Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN GANGGUAN
HIPERTENSI EMERGENCY DI RUMAH SAKIT UMUM SUFINA AZIZ
MEDAN

OLEH :
KELOMPOK 1

YAYANG RAHAYU
AMELIA MIRANDA
CUT ANIDAR
LYLA MALINDA SIRINGO RINGO
PASKA SARAGIH
PUTRI NURMALA HAYATI
SHIENTIA RISKA ANANDA

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA NY.R DENGAN GANGGUAN HIPERTENSI
EMERGENCY DI RUMAH SAKIT UMUM SUFINA AZIZ MEDAN”

Penyelesaian tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi nilai
dengan mata kuliah Keperawatan Dasar Profesi. Selama proses penyusunan tugas ini,
begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis terima demi
kelancaran tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak/Ibu :
1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Rohana, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Erwin Silitonga, M.Kep serta Dosen Tim pengampu Mata ajar Keperawatan
Dasar Profesi Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Sari
Mutiara

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih. Semoga proposal


ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih untuk semua bimbingan,
arahan, kritikan dan saran yang telah diberikan oleh semua pihak.

Medan, 28 Mei 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penyakit hipertensi diperkirakan telah menyebabkan peningkatan
angka morbiditas secara global sebesar 4,5%. Prevalensinya hampir sama
besar dengan negara berkembang maupun negara maju Pada tahun 2015
angka tersebut mencapai 1,13 miliar dimana 30 - 45% terjadi pada orang
dewasa. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan 15-20%
pada tahun 2025 (Depkes, 2006; Williams et al., 2018). Di Indonesia
kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada
kriteria diagnosis JNC VIII (2013), yaitu hasil pengukuran tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada
umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%. Sementara prevalensi hipertensi di Jawa
Timur pada tahun 2013 berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yakni sebesar 26,2% (Riskesdas, 2013).
Hipertensi merupakan penyakit umum yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah arteri secara terus menerus (Saseen and
MacLaughlin, 2016). Hipertensi memiliki pengertian dimana nilai tekanan
darah sistolik >140 mmHg dan / atau nilai tekanan darah diastolik > 90
mmHg (Williams et al., 2018). Tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target maka
keadaan klinis tersebut disebut juga krisis hipertensi. Pada umumnya krisis
hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang lalai meminum obat
antihipertensi (Roesma, 2015). Menurut Chobanian et al. dalam The
Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure membagi krisis
hipertensi menjadi dua, yaitu hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi
urgensi (mendesak) (Palupi dan Rahmawati, 2015).

Hipertensi emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara


penanggulangan keduanya berbeda. Hipertensi urgensi adalah situasi
dimana tekanan darah meningkat sangat tinggi dengan tekanan sistolik lebih
dari 180 mmHg dan diastolik lebih dari 110 mmHg, akan tetapi tidak
terdapat kerusakan organ terkait (Palupi dan Rahmawati, 2015). Sementara
keadaan hipertensi emergensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah
yang akut dan parah, sering lebih besar dari 180/110 mmHg (biasanya
dengan tekanan darah sistolik lebih dari 200 mmHg dan / atau tekanan
darah diastolik lebih besar dari 120 mmHg) terkait dengan adanya
kerusakan organ terkait (seperti jantung, otak, ginjal, mata, dan pembuluh
darah perifer) (Benken, 2018; Palupi dan Rahmawati, 2015). Upaya
penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan
segera (< 1 jam) dengan menggunakan obat-obat antihipertensi kerja
pendek, seperti antihipertensi yang diberikan secara intravena (Palupi dan
Rahmawati, 2015). Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap
individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat
(Devicaesaria, 2014).
Penurunan tekanan darah amat penting, tetapi dilakukan dengan
terkontrol dan bertahap. Target terapi yang harus dicapai pada pasien
hipertensi emergensi adalah terjadinya penurunan rerata tekanan arteri atau
Mean Arterial Pressure (MAP) dan tekanan darah pasien selama 1 jam, 2-6
jam berikutnya, dan 24 jam setelah pemberian antihipertensi. Pemberian
antihipertensi parenteral selama 1 jam diharapkan dapat memberikan
penurunan MAP sebesar 10 % diikuti penurunan MAP mencapai 15 %
pada saat 2-3 jam berikutnya. Selanjutnya pada saat 24 jam, penurunan
MAP mencapai 20-25% atau penurunan tekanan darah mencapai di bawah
160/110 mmHg. Di sisi lain target terapi hipertensi urgensi adalah
tercapainya penurunan MAP dalam waktu 24 jam sebesar 20-25% atau
penurunan tekanan darah sistolik / tekanan darah diastolik hingga <160/110
mmHg (Angelina, Nurmainah, Robiyanto, 2018). Mean arterial pressure
(MAP) adalah tekanan rata-rata di seluruh siklus kontraksi jantung. Secara
klinis digunakan untuk mewakili keseluruhan tekanan arteri (Saseen and
MacLaughlin, 2016).

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui masalah serta memahani hipertensi emergensi di
Rumah Sakit Umum Sufina Aziz
1.2.2 Tujuan Khusus
Dapat menambah wawasan bagi mahasiswa profesi
dalam
penangan hipertensi emergensi serta definisi dari
hipertensi
emergensi

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Manfaat bagi tenaga kesehatan (Rumah Sakit)
Sebagai umpan balik bagi para klinisi mengenai efektifitas terapi
hipertensi emergensi sehingga meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
1.3.2 Manfaat bagi mahasiswa keperawatan
1) Sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.
2) Untuk dapat mempelajari hipertensi emergensi di Rumah Sakit.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

1. Tinjauan teoritis medis


A. Pengertian
Hipertensi (HT) emergensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
(TD) yang berat (>180/120 mm Hg) disertai bukti kerusakan baru atau
perburukan kerusakan organ target (target organ damage=TOD) (Whelton,
2018). Pada kondisi klinis ini terjadi kerusakan organ diperantarai hipertensi
(hypertensive mediated organ damage=HMOD) yang mengancam nyawa,
sehingga memerlukan intervensi penurunan TD segera dalam kurun waktu
menit/jam dengan obat-obatan intravena (whelton 2018 & William 2018).
Sedangkan menurut firdaus (2013) Hipertensi (HT) emergensi adalah keadaan
peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan tekanan darah diastolik >
120 mmHg. Menurut klasifikasi JNC 7, Krisis Hipertensi tidak ikut disertakan
dalam 3 stadium klasifikasi Hipertensi. Akan tetapi, Krisis Hipertensi
merupakan keadaan yang khusus dan bersifat gawat darurat sehingga
memerlukan tatalaksana yang lebih agresif. Hal ini disebabkan karena Krisis
Hipertensi disertai dengan kerusakan organ target sehingga harus ditanggulangi
segera dalam waktu 1 jam. Kerusakan organ target meliputi ensefalopati,
perdarahan intrakranial, UAP (Unstable Angina Pectoris), infark miokard akut,
gagal jantung kiri akut dengan atau tanpa edema paru, diseksi atau aneurisma
aorta, gagal ginjal, dan eklamsia (pada ibu hamil).
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M.,
2012) :
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90% tidak diketahui
penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial diantaranya :
1. Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan
penyakit hipertensi.
2. Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause berisiko tinggi
mengalami penyakit hipertensi.
3. Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak
yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit
hipertensi.
4. Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
5. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi
karena reaksi bahan atau zat yang terkandung dalam keduanya.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
1. Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenitalyang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyembitan pada
aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi.
2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan penyakit
utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan
dengan penyempitan
3. satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertensi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
4. Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
expantion. Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal setelah
beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
5. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
6. Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
7. Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk
sementara waktu.
8. Peningkatan tekanan vaskuler
9. Kehamilan
10. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut
jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan
kenaikan tekanan darah
C. Faktor risiko hipertensi
a. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Diubah
1. Usia
Tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia karena pembuluh
darah arteri secara perlahan kehilangan elastisitasnya untuk bisa berfungsi
secara normal. Pada laki-laki, hipertensi terjadi pada usia > 55 tahun. Sedangkan
pada wanita, hipertensi terjadi pada usia > 65 tahun dan risikonya meningkat
setelah mengalami masa menopause (Kotchen., 2012).
2. Genetik
Pada 70-80% kasus hipertensi di dunia, didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan dari kedua orang tua, maka
terdapat dugaan risiko terkena hipertensi esensial lebih besar dibandingkan
hipertensi sekunder (Kotchen., 2012).
3. Jenis kelamin
Penelitian Rahajeng (2009) menyebutkan, kelompok laki-laki lebih berisiko
mengalami hipertensi 1,25 kali dibandingkan perempuan. Akan tetapi, hal ini
memiliki hasil yang tidak bermakna pada jenis kelamin sehingga dapat
disimpulkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki
risiko menderita hipertensi.
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
1. Konsumsi Garam Berlebih
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis timbulnya
hipertensi. Hal ini diduga melalui asupan makanan yang mengandung kadar
natrium yang tinggi. Menurut literatur review yang dikemukakan oleh Blaustein
(2011), Endogenous Ouabrain (EO) diduga memiliki peran penting dalam
regulasi natrium dalam darah serta aktivitas simpatis di sistem saraf pusat. Jika
kadar natrium di dalam darah meningkat, maka EO menginduksi jalur dalam
memediasi aktivitas saraf simpatis, Na+ pump ligand, sekresi hormon
aldosteron, serta Angiotensin II. Di samping itu, EO juga menjadi growth factor
yang secara langsung berperan dalam remodeling struktur pembuluh arteri serta
penyempitan lumen pembuluh arteri.
2. Obesitas
Hipertensi yang berhubungan dengan obesitas mempunyai karakteristik
adanya ekspansi volume plasma, peningkatan cardiac output, resistensi insulin,
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, retensi natrium, serta disregulasi
hormon aldosteron dalam mengatur reabsorpsi natrium di ginjal. Hal ini
menandakan bahwa perubahan vasokonstriksi pembuluh darah pada orang
obesitas berperan penting dalam patofisiologi timbulnya hipertensi beserta
komplikasinya (Lilyasari., 2007).
3. Alkohol
Menurut literatur review yang dikemukakan oleh Babatsikou (2010),
penggunaan alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan hal ini terbukti
bahwa hipertensi sulit dikontrol pada pasien yang mengkonsumsi lebih dari 2
minuman alkohol. Di samping itu, alkohol dapat menurunkan efek obat
antihipertensi. Akan tetapi, alkohol juga memiliki efek protektif pada pasien
hipertensi jika dikonsumsi dalam jumlah 20-30 gram/hari pada pria dan 10-20
gram/hari pada wanita.
4. Merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung serta agregasi platelet
yang menyebabkan timbulnya penyumbatan pembuluh darah sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh zat nikotin pada rokok dalam peredaran darah. Nikotin dapat
menyebabkan perubahan morfologi dan fungsi endotel pembuluh darah yang
ditandai dengan kerusakan pada endotel pembuluh darah, proliferasi sel endotel,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, serta agregasi platelet.
5. Aktivitas yang kurang
Kurangnya aktivitas fisik mengakibatkan asupan kalori yang masuk ke dalam
tubuh jauh lebih besar dibandingkan kalori yang dikeluarkan dari tubuh untuk
beraktifitas sehingga mengakibatkan kegemukan yang meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi. Penelitian dari Rahajeng (2009) menyebutkan bahwa
melakukan aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari secara teratur, efektif
mengurangi risiko relatif terjadinya hipertensi sebanyak 19-30%.
D. Klarifikasi Hipertensi
a. Menurut Tambayong (dalam Nurarif A,H., & Kusuma H. 2016), klasifikasi
hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik yaitu :
Tabel 2.1 klasifikasi derajat hipertensi secara klinis
No Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
1 optimal <120 <80
2 normal 120-129 80-84
3 High normal 130-139 85-89
4 hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
7 Grade 3 (berat) 180-209 100-119
8 Grade 4 (sangat berat) ≥210 ≥210
Sumber : Tambayong (dalam Nurarif A,H., & Kusuma H. 2016)
b. Menurut World Health Organiation (dalam Noorhidayah, S.A. 2016) klasifikasi
hipertensi adalah :
1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg
dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141 – 149 mmHg dan
diastolik 91 – 94 mmHg
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95 mmHg
E. Tanda dan gejala hipertensi
Beberapa gejala yang sering terdapat pada penderita hipertensi meskipun
secara tidak sengaja muncul secara bersamaan antara lain sakit kepala,
pendarahan dingin, wajah kemerahan serta cepat lelah (sharma et al, 2010).
Menurut sustrani (2004) gejala – gejala hipertensi antara lain sakit kepala,
jantung berdebar – debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat
beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah,
sering buang air kecil terutama dimalam hari, telinga berdering (tinitus) dan
dunia terasa berputar.
F. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/ tahanan
perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil Cardiac Output didapatkan
melalui perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari
ventrikel jantung)dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan
sirkulasi hormonal berfungsi untuk mempertahankan pengaturan tahanan
perifer. Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari kedua faktor tersebut
yang ditandai dengan adanya peningkatan curah jantung dan resistensi perifer
yang juga meningkat (Kowalak, 2011; Ardiansyah, 2012).
Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teoriteori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011):
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal
dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau hormonal.
Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan
oleh retensi vaskuler perifer.
Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pasien hipertensi dapat
menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan
resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Agar kekuatan kontraksi jantung meningkat,
ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan oksigen dan beban kerja
jantung juga meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung bisa terjadi, jika hipertrofi
tidak dapat mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu
aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih lanjut
akibat aliran darah yang menurun menuju ke miokardium, sehingga timbul angina
pektoris atau infark miokard. Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada
pembuluh darah yang semakin mempercepat proses aterosklerosis dan kerusakan
organorgan vital seperti stroke, gagal ginjal, aneurisme dan cedera retina (Kowalak,
2011).
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya kelainan
terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer disebabkan
karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada pembuluh darah
tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang akan sering dijumpai
yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol seperti
penebalan pada tunika interna dan terjadi hipertrofi pada tunika media. Dengan
terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak
mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya
sklerosis koroner (Riyadi, 2011).
Pathway

G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Menurut rekomendasi dari JNC 7 and AHA-ASA lifestyle modification,
penatalaksanaan nonfarmakologi dalam penyakit hipertensi adalah sebagai berikut
(Madhur., 2013) :
1. Mengurangi berat badan dapat mencegah hipertensi (dengan pengurangan
tekanan darah Sistole antara 5-20 mmHg per 10 kg penurunan berat badan). Di
samping itu, asupan nutrisi buah, sayur-sayuran, serta susu rendah lemak juga
direkomendasikan untuk mencegah hipertensi.
2. Batasi minum alkohol tidak lebih dari 30 mL per hari pada pria dan 15 mL per
hari pada wanita atau orang dengan berat badan yang kurang.
3. Pertahankan intake kalium (sekitar 90 mmol/d) serta intake pada kalsium dan
magnesium, terutama pada kadar natriumnya agar
tidak terjadi hipertensi.
4. Berhenti merokok serta kurangi makan-makanan yang mengandung kolesterol
dan lemak jenuh yang tinggi untuk mengurangi risiko timbulnya penyakit
kardiovaskuler.
5. Tingkatkan aktivitas aerobik kurang lebih 30 menit setiap harinya (dapat
mengurangi tekanan darah sistole antara 4-9 mmHg).
b. Penatalaksanaan farmakologi
Penatalaksanaan Farmakologis dalam penyakit hipertensi dapat digolongkan
sebagai berikut (Benowitz., 2010) :
1. Obat kelas Diuretik : Thiazide (Hydrochlorothiazide), Furosemid (Loop
Diuretik), Spironolactone, dan Eplerenone.
2. Simpatoplegik yang bekerja secara sentral : Clonidine, dan Methyldopa.
3. Penghambat nervus simpatis terminal : Reserpine, dan Guanethidine.
4. Alpha-blocker : Prazosin, Terazosin, dan Doxazosin.
5. Beta-blocker : Metoprolol, Carvedilol, Propranolol (bersifat nonselektif), dan
Atenolol.
6. Vasodilator : Verapamil, Diltiazem, Nifedipine, Amlodipine, Hydralazine, dan
Minoxidil.
7. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) inhibitor : Captopril.
8. Penghambat reseptor Angiotensin : Losartan.
9. Penghambat renin : Aliskiren.
Berdasarkan JNC 7 dan guideline Istitute for Clinical Systems Improvement (ICSI)
tahun 2010 dalam rekomendasi penggunaan obat antihipertensi, Thiazide lebih
digunakan sebagai obat pertama dalam kondisi risiko timbul komplikasi seperti
gagal jantung, iskemik jantung, penyakit gagal ginjal kronik, dan stroke. Akan
tetapi, guideline terbaru dari JNC 8 menyebutkan bahwa thiazid tidak lagi
direkomendasikan sebagai terapi awal pada semua pasien penderita hipertensi.
Obat-obatan seperti ACE inhibitors, Angiotensin receptor blockers (ARBs), serta
Calcium channel blockers (CCBs) lebih digunakan sebagai terapi dalam
pengobatan pasien penderita hipertensi (Madhur., 2013).
H. Komplikasi
a. Stroke
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Sebanyak 85% stroke
disebabkan akibat infark trombus atau non-trombus (non-hemorrhage) dan 15%
disebabkan oleh perdarahan di otak akibat pecahnya pembuluh darah atau trauma
di kepala (hemorrhage). Hipertensi yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
dan dementia dapat menjadi konsekuensi timbulnya oklusi pembuluh arteri besar
yang menyuplai bagian yang mengatur fungsi kognitif di cerebrum. Jika hipertensi
ini menjadi semakin parah, maka akan menimbulkan ensephalophaty hypertension
sehingga dapat menimbulkan kematian dalam beberapa jam (Kotchen., 2012).
b. Gangguan jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab komplikasi utama sekaligus penyebab kematian
pada pasien hipertensi. Jika hipertensi ini mengarah ke jantung, maka disebut
penyakit hipertensi jantung. Hipertensi jantung diakibatkan oleh struktur dan
fungsi dari ventrikel kiri yang mengalami hipertrofi, disfungsi diastole, penyakit
jantung koroner, serta adanya abnormalitas aliran pembuluh darah arteri koroner
oleh karena aterosklerosis (Kotchen., 2012).
c. Gangguan ginjal
Hipertensi juga menjadi komplikasi timbulnya gangguan ginjal primer. Peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan kerusakan glomerulus dalam ginjal sehingga
ginjal tidak mampu membuang zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk
melalui aliran darah. Jika ginjal tidak dapat berfungsi secata optimal, maka dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik (GGK) (Kotchen., 2012).
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Hematokrit
Pada penderita hipertensi kadar hematokrit dalam darah meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar natrium dalam darah. Pemeriksaan hematokrit diperlukan juga
untuk mengikuti perkembangan pengoabatan hipertensi
b. Kalium serum
Peningkatan kadar kalsium dapat meningkatkan hipertensi
c. Kreatinin serum
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan kreatinin adalah kadar kreatinin dalam darah
meningkat sehingga berdampak pada fungsi ginjal
d. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/adanya diabetes
e. Elektrokardiogram
Pembesaran vertikel kiri dan gambaran kardiomegali dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Dapat juga menggambarkan apakah hipertensi telah lama
berlangsung (Tom Smith, 1991).
2. Pengkajian teoritis
a. Pengkajian
1) Pengukuran Tekanan Darah
Dilakukan untuk mendeteksi tekanan darah dengan intevral yang sering dan
kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yang rutin (Smeltzer &Bare,
2013).
2) Riwayat
Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang menunjukkan
apakah system tubuh lainnya telah terpengaruh oleh hipertensi. Meliputi tanda
seperti :
a. Perdarahan hidung
b. Nyeri angina
c. Napas pendek
d. Perubahan tajam pandang
e. Vertigo
f. Sakit kepala (Nokturia) (Smeltzer & Bare, 2013)
3) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama dan karakter
denyut apikal dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi terhadap jantung dan
pembuluh darah perifer (Smeltzer &Bare, 2013). Pemeriksaan fisik menurut
(Doenges, 2007) yaitu:
 Aktivitas atau istirahat
 Sirkulasi integritas ego
 Eliminasi
 Makanan/cairan
 Neurosensori
 Nyeri/ketidaknyamanan
 Pernafasan
 Keamanan
 Pembelajaran atau penyuluhan
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007) sebagai
berikut:
1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload vasokonstriksi.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan/penghentian aliran darah.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
c. Intervensi
Intervensi pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007) sebagai berikut :
1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil : - klien melaporkan nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
b. Anjurkan tirah baring selama fase akut.
c. Berikan tindakan non farmakologis salah satunya bekam basah
d. Anjurkan untuk mengurangi aktivitas yang dapat meningkatkan sakit kepala.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan aktivitas
sesuai tingkat kemampuan.
Kriteria hasil : - klien dapat melakukan aktivitas ringan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien melakukan aktivitas.
b. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas ringan
c. Ajari klien tentan teknik penghematan energi
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload vasokonstriksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan curah
jantung
Kriteria hasil : Tekanan darah dalam rentang normal
Intervensi:
a. Pantau tekanan darah
b. Catat denyut nadi sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan waktu pengisisan kapiler
e. Pertahankan pembatasan aktivitas
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan seimbang
Kriteria hasil :
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema
Intervensi:
- Pantau tanda vital
- Pantau input dan out put
- Pantau CVP
- Timbang berat badan
- Auskultasi bunyi nafas
5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan/penghentian aliran darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi perubahan
perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran, tak ada edema.
- Ektremitas hangat, teraba nadi perifer.
Intervensi :
- Pantau tanda vital
- Kaji CRT
- Kaji nadi perifer
- Kaji tanda homan, eritema, edema
- Pantau data laboratorium (GDA, BUN, kreatinin dan
elektrolit
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan intregitas
kulit.
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi edema
- Tidak terjadi kerusaka intregitas kulit
Intervensi :
- Kaji ada tidaknya edema
- Ganti posisi tiap 2 jam
- Berikan perawatan kulit
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnyainformasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan pasien tentang
penyakit bertambah.
Kriteria Hasil :
- Klien mampu menjelaskan pengertian hipertensi
- Klien mampu menjelaskan penyebab hipertensi
- Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
Intervensi :
- Kaji pengetahuan klien tentang hipertensi
- Beri pendidikan kesehatan tentang hipertensi
- Kaji kembali pengetahuan klien tentang hipertensi
- Beri reinforcement positif untuk klien
d. Implementasi
implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
dalam suatu keputusan.
e. Evaluasi
Untuk menentukan seberapa jauh tujuan asuhan telah dicapai
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN
INTENSIVE CARE UNIT

Diagnosa Medis : Hipertensi Emergency


PRIMER SURVEY IDENTITAS

Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 45 tahun


Agama : Islam Status Perkawinan : kawin Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Sumber informasi :- Alamat : Jl. Karya
GENERAL IMPRESSION
Keluhan Utama :
Nyeri kepala, Nyeri tengkuk hal ini dialami lebih dari 2 hari, Nyeri ulu hati hebat,Sesak, Lemas.

Mekanisme Cedera :
Pasien mulai mengalami penurunan kesadaran, pasien memiliki riwayat Hipertensi dan Operasi SC
Saat masuk IGD, pasien tampak lemas dan menagalami penurunan kesadaran
Dengan TTV
TD = 270 mmHg, nadi = 84 x/mnt, RR = 20 x/mnt, suhu = 37 C, Skala Nyeri: 8
Pemriksaan fisik : Konjungtiva anemis, Kondisi mendadak sejak 2 hari

Diagnosa Keperawatan:
AIRWAY Jalan nafasTidak Efektif berhubungan
dengan bronkospasme

Kriteria Hasil (NOC):


Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten
Batuk efektif dan suara nafas bersih.
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  N/A Menunjukkan jalan nafas yang paten.
Suara Nafas: Stidor Snoring Gurgling
Intervensi (NIC):
 N/A 1. Postikan kebutuhan oral/tracheal
suction
Keluhan Lain: Sesak, obstruksi jalan nafas ekstrathoraks
2. Berikan 02
3. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Monitor respirasi dan 02
6. Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan scret

Diagnosa Keperawatan:
BREATHING
Gangguan pertukaran gas

Kriteria Hasil (NOC) :


Gerakan dada:  Simetris  Asimetris
Peningkatan ventilasi dan oksigenasi
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal yang adekuat
Bebas dati tanda – tanda distress
Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur
pernafasn/
Retraksi otot dada :  Ada  N/A TTV dalam entang normal.
AGD dalam batas normal
Sesak Nafas :  Ada  N/A  RR : 10x/mnt
Batuk :  Efektif  Tidak efektif Intervensi (NIC):
1. Posisikan pasien untuk
Hasil AGDA :....................
memaksimalkan ventilasi
Bunyi nafas : .....................
2. Lakukan fisioterapi dada jika jika perlu
Keluhan Lain: ……............
3. Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5. Berikan bronkodilator
6. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot bantu,
retrasi otot dan intercostal
7. Monitor suara nafas
8. Auskultasi suara nafas
CIRCULATION Diagnosa Keperawatan:
Resiko syok hipovolemik

Kriteria Hasil :
Akral : Hangat Dingin
TTV dalam batas normal
Nadi :  Teraba  Tidak teraba Bebas dari tanda – tanda shok
Sianosis :  Ya  Tidak
Intervensi :
CRT : < 2 detik > 2 detik 1. Memberi cairan infus RL 20 gtt
2. Pantau input dan output cairan
Pendarahan :  Ya  Tidak ada
3. Pantau tanda-tanda syok
Nyeri dada : Ada
Karakteristik Nyeri : Nyeri kepala, nyeri tengkuk hal ini
dialami lebih dari 2 hari, Nyeri ulu hati hebat
Skala: 8
Edema : tidak ada
Lokasi Edema: tidak ada
Keluhan Lain: tidak da

DISABILITY Diagnosa Keperawatan:

Respon : Alert  Verbal  Pain  Unrespon TIDAK ADA MASALAH KEPERAWATAN


Kesadaran :  CM  Delirium  Somnolen  ... ...
...
PRIMER SURVEY

GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...


Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis
Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada
Keluhan Lain : Tidak ada

Diagnosa Keperawatan:
EXPOSURE
Deformitas :  Ya  Tidak TIDAK ADA MASALAH
Contusio :  Ya  Tidak KEPERAWATAN
Abrasi :  Ya  Tidak
Penetrasi : Ya  Tidak
Laserasi : Ya  Tidak
Edema : Ya  Tidak
Keluhan Lain:
……
SECONDARY SURVEY

Diagnosa Keperawatan:
ANAMNESA
Riwayat Penyakit Saat Ini :
Nyeri ulu hati hebat, Nyeri kepala, Nyeri tengkuk hal ini
dialami lebih dari 2 hari
Alergi : Tidak ada

Medikasi :
Pasien mengalami penurunan kesadaran

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Pasien sudah menderita HT

Makan Minum Terakhir: Riwayat Pemakaian obat


Amlodipin

Tanda Vital :
TTV : 270/120mmHg N : 82x/mnt S: 37 RR : 20
x/mnt
PEMERIKSAAN FISIK Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Kepala dan Leher: Tujuan :Nyeri hilang/berkurang
Kepala K.hasil:
- Klien tampak tidak
a. Bentuk : Simetris merasakan nyeri
- Skala nyeri 0(0-10)
b. Keluhan yang berhubungan dengan kepala: Kien
- Tanda –tanda vital
mengatakan nyeri hebat pada kepala Dalam rentang normal

c. Kulit kepala : Bersih, tidak berketombe


Intervensi:
d. Karakteristik rambut : Lurus Pantau Keluhan Utama
Pantau TTV
Leher:
Kolaborasi Tim Medis
a) Tungkai: Nyeri pada tungkai
Catatan Perkembangan Terintegrasi:
b) Kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran
S: Pasien dari IGD Ke ICU Pkl 22.50
c) Bruit sound :Tidak ada dilakukan pemeriksaan - Pasien mengatakan pusing
O: Pasien tampak lemas
d) Trakeostomy : Tidak ada
TTV:240/100 mmHg
HR: 60 x/i
RR: 20 x/i
Dada:
T:36.6 C
Inspeksi: Sesak
A: HT Emergency + CHF cc HHD, CKD
P :One Nosorbid
Abdomen: Pantau Keluhan Utama, TTV
SECONDARY SURVEY

1. Abdomen
a. Bentuk abdomen : Simetris
(
b. Keluhan nyeri tekan : Tidak ada
c. Peristaltik usus : Normal (12 x/i)
d. Hepar :Tidak ada pembesaran
(kelainan)
e. Limfa :Tidak ada pembesaran
(kelainan)
f. Masa tumor : Tidak ada masa tumor
g. Asites :Tidak ada
h. Shifting dullness : Tidak ada
i. Perkusi abdomen :Tympani
j. Spider necvi :Tidak ditemukan

Neurologis :
a. Orientasi : Baik, dapat berorientasi
terhadap waktu, tempat, dan orang
b. Memori : Dapat mengingat jangka panjang dan
pendek
c. Sensorium : Baik, dapat membedakan bau-bauan
d. Kemampuan wicara : Baik
e. Saraf cranial : Tidak ada gangguan
f. Fungsi motorik: Sedikit menurun karena badan lemas
dan terasa nyeri
g. Fungsi sensorik : Baik
h. Reflek fisiologis : Normal
i. Reflek patologis : Baik
j. Kaku kuduk : Tidak ada kaku kuduk

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
RONTGEN
Hasil: ...........................
CT-SCAN
Hasil:……………………..
USG
Hasil: ……………………………
EKG
Hasil ……………………………..
 ENDOSKOPI
Hasil:...................................
AGDA
Hasil: ..................................
Darah LengKAP
Enzim jantung
Hasil : TIDAK ADA
 Lain-lain, : TIDAK ADA
TERAPI:
Cairan: IUFD RL 20 gtt
Obat-obatan :Captropil tab 25 g ( Sublingual)
Lainnya: Konsul Sp. JP

Tanggal Pengkajian : 25 Mei 2021 TANDA TANGAN PENGKAJI:


Jam : 10.00
Keterangan : NAMA TERANG : Amelia Mirandah
S.Kep
DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
PAPDI
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., et al., 2016. Krisis Hipertensi, dalam
Penatalaksanaan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Panduan praktis klinis cetakan
ketiga.
InternaPublishing. Jakarta. Hal 426-432. Aronow, W.S., 2017. Treatment of
hypertensive emergencies. Annals of Translational Medicin
 
Saguner, A.M., Dür, S., Perrig, M., et al., 2010. Risk Factors Promoting Hypertensive
Crises: Evidence from a Longitudinal Study. American Journal of Hypertension . Vol
23 (7): 775-80.

Shah, M., Patil, S., Patel, B., 2017. Trends in Hospitalization for Hypertensive
Emergency, and Relationship of End-Organ Damage with In-Hospital Mortality.
American Journal of Hypertension. Vol 30 (7): 700-6.

Singh, M., 2011. Hypertensive crisis-pathophysiology, initial evaluation, and


management. Journal of Indian College of Cardiology . Vol 1 (1): 36-9.

Sowers D.K., 2001. Hypertensive Emergencies. In: Weber M.A., (eds) Hypertension
Medicine. Current Clinical Practice . Humana Press. New Jersey.

Taylor, D.A., 2015. Hypertensive Crisis: A Review of Pathophysiology and


Treatment. Critical Care Nursing Clinics of North America . Vol 27 (4): 439-47.

Anda mungkin juga menyukai