baik dan memiliki efek
kadang berbohong. Hal ini menunjukan adanya
samping minimal. Obat APG II bermanfaat
peningkatan skor dari setiap pasien sehingga
untuk mengontrol gejala-gejala positif maupun
dikategorikan dalam kategori tinggi seperti yang
negatif dari pasien skizofrenia. Beberapa pengo
terlihat dalam Gambar 2.
batan yang diberikan seperti risper-idone, chlor
promazine, carbamazepine, clozapine, depakote
, haloperidol, trihexy-phenidyl, memberikan
hasil pengobatan yang baik sehingga saat
diterapi dengan musik klasik pasien skizofrenia
mengalami perubahan gejala dan fungsi yang
signifikan, seperti pada Tabel 4.2.
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 36
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

No Nama PENGOBATAN Skor Skor


Tabel 2 Pengobatan responden selama di terapi musik GAF GAF
klasik Scale Scale

No Nama PENGOBATAN Skor Skor Sebelum Setelah

GAF GAF Terapi Terapi

Scale Scale Chlorpromazine

Sebelum Setelah 100g (1x1)

Terapi Terapi Trihexyphenidyl

1 LJ Risperidone 2g 51-60 71-80 2g (1x1)

(2x1) 7 NM Risperidone 2g 51-60 61-70

Chlorpromazine (2x1)

100g (1x1) Chlorpromazine

Depakote 200 g 100g (1x1)

(2x1) 8 MN Risperidone 2g 51-60 71-80

2 YK Risperidone 2g 61-70 71-80 (2x1)

(2x1) Carbamazepine

Chlorpromazine 200g (3x1)

100g (1x1) 9 SW Risperidone 2g 51-60 61-70

3 NT Risperidone 2g 51-60 61-70 (2x1)

(2x1) Chlorpromazine

Carbamazepine 100g (1x1)

200g (3x1) 10 KR Risperidone 2g 61-70 71-80

Clozapine 100g (2x1)

(1x1) Chlorpromazine

4 NS Risperidone 2g 51-60 61-70 100g (1x1)

(2x1) Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap


Chlorpromazine Perubahan Gejala dan Fungsi Pada Pasien
100g (1x1)
Skizofrenia
5 RN Haloperidol 2g 51-60 61-70
Analisis bivariat dilakukan untuk
(2x1)
Chlorpromazine
mengetahui hubungan antara variabel bebas
100g (1x1) yaitu mendengarkan musik klasik dan variabel
Trihexyphenidyl terikat yaitu gejala dan fungsi pasien skizofrenia.
2g (1x1)
Hasil analisis disajikan dalam Tabel 3.
6 DP Haloperidol 2g 51-60 71-80
(2x1)

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 37
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

Median Mean Nilai penelitiannya menunjukan bahwa sebanyak 80%


(Minimum- Perubahan P
pasien skizofrenia berusia lebih dari 18 tahun,
Maksimum) Skor
hal ini sependapat dengan Neligh16 tahun 1989,
GAF Scale 62 (60-70) 5,50 0,004
yang mengatakan bahwa gangguan skizofrenia
Sebelum di
Terapi (n=10) sering mengenai usia remaja dan usaia dewasa
GAF Scale 75 (70-80) awal anatara 15-25 tahun. Usia puncak pada
Sesudah di laki-laki adalah 15-25 tahun, sedangkan untuk
Terapi (n=10)
perempuan adalah 25-30 tahun.15,16
Tabel 4.3 Hasil analisis uji Wilcoxon
Pembagian umur pada penelitian ini
* Uji Analisis Wilcoxon, 10 subjek mempunyai GAF Scale berdasarkan standar WHO yaitu sesuai tingkat
yang meningkat. kedewasaan, dengan mengelompokkan usia
Berdasarkan uji Wilcoxon, diketahui responden dengan batas usia 25 tahun. Usia
bahwa terjadi peningkatan skor GAF Scale yang kurang dari 25 tahun dikelompokkan dewasa
signifikan secara statistik antara sebelum dan muda dan usia lebih dari atau sama dengan 25
setelah pemberian musik klasik (p=0,004) pada tahun dikelompokkan dewasa tua. Pembagian
pasien rawat inap skizofrenia di Rumah Sakit umur dalam suatu penelitian dapat
Khusus Daerah Provinsi Maluku. Rata-rata menggunakan umur median (median age) yaitu
perubahan skor GAF Scale sebelum dan sesudah umur yang membagi penduduk menjadi dua
diterapi sebesar 5,50, (Tabel 3). bagian dengan jumlah yang sama. Penggunaan
umur median adalah untuk mengukur tingkat
Pembahasan pemusatan penduduk pada kelompok-kelompok

Karakteristik Responden umur tertentu. 16

a. Usia
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 1 mengenai karakteristik
Berdasarkan karakterisitik responden
usia, terdapat 70% dari resonden yang
khususnya jenis kelamin (Tabel 1), terdapat
mengalami skizofrenia pada usia ≥ 25 tahun, dan
perbedaan yang bermakna pada kelompok laki-
30% < 25 tahun hasil ini sesuai dengan
laki sebanyak enam orang (60%) dan responen
penelitian Ajeng Wijayanti dkk15 tahun 2014,
perempuan empat orang (40%), hasil penelitian
tentang hubungan onset usia dengan kualitas
ini sejalan dengan beberapa penelitian antara
hidup penderita skizofrenia di wilayah kerja
lain penelitian Cordosa et al 17 tahun 2005, yang
puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. Hasil

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 38
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

menyimpulkan bahwa laki-laki lebih berisiko


d. Pendidikan
2,48% untuk menderita skizofrenia
Hasil penelitian (Tabel 4.2) menunjukan
dibandingkan perempuan. Penelirian yang
15 bahwa sebanyak enam responden (60%)
dilakuka oleh Ajeng Wijayanti dkk tahun
pendidikan terakhirnya di SMA dan empat
2014, menunjukan bahwa sebanyak 72%
responden (40%) pendidikan terakhirnya yaitu
responden penelitiannya laki-laki dan 28%
SMP, hal ini menunjukan adanya hubungan
adalah perempuan. Hal ini disebabkan karena
tingkat pendidikan dengan kejadian skizofrenia.
perempuan lebih bisa menerima situasi
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Agung
kehidupan dibandingkan laki-laki, dan selain itu
dkk19 tahun 2016, yang menyatakan bahwa
laki-laki menjadi penopang utama rumah tangga
responden yang memiliki tingkat pendidikan
sehingga lebih besar mengalami tekanan
rendah berisiko mengalami skizofrenia 1,886
hidup.17
kali dibandingkan dengan yang memiliki tingkat
c. Status Pernikahan pendidikan tinggi.19
Hasil penelitian tentang status pernikahan
menunjukan bahwa lima responden (50%) sudah Gejala dan Fungsi Sebelum Terapi Musik
menikah lima responden (50%) belum menikah. Klasik
Namun kelima responden yang sudah menikah Gejala dan fungsi sebelum terapi musik
empat diantaranya sudah berpisah dengan klasik pada pasien skizofrenia yang dirawat inap
pasangan tetapi belum cerai secara hukum. Hal diruang subakut laki-laki dan perempuan,
18
ini sesuai dengan pendapat Fakhri dkk tahun ditemukan bahwa rata-rata skor Global
2005, yang menyatakan bahwa ada perbedaan Assessment of Functioning Scale (GAF Scale )
bermakna antara status pernikahan terhadap sebelum diberikan perlakukan yaitu 51-60
gangguan jiwa dimana orang yang belum (Sedang). Pada skor GAF Scale 51-60 pasien
menikah dan yang berpisah dengan pasangan tampak afek masih datar, halusinasi mulai
lebih berisiko mengalami gangguan jiwa.18 Hal berkurang, waham masih ada, gelisah ringan,
ini sejalan dengan dengan penelitian yang cukup kooperatif, komunikasi relevan, kontak
dilakukan oleh Ajeng Wijayanti dkk15 tahun mata dan verbal positif, memiliki kesukaran
2014,mengenai status pernikahan didapatkan ringan dalam fungsi sosial, perawatan diri,
hasil sebanyak 92% responden yang mengalami interpersonal. Gejala dan fungsi yang terlihat
skizofrenia belum menikah. sebelum terapi musik klasik mengalami

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 39
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

perbaikan jika dibandingkan dengan saat pasien anti sosial, mengatur hormon yang berkaitan
masuk rumah sakit untuk dirawat inap dengan dengan stres dan mengubah presepsi dan
skor GAF Scale rata-rata 41-50 (Rendah). Pasien mempengaruhi untuk mengenal ruang sekitar,
dirawat inap dengan gejala yang berat, dan menimbulkan rasa aman, relaksasi, mengurangi
disabilitas berat, sehingga dirawat selama kecemasan dan mengatasi depresi.10
kurang lebih seminggu di ruangan akut untuk Dalam penelitian ini, subyek diteliti dalam
diobservasi dan diberikan perawatan one group pre test-post test yang terdiri dari 10
farmakoterapi. pasien skizofrenia. Pada kelompok ini diberikan
perlakuan berupa mendengarkan musik klasik
Gejala dan Fungsi Sesudah Terapi Musik selama 30 menit sebanyak tujuh kali kemudian
Klasik akan di ukur dengan Global Assessment of
Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi Functioning Scale (GAF Scale) dari masing-
peningkatan fungsi dan penurunan gejala masing subyek penelitian. Hasil penelitian,
skizofrenia yang signifikan, setelah didapati terjadi perubahan gejala dan fungsi
mendengarkan musik klasik Symphony No 9 yang diukur dengan skor GAF Scale meningkat
karya Ludwig Van Beethoven yang pada tingkat klasifikasi yang rata-rata dan tinggi.
diperdengarkan selama 30 menit sebanyak tujuh Sebanyak lima pasien yang memiliki skor GAF
kali dalam tujuh hari untuk setiap pasien. Waktu Scale meningkat menjadi 61-70 (50%) dalam
yang diperlukan untuk terapi musik klasik kategori rata-rata dan lima pasien 71-80 (50%)
sampai menimbulkan pengaruh belum dapat dikategorikan tinggi. Pasien dengan skor GAF
dipastikan secara pasti, akan melalui beberapa Scale 61-70 masih memiliki gejala ringan yang
studi menyarankan bahwa mendengarkan musik terlihat adanya perubahan mood, depresi, dan
klasik selama 25 sampai 90 menit dapat insmonia ringan, fungsi secara umum cukup
menimbulkan pengaruh fisiologis pada tubuh.20 baik, hubungan interpersonal yang cukup
Musik klasik diyakini oleh hampir semua berarti, komunikasi relevan, kontak verbal dan
ahli terapi musik dan ilmuan yang pernah mata positif, fungsi kognitif cukup, kadang
meneliti pengaruh musik terhadap otak atau berbohong. Pasien dengan skor GAF Scale 71-
fisiologis tubuh manusia, memiliki kejernihan 80 berdasarkan hasil observasi dan tanya jawab
dan kebeningan yang terkandung didalam musik terlihat tenang, kooperatif, gejala halusinasi atau
sehingga mampu memperbaiki kosentrasi, waham sudah berkurang, dapat berkonsentrasi
presepsi parsial, mengurangi perilaku agresif,

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 40
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

saat terapi musik klasik, fungsi kognitif baik, efektif bagi penderita skizofrenia, karena pasien
komunikasi baik, dan fungsi secara umum baik. akan merasakan ketenangan, santai, rileks,
Peneliti belum menemukan hasil nyaman, mulai dapat berinteraksi dengan orang
penelitian yang sama persis, tetapi berdasarkan lain, fokus terhadap apa yang dilakukan serta
hasil penelitian serumpun dan sesuai dengan munculnya motivasi untuk sembuh.21
beberapa hasil penelitian yang dilakukan, antara Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
lain oleh I Wayan dkk,12 pada tahun 2013 yang Campbell10 tahun 2010 yaitu pengaruh musik
meneliti tentang terapi musik klasik terhadap klasik pada gelombang otak. Gelombang beta
perubahan gejala perilaku agresif pasien yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz dalam
skizofrenia pada 15 orang subyek menyatakan kegiatan sehari-hari maupun apabila mengalami
bahwa, terdapat pengaruh yang sangat signifikan perasaan negatif. Saat mendengarkan musik
(p=0,000) antara terapi musik klasik dengan klasik akan dirasakan gelombang otak pada
perubahan gejala perilaku agresif pasien gelombang alfa, yang mencirikan ada perasaan
skizofrenia. Hasil yang signifikan (p=0,000) yang tenang dan rileks yang daurnya mulai dari
juga diperoleh dari hasil penelitian Rafina dkk,13 8 hingga 3 hertz. Kemudian masuk pada periode
pada tahun 2014 tentang efektifitas terapi musik puncak kreativitas, meditasi, dan tidur dicirikan
klasik terhadap penuruan tingkat halusinasi pada dalam gelombang delta, yang berkisar 0,5
34 pasien halusinasi dengar di RSJ Tampan hingga 3 hertz. Semakin lambat gelombang otak
Provinsi Riau, yang menyatakan kesimpulan semakin santai, puas dan damai perasaan
bahwa ada penurunan tigkat hasusinasi pada seseorang. Terapi musik sangat mudah diterima
kelompok eksperimen yang telah di terapi musik oleh telinga dan melalui nervus auditorius
klasik. disalurkan ke sistem limbik yang mengatur
Penelitian Ulrich, Houtmans dan emosi manusia, sehingga secara langsung dapat
Gold,21 tahun 2007 yang juga menggunakan memperngaruhi reaksi emosional dan reaksi
terapi musik untuk pasien skizofrenia fisik manusia seperti detak jantung, tekanan
didapatkan hasil bahwa, terapi musik dapat darah, temperatur tubuh juga mengaktifkan
mengurangi gejala negatif dan meningkatkan memori yang tersimpan di corpus collosum dan
kontak interpersonal serta meningkatkan meningkatkan seluruh integrasi wilayah otak.10
kemampuan pasien untuk beradaptasi dengan
lingkungan sosial di masyarakat. Hasil
penelitian ini menunjukan terapi musik sangat

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 41
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

Keterbatasan Penelitian gejala halusinasi atau waham sudah


Adapun keterbatasan penelitian ini antara lain: berkurang, dan fungsi secara umum baik
1. Kurangnya kerjasama keluarga pasien 3. Musik klasik secara signifikan (p=0,004)
dalam melanjutkan terapi setelah kembali dapat menurunkan gejala dan meningkatkan
ke rumah. fungsi pasien skizofrenia rawat inap di
2. Faktor perancu yang tidak dapat diteliti oleh Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
peneliti hanya dengan one group pretest- Maluku.
posttest seperti pemberian obat-obatan yang
berbeda pada setiap pasien. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti
Kesimpulan memberikan saran sebagai berikut:
Beberapa hal yang dapat disimpulkan 1. Diharapkan keluarga untuk memberikan
berdasarkan hasil penelitian ini antara lain : dukungan kepada pasien berupa lanjutan
1. Sebelum diberikan terapi musik klasik terapi musik klasik yang dapat diunduh dari
kesepuluh responden memiliki skor GAF internet kepada pasien setelah kembali ke
Scale yaitu 51-60 (Sedang) pasien tampak rumah.
afek masih datar, halusinasi mulai 2. Perlu adanya penelitian lanjutan yang
berkurang, waham masih ada, gelisah mengkaji tentang pengaruh terapi musik
ringan, cukup kooperatif, komunikasi klasik terhadap perubahan gejala dan fungsi
relevan, kontak mata dan verbal positif, pasien skizofrenia tanpa mengabaikan
memiliki kesukaran ringan dalam fungsi faktor-faktor tertentu seperti farmakoterapi
sosial, perawatan diri, interpersonal. yang dapat mempengaruhi gejala dan fungsi
2. Setelah diterapi musik klasik selama 30 yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
menit sebanyak tujuh kali, kesepuluh Selain itu dapat menambah jumlah sampel
responden mengalami peningkatan skor dan menggunakan durasi pelakuan yang
GAF Scale, 50% menjadi 61-70 (Sedang) berbeda.
tampak gejala ringan, perubahan mood, 3. Perlu adanya penelitian lanjutan yang
insmonia ringan, fungsi secara umum cukup memberikan variasi terhadap musik yang
baik. Sebanyak 50% menjadi 71-80 akan diterapi seperti musik keroncong,
(Tinggi) pasien terlihat tenang, kooperatif, musik dangdut, musik pop, musik
instrumental rohani sehingga dapat melihat

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 42
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

perbandingan jenis musik yang digunakan http://www.depkes.go.id/article/print/1610


dan dampaknya terhadap pasien skizofrenia. 0700005/peran-keluarga-dukung-
4. Musik klasik dapat dijadikan sebagai salah kesehatan-jiwa-masyarakat.html
satu terapi suportif nonfarmakoterapi selain 6. Rekam Medik Rumah Sakit Khusus Daerah
obat-obatan yang digunakan sebagai Provinsi Maluku. Laporan Tahunan
pendukung perawatan untuk meningkatkan Kunjungan Pasien Skizofrenia. 2018
kualitas hidup pasien skizofrenia. 7. Gill D., Hughes’ Outline of Modern
Psychiatry. Ed 5. England: British Library
Daftar Pustaka Cataloguing; 2007
1. World Health Organization. Management of 8. Sadock. Kaplan.. Buku Ajar Psikiatri Klinis.
schizophrenia. [internet]. 2018. [cited 12 Ed 2. Jakarta: EGC; 2017
March]. Available from: 9. Maramis WF. Ilmu Kedokteran Jiwa.
http://www.who.int/mental_health/manage Surabaya: Airlangga University Press; 2009
ment/schizophrenia/en/ 10. Campbell. Efek Mozart : Memanfaatkan
2. World Health Organization. Prevalence of Kekuatan Musik Untuk Mempertajam
schizophrenia. [internet]. 2018. [cited 12 Pikiran, Meningkatkan Kreativitas Dan
March]. Available from: Menyehatkan Tubuh. Jakarta : PT Gramedia
http://www.who.int/en/news-room/fact- Pustaka Utama; 2010
sheets/detail/schizophrenia 11. Djohan.Terapi Musik teori dan aplikasi.
3. World Health Organization. Depression and Yogyakarta: Galangpress; 2006
other common mental disorders. Global 12. I Wayan C, I Gusti AE, I Ketut G. Terapi
Heath Estimates. 2017 Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Perilaku Agresif Pasien Skizofrenia.
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Denpasar; 2013
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. 13. Rafina D, Jumaini, Sri Utami. Efektifitas
Jakarta: Kemenkes RI, 2013 Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
5. Departemen Kesehatan. Prevalensi Tingkat Halusinasi Pada Pasien Halusinasi
skizofrenia di Indonesia. [internet]. 2018. Dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau. Riau;
[cited 12 March] Available from : 2014
14. Jonas DMK, Monty PS, Denrich S.
Penerapan Terapi Musik Untuk

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 43
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 1, Nomor 2, Oktober 2019

Menurunkan Gejala Negatif Pada Penderita


Skizofrenia di Panti Sosial. Jakarta Barat.
2017
15. Ajeng Wijayati, Warih AP. Hubungan
Onset Usia Dengan Kualitas Hidup
Penderita Skizofrenia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.
Yogyakarta. 2014
16. Neligh GL. Psychiatry the National Medical
Series fir Independent Study. Ed 2nd. New
York: Joh Wiley & Sons. 1989
17. Cordoso CS, et al. Factors Associated with
low Quality of Life in Schizophrenia. Cad
Saude Publica: 2005
18. Fakhari A, Ranjibae F. An Epidemiological
Survey of Mental Disorders amongs Adults
in the North West Area of Tabriz. Iran:
Departement of Psychiatry. 2005
19. Agung Wahyudi, Arulita IF. Faktor resiko
terjadinya skizofrenia Studi Kasus di
Wilayah Kerja Puskesmas pati II.
Semarang:2016
20. Paget RJ. The Role Music in Learning.
United Kingdom: BAAT Ltd;2006
21. Ulrich, G., Houtmans, T., & Gold, C.

American Music Therapy Association. The

Additional Therapeutic effect of Group

Music Therapy for Schizophrenic Patients,

116,362-70. 2007.

https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index 44
ORIGINAL RESEARCH
published: 23 January 2018
doi: 10.3389/fnins.2017.00744

Music Intervention Leads to


Increased Insular Connectivity and
Improved Clinical Symptoms in
Schizophrenia
Hui He 1† , Mi Yang 1,2† , Mingjun Duan 1,2 , Xi Chen 1 , Yongxiu Lai 1 , Yang Xia 1 , Junming Shao 1 ,
Bharat B. Biswal 1 , Cheng Luo 1* and Dezhong Yao 1*
1
The Clinical Hospital of Chengdu Brain Science Institute, MOE Key Lab for Neuroinformation, University of Electronic
Science and Technology of China, Chengdu, China, 2 The Four People’s Hospital of Chengdu, Chengdu, China
Edited by:
Robert J. Zatorre,
McGill University, Canada Schizophrenia is a syndrome that is typically accompanied by delusions and
Reviewed by: hallucinations that might be associated with insular pathology. Music intervention, as
Boris Kleber,
Aarhus University, Denmark a complementary therapy, is commonly used to improve psychiatric symptoms in the
Alfredo Raglio, maintenance stage of schizophrenia. In this study, we employed a longitudinal design
Istituti Clinici Scientifici Maugeri Spa
to assess the effects of listening to Mozart music on the insular functional connectivity
SB, Italy
Antoni Rodriguez-Fornells, (FC) in patients with schizophrenia. Thirty-six schizophrenia patients were randomly
University of Barcelona, Spain divided into two equal groups as follows: the music intervention (MTSZ) group, which
*Correspondence: received a 1-month music intervention series combined with antipsychotic drugs, and the
Cheng Luo
chengluo@uestc.edu.cn no-music intervention (UMTSZ) group, which was treated solely with antipsychotic drugs.
Dezhong Yao Resting-state functional magnetic resonance imaging (fMRI) scans were performed at
dyao@uestc.edu.cn
the following three timepoints: baseline, 1 month after baseline and 6 months after

These authors have contributed
baseline. Nineteen healthy participants were recruited as controls. An FC analysis seeded
equally to this work.
in the insular subregions and machine learning techniques were used to examine
Specialty section: intervention-related changes. After 1 month of listening to Mozart music, the MTSZ
This article was submitted to
showed increased FC in the dorsal anterior insula (dAI) and posterior insular (PI) networks,
Auditory Cognitive Neuroscience,
a section of the journal including the dAI-ACC, PI-pre/postcentral cortices, and PI-ACC connectivity. However,
Frontiers in Neuroscience these enhanced FCs had vanished in follow-up visits after 6 months. Additionally, a
Received: 26 June 2017 support vector regression on the FC of the dAI-ACC at baseline yielded a significant
Accepted: 20 December 2017
Published: 23 January 2018
prediction of relative symptom remission in response to music intervention. Furthermore,
Citation:
the validation analyses revealed that 1 month of music intervention could facilitate
He H, Yang M, Duan M, Chen X, Lai Y, improvement of the insular FC in schizophrenia. Together, these findings revealed that
Xia Y, Shao J, Biswal BB, Luo C and
the insular cortex could potentially be an important region in music intervention for
Yao D (2018) Music Intervention
Leads to Increased Insular patients with schizophrenia, thus improving the patients’ psychiatric symptoms through
Connectivity and Improved Clinical normalizing the salience and sensorimotor networks.
Symptoms in Schizophrenia.
Front. Neurosci. 11:744. Keywords: schizophrenia, music intervention, resting-state fMRI, functional connectivity, insular cortex, validation
doi: 10.3389/fnins.2017.00744 analysis

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 1 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

INTRODUCTION have suggested that music therapy can have uniquely motivating,
emotionally expressive and relationship-building qualities in
Neuropsychiatric conditions, such as schizophrenia, display schizophrenia (Rolvsjord, 2001; Solli, 2008). Music therapy
a complex and diverse neurobiology, which has long been has been shown to significantly increase the patients’ level
associated with difficulty in distinguishing between the “self ” of interest in external events and to diminish their negative
and “non-self,” as well as with an uncertainty regarding symptoms (Tang et al., 1994). In addition, music listening
whether one’s actions and thoughts are independent from has also been performed at the group level in patients. After
external influences. Various passivity symptoms, such as auditory music intervention, significant advantages were detected in
verbal hallucinations, thought insertion, and emotion processing, some measures concerning personal relations and subjectivity
especially in response to emotional stimuli, may be caused by in patients with schizophrenia (Hayashi et al., 2002). Cognitive
these experiences. These symptoms are often referred to as task performance could also be facilitated after listening to
first-rank symptoms, which play a key role in the diagnosis music by Mozart in patients with schizophrenia (Glicksohn
of patients with schizophrenia (Waters and Badcock, 2010). and Cohen, 2000). However, the particular mechanism behind
Neuroimaging data also support the idea that these symptoms this phenomenon is still poorly understood; the neural
are related to altered brain functional connectivity (FC) (Fornito system changes induced by the long-term effects of music
et al., 2012; Wojtalik et al., 2017). Prolonged treatment with intervention could translate into clinically meaningful effects.
antipsychotic drugs is a common choice for the remission Importantly, neuroimaging studies have highlighted that music
stage of schizophrenia. Complementary therapies, such as music can modulate the state of neural systems, e.g., the insular network
intervention (Talwar et al., 2006) and cognitive-behavioral (Baumgartner et al., 2006; Koelsch et al., 2006). Music training
intervention (Rector and Beck, 2001), are also used for patients could lead to significant reorganization in insula-based networks,
with schizophrenia. Specifically, recent studies of patients with potentially facilitating the high-level cognitive and affective
schizophrenia showed that music intervention could significantly functions that are associated with the integration of multisensory
improve psychiatric symptoms (Mössler et al., 2011; Lu et al., information in the context of music performance (Zamorano
2013). et al., 2017). In addition, the right anterior insula is also a key
Music is one of the oldest and most basic sociocognitive node in the brain’s singing network, which is responsible for
domains of the human species. It is considered as a profound the integration of salient signals across multiple sensory and
capacity to bind individuals together emotionally and to change cognitive domains that guides vocal behavior (Kleber et al., 2017).
our physiological behavior, emotions, and subjective perception Thus, the insula might be an important region related to music
of time (Habibi and Damasio, 2014). Music listening and music intervention in patients with schizophrenia.
therapy (such as music performance and/or listening by patients, The human insular cortex forms a distinct lobe and involves
etc.) are often justified by the proposed need for a medium for three major functionally unique subregions (Deen et al., 2011),
communication and expression. Listening to Mozart K.448 could including the ventral anterior insula (vAI), dorsal anterior insula
temporarily enhance spatial-temporal reasoning on humans (dAI), and the posterior insula (PI). The dAI functions as
(Rauscher et al., 1993). Other forms of music were found to an integral hub in integrating the interactions between other
be equally effective in the short-term (Gardiner et al., 1996; brain networks involved in externally oriented attention and
Rauscher et al., 1997). The discovery of these effects of music self-related cognition (Kurth et al., 2010; Uddin et al., 2014),
opened a new page for the study of the impact of music on the vAI appears to be more involved in affective processes,
humans. Furthermore, music therapy is one therapeutic method and the PI is associated with sensorimotor processing (Chang
that uses musical experiences to help people with serious mental et al., 2013). Of these three subregions, particular attention
disorders develop relationships and address issues that they may has been paid to the dAI because it is a key node in the
not be able to by using words alone (Bruscia, 1998; Gold et al., salience network (SN), which contributes to stimulus detection
2009). Research has extensively and continuously examined the and salience processing (Kurth et al., 2010; Uddin et al., 2014;
cognitive effects of music listening on listeners and music therapy Nomi et al., 2016). Moreover, task-based investigations have
on patients with dementia, anxiety, and schizophrenia (Pavlicevic revealed that the dAI is the most flexible insula subregion (Yeo
et al., 1994; Foster and Valentine, 2001; Chan et al., 2003). et al., 2014). The dAI has also been reported to facilitate the
The effect of music intervention is associated with the detection of salient exogenous stimuli and to coordinate network
regulation of behaviors, such as emotion and sensorimotor switching between the default mode and central executive
processing in our bodies (Damasio, 2001; Habibi and Damasio, networks (Menon and Uddin, 2010). Thus, the insula provides
2014; Luo et al., 2014; Li et al., 2015) that are considered core the basis for a sense of the physiological condition of the body
fields of abnormality in schizophrenia (Wylie and Tregellas, (sensorimotor processing) and for the representations of signals
2010). To assess the effect of music therapy on patients with from the external environment (external emotional stimuli)
schizophrenia, almost all studies have compared both individual (Craig, 2004; Singer et al., 2009). In other words, the insula is a
and groups of patients receiving standard care with or without likely candidate region for where the integration of internal and
music therapy (Talwar et al., 2006; Ulrich et al., 2007). The external information and the maintenance of the balance between
duration of these studies varied from 1 to 4 months (40– them occur.
60 min per week), while no later follow-up assessments over Many deficits observed in schizophrenia might be related
a longer term were included. More practically, clinical reports to insula pathology (Wylie and Tregellas, 2010; Dong et al.,

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 2 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

2017). Dysfunction of the insula may contribute to the difficulty Design


in recognizing emotional facial expressions in patients with To examine the effect of music intervention sessions on patients
schizophrenia (Williams et al., 2007), as well as to the difficulties with schizophrenia, we conducted a quasi-randomized controlled
in evaluating and creating emotionally vocal expressions trial. The study spanned a period of 6 months. The design
(Mitchell et al., 2004). Individuals with schizophrenia have an consisted of three timepoint-tests, including a baseline test,
impaired right anterior insula modulation of the central executive a 1 month later test and a 6 months later test, that were
and default mode networks (Jiang et al., 2017), which could used in this study. The experimental inpatients and controlled
predict a patient’s cognitive performance (Moran et al., 2013). inpatients were compared using the reference of the HCs. The
Furthermore, the loss of insight that is seen in schizophrenia has inpatients with schizophrenia were randomly divided into two
also been associated with morphometry of the posterior insula groups by psychiatrists, a music intervention schizophrenia
(Palaniyappan et al., 2011). In response to a painful stimulus, group (MTSZ, 22 patients) and a no-music intervention
lower activation of the middle-posterior insula provided support schizophrenia (UMTSZ, 23 patients), that only controlled for
for the existence of a basic deficit in interoceptive perception in the balance of age, gender and education level in the two
schizophrenia (Linnman et al., 2013). Importantly, the insula, patient groups. The experimental patient group underwent music
especially the anterior part, is involved in identifying subjectively intervention in addition to a stable drug treatment strategy
self-generated from externally generated information. According (changeless antipsychotic drugs and their doses). The control
to one interpretative hypothesis (Wylie and Tregellas, 2010), the group received the stable drug treatment as well. The medication
abnormalities in the insular cortex might lead to the attribution dosage information of the patients is shown in Table S1.
of internally generated sensory information to an external source, The blinded assignment and assessments, which included the
thus eventually contributing to the hallucinations in patients with resting-state MRI, psychiatric symptoms and neuropsychological
schizophrenia. measurements, were performed at three timepoints during the
Therefore, in this study, we investigated whether the effects music intervention in the two patient groups. A flow chart of the
of long-term music intervention in patients with schizophrenia patient interventions throughout the study is shown in Figure 1.
could positively improve patients’ symptoms and behaviors The patients with schizophrenia were given information about
through changes in the insula functional network. Based on the study procedures and the music intervention. Every subject
evidence from the diagnosis of patients with schizophrenia provided written consent to participate in this study. Part of
and from functional neuroimaging studies, we hypothesized consent include the exact information of the music intervention
that music intervention could positively modulate the FC of processing and security provisions. The study was approved
the insula in patients with schizophrenia. These intervention- by the Ethics Committee of the clinical hospital of CBSI in
affected areas are important for regulation and self-reflection. accordance with the Helsinki Declaration. All the methods were
These altered FCs could positively improve patients’ symptoms carried out in accordance with the approved guidelines.
and behaviors. To validate our hypothesis, we used resting-state
functional magnetic resonance imaging (fMRI) and machine Content of Music Intervention
learning approaches to examine the effects of long-term music In this study, the musical piece used was Mozart’s sonata K.448,
intervention on patients with schizophrenia. which has been widely used in scientific studies to assess the
effects of music (Rauscher et al., 1993; Coppola et al., 2015;
Xing et al., 2016). One professional music therapist, who had
MATERIALS AND METHODS long-term working experience in music therapy, participated in
Subjects this experiment. The MTSZ group received a 1-month course
Seventy-five subjects (56 patients and 19 healthy controls) in music intervention (Mozart’s sonata K.448 music listening, 30
participated in this study. The patients with schizophrenia were sessions), in addition to antipsychotic drugs. Each session took
recruited from the clinical hospital of Chengdu Brain Science 30 min per day. During these sessions, the main activity that the
Institute (CBSI). The inclusion criteria for the inpatients in this patients participated in was the peaceful listening of the music of
study was a primary diagnosis of schizophrenia, according to the Mozart’s sonata K.448 from a stereo system that was installed in
Structured Clinical Interview for the DSM-IV Axis I disorders- a quiet room. At the beginning of the experiment, the therapist
clinical version (SCID-I-CV), by two experienced psychiatrists. introduced the background of music to the patients. Finally, after
The exclusion criteria were acute psychotic symptoms, a each session, the therapist recorded the information about the
secondary diagnosis of organic psychosis or dementia, unstable musical experience of the patients. The UMTSZ was set as the
drug treatment, not being able to mingle in a group, as well control group that was treated solely with antipsychotic drugs.
as the presence of other arts interventions (art, dance, and
movement). A set of matched MRI data of 19 healthy controls Psychiatric and Neuropsychological
(HCs), which was used as a healthy reference, was also obtained Assessment
from the clinical hospital of CBSI research databases. The HCs Because the patients stayed in different wards, three evaluators
were screened for a history of medical or neuropsychiatric illness, of the neuropsychological assessments, and one psychiatrist
as well as for major neurological or psychiatric illness in their assessed them. The psychiatric symptoms of the patients were
first-degree relatives. The controls and patients were matched for assessed by a psychiatrist using the Positive and Negative
age, gender and years of education. Symptom Scale (PANSS). For the neuropsychological assessment,

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 3 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 1 | Consort diagram showing the flow of patients through the study from baseline to the 1- and 6-month follow-ups.

before the start of the study, the evaluators were trained in the use (Tamkin and Kunce, 1985). The target patterns contained
of observer instruments to achieve a high inter-rater reliability. geometric and abstract figures and were displayed to the subjects
Then, we administered the Block Design Test (BDT) and the for 10 s. After that, the subjects were required to duplicate the
Benton Visual Retention Test (BVRT), as well as the Spatial Maze figures from immediate memory. Finally, the Spatial Maze task,
Test from the Wechsler Adult Intelligence Scale Revised (WAIS- which also comes from the WAIS-R, is one of the most reliable
R) (Wechsler, 1981) to the two patient groups. The BDT, which measures of visuospatial anterograde memory function.
reflects visuospatial ability (Kaufman, 2001), requires the subjects
to duplicate 10 target patterns using a set of two-colored blocks. MRI Data Acquisition and Preprocessing
The patterns were presented in order of ascending difficulty. The experiments were performed on a 3T MRI scanner (GE
The BVRT is a well-established neurodiagnostic instrument that DISCOVERY MR750). at the University of Electronic Science
has been used to assess visuospatial perception and retention and Technology of China. During scanning, we used foam

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 4 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

TABLE 1 | Participant fundamental information.

MTSZ patients UMTSZ patients MTSZ patients UMTSZ patients Healthy p


baseline baseline 1-month 1-month controls

Gender (Male/Female) 5/13 5/13 – – 7/12 0.787a


Age (years) 45.38 ± 9.69 45.72 ± 7.63 – – 44.42 ± 4.70 0.863b
Education level (years) 11.94 ± 3.24 11.22 ± 2.90 – – 11.36 ± 2.81 0.641b
Head motion 0.062 ± 0.031 0.089 ± 0.065 0.078 ± 0.046 0.088 ± 0.067 0.075 ± 0.055 0.560b
Duration of illness (years) 19.66 ± 11.11 18.00 ± 8.18 – – 0.611c
Medication dosage in CPZ equivalents (mg) 339.23 ± 94.15 320.53 ± 142.50 – – 0.645c

MTSZ, Music intervention schizophrenia; UMTSZ, no-music intervention schizophrenia; CPZ, chlorpromazine; Indicated values are shown mean ± standard deviation.
a Indicates the p-values for the comparisons (Chi-square test) among the MTSZ(baseline), UMTSZ(baseline), and healthy controls.
b Indicates the p-values for the comparisons (Analysis of variance) among the MTSZ(baseline), UMTSZ(baseline), and healthy controls.
c Indicates the p-values for the comparisons (Two-sample t-tests) between the MTSZ and the UMTSZ at baseline.

padding and ear plugs to reduce head motion and scanning noise, algebra (DARTEL), and segmentation into gray matter (GM),
respectively. The resting-state functional MRI data were acquired white matter and cerebrospinal fluid. The segmented GM was
using gradient-echo echo planar imaging sequences (repetition modulated using nonlinear deformation. Then, we obtained the
time [TR] = 2,000 ms, echo time [TE] = 30 ms, flip angle [FA] = total GM volume and total intracranial volume (TIV) of each
90◦ , matrix = 64 × 64, field of view [FOV] = 24 × 24 cm2 , slice subject. The GM volumes of all the subjects were normalized by
thickness/gap = 4 mm/0.4 mm), with an eight channel-phased dividing the individual TIV score of each subject. The GM value
array head coil. All subjects underwent a 510-s resting state scan is related to the local functional connectivity strength across a
to yield 255 volumes (32 slices per volume). The first five volumes brain region (Liang et al., 2013). Thus, to avoid the effects of GM,
were discarded for the magnetization equilibrium. Subsequently, the patients and HCs’ normalized GM volumes at baseline were
high-resolution T1-weighted images were acquired using a 3- entered as the global variable to correct for the global GM volume
dimensional fast spoiled gradient echo sequence (TR = 6.008 ms, effect across subjects in the statistical analysis.
FA = 9 degree, matrix = 256 × 256, FOV = 25.6 × 25.6 cm2 , slice
thickness = 1 mm, no gap, 152 slices). During the resting-state Functional Connectivity Mapping
fMRI, all the subjects were instructed to have their eyes-closed The same analysis was performed in all three groups. In the
and to move as little as possible without falling asleep. previous literature, three subregions of the insula, including the
The functional data preprocessing was performed using SPM8 ventral anterior insula (vAI), dorsal anterior insula (dAI) and the
(Statistical Parametric Mapping, http://www.fil.ion.ucl.ac.uk/ posterior insula (PI), were subdivided based on the clustering
spm/). A series of preprocessing steps were performed for each of the FC patterns in the unilateral insula (Deen et al., 2011).
subject as follows: (1) slice timing correction; (2) head motion According to the template of the insula from the findings of Deen
correction; (3) normalization: the functional data were spatially et al. each ROI was used as a seed in the whole-brain FC analysis
normalized (3 ∗ 3 ∗ 3 mm) to the EPI template; (4) the images in each of the three groups. The mean BOLD series of each ROI
were smoothed by a 6-mm full width at half maximum Gaussian were extracted from these seeds. Subsequently, an FC analysis was
kernel; (5) temporal filtering was performed at bandpass 0.01– performed between the seed and all the voxels in the brain. The
0.08 Hz; and (6) nuisance signals were regressed out, including resulting correlation coefficients were transformed using Fisher’s
white matter, cerebrospinal fluid, and 12 motion parameters r-to-z transformation.
(x-,y-,z-translations, three rotations, their derivatives), except for
the global signal due to a recent excellent study that demonstrated Statistical Analysis
that altered global brain signal was observed in patients with Baseline Functional Connectivity Analysis between
schizophrenia, which may underlie profound alterations in the the Patients and HCs
neural information flow in patients with schizophrenia (Yang We established baseline abnormalities between the healthy
et al., 2014). In addition, a recent study also demonstrated that controls and the patients with schizophrenia through a voxel
head motion has a substantial impact on FC (Power et al., 2012). wise two-sample t-test, with gender, years of education, and age
Thus, any subjects who had a maximum translation in any of the as covariates, within an explicit mask from the union set of the
cardinal directions larger than 2.0 mm or a maximum rotation one-sample t-test results of the two groups. Due to the greater
larger than 2.0 degree were excluded from subsequent analysis. number of patients than the number of healthy controls, an equal
In addition, framewise displacement (FD) was evaluated in the number of the HC group and patients with schizophrenia who
three groups as suggested by Power et al. (2012). were randomly selected from the two patient groups was entered
The structural images were processed using the SPM8 into the statistical comparison. To ensure a high reproducibility
toolbox, with spatial normalization to the MNI-space using a of our results at baseline, these steps were repeatedly performed
diffeomorphic anatomical registration through exponentiated lie 200 times, which led to a total of 200 two-sample t-test results. For

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 5 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

each insular subregion, we calculated the probability maps of the

(baseline) (1 month)
P-valve
Interaction effects Music main effects Post-hoc (paired t-test) Post-hoc (t-test2)

0.010*
0.272
0.783

0.059
0.967
0.164
comparison results, where the voxels exhibited significant group

0.33
differences (P < 0.05, cluster level false discovery rate corrected)
TABLE 2 | The main effects of time and music intervention factor, as well as the music intervention * time interaction on PANSS and neuropsychological scores in patients through repeated measure ANOVA.

across the total 200 tests.


P-value

0.284
0.152
0.717
0.806
0.147
0.539
0.405

Indicated values are shown mean ± standard deviation. BVRT, Benton visual retention test; PANSS, positive and negative symptom scale; “t-test2” means the t-test between MTSZ and UMTSZ. *p < 0.05, **p < 0.01.
Longitudinal Analysis in Patients
After tests for normality, homogeneity of variance and Mauchly’s
test of sphericity through Matlab 2016a software, the repeated
(UMTSZ)
P-valve

0.631
0.513
0.331
0.738
0.311
measures ANOVA and post-hoc analyses were performed to
0.12
0.57

assess the music intervention ∗ time interaction and the main


effects of music intervention and time on the FC, as well as on the
0.004**
0.002**
0.002**

0.005**
P-value
(MTSZ)

symptom and neuropsychological measurements. Age, gender,


0.017*
0.32
0.24

illness duration, education characteristics, GM, and medication


dosage were used as the potential confounding covariates in the
P-value

statistical analysis. Specifically, in each FC map, the within-group


0.005**
0.001**
0.001**

0.002**
0.036*
0.071
0.202

z-values map was analyzed using a one-sample t-test (P < 0.05,


cluster level false discovery rate corrected). Then, we restricted
F-value

3.487

8.914
12.861
14.693
4.794
11.311

the ANOVA to the mask of the union of the one-sample t-test


1.69

results. The significance threshold of the group differences for


the ANOVA was set to P < 0.05 (cluster level false discovery rate
P-value

0.004**
0.001**

0.007**
0.021*

corrected; Forman et al., 1995). We extracted the FC, symptom


0.669
0.581

0.092

and neuropsychological measurements that showed significant


changes in the repeated measures ANOVA from the MTSZ and
F-value

0.186

5.842
9.509
13.294
3.005
8.228
0.31

UMTSZ groups for the post-hoc analysis.


64.11 ± 11.73 54.78 ± 14.56 63.50 ± 12.21 63.60 ± 15.23 63.40 ± 14.81

Validation Analyses
22.78 ± 10.00 22.21 ± 11.09 20.63 ± 9.04
3.73 ± 2.59
3.87 ± 3.43

10.71 ± 3.94
21.91 ± 7.27
30.78 ± 6.13
6-month
13/18

Validation analyses were included to address the potential


UMTSZ

effects related to music intervention in more detail. Two


established classifiers [support vector machine (SVM) and post-
hoc analysis(PHA)], in which two levels were set, including a level
4.93 ± 3.51
2.69 ± 1.47

12.71 ± 5.64
23.11 ± 7.63
27.78 ± 6.15
6-month
MTSZ

with an intervention effect and a level without an intervention


9/18

effect, were applied to the intra and inter group validation


analyses. To identify the difference between the groups, two
classification models (classifiers_MTSZ and classifiers_UMTSZ)
4.83 ± 2.09
3.67 ± 2.43

10.61 ± 4.64
23.11 ± 6.67
29.78 ± 6.05
1-month

were conducted, respectively. First, in the intra-group validation


UMTSZ

18/18

analysis, we used the leave one out cross validation (LOOCV)


strategy to predict the intervention effect in the MTSZ and
UMTSZ groups. Second, for the inter-group validation analysis,
25.5 ± 7.11
5.77 ± 1.06
4.33 ± 2.79

19.39 ± 8.88
24.72 ± 5.00

two classification models were built based on the data of the


10.66 ± 3.3
1-month
MTSZ

18/18

MUSZ and UMTSZ groups. Then, two decision models were


used to predict the intervention effect in the validation groups;
the other patient and HC groups, in which the baseline data of
20.11 ± 10.89
4.72 ± 1.96
3.55 ± 2.48

10.67 ± 4.60
23.39 ± 5.98
30.05 ± 5.97

the patients would be classified as a level without an intervention


Baseline
UMTSZ

18/18

effect, 1-month data of the patients and HCs would be predicted


to divide into a level with an intervention effect. The validation
performances of the two classification models were adopted
to evaluate the therapeutic effect. In other words, a higher
62.89 ± 17.41
23.83 ± 9.58
5.50 ± 1.10
3.28 ± 2.05

12.89 ± 4.38
PANSS-negative score 21.78 ± 9.24
28.22 ± 7.03
Baseline

performance of the model was reflective of a better therapeutic


MTSZ

18/18

effect of these classifiers. Detailed information can be found in


section 3 of the Supplemental Information.
Furthermore, to predict the changes in the individual PANSS
PANSS-positive score

PANSS-general score

scores and neuropsychological measurements in the MTSZ


PANSS-total score

group, a support vector regression (SVR) algorithm was used


Block design test

to calculate the regression model, in which the percentage of


Spatial maze

change scores (1 – [score at 1-month/score at baseline]) were


estimated based on the FCs at baseline. An epsilon SVR based
BVRT

on the model implemented in the SVM (Chang and Lin, 2011)

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 6 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 2 | The FC patterns of each seed in three groups. Patterns of significant positive correlations with the following six seeds: bilateral dorsal anterior insula [(A):
left dAI; (B): right dAI], bilateral posterior insula [(C): left PI; (D): right PI], bilateral ventral anterior insula [(E): left vAI; (F): right vAI], in healthy control (“a”: HC) and music
intervention patients with schizophrenia (“b”: MTSZ), and music no-intervention patients with schizophrenia (“c”: UMTSZ). For display purposes, all of the maps are
shown with t score between 3.5 and 10.

with a linear kernel and default parameters was applied, using a recalled because they were no longer interested in the experiment
LOOCV procedure. after being discharged from the hospital. Five patients with
schizophrenia with excessive head motion were also excluded,
RESULTS so thirteen (13/18) UMTSZ and nine (9/18) MTSZ patients were
included in the follow-up analysis. Through comparison analysis,
Forty-five patients with schizophrenia finished the randomized the long-term effect of music intervention was evaluated.
controlled trial at two time-points (baseline and 1-month follow-
up). Nine of them (four in MTSZ and five in UMTSZ) were Changes in Clinical and
excluded due to the excessive head motion during the MRI scans. Neuropsychological Measurements
Thus, 18 MTSZ, 18 UMTSZ, and 19 HC were included in the Through a repeated measures ANOVAs analysis, we observed
following analysis. The demographic information is displayed in significant music intervention main effects and music
Table 1. intervention ∗ time interaction in the PANSS and BVRT
To further examine the effect of music intervention on the scores (Table 2). None of the symptoms or neuropsychological
insular networks, we did the follow-up visits 6 months later, measurements showed significant main effects of time. Post-hoc
as we expected that the effect of music intervention would analysis revealed no significant difference between the MTSZ
vanish gradually after the period of intervention (Guétin et al., and UMTSZ groups at baseline for any of the features of the
2009). However, nine patients with schizophrenia (25%) were not psychiatric symptoms or neuropsychology. The significant

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 7 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 3 | Music intervention * time interactions on the FC map of the left dAI. (A) Denotes the altered FC in patients compared with the HCs. The cool color
indicates decreased FC. The maps are shown with probability scores between 80 and 100%. (B) Denotes the significant music intervention * time interaction that was
observed between the left dAI and the ACC. (C) The bar maps present the FC differences between-group and within-group in the regions showing significant music
intervention * time interaction. The data are expressed as the mean value + standard error. ***p < 0.001. PM: probability map. The blue circle marks the same region
in (A,B), which represents the positively modulated region through music intervention in patients.

increase in the BVRT and the decrease in the PANSS scores were ACC. In addition, decreased FC was observed between the
found in the MTSZ group following music intervention, but bilateral PI and the sensorimotor regions, as well as the occipital
not in the UMTSZ group (Table 2). Furthermore, the effects area in patients. While in the bilateral PI and vAI networks,
of music intervention had vanished in the MTSZ group at the the patients also demonstrated increased FC with the basal
follow-up visits after 6 months [comparison results between 1 ganglia regions compared with the HCs (Figures 3A, 4A, 5A,
and 6 months from the baseline: BVRT: t (17) = 3.76, p = 0.001; Figure S1). In addition, compared to the UMTSZ group, the
PANSS-total score: t (17) = 5.24, p < 0.001; PANSS-positive score: MTSZ patients demonstrated decreased correlations with the
t (17) = 2.51, p = 0.022; PANSS-negative score: t (17) = 2.70, p = precentral and supplementary motor areas in the bilateral dAI
0.015; PANSS- general score: t (17) = 3.56, p = 0.002]. networks (uncorrected P < 0.05; Figure S2). If the strict threshold
(voxel level false discovery rate corrected P < 0.05) was used, no
Baseline Functional Connectivity difference was observed between the MTSZ and UMTSZ groups
Abnormalities between Patients and HC at baseline.
The FC patterns of each seed were remarkably similar across
the MTSZ, UMTSZ, and HC groups (Figure 2). Compared Music Intervention Effects in Longitudinal
to the HCs, the patients demonstrated decreased FC between Changes of Functional Connectivity
the three insular subregions and the orbital frontal cortex, as After 1 month of music intervention, the repeated measures
well as temporoparietal junction. In the left dAI and bilateral ANOVA analysis showed significant music intervention ∗ time
vAI networks, the patients exhibited decreased FC with the interaction effects on the FC between the left dAI and the ACC

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 8 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 4 | Music intervention * time interaction effect on the FC of the left PI. (A) Denotes the altered FC in the patients compared with the HCs. The cool color
indicates decreased FC, and the hot color indicates increased FC. The maps are shown with probability score between 80 and 100%. (B) Denotes the significant
music intervention * time interactions that were observed in the left PI-ACC FC and the PI-left precentral FC. (C) The bar maps present the FC differences
between-group and within-group. The data are expressed as the mean value + standard error. *p < 0.05, ***p < 0.001. PM: probability map. The circles mark in (B),
which represent the positively modulated region through music intervention in patients in (C) (blue circle: ACC; black circle: left precentral).

(Figure 3B, Table 3) in the patients. Post-hoc analysis revealed significant difference in the FC after music intervention was
that the FC between the left dAI and the ACC did not show any found.
significant differences between the MTSZ and UMTSZ groups at The 6-month follow-up investigation is illustrated in Figure 6.
baseline but was found to be significantly increased in the MTSZ The increased FC between the left insula (dAI and PI) and the
patients following music intervention (Figure 3C). Importantly, ACC in response to the music intervention mentioned above had
this increased connectivity was observed to decrease in patients a significantly reduced alteration compared with the second scan
compared with the HCs at baseline. (after 1-month of music intervention). In a word, a diminished
Regions showing significant music intervention ∗ time effect of music intervention was observed after 6 months of music
interaction effects on the FC of the left PI were located in the intervention.
ACC and the left precentral gyrus (Figure 4B, Table 3), with non-
significant lower values in the MTSZ group compared to the Prediction of Music Intervention Effects by
UMTSZ group at baseline and significant increases in the MTSZ Validation Analyses
group following music intervention (Figure 4C). The binary and linear predictions of music intervention by
Significant music intervention ∗ time interaction effects on the FCs yielded an accuracy rates significantly above the level
the FC between the right PI and the ACC, left precentral, and of chance (Figure 7A, Table 4). In the classification model
right precentral gyrus were observed (Figure 5B, Table 3), inter-group validation analysis, the classifiers_MTSZ, based on
with non-significant lower values in the MTSZ group the FCs from MTSZ group, had better accuracy than the
compared to the UMTSZ group at baseline and significant classifiers_UMTSZ. In addition, through this validation analysis,
increases in the MTSZ patients at the 1-month follow-up the effect of music intervention had vanished in the MTSZ
(Figure 5C). Finally, no significant main effects of time group at the 6-month follow-up (Figure S3, Table S2). Detailed
or group music intervention factors were observed in any information about the validation analyses of the follow-up visits
regions. In the right dAI and bilateral vAI networks, no can be found in section 3 of the Supplemental Information.

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 9 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 5 | Music intervention * time interaction effect on the FC of the right PI. (A) Denotes the altered FC in the patients compared with the HC. The cool color
indicates decreased FC, and the hot color indicates increased FC. The maps are shown with probability scores between 80 and 100%. (B) Denotes the significant
music intervention * time interaction that was observed in the PI-ACC FC and the PI-bilateral precentral FC. (C) The bar maps present the FC differences
between-group and within-group. The data are expressed as the mean value + standard error. *p < 0.05, **p < 0.01. PM: probability map. The circles mark in (B),
which represents the positively modulated region through music intervention in patients in (C) (blue circle: ACC; black circle: left precentral; purple circle: right
precentral).

Furthermore, the SVR results, which were based on the FC received music intervention. However, at the 6-month follow-
between the left dAI and the ACC in the MTSZ at baseline, up investigation demonstrated the effect of music listening had
were significantly associated with the actual percentage changes vanished.
in the PANSS-positive scores of the MTSZ group (r = 0.47, p < In patients with schizophrenia, abnormal external stimulus
0.01; Figure 7B). The mean absolute error between the predicted responses are central to its psychopathology (Morrison et al.,
percentage of change in the PANSS-positive score and the actual 1988), weakening social cognition and regulation of emotion,
score was 8.37%. which is associated with poor social functioning (Couture et al.,
2006). Structural and functional deficits in the insula have been
DISCUSSION implicated in patients with schizophrenia for disturbed responses
processing (Shepherd et al., 2012). The dAI plays a crucial role
To the best of our knowledge, this study is the first to assess in the SN, which has extensive involvement in the detection and
the effect of long-term music intervention on the insular processing of salient events (Chang et al., 2013), in addition to
neural circuit in patients with schizophrenia. Consistent with its relation to marking objects that require further processing by
previous studies, the patients with schizophrenia illustrated integrating external stimuli with internal homeostatic contexts
the dysfunctional insular connectivity in this study. After (Nomi et al., 2016). In schizophrenia, abnormal functioning
listening to Mozart’s sonata music, we observed the positive of the anterior insula is involved in hallucinations (Wylie and
improvement effect on the abnormally lower insular FCs Tregellas, 2010). Dysfunction of the SN has been observed in
(within the dAI and PI networks) using correlation and schizophrenia between the bilateral anterior insula and several
pattern classification analyses. Furthermore, the principal nodes of the SN, which has been related to cognitive dysfunction
findings of the SVR analysis indicated that the FC of (White et al., 2010). Similar to previous findings, at baseline,
the left dAI with the ACC at baseline could predict the we observed decreased FC between the dAI and the ACC in
improvement in the psychiatric symptoms in the patients who schizophrenia. More importantly, in the MTSZ group, after

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 10 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

TABLE 3 | Significant music intervention * time interaction on FC of subregion of disintegration in sensorimotor processing domain might
insula through repeated measure ANOVA. enhance our understanding of schizophrenia pathophysiology
Regions BA MNI coordinates Peak Cluster
(Javitt, 2009). Specifically, the posterior insula is involved in
F-score voxels sensorimotor processing (Stephani et al., 2011). It has been
ascribed an integrative role, linking information from diverse
x y z
sensorimotor functional regions and playing an important
LEFT dAI
role in sensorimotor processing (Nieuwenhuys, 2012). In the
Ins.L BA 48 −38 −6 6 7.582 86
current study, we observed decreased FC between the PI and
ROL.L BA 48 −45 −5 10 5.474
sensorimotor regions in schizophrenia at baseline. After listening
ACC.R BA 24 5 24 26 11.756 56
to Mozart’s sonata music, we found increased FC between the
bilateral PI and sensorimotor regions of the MTSZ group, though
ACC.L BA 24 −2 21 26 7.263
there were no significant differences in the patients compared
LEFT PI
with controls at the baseline. Previous studies have indicated that
PreCG.L BA 6 −57 5 27 13.421 118
music listening can clearly modify the sensorimotor processing
ACC.R BA 24 2 15 28 9.290 65
of the body, e.g., temperature and galvanic skin responses
ACC.L BA 24 −1 13 29 8.732
(Blood and Zatorre, 2001; Trost et al., 2012; Li et al., 2014).
RIGHT PI
Our previous study also revealed that FC was significantly
ACC.R BA 24 2 12 30 11.528 165
increased in the multi-sensorimotor cortices of musicians
ACC.L BA 24 −2 13 29 11.344
(Luo et al., 2012). Additionally, music intervention might be a
MCC.R BA 24 1 9 33 10.173
useful neurorehabilitation tool for patients with chronic stroke
MCC.L BA 24 −3 84 37 9.424
and could lead to functional network reorganization in the
PreCG.L BA 6 −57 8 31 9.126 71
sensorimotor cortex (Rojo et al., 2011). Thus, in our study, the
PreCG.R BA 6 44 1 34 8.770 36
increased sensorimotor connectivity after listening to Mozart’s
BA, Brodmann area; dAI, dorsal anterior insula; PI, posterior insula; Ins, insula; ROL, sonata music might be a compensatory response to other
rolandic operculum; PreCG, precentral gyrus; ACC, anterior cingulate cortex; MCC, abnormal connectivity in the sensorimotor network in patients.
middle cingulate cortex. Altogether, these findings may indicate that the increased FCs
of the PI network, as the positive regulatory effect of long-term
music intervention, might increase sensorimotor processing in
listening to Mozart’s sonata music, we found that long-term patients with schizophrenia.
music intervention could positively improve the abnormally low The functional differentiation of the insular cortex has
FC between the dAI and the ACC. Extending these results here, already been indicated by excellent recent studies. The insula
in the MTSZ group, the SVR analysis provided a continuous is thought to play a role in the functional integration between
prediction of positive symptom remission based on the baseline different functional systems by integrating information from
FC between the dAI and the ACC. Music listening can evoke these diverse systems (Craig, 2004; Nieuwenhuys, 2012). The
emotional feelings, such as peacefulness, fear and joy (Sloboda insula was reported to be involved in not only integrating
et al., 2001). These effects could be related to music’s ability cognitive tasks and emotion, as well as in sensation, but
to alter brain functional networks that are associated with the also processing of the reciprocal influence of emotion and
processing of external emotional stimuli (Brattico et al., 2013; interoception (Critchley, 2005; Cao et al., 2016). Importantly,
Zatorre and Salimpoor, 2013). The dAI and the ACC, which the dAI, as the key node of the SN, is the critical functional
are joined by interacting structural connections, are specialized hub in these processes. A posterior-to-anterior progression of
for anticipation and evaluation of external stimuli (Lovero increasingly complex representations in the insula provides
et al., 2009). These results indicated that the SN may be an a foundation for the sequential integration of interoceptive
important network for music intervention. Increased functional awareness with the external sensory environment (Craig,
integration within the SN had a positive improvement effect on 2002, 2011). This processing could then create subjective
the abnormally low FC in the SN and might positively regulate feelings from the integration of intero- and exteroceptive
the assignment of “salience events” in schizophrenia. This sensory information, providing a basis for the “self ” and
phenomenon might improve stimulus response and cognitive identification of the boundaries between the “self ” and others
function in patients. (Namkung et al., 2017) that is considered a core abnormality
Of no less importance, schizophrenia is a severe mental of schizophrenia. Importantly, a recent study reported that
disorder that is associated with derogated sensorimotor music intervention as an addition to standard care could
processing (Javitt, 2009). Neuroimaging studies have shown help patients with schizophrenia to improve their global state,
decreased connectivity in the sensorimotor functional networks mental state and social functioning (Mössler et al., 2011). In
in patients with schizophrenia (Walther and Strik, 2012; Chen the MTSZ group, after listening to Mozart’s sonata music,
et al., 2015). Furthermore, regions of the sensorimotor cortex we found that long-term music intervention could improve
have displayed widespread abnormal FC with higher-order the FC between the PI and ACC, which is one important
regions in patients with schizophrenia (Kaufmann et al., 2015). region in the SN. In patients, the increased PI-SN FC
Thus, it has been hypothesized that targeting the functional might enhance the integration between the interoceptive and

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 11 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

FIGURE 6 | Six-month effects of music intervention versus no-music intervention on insular FC in the patients with schizophrenia. The data are expressed as the
mean value ± standard error. (A) FC of left dAI and ACC; (B) FC of left PI and ACC; (C) FC of left PI and left precentral gyrus; (D) right PI and ACC; (E) right PI and left
precentral gyrus; (F) right PI and right precentral gyrus.

FIGURE 7 | The pattern classification results. (A) Represents the validation result through the machine learning analysis. In the training cohort, the MTSZ at baseline
and the MTSZ at 1-month were included. The validation cohort consisted of the UMTSZ at baseline, the UMTSZ at 1-month and the HCs. The blue line indicates a
threshold with an 83.3% specificity and a 61.1% sensitivity for differentiating the MTSZ at 1-month from the MTSZ at baseline in the training cohort. Fitting this
threshold to the validation cohort provided the accuracy for classifying the UMTSZ at baseline, the UMTSZ at 1-month and the HCs. (B) Represents the prediction
result based on the SVR. The scatter map shows a significant correlation between the predicted and true individual percentage of change in the PANSS-positive score.

exteroceptive systems and improve both subjective feelings and abovementioned findings might reflect that music listening
the functioning between sensorimotor processing and response could temporarily normalize the reciprocal connections between
to an external stimulus. Consistent with this speculation, after the interoceptive and exteroceptive systems, then could relieve
music intervention in the MTSZ patients, we found remissions the psychiatric symptoms and behavior in patients with
in the psychiatric symptoms, reflecting the effects of long- schizophrenia.
term music intervention. In addition, we found remission in
the performance on the BVRT, which is a well-established
neurodiagnostic instrument that assessed visuospatial perception LIMITATION
and retention (Strauss et al., 2006) in the MTSZ group.
Previous studies have indicated that the effects of music In this study, there were several limitations. First, the ideal design
might not be durable in humans (Gardiner et al., 1996; of our study, which included two groups of non-medically treated
Rauscher et al., 1997). In this study, the short-term effects of patients with schizophrenia, is ethically questionable for patients.
music intervention were also observed on insular subregion Second, a single musical piece was selected (Mozart’s sonata K.
networks, psychiatric symptoms and BVRT performance. The 448) in our study. The special effects of Mozart’s music might be

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 12 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

TABLE 4 | Validation performance (%) of classifiers based on FCs of MTSZ or UMTSZ.

Classifier Intra-group validation (LOOCV) Inter-group validation (patients) Inter-group validation (HCs)

Sensitivity, %a Specificity, %b Sensitivity, %a Specificity, %b Sensitivity, %c

SVM_MTSZ 83.33 (15/18) 66.67 (12/18) 77.78 (14/18) 11.11 (2/18) 84.21 (16/19)
SVM_UMTSZ 44.44 (8/18) 33.33 (6/18) 27.78 (5/18) 38.89 (7/18) 5.26 (1/19)
PHA_MTSZ 83.33 (15/18) 61.11 (11/18) 66.67 (12/18) 11.11 (2/18) 84.21 (16/19)
PHA_UMTSZ 22.22 (4/18) 44.44 (8/18) 16.67 (3/18) 33.33 (6/18) 10.53 (2/19)

SVM, Support vector machines; PHA, post-hoc analysis; MTSZ, music intervention schizophrenia; UMTSZ, no-music intervention schizophrenia; HC, healthy control; LOOCV, leave one
out cross validation.
a Sensitivity (true-positive rate) depicts the proportion at level without therapeutic effect (baseline) who are correctly identified in the inter-group validation (patients).
b Specificity (true-negative rate) depicts the proportion at level with therapeutic effect (1-month) who are correctly identified in the inter-group validation (patients).
c Sensitivity depicts the proportion of inter-group (HC) for classifying them as the state after intervention. Because there are two states: before(baseline) and after(1-month) intervention

for any classifier, HC should be classified into after intervention state rather than before intervention state.

observed in patients. Further studies should investigate the effects AUTHOR CONTRIBUTIONS
of other types of music, such as general, familiar, and preferred
music, in patients with schizophrenia. This future research might HH, MY, CL, BB, and DY had made a substantial contribution
be a better way to understand the effect of different types of music to the conception and design the experiment and drafting and
on patients as well as to investigate whether these effects are revising the article, then they gave final approval of the version
similar to those obtained from Mozart music. Additionally, these to be published; YX and JS had made a substantial contribution
additional results might help us to comprehend the mechanism to the analysis and interpretation of the data, and revising the
behind the effect of music on the human brain. Third, our article critically, and then he gave final approval of the version to
work only focused on the difference in the insular subregion be published; MD, XC, YL, DY, and CL had made a substantial
networks. It is necessary to assess whether there are changes contribution to the acquisition and interpretation of the data,
in other brain regions as well. The progressive effect of music then they gave final approval of the version to be published.
intervention at the whole-brain level will be considered in future
studies. Final, the results of this study require replication in ACKNOWLEDGMENTS
larger samples; we believe that the present study advances the
knowledge about the effect of music listening in patients with This study was supported by grants from the Special-Funded
schizophrenia on the neural system, suggesting that the insular Program on National Key Scientific Instruments and Equipment
network, as the key core region in the salience and sensorimotor Development of China (No. 2013YQ490859); National Nature
networks, may be an important target for music intervention, as Science Foundation of China (No. 81471638, 81330032); the
well as improving the symptoms and behavior in patients with Chinese Fundamental Research Funding for Central Universities
schizophrenia. (No. ZYGX2015J091); the “111” project of China (No. B12027);
In conclusion, the human central nervous system The project of the Science and Technology Department in
continuously monitors the body’s exterior environments through Sichuan province (2017JY0094); Sichuan provincial health and
the SN. After music listening, increasing representations in the family planning commission research project (16PJ051) and
human insula could provide a foundation for the sequential the Sixth Science and Technology Project from the Chengdu
integration of subjective feelings and motivational responses Science and Technology Bureau (No. 2013-11). The authors
to external stimuli in patients. In addition, we found that the thank Yushu Feng for the music intervention on patients with
classification model of the MTSZ group had better accuracy in schizophrenia, and Benjamin Klugah-Brown for the English
the classification analysis, which was caused by the normalized language improvement.
insular functional networks. The abovementioned findings might
reflect that music intervention could normalize the salience and SUPPLEMENTARY MATERIAL
sensorimotor networks, as well as the relationship between
these networks. This finding yields a significant remission in The Supplementary Material for this article can be found
positive symptoms and behavior in response to music listening online at: https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnins.
in patients with schizophrenia. 2017.00744/full#supplementary-material

REFERENCES Blood, A. J., and Zatorre, R. J. (2001). Intensely pleasurable responses to music
correlate with activity in brain regions implicated in reward and emotion. Proc.
Baumgartner, T., Lutz, K., Schmidt, C. F., and Jäncke, L. (2006). The Natl. Acad. Sci. U.S.A. 98, 11818–11823. doi: 10.1073/pnas.191355898
emotional power of music: how music enhances the feeling of affective Brattico, E., Bogert, B., and Jacobsen, T. (2013). Toward a neural
pictures. Brain Res. 1075, 151–164. doi: 10.1016/j.brainres.2005. chronometry for the aesthetic experience of music. Front. Psychol. 4:206.
12.065 doi: 10.3389/fpsyg.2013.00206

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 13 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

Bruscia, K. E. (1998). Defining Music Therapy. Spring House Books. Javitt, D. C. (2009). Sensory processing in schizophrenia: neither simple nor intact.
Cao, W., Cao, X., Hou, C., Li, T., Cheng, Y., Jiang, L., et al. (2016). Effects Schizophr. Bull. 35, 1059–1064. doi: 10.1093/schbul/sbp110
of cognitive training on resting-state functional connectivity of default Jiang, Y., Duan, M., Chen, X., Chang, X., He, H., Li, Y., et al. (2017).
mode, salience, and central executive networks. Front. Aging Neurosci. 8:70. Common and distinct dysfunctional patterns contribute to triple
doi: 10.3389/fnagi.2016.00070 network model in schizophrenia and depression: a preliminary study.
Chan, Y. M., Lee, P. W., Ng, T. Y., Ngan, H. Y., and Wong, L. C. (2003). The use Prog. Neuropsychopharmacol. Biol. Psychiatry 79(Pt B), 302–310.
of music to reduce anxiety for patients undergoing colposcopy: a randomized doi: 10.1016/j.pnpbp.2017.07.007
trial. Gynecol. Oncol. 91, 213–217. doi: 10.1016/S0090-8258(03)00412-8 Kaufman, A. S. (2001). WAIS-III IQs, Horn’s theory, and generational
Chang, C. C., and Lin, C. J. (2011). LIBSVM: a library for support vector machines. changes from young adulthood to old age. Intelligence 29, 131–167.
ACM Trans. Intell. Syst. Technol. 2:27. doi: 10.1145/1961189.1961199 doi: 10.1016/S0160-2896(00)00046-5
Chang, L. J., Yarkoni, T., Khaw, M. W., and Sanfey, A. G. (2013). Decoding the Kaufmann, T., Skåtun, K. C., Alnæs, D., Doan, N. T., Duff, E. P., Tønnesen, S.,
role of the insula in human cognition: functional parcellation and large-scale et al. (2015). Disintegration of sensorimotor brain networks in schizophrenia.
reverse inference. Cereb. Cortex 23, 739–749. doi: 10.1093/cercor/bhs065 Schizophr. Bull. 41, 1326–1335. doi: 10.1093/schbul/sbv060
Chen, X., Duan, M., Xie, Q., Lai, Y., Dong, L., Cao, W., et al. (2015). Functional Kleber, B., Friberg, A., Zeitouni, A., and Zatorre, R. (2017). Experience-dependent
disconnection between the visual cortex and the sensorimotor cortex suggests modulation of right anterior insula and sensorimotor regions as a function of
a potential mechanism for self-disorder in schizophrenia. Schizophr. Res. 166, noise-masked auditory feedback in singers and nonsingers. Neuroimage 147,
151–157. doi: 10.1016/j.schres.2015.06.014 97–110. doi: 10.1016/j.neuroimage.2016.11.059
Coppola, G., Toro, A., Operto, F. F., Ferrarioli, G., Pisano, S., Viggiano, Koelsch, S., Fritz, T., V Cramon, DY., Müller, K., and Friederici, A. D. (2006).
A., et al. (2015). Mozart’s music in children with drug-refractory epileptic Investigating emotion with music: an fMRI study. Hum. Brain Mapp. 27,
encephalopathies. Epilepsy Behav. 50, 18–22. doi: 10.1016/j.yebeh.2015.05.038 239–250. doi: 10.1002/hbm.20180
Couture, S. M., Penn, D. L., and Roberts, D. L. (2006). The functional significance Kurth, F., Zilles, K., Fox, P. T., Laird, A. R., and Eickhoff, S. B. (2010). A link
of social cognition in schizophrenia: a review. Schizophr. Bull. 32(Suppl. 1), between the systems: functional differentiation and integration within the
S44–S63. doi: 10.1093/schbul/sbl029 human insula revealed by meta-analysis. Brain Struct. Funct. 214, 519–534.
Craig, A. D. (2002). How do you feel? Interoception: the sense of the physiological doi: 10.1007/s00429-010-0255-z
condition of the body. Nat. Rev. Neurosci. 3, 655–666. doi: 10.1038/nrn894 Li, G., He, H., Huang, M., Zhang, X., Lu, J., Lai, Y., et al. (2015). Identifying
Craig, A. D. (2004). Human feelings: why are some more aware than others? Trends enhanced cortico-basal ganglia loops associated with prolonged dance training.
Cogn. Sci. 8, 239–241. doi: 10.1016/j.tics.2004.04.004 Sci. Rep. 5:10271. doi: 10.1038/srep10271
Craig, A. D. (2011). Significance of the insula for the evolution of human Li, J., Luo, C., Peng, Y., Xie, Q., Gong, J., Dong, L., et al. (2014). Probabilistic
awareness of feelings from the body. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1225, 72–82. diffusion tractography reveals improvement of structural network in musicians.
doi: 10.1111/j.1749-6632.2011.05990.x PLoS ONE 9:e105508. doi: 10.1371/journal.pone.0105508
Critchley, H. D. (2005). Neural mechanisms of autonomic, affective, and cognitive Liang, X., Zou, Q., He, Y., and Yang, Y. (2013). Coupling of functional connectivity
integration. J. Comp. Neurol. 493, 154–166. doi: 10.1002/cne.20749 and regional cerebral blood flow reveals a physiological basis for network
Damasio, A. (2001). Fundamental feelings. Nature 413:781. doi: 10.1038/35101669 hubs of the human brain. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 110, 1929–1934.
Deen, B., Pitskel, N. B., and Pelphrey, K. A. (2011). Three systems of insular doi: 10.1073/pnas.1214900110
functional connectivity identified with cluster analysis. Cereb. Cortex 21, Linnman, C., Coombs, G. III, Goff, D. C., and Holt, D. J. (2013). Lack of insula
1498–1506. doi: 10.1093/cercor/bhq186 reactivity to aversive stimuli in schizophrenia. Schizophr. Res. 143, 150–157.
Dong, D., Wang, Y., Chang, X., Luo, C., and Yao, D. (2017). Dysfunction of doi: 10.1016/j.schres.2012.10.038
large-scale brain networks in schizophrenia: a meta-analysis of resting-state Lovero, K. L., Simmons, A. N., Aron, J. L., and Paulus, M. P. (2009). Anterior
functional connectivity. Schizophr. Bull. doi: 10.1093/schbul/sbx034. [Epub insular cortex anticipates impending stimulus significance. Neuroimage 45,
ahead of print]. 976–983. doi: 10.1016/j.neuroimage.2008.12.070
Forman, S. D., Cohen, J. D., Fitzgerald, M., Eddy, W. F., Mintun, M. A., and Lu, S. F., Lo, C. H., Sung, H. C., Hsieh, T. C., Yu, S. C., and Chang, S. C.
Noll, D. C. (1995). Improved assessment of significant activation in functional (2013). Effects of group music intervention on psychiatric symptoms and
magnetic resonance imaging (fMRI): use of a cluster-size threshold. Magn. depression in patient with schizophrenia. Complement. Ther. Med. 21, 682–688.
Reson. Med. 33, 636–647. doi: 10.1002/mrm.1910330508 doi: 10.1016/j.ctim.2013.09.002
Fornito, A., Zalesky, A., Pantelis, C., and Bullmore, E. T. (2012). Luo, C., Guo, Z. W., Lai, Y. X., Liao, W., Liu, Q., Kendrick, K. M., et al.
Schizophrenia, neuroimaging and connectomics. Neuroimage 62, 2296–2314. (2012). Musical training induces functional plasticity in perceptual and
doi: 10.1016/j.neuroimage.2011.12.090 motor networks: insights from resting-state FMRI. PLoS ONE 7:e36568.
Foster, N. A., and Valentine, E. R. (2001). The effect of auditory stimulation doi: 10.1371/journal.pone.0036568
on autobiographical recall in dementia. Exp. Aging Res. 27, 215–228. Luo, C., Tu, S., Peng, Y., Gao, S., Li, J., Dong, L., et al. (2014). Long-term effects
doi: 10.1080/036107301300208664 of musical training and functional plasticity in salience system. Neural Plast.
Gardiner, M. F., Fox, A., Knowles, F., and Jeffrey, D. (1996). Learning improved by 2014:180138. doi: 10.1155/2014/180138
arts training. Nature 381:284. doi: 10.1038/381284a0 Menon, V., and Uddin, L. Q. (2010). Saliency, switching, attention and control:
Glicksohn, J., and Cohen, Y. (2000). Can music alleviate cognitive dysfunction in a network model of insula function. Brain Struct. Funct. 214, 655–667.
schizophrenia? Psychopathology 33, 43–47. doi: 10.1159/000029118 doi: 10.1007/s00429-010-0262-0
Gold, C., Solli, H. P., Krüger, V., and Lie, S. A. (2009). Dose-response Mitchell, R. L., Elliott, R., Barry, M., Cruttenden, A., and Woodruff, P. W.
relationship in music therapy for people with serious mental disorders: (2004). Neural response to emotional prosody in schizophrenia and in
systematic review and meta-analysis. Clin. Psychol. Rev. 29, 193–207. bipolar affective disorder. Br. J. Psychiatry 184, 223–230. doi: 10.1192/bjp.184.
doi: 10.1016/j.cpr.2009.01.001 3.223
Guétin, S., Portet, F., Picot, M., Pommié, C., Messaoudi, M., Djabelkir, L., et al. Moran, L. V., Tagamets, M. A., Sampath, H., O’Donnell, A., Stein, E. A.,
(2009). Effect of music therapy on anxiety and depression in patients with Kochunov, P., et al. (2013). Disruption of anterior insula modulation of
Alzheimer’s type dementia: randomised, controlled study. Dement. Geriatr. large-scale brain networks in schizophrenia. Biol. Psychiatry 74, 467–474.
Cogn. Disord. 28, 36–46. doi: 10.1159/000229024 doi: 10.1016/j.biopsych.2013.02.029
Habibi, A., and Damasio, A. (2014). Music, feelings, and the human brain. Morrison, R. L., Bellack, A. S., and Mueser, K. T. (1988). Deficits in
Psychomusicol. Music Mind Brain 24, 92–102. doi: 10.1037/pmu0000033 facial-affect recognition and schizophrenia. Schizophr. Bull. 14, 67–83.
Hayashi, N., Tanabe, Y., Nakagawa, S., Noguchi, M., Iwata, C., Koubuchi, doi: 10.1093/schbul/14.1.67
Y., et al. (2002). Effects of group musical therapy on inpatients with Mössler, K., Chen, X., Heldal, T. O., and Gold, C. (2011). Music therapy for people
chronic psychoses: a controlled study. Psychiatry Clin. Neurosci. 56, 187–193. with schizophrenia and schizophrenia-like disorders. Cochrane Database Syst.
doi: 10.1046/j.1440-1819.2002.00953.x Rev. CD004025. doi: 10.1002/14651858.CD004025.pub3

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 14 January 2018 | Volume 11 | Article 744


He et al. Music Intervention on Schizophrenic Patients

Namkung, H., Kim, S. H., and Sawa, A. (2017). The insula: an underestimated brain Tang, W., Yao, X., and Zheng, Z. (1994). Rehabilitative effect of music therapy for
area in clinical neuroscience, psychiatry, and neurology. Trends Neurosci. 40, residual schizophrenia. A one-month randomised controlled trial in Shanghai.
200–207. doi: 10.1016/j.tins.2017.02.002 Br. J. Psychiatry Suppl. 164, 38–44.
Nieuwenhuys, R. (2012). The insular cortex: a review. Prog. Brain Res. 195, Trost, W., Ethofer, T., Zentner, M., and Vuilleumier, P. (2012). Mapping
123–163. doi: 10.1016/B978-0-444-53860-4.00007-6 aesthetic musical emotions in the brain. Cereb. Cortex 22, 2769–2783.
Nomi, J. S., Farrant, K., Damaraju, E., Rachakonda, S., Calhoun, V. D., and Uddin, doi: 10.1093/cercor/bhr353
L. Q. (2016). Dynamic functional network connectivity reveals unique and Uddin, L. Q., Kinnison, J., Pessoa, L., and Anderson, M. L. (2014). Beyond the
overlapping profiles of insula subdivisions. Hum. Brain Mapp. 37, 1770–1787. tripartite cognition-emotion-interoception model of the human insular cortex.
doi: 10.1002/hbm.23135 J. Cogn. Neurosci. 26, 16–27. doi: 10.1162/jocn_a_00462
Palaniyappan, L., Mallikarjun, P., Joseph, V., and Liddle, P. F. (2011). Ulrich, G., Houtmans, T., and Gold, C. (2007). The additional therapeutic effect
Appreciating symptoms and deficits in schizophrenia: right posterior insula of group music therapy for schizophrenic patients: a randomized study. Acta
and poor insight. Prog. Neuropsychopharmacol. Biol. Psychiatry 35, 523–527. Psychiatr. Scand. 116, 362–370. doi: 10.1111/j.1600-0447.2007.01073.x
doi: 10.1016/j.pnpbp.2010.12.008 Walther, S., and Strik, W. (2012). Motor symptoms and schizophrenia.
Pavlicevic, M., Trevarthen, C., and Duncan, J. (1994). Improvisational music Neuropsychobiology 66, 77–92. doi: 10.1159/000339456
therapy and the rehabilitation of persons suffering from chronic schizophrenia. Waters, F. A., and Badcock, J. C. (2010). First-rank symptoms in schizophrenia:
J. Music Ther. 53, 2955–2959. doi: 10.1093/jmt/31.2.86 reexamining mechanisms of self-recognition. Schizophr. Bull. 36, 510–517.
Power, J. D., Barnes, K. A., Snyder, A. Z., Schlaggar, B. L., and Petersen, S. doi: 10.1093/schbul/sbn112
E. (2012). Spurious but systematic correlations in functional connectivity Wechsler, D. (1981). WAIS-R Manual: Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised.
MRI networks arise from subject motion. Neuroimage 59, 2142–2154. New York, NY: Psychological Corporation.
doi: 10.1016/j.neuroimage.2011.10.018 White, T. P., Joseph, V., Francis, S. T., and Liddle, P. F. (2010). Aberrant
Rauscher, F. H., Shaw, G. L., and Ky, K. N. (1993). Music and spatial task salience network (bilateral insula and anterior cingulate cortex) connectivity
performance. Nature 365:611. doi: 10.1038/365611a0 during information processing in schizophrenia. Schizophr. Res. 123, 105–115.
Rauscher, F. H., Shaw, G. L., Levine, L. J., Wright, E. L., Dennis, W. R., doi: 10.1016/j.schres.2010.07.020
and Newcomb, R. L. (1997). Music training causes long-term enhancement Williams, L. M., Das, P., Liddell, B. J., Olivieri, G., Peduto, A. S., David,
of preschool children’s spatial-temporal reasoning. Neurol. Res. 19, 2–8. A. S., et al. (2007). Fronto-limbic and autonomic disjunctions to negative
doi: 10.1080/01616412.1997.11740765 emotion distinguish schizophrenia subtypes. Psychiatry Res. 155, 29–44.
Rector, N. A., and Beck, A. T. (2001). Cognitive behavioral therapy for doi: 10.1016/j.pscychresns.2006.12.018
schizophrenia: an empirical review. J. Nerv. Ment. Dis. 189, 278–287. Wojtalik, J. A., Smith, M. J., Keshavan, M. S., and Eack, S. M. (2017). A
doi: 10.1097/00005053-200105000-00002 systematic and meta-analytic review of neural correlates of functional outcome
Rojo, N., Amengual, J., Juncadella, M., Rubio, F., Camara, E., Marco- in schizophrenia. Schizophr. Bull. 43, 1329–1347. doi: 10.1093/schbul/sbx008
Pallares, J., et al. (2011). Music-supported therapy induces plasticity in the Wylie, K. P., and Tregellas, J. R. (2010). The role of the insula in schizophrenia.
sensorimotor cortex in chronic stroke: a single-case study using multimodal Schizophr. Res. 123, 93–104. doi: 10.1016/j.schres.2010.08.027
imaging (fMRI-TMS). Brain Inj. 25, 787–793. doi: 10.3109/02699052.2011.5 Xing, Y., Xia, Y., Kendrick, K., Liu, X., Wang, M., Wu, D., et al. (2016). Mozart,
76305 Mozart rhythm and retrograde Mozart effects: evidences from behaviours and
Rolvsjord, R. (2001). Sophie learns to play her songs of tears. Nordic J. Music Ther. neurobiology bases. Sci. Rep. 6:18744. doi: 10.1038/srep18744
10, 77–85. doi: 10.1080/08098130109478020 Yang, G. J., Murray, J. D., Repovs, G., Cole, M. W., Savic, A., Glasser, M. F., et al.
Shepherd, A. M., Matheson, S. L., Laurens, K. R., Carr, V. J., and Green, M. (2014). Altered global brain signal in schizophrenia. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A.
J. (2012). Systematic meta-analysis of insula volume in schizophrenia. Biol. 111, 7438–7443. doi: 10.1073/pnas.1405289111
Psychiatry 72, 775–784. doi: 10.1016/j.biopsych.2012.04.020 Yeo, B. T., Krienen, F. M., Eickhoff, S. B., Yaakub, S. N., Fox, P. T., Buckner, R.
Singer, T., Critchley, H. D., and Preuschoff, K. (2009). A common role of L., et al. (2014). Functional specialization and flexibility in human association
insula in feelings, empathy and uncertainty. Trends Cogn. Sci. 13, 334–340. cortex. Cereb. Cortex 25, 3654–3672. doi: 10.1093/cercor/bhu217
doi: 10.1016/j.tics.2009.05.001 Zamorano, A. M., Cifre, I., Montoya, P., Riquelme, I., and Kleber, B. (2017). Insula-
Sloboda, J. A., O’Neill, S. A., and Ivaldi, A. (2001). Functions of music in everyday based networks in professional musicians: evidence for increased functional
life: an exploratory study using the experience sampling method. Music. Sci. 5, connectivity during resting state fMRI. Hum. Brain Mapp. 38, 4834–4849.
9–32. doi: 10.1177/102986490100500102 doi: 10.1002/hbm.23682
Solli, H. P. (2008). “Shut up and play!” Improvisational use of popular Zatorre, R. J., and Salimpoor, V. N. (2013). From perception to pleasure: music and
music for a man with schizophrenia. Nordic J. Music Ther. 17, 67–77. its neural substrates. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 110(Suppl. 2), 10430–10437.
doi: 10.1080/08098130809478197 doi: 10.1073/pnas.1301228110
Stephani, C., Fernandez-Baca Vaca, G., Maciunas, R., Koubeissi, M., and Lüders,
H. O. (2011). Functional neuroanatomy of the insular lobe. Brain Struct. Funct. Conflict of Interest Statement: The authors declare that the research was
216, 137–149. doi: 10.1007/s00429-010-0296-3 conducted in the absence of any commercial or financial relationships that could
Strauss, E., Sherman, E. M., and Spreen, O. (2006). A Compendium of be construed as a potential conflict of interest.
Neuropsychological Tests: Administration, Norms, and Commentary. Oxford:
Oxford University Press. Copyright © 2018 He, Yang, Duan, Chen, Lai, Xia, Shao, Biswal, Luo and Yao.
Talwar, N., Crawford, M. J., Maratos, A., Nur, U., McDermott, O., and This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons
Procter, S. (2006). Music therapy for in-patients with schizophrenia: Attribution License (CC BY). The use, distribution or reproduction in other forums
exploratory randomised controlled trial. Br. J. Psychiatry 189, 405–409. is permitted, provided the original author(s) or licensor are credited and that the
doi: 10.1192/bjp.bp.105.015073 original publication in this journal is cited, in accordance with accepted academic
Tamkin, A. S., and Kunce, J. T. (1985). A comparison of three neuropsychological practice. No use, distribution or reproduction is permitted which does not comply
tests: the Weigl, Hooper, and Benton. J. Clin. Psychol. 41, 660–664. with these terms.

Frontiers in Neuroscience | www.frontiersin.org 15 January 2018 | Volume 11 | Article 744


Issues in Mental Health Nursing

ISSN: 0161-2840 (Print) 1096-4673 (Online) Journal homepage: http://www.tandfonline.com/loi/imhn20

The Effect of Music on Auditory Hallucination


and Quality of Life in Schizophrenic Patients: A
Randomised Controlled Trial

Sükran Ertekin Pinar RN, PhD & Havva Tel, RN, PhD

To cite this article: Sükran Ertekin Pinar RN, PhD & Havva Tel, RN, PhD (2018): The Effect of
Music on Auditory Hallucination and Quality of Life in Schizophrenic Patients: A Randomised
Controlled Trial, Issues in Mental Health Nursing, DOI: 10.1080/01612840.2018.1463324

To link to this article: https://doi.org/10.1080/01612840.2018.1463324

Published online: 15 Aug 2018.

Submit your article to this journal

Article views: 149

View Crossmark data

Full Terms & Conditions of access and use can be found at


http://www.tandfonline.com/action/journalInformation?journalCode=imhn20
ISSUES IN MENTAL HEALTH NURSING
https://doi.org/10.1080/01612840.2018.1463324

The Effect of Music on Auditory Hallucination and Quality of Life in


Schizophrenic Patients: A Randomised Controlled Trial
€kran Ertekin Pinar RN, PhD, and Havva Tel, RN, PhD
Su
Faculty of Health Sciences, Cumhuriyet University, Sivas, Turkey

ABSTRACT
The study was conducted to determine the effects of music on auditory hallucination and quality
of life in schizophrenic patients. The sample of this randomised controlled study consisted of 28
patients (14 experimental and 14 control groups) hospitalised with a diagnosis of schizophrenia
(DSM-IV) and auditory hallucination. The study data were collected with the Information Form,
The Scale for the Assessment of Positive Symptoms (SAPS), Characteristics of Auditory
Hallucinations Questionnaire, and The World Health Organization Quality of Life Scale (WHOQOL-
BREF). The hallucination, positive formal thought, and total SAPS scores of the patients in the
experimental group obtained during their hospitalisation were determined to be higher than
those obtained at discharge and at follow-ups after discharge. The characteristics of auditory hallu-
cination questionnaire scores of the patients in the experimental and control groups decreased.
The physical, mental, environmental, and national environmental domain scores of the quality of
life in the experimental group increased at sixth month after discharge. Listening to music had
positive effects on positive symptoms and the quality of life of patients with auditory hallucin-
ation. In line with these results, listening to music may be recommended to cope with auditory
hallucinations and to provide positive quality of life.

Introduction Quality of life refers to meeting an individual’s basic needs


and social expectations and benefiting from the opportunities
Schizophrenia is a psychiatric disorder which leads to sig-
offered by society using his/her abilities. People with schizo-
nificant changes in feelings, thoughts, perceptions, and
phrenia have serious problems in adapting to skills such as
behaviours of individuals. Hallucinations occur in psychotic
daily life activities, social relationships, and communication
disorders, especially auditory hallucinations are common in
with their parents and environment. Therefore, repeated and
schizophrenia (Buccheri et al., 2004; Kanungpairn,
Sitthimongkol, Wattanapailin, & Klainin, 2007). prolonged hospitalizations, and lack of social support lead to
Hallucinations are among the positive symptoms of schizo- decrease in an individual’s quality of life (Acıl, Dogan, &
phrenia (Buccheri et al., 2004). Auditory hallucinations are Dogan, 2008). Wiersma, Jenner, Nienhuis, and Willige (2004)
experienced by 60–80% of all patients diagnosed with a determined that schizophrenic patients with auditory halluci-
schizophrenia spectrum disorder (Lim, et al., 2016). nations had rather low levels of quality of life and high levels
Hearing sounds in auditory hallucinations often cause of anxiety and depression. Functional remission in schizo-
irritability in individuals, and negatively affects individuals’ phrenic patients is important because it allows reintegration of
ability in the job environment, their relationships, self-care, patients into the workplace and the society, reducing social
and daily life (Kanungpairn et al., 2007). Auditory hallucina- burden and health care costs. In this group of patients, func-
tions increase anxiety levels and lead to depression and tional remission includes symptom control, and the acquisi-
social isolation in individuals, cause them to harm them- tion of all social skills to enable adaptation to social life
selves and others, and deteriorate their lifestyles (Buffum €
(Emiroglu, Karadayı, Aydemir, & Uçok, 2009).
et al., 2009; Kanungpairn et al., 2007; Tsai & Chen, 2006). It Even if their treatment is completed, 25–50% of the
is reported that 75% of the people with auditory hallucina- schizophrenic patients continue to experience auditory hal-
tions suffer a high level of anxiety and that 60% of them lucinations. Insistence of the symptoms in schizophrenic
have severe symptoms of depression (Kanungpairn et al., patients despite the continuous use of medication indicates
2007). Auditory hallucinations not only lead to acute situa- the necessity of a psychosocial intervention in addition to
tions such as giving harm to self or others but also are an pharmacological treatment (Trygstad et al., 2002). In schizo-
important factor affecting the patient’s quality of life phrenic patients with auditory hallucinations, implementing
(Trygstad et al., 2002). behavioural symptom management strategies such as

CONTACT S€ukran Ertekin Pinar sepinar09@gmail.com Faculty of Health Sciences, Cumhuriyet University, Sivas, Turkey.
Color versions of one or more of the figures in the article can be found online at www.tandfonline.com/imhn.
ß 2018 Taylor & Francis Group, LLC
2 S. ERTEKIN PINAR AND H. TEL

relaxation techniques, hiking, and listening to music H2: Music has a positive effect on the positive symptoms of
together with drug therapy are told to be effective (Buccheri patients with schizophrenia at their sixth month.
et al., 2004; Peng, Koo, & Kuo, 2010; Silverman, 2006;
H3: Music has a positive effect on the quality of life scores of
Talwar et al., 2006; Tsai & Chen, 2006). One of the psycho-
patients with schizophrenia at their sixth month.
social approaches used in patients with auditory hallucina-
tions is music therapy. Music therapy aims to create changes H4: There was a correlation between auditory hallucination and
in behaviours and mood and to improve the quality of life WHOQOL-BREF scores at sixth month in patients treated
by reducing stress, pain, anxiety, and isolation (Ucan & with music in the experimental group.
Ovayolu, 2006). Results of studies investigating the effects of
music on schizophrenic patients revealed that music had
rehabilitative effects on sufferers, and that symptoms of hal- Methods
lucination and other symptoms significantly decreased Participants and setting
(Gold, Heldal, Dahle, & Wigram, 2005; M€ ossler, Chen,
Heldal, & Gold, 2011; Peng et al., 2010; Silverman, 2006, The study was designed as a randomised controlled study
2011; Talwar et al., 2006). The study was conducted to with patients diagnosed with schizophrenia (DSM-IV), hav-
determine the effects of music on auditory hallucination and ing auditory hallucinations, hospitalised in the psychiatry
quality of life in schizophrenic patients. departments of University and State Hospital (Sivas/Turkey)
between January 2011 and 2013. The research was initiated
by a meeting with the patients who were hospitalised with
Use of music in therapy the diagnosis of schizophrenia on the first day of hospitalisa-
Music is an art that expresses emotions and thoughts with tion. Patients who agreed to participate in the study were
voices or expresses voices in order and aesthetic understand- divided into experimental and control groups by randomisa-
ing. Music has a therapeutic feature when used for a patient tion using simple random sampling method. There are 14
who finds a way to express himself/herself through music. patients in each group. The study was finalised with 28
Music has the benefits of getting rid of stress, anxiety, and patients. After the power analysis, the power of the test was
tension, and expressing emotions and thoughts (Ucan & found as p ¼ 0.82 (a ¼ 0.05, b ¼ 0.10, 1  b ¼ 0.90).
Ovayolu, 2006). The tradition of treating with music has a
history of about 6,000 years in Turkish societies. The first Inclusion criteria
serious music therapy treatments in Turks are seen in the
Seljuks and the Ottomans. Currently, it is used as music  Patients who are 18 years old or above;
therapy for psychiatric patients. Music therapy has been part  Diagnosed with schizophrenia (DSM-IV) and auditory
of treatment programmes in psychiatry to improve social hallucination;
relationships, restore self-confidence, increase concentration,  Living in centre of Sivas province;
self-esteem, and self-respect (Gencel, 2006). Music therapy is  Able to communicate and answer questions;
considered to be a type of psychosocial rehabilitation and,  Agreed to participate in the study.
when used in conjunction with medicines, can positively
improve the symptoms of chronic schizophrenia. It can also Measures
improve the quality of life, increase cognitive functions,
improve the skills, strengthen the patient’s ego, and provide To collect the study data, the personal information form,
emotional expression in schizophrenic patients. Thus, it can the scale for the assessment of positive symptoms (SAPS),
contribute to the physiological and psychological well-being the characteristics of auditory hallucinations questionnaire,
of the patient (Hayashi et al., 2002; Ulrich, Houtmans, & and The World Health Organization Quality of Life Scale
Gold, 2007). The occurrence in schizophrenia of anxiety can (WHOQOL-BREF) were used.
lead to increased hallucinations. For this reason, listening to
music can be useful to get rid of negative thoughts and feel-
ings due to the relaxing effect of music (Tsai & Chen, 2006). The information form
In this context, Rast tonality, one of the most important The form developed through a literature review includes 24
treatment ways in Turkish music, has been used in this items questioning patients’ socio-demographic characteris-
study. It is emphasised that Rast tonality, one of the import- tics, diseases, and auditory hallucinations.
ant tonalities in Turkish music, has a significant impact on
the health. It affects the body positively, particularly the
The Scale for the Assessment of Positive
brain, both physically and mentally, has effects on muscles,
Symptoms (SAPS)
provides relaxation, and induces feelings of joy, peace, vital-
ity, comfort, relief, and happiness. It also reduces too much SAPS was developed by Andreasen (1990). The six-point
sleep (Group for the Research and Promotion of Turkish Likert-type scale consists of 34 items and 4 subscales.
Music, 2017). The hypothesis of the study: Subscales are related to hallucinations, delusions, bizarre
H1: Music has a positive effect on the auditory hallucination behaviours, and positive formal thought disorder. The pos-
scores of patients with schizophrenia at their sixth month. sible total score of the scale ranges from 0 to 170 points.
ISSUES IN MENTAL HEALTH NURSING 3

Higher scores indicate that the symptoms are high. 15 min through headphones when they experienced auditory
The reliability and validity study of the Turkish version of hallucinations during their stay in the hospital. The patients
the scale was performed by Erkoç, Arkonaç, Ataklı, and in the control group did not listen to the music in the hos-
Ozmen (1991). pital setting. They were also told to listen to the same music
whenever they had auditory hallucinations after they were
discharged from the hospital. The patients in both groups
The characteristics of auditory hallucinations
questionnaire were administered the SAPS and the characteristics of audi-
tory hallucinations questionnaire at discharge and at the first
The questionnaire was developed through a literature and third month follow-ups. At the sixth month of follow-
review. Especially, it was prepared with the aim of evaluat- up, they were administered the WHOQOL-BREF in addition
ing auditory hallucinations. Survey questionnaires were to the SAPS and characteristics of auditory hallucinations
obtained from the researches mentioned in the literature. questionnaire. The patients’ follow-ups were performed
The questionnaire was prepared by taking the opinion of a when they presented to the psychiatric outpatient clinics
specialist statistician. The questionnaire consists of seven after being discharged (Figure 1).
items and is used to assess the data related to the charac-
teristics of auditory hallucinations experienced within the
last 24 h. Questions were scored between 0 and 5. Higher Data analysis
scores indicate that the intensity and severity of the nega-
tive characteristics are high. Three patients who met the The data were analysed using the Statistical Package for the
sampling criteria were pre-tested. After the pretesting, it Social Sciences (SPSS) version 22.0 software (IBM, Chicago,
was decided to administer the questionnaire without IL). For the analysis of the data, when parametric test
making any revisions (Buccheri, Trygstad, Buffum, Lyttle, assumptions (Kolmogorov–Smirnov) were fulfilled, the
& Dowling, 2010; Buccheri, Trygstad, & Dowling, 2007; paired samples t-test was used, and when parametric test
Buccheri et al., 2004; Buffum et al., 2009; Trygstad assumptions were not fulfilled, Friedman tests were used to
et al., 2002). compare the values measured at different times. To deter-
mine the correlation coefficient between the measurements,
Pearson correlation analysis was used. The significance level
The World Health Organization Quality of Life Scale
was 0.05 for all tests and we also calculated 95% confi-
(WHOQOL-BREF)
dence intervals.
In the study, the Turkish version of WHOQOL-BREF
developed by the World Health Organization was used.
The scale consists of 26 questions, made up of five types of Ethics
Likert-type scales. The validity and reliability study of the
Before the study, the patients who met the sampling criteria
scale was carried out by Eser et al. (1999). WHOQOL-
of the study were informed about the aim of the study and
BREF consists of physical, mental, social, environmental,
those who agreed to participate gave their informed con-
and national environmental areas. When the scale ques-
sents. The approval of the Ethics Committee of University
tions are answered, individuals are asked to take the last
two weeks into account. High scores indicate a higher (decision no: 05/04) and the written permission of the insti-
quality of life. tutions where the study would be conducted were
also obtained.

Data collection procedures


Results
The musical genre used in the study was chosen as Rast ton-
ality in accordance with the recommendations of two faculty Demographic characteristics
members of University, Faculty of Fine Arts, Music
The mean age of the patients was 37.0 ± 10.65 (min-max:
Department and a member of the Group for the Research
and Promotion of Turkish Music. After the patients in both 22–58) in the experimental group and 32.78 ± 7.90 in the
groups who agreed to participate in the study were informed control group (min-max: 20–52). In both groups, 71.4% of
about the auditory hallucinations, they were administered the patients in the experimental group and 64.3% in the
the Information Form, SAPS (to determine hallucinations), control group were 31-years-old, 78.6% of the patients in
characteristics of auditory hallucinations questionnaire, and both experimental and control groups were female. A per-
WHOQOL-BREF. Because the patients in the experimental centage of 57.1 were graduates of high school or higher edu-
group listened to music after their symptoms were brought cation. While 42.8% of the patients in the experimental
under control, they and the patients in the control group group suffered the disease for 0–5 years, 42.8% of the
did not affect each other. The patients received their routine patients in the control group suffered the disease 11 years or
care during their stay in the hospital. On the other hand, more. A percentage of 85.7 of the patients in the control
the patients in the experimental group were asked to listen group and 71.4% of the patients in the experimental group
to music in Rast tonality recorded on an MP3 player for took new generation antipsychotics.
4 S. ERTEKIN PINAR AND H. TEL

Figure 1. The flow chart of the study.


ISSUES IN MENTAL HEALTH NURSING 5

Characteristics related to auditory hallucination experimental and control group patients obtained at
their stays in the hospitals, at discharge and at the first,
When the contents of auditory hallucinations during hospi-
third, and sixth-month follow-ups after discharge
talisation were evaluated, 71.4% of the patients in the experi-
(p < 0.05). Hallucination subscale scores of the SAPS were
mental group, 78.5% of the patients in the control group
high at their stays in the hospitals but decreased at
heard “criticising voices,” 78.5% of the patients in the discharge and at the follow-ups after discharge in both
experimental group, and 71.4% of the patients in the control groups (Table 2).
group heard “repeating voices.” The scores of the experimental group patients obtained
It was determined that 78.6% of the patients in the from the physical, mental, social, environmental, and
experimental group had auditory hallucinations in the first national environmental subscales of the quality of life at the
and third-month follow-ups, and 85.7% in the sixth-month sixth-month follow-up were statistically higher than those
follow-up after discharge. When the frequency of hallucina- obtained at their stays in the hospitals (p < 0.05). On the
tions in the experimental group was evaluated, it was found other hand, there were no statistically significant differences
that 45.5% in the first month, 100% in the third month, and between the scores of the control group patients obtained
50% in the sixth month experienced occasional auditory hal- from the physical, mental, social, environmental, and
lucinations. It was determined that 100% of the patients in national environmental subscales of the quality of life at
the experimental group in the first and sixth months and their stays in the hospitals and at the sixth month follow-up
64.3% in the third month continued to listen to music when (p < 0.05) (Table 3).
they had auditory hallucinations. There were no statistically significant differences between
the scores of the experimental group patients obtained from
Characteristics of auditory hallucination, the SAPS, and the auditory hallucination and the quality of life at their
the WHOQOL-BREF stays in the hospitals and at the sixth-month follow-up
(p < 0.05). However, in the control group, there was a statis-
There were statistically significant differences between char- tically significant negative correlation between the scores of
acteristics of auditory hallucination scores of the experimen- the patients obtained from the auditory hallucination and
tal and control group patients obtained at their stays in the the quality of life at their stays in the hospitals and at the
hospitals, at discharge, and at the first, third, and sixth- sixth-month follow-up (p < 0.05). While their auditory hal-
month follow-ups after discharge (p < 0.05). The scores of lucination scores increased during their hospital stays, their
the patients in both groups from the characteristics of audi- physical, mental, and social domain scores decreased.
tory hallucination questionnaire decreased but remained However, at the sixth-month follow-up, while their auditory
unchanged after discharge (Table 1). hallucination scores increased, their mental, environmental,
There were statistically significant differences between and national environmental domain scores decreased
hallucination subscale scores of the SAPS of the (Table 4).

Table 1. Characteristics of auditory hallucination questionnaire scores of the patients during hospitalisation, at discharge and at the first, third, and sixth months
after discharge.
During First month Third month Sixth month
SAPS scores hospitalisation At discharge after discharge after discharge after discharge
v , p
2
X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD X ± SD
Experimental (n ¼ 14) 22.50 ± 4.60 15.85 ± 7.74 7.85 ± 11.81 9.35 ± 10.84 9.78 ± 9.37 v ¼ 16.64 p ¼ 0.002
2

Control (n ¼ 14) 24.28 ± 5.71 6.50 ± 11.18 9.57 ± 13.50 8.28 ± 12.30 4.21 ± 10.92 v2¼16.64 p ¼ 0.002
Friedman test; p < 0.05.

Table 2. The SAPS scores of the patients during hospitalisation, at discharge and at the first, third, and sixth months after discharge.
During At discharge First month after Third month after Sixth month after
v , p
2
SAPS scores hospitalisation X ± SD X ± SD discharge X ± SD discharge X ± SD discharge X ± SD
Experimental (n ¼ 14)
Hallucinations 17.42 ± 7.60 8.50 ± 6.30 8.78 ± 9.08 8.21 ± 5.76 9.28 ± 7.94 v2 ¼ 16.20 p 5 0.003
Delusions 20.50 ± 10.76 16.14 ± 8.02 17.21 ± 15.29 17.85 ± 10.38 16.71 ± 11.56 v2 ¼ 7.35 p ¼ 0.118
Bizarre behaviour 0.57 ± 1.65 0.42 ± 0.93 0.000 ± 0.000 0.000 ± 0.000 0.14 ± 0.53 v2 ¼ 6.35 p ¼ 0.174
Positive formal 9.21 ± 6.56 4.21 ± 4.44 3.64 ± 5.15 2.78 ± 5.10 3.14 ± 5.23 v2 ¼ 31.60 p 5 0.001
thought disorder
Total 47.78 ± 17.53 29.28 ± 10.19 27.71 ± 20.65 28.85 ± 16.39 29.28 ± 21.07 v2 ¼ 20.32 p 5 0.001
Control (n ¼ 14)
Hallucinations 13.57 ± 6.95 4.42 ± 7.41 4.78 ± 7.15 6.14 ± 10.43 7.50 ± 10.46 v2 ¼ 17.91 p 5 0.001
Delusions 22.28 ± 13.70 12.85 ± 10.79 13.07 ± 12.36 15.35 ± 12.95 13.78 ± 12.72 v2 ¼ 16.39 p 5 0.003
Bizarre behaviour 0.85 ± 2.17 0.50 ± 1.87 0.35 ± 1.33 0.42 ± 1.60 0.71 ± 1.83 v2 ¼ 1.04 p ¼ 0.902
Positive formal 15.57 ± 14.14 8.64 ± 10.33 7.64 ± 9.36 8.35 ± 8.55 8.57 ± 8.15 v2 ¼ 9.43 p ¼ 0.051
thought disorder
Total 52.64 ± 26.34 26.42 ± 26.63 24.64 ± 22.90 30.28 ± 26.25 30.57 ± 24.92 v2¼19.13 p 5 0.001
The bold values represent significant findings.
Friedman test; p < 0.05.
6 S. ERTEKIN PINAR AND H. TEL

Table 3. The WHOQOL-BREF scores of the patients during hospitalisation, at discharge and at the first, third, and sixth months after discharge.
WHOQOL-BREF scores WHOQOL-BREF scores
Experimental (n ¼ 14) Control (n ¼ 14)
During Sixth month after During Sixth month after
hospitalisation X ± SD discharge X ± SD t, p hospitalisation X ± SD discharge X ± SD t, p
Physical domain 12.42 ± 2.73 15.35 ± 2.92 t ¼ 3.35 p 5 0.005 13.92 ± 3.45 14.64 ± 2.84 t ¼ 1.03 p ¼ 0.320
Mental domain 10.14 ± 2.82 13.07 ± 3.38 t ¼ 5.33 p 5 0.001 10.85 ± 3.57 11.64 ± 3.12 t ¼ 1.21 p ¼ 0.247
Social domain 10.78 ± 4.04 11.64 ± 3.49 t ¼ 0.97 9.50 ± 2.95 9.57 ± 4.61 t ¼ 0.05
p ¼ 0.349 p ¼ 0.960
Environmental domain 13.14 ± 3.00 15.21 ± 3.09 t ¼ 5.83 13.28 ± 2.19 13.78 ± 2.88 t ¼ 0.54
p 5 0.001 p ¼ 0.595
National environmen- 12.85 ± 2.90 14.78 ± 2.80 t ¼ 5.43 13.07 ± 1.89 13.85 ± 2.62 t ¼ 0.90
tal domain p 5 0.001 p ¼ 0.381
The bold values represent significant findings.
Paired samples t-test; p < 0.05.

Table 4. Relationship between the characteristics of auditory hallucination and whoqol-bref scores of the patients during hospitalisation and at the sixth month
after discharge.
Physical domain Mental domain Social domain Environmental domain National environmental domain
Auditory hallucination WHOQOL-BREF during hospitalisation
Experimental (n ¼ 14) r ¼ 0.043 r ¼ 0.325 r ¼ 0.486 r ¼ 0.355 r ¼ 0.345
p ¼ 0.885 p ¼ 0.256 p ¼ 0.078 p ¼ 0.212 p ¼ 0.227
Control (n ¼ 14) r ¼ 0.541 r ¼ 0.533 r ¼ 0.688 r ¼ 0.429 r ¼ 0.434
p 5 0.046 p 5 0.050 p 5 0.007 p ¼ 0.126 p ¼ 0.121
WHOQOL-BREF sixth month after discharge
Experimental (n ¼ 14) r ¼ 0.042 r ¼ 0.180 r ¼ 0.024 r ¼ 0.357 r ¼ 0.276
p ¼ 0.886 p ¼ 0.538 p ¼ 0.936 p ¼ 0.210 p ¼ 0.340
Control (n ¼ 14) r ¼ 0.527 r ¼ 0.637 r ¼ 0.501 r ¼ 0.598 r ¼ 0.669
p ¼ 0.053 p 5 0.014 p ¼ 0.068 p 5 0.024 p 5 0.009
The bold values represent significant findings.
r ¼ Pearson correlation analysis; p < 0.05.

Discussion schizophrenia and reduces the severity of hallucinations


(Gallagher, Dinan, & Baker, 1994; Na & Yang, 2009).
It is positive that 50% of the patients in the experimental
Zarghami, Moonesi, and Khademloo (2012) determined that
group stated that they had an “occasional” auditory hallucin-
music therapy significantly reduced the duration and sever-
ation during the sixth month after discharge and that all of
ity of hallucinations in patients with schizophrenia. It has
them continued to listen to music in the first and sixth
also been reported that music therapy helps patients with
months and the majority of them in the third month when
schizophrenia to cope with the symptoms of the disease and
they were experiencing auditory hallucinations. The kind of
that after the music therapy, the symptoms decreased (Bloch
music in Rast tonality gives people joy, peace, vitality, com-
fort, and refreshment. In the literature, it is stated that lis- et al., 2010; De Sousa & De Sousa, 2010; Gold, 2007;
tening to music has advantages such as relieving stress, Hayashi et al., 2002; Mohammadi, Minhas, Haidari, &
anxiety, and tension, strengthening coping skills and easing Panah, 2012; Morgan, Bartrop, Telfer, & Tennant, 2011; Na
expressing emotions and thoughts (Gençel, 2006; Tsai & & Yang, 2009; Peng et al., 2010). M€ uller, Haffelder,
Chen, 2006; Ucan & Ovayolu, 2006). It is thought that Schlotmann, Schaefers, and Teuchert-Noodt (2014) deter-
patients continue to listen to music to avoid anxiety and mined that music significantly reduced psychiatric symp-
stress when they are experiencing hallucinations. There are toms in patients with a diagnosis of psychotic, anxiety,
studies in the literature showing that positive results are personality, and mood disorders. The study findings are
obtained in patients with schizophrenia thanks to music similar to those of the literature.
therapy (Hayashi et al., 2002; M€ ossler et al., 2011; Peng The scores of the patients in both groups obtained from
et al., 2010). the auditory hallucination questionnaire and the hallucin-
The scores of the patients in the experimental group ation subscale of the SAPS were high at their stays in the
obtained from the characteristics of auditory hallucination hospitals but low at discharge and at follow-ups after dis-
questionnaire and the hallucination subscale of the SAPS charge. However, 85.7% of the patients in the control group
decreased but remained unchanged after discharge. This who did not listen to music were determined to take new
finding from the study supports hypothesis H1 and H2. It generation non-antipsychotic drugs. The severity of the
has been reported that music has beneficial effects on indi- symptoms of the disease is usually high in schizophrenic
viduals since it stimulates emotions, reduces anxiety and patients when they are admitted to the hospital. Auditory
tension, enhances social ties and self-esteem, strengthens hallucinations are one of the common positive symptoms in
coping skills, and enables individuals to express their feel- these patients (Varcarolis, 1998). New generation antipsy-
ings and thoughts. In several studies, it has been found that chotics used in the treatment of schizophrenia are more
music positively affects hallucinations in patients with effective on disease symptoms, especially on positive
ISSUES IN MENTAL HEALTH NURSING 7

symptoms than conventional antipsychotic drugs. That the quality of life of schizophrenic individuals (Acil, Dogan, &
scores of the control group patients obtained from the audi- Dogan, 2008; Huppert et al., 2001; Wiersma et al., 2004;
tory hallucination questionnaire and the hallucination sub- Yildiz, Veznedaroglu, Eryavuz, & Kayahan, 2004).
scale of the SAPS at follow-ups were lower in the majority
of these patients suggests that new generation antipsychotic
Study limitations
drugs were effective. It was observed that the scores
obtained from the auditory hallucination questionnaire and The results of this present study are related to the subjects
the hallucination subscale of the SAPS decreased but in the sample of this study and thus they cannot be
remained unchanged after discharge. These results are generalised.
important since they indicate the patients’ compliance with
the therapy. It is reported that most of the symptoms and
relapse rates decrease in schizophrenic patients who comply Conclusion
with the treatment and collaborate with the treatment team In this study, it was observed that listening to music in the
(Dogan, 2002). Rast tonality had positive effects on the positive symptoms
The scores of the experimental group patients obtained and quality of life of the patients having auditory hallucina-
from the physical, mental, environmental, and national tions. In line with these results, it is recommended that indi-
environmental domains of the quality of life at the sixth- viduals with schizophrenia should be encouraged to listen to
month follow-up were higher than those obtained at dis- music in the Rast tonality to cope with auditory hallucina-
charge from the hospitals. This finding supports hypothesis tions and to maintain their quality of life. It is recom-
H3. Schizophrenia symptoms significantly prevent individu- mended to conduct researches on the use of different music
als from fulfilling self-care activities and psychosocial func- genres or other tonalities of Turkish music and to evaluate
tions and reduce their quality of life (Huppert, Weiss, Lim, the effect of music in the wider sample groups with the
Pratt, & Smith, 2001). It is considered that continuation of groups of patients with schizophrenia and other psychiatric
treatment in schizophrenia helps patients to maintain or disorders. Also, in psychiatry departments, necessary equip-
even to improve their well-being and quality of life (Dogan, ments (iPads, etc.), should be provided for patients experi-
2002). In studies conducted to assess the effects of music encing auditory hallucinations so that they can listen
therapy on quality of life in patients with schizophrenia, to music.
Grocke, Bloch, and Castle (2009) found that patients’ listen-
ing to original songs recorded in a professional studio
improved their quality of life, Hayashi et al. (2002) deter- Acknowledgements
mined a significant positive relationship between patients’ The study was a oral presentation at “HORATIO: European Psychiatric
listening to folk music and popular songs and their quality _
Nursing Congress” (31 October–2 November 2013, Istanbul, Turkey).
of life, whereas Ulrich et al. (2007) and Bloch et al. (2010) This research was based on the researcher’s doctoral thesis.
indicated that music therapy had no effect on the patients’
quality of life. Disclosure statement
In this study, a significant relationship was determined
between the auditory hallucination and quality of life scores No potential conflict of interest was reported by the authors.
obtained at discharge and at the sixth-month follow-up by
the patients who did not listen to music. According to this References
result, hypothesis H4 is accepted. The more their auditory
hallucination scores increased during their hospital stays, the Acil, A. A., Dogan, S., & Dogan, O. (2008). The effects of physical
exercises to mental state and quality of life in patients with schizo-
more the scores they obtained from the physical, mental, phrenia. Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing, 15(10),
and social domains of the quality of life decreased. However, 808–815. doi:10.1111/j.1365-2850.2008.01317.x
at the sixth month after discharge, the more their auditory Andreasen, N. C. (1990). Methods for assessing positive and negative
hallucination scores increased, the more the scores they symptoms. Modern Problems of Pharmacopsychiatry, 24, 73–88.
doi:10.1159/000418013
obtained from the mental, environmental, and national
Bloch, B., Reshef, A., Vadas, L., Haliba, Y., Ziv, N., Kremer, I., &
environmental domains of the quality of life decreased. Haimov, I. (2010). The effects of music relaxation on sleep quality
Negative experiences such as hallucinations, cognitive and and emotional measures in people living with schizophrenia. Journal
psychosocial dysfunction, disability, long and frequent hos- of Music Therapy, 47(1), 27–52. doi:10.1093/jmt/47.1.27
pitalisation, insufficient social support, coping difficulties, Buccheri, R., Trygstad, L., Dowling, G., Hopkins, R., White, K., Griffin,
J. J., … Hebert, P. (2004). Long-term effects of teaching behavioral
economic problems, drug side effects, and stigma decreased strategies for managing persistent auditory hallucinations in schizo-
schizophrenic patients’ quality of life (Huppert et al., 2001). phrenia. Journal of Psychosocial Nursing and Mental Health Services,
Therefore, various psychosocial approaches including music 42(1), 18–27. doi:10.3928/02793695-20040301-10
therapy are implemented in order to increase schizophrenic Buccheri, R., Trygstad, L., & Dowling, G. (2007). Behavioral manage-
patients’ compliance with the treatment, to prevent repeated ment of command hallucinations to harm in schizophrenia. Journal
of Psychosocial Nursing and Mental Health Services, 45(9), 46–54.
hospitalisations, and to improve social functioning and qual- Buccheri, R. K., Trygstad, L. N., Buffum, M. D., Lyttle, K., & Dowling,
ity of life. In several studies, psychosocial interventions have G. (2010). Comprehensive evidence-based program teaching self-
been determined to play an important role in improving management of auditory hallucinations on inpatient psychiatric
8 S. ERTEKIN PINAR AND H. TEL

units. Issues in Mental Health Nursing, 31(3), 223–231. doi:10.3109/ Morgan, K., Bartrop, R., Telfer, J., & Tennant, C. (2011). A controlled
01612840903288568 trial investigating the effect of music therapy during an acute psych-
Buffum, M. D., Buccheri, R., Trygstad, L., Gerlock, A. A., Birmingham, otic episode. Acta Psychiatrica Scandinavica, 124(5), 363–371.
P., Dowling, G. A., & Kuhlman, G. J. (2009). Behavioral manage- doi:10.1111/j.1600-0447.2011.01739.x
ment of auditory hallucinations implementation. Journal of M€ossler, K., Chen, X., Heldal, T. O., & Gold, C. (2011). Music therapy
Psychosocial Nursing and Mental Health Services, 47(9), 32–40. for people with schizophrenia and schizophrenia-like disorders.
doi:10.3928/02793695-20090730-01 Cochrane Database Systematic Reviews, 7(12), CD004025.
De Sousa, A., & De Sousa, J. (2010). Music therapy in chronic schizo- doi:10.1002/14651858.CD004025.pub3
phrenia. Journal of Pakistan Psychiatric Society, 7(1), 13–17. M€ uller, W., Haffelder, G., Schlotmann, A., Schaefers, A. T. U., &
Dogan, O. (2002). Psychosocial approaches in schizophrenic disorders. Teuchert-Noodt, G. (2014). Amelioration of psychiatric symptoms
Anatolian Journal of Psychiatry, 3, 240–248. through exposure to music individually adapted to brain rhythm
Emiroglu, B., Karadayı, G., Aydemir, O.,€ & Uçok,
€ A. (2009). Validation disorders – A randomized clinical trial on the basis of fundamental
of the Turkish version of the functional remission of general schizo- research. Cognitive Neuropsychiatry, 19(5), 399–413. doi:10.1080/
phrenia (FROGS) scale. Archives of Neuropsychiatry, 46, 15–24. 13546805.2013.879054

Erkoç, Ş., Arkonaç, O., Ataklı, C., & Ozmen, E. (1991). The reliability Na, H. J., & Yang, S. (2009). Effects of listening to music on auditory
and validity of scale for the assessment of the positive symptoms. hallucination and psychiatric symptoms in people with schizophre-
Journal of Thinking Man, 4(2), 20–24. nia. Journal of Korean Academy of Nursing, 39(1), 62–71.
Eser, E., Fidaner, H., Fidaner, C., Yalçın Eser, S., Elbi, H., & G€
oker, E. doi:10.4040/jkan.2009.39.1.62
(1999). The psychometric properties of the WHOQOL-100 and Peng, S. M., Koo, M., & Kuo, J. C. (2010). Effect of group music activ-
WHOQOL-BREF. Journal of Psychiatry Psychology ity as an adjunctive therapy on psychotic symptoms in patients with
Psychopharmacology, 7, 23–40. acute schizophrenia. Archives of Psychiatric Nursing, 24(6), 429–434.
Gallagher, A. G., Dinan, T. G., & Baker, L. J. (1994). The effects of doi:10.1016/j.apnu.2010.04.001
varying auditory input on schizophrenic hallucinations: A replica- Silverman, M. J. (2006). Psychiatric patients’ perception of music ther-
tion. British Journal of Medical Psychology, 67(1), 67–75. apy and other psychoeducational programming. Journal of Music
doi:10.1111/j.2044-8341.1994.tb01771.x Therapy, 43(2), 111–122. doi:10.1093/jmt/43.2.111
Gençel, O.€ (2006). Music therapy. Journal of Kastamonu Education, Silverman, M. J. (2011). Effects of music therapy on psychiatric
14(2), 697–706. patients’ proactive coping skills: Two pilot studies. The Arts in
Gold, C., Heldal, T. O., Dahle, T., & Wigram, T. (2005). Music therapy Psychotherapy, 38(2), 125–129. doi:10.1016/j.aip.2011.02.004
for schizophrenia or schizophrenia-like illnesses. Cochrane Database Talwar, N., Crawford, M. J., Maratos, A., Nur, U., McDermott, O., &
Systematic Reviews, 18(2), CD004025. doi:10.1002/14651858. Procter, S. (2006). Music therapy for in-patients with schizophrenia.
CD004025.pub2 British Journal of Psychiatry, 189(05), 405–409. doi:10.1192/
Gold, C. (2007). Music therapy improves symptoms in adults hospital- bjp.bp.105.015073
ised with schizophrenia. Evidence-Based Mental Health, 10(3), 77. Trygstad, L., Buccheri, R., Dowling, G., Zind, R., White, K., Griffin,
doi:10.1136/ebmh.10.3.77 J. J., … Hebert, P. (2002). Behavioral management of persistent
Grocke, D., Bloch, S., & Castle, D. (2009). The effect of group music auditory hallucinations in schizophrenia: Outcomes from a 10-week
therapy on quality of life for participants living with a severe and course. Journal of the American Psychiatric Nurses Association, 8(3),
enduring mental illness. Journal of Music Therapy, 46(2), 90–104. 84–91. doi:10.1067/mpn.2002.125223
doi:10.1093/jmt/46.2.90 Tsai, Y., & Chen, C. (2006). Self-care symptom management strategies
Group for the Research and Promotion of Turkish Music (2017). for auditory hallucinations among patients with schizophrenia in
Retrieved from http://www.tumata.com (Accessed December 15, Taiwan. Applied Nursing Research, 19(4), 191–196. doi:10.1016/
2018). j.apnr.2005.07.008
Hayashi, N., Tanabe, Y., Nakagawa, S., Noguchi, M., Iwata, C., € & Ovayolu, N. (2006). Music and its use in medicine. Fırat
Uçan, O.,
Koubuchi, Y., … Koike, I. (2002). Effects of group musical therapy Journal of Health Services, 1, 14–22.
on inpatients with chronic psychoses: A controlled study. Psychiatry Ulrich, G., Houtmans, T., & Gold, C. (2007). The additional thera-
and Clinical Neurosciences, 56(2), 187–193. doi:10.1046/j.1440- peutic effect of group music therapy for schizophrenic patients: A
1819.2002.00953.x randomized study. Acta Psychiatrica Scandinavica, 116(5), 362–370.
Huppert, J. D., Weiss, K. A., Lim, R., Pratt, S., & Smith, T. E. (2001). doi:10.1111/j.1600-0447.2007.01073.x
Quality of life schizophrenia: Contributions of anxiety and depres- Varcarolis, E. M. (1998). Schizophrenic disorders. Foundations of psychi-
sion. Schizophrenia Reseach, 51(2–3), 171–180. doi:10.1016/S0920- atric mental health nursing (pp. 625–675). Philadelphia: W. B.
9964(99)00151-6 Saunders Company.
Kanungpairn, T., Sitthimongkol, Y., Wattanapailin, A., & Klainin, P. Wiersma, D., Jenner, J. A., Nienhuis, F. J., & Willige, G. (2004).
(2007). Effects of a symptom management program on auditory hal- Hallucination focused integrative treatment improves quality of life
lucinations in Thai outpatients with a diagnosis of schizophrenia: A in schizophrenia patients. Acta Psychiatrica Scandinavica, 109(3),
pilot study. Nursing & Health Sciences, 9(1), 34–39. doi:10.1111/ 194–201. doi:10.1046/j.0001-690X.2003.00237.x
j.1442-2018.2007.00302.x Yildiz, M., Veznedaroglu, B., Eryavuz, A., & Kayahan, B. (2004).
Lim, A., Hoek, H. W., Deen, M. L., Blom, J. D., Bruggeman, R., Cahn, Psychosocial skills training on social functioning and quality of life
W., … Wiersma, D. (2016). Prevalence and classification of halluci- in the treatment of schizophrenia: A controlled study in Turkey.
nations in multiple sensory modalities in schizophrenia spectrum International Journal of Psychiatry in Clinical Practice, 8(4),
disorders. Schizophrenia Research, 176(2–3), 493–499. doi:10.1016/ 219–225. doi:10.1080/13651500410005595
j.schres.2016.06.010 Zarghami, M., Moonesi, F. S., & Khademloo, M. (2012). Control of
Mohammadi, A. Z., Minhas, L. S., Haidari, M., & Panah, F. M. (2012). persistent auditory hallucinations through audiotape therapy.
A study of the effects of music therapy on negative and positive European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 16(4),
symptoms in schizophrenic patients. German Journal of Psychiatry, 64–65. Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
15(2), 56–62. http://www.gjpsy.uni-goettingen.de 23090812.
EFEKTIVITAS PEMBERIAN MOZART “SONATA K.331”

TERHADAP PENGURANGAN HALUSINASI PENDENGARAN

PADA PENDERITA SKIZOFRENIA

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Anggi Meidiana Widi Sejati

1511410025

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

ii
iii
iv
-

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Janganlah hidup untuk dirimu sendiri tapi hiduplah untuk orang lain juga. (Ayah

Penulis)

Jangan mengeluh dan jadilah tangguh, karena Tuhan tak akan meninggalkan atas

yakinmu (lagu Sheila on7)

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan kepada

: Bapak, Ibu dan keluarga serta para

sahabat penulis.

v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, Tuhan semesta alam dan

atas berkat dan rahmad-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Efektivitas Pemberian Mozart “Sonata K.331” Terhadap Pengurangan Halusinasi

Pendengaran Pada Penderita Skizofrenia”

Penyusunan skripsi ini merupakan kewajiban penulis sebagai tugas akhir

untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas

Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

rasa terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang.

2. Drs. Sugeng Hariyadi S. Psi. M.S, Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Sri Maryati Deliana, M.Si., selaku penguji I yang telah memberikan masukan

serta kritik terhadap skripsi penulis.

4. Andromeda, S.Psi., M.Psi , selaku penguji II yang telah memberikan masukan

serta kritik terhadap skripsi penulis.

5. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi.,M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan

masukan serta kritik terhadap skripsi penulis.

vi
6. Bapak dan Ibu dosen jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang yang telah

memberi bekal ilmu yang bermanfaat dan saran – saran yang berarti.

7. Bapak, Ibu, Adek, Bulek yang telah melimpahkan kasih sayang, doa, perhatian

serta semangat unruk menempuh pendidikan ini sampai akhir.

8. Sahabat penulis Nita, Firma, Fuad, Riris, Oki, Intan, Mahda yang selalu

memberikan dukungan dan semangat.

9. Teman – teman kost Hafza,Sherlina, Iva yang selalu memberikan semangat.

10. Teman-teman angkatan 2010 Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.

11. Pengelola tempat rehabilitasi Yayasan Rumah Damai, serta semua subjek dalam

penelitian yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk melakukan

penelitian guna kelancaran penyusunan skripsi ini.

12. Sheila on7 yang lagu – lagunya selalu yang selalu menjadi semangat dmengiringi

penulis disaat mengerjakan skripsi.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca dan bidang

ilmu yang terkait serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, Januari 2017

Penulis

vii
ABSTRAK

Sejati, Anggi Meidiana Widi. 2016. Efektivitas Pemberian Mozart “Sonata K.331”
Terhadap Pengurangan Halusinasi Pendengaran Pada Penderita Skizofrenia.
Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing : Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi.,M.Si.

Kata Kunci : Halusinasi Pendengaran, Musik Klasik, dan Skizofrenia.

WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami


gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini. Salah
satu gangguan kesehatan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia dengan gejala
yang sering tampak adalah halusinasi pendengaran. Musik klasik diduga mampu
mengurangi halusinasi pendengaran, oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pemberian musik klasik efektif dalam mengurangi halusinasi
pendengaran pada pasien skizofrenia.
Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah desain satu kelompok
(One-Group Pretest-Posttes Design). Desain One-Group Pretest-Posttes
mensyaratkan dua kali pengukuran dengan melakukan pretest (sebelum diberi
perlakuan) dan posttest (setelah diberikan perlakuan).Penelitian dilakukan di Rumah
Damai. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi dan wawancara. Aspek yang digunakan untuk observasi ada empat aspek
yaitu bicara sendiri, menggerakan mulut seperti sedang berbicara, mengobrol dengan
benda – benda mati, mata melirik kanan dan kiri seolah mencari sesuatu.
Teknik analisis data menggunakan analisis grafik. Ada empat fase dalam
penelitian ini fase A (baseline awal) dimana dilakukan pengukuran selama tiga kali,
fase B dilakukan intervensi sebanyak delapan kali, fase A2 disini diberhentikan
intervensinya dan dilakukan pengukuran kembali dan yang terakhir fase B2 dilakukan
intervensi kembali sebanyak delapan kali. Diperoleh hasil yang dilihat dari grafik
untuk keempat aspek menujukkan penurunan intensitas munculnya aspek – aspek
selama subjek diperdengarkan musik klasik secara rutin dan jika subjek tidak
diperdengarkan musik klasik maka subjek kembali mengalami halusinasi
pendengaran.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i

PERNYATAAN............................................................................................... ii

PENGESAHAN .............................................................................................. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

BAB

1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 12

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 12

1.4.1 Manfaat Teoritis ..................................................................................... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 12

ix
BAB

2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 13

2.1 Halusinasi .................................................................................................. 13

2.1.1 Pengertian Halusinasi ............................................................................. 13

2.1.2 Etiologi ................................................................................................... 14

2.1.2.1 Faktor Predisposisi ............................................................................. 14

2.1.2.2 Faktor Prespitasi ................................................................................. 15

2.1.3 Tahapan Halusinasi ................................................................................ 16

2.2 Skizofrenia ................................................................................................ 18

2.2.1 Pengertian Skizofrenia ........................................................................... 18

2.2.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia ............................................................. 18

2.2.3 Etiologi ................................................................................................... 21

2.2.4 Tipe – Tipe Skizofrenia .......................................................................... 24

2.3 Musik Klasik ............................................................................................. 26

2.3.1 Pengertian Musik Klasik ........................................................................ 26

2.3.2 Terapi Musik .......................................................................................... 27

2.3.3 Mozart .................................................................................................... 29

2.3.4 Manfaat Musik Klasik ............................................................................ 30

2.4 Dinamika Psikologis ................................................................................. 31

BAB

3 METODE PENELITIAN ............................................................................. 35

3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 35

x
3.2 Desain Penelitian ....................................................................................... 37

3.3 Variabel Penelitian .................................................................................... 38

3.4 Definisi Oprasional Variabel ..................................................................... 38

3.5 Subjek Penelitian ....................................................................................... 40

3.6 Metode Pengumpul Data dan Perlakuan ................................................... 41

3.6.1 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 41

3.6.1.1 Observasi ............................................................................................ 41

3.6.1.2 Wawancara ......................................................................................... 42

3.6.2 Perlakuan ................................................................................................ 43

3.7 Validitas ..................................................................................................... 44

3.7.1 Validitas Eksperimen ............................................................................. 44

3.7.2 Validitas Penelitian ................................................................................ 45

3.8 Analisis Data ............................................................................................. 46

BAB

4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 47

4.1 Persiapan Penelitian .................................................................................. 47

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ................................................................... 47

4.1.2 Menyusun Pedoman Observasi dan Wawancara ................................... 48

4.1.3 Subjek Penelitian .................................................................................... 48

4.1.4 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 49

4.2 Deskripsi Subjek ....................................................................................... 49

4.3 Pre-test ..................................................................................................... 50

xi
4.4 Pelaksanaan Intervensi .............................................................................. 54

4.5Post-test ....................................................................................................... 55

4.6 Hasil Penelitian ......................................................................................... 61

4.7 Pembahasan ............................................................................................... 68

4.8 Kendala dan Kelemahan Penelitian .......................................................... 73

BAB

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 74

5.2 Saran .......................................................................................................... 74

5.2.1 Bagi Instansi Terkait .............................................................................. 74

5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75

LAMPIRAN .................................................................................................... 77

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Halusinasi Pendengaran ............................................................. 16

3.1 Lembar Chek List ...................................................................................... 42

3.2 Rincian Penelitian ..................................................................................... 43

4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 49

4.2 Subjek Penelitian ....................................................................................... 49

4.3 Hasil chek list Halusinasi Pendengaran Pretest Subjek Ap ...................... 51

4.4 Hasil chek list Halusinasi Pendengaran Pretest Subjek Rd ...................... 53

4.5 Hasil chek list Halusinasi Pendengaran Post-test Subjek Ap ................... 55

4.6 Hasil chek list Halusinasi Pendengaran Post-test Subjek Rd .................... 57

4.7 Hasil chek list Halusinasi Pendengaran Post-test Kelompok Kontrol ...... 59

4.8 Hasil Perbandingan Pretest dengan Post-test Subjek Ap ......................... 62

4.9 Hasil Perbandingan Pretest dengan Post-test Subjek Rd .......................... 65

4.10. Hasil Perbandingan post-test Kelompok Eksperimen dan Kelompok

Kontrol ............................................................................................................ 67

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Desain Satu Kelompok (One-Group Pretest-Posttes Design) .................. 38

4.1 Grafik chek list Aspek Halusinasi Pendengaran Pre-test Subjek Ap ........ 52

4.2 Grafik chek list Rata-Rata Halusinasi Pendengaran Pre-test Subjek Ap . 52

4.3 Grafik chek list Aspek Halusinasi Pendengaran Pretest Subjek Rd .......... 54

4.4 Grafik chek list Rata-Rata Halusinasi Pendengaran Pre-test Subjek Rd

.......................................................................................................................... 54

4.5 Grafik chek list Aspek Halusinasi Pendengaran Post-test Subjek Ap

.......................................................................................................................... 56

4.6 Grafik chek list Halusinasi Pendengaran Baseline A2 Subjek Rd ............ 57

4.7 Grafik chek list Aspek Halusinasi Pendengaran Post-test Subjek Rd .. ... 58

4.8 Grafik chek list Rata - Rata Halusinasi Pendengaran Post-test Subjek Rd

.......................................................................................................................... 58

4.9 Grafik chek list Aspek Halusinasi Pendengaran Post – test Kelompok Kontrol

.......................................................................................................................... 60

4.10. Grafik chek list Rata - Rata Halusinasi Pendengaran Post-test kelonpok Kontrol

.......................................................................................................................... 60

xiv
4.11 Grafik Perbandingan Aspek Halusinasi Pendengaran Pre-test dengan Post-test

Subjek Ap ........................................................................................................ 63

4.12 Grafik Perbandingan Rata – rata Halusinasi Pendengaran Pre-test dengan Post-

test Subjek Ap .................................................................................................. 64

4.13 Grafik Perbandingan Aspek Halusinasi Pendengaran Pre - test dengan Post-test

Subjek Rd ......................................................................................................... 66

4.14 Grafik Perbandingan Rata – Rata Halusinasi Pendengaran Pre - test dengan

Post-test Subjek Rd ......................................................................................... 67

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Informed Consent ......................................................................................... 77

2 Modul Penelitian .......................................................................................... 79

3 Lembar chek list ........................................................................................... 80

4 Hasil chek list Subjek 1 ................................................................................ 81

5 Hasil chek list Subjek 2 ................................................................................ 82

6 Transkrip Verbatim Subjek 1 ........................................................................ 83

7 Transkrip Verbatim Subjek 2 ....................................................................... 97

8 Deskripsi Data Subjek 1 ............................................................................... 115

9 Deskripsi Data Subjek 2 ............................................................................... 122

10 Laporan Harian Selama Intervensi ............................................................. 129

11 Transkrip Verbatim Subjek Sekunder ........................................................ 143

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan

sosial di Indonesia dan cendrung meningkat tiap tahun. Hal ini dapat mempengaruhi

perkembangan seseorang baik fisik, internal dan emosional untuk tercapainya

kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Ketika

manusia tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan maka akan terjadi gangguan

kesehatan yaitu kesehatan mental atau jiwa (Stuart dan Sundeen, 1998).

WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami

gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan

25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu

selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun

(WHO, 2009). Menurut National institute of mental health gangguan jiwa mencapai

13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi

25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan mempengaruhi meningkatnya prevalensi

gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai negara. Berdasarkan hasil sensus

penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan 26,2 % penduduk yang berusia

18 – 30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011).

1
2

Salah satu gangguan kesehatan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia,

gangguan jiwa yang bagi orang awam disebut gila. Prevalensi skizofrenia di

Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan

jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan jiwa dengan

skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Angka tersebut merupakan

angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius (Sulistyowati dkk 2006).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes), 2007 (Depkes RI, 2007)

menyebutkan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari ringan

sampai berat. Data dari 33 rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia menyebutkan hingga

kini jumlah penderita jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Menurut WHO di beberapa

negara berkembang menunjukkan bahwa 30 – 50 % pasien yang berobat ke fasilitas

pelayanan kesehatan umum ternyata menderita gangguan kesehatan jiwa. Sedangkan

jumlah penderita skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk

yang mayoritas penderita berada di kota besar. Dari hasil survai di rumah sakit

Indonesia, ada 0,5 – 1,5 perseribu penduduk mengalami halusinasi (Purba, dkk dalam

Riza 2010).

Skizofrenia bisa terjadi pada siapa saja baik laki – laki maupun wanita. Data

American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi

penduduk dunia menderita skizofrenia. Sedangkan di Indonesia sendiri diperkirakan 1

– 2 juta penduduk mengalami gangguan jiwa yang sama. Dari jumlah tersebut, baru

sekitar 7000 – 10000 penderita yang telah memperoleh penanganan secara medis.

Dan 75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
3

remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh

stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya

karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.

Skizofrenia bisa terjadi pada siapa saja. Seringkali pasien Skizofrenia

digambarkan sebagai individu yang bodoh, aneh, dan berbahaya (Irmansyah,

2006). Sebagai konsekuensi kepercayaan tersebut, banyak pasien Skizofrenia

tidak dibawa berobat ke dokter (psikiater) melainkan disembunyikan, kalaupun

akan dibawa berobat, mereka tidak dibawa ke dokter melainkan dibawa ke “orang

pintar”.

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak

belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan

pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Umumnya skizofrenia ditandai oleh

penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta

oleh afek yang tidak wajar inappropriate atau tumpul blunted. Kesadaran yang jernih

clear consciousness dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan.

Sekitar 25% pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada

tingkat premorbid (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan

pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cendrung memburuk. Sekitar 50% berada

diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungi


4

dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat (Harris dalam Craighead, Kazdin &

Mahoney, 1994).

Penderita skizofrenia pastinya akan mengalami gejala dan tanda seperti delusi

atau waham (keyakinan yang tidak masuk akal) dan tentunya akan mengalami

halusinasi. Para penderita skizofrenia akan mendengar, melihat, merasa, mencium

sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita akan mendengarkan suara atau

bisikan yang bisa menghibur atau menakutkan atau menganggap suara atau bisikan

tersebut bersifat negatif atau buruk atau suara tersebut memberikan perintah.

Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien

skizofrenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi.

Perilaku individu yang mengeksperesikan adanya halusinasi adalah tidak akuratnya

interprestasi stimulus lingkungan atau perubahan negatif dalam jumlah atau pola

stimulus yang datang, disorientasi waktu dan tempat, disorientasi orang, perubahan

kemampuan memecahkan masalah, perubahan perilaku atau pola komunikasi,

kegelisahan, ketakutan, ansietas/cemas dan peka rangsang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) klien dengan halusinasi mengalami

kecemasan dari kecemasan yang sedang sampai panik tergantung dari tahap

halusinasi yang dialaminya. Dan hal ini dapat menyebabkan dampak negatif dari

halusinasi yaitu dapat mencederai diri, orang lain dan dapat merusak lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan halusinasi.

Mekanisme otak yang bertanggung jawab terhadap halusinasi melibatkan

sejumlah sistem yang saling berhubungan. Satu kemungkinan yang membangkitkan


5

halusinasi adalah adanya kerusakan di struktur otak yang lebih dalam, menyebabkan

otak menciptakan realitasnya sendiri. Realitas alternatif ini sendiri belum dapat

diperiksa kerena pusat pemikiran yang lebih tinggi di otak, yang terletak di lobus

frontal dari korteks serebral gagal melakukan pemeriksaan realitas terhadap gambaran

– gambaran tersebut untuk menentukan apakah gambaran tersebut nyata, imajinasi

atau halusinasi (Begley, 1995). Konsekensinya, orang salah mengatribusikan suara –

suara mereka yang biasanya dibangkitkan dalam diri pada sumber – sumber dari luar.

Bukti dari penelitian tentang gambaran otak lainnya menunjuk pada ketidaknormalan

lobus frontal pada penderita skizofrenia.

Pada tahun 1950 sebuah organisasi profesional didirikan melalui kolaborasi

para terapis musik yang bekerja secara khusus menangani pasien yang terdiri dari

para veteran perang, penderita gangguan mental, gangguan pendengaran/

pengelihatan, dan sebagai populasi pasien psikiatri. Aktivitas ini merupakan awal

lahirnya NAMT (National Association for Music Therapy). Dalam perkembangan

selanjutnya baru pada tahun 1998, NAMT melakukan kerja sama dengan organisasi

terapi musik lain dan bersatu di bawah nama AMTA (American Music Therapy

Association) sampai saat ini.

Don Campbell, seorang musisi sekaligus pendidik, bersama Alfred Tomatis

yang psikolog, mengadakan penelitian untuk melihat efek positif dari beberapa jenis

musik. Hasilnya dituangkan dalam buku mereka yang di Indonesia diterbitkan

dengan judul efek mozart, memanfaatkan kekuatan musik untuk mempertajam

pikiran, meningkatkan kreativitas dan menyehatkan tubuh. Banyak fakta menarik


6

yang diungkap Campbell dan Tomatis. Salah satunya adanya hubungan yang menarik

antara musik dan kecerdasan manusia. Musik (klasik) terbukti dapat meningkatkan

fungsi otak dan intelektual manusia secara optimal. Campbell kemudian mengambil

contoh karya Mozart, sonata in d major K 488 yang diyakininya mempunyai efek

stimulasi yang paling baik bagi bayi.

Campbell 2001 (dalam bukunya Efek Mozart) bahwa musik Barok (Bach,

Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang merangsang pikiran dalam

belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi ingatan

dan persepsi spasialnya. Sementara jenis-jenis musik lain mulai dari Jazz, New Age,

Latin, Pop, lagu-lagu Gregorian bahkan gamelan dapat mempertajam pikiran dan

meningkatkan imajinasi.

Musik merupakan stimulasi terhadap keseimbangan aspek kognitif.

Penelitian- penelitian membuktikan bahwa musik memberikan banyak manfaat

kepada manusia atau siswa seperti merangsang pikiran, memperbaiki konsenstrasi

dan ingatan, meningkatkan aspek kognitif, membangun kecerdasan emosional, dan

lain-lain. Musik juga dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, yang

berarti menyeimbangkan perkembangan aspek intelektual dan emosional. Siswa yang

mendapat pendidikan musik jika kelak dewasa akan menjadi manusia yang berpikiran

logis, sekaligus cerdas, kreatif, dan mampu mengambil keputusan, serta mempunyai

empati.

Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan –

rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan
7

kecerdasan emosional (EQ), Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori

Neuron mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan

musik sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri

dalam sirkuit otak, sehingga terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan otak kiri

itu Siegel, 1999 mengatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang Alfa yang

menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.

Menurut Louise, psikologi sekaligus terapis musik dari Present Education

Program RSAB Harapan Kita, Jakarta, sesungguhnya bukan hanya musik Mozart

yang dapat digunakan. Semua musik berirama tenang dan mengalun lembut memberi

efek yang baik bagi janin, bayi dan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Kekuatan

musik Mozart menjadi perhatian masyarakat terutama melalui penelitian inivatif di

University of California pada awal tahun 1990-an. Di Center for the Neurobiology of

Learning and Memory di Irvine, sebuah tim peneliti mulai meninjau sejumlah efek

Mozart terhadap anak – anak dan para mahasiswa.

Frances H. Rauscher, Ph.D., serta para koleganya mengadakan sebuah

penelitian di mana 36 mahasiswa tingkat sarjana dari departemen psikologi

mendapatkan nilai delapan hingga sembilan angka lebih tinggi pada tes IQ spasial

(bagian dari skala kecerdasan Stanford-Binet) setelah mendengarkan “Sonata for Two

Pianos in D Major” (K. 448) karya Mozart selama sepuluh menit. Meskipun efek itu

hanya berlangsung sepuluh menit hingga lima belas menit, tim Rauscher

menyimpulkan bahwa hubungan antara musik dengan penalaran ruang (spasial)


8

sedemikian kuat hingga cukup dengan mendengarkan musik pun mampu membuat

perbedaan.

Bunyi musik ditransmisikan menuju telinga dalam dan diuraikan berdasarkan

frekuensi – frekuensi tertentu yang menyusun bunyi tersebut. Musik yang memasuki

telinga diubah menjadi impuls – impuls saraf di dalam koklea. Impuls – impuls ini

ditransmisikan menuju korteks auditori di dalam lobus temporal di mana area – area

tertentu terspesialisasi, khususnya pada hemisfer kanan, untuk menganalisa nada dan

warna suara. Informasi dari korteks auditori ditransmisikan ke dalam lobus frontal

yang akan menghubungkan musik dengan emosi, pikiran dan pengalaman masa lalu.

(Sweeney, 2009)

Banyak penulis yang mengkaji tentang pengaruh musik terutama musik klasik

sebagai media penyembuhan dan peningkatan kualitas individu atau kelompok. Hal

ini dapat memberikan gambaran adanya hubungan antara musik dengan respon

seseorang yang sebenarnya tidak jauh dari hubungan emosi antar musik dan

pendengar (Djohan, 2005).

Musik memiliki efek mendalam pada tubuh dan jiwa. Ini adalah bagian tak

terpisahkan dari pengalaman manusia dan penting komponen untuk mencapai kualitas

hidup (Dileo & Bradt, 2009), terapi musik menjadi alat yang bermanfaat untuk

kesehatan. Terapi musik telah terbukti menjadi intervensi bermanfaat bagi orang

yang memiliki penyakit mental abadi (Grocke, 2008; Edwards, 2006). Terapi musik

dapat dianggap sebagai salah satu bentuk rehabilitasi psikososial karena dapat

meningkatkan sosial kekompakan, dan dapat mempengaruhi individu psikologis dan


9

fisiologis kesejahteraan, seperti fungsi kognitif dan ekspresi emosional (Yang, 1998).

Hal ini didefinisikan sebagai metode psikoterapi yang menggunakan interaksi musik

sebagai sarana komunikasi dan ekspresi (Gold, 2009).

Terapi musik mulai berkembang dan juga sudah banyak penyakit ataupun

gangguan yang bisa dilakukan dengan terapi musik khususnya pada musik klasik,

diantaranya penderita demensia (Carol A.Prickett & Randall S.Moore, 1991), ADHD

dan ADD (Rosali Rebollo Pratt, Hans Henning Abel, dan Jon Skidmore, 1995), autis

(Dawn Wimpory, Paul Chadwick, dan Susan Nash, 1995), anak yang mengalami

cacat perkembangan (Suzanne Evans Morris, 1996), terobsesi oleh kematian (Guy

Berard, 1993), insomnia (Dick Kankas, 1996), ibu hamil (Cynthia Allison Davis,

1992), skizofrenia (Mercedes Pavlicevic, Colwyn Trevarthen, dan Janic Duncan,

1994).

Paul Moses seorang spesialis THT, menemukan pola yang terus berulang pada

diri pasien – pasien skizofrenia. Dia menemukan bahwa suara – suara pasien

skizofrenia itu cenderung ritmis ketimbang melodius. Yang dominan adalah nada –

nada tinggi, dan sedikit saja resonansi sengau. Suaranya tidak dapat meluncur suara

yang melompat dari satu tangga ke tangga berikutnya, dan tekanan pada kata-katanya

aneh. Moses menemukan bahwa sebagian dari pola neurotik dan psikotik mereka

lenyap. Menyanyi hanya sedikit membantu, tetapi berdendang, berbicara, dan dialog

vokal yang kreatif dengan pasien – pasien benar – benar memodifikasi perilaku

mereka.
10

U.S. Alcohol, Drug Abuse, and Mental Health Administration,

menindaklanjuti penemuan Moses melaporkan hasil sebuah studi di mana penderita

skizofrenia terbukti cenderung kurang mendengar suara – suara halusinasi apabila

mereka bersenandung perlahan – lahan. Para dokter di UNCLA Research Center di

Camarillo State Hospital menemukan bahwa bersenandung menutupi bunyi – bunyi

yang lain, termasuk kegiatan otot yang lazimnya tidak terdengar yang tidak dapat

dipersepsi sebagai suara. Mereka menemukan bahwa menyenandungkan bunyi

Mmmmm dengan sangat lembut menimbulkan pengurangan halusinasi pendengaran

sebanyak 59% dalam diri pasien – pasien skizofrenia.

Sebuah studi kasus-kontrol yang besar terdapat 41 orang dewasa penderita

skizofrenia, para peneliti di Royal Edinburg Hospital dan University of Edinburg di

Skotlandia melaporkan bahwa pasien – pasien yang mengikuti serangkaian sesi terapi

musik individual mengalami perbaikan klinis. Subjek – subjek eksperimental

menerima sesi terapi musik individual satu kali seminggu selama 10 minggu,

sementara kelompok pembanding menerima terapi tersebut hanya pada minggu

pertama dan minggu kesepuluh.

Pasien skizofrenia memperlukan tritmen yang komprehensif, artinya

memberikan tritmen medis untuk menghilangkan gejala dan terapi psikologis untuk

membantu beradaptasi dengan konsekuensi atau akibat dari gangguan tersebut. Pada

tritmen secara medis dengan pemberian obat – obat antipsikotik. Antipsikotik

termasuk tiga kelas obat yang utama : antagonis reseptor dopamine, risperidone

(risperdal), dan clozapine (clozaril). Dan untuk terapinya ada terapi perilaku, terapi
11

berorientasi keluarga, terapi kognitif, terapi kelompok, dan dalam sosial ketrampilan

berbicara, ketrampilan mengolah diri sendiri dan melatih ketrampilan kerja.

Hasil penelitian Seto & Sandiasti menunjukkan bahwa terapi musik efektif

untuk penderita Skizofrenia, yang ditandai dengan subjek menjadi tenang, rileks,

emosi lebih labil dan mampu mengikuti kegiatan.

Penderita sekizofrenia yang mengalami gejala halusinasi gagal dalam

melakukan pemeriksaan realitas terhadap suatu gambaran yang apakah gambaran

tersebut nyata, imajinasi, atau halusinasi. Mekanisme tersebut berada pada lobus

frontal. Otak saat mendengarkan musik, akan mentransmisi bunyi musik menuju

telinga dalam yang nantinya informasi tersebut akan menuju ke lobus frontal, di mana

musik dapat dikaitkan pada emosi, pemikiran, dan pengalaman masa lalu.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan melakukan penelitian untuk

mengetahui efektivkah pemeberian musik klasik terhadap pengurangan halusinasi

pendengaran pada pasien skizofrenia, dengan memperdengarkan musik klasik.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan masalah yang akan diangkat

dalam penelitian ini adalah apakah pemberian musik klasik efektif dalam

pengurangan halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia?


12

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian musik

klasik efektif dalam mengurangi halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan penelitian ini bisa bermanfaat sebaga berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan kajian

ilmu psikologi, yang khususnya di bidang psikologi klinis yang berkaitan dengan

penderita skizofrenia.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dan bisa memberikan

informasi kepada pihak yang membutuhkan informasi tentang skizofrenia dan

semoga penelitian bisa diterapkan untuk proses penyembuhan penderita skizofrenia

khususnya penderita yang mengalami halusinasi pendengaran.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Halusinasi

2.1.1 Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah di mana tidak terdapat stimulus

sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat berwujud penginderaan kelima

indra yang keliru. (Arif, 2006 : 18).

Menurut Cook dan Fotaine, halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu

objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar

yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, pengelihatan,

penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1998) halusinasi

adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar

yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran

individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien

dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu.

13
14

2.1.2 Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

2.1.2.1 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor pencetus terjadinya halusinasi, yaitu :

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologist yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian

– penelitian berikut :

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih

luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal

dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamine neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah – masalah pada system reseptor dopamine dikaitkan

dengan terjadinya skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya

atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan

skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks

bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi

otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

Mekanisme otak yang bertanggung jawab terhadap halusinasi melibatkan

sejumlah sistem yang saling berhubungan. Satu kemungkinan yang membangkitkan

halusinasi adalah adanya kerusakan di struktur otak yang lebih dalam, menyebabkan
15

otak menciptakan realitasnya sendiri. Realitas alternatif ini sendiri belum dapat

diperiksa kerena pusat pemikiran yang lebih tinggi di otak, yang terletak di lobus

frontal dari korteks serebral gagal melakukan pemeriksaan realitas terhadapgambaran

– gambaran tersebut untuk menentukan apakah gambaran tersebut nyata, imajinasi

atau halusinasi (Begley, 1995). Konsekensinya, orang salah mengatribusikan suara –

suara mereka yang biasanya dibangkitkan dalam diri pada sumber – sumber dari luar.

Bukti dari penelitian tentang gambaran otak lainnya menunjuk pada ketidaknormalan

lobus frontal pada penderita skizofrenia.

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan

kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi

gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang

hidup klien.

3. Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan

terisolasi disertai stress.

2.1.2.2 FaktorPrespitasi

Faktor Prespitasi (penyulut), secara umum klien dengan gangguan halusinasi

timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,

perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor

presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu :


16

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan oleh otak untuk diinterpretasikan.

2. Stess Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stess yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.1.3 Tahapan Halusinasi

Halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Dalami, 2009), yaitu :

Tabel 2.1. Tahapan Halusinasi


Tahapan Karakteristik Perilaku
1. Sleep Disorder : Merasa banyak masalah, Susah tidur dan berlangsung
tahap awal seseorang ingin menghindar dari terus menerus sehingga
sebelum muncul lingkungan, takut terbisasa menghayal dan
halusinasi diketahui orang lain bahwa menganggap menghayal
dirnya memiliki banyak awal sebagai pemecahan
masalah. Masalah yang masalah.
dihadapi makin terasa sulit
karena berbagai stressor
terakumulasi dan support
system yang kurang dan
persepsi terhadap masalah
sangat buruk.
2. Comforthing : Mengalami perasaan yang Terkadang tersenyum,
halusinasi ada pada mendalam seperti cemas, tertawa sendiri,
tahap kesepian, rasa bersalah, menggerakkan bibir tanpa
menyenangkan takut, dan mencoba untuk suara, pergerakan mata yag
(cemas sedang) berfokus pada pikiran cepat, respon verbal yang
yang menyenagkan untuk lambat, diam dan
17

meredakan cemas. berkonsentrasi.


Cenderung mengenali
bahwa pikiran – pikiran
dan pengalaman sensori
berada dalam kendali
kesadaran jika cemas
dapat ditangani.
3. Condeming : pada Pengalaman sensori yang Ditandai dengan
tahapan ini menakutkan an mencoba meningkatnya tanda – tanda
halusinasi menjadi untuk mengambil jarak sistem syaraf otonom akibat
menakutkan(cemas dirinya dengan sumber anisieta otonom seperti
berat) yang dipersepsikan dan peningkatan denyut jantung,
merasa dipermalukan oleh pernapasan, dan tekanan
pengalaman sensori dan darah. Rentang perhatian
menarik iri dari orang lain. dengan lingkungan
berkurang dan terkadang
asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
4. Controling : pada Menghentikan perlawanan Penderita taat pada perintah
tahapan ini terhadap halusinasi dan halusinasi, sulit
halusinai yang menyerah pada halusinasi berhubungan dengan orang
berkuasa (cemas tersebut. Isi halusinasi lain, respon perhatian
berat) menjadi menarik. terhadap lingkungan
Penderita akan mengalami berkurang dan bila
kesepian jika sensori berhungungan dengan orang
halusinasi berhenti. lain hanya beberapa detik
saja, ketidakmampuan
mengikuti perintah dari
orang lain, tremor dan
berkeringat.
5. Conquering : tahap Pengalaman sensori Perilaku panik, resiko tinggi
halusinasi panik menjadi mengancam jika mencederai, bunuh diri atau
penderita mengkuti membunuh. Tindak
perintah haluisinasi. kekerasan agitasi, menarik
Halusinasi berakhir dari katatonik, ketidakmampuan
beberapa jam atau hari jika berrespon pada lingkungan.
taidak ada intervensi
teraputik.
18

2.2 Skizofrenia

2.2.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh

ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku

pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala

fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan

gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya

adalah gangguan afektif, autism dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya

adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock, 2004).

2.2.2 Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Menurut Kaplan & Sadock (2004), terdapat beberapa criteria diagnostic

skizofrenia di dalam DSM-IV antara lain:

A. Karakteristik gejala

Terdapat dua (atau lebih) dari criteria di bawah ini, masing – masing

ditemukan secara signigikan selama periode satu bulan (atau kurang, bila berhasil

ditangani) :

1) Delusi (waham)

2) Halusinasi

3) Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya, topiknya sering menyimpang

atau tidak terhubung)


19

4) Perilaku yang tidak terorganisasi secaraluas atau munculnya perilaku katatonik

yang jelas

5) Gejala negatif, yaitu adanya afek yang datar, alogia atau avolisi (tidak adanya

kemauan).

Catatan : Hanya diperlukan satu gejala dari criteria A, jika delusi yang muncul

bersifat kacau (bizzare) atau halusinasi terdiri dari beberapa suara

yang terus menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau

dua atau lebih suara yang saling berbincang antara satu dengan yang

lainnya.

B. Disfungsi sosial atau pekerjaan

Untuk kurun waktu yang signifikan sejak munculnya onset gangguan,

ketidakberfusian ini meliputi satu atau lebig fungsi utama : seperti bekerja, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, yang jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum

onset (atau jika onset pada masa anak – anak atau remaja, adanya kegagalan untuk

mencapai beberapa tingkatan hubungan interpersonal, prestasi akademik, atau

pekerjaan yang diharapkan).

C. Durasi

Adanya tanda – tanda gangguan yang terus menerus menetap selama

sekurangnya enam bulan. Pada periode enam bulan ini, harus termasuk sekurangnya

satu bulan gejala (atau kurang, bila berhasil ditangani) yang memenuhi criteria A

(yaitu fase aktif gejala) dan mungkin termasuk pula periode gejala prodromal atau

residual. Selama periode prodromal atau residual ini, tanda – tanda gangguan
20

mungkin hanya dimanifestasikan oleh gejala negative atau dua atau lebih gejala yag

dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk lemah misalnya keyakinan yang aneh,

pengalaman persepsi yang tidak lazim.

D. Penyingkiran gangguan skizofrenia dan gangguan mood

Gangguan skizofrenia dan gangguan mood dengan cirri psikotik telah

disingkirkan karena :

a. Tidak ada episode depresi berat, manik, atau campuran yang telah terjadi

bersama – sama dengan gejala fase aktif.

b. Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah

relative singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

E. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat

(penyalahgunaan obat, pengaruh medikasi) atau kondisi medis umum.

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasive

Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan

perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika

waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan

(atau kurang jika berhasil ditangani).

Klasifikasi perjalanan penyakit gangguan jangka panjang (klasifikasi ini

hanya dapat diterapkan setelah sekurang – kurnangnya satu tahun atau lebih, sejak

onset awal dari munculnya gejala fase aktif) :


21

a. Episodik dengan gejala residual interpisode (episode ini dinyatakan dengan

menuculnya kembali gejala psikotik yang menonjol); khususnya dengan

gejala negatif yang menonjol.

b. Episodik tanpa gejala residual interepisodik.

c. Kontinum (ditemukan adanya gejala psikotik yang menonjol di seluruh

periode observasi); dengan gejala negative yang menonjol.

d. Episode tunggal dalam remisi parsial; khususnya dengan gejala negative

yang menonjol.

e. Episode tunggal dalam remisi penuh.

f. Pola lain yang tidak ditemukan.

2.2.3 Etiologi

Teori tentang penyebab Skizofrenia, yaitu :

a. Diatesis-Stres Model

Teori ini menggabungkan antara factor biologis, psikososial, dan

lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat

menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga factor tersebut

saling berpengaruh secara dianamis (Kaplan & Sadock, 2004).

b. Faktor Biologis

Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan

bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di bagian

kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru

juga menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain termasuk serotonin, norepinfrin,


22

glutamate dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian

menggunakan CT Scan ternyata ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran

lateral ventrikel, atropi koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada

penderita kronis skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004).

c. Genetika

Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat

umum 1% pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 12%

apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan

sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%,

sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12% (Kaplan & Sadock, 2004).

d. Faktor Psikososial

1. Teori Psikoanalitik

Sigmund Freud mengatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi

dalam perkembangan yang terjadi lebih awal yang menyebabkan

perkembangan neurosis. Selain itu konflik intrapsikis yang disebabkan

dari fiksasi awal dan defek ego, yang mungkin telah disebabkan oleh

hubungan objek awal yang buruk.

Pandangan psikoanalisis umum tentan skizofrenia menghipotesiskan

bahwa defek ego mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian

dorongan –dorongan dari dalam.


23

2. Teori Psikodinamika

Menganggap hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang didasarkan

secara konstitusional sebagai suatu deficit. Penderita skizofrenia sulit

untuk menyaring berbagai stimuli dan untuk memusatkan pada satu data

di suatu waktu. Defek pada barier stimulus tersebut menciptakan kesulitan

pada keseluruhan tiap fase perkembangan selama masa anak – anak dan

menempatkan stress tertentu pada hubungan interpersonal.

3. Teori Belajar

Menurut ahli teori belajar, anak – anak yang menderita skizofrenia

mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua yang mungkin

memiliki masalah emosional yang bermakna. Hubungan interpersonal

yang buruk dari penderita skizofrenia akan berkembang karena

mempelajari model yang buruk selama anak – anak.

4. Teori Keluarga

Adanya keretakan dan kecondongan keluarga, keluarga yang saling

mendukung secara semu dan bermusuhan secara semu, emosi yang

diespersikan misalnya kecemburuan, permusuhan, dan keterlibatan yang

berlebihan.
24

2.2.4 Tipe – Tipe Skizofrenia

Berdasarkan definisi dan criteria diagnostic tersebut, skizofrenia di dalam

DSM-IV dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtype, yaitu (Kaplan & Sadock,

2004.

a. Skizofrenia Paranoid

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi dengar yang

menojol secara berulang – ulang.

2) Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut ini :

Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi

atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai.

b. Skizofrenia Terdisorgnisasi

Tipe Skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

Di bawah ini semuanya menonjol :

1) Pembicaraan yang tidak terorgamisis

2) Perilaku yang tidak terorganisasi

3) Afek yang datar atau tidak sesuai

c. Skizofrenia Katatonik

Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang –

kurangnya dua hal berikut ini :

1) Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk

fleksibilitas lilin) atau stupor.


25

2) Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi

oleh stimulus eksternal).

3) Negativism yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak adanya

motivasi terhadap semua bentuk perintah atau mempertahankan postur

yang kaku dan menentang semua usaha untuk menggerakkannya) atau

mutism.

4) Gerakan – gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditunjukkan oleh

posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara

disengaja), gerakan stereotipik yang berulang – ulang, manerism yang

menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol.

5) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).

d. Skizofrenia Tidak Tergolongkan

Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria

untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, dan katatonik.

e. Skizofrenia Residual

Tipe skizofrenia di mana kriteria berikut ini terpenuhi :

1) Tidak adanya waham, halusinasi, berbicara tergorganisasi, dan perilaku

katatonik terdisorganisir atau katatonik yang menonjol.

2) Terdapat terus bukti – bukti gangguan, seperti yang ditunjukkan oleh

adanya gejalanegatif atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam

kriteria A untuk skizofrenia, ditemukan dalam bentuk yang lebih lemah


26

(misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak

lazim).

2.3Musik Klasik

2.3.1 Pengertian Musik Klasik

Musik klasik adalah musik yang sering digunakan masyarakat untuk

menyebut jenis music yang diciptakan oleh komponis Eropa sebelum tahun 1990.

Yang dibedakan menjadi enam zaman yaitu musik abad pertengahan (sebelum tahun

1400), musik renaissance (tahun 1400 – 1600 ), musik barok (tahun 1600 – 1750 ),

musik klasik (1750 – 1825 ), musik romantik (tahun 1825 – 1900 ) dan musik modern

(tahun 1900 – 1954 ).

Musik klasik menurut Baoe (2003 : 289) merupakan “musik masa lampau

yang selalu memperhatikan tata tertib penyajiannya dan termasuk standar karya

klasik walaupun diciptakan pada masa sekarang”.

Menurut Tyas (2007 : 13) musik klasik merupakan musik yang lahir dari

kebudayaan Eropasekitar tahun 1750 – 1825 yang memiliki keindahan intelektual

dari semua zaman yaitu memiliki tingkat kesulitan dari segi harmoni, melodi, atau

komposisi musiknya.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa musik

klasik merupakan musik yang berasal dari Eropa sekitartahun 1750 – 1825 dimulai
27

dengan kompuser Haydn dan Mozart yang memiliki tingkat kesulitan dari segi

harmoni, melodi, atau kompisisnya.

2.3.2 Terapi Musik

Penggunaan musik sebagai terapi sebenarnya telah ada sejak zaman kono.

Namun terapi musik sendiri berkembangnya di Amerika baru mulai pada abad ke 18,

bukti- bukti tentang khasiat musik dalam penyembuhan dapat diketahui dari kitab

suci dan tulisan- tulisan peninggalan sejarah dari bangsa Arab,Cina, India, Yunani,

dan Romawi (Djohan, 2005).

Terapi musik didefinisikan sesuai dengan berbagai kepentingan. The

National Association of Music Therapy (1960) di Amerika serikat, terapi musik

adalah penerapan seni musik secara ilmiah oleh seorang terapis, yang menggunakan

musik sebagai sarana untuk mencapai tujuan- tujuan terapis tertentu melalui

perubahan perilaku.

Terapi musik adalah penggunaan musik sebagai peralatan terapis untuk

memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi.

Kemampuan nonverbal, kreativitas dan rasa alamiah dari musik fasilitator untuk

hubungan, ekspresi diri, komunikasi, dan pertumbuhan. Terapi musik digunakan

untuk memperbaiki kesehatan fisik, interaksi sosial yang positif, mengembangkan

hubungan interpersonal, ekspresi emosi secara alamiah, dan meningkatkan kesadaran

diri. (Djohan, 2005 ; 223)


28

Kata musik dalam terapi musik digunakan untuk menjelaskan media yang

digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda dengan berbagai terapi

dalam lingkup psikologi yang justru membantu klien untuk bercerita tentang

permasalahan-permasalahannya. Terapi musik adalah terapi yang bersifat non verbal,

dengan bantuan musik, pikiran klien dibiarkan untuk mengembara baik untuk

mengenang hal-hal yang membahagiakan, membayangkan ketakutan- ketakutan yang

dirasakan. Djohan (2003), mencatat bahwa dengan bantuan alat musik,, klien juga

didorong untuk berinteraksi, berimprovisasi, mendengarkan atau aktif bermain

musik.

Terapi musik bekerja dalam kalangan yang sangat luas seperti penderita

sakit mental, cacat fisik, orang yang disakiti, penderita Alzheimer dan dementia,

gangguan saraf, gangguan mental dan perkembangan yang tertunda, gangguan

traumatis pada otak, ketidak mampuan belajar, termasuk orang yang tidak menderita

sakit tertentu berdasarkan diagnosis klinis. (Djohan, 2005 : 226)

Musik dapat memberikan efek untuk menyembuhkan seperti yang dilansir

Barbara Growe, mantan presiden The National Association of Music Therapy (dalam

Djohan, 2005 : 229) mengatakan bahwa musik dan irama menghasilkan efek

penyembuhan karena dapat menenangkan aktivitias yang berlebihan dari otak kiri.

Musik memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kognisi dalam otak

manusia. Menurut Gardner (dalam Djohan, 2005 : 230), setiap manusia paling sedikit

memiliki delapan kemampuan intelegensi yang berbeda. Dan salah satunya

intelegensi musik.
29

Musik dapat memberikan rangsangan terhadap aspek kognitif. Hal yang

sama dikemukakan Campbell 2002 dalam bukunya Efek Mozart) mengatakan bahwa

musik Barok (Bach, Handel dan Vivaldi) dapat menciptakan suasana yang

merangsang pikiran dalam belajar. Musik klasik (Haydn dan Mozart) mampu

memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Masih banyak lagi jenis-jenis

musik lain mulai dari Jazz, New Age,Latin, Pop, lagu-lagu, Gregorian bahkan

gamelan yang dapat mempertajam pikiran dan meningkatkan kreativitas.

Campbell 2002 dalam bukunya efek Mozart Proses mendengar musik

merupakan salah satu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman

emosional. Emosi yang merupakan suatu pengalaman subjektif yang terdapat pada

setiap manusia. Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna

dari interaksi dengan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan

perkembangannya melalui musik sejak masa dini. Dari beberapa definisi diatas dapat

dilihat bahwa terapi musik tidak saja bersifat memperbaiki dan mengatasi sesuatu

kekurangan, tetapi juga dapat dijadikan sarana prevensi.

2.3.3 Mozart

Kekuatan musik mozart menjadi perhatian masyarakat terutama melalui

penelitian inovatif di University of California pada awal tahun 1990-an. Di Center for

the Neurobiology of Learning and Memory di Irvine, sebuah tim peneliti mulai

meninjau sejumlah efek mozart terhadap anak-anak dan mahasiswa. Frences H.

Rauscher, Pd.D., serta para koleganya mengadakan sebuah penelitian dimana tiga

puluh enam mahasiswa tingkat sarjana dari departemen psikologi mendapatkan nilai
30

delapan hingga sembilan angka lebih tinggi pada tes IQ spasial (bagian dari skala

kecerdasan Stanford-Binet) setelah mendengarkan “Sonata for Two in D Major”

(K.488) karya mozart selama sepuluh menit.

Meskipun efek itu hanya berlangsung sepuluh hingga lima belas menit, tim

Rauscher menyimpulkan bahwa hubungan antara musik dengan penalaran ruang

(spasial) sedemikian kuat sehingga cukup dengan mendengarkan musik pun mampu

membuat perbedaan. Musik mozart “bisa menghangatkan otak”, ungkap Gordon

Shaw, seorang fisikawan teoritis dan salah satu peneliti yang termasuk dalam tim

tersebut setelah pengumuman hasil-hasil tadi. “Kami menduga bahwa musik yang

rumit tersebut memperlancar pola-pola saraf kompleks tertentu yang terlibat dalam

kegiatan-kegiatan otak yang tinggi seperti matematika dan catur. Sebaliknya, musik

yang sederhana dan berulang-ulang memiliki efek yang berlawanan (Campbell, 2002:

17).

Jenis musik yang digunakan dalam penelitian ini adalah musik klasik dari

Mozart. Karena berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya bahwa musik klasik

Mozart memiliki efek terapeutik. Dan menurut Campbell (2002 : 17) “rahasia

keunggulan musik klasik Mozart adalah kemurnia dan kesederhanaan bunyi – bunyi

yang dimunculkan”.

2.3.4 Manfaat Musik Klasik

Kehidupan manusia sangat dekat dengan irama, karena denyut nadi dan

degup jantung manusia memiliki irama khusus, hal tersebut menunjukan betapa
31

dekatnya manusia dengan musik. Beberapa penelitian menunjukan adanya pengaruh

musik terhadap kehidupan manusia, begitu pula dengan musik klasik. Menurut

Campbell (2002 : 10) musik klasik mempengaruhi otak bagian kanan yaitu musik

dapat merangsang koneksi antar neuron.

Campbell (2002 : 13 – 242 ) menyebutkan beberapa manfaat musik klasik,

antara lain :

a. Merangsang pertumbuhan sel otak

b. Meredakan ketegangan atau stress

c. Meningkatkan kemampuan social

d. Merangsang perkembangan bahasa

e. Memperbaiki ketrampilan motorik pada anak – anak

f. Memahami emosi dan membantu mengekspresikannya

g. Meningkatkan ketrampilan akademik

2.4 Dinamika Psikologis

Hubungan antar variabel terikat (variabel dependent) dengan variabel bebas

(variabel independent) yang dalam penelitian ini hubungan antara halusinasi

pendengaran dengan musik klasik. Sebelumnya ada penelitian yang menyatakan

dengan memberikan musik klasik pada penderita skizofernia, halusinasi yang dialami

pasien skizofrenia mengalami perbaikan klinis.

Selain itu Paul Moses seorang spesialis THT, menemukan pola yang terus

berulang pada diri pasien – pasien skizofrenia. Dia menemukan bahwa suara – suara
32

pasien skizofreniam itu cenderung ritmis ketimbang melodius. Yang dominan adalah

nada – nada tinggi, dan sedikit saja resonansi sengau. Suaranya tidak dapat meluncur

suara yang melompat dari satu tangga ke tangga berikutnya, dan tekanan pada kata-

katanya aneh. Moses menemukan bahwa sebagian dari pola neurotik dan psikotik

mereka lenyap. Menyanyi hanya sedikit membantu, tetapi berdendang, berbicara, dan

dialog vokal yang kreatif dengan pasien – pasien benar – benar memodifikasi

perilaku mereka.

Menindaklanjuti penemuan Moses, U.S. Alcohol, Drug Abuse, and Mental

Health Administration melaporkan hasil sebuah studi di mana penderita skizofrenia

terbukti cenderung kurang mendengar suara – suara halusinasi apabila mereka

bersenandung perlahan – lahan. Para dokter di UNCLA Research Center di Camarillo

State Hospital meneukan bahwa bersenandung menutupi bunyi – bunyi yang lain,

termasuk kegiatan otot yang lazimnya tidak terdengar yang tidak dapat dipersepsi

sebagai suara. Mereka menemukan bahwa menyenandungkan bunyi Mmmmm dengan

sangat lembut menimbulkan pengurangan halusinasi pendengaran sebanyak 59%

dalam diri pasien – pasien skizofrenia.

Dan hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Djohan (2005)

bahwa terapi musik bekerja dalam kalangan yang sangat luas seperti penderita sakit

mental, cacat fisik, orang yang disakiti, penderita Alzheimer dan dementia, gangguan

saraf, gangguan mental dan perkembangan yang tertunda, gangguan traumatis pada

otak, ketidak mampuan belajar, termasuk orang yang tidak menderita sakit tertentu

berdasarkan diagnosis klinis.


33

Melalui penelitian dengan menggunakan Functional Magnetic Resonance

Imaging (fMRI), ahli saraf dan psikiater dari Universitas Kolombia mampu

mengidentifikasikan area di otak yang terlibat di dalam tahapan dini terjadinya

skizofrenia yang berkaitan dengan kelainan psikotik. Aktivitas pada daerah spesifik

hipokampus mampu memprediksi onset dari penyakit ini sehingga mampu

menghasilkan diagnosis dini dan membuka kesempatan untuk pembentukan obat atau

terapi untuk mencegah terjadinya skizofrenia.

Penelitian ini dipublikasikan melalui Archives of General Psychiatry,

September 2009. Di dalam penelitian, para peneliti melakukan scanning otak pada 18

individu dengan risiko tinggi dan memiliki gejala prodromal serta dibandingkan

dengan 18 individu sehat yang diikuti selama 2 tahun. Bagi mereka yang mengalami

episode pertama gejala psikotik, didapatkan sekitar 70% peserta memiliki

peningkatan aktivitas di daerah hipokampus yang disebut dengan subregio CA1.

Penelitian sebelumnya memang telah mengidentifikasikan secara general

peningkatan aktivitas di area hipokampus pada skizofrenia kronik. Penelitian saat ini

menunjukkan bahwa pada tahapan dini dari penyakit, sebelum gejala bermanifestasi,

peningkatan aktivitas di regio tertentu dari hipokampus dapat menjadi salah satu

deteksi dini berlanjutnya penyakit ini.

Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan –

rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan

kecerdasan emosional (EQ), Roger Sperry (1992) dalam Siegel (1999) penemu teori

Neuron mengatakan bahwa neuron baru akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan
34

musik sehingga neuron yang terpisah-pisah itu bertautan dan mengintegrasikan diri

dalam sirkuit otak, sehingga terjadi perpautan antara neuron otak kanan dan otak kiri

itu Siegel, 1999 mengatakan bahwa musik klasik menghasilkan gelombang Alfa yang

menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.

Dari pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi

dengar pada skizofrenia memiliki hubungan dengan musik. Dikatakan bahwa pasien

skizofrenia mengalami masalah di dalam otaknya yaitu peningkatan aktivitas di

daerah hipokampus. Sedangkan musik itu sendiri mampu menyeimbangkan fungsi

otak kanan dan otak kiri dan musik klasik mampu menghasilkan gelombang Alfa

yang menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak.

Penderita skizofrenia yang mengalami halusinasi tentu pada tahapan awal

akan mengalami kecemasan. Sedangkan menurut Ralph Spintge direktur eksekutif

International Society for Music in Medicine (dalam Campbell, 2002 : 315) telah

mempelajari efek musik pada hamper 97.000 pasien sebelum, selama, dan setelah

pembedahan. Dan menemukan bahwa 97% pasien mengatakan bahwa musik

membantu mereka merasa rileks selama penyembuhannya dan merasa kecemasannya

menjadi berkurang.

Pemaparan diatas hubungan antara halusinasi dengan musik dilihat dari segi

biologis dan psikologisnya yaitu masalah yang ada didalam otak dan masalah secara

psikologisnya.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini terkait dengan tujuan

penelitian yaitu untuk mengetahui efektifkah pemberian musik klasik terhadap

pengurangan halusinasi pendengaran pada penderita skizofrenia seperti yang telah

dijelaskan didalam bab empat. Dilihat hasil grafik untuk keempat aspek menujukkan

penurunan intensitas munculnya aspek – aspek selama subjek diperdengarkan musik

klasik secara rutin dan jika subjek tidak diperdengarkan musik klasik maka subjek

kembali mengalami halusinasi pendengaran.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Instansi Terkait

Hendaknya mereka yang terkait dengan proses penyembuhan penderita

skizofrenia lebih paham dengan keadaan masing – masing penderita skizofrenia dan

mereka harusnya lebih sering melakukan komunikasi dengan penderita skizofrenia.

75
76

5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti memberikan saran untuk peneliti selanjutnya untuk lebih

melakukan kontrol prilaku pada subjek selain itu dengan menggunkan metode yang

sama saat diperdengarkan musik klasik masih bisa efektifkah untuk subjek yang lebih

banyak.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, I.S, 2006. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika
Aditama.

Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi


Revisi VI. Penerbit : Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2007. Metode Penelitian. Cetakan VIII. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Bahr, R.D. 1994. “Reducing Time to the Therapy in AMI Patients : the New Paradign
“. Journal of Emergency Medicine. 12: 450-503

Baoe, Pono. 2003. Kamus Musik. Yogyakarta : Kanisius.

Campell, Don, 2002. Efek Mozart. Cetakan II. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Dileo C and Bradt J, 2009 Medical music therapy: “Evidence-based principles and
practices.” In: Soderback I (ed), Inter-national handbook of occupational
therapy. New York Springer: 445-451.

Djohan, 2005. Psikologi Musik. Cetakan II. Yogyakarta : Penerbit Buku Baik

Edwards J, 2006 “Music therapy in the treatment and management of mental


disorders”. Irish Journal of Psychological Medicine. 23 : 33-35.

Gold C, Solli HP, Krüger V, Lie SA, 2009 “Dose-response rela-tionship in music
therapy for people with serious mental disorders: systematic review and
meta-analysis”. Clinical Psychology Review. 27: 193-207.

Green, M.F., Kinsbourne M., 1990 “Subvocal activity and auditory hallucinations:
for Behavioral Treatments.” Schizophrenia Bulletin 16

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 2004. Sinopsis Psikiatri (Terjemahan:
Kusuma, W). Jakarta : Binarupa Aksara.

Latipun, 2006. Psikologi Eksperimen. Edisi kedua. Malang : UMM Press.

77
Mansjoer, Ari., 1999, “ Kapita selekta kedokteran (edisi 3), Jilid I”, media
Aesculapius, Jakarta.

Mulyadi, Seto, Devina, Anggita Sandiasti., 2012 “Incorportes Music Therapy For
People With Residual Type of Schizophrenia “.international Journal of
Management Sciences and Business Research. Vol. 1: No. 4.

Pavlicevic, Mercedes., Trevarthen Colwyn., Duncan, Janic., 1994 “Improvisatinonal


Music Therapy and the rehabilitation of Persons Suffering from Chronic
Schizophrenia.” Journal of Music Therapy 31.

Riza, Hasma.2012, “Hubungan tingkat pengetahuan keluarga tentang perawatan


pasien halusinasi dengan perilaku keluarga dalam merawat pasien
halusinasi.” Di akses pata tanggal 26 April 2013

Stuart & Sunden, 2007. Buku Saku Keperawat Jiwa. Jakarta : EGC.

Yang WY, Li Z, Weng YZ, Zang HY, Ma B, 1998 “Psychosocial rehabilitation


effects of music therapy in chronic schizophrenia”. Hong Kong Journal of
Psychiatry. 8: 38- 40

78

Anda mungkin juga menyukai