BAB 11
Perencanaan dan Penilaian Kinerja Manajemen
KINERJA MANAJER
Secara umum, tujuan suatu perusahaan didirikan adalah menciptakan kekayaan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus memiliki produk yang dapat dijual kepada
masyarakat. Produk adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan yang dapat dijual
kepada masyarakat sebagai sumber pendapatan bagi perusahaan. Produk tersebut dapat
berupa produk-produk non fisik ( jasa ) atau bahan mentah atau barang jadi yang siap
dikonsumsi. Untuk menghasilkan produk terbut, setiap perusahaan memerlukan berbagai
sumber data yang saling melengkapi dan saling menunjang, mulai dari sumber daya modal,
sumber daya manusia,dan sebagainya. Seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan harus
dikelola dengan baik oleh tenaga kerja profesional. Para pengelola sumber daya perusahaan
tersebut biasa disebut para manajer atau eksekutif perusahaan. Kemampuan para manajer
untuk mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan demi memperoleh laba usaha
dalam jangka pendek dan jangka panjang itulah yang disebut dengan kinerja manajer .
Dalam upaya mencapai tujuan menciptakan kekayaan, manajemen perusahaan dibagi
ke dalam beberapa fungsi, yaitu : (1) manajemen strategis, (2) perencanaan dam pengambilan
keputusan, (3) pengendalian manajemen dan operasi, serta (4) penyiapan laporan keuangan.
Dalam fungsi perencanaan dan pengambilan keputusan, salah satu hal penting yang
harus dilakukan adalah menetapkan standar kinerja perusahaan, termasuk kinerja keuangan.
Dengan adanya standar kinerja, manajemen perusahaan akan terdorong untuk mencapai
target tertentu dengan mengelola perusahaan, karena standar kinerja merupakan suatu titik
yang harus dicapai. Standar kinerja merupakan patokan efisiensi dan efektifitas manajemen
perusahaan.
Para manajer yang mengelola perusahaan setelah melakukan pengelolaan sumber
daya yang dimiliki demi mencapai tujuan umum perusahaan, perlu dinilai hasil kerjanya
untuk menentukan efisiensi dan efektivisannya dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Pengukuran hasil kerja para manajer perusahaan itulah yang disebut dengan penilaian kinerja
perusahaan.
Dalam fungsi pengendalian manajemen dan operasi , fungsi pengendalian operasi
berlangsung ketika para manajer menengah, seperti manajer pabrik, manajer produk, dan
manajer regional memonitor serta menilai aktivitas para pengelola di bawahnya,seperti
kepala departemen, supervisor, dan karyawan. Sedangkan pengendalian manajemen terjadi
ketika atasan manajer menengah, seperti Controller dan Chief Financial Officer,
mengevaluasi para manajer menengah tersebut. Pengendalian manajemen dan operasi
membutuhkan informasi keuangan untuk memberikan dasar yang wajar dan efektif demi
mengidentifikasi operasi yang tidak efisien dan memberi penghargaan serta dukungan kepada
para manajer yang paling efektif.
Dalam proses pengendalian manajemen, salah satu hal yang harus dilakukan adalah
menilai kinerja organisasi secara keseluruhan. Penilaian kinerja adalah suatu proses yang
dilakukan untuk menilai pelaksanaan pekerjaan seseorang personel dan memberikan umpan
balik bagi kesesuaian serta peningkatan kerja tim.
Penilaian kinerja merupakan upaya sistematis dan terus menerus untuk memastikan bahwa
perusahaan berada di jalur yang tepat. Kinerja adalah gambaran tentang pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan visi,misi,tujuan,
dan sasaran organisasi. Dalam bahasa yang sederhana, kinerja adalah “prestasi kerja” .
Kinerja dapat pula diartikan sebagai “hasil kerja” dari seseorang atau sekelompok orang
dalam organisasi.
Itu berarti kinerja keuangan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh
manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya mengelola aset perusahaan secara
efektif selama periode tertentu. Kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk
mengetahui dan mnegevaluasi sampai dimana tingkat keberhasilan perusahaan berdasarkan
aktivis keuangan yang telah dilaksanakan.
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasi suatu organisasi,
bagian organisasi , dan karyawannya berdasarkan sasaran , standar, serta kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian , penilaian kinerja merupakan suatu proses yang
dilakukan untuk menilai pelaksanaan pekerjaan seorang personel atau seluruh organisasi
dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi yang tertuang dalam perumusan
strategic planning melalui alat ukur keuangan dan non keuangan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian penilaian kinerja adalah
sebagai berikut :
a. Penilaian kinerja adalah proses menilai kemajuan pencapaian tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan oleh organisasi guna mendukung pencapaian misi organisasi,
termasuk menilai efektifitas dari aktifitas – aktifitas organisasi.
b. Penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam
melaksanakan perannya dalam organisasi.
c. Penilaian kinerja merupakan proses mengukur dan mencatat pencapaian pelaksanaan
kegiatan demi mencapai sasaran dalam misi yang dijalankan perusahaan.
Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia ,maka penilaian kinerja
sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang
mereka mainkan dalam organisasi. Setiap organisasi mengharapkan kinerja yang memberikan
kontribusi untuk menjadikan organisasi sebagai institusi yang unggul dikelasnya. Jika
keberhasilan organisasi untuk mengadakan institusi yang unggul ditentukan oleh berbagai
faktor, maka yang menentukan keberhasilan perusahaan (success factor) untuk menjadikan
organisasi suatu institusi yang unggul tersebut digunakan sebagai pengukur keberhasilan
personal.
Penilaian kinerja juga dapat dibedakan menjadi kinerja internal dan eksternal.
Penilaian kinerja internal merupakan penilaian atas kontribusi yang dapat diberikan oleh
suatu bagian dari pencapaian tujuan perusahaan baik di bidang keuangan maupun
keseluruhan. Penilaian ini diberikan dengan maksud memberi petunjuk pembuatan keputusan
dan mengevaluasi kinerja manajemen. Sedangkan penilaian kinerja eksternal merupakan
penialaian atas prestasi yang dicapai oleh satu satuan perusahaan selama peride tertentu yang
mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya. Penilaian ini dimaksudkan sebagai
dasar penentuan kebijakan penanaman modalnya, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
efektivitas dan produktivitas.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai
sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan tindakan serta hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.
Tujuan berikutnya dari pengukuran kinerja adalah untuk membantu menetapkan strategi.
Dalam penilaian kinerja yang terkait dengan strategi pencapaian tujuan perusahaan, terdapat
4 konsep dasar yang perlu dipahami yaitu :
a. Menentukan strategi
Dalam hal ini yang paling penting adalah tujuan dan target organisasi dinyatakan
secara eksplisit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan
organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya.
b. Menentukan pengukuran strategi
Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasi strategi keseluruh anggota
organisasi. Organisasi tersebut harus fokus pada beberapa pengukuran kritis saja,
sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran indikator kinerja
yang tidak perlu.
c. Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen
Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun informal,
yang juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya manusia
perusahaan.
d. Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan
Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuran kinerja organisasi apakah masih
valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu.
Margin laba kotor (grass profit margin) adalah ukuran persentase dari setiap
hasil penjualan sesudah dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan produk
yang dijual. Rasio ini berguna untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan dari penjualan produknya.
Margin laba bersih (net profit margin) adalah ukuran persentase dari setiap
hasil penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran, termasuk
bunga dan pajak. Rasio ini berguna untuk mengukur tingkat efektivitas
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan melihat besarnya laba
bersih setelah pajak dalam hubungannya dengan penjualan.
Current ratio merupakan perbandingan antara jumlah asset lancar dan utang
lancar yang dimiliki perusahaan yang menunjukan kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current ratio menunjukan tingkat
keamanan bagi kreditor jangka pendek. Tetapi perusahaan yang memiliki
current ratio yang tinggi belum tentu mampu langsung membayar
kewajibannya yang jatuh tempo. Hal itu disebabkan oleh komposisi dari asset
lancar yang dimiliki perusahaan tersebut. Jika terlalu banyak persediaan dan
piutang dalam asset lancar, maka perusahaan tidak mampu langsung
membayar kewajibannya yang jatuh tempo, karena persediaan tersebut harus
dijual terlebih dahulu dan piutan juga harus ditagih terlebih dahulu.
Acid test ratio sering juga disebut quick ratio, yaitu perbandingan antara asset
lancar, tanpa persediaan, dan utang lancar. Perbedaan yang mendasar antara
current ratio (rasio lancar) dan quick ratio (rasio cepat) adalah kalau dalam
rasio lancar, yang diperhitungkan tidak meliputi persediaan. Persediaan tidak
dimasukan dalam perhitungan quick ratio karena persediaan barang dagang
memerluan waktu lebih lama sampai siap digunakan untuk membayar utang.
Persediaan barang dagan harus dijual terlebih dahulu, lalu menjadi piutang,
kemudan piutang harus ditunggu jatuh temponya dan ditagih, baru bisa
digunakan untuk membayar berbagai kewajiban perusahaan yang telah jatuh
tempo. Karena itu, quick ratio merupakan tolak ukur yang lebih baik
dibandingkan current ratio – sebagai patoan kemampuan membayar utang
perusahaan yang telah jatuh tempo.
Perbandingan antara jumlah kas (terasuk yang tersimpan di bank) dan surat
berharga yang segera dapat diuangkan dan seluruh utang lanca yang dimiliki.
Rasio ini menunjukan kemampuan membayar utang lancarnya dengan
menggunakan asset yang lebih siap digunakan. Apabila cash ratio mengalami
kenaikan, hal itu menunjukan bahwa perusahaan mempunyai tingkat rasio
yang baik karena adanya peningkatan jumlah kas. Karena itu, cash ratio
merupakan tolak ukur yang lebih baik dibandingkan quick ratio – sebagai
patokan kemampuan membayar utang perusahaan yang telah jatuh tempo.
Rasio ini menggambarkan hubungan antara jumlah modal terhadap total asset.
Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh modal sendiri
Rasio marjin laba kotor (gross profit margin) adalah ukuran persentase dari setiap hasil
penjualan sesudah dikurangi dengan Harga Pokok Penjualan produk yang dijual. Pada tahun
2014, gross margin ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 0,2622 menunjukkan bahwa dari
setiap Rp 1.000.000 penjualan yang terjadi, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp
262.000. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, rasio marjin laba kotor yang diperoleh
perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan karena harga pokok penjualan produk
perusahaan mengalami kenaikan.
Rasio margin laba bersih ( net profit margin ) adalah ukuran persentase dari setiap
hasil penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran, termasuk bunga dan pajak.
Pada tahun 2014, proft margin ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 0.0783 menunjukkan
bahwa dari setiap Rp 1.000.000 penjualan yang terjadi perusahaan memperoleh laba bersih
sebesar Rp 78.300. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, rasio marjin laba bersih yang
diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan karena harga pokok penjualan
produk perusahaan dan biaya operasi mengalami kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan
penjualannya.
Rasio tingkat pengembalian atas investasi (ROI) ini menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atas setiap satu rupiah aset yang digunakan.
Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena
menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aset untuk memperoleh
pendapatan. Pada tahun 2014, return on investment ratio yang diperoleh perusahaan sebesar
0,3135 menunjukan bahwa dari setiap Rp 1.000.000 aset yang digunakan, perusahaan
memperoleh pengembalian sebesar Rp 313.500. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya,
ROI yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan karena biaya total
yang dikeluarkan perusahaan (harga pokok penjualan dan biaya operasi) mengalami kenaikan
lebih besar dibandingkan kenaikan penjualannya.
Return on equity menunjukkan kemampuan manajemen dalam memaksimalkan
tingkat pengembalian kepada pemegang saham. Pada tahun 2014, return on equity ratio yang
diperoleh perusahaan sebesar 0,5273 sebesar Rp 527.300. Dibandingkan dengan 2 tahun
sebelumnya, ROE ysng diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan karena
biaya total yang dikeluarkan perusahaan (harga pokok penjualan dan biaya operasi)
mengalami kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan penjualannya.
Earning per share menunjukkan kemampuan manajemen dalam memaksimalkan
tingkat pengembalian kepada pemegang saham atas setiap rupiah ditanamkan pemegang
saham dalam perusahaan. Pada tahun 2014, earning per share ratio yang diperoleh
perusahaan sebesar 2.319 menunjukkan bahwa dari setiap lembar saham yang memiliki nilai
nominal Rp 1.000, perusahaan mampu memperoleh pengambilan sebesar Rp 2.319.
Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, EPS yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014
mengalami penurunan karena biaya total yang dikeluarkan perusahaan (harga pokok
penjualan dan biaya operasi) mengalami kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan
penjualannya.
Rasio Likuiditas
Cash
Ratio = Kas + Surat 1.851.100.000 = 1,5394 2.059.000.000 = 1,5829 2.720.000.000 = 2,0923
Berharga 1.202.500.000 1.300.000.000 1.300.000.000
Utang Lancar
Acid
2.716.500.000 = 2,2590 3.323.300.000 = 2,5548 4.062.000.000 = 3,1246
Test = Kas + Piutang +
1.202.500.000 1.300.800.000 1.300.000.000
Surat Berharga
Ratio Utang Lancar
Current ratio merupakan perbandingan antara jumlah aset lancar dan utang lancar yang
dimiliki perusahaan yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya Pada tahun 2014,current ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 2.614.100 aset
lancar perusahaan. Itu berarti, perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban
jangka pendeknya sebesar 2,6141 x total yang harus dibayarnya. Dibandingkan dengan 2
tahun sebelumnya, current ratio yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami
kenaikan karena jumlah aset lancar yang dimiliki mengalami kenaikan lebih besar
dibandingkan kenaikan kewajiban lancarnya.
Acid test ratio merupakan perbandingan antara aset lancar dan utang lancar, tanpa
persediaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan membayar utang lancar dengan
menggunakan aset yang lebih siap digunakan. Pada tahun 2014, acid test ratio yang diperoleh
perusahaan sebesar 3.1246 menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1.000.000 utang lancar
perusahaan dijamin oleh Rp 3,1246 aset yang lebih siap digunakan perusahaan. Itu berarti,
perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek sebesar 3,1246
x total yang harus dibayarnya dengan menggunakan aset yang siap dipakai dalam jangka
pendek. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, acid test ratio yang diperoleh perusahaan
pada tahun 2014 mengalami kenaikan karena jumlah kas, surat berharga, dan piutang yang
dimilikinya mengalami kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan kewajiban lancarnya.
Cash ratio merupakan perbandingan antara jumlah kas termasuk yang tersimpan di
bank dan surat berharga yang segera dapat diuangkan, dengan seluruh utang lancar yang
dimiliki. Rasio ini menunjukkan kemampuan membayar utang lancar dengan menggunakan
aset yang siap digunakan setiap saat. Pada tahun 2014, cash ratio yang diperoleh perusahaan
sebesar 2,0923 menunjukkan bahwa atas setiap Rp 1.000.000 utang lancar perusahaan
dijamin oleh Rp 2.092.300 aset yang siap digunakan perusahaan setiap waktu. Itu berarti,
perusahaan memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendek sebesar 2,0923
x total yang harus dibayarnya dengan menggunakan aset yang siap dipakai. Dibandingkan
dengan 2 tahun sebelumnya, cash ratio yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014
mengalami kenaikan karena jumlah kas dan surat berharga yang dimilikinya mengalami
kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan kewajiban lancarnya.
Rasio Leverage
Debt
To Equity = Total Utang
2.902.500.000 = 1,0017 3.300.800.000 = 0,9450 3.000.000.000 = 0,6818
Ratio Total
2.897.500.000 3.492.800.000 4.400.000.000
Ekuitas
Debt to
2.902.500.000 = 0,5004 3.300.000.000 = 0,4859 3.300.800.000 = 0,4054
Asset = Total Utang
5.800.000.000 6.793.600.000 7.400.000.000
Ratio Total Aset
Equity to
Asset = Total 2.897.500.000 = 0,4996 3.492.800.000 = 0,5141 4.400.000.000 = 0,5946
Ekuitas 5.800.000.000 6.793.600.000 7.400.000.000
Ratio Total Aset
Debt to equity ratio menggambarkan seberapa besar modal pemilik dapat menutupi utang-
utang perusahaan kepada kreditor. Pada tahun 2014, debt to equity yang diperoleh perusahaan
sebesar 0,6818 menunjukkan bahwa atas setiap Rp 681.800 utang perusahaan dijamin oleh
Rp 1.000.000 modal perusahaan. Itu berarti, kreditor berada dalam posisi yang cukup aman
karena proporsi modal pemilik yang digunakan untuk memperoleh seluruh aset perusahaan
lebih besar dibandingkan utang perusahaan. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, debt
to equity ratio yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan-dan itu
merupakan hal yang baik – karena jumlah ekuitas perusahaan mengalami kenaikan lebih
besar dibandingkan kenaikan total utang yang dimiliki.
Debt to total asset ratio merupakan perbandingan total utang jangka panjang maupun
utang jangka pendek dengan total aset yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk menjamin keseluruhan utang dengan aset yang dimilikinya.
Pada tahun 2014, debt to total asset ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 0,4054
menunjukkan bahwa atas setiap Rp 405.400 utang perusahaan dijamin oleh Rp 1.000.000 aset
perusahaan. Itu berarti, kreditor berada dalam posisi yang cukup aman karena proporsi utang
dari kreditor yang digunakan untuk memperoleh seluruh aset perusahaan hanya sebesar
40,54% dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, debt to total asset ratio yang diperoleh
perusahaan pada tahun 2014 mengalami penurunan – dan itu merupakan hal yang baik-
karena jumlah aset perusahaan mengalami kenaikan lebih besar dibandingkan kenaikan total
utang yang dimiliki.
Equity to total asset ratio menggambarkan hubungan antara jumlah modal terhadap
total aset, Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh modal sendiri. Pada
tahun 2014, equity to total ratio yang diperoleh perusahaan sebesar 0,5946 menunjukkan
bahwa atas setiap Rp 1.000.000 aset yang dimiliki perusahaan dibiayai dengan Rp 594.600
ekuitas pemilik perusahaan. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, equity to total asset
ratio yang diperoleh perusahaan pada tahun 2014 mengalami kenaikan dan itu merupakan hal
yang baik karena proporsi kenaikan ekuitas perusahaan lebih besar dibandingkan kenaikan
total aset yang dimiliki.
Rasio Aktivitas
Asset
18.840.000.000 = 3,2483 23.880.000.000 = 3,5151 29.630.000.000 = 4,0041
Turnover = Penjualan
5.800.000.000 6.793.600.000 7.400.000.000
Ratio Total Aset
AR
Turnover = Penjualan 18.840.000.000 = 21,7703 23.880.000.000 = 18,8879 29.630.000.000 = 22,0790
Ratio Rata-Rata 865.400.000 1.264.300.000 1.342.000.000
Piutang
AR
Collection = 360 360 - 16,5363 360 - 19,0598 360 - 16,3051
PeriodPerputaran 21,7703 18.8879 22.0790
Piutang
Total asset turnover ratio menunjukkan kecepatan perputaran aset yang digunakan untuk
operasi perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, perputaran total aset
mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan aset perusahaan untuk
menghasilkan penjualan. Pada tahun 2014, total asset turnover ratio yang diperoleh
perusahaan sebesar 4,0041 kali menunjukkan bahwa manajemen mampu
perusahaan sebanyak 4,0041 kali dalam setahun untuk memperoleh penghasilan.
Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, total asset turnover ratio yang diperoleh
perusahaan pada tahun 2014 mengalami kenaikan, walaupun tidak terlalu besar – dan itu
merupakan hal yang baik – karena manajemen semakin mampu meningkatkan
efektivitaasnya dalam menggunakan aset.
Account receivable turnover ratio menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan
dalam mengelola atau memutar dana yang tertanam dalam piutang selama satu tahun. Itu
berarti menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan dana yang tertanam dalam
piutang . pada tahun 2014, account receivable turnover ratio yang diperoleh perusahaan
sebesar 22,0790 kali menunjukkan bahwa manajemen mampu memutar dana perusahaan
yang tertanam dalam piutang sebanyak 22,0790 kali dalam setahun untuk memperoleh
penghasilan. Dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, account receivable turnover ratio
yang diperoleh perusahaan pada tahub 2014 mengalami fluktuasi naik-turun dan itu
merupakan hal yang kurang baik karena berarti manajemen kurang mampu menjaga
efektifitasnya ketika menggunakan dana yang tertanam dalam piutang.
Account receivable collection periode ratio mengukur waktu yang dibutuhkan
manajemen perusahaan untuk menagih piutang yang dimilikinya. Itu berarti efisiensi
pengelolaan piutang perusahaan, di mana rata-rata jangka waktu penagihan adalah rata-rata
jangka waktu lamanya perusahaan harus menunggu pembayaran setelah melakukan
penjualan. Semakin pendek periodenya semakin baik bagi perusahaan.
Pada tahun 2014, account receivable collection periode ratio yang diperoleh
perusahaan sebesar 16,3051 hari menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan manajemen
perusahaan untuk menagih piutangnya sekitar 16 hari. Dibandingkan dengan 2 tahun
sebelumnya, account receivable collection periode ratio yang diperoleh perusahaan pada
tahun 2014 mengalami fluktuasi naik-turun dan itu merupakan hal yang kurang baik karena
berarti manajemen kurang mampu menjaga efektivitasnya dalam menagih piutang yang
dimilikinya.
MENGHITUNG ROI DENGAN METODE DU PONT
Dari seluruh jenis raio yang disebutkan sebelumnya, jenis rasio yang paling sering dan paling
banyak digunaka untuk menilai hasil kerja manajemen secara keseluruhan adalah rasio
tingkat pengembalian investasi atau Return on Invesment (ROI) . Rasio ini dihitung dengan
membagi jumlah laba yang diperoleh perusahaan pada suatu periode tertentu dengan jumlah
dana yang di investasikan dalam perusahhaan pada periode tersebut.
ROI = Laba Usaha
Total Aset
Menilai kinerja sebuah badan usaha dengan menggunakan ukuran tingkat pengembalian atas
investasi atau ROI (Return on Invesment) memiliki beberapa manfaat. Manfaat dan kelebihan
tersebut tinggal dipertimbanglan besar kecilnya oleh setiap pihak yang mempergunakan
ukuran ini.
Manfaat melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan ROI (return on
investment ) antara lain :
Mendorong setiap manajer menaruh perhatian serius terhadap hubungan antara
pendapatan, biaya, dan investasi
Mendorong setiap manajer melakukan efisiensi biaya
Mencegah setiap manajer melakukan investasi yang berlebihan dalam organisasi yang
dipimpinnya
Rumus dasar ROI pada dasarnya merupakan ringkasan dari rumusan yang lebih panjang,
yaitu laba usaha dibagi dengan penjualan, yang menghasilkan marjin laba, dikalikan
dengan penjualan yang dibagi terlebih dahulu dengan total aset yang menghasilkan total
aset turnover, itu juga berarti ROI merupakan perkalian antara marjin laba yang diperoleh
sebuah perusahaan dengan perputaran total aset yang dimiliki perusahaan tersebut.
ROI = Laba Usaha x Penjualan
Penjualan Total Aset
ROI = Marjin Laba x Perputaran Total Aset
Dari setiap komponen yang terlibat dalam perhitungan ROI (Return on Investment), dapat
dikembangkan menjadi rumusan yang lebih terinci lagi, sehingga terlihat dengan jelas
unsur apa sajakah yang dapat mempengaruhi naik turunnya ROI suatu perusahaan.
Jika perusahaan menggunakan metode nilai aset bersih sebagai dasar pembagi dalam
menghitung ROI, sebenernya dari tahun ke tahun akan terjadi peningkatan ROI dengan
sendirinya, jika nilai penjualan dan biaya yang dikeluarkan perusahaan cenderung stabil.
Hal ini terjadi karena nilai bersih aset tetap yang tercantum dalam aset akan terus turun
akibat penyusutan aset tetap. jadi, nilai total aset bersih (nilai investasi) yang tercantum
dalam neraca akan terus menerus turun. Jika nilai bersih aset, yang dijadikan dasar
pembagi, terus turun, maka nilai ROI-nya akan terus turun meningkat dari waktu ke
waktu. Karena itu, kenaikan ROI dari waktu ke waktu yang dilaporkan suatu badan usaha,
harus dicemari dengan lebih teliti untuk melihat penyebab kenaikan ROI.
Ilustrasi 11.2 berikut mungkin dapat memperjelas pemahaman penggunaan ROI sebagai
dasar penilaian kinerja perusahaan.
PT Tangga Nada yang berlokasi di Surabaya, memiliki dua perusahaan anak yang
bergerak pada industri yang sama, yaitu PT DoReMi yang memproduksi gitar dan PT
LaSiDo yang memproduksi perkusi. Pada awal tahun 2014, manajemen PT Tangga Nada
memperoleh laporan keuangan tahun 2013 dari dua perusahaan anaknya. Laporan
tersebut digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengevaluasi kinerja keuangan
kedua perusahaan anak. Laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut :
PT DoReMi PT LaSiDo
Penjualan 20.000.000.000 18.000.000.000
Harga Pokok Penjualan (13.600.000.000) (12.600.000.000)
Laba Kotor 6.400.000.000 5.400.000.000
Beban Pemasaran (2.889.000.000) (2.670.000.000)
Beban Administrasi (2.011.000.000) (1.830.000.000)
Laba Usaha 1.500.000.000 900.000.000
PT DoReMi
ROI = Laba Usaha x Penjualan = 1.500.000.000 x 20.000.000.000
Penjualan Total Aset 20.000.000.000 10.000.000.000
Peningkatan penjualan yang tidak dibarengi dengan peningkatan biaya dan investasi akan
meningkatkan ROI secara signifikan. Ini berarti seluruh anggota organisasi harus terus
berupaya meningkatkan penjualan produknya. Perusahaan harus didorong untuk menjadi
“marketing company”. Seluruh unsur organisasi harus menjadi “elemen marketing”,
sehingga dapat meningkatkan penjualan dari tahun ke tahun.
2. Mengurangi Biaya
Jika penjualan tidak meningkat atau cenderung stabil, maka upaya untuk melakukan
efisiensi biaya terus merupakan tindakan yang akan meningkatkan ROI secara nyata.
Tetapi upaya efisiensi biaya ini jangan sampai mengurangi efektivitas penjualan yang
dilakukan perusahaan. Sering kali efisiensi secara drastis dapat dilakukan dengan
tindakan-tindakan sederhana, seperti menghidupkan listrik beberapa menit sebelum
jam kerja dimulai (jika sebelumnya listrik telah dihidupkan 1,5 jam sebelum jam
kerja), mematikan listrik pada jam istirahat, mengurangi telepon keluar, mengurani
pemakaian air, dan sebagainya.
3. Mengurangi Aset
Tindakan mengurangi atau tidak menambah aset memang merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan ROI dalam jangka pendek. Tetapi jika dilakukan hanya untuk
meningkatkan ROI dalam jangka pendek, hal ini akan berdampak buruk terhadap
kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajer perusahaan akan menghindari
investasi baru yang dapat menyebabkan peningkatan penjualan dalam jangka panjang
tetapi dapat menyebabkan penurunan ROI dalam jangka pendek. Karena pilihan
menghindari investasi hanya untuk meningkatkan ROI dalam jangka pendek ini,
maka alternatif ini harus dihindari.
Berdasarkan kasus tersebut, jika manajemen PT Tangga Nada membuat kebijakan berkaitan
dengan penyusunan anggaran tahun 2014 dan menggunakan ROI sebagai basis perhitungan,
maka laporan keuangan dan kinerja manajemen tahun 2013 dapat dijadikan titik tolak.
Manajemen perusahaan menetapkan dua alternatif untuk kedua perusahaan anaknya yaitu :
Alternatif 1 : untuk tahun 2014, kedua perusahaan anak ditargetkan meningkatkan penjualan
sebanyak 20% dari tahun 2012 dengan proporsi HPP maksimal sebesar 70%
dari nilai penjualan, biaya operasi ditargetkan meningkat maksimal sebesar 10%
dari tahun 2013, sedangkan nilai aset yang digunakan relatif tidak berubah.
Alternatif 2 : untuk tahun 2014, kedua perusahaan anak ditargetkan meningkatkan penjualan
sebanyak 20% dari penjualan tahun 2013 dengan proporsi HPP maksimal
sebesar 70% dari nilai penjualan, biaya operasi ditargetkan meningkat maksimal
sebesar 15% dari tahun 2013, sedangkan nilai aset yang digunakan dikurangi
sebanyak 10% dari tahun 2013, dengan cara membayar utang bank sebesar 10%
dari total aset.
berdasarkan kedua alternative kebijakan yang dibuat oleh manajemen PT. Tangga Nada
untuk kedua perusahaan anaknya, dapat disusun dua alternative proyek laba rugi untuk tahun
2014 sebagai berikut :
Jika digunakan alternative 1, maka PT. Doremi akan menghasilkan ROI sebasar 18%. Tetapi
jika digunakan alternative 2, perusahaan ini hanya menghasilkan ROI sebesar 17%. Jika
digunakan alternative 1, maka PT. Lasido akan menghasilkan ROI sebesar 34%. Tetapi jika
digunakan alternative 2, perusahaan ini hanya menghasilkan ROI sebesar 32%. Dengan
membandingkan proyek kinerja dua perusahaan yang berasal dari dua alternative kebijakan
tersebut, memilih alternatiif 1 akan memberikan proyek kinerja yang lebih baik. Tetapi
manajemen perusahaan masih bias memcoba beberapa alternative lain yang merupakan
kombinasi dari alternative tersebut yang dipandang lebih menguntungkan dengan membuat
perhitungan berdasarkan rumus return on invesrment. misalnya meningkatkan target
penjualan dan, pasat yang sama, mengurangi prosi biaya operasi serta mengurangi jumlah
aset yang digunakan.
Dari ilustrasi tersebut, terlihat jelas bahwa rasio keuangan selain digunakan sebagai alat
evaluasi kinerja dapat juga digunakan sebagai alat perencanaa kinerja perusahaan. Sebagai
alat evaluasi, manajemen dapat menggunakan berbagai data historis yang dimiliki. Sebagai
alat perencanaan, manajemen perusahaan dapat menggunakan anggaran induk sebagai alat
analisis. Itu berarti, dalam fungsi perencanaan, rasio keuang merupakan tolak ukur kinerja
keuangan yang ditetapkan yang harus dicapai manajemen perusahaan di waktu mendatang.
Alat untuk menganalisis tingkat pembelian atas investasi perusahaan dengan penjabaran
secara lebih terinci guna melihat berbagai komponen yang pengaruhi ROI, seperti terlihat
dalam bagan di halaman berikut, disebut metode Du Pont. Kelebihan dari metode Du Pont
dibandingkan dengan rasio keuangan biasa adalah kemampuan melihat berbagai faktor yang
mempengaruhi tingkat pengambilan atas investasi pada suatu tahun tertentu, naik atau turun.
Dengan menggunkan metode Du Pont, manajemen perusahaan memiliki kerangka analisis
yang bias memetakan berbagai unsur yang membentuk ROI pada suatu periode tertentu. Dua
unsur utama yang membentuk ROI adalah Marjin Laba dan Tingkat Perputaran Total Aset.
Marjin laba diperoleh dengan cara membagi antara Laba Usaha dan Pendapatan Total,
dimana pendapatan total merupakan penjumlahan antara penjulanan dan pendapatan lain.
Sedangkan Perputaran Total Aset diperoleh dengan cara membagi Pendapatan Total dengan
Total ASet. Dua rasio ini merupakan komponen utama yang membentuk ROI.
Laba usaha diperoleh dengan mencari selisih antara penjualanan dan keseluruhan beban
usahan yang dikeluarkan perusahaan pada periode tersebut, yang mencakup harga pokok
penjualan, beban pemasaran, dan
Tingkat
Pengambalian
Investasi
Perputaran
Marjain Laba
Aset
Laba Total
Penjualan Penjualan
bersih Aset
Aset
Beban Aset
Penjualan Tidak
Usaha Lancar
Lancar
Beban admintrasi & umum serta beban di luar usaha. Seluruh rentetan perhitungan tersebut
akan menghasilkan komponen pertama di rumus ROI.
Komponen kedua dari ROI adalah Rasio Perputaran Total Aset. Rasio ini diperoleh dengan
cara membagi Pendapatan Total dengan Total Aset. Total Aset adalah total nilai dana yang
ditanamkan dalam perusahaan, seperti yang terlihat pada total aset di neraca perusahaan.
Nilai total aset tersebut merupakan penjulahan dari seluruh aset lancer dan aset tidak lancer.
Aset lancar yang memiliki perusahaan merupakan gabungan dari kas, pinutang usaha, dana
persediaan yang di miliki perusahaan. Sedangkan aset tidak lancar merupakan gabungan dari
seluruh aset tetap dan aset lain yang di miliki perusahaan. Aset tetap yang di miliki perusahan
dapat terdiri dari peralatan kantor, kendaraan, mesin, bangunan dan tanah. Penjumalhan dari
aset lancar dan aset ttidak lancar tersebut menghasilakan komponen kedua dari ROI.
Setelah retrun on investment ( ROI ) di ketahui nilai, maka retrun on equity ( ROE ) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
(ROE = ROI / ( 1-( Total Utang/Total Aset))
Dari rumusan ROI yang terinci tersebut, terlihat sisi ungulan dari perhitungan kinerja
manajemen perusahaan yang menggunakan ROI. Di sini pihak penilai maupun yang dinilai
dapat sejak awal melihat dan merencanakan strategi yang akan digunakan unruk ROI
perusahaan. Pada akhir periode – pun, akan dapat diketahui faktor – faktor yang
menyembabkan ROI perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan.
Metode Du Pont selain digunakan sebagai alat evaluasi kinerja, dapat juga digunakan
sebagai alat perencanan kerja perusahaan. Sebagai alat perencanan, manajemen perusahaan
dapat menggunakan anggaran induk sebagai alat analisis.
Ilustrasi 11.3 berikut mungkin dapat, menjelaskan pemahaman penggunaan ROI sebagai
dasar penilian kinerja perusahaan.
Manajemen PT. Bintang Kejora sebuah perusahaan distributor DVD Player yang berlokasi
Jakarta, pada awla tahun 2015 menyajikan laporan keuangan tahun 2012,2013, dan 2014
sebagai berikut untuk kebutuhan penilaian kinerja manajemen secara keseluruhan :
Beban Operasi :
Beban Pemasaran :
Gaji dan Komisi 322.4000.000 390.800.00 482.000.000
Wiraniaga
Gaji Staf 216.8000.000 236.000.000 276.000.000
Pemasaran
Beban Iklan 884.000.000 954.000.000 1.112.000.000
Beban pengiriman 344.800.000. 455.600.000 612.000.000
Beban Admintrasi
& Umum
Gaji Direksi 686.800.000 728.000.000 740.000.000
Pendapatan dan
Beban Lain :
Pendapatan bunga 18.200.000 22.400.000 26.000.000
Berdasarkan laporan PT. Bintang Kejora tahu 2014 tersebut, jika dihitung tingkat
pengambilan atas investasi dengan menggunakan metode Du Pont, maka akan diperoleh
gambaran yang lebih lengkap. Berbagai data dalam laporan keuangan tersebut jika
dimasukkan dalam bagan Du Pont akan mengha
ROI
31,35%
Perputaran
Marjin
Aset
7,82%
4,008 X
Pendapata
Laba Bersih Pendapatan Total aset
n
2.319.960.0 29.656.000. 7.400.000.00
29.656.000
00 000 0
.000 2.956.000.000
Pendapatan Aset
Beban Usaha Lancar LanCar
29.656.000.000 Aset Tidak
27.336.040.000 4.444.00
0.000 Aset tetap
0
Beban Beban Beban Di Luar 2.956.000.
lain
HPP Pemasaran Admintrasi Usaha
Aset Lain -
000
21.860.000.000 2.482.000.000 2.177.720.000 43.000.000
silakan perincian sebagai berikut :
Salah satu kelebihan dari metode Du Pont dibandingkan dengan rasio keuangan bias adalah
kemampuan melihat berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat pembelian atas investasi
pada tahun tertentu, entah naik atau turun, dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dengan
menggunakan metode Du Pont, manajemen perusahaan memiliki kerangka berpikir yang
bias memetakan berbagai unsur yang membentuk ROI pada suatu periode tertentu. Dua unsur
utama yang membentuk ROI adalah Marjin Laba dan Tingkat Perputaran Total Aset.
Marjin laba sebesar 7,82% diperoleh dari pembagian antara laba bersih sebesar Rp
2.319.960.00 dengan nilai pendapatan total sebesar Rp 29.656.000.000. pendapatan itu
merupakan penjumlahan dari nilai penjualan total dan pendapatan bunga yang diperoleh
perusahaan pada tahun tersebut. Sedangkan laba bersih usaha merupakan hasil dari
pengurangan nilai pendapatan sebesar Rp. 29.656.000.000 dengan total beban usaha sebesar
Rp 27.336.040.000. sementara itu, total beban usaha merupakan penjumlahan dari HPP
sebesar Rp 21.860.000.000, beban pemasaran sebesar Rp 2.482.000.000, dan beban admitrasi
sebesar Rp 2.177.720.000 dan beban di luar usaha sebesar Rp 43.000.000.
Perputaran aset ( total asset turnover ) sebesar 4,008 kali merupakan pembagian anatara nilai
pendapatan total sebesar Rp 29.656.000.000 dengan total aset sebesar Rp 7.400.000.000.
sedangkan total aset merupakan pemjulahan dari aset lancar sebesar Rp 4.444.000.000 dan
aset tidak lancar sebesar Rp 2.956.000.000.
Hasil kali antara marjin laba sebesar 7,82% dengan perputaran total aset sebesar 4,008 kali
menghasilkan ROI sebesar 31,35%. Dari arus data tersebut, manajemen perusahaan dapat
melihat dengan jelas faktor – faktor yang mempengaruhi ROI. Jadi, pada periode berikut
padat direncanakan perubahan pada unsur apakah yang akan menyebabkan kenaikan ROI
perusahaan.
2012 2013 2014
Return on 34,66% 32,74% 31,35%
Investment
Marjin Laba 10,66% 9,31% 7,82%
Perutaran Aset 3,251 X 3,518 X 4,008 X
Berdasarkan laporan keuangan komparatif PT. Bintang Kejora tahun 2012,2013, dan 2104,
terlihat bahwa jumlah penjualan yang diperoleh perusahaan meningkat terus dari tahun ke
tahun. Demikian pula, jumlah laba kotor dan laba bersih yang diperoleh perusahaan selama 3
tahun tersebut juga meningkat terus. Tetapi peningkatan pendapatan dan laba perusahaan
tidak diimbangi dengan peningkatan tingat pengeambilan atas investasi (return on investment
) yang diperoleh. Return on Investment yang diperoleh perusahaan selama tahun – tahun
tersebut malah mengalami penurunan.
Dalam PT. Bintang Kejora, terlihat ROI mengalami penurunan terus. Demikian pula Marjin
Laba yang diperoleh juga mengalami penurunan. Sementara Tingkat Perputaran Aset Total
terus mengalami kenaikan. Jadi, bias dipastikan bahwa penyebab turunnya ROI perusahaan
selama tiga tahun tersebut lebih dipengaruhi oleh penurunan marjin laba.
Ketika perusahaan mengalami kenaikan nilai penjualan, kenaikan jumlah laba kotor, dan
keniakan jumlah laba bersih, tetapi marjin laba mengalami penurunan, ini merupakan
fenomena yang perlu mendapatkan perhatian dari manajemen perusahaan. Perlu diteliti
secara lebih cermat hal – hal yang menyebabkan terjadinya dua situasi paradox tersebut.
Jika diperhatikan lebih seksama, akan terlihat bahwa penurunan marjin laba ketika jumlah
penjualan dan laba bersih meningkat terus, terjadi karena peningkatan proporsi Harga Pokok
Penjualan. Pada tahun 2012, proporsi HPP terhadap penjualan sebesar 65,9%, pada tahun
berikutnya meningkat menjadi 70%, dan meningkat lagi menjadi 73,8% pada tahun
berikutnya.
2012 2013 2014
Sedangkan argumentasi penggunaan nilai bruto ketika mengukur aset operasi dalam
perhitungan ROI adalah :
1. Metode nilai bruto menghilangkan umur peralatan maupun metode penyusutan
sebagai faktor –faktor dalam perhitungan ROI. ( Dengan metode nilai buku neto, ROI
akan cenderung meningkat sejalan dengan waktu bersama dengan menurunnya nilai
buku neto karena penyusutan ).
2. Metode nilai bruto tidak menghalangi penggantian peralatan lama dan using.
( Dengan metode nilai buku neto, menggantikan peralatan yang telah sepenuhnya
disusutkan dengan peralatan baru memiliki dampak yang dramatis terhadap ROI ).
Dengan pembagi manapun yang digunakan oleh metode ini – aset neto atau aset bruto – yang
penting adalah kesepakatan dan konsistensinya dari waktu ke waktu. Kesepakatan antara
pihak penilai dan pihak yang dinilai mengenai dasar pembagi yang akan digunakan sangat
diperlukan guna menyamakan pandangan dalam hal ini. Jika dasar pembagi laba usaha
tersebut telah disepakati, maka harus digunakan secara konsisten dari waktu ke waktu.
Dengan adanya konsistensi, hasil penilaian kinerja akan dapat dibandingkan dari periode ke
periode.
Latihan
Latihan 11.1
PT. Subur Makmur yang berlokasi di Bandung, memiliki 2 divisi yang beroperasi secara
penuh dan diperlakukan sebagai pusat laba ( profit center ) oleh manajemen perusahaan. Pada
akhir tahun 2014, manajemen perusahaan memperoleh laporan ringkasan keuangan dari
manajer kedua divisi tersebut, yaitu :
Keterangan Divisi A Divisi B
Dari data dan keterangan tersebut, hitungalah ROI kedua divisi dengan terlebih dahulu
menghirung marjin laba serta trurnover perusahaan tersebut !
Latihan 11.2
Manajemen PT. Jaya Makmur, perusahaan, distributor dispenser air yang berlokasi di Jakarta,
melaporkan hasil usaha dan kondisi keuangan perusahaan pada akhir tahun 2014 sebagai
berikut :
Laporan Laba Rugi
+ Penjualan Rp 6.000.000.000
- HPP Rp ( 3.600.000.000 )
- Persediaan 450.000.000
Berdasar data tersebut, hitungalah ROI PT. Jaya Makmur dengan menggunakan analisis Du
Pont !
Latihan 11.3
PT. Roda Niaga adalah perusahaan distributor monitor computer yang berlokasi di Bandung.
Berkaitan dengan proses penyusunan anggaran perusahaan untuk tahun 2015, pada akhir
tahun 2014 manajemen perusahaan menyajikan ringkasan data berikut :
- Laba bersih operasi Rp 500.000.000
- Penjualan Rp 5.000.000.000
Manajemen PT. Roda Niaga berusaha meningkatkan ROI dengan berbagai alternative yang
memungkinkan bagi perusahaan.
1. Bersadarkan data rencana kerja tersebut, hitunglah RoI yang akan dicapai perusahaan!
2. Jika perusahaan ingin meningkatkan tingkat pengambalian ata investasinya,
berapakah ROI yang akan di peroleh jika :
a. Target penjualan dinaikkan sebesar 20%, dan kenaikkan ini akan
menyebabkan kenaikkan HPP sebesar 20%, sedangkan biaya operasi tidak
berubah.
b. Target penjualan tidak berubahan, tetapi perusahaan berusaha melakukan
efisiensi biaya operasi sebesar 20%.
c. Perusahaan mengurangi nilai aset operasi sebesar 10%, sementara nilai
penjualan dan biaya tidak berubah.