Anda di halaman 1dari 53

1

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PATROLI DIALOGIS DALAM


RANGKA HARKAMTIBMAS DI WILAYAH HUKUM
POLDA SULAWESI BARAT

PROPOSAL TESIS

NAMA :
NPM :

PROGRAM KAJIAN ILMU KEPOLISIAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2021
i
2

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama :
Program Studi :
Judul Proposal : EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PATROLI

DIALOGIS DALAM RANGKA MENINGKATKAN


HARKAMTIBMAS DI WILAYAH HUKUM POLDA
SULAWESI BARAT
Telah dibaca, dikoreksi dan disetujui untuk diajukan pada Ujian Seminar
Proposal Riset pada Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Universitas
Indonesia.
PEMBIMBING TESIS

Pembimbing I, Pembimbing 2,

(………………………………) (……………………………...)

Mengetahui.
Ketua Program Studi,

(………………………………)

ii
3

DAFTAR ISI

JUDUL/SAMPUL DALAM.................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian............................................................................ 12
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 12
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu........................................................................... 9
2.2 Landasan Teori dan Konsep............................................................... 18
2.2.1 Teori Pencegahan Kejahatan..................................................... 19
2.2.2 Teori Efektivitas........................................................................ 21
2.2.3 Teori Kesadaran Hukum............................................................ 23
2.2.4 Teori Manajemen Strategik (Whelen – Hunger)....................... 25
2.2.5 Teori Komunikasi...................................................................... 27
2.2.6 Konsep Kamtibmas.................................................................... 29
2.2.7 Konsep Patroli Kepolisian......................................................... 29
2.2.8 Konsep Analisis SWOT............................................................. 32
2.2.9 Konsep Ilmu Kepolisian............................................................ 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian.................................................. 38
3.2 Alur Penelitian.................................................................................. 39
3.3 Sumber Data / Informasi.................................................................. 40
3.3.1 Sumber Data Primer................................................................ 40
3.3.2 Sumber Data Sekunder............................................................ 42
3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 42
3.4.1 Pengamatan (Observasi)....................................................... 42
3.4.2 Wawancara............................................................................ 43
3.4.3 Pemeriksaan Dokumen......................................................... 43
3.5 Teknik Analisis Data........................................................................ 44
3.5.1 Reduksi Data......................................................................... 44
3.5.2 Sajian Data............................................................................ 44
3.5.3 Trianggulasi.......................................................................... 44
3.5.4 Penarikan kesimpulan........................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA

iii
4

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Kepustakaan Penelitian.................................. 15

iv
5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Komunikasi Lassweel............................................................. 28


Gambar 2.2 Diagram Analisis SWOT.................................................................... 33
Gambar 2.3 Teori Gunung Es Fungsi Kepolisian Proaktif..................................... 37
Gambar 3.1 Alur Penelitian.................................................................................... 40

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera adil dan makmur
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka peran pemerintah dan fungsi
kepolisian sangatlah penting untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam
masyarakat, sehingga terjadi ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupannya.
Di Indonesia masih banyak terjadi tindak kejahatan di kehidupan masyarakat,
sehingga perlu ada pembenahan kehidupan masyarakat agar tindak pidana
kejahatan dapat ditekan atau diminimalisir. Tindak kejahatan sedapat mungkin
harus dicegah agar masyarakat dapat menjalani kehidupan dengan tenteram.
Pencegahan terhadap tindak kejahatan dapat menciptakan situasi Kamtibmas
terjaga.
Terkait dengan pentingnya situasi Kamtibmas tersebut, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai suatu alat Negara yang diberikan
amanah oleh Negara yang telah diatur dalam undang-undang, untuk mengatur dan
menindak lanjuti suatu permasalahan yang terjadi di dalam Negara, terkhusus
kepada tindak pidana kejahatan (kriminal) yang marak terjadi di negara serta di
lingkungan masyarakat pada khususnya. Polri memiliki tanggungjawab dalam
terpeliharanya situasi Kamtibmas. Sebagaimana diamanatkan pada Pasal 4 dan
Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia, bahwa:
Pasal 4:
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
Pasal 13
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan

1
2

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan


kepada masyarakat.
Tanggungjawab dalam memelihara situasi Kamtibmas bukanlah suatu hal
yang mudah, apalagi penyebab kejahatan tersebut sangat beranekaragam.
Kejahatan (Crime) yang terjadi dalam masyarakat biasanya dilakukan oleh
sebagian masyarakat itu sendiri, biasanya masyarakat melakukan hal itu karena
adanya desakan ekonomi, faktor lingkungan, dan rendahnya pendidikan, sehingga
menimbulkan niat untuk melakukan suatu tindak kejahatan.
Polri berperan penting dalam pencegahan tindak pidana kriminal yang
terjadi dalam masyarakat. Sebagaimana program prioritas Presisi yang diusung
oleh Kapolri Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Wibowo, M.Si., yang berusaha
membangun kepemimpinan 2021-2024 dengan tagline transformasi POLRI
PRESISI yang merupakan abreviasi dari PREdiktif, responSIbilitas, dan
transparanSI berkeadilan. Konsep ini merupakan fase lebih lanjut dari POLRI
PROMOTER (PROfesional, MOdern, dan TERpercaya) yang telah digunakan
pada periode sebelumnya, dengan pendekatan pemolisian berorientasi masalah
(problem oriented policing). Dalam kepemimpinan POLRI PRESISI, ditekankan
pentingnya kemampuan pendekatan pemolisian prediktif (predictive policing)
agar Polri mampu menakar tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat
(kamtibmas) melalui analisa berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang
tepat sehingga dapat dicegah sedini mungkin. Kata responsibilitas dan
transparansi berkeadilan menyertai pendekatan pemolisian prediktif yang
ditekankan agar setiap insan Bhayangkara mampu melaksanakan tugas Polri
secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan
berkeadilan.
Pemolisian prediktif, menurut Bakke (2019), adalah penerapan teknik
analisis untuk mengidentifikasi kecenderungan dimana tindakan kejahatan akan
terjadi dan siapa yang akan melakukan tindakan kejahatan tersebut. Gagasan
pemolisian prediktif berangkat dari dua hal. Pertama, metode tradisional dalam
distribusi sumber daya penegak hukum ketika departemen kepolisian meyakini
mereka lebih banyak dibutuhkan. Kedua, sandi dan algoritma prediktif modern.
3

Studi kasus Departemen Kepolisian Santa Cruz, Amerika Serikat,


menginstruksikan anggotanya lebih mendekatkan diri dengan komunitas dan
membangun relasi dengan warga sekitar ketika berpatroli, tetapi pemolisian
prediktif (PredPol) tetap berperan substansial dalam meningkatkan taktik polisi.
Pendekatan pemolisian prediktif telah diterapkan 38 persen Departemen
Kepolisian di Amerika Serikat dari total 60 departemen. Sementara, lainnya,
berekspektasi dapat menerapkan pemolisian prediktif dalam dua atau lima tahun
mendatang. Uchida (2012) gagasan pemolisian prediktif merujuk pada berbagai
strategi pemolisian atau taktik yang mengembangkan dan menggunakan informasi
dan analisis terdepan yang memberikan informasi dalam berpikir-kedepan
(forward-thinking) terkait kejahatan.
Fungsi kepolisian yang termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
antara lain memelihara keamanan, ketertiban dan menegakkan hukum serta
memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
merupakan peran vital dalam menjaga situasi Kamtibmas. Namun, dalam
pelaksanaan tugas tersebut tampakya masih dirasakan kurang efektif oleh warga
masyarakat, hal ini jelas terbukti dengan meningkatnya aksi-aksi kriminal
serta maraknya terjadi modus operandi dan teknik kejahatan semakin canggih,
seiring kemajuan dan perkembangan zaman sekarang ini. Masyarakat masih
merasakan adanya ancaman kejahatan di lingkungannya.
Berdasarkan data yang penulis kompulir dari Polda Sulawesi Barat,
diketahui bahwa pada Tahun 2018 tercatat sebanyak 2.096 kasus kriminal, pada
Tahun 2019 tercatat sebanyak 1.745 kasus. Terdapat 10 jenis kejahatan
konvensional yang dominan terjadi di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat,
diantaranya adalah pencurian biasa, penganiayaan, penipuan, penggelapan,
penipuan dan penggelapan, pencurian dan pemberatan, curanmor, pengeroyokan,
pemerasan dan pengamanan, serta KDRT.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
mencegah kejahatan dan memelihara Kamtibmas, dengan upaya preventif dan
upaya represif. Upaya preventif yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam
4

bentuk, mengantisipasi terjadinya segala bentuk gangguan Kamtibmas dengan


cara melakukan razia atau patroli dan memberitahukan kepada masyarakat,
dengan cara memasang papan pengumuman yang berisikan agar masyarakat lebih
berhati-hati terhadap berbagai bentuk gangguan Kamtibas. Sedangkan upaya
represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam bentuk, melakukan
pengungkapan terhadap kasus atas terjadinya kejahatan dengan cara melakukan
penyelidikan dan penyidikan. 
Polisi sebagai aparat penegak hukum memiliki peranan yang sangat
penting dalam mencegah terjadinya tindak kejahatan yang ada di wilayah
hukumnya, polisi juga dituntut agar dapat mengimbangi perkembangan modus-
modus kejahatan yang selalu berkembang dari waktu ke waktu. Tugas Kepolisian
yang dinilai paling efektif untuk mencegah terjadinya suatu tindak pidana adalah
tugas preventif karena tugas yang luas hampir tanpa batas, dirumuskan dengan
kata-kata berbuat apa saja boleh asal keamanan terpelihara dan asal tidak
melanggar hukum itu sendiri.
Preventif dilakukan dengan 4 kegiatan pokok; mengatur, menjaga,
mengawal dan patroli. Patroli merupakan kegiatan yang dominan dilakukan,
karena berfungsi untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan agar
tidak terjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat atau pelanggaran
Hukum dalam rangka upaya memelihara atau meningkatkan tertib hukum dan
upaya membina ketentraman masyarakat guna mewujudkan atau menjamin
keamanan dan ketertiban masyarakat (Suyono, 2013: 69).
Setiap wilayah mempunyai keadaan sosial, budaya dan kultur yang
berbeda. Situasi tersebut menyebabkan kejahatan di satu tempat berbeda dengan
tempat lainnya. Kejahatan di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat belum tentu
sama cara, dan penyebab yang melatarbelakangi bila dibandingkan dengan kota
Jakarta. Masyarakat senantiasa berproses, dan kejahatan senantiasa mengiringi
proses tersebut, sehingga diperlukan pengetahuan untuk mempelajari kejahatan
tersebut, mulai dari pengetahuan tentang pelaku, sebab-sebab pelaku tersebut
melakukan kejahatan, sampai dengan melakukan kejahatannya.
5

Dari beberapa kejadian gangguan kamtibmas yang terjadi di wilayah Polda


Sulawesi Barat seharusnya bisa diminimalisir atau ditangani dengan cepat apabila
masyarakat berani melaporkan atau memberikan informasi secepat mungkin ke
kepolisian. Tetapi masyarakat banyak yang tidak berani untuk melaporkan adanya
kegiatan-kegiatan yang memicu gangguan situasi kamtibmas dengan berbagai
alasan. Sebagian masyarakat merasa takut apabila adanya perbuatan balas dendam
dari orang yang dilaporkan. Selain itu masyarakat tidak mau dijadikan saksi oleh
kepolisian apabila melapor dengan alasan waktu yang akan mengganggu
aktifitasnya. Patroli dialogis merupakan salah satu bentuk program reaksi cepat
kepolisian yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga dengan
informasi cepat yang didapat dari masyarakat maka setidaknya kepolisian akan
lebih cepat juga dalam meminimalisir gangguan kamtibmas. Kurang aktifnya
masyarakat dalam menanggapi dan memberikan informasi situasi kamtibmas
terhadap kepolisian menggambarkan bahwa tidak ada kedekatan yang baik antara
masyarakat dan kepolisian. Hal ini menjadi tantangan bagi kepolisian dalam
meningkatkan komunikasi dengan masyarakat sebagai bentuk dari kegiatan patroli
dialogis.
Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan
sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat di
satu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang di luar
kebiasaan daerah tersebut, maka akan segera diketahui, dan mudah
menanggulangi kejahatan di wilayah tersebut. Dengan demikian, masyarakat
dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian
hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga harus menyadari dan mengakui
bahwa masyarakat juga harus turut berperan serta aktif untuk menciptakan
keamanan dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat. Pada daerah tertentu
seperti daerah lampu merah, tempat hiburan dan tempat rawan kejahatan lainnya
merupakan sasaran utama bagi petugas patroli polisi tersebut. Fungis Sabhara
sebagai salah satu pengemban tugas patroli bertanggungjawab terhadap
pemeliharaan keamanan dan ketertiban baik di jalan, di sekolah, kantor-kantor,
objek pemerintahan, dan tempat umum lainnya. Patroli yang dilakukan anggota
6

Sabhara diharapkan dapat menekan angka kejahatan, sehingga situasi Kamtibmas


dapat terjaga.
Patroli, pengaturan, penjagaan dan pengawalan serta pelayanan
masyarakat adalah tugas-tugas essensial dalam tindakan preventif, yang sasaran
utamanya adalah menghilangkan atau sekurang-kurangnya meminimalisir
bertemunya niat dan kesempatan terjadinya pelanggaran atau kejahatan. Satuan
Samapta yang bertugas 24 jam merupakan divisi terbesar dalam kesatuannya baik
diIndonesia maupun di dunia (www.Polri.go.id). Pelaksanaan patroli yang
bertugas melindungi objek-objek khusus melalui pelaksanaan patroli merupakan
satuan yang mengemban tanggung jawab berat, yaitu menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat. Tugas patroli diarahkan dan digunakan untuk menekan
jumlah terjadinya kejahatan yang dikaitkan analisa anatomi kejahatan yang
meliputi antara lain jam rawan, tempat rawan, dan cara melakukan kejahatan yang
sangat efektif mampu mencegah kejahatan dan menghadirkan ketertiban umum,
yang merupakan syarat mutlak peningkatan kualitas hidup dan ketentraman
masyarakat (Bayley, 1998: 2). Pelaksanaan patroli dialogis ini tentunya
membutuhkan persyaratan kemampuan antara lain kemampuan komunikasi yang
baik serta pengetahuan tentang karakteristik kerawanan wilayah penugasan oleh
para personel/petugas pelaksana patroli. Hal ini dimaksudkan agar personel patroli
mampu berinteraksi dengan baik kepada masyarakat sehingga target untuk
mencegah atau mengantisipasi tindak kejahatan jalanan maupun kejahatan di
lingkungan dapat tercapai dengan baik. Selain itu yang tidak kalah pentingnya
untuk menjaga situasi kamtibmas tetap kondusif adalah peran aktif dari seluruh
masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks Ilmu Kepolisian, upaya-upaya pencegahan merupakan
pelaksanaan dari strategi pada fungsi preventif, yaitu segala usaha dan kegiatan
untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan
orang, benda dan barang termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan,
khususnya mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Hal ini sesuai dengan Ilmu
Kepolisian yang mempedomani pelaksanaan tugas- tugas lembang kepolisan,
dimana Ilmu Kepolisian merupakan sebuah bidang ilmu pengetahuan yang
7

mempelajari fungsi dan lembaga kepolisian dalam mengelola masalah-maslaah


sosial guna menwujudkan keteraturan sosial (Dahniel, et.al, 2015: 72).
Pelaksanaan patroli dialogis dalam memelihara Kamtibmas di wilayah hukum
Polda Sulawesi Barat diharapkan mampu menekan angka kejahatan, sehingga
masyarakat dapat semakin merasakan situasi Kamtibmas.
Mencermati kompleksnya permasalahan masih tingginya angka kejadian
kejahatan di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, meskipun Polda Sulawesi
Barat telah melaksanakan patroli dialogis, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut tentang efektivitas patroli dialogis ke dalam bentuk tesis yang
berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Patroli Dialogis Dalam Rangka
Harkamtibmas Di Wilayah Hukum Polda Sulawesi Barat”.

1.2 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan permasalahan terkait masih belum maksimalnya pelaksanaan
patroli dialogis dalam rangka Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Efektivitas
Pelaksanaan Patroli Dialogis Dalam Rangka Harkamtibmas di Wilayah Hukum
Polda Sulawesi Barat? Permasalahan tersebut akan menjadi fokus kajian penulis
yang selanjutnya dapat diperinci menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai
berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka Harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat?
2. Bagaimana efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat?
3. Apa saja kendala yang dihadapi Polda Sulawesi Barat dalam pelaksanaan
patroli dialogis dalam rangka Harkamtibmas?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian yang dilaksanakan dengan judul “Efektivitas
Pelaksanaan Patroli Dialogis Dalam Rangka Harkamtibmas di Wilayah Hukum
Polda Sulawesi Barat” adalah:
8

1. Untuk menguraikan dan menganalisis pelaksanaan patroli dialogis dalam


rangka Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat?
2. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pelaksanaan patroli dialogis
dalam rangka Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat?
3. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala yang dihadapi Polda Sulawesi
Barat dalam pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka Harkamtibmas?

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut;
1. Sebagai bahan masukan bagi Polda Sulawesi Barat dalam rangka memahami
lebih mendalam mengenai pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
2. Bagi organisasi Polri, nantinya diharapkan sebagai bahan masukan dan
evaluasi kebijakan penanganan gangguan Kamtibmas, guna meningkatkan
upaya pencegahan melalui pemolisian.
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu


Kajian terdahul adalah literatur yang menyajikan informasi tentang hasil
penelitian (terdahulu). Dalam hal ini, hasil penelitian empirik lebih berarti untuk
dirujuk dari pada hasil pengkajian yang bersifat konsepsional. Literature
dimaksud dapat berupa dokumen laporan hasil penelitian, jurnal-jurnal ilmiah,
majalah polisi, walaupun kenyataannya jurnal-jurnal di Indonesia lebih banyak
memuat artikel tentang pendapat dan gagasan daripada hasil penelitian empirik.
Konsep kajian terdahulu ini sendiri memiliki prinsip mengisi kekurangan
dan mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya dimana terdapat perbedaan
pengkajian dalam perspektif dari penerapan teori dan konsep yang lebih khusus.
Sehingga aspek komparatif secara signifikan baik sebagian atau keseluruhan akan
terlihat dan dirasakan sebagai landasan dari penulisan literatur ilmiah menjadi
suatu penelitian.
Dalam bab ini memuat uraian sistematis tentang penelitian sejenis yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan yang ada hubungannya dengan
penelitian yang akan dilakukan. Dalam tinjauan kepustakaan ini harus secara jelas
dinyatakan bahwa permasalahan yang akan diteliti belum terjawab atau belum
terpecahkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Oleh karena itu, menurut peneliti
dalam hubungannya dengan penelitian/penulisan skripsi, peneliti dapat mencari
tulisan-tulisan yang sudah ada, baik dalam bentuk buku/kitab, skripsi maupun
hasil penelitian lainnya yang membahas masalah yang serupa. Setelah itu, peneliti
dapat menjelaskan apa saja yang telah dikemukakan dalam tulisan-tulisan yang
sudah ada, untuk kemudian diungkapkan apa yang akan dikaji atau teliti lebih
dalam.
Menurut peneliti, penulis tesis/karya ilmiah boleh saja membuat judul tesis
yang mirip dengan judul tesis yang sudah ada sepanjang pembahasannya
menggunakan pendekatan yang berbeda, sehingga tidak terkesan terjadi duplikasi
dalam penelitian.

9
10

2.1.1 Penelitian yang dilakukan oleh Cakra Donya, tahun 2016, dengan
judul ”Optimalisasi Patroli Unit Turjawali Satuan Shabara Dalam
Pencegahan Kejahatan di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh”.
Penelitiannya tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
kegiatan patroli yang dilaksanakan oleh Unit Turjawali Satuan Shabara Polresta
Banda Aceh dalam merespon pengaduan/laporan masyarakat serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan patroli tersebut.
Penelitiannya ini menghasilkan temuan penelitian, yaitu pertama pelaksanaan
patroli yang dilaksanakan Unit Turjawali Satuan Sabhara Polresta Banda Aceh
dalam konteks pencegahan kejahatan sebagai salah satu bentuk penanggulangan
kejahatan masih belum maksimal. Hal ini ditunjukan dari kenyataan bahwa
walaupun dilaksanakannya beat patroli, angka kejahatan yang terjadi selama 2
(dua) tahun terakhir 2014 sampai 2015 masih mengalami peningkatan.
Kedua, Unit Turjawali Satuan Sabhara Polresta Banda Aceh melalui quick
response telah memenuhi harapan masyarakat dengan kecepatan kehadirannya di
TKP dalam kurun waktu kurang dari 15 menit. Ketiga, dalam melaksanakan
tugasnya dalam penanggulangan kejahatan dan responsivitas terhadap
pengaduan/laporan masyakat, Unit Patroli Satuan Sabhara Polresta Banda Aceh di
pengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat mendukung dan menghambat yang
merujuk pada kuantitas sumber daya organisasi, lingkungan dan masyarakat dan
model patroli yang digunakan, yaitu Beat Patroli.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Cakra Donya
dengan penulisan yang dibuat oleh peneliti antara lain sama-sama meneliti
mengenai pelaksanaan patroli kepolisian dalam rangka pencegahan kejahatan.
Sedangkan perbedaan antara penelitian tersebut dengan tulisan peneliti adalah
terletak pada wilayah hukum penelitian dan juga peneliti terfokus pada tindakan
patrolis dialogis dalam meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat.
11

2.1.2 Penelitian yang dilakukan oleh Rozsa Rezky Febrian, tahun 2016,
dengan judul “Pelaksanaan Patroli Dialogis oleh Unit Patroli
Ditshabara Polda Sumatra Barat Guna Mencegah Pencurian
Kendaraan Bermotor di Wilayah Hukum Polresta Padang”.
Penelitiannya tersebut mempunyai tujuan untuk mengetahui konsep patroli
dialogis yang diterapkan oleh Unit Patroli Dit Shabara Polda Sumatera Barat,
praktik kegiatan patroli dialogis guna mencegah curanmor oleh Unit Patroli Dit
Shabara Polda Sumatera Barat di wilayah hukum Polresta Padang dan faktor-
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan patroli dialogis demi mencegah
Curanmor oleh Unit Patroli Dit Shabara Polda Sumatera Barat di Wilayah Hukum
Polresta Padang. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
patroli dialogis oleh Unit Patroli Dit Shabara Polda Sumbar mengacu pada
peraturan yang ada dan dikembangkan sesuai dengan karakter daerah. Praktik
patroli dialogis dilaksanakan sesuai Juknis dan manajemen yang baik. Faktor-
faktor yang mempengaruhi berasal dari personel, sarana prasarana, anggaran,
metode patroli dan masyarakat.
Dari hal tersebut di atas, persamaan penelitian yang dilakukan oleh
mahasiswa Rozsa Rezky Febrian dengan penulisan yang dibuat oleh peneliti
antara lain sama-sama meneliti mengenai pelaksanaan patroli dialogis. Sedangkan
perbedaan antara penelitian tersebut dengan tulisan peneliti adalah terletak pada
wilayah hukum penelitian dan juga peneliti terfokus pada tindakan patrolis
dialogis dalam meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat.

2.1.3 Penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin, tahun 2017, dengan


judul “Efektifitas Pelaksanaan Patroli Terpadu Dalam Upaya
Menekan Tingkat Kriminalitas (Pada Polres Bungo)”.
Peran dan tugas pokok Polri adalah bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi
12

manusia sebagaimana Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


RI. Berkaitan dengan hal tersebut, Polres Bungo melaksanakan peran dan fungsi
Polri tersebut, salah satu programnya adalah dalam bentuk Patroli Terpadu yang
bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk untuk mengetahui pelaksanaan patroli terpadu, untuk mengetahui
hambatan dalam pelaksanaan patroli terpadu, untuk mengetahui upaya yang
dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut diatas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan analisa kualitatif, Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala dan seluruh
anggota Polres Bungo serta masyarakat Kabupaten Bungo. Sedangkan sampel
adalah adalah sebagian dari populasi yang akan kita selidiki. Dalam penelitian ini,
sampel yang diambil dan ditetapkan berjumlah 14 orang.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan patroli terpadu Polres
Bungo telah berjalan dalam rangka melaksanakan peran dan tugas keamanan
masyaraka, namun pelaksanaan patroli terpadu masih mengalami kendala atau
belum optimal. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Polres Bungo dalam
pelaksanaan patroli terpadu adalah dikarenakan keterbatasan Sumber Daya
Manusia dan kurangnya sarana dan prasarana. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
Polres Bungo dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
patroli adalah melalui program pembinaan dan pendidikan anggota Polres Bungo
dan program rekrutmen anggota polisi. Disamping itu perlu dilakukan pendekatan
secara arif, melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Burhanuddin dengan penulisan
yang dibuat oleh peneliti antara lain sama-sama meneliti mengenai pelaksanaan
patroli kepolisian dalam rangka pencegahan kejahatan. Sedangkan perbedaan
antara penelitian tersebut dengan tulisan peneliti adalah terletak pada wilayah
hukum penelitian dan juga peneliti terfokus pada tindakan patrolis dialogis dalam
meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
13

2.1.4 Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Rahmaturyadi, tahun 2014,


dengan judul “Peranan Patroli Polisi Dalam Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Kejahatan (Studi Pada Polres Gowa Tahun 2012-
2014)”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peranan patroli polisi
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan dan untuk mengetahui
apa saja hambatan yang dihadapi Polisi Republik Indonesia dalam melakukan
fungsi patroli di masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif
kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan mengurai, menjelaskan, dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat dengan penilitian ini.
Penelitian ini dilaksanakan di Polres Gowa, dengan mewawancarai pihak
Kepolisian khusunya Satuan Lantas dan Satuan Sabhara. Penggunaan teknik
analisis kualitatif mencakup semua data yang telah diperoleh, sehingga
mendukung kualifikasi kajian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia
adalah pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat sesuai dalam Pasal 13 dan
Pasal 14 UU No 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan banyaknya kejahatan yang terjadi tentunya sudah merupakan tugas
kepolisian dalam melakukan pencegahan dan penanggulangannya. Patroli sebagai
upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan secara preventif. Bentuk-bentuk
patroli antara lain; Patroli Rutin, Patroli Selektif, dan Patroli Insidentil, dengan
menggunakan fasilitas yaitu sepeda patroli, motor patroli, dan mobil patroli.
Kesemuanya dilakukan oleh kepolisian guna memperkecil terjadinya pertemuan
niat dan kesempatan. Peranan Polisi dalam mencegah dan menanggulangi
kejahatan adalah sebagai pengemban fungsi preventif yaitu mencegah agar
peluang terjadinya kejahatan semakin sempit dan juga sebagai pengemban fungsi
represif yaitu mengungkap tindak kejahatan dan menindak pelaku kejahatan.
Sementara tanggung jawab Polisi adalah menciptakan keamanan dan ketentraman
bagi masyarakat dengan menegakkan hukum serta memberikan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Faktor yang menjadi penghambat
yaitu kurangnya personil lapangan, semakin meningkatnya angka kejahatan dari
14

tahun ke tahun, sarana dan prasarana yang masih kurang serta masyarakat kurang
berpartisipasi dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ismail Rahmaturyadi dengan
penulisan yang dibuat oleh peneliti antara lain sama-sama meneliti mengenai
pelaksanaan patroli kepolisian dalam rangka pencegahan kejahatan. Sedangkan
perbedaan antara penelitian tersebut dengan tulisan peneliti adalah terletak pada
wilayah hukum penelitian dan juga peneliti terfokus pada tindakan patrolis
dialogis dalam meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat.

2.1.5 Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Dwi Priya Utama, tahun
2019, dengan judul “Peran Komunikasi Direktorat Samapta
Bhayangkara Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Ditsabhara
Polda Kalteng) dalam Peningkatan Patroli Dialogis di Kota Palangka
Raya”.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan Peran
Komunikasi Direktorat Samapta Bhayangkara Kepolisian Daerah Kalimantan
Tengah (Ditsabhara Polda Kalteng) Dalam Peningkatan Patroli Dialogis Di Kota
Palangka Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kualitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini yaitu anggota
subditgasum Ditsabhara Polda Kalteng dan beberapa masyarakat yang ada di Kota
Palangka Raya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwaperan Komunikasi Direktorat
Samapta Bhayangkara Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Ditsabhara Polda
Kalteng) Dalam Peningkatan Patroli Dialogis Di Kota Palangka Raya maka dapat
ditarik kesimpulan Bahwa prosedur pelaksanaan patroli dialogis Ditsabhara Polda
Kalteng mengacu pada Perkap Baharkam Polri No.1 Tahun 2017 tentang Patroli
ini masih belum maksimal dengan kurangnnya pemahaman masyarakat untuk
berinteraksi dan berdialog yang masih belum aktif. Hal ini dilihat dari interaksi
dari sebagian masyarakat yang memilih-milih interaksinnya dalam arti masih
15

mengedepankan kepentingan individu saja. Apalagi ketidakmauan masyarakat


untuk mengambil tindakan dengan melaporkan ke anggota patroli, kasus ini
terjadi dengan alasan masyrakat takut menjadi saksi apabila ada unsur balas
dendam dari yang dilaporkan.
Dalam menjalankan tugas patroli dialogis, Distsabhara Polda Kalteng
mendapat beberapa hambatan, antara lain: 1. Masyarakat Kurang Berpartisipasi 2.
Sikap Masyarakat yang kurang Responsif dengan menyambut baik anggota patroli
3. Lingkungan Tempat tinggal yang membuat sebagian masyarakat menutup diri
4. Kondisi Geografis yang menjadi keterbatasan untuk menjangkau semua
wilayah 5. Masyarakat yang majemuk yang menadi hambatan dalam berinteraksi.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ismail Rahmaturyadi dengan penulisan
yang dibuat oleh peneliti antara lain sama-sama meneliti mengenai pelaksanaan
patroli kepolisian dalam rangka pencegahan kejahatan. Sedangkan perbedaan
antara penelitian tersebut dengan tulisan peneliti adalah terletak pada wilayah
hukum penelitian dan juga peneliti terfokus pada tindakan patrolis dialogis dalam
meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Berdasarkan kelima kepustakaan penelitian tersebut, berikut ini disajikan
matriks perbandingan kepustakaan penelitian yang dapat dilihat dari tabel di
bawah ini:
Tabel 2.1
Matriks Perbandingan Kepustakaan Penelitian

Peneliti/Tahun/ Permasalahan Metode Temuan Penelitian


No
Judul penelitian Penelitian
1. Cakra Donya,  Bagaimana Pendekatan  Pelaksanaan patroli yang
tahun 2016, pelaksanaan kuantitatif, dilaksanakan Unit
dengan judul kegiatan patroli yang Metode Turjawali Satuan
“Optimalisasi dilaksanakan oleh Survei Sabhara Polresta Banda
Patroli Unit Unit Turjawali Aceh dalam konteks
Turjawali Satuan Satuan Shabara pencegahan kejahatan
Shabara Dalam Polresta Banda Aceh sebagai salah satu
Pencegahan dalam merespon bentuk penanggulangan
Kejahatan di pengaduan/laporan kejahatan masih belum
Wilayah Hukum masyarakat maksimal. Hal ini
Polresta Banda  Apa saja faktor- ditunjukan dari
Aceh” faktor yang kenyataan bahwa
mempengaruhi walaupun
pelaksanaan patroli dilaksanakannya beat
16

oleh Unit Turjawali patroli, angka kejahatan


Satuan Shabara yang terjadi selama 2
Polresta Banda Aceh (dua) tahun terakhir
dalam merespon 2014 sampai 2015 masih
pengaduan/laporan mengalami peningkatan.
masyarakat?  Dalam melaksanakan
tugasnya dalam
penanggulangan
kejahatan dan
responsivitas terhadap
pengaduan/laporan
masyakat, Unit Patroli
Satuan Sabhara Polresta
Banda Aceh di
pengaruhi oleh faktor-
faktor yang bersifat
mendukung dan
menghambat yang
merujuk pada kuantitas
sumber daya organisasi,
lingkungan dan
masyarakat dan model
patroli yang digunakan,
yaitu Beat Patroli.
2. Rozsa Rezky  Bagaimana konsep Pendekatan Pelaksanaan patroli
Febrian, tahun patroli dialogis yang kuantitatif, dialogis oleh Unit Patroli
2016, dengan diterapkan oleh Unit Metode Dit Shabara Polda Sumbar
judul Patroli Dit Shabara Survei mengacu pada peraturan
“Pelaksanaan Polda Sumatera yang ada dan
Patroli Dialogis Barat? dikembangkan sesuai
oleh Unit Patroli  Bagaimana praktik dengan karakter daerah.
Ditshabara Polda kegiatan patroli Praktik patroli dialogis
Sumatra Barat dialogis guna dilaksanakan sesuai Juknis
Guna Mencegah mencegah curanmor dan manajemen yang baik.
Pencurian oleh Unit Patroli Dit Faktor-faktor yang
Kendaraan Shabara Polda mempengaruhi berasal dari
Bermotor di Sumatera Barat di personel, sarana prasarana,
Wilayah Hukum wilayah hukum anggaran, metode patroli
Polresta Padang” Polresta Padang? dan masyarakat.
 Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi
pelaksanaan patroli
dialogis demi
mencegah Curanmor
oleh Unit Patroli Dit
Shabara Polda
Sumatera Barat di
Wilayah Hukum
Polresta Padang?
17

3. Burhanuddin,  Bagaimana Pendekatan Pelaksanaan patroli


tahun 2017, pelaksanaan patroli kuantitatif, terpadu Polres Bungo telah
dengan judul terpadu Polres Metode berjalan dalam rangka
“Efektifitas Bungo? deskriptif melaksanakan peran dan
Pelaksanaan tugas keamanan
 Apa saja hambatan
Patroli Terpadu masyarakat, namun
Dalam Upaya
dalam pelaksanaan pelaksanaan patroli
Menekan Tingkat patroli terpadu terpadu masih mengalami
Kriminalitas Polres Bungo? kendala atau belum
(Pada Polres  Bagaimana upaya optimal. Hambatan-
Bungo) yang dilakukan hambatan yang dihadapi
dalam mengatasi oleh Polres Bungo dalam
hambatan tersebut? pelaksanaan patroli
terpadu adalah
dikarenakan keterbatasan
Sumber Daya Manusia dan
kurangnya sarana dan
prasarana. Upaya-upaya
yang dilakukan oleh Polres
Bungo dalam mengatasi
hambatan yang dihadapi
dalam pelaksanaan patroli
adalah melalui program
pembinaan dan pendidikan
anggota Polres Bungo dan
program rekrutmen
anggota polisi. Disamping
itu perlu dilakukan
pendekatan secara arif,
melakukan penyuluhan
dan sosialisasi kepada
masyarakat
4. Ismail  Bagaimana peranan Pendekatan Peranan Polisi dalam
Rahmaturyadi, patroli polisi dalam kuantitatif, mencegah dan
tahun 2014, upaya pencegahan Metode menanggulangi kejahatan
dengan judul dan penanggulangan Deskriptif adalah sebagai pengemban
“Peranan Patroli fungsi preventif yaitu
kejahatan?
Polisi Dalam mencegah agar peluang
 Apa saja hambatan
Upaya terjadinya kejahatan
Pencegahan dan yang dihadapi Polisi semakin sempit dan juga
Penanggulangan Republik Indonesia sebagai pengemban fungsi
Kejahatan (Studi dalam melakukan represif yaitu mengungkap
Pada Polres fungsi patroli di tindak kejahatan dan
Gowa Tahun masyarakat? menindak pelaku
2012-2014)” kejahatan. Sementara
tanggung jawab Polisi
adalah menciptakan
keamanan dan
ketentraman bagi
masyarakat dengan
18

menegakkan hukum serta


memberikan perlindungan,
pengayoman dan
pelayanan kepada
masyarakat. Faktor yang
menjadi penghambat yaitu
kurangnya personil
lapangan, semakin
meningkatnya angka
kejahatan dari tahun ke
tahun, sarana dan
prasarana yang masih
kurang serta masyarakat
kurang berpartisipasi
dalam menjaga keamanan
dan ketertiban.
5. Junaidi dan Dwi Bagaimana Peran Pendekatan Prosedur pelaksanaan
Priya Utama, Komunikasi kuantitatif, patroli dialogis Ditsabhara
tahun 2019, Direktorat Samapta Metode Polda Kalteng mengacu
dengan judul Bhayangkara Survei pada Perkap Baharkam
“Peran Polri No.1 Tahun 2017
Kepolisian Daerah
Komunikasi tentang Patroli ini masih
Direktorat
Kalimantan Tengah belum maksimal dengan
Samapta (Ditsabhara Polda kurangnnya pemahaman
Bhayangkara Kalteng) Dalam masyarakat untuk
Kepolisian Peningkatan Patroli berinteraksi dan berdialog
Daerah Dialogis Di Kota yang masih belum aktif.
Kalimantan Palangka Raya?
Tengah
(Ditsabhara
Polda Kalteng)
dalam
Peningkatan
Patroli Dialogis
di Kota Palangka
Raya”
Sumber: Hasil Reduksi Data oleh Peneliti, 2021

2.2 Landasan Teori dan Konsep


Landasan teori dan konsep menyajikan teori, prinsip, pendapat dan atau
gagasan dari seseorang, yakni yang memiliki kompetensi untuk disiplin ilmu atau
pengetahuan yang ditekuninya berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Informasi tersebut dapat diperoleh dalam buku, jurnal, materi perkuliahan yang
tertulis dalam bentuk modul, yang sudah memiliki ISSN/ISBN, makalah lepas,
majalah, surat kabar, dan tulisan dalam media teknologi informasi, serta pendapat
19

seseorang yang berkompeten dalam suatu forum ilmiah, wawancara dan/atau


pidato umum juga bisa termasuk dalam kepustakaan konseptual. Adapun
kepustakaan konseptual yang digunakan dalam tesis ini antara lain, sebagai
berikut:
2.2.1 Teori Pencegahan Kejahatan
Steven P. Lab dalam bukunya berjudul Crime Prevention, Approache,
Practices and Evaluations menjelaskan bahwa pencegahan kejahatan merupakan
penyelenggaraan fungsi kepolisian pada tataran pre-emtif dan preventif (yang
menonjol dalam kegiatan ini adalah kehadiran Polisi berseragam baik secara
perorangan maupun satuan dan wujud peran Polisi selaku pengayom dan
memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Tindakan pre-emtif
dan preventif dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran hukum. Tindakan ini
bertujuan untuk mencegah agar tingkah laku kriminal tidak terjadi, karena apabila
tingkah laku kriminal dapat dicegah maka hukum di dalam masyarakat dapat
ditegakkan. Model perpolisian tradisional memusatkan perhatian pada aspek
investigasi dan penindakan dalam kerangka ”crime control”, dengan meletakkan
aspek pencegahan kejahatan pada prioritas kedua (Steven P. Lab, 2006).
Hal ini berbeda dengan model perpolisian yang modern dimana
pencegahan kejahatan diletakan pada posisi primer. Namun harus juga diingat
bahwa kejahatan merupakan ”masalah sosial” yang tidak di atasi semata-mata
dengan hukum pidana. Sebagai suatu masalah sosial, kejahatan merupakan suatu
fenomena kemasyarakatan yang dinamis, yang selalu tumbuh dan terkait dengan
fenomena dan struktur kemasyarakatan lainnya. Sebagian besar konsep
pencegahan kejahatan selalu berkaitan dengan masalah pengurangan tingkat
kejahatan yang nyata terjadi atau mencegah perkembangan lebih lanjut dari
kejahatan, yang sebenarnya pengkonsepan tersebut juga menyangkut masalah
perasaan takut kepada kejahatan. Dengan demikian pencegahan kejahatan
memerlukan tindakan yang sengaja dirancang selain untuk mengurangi tingkat
kejahatan yang sebenarnya juga meliputi perasaan takut akan kejahatan.
Tindakan-tindakan tersebut tidak terbatas hanya kepada usaha untuk sistem
peradilan pidana namun juga aktivitas setiap orang yang terlibat dalam organisasi
20

publik dan perorangan.


Pencegahan kejahatan dan pengendalian kejahatan tidaklah sama. Steven
P.Lab menjelaskannya pencegahan kejahatan secara jelas merupakan sebuah
tindakan untuk menghilangkan kejahatan sebelum kejadian dan sebelum tindak
kejahatan berkembang lebih jauh. Disisi lain, pengendalian kejahatan berkenaan
dengan pemeliharaan atau pengkondisian dari sebuah tingkat atau keberadaan dan
pengelolaan jumlah kejahatan. Pengendalian ini tidak cukup untuk menemukan
permasalahan ketakutan akan kejahatan. Dengan demikian pencegahan kejahatan
merupakan tujuan utama dari kegiatan kepolisian karena ukuran keberhasilan dari
kegiatan memelihara keamanan dan ketertiban yang merupakan domain dari polisi
adalah tidak adanya peristiwa kejahatan bukan pada apa yang telah dilakukan atas
suatu peristiwa kejahatan (Steven P.Lab, 2006).
Pada dasarnya ada beberapa penataan sistem yang harus dilakukan
bertujuan agar dapat bekerja dengan baik, yaitu:
a. Pendekatan terpadu atau metoda;
b. Hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang keduanya merupakan
subjek dari segala aktivitas pengamanan;
c. Situasi aman sebagai objek pengamanan masyarakat.
Teori pencegahan kejahatan menurut Steven P Lab mengatakan bahwa
pencegahan kejahatan dapat dibagi dalam tiga pendekatan yang serupa dengan
model pencegahan penyakit yang telah dikenal umum, yaitu:
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dalam dunia peradilan pidana adalah mengidentifikasi
kondisi fisik dan lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya peluang
untuk atau mempercepat terjadinya kejahatan. Yang termasuk disini adalah
tata lingkungan, pengamatan lingkungan, pencegahan umum, keamanan
pribadi, pendidikan tentang kejahatan dan pencegahan kejahatan. Upaya
pencegahan kejahatan yang diterapkan dengan tujuan untuk menghindarkan
diri menjadi korban kejahatan merupakan sarana yang efektif bagi penurunan
angka kejahatan dan ketakutan akan kejahatan.
21

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah tindakan langsung dalam mengidentifikasi
secara dini terhadap orang-orang yang berpotensi melakukan kejahatan dan
mengintervensinya mendahului tindakan pejabat resmi yang mengawasi
aktivitas illegal. Dalam pencegahan sekunder secara implisit terkandung
kemampuan masyarakat dan sistem peradilan pidana untuk melakukan
identifikasi secara benar dan meramalkan masalah-masalah yang bakal
timbul. Di samping kritik-kritik soal kemampuan untuk memprediksi
perilaku, banyak intervensi yang mendeskripsikan klien-klien mereka dengan
penelitian yang menggunakan prediksi. Suatu pencegahan kejahatan
memerlukan identifikasi kawasan kejahatan tingkat tinggi dan kawasan lain
yang terpengaruh perkembangan aktivitas kejahatan. Banyak usaha
pencegahan kejahatan berdasarkan target area ini menyerupai kegiatan yang
termasuk dalam pencegahan primer. Perbedaannya terletak pada apakah
program-program itu diarahkan lebih pada memelihara masalah yang
menjurus kreativitas kejahatan sejak timbul (pencegahan primer) atau bila
usaha-usaha itu difokuskan pada faktor-faktor perilaku menyimpang yang
telah ada dan tengah berkembang (pencegahan sekunder).
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier berhubungan dengan para pelanggar hukum yang nyata
dan melibatkan intervensi pada semacam kebiasaan yang tindakan mereka
lakukan untuk penyerangan lebih lanjut. Sebagian besar dari pencegahan
tersier bersandar pada pekerjaan dari sistem kriminal pidana. Kegiatan
penangkapan, penahanan, pemenjaraan, perawatan dan rehabilitasi semuanya
tergolong bidang pencegahan tersier (Steven P.Lab, 2006: 32).

2.2.2 Teori Efektivitas


Menurut Sejathi (dalam Rimawan 2014), efektivitas merupakan
“ketepatgunaan, hasil guna, menunjang tujuan.” Handayaningrat (1983) Gunawan
(2003). Dalam Rimawan (2014) menyatakan bahwa : “Efektivitas merupakan
pengukuran dalam arti terperincinya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan
22

sebelumnya”.Muhidin (dalam Rimawan, 2014) juga menjelaskan bahwa


“Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau
hasil yang diperoleh, kegunaan atau manfaat dari hasil yang diperoleh, tingkat
daya fungsi unsur atau komponen, serta masalah tingkat kepuasan
pengguna/client” Kamus Besar Bahasa Indonesia (1980) menjelaskan bahwa
efektivitas meliputi beberapa pengertian, yaitu:
a. Ada efeknya yang berarti mempunyai akibat, pengaruh dan kesan.
b. Manjur atau mujarab yang berarti tepat digunakan sesuai kebutuhan.
c. Dapat membawa hasil atau berhasil guna yang berarti usaha dan tindakan tepat
dilaksanakan.
d. Mulai berlaku yang berarti tepat digunakan pada waktunya.
e. Taraf tercapainya suatu tujuan.
Dalam konteks kajian perilaku organisasi, Steers (1985) (dalam Rimawan,
2014) mengemukakan tiga pendekatan dalam memahami efektivitas, yaitu :
pendekatan tujuan (the goal optimization approach), pendekatan sistem (system
theory approach), dan pendekatan kepuasan partisipasi (participation satisfaction
model).
a. Pendekatan Tujuan.
Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh karena
itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/ goal
optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian
sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu progam dikatakan efektif jika
tujuan akhir program tercapai. Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan
merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas.
b. Pendekatan Sistem.
Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dala
mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua
unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana
berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.
23

c. Pendekatan Kepuasan Partisipasi.


Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama
dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan
organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Selain itu, motif
individu dalam suatu organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan
kualitas partisipasi. Sehingga kepuasan individu menjadi hal yang penting
untuk mengukur efektivitas organisasi.
Dari beberapa konsep dan teori efektivitas yang telah diuraikan di atas,
penulis memutuskan untuk menggunakan teori efektivitas yang dikemukakan
Steers, khususnya pendekatan tujuan sebagai pisau analisis. Dalam hal ini,
efektivitas dipandang sebagai goal attaiment/goal optimization atau pencapaian
sasaran dari upaya bersama. Lebih lanjut dijelaskan bahwa menurut teori ini,
derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas, sehingga dapat
dikatakan bahwa pencapaian sasaran merupakan indikator utama dalam menilai
efektivitas.

2.2.3 Teori Kesadaran Hukum


Masalah kesadaran hukum memang merupakan salah satu objek kajian
yang penting bagi keefektivan suatu undang-undang. Sering disebutkan bahwa
hukum haruslah sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Artinya, hukum
tersebut haruslah mengikuti kehendak dari masyarakat. Di samping itu, hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan perasaan hukum manusia. Kesadaran
artinya keadaan ikhlas yang muncul dari hati nurani dalam mengakui dan
mengamalkan sesuatu sesuai dengan tuntutan yang terdapat di dalamnya. Menurut
Ewick dan Silbey (dalam Kenedi, 2015: 2016), kesadaran hukum mengacu pada
cara orang-orang memahami hukum dan institusi-institusi hukum, yaitu
pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan
tindakan orang-orang. Ia menambahkan bahwa kesadaran hukum terbentuk dalam
tindakan dan karenanya ia merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara
empiris yang berarti bahwa kesadaran hukum merupakan persoalan “hukum
sebagai perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas. Kesadaran
24

hukum mengandung sikap toleransi. Kesadaran hukum artinya tindakan dan


perasaan yang tumbuh dari hati nurani dan jiwa yang terdalam dari manusia
sebagai individu atau masyarakat untuk melaksanakan pesan-pesan yang terdapat
dalam hukum.
Umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat
terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, apabila
kesadaran warga masyarakat terhadap hukum sangat rendah, maka derajat
kepatuhannya terhadap hukum juga tidak tinggi. Dengan kata lain, kesadaran
hukum menyangkut masalah, apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat (Soekanto, dalam Julian, 2014: 1856).
Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto, ada empat indikator yang membentuk
kesadaran hukum yang secara berurutan yaitu:
a. Pengetahuan Hukum
Dalam hal ini, merupakan pengetahuan seseorang berkenaan dengan perilaku
tertentu yang diatur oleh hukum tertulis, yakni tentang apa yang dilarang dan
apa yang diperbolehkan.
b. Pemahaman Hukum
Yang dimaksud adalah bahwa sejumlah informasi yang dimiliki oleh seseorang
mengenai isi dari aturan hukum (tertulis), yakni mengenai isi, tujuan, dan
manfaat dari peraturan tersebut.
c. Sikap Hukum (legal Attitude)
Merupakan suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak hukum karena
adanya penghargaan atau keinsafan bahwa hukum tersebut bermanfaat atau
tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini, sudah ada elemen
apresiasi terhadap aturan hukum.
d. Pola Perilaku Manusia
Yang dimaksud adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum
dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauhmana berlakunya
itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya. Sosiologi hukum sangat
berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk meningkatkan kesadaran
25

hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara keseluruhan, maupun
dari kalangan penegak hukum. Achmad Ali berpendapat, kesadaran hukum
ada dua macam yaitu:
1) Kesadaran hukum positif, identik dengan “ketaatan hukum”
2) Kesadaran hukum negatif, identik dengan “ketidaktaatan hukum.
Teori kesadaran hukum tersebut akan digunakan sebagai pisau analisis
untuk mengetahui dan menganalisis deskripsi patrolis dialogis dalam
meningkatkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

2.2.4 Teori Manajemen Strategik (Whelen – Hunger)


Manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok
dalam organisasi untuk emncapai tujuan yang diinginkan. Manajemen berorientasi
pada proses (process oriented) yang berarti bahwa manajemen membutuhkan
sumber daya manusia, pengetahuan, dan keterampilan agar aktivitas lebih efektif
atau dapat menghasilkan tindakan dalam mencapai kesuksesan (Torang, 2013:
165). Manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial
yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang (J. David Hunger dan
Thomas L. Wheelen, 1996: 4). Proses manajemen strategis meliputi empat elemen
dasar, yaitu:
a. Pengamatan lingkungan
Pengamatan lingkungan meliputi monitoring, evaluasi dan mengumpulkan
informasi dari lingkungan ekternal dan internal dengan tujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor strategis (strategic factors) yaitu elemen-
elemen eksternal dan internal yang akan menentukan masa depan organisasi.
b. Perumusan strategi
Formulasi Strategi adalah mengembangkan rencana jangka panjang untuk
mengelola secara efektif peluang dan ancaman lingkungan ekternal, dengan
mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan organisasi.
1) Misi.
Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi hidup.
Pernyataan misi yang disusun dengan baik mendefinisikan tujuan
26

mendasar dan unik yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi


yang lain.
2) Tujuan.
Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Tujuan merumuskan apa
yang akan diselesaikan dan kapan akan diselesaikan, dan sebaiknya
diukur jika memungkinkan. Pencapaian tujuan perusahaan merupakan
hasil dari penyelesaian misi.
3) Strategi.
Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif
tentang bagaimana organisasi akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi
akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan
keterbatasan bersaing.
4) Kebijakan
Kebijakan menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan
organisasi secara keseluruhan. Kebijakan merupakan pedoman luas yang
menghubungkan perumusan strategi dan implementasi.
c. Implementasi strategi
Implementasi strategi merupakan proses dimana manajemen mewujudkan
strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program,
anggaran, dan prosedur.
1) Program.
Program merupakan pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah
yag diperlukan untuk menyelesaikan perencanaan sekali pakai. Program
melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya internal
perusahaan, atau awal dari suatu usaha penelitian baru.
2) Anggaran.
Anggaran yaitu program yang dinyatakan dalam bentuk satuan uang,
setiap program akan dinyatakan secara rinci dalam biaya, yang dapat
digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan.
3) Prosedur.
Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik yang berurutan yang
27

menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan


diselesaikan.
d. Evaluasi dan pengendalian.
Evaluasi dan pengendalian merupakan proses yang dilalui dalam aktivitas-
aktivitas perusahaan, hasil kinerja dimonitor dan kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan. Para manajer di semua level
menggunakan informasi hasil kinerja untuk melakukan tindakan perbaikan
dan memecahkan masalah. Elemen ini dapat menunjukkan secara tepat
kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan
mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali.

2.2.5 Teori Komunikasi


Santoso (2010: 143) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana
seorang individu (komunikator) (menyampaikan rangsangan, umumnya
simbol/lambang kata) untuk mengubah tingkah laku individu lain (komunikan).
Wexley dan Yuki (2005: 70-71) menyatakan bahwa komunikasi merupakan
penyampaian informasi antara dua orang atau lebih. Komunikasi dapat juga
meliputi pertukaran informasi antara manusia dan mesin. Komunikasi merupakan
suatu proses yang vital dalam organisasi karena komunikasi diperlukan bagi
efektivitas kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, koordinasi, latihan,
manajemen konflik, serta proses-proses organisasi lainnya. Walgito (2003: 75)
menambahkan bahwa dengan komunikasi seseorang dapat menyampaikan
informasi, ide ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang
lain secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun sebagai penerima
komunikasi. Dengan adanya komunikasi manusia dapat berkembang dan dapat
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Gary (dalam Umar, 2005: 25-26) menyatakan bahwa komunikasi dapat
didefinisikan sebagai penyampaian informasi antara dua orang atau lebih yang
juga meliputi pertukaran informasi antara manusia dan mesin. Komunikasi hanya
bisa terjadi apabila terdapat sekurangnya eksistensi dua orang dalam suatu seting
lingkungan komunikasi.
28

Salah satu model komunikasi yang tua tetapi masih digunakan untuk
tujuan tertentu adalah model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell
yang menggunakan lima pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam
melihat proses komunikasi, yaitu who (siapa), say what (mengatakan apa), in
which medium (dalam media apa), to whom (kepada siapa), dan dengan what
effect (apa efeknya) (Lasswell, dalam Muhammad, 2001: 5-6).
Gambar 2.1
Model Komunikasi Lassweel

Siapa Apa Saluran Siapa Efek


(Pesan) (Medium) (Audien) =

a. Who
Merujuk kepada siapa orang yang mengambil inisiatif untuk memulai
komunikasi. Yang memulai komunikasi ini dapat berupa seseorang dan dapat
juga sekelompok orang, seperti organisasi atau persatuan.
b. Say What
Berhubungan dengan isi komunikasi atau apa pesan yang disampaikan dalam
komunikasi tersebut. Kadang-kadang orang perlu mengorganisir lebih dahulu
apa yang akan disampaikan sebelum mengkomunikasikannya. Isi yang
dikomunikasikan ini kadang-kadang sederhana dan kadang-kadang sulit dan
kompleks.
c. To Whom
Mengacu pada menanyakan siapa yang menjadi audience atau penerima dari
komunikasi. Atau dengan kata lain kepada siapa komunikator berbicara atau
kepada siapa pesan yang ingin disampaikan diberikan.
d. Through What
Yang dimaksud dengan media adalah alat komunikasi, seperti berbicara,
gerakan badan, kontak mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku dan
gambar. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tidak semua media
cocok untuk maksud tertentu. Kadang-kadang suatu media lebih efisien
digunakan untuk maksud tertentu tetapi untuk maksud yang lain tidak.
29

e. What Effect
Pertanyaan mengenai efek komunikasi ini dapat menanyakan dua hal, yaitu
apa yang ingin dicapai dengan hasil komunikasi tersebut dan kedua, apa yang
dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi.

2.2.6 Konsep Kamtibmas


Pengertian Kamtibmas menurut Pasal 1 Undang-undang Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa pengertian
Kamtibmas adalah: suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
Keamanan prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam
rangka tercapainnya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,
ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentukbentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Perkataan aman dalam pemahaman tersebut mengandung 4 (empat)
pengertian dasar, yaitu:
a. Security yaitu perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis;
b. Surety yaitu perasaan bebas dari kekhawatiran;
c. Safety yaitu perasaan terlindung dari segala bahaya; dan
d. Peace yaitu perasaan damai lahiriah dan batiniah.
Sedangkan makna kata tertib dan ketertiban dalam Undang-undang
tersebut adalah suatu kondisi di mana unit sosial termasuk di dalamnya adalah
warga masyarakat dengan segala fungsi dan posisinya dapat berperan
sebagaimana ketentuan yang ada.

2.2.7 Konsep Patroli Kepolisian


Patroli kepolisian dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan
sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat di
satu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang di luar
kebiasaan daerah tersebut, maka akan segera diketahui dan mudah menanggulangi
30

kejahatan di wilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat merasa lebih


aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya.
Disamping itu kita juga harus menyadari dan mengakui bahwa masyarakat juga
harus turut berperan serta aktif untuk menciptakan keamanan dan ketentraman di
tengah-tengah masyarakat.
1. Pengertian Patroli
Patroli adalah salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan oleh 2 (dua)
orang atau lebih anggota Polri, sebagai usaha mencegah bertemunya niat dan
kesempatan, dengan jalan mendatangi, menjelajahi, mengamati/ mengawasi/
memperhatikan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan menimbulkan segala
bentuk kejahatan/gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas)/
penggaran hukum, yang menuntut/memerlukan kehadiran Polri untuk melakukan
tindakan-tindakan kepolisian, guna memelihara ketertiban dan menjamin
keamanan umum masyarakat (Kumpulan Bahan Ajar Siswa).

2. Tujuan Patroli
Tujuan patroli adalah mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan
agar tidak terjadi gangguan kamtibmas/pelanggaran hukum, dalam rangka upaya
memelihara/meningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman
masyarakat guna mewujudkan/menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.

3. Tugas, Peranan dan Sikap Petugas Patroli

a.Tugas patroli. Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Polri, maka kegiatan
patroli mempunyai tugas, antar lain:

1) Mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan.

2) Memelihara dan meningkatkan ketertiban hukum masyarakat dan


membina ketentraman masyarakat.

3) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum masyarakat.


31

4) Memelihara keselamatan orang, harta benda dan masyarakat, termasuk


memberi perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat yang
membutuhkan.

5) Memberi pelayanan kepada masyarakat seperti menerima laporan dan


pengaduan.

6) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara dengan


memberi perlindungan minimal.

7) Bertugas mencatat, mengumpulkan data/kejadian/informasi terhadap


apa yang dilihat, didengar, dialami dan disaksikan serta kegiatan yang
dilakukan oleh para petugas patroli dilaporkan ke kesatuan/atasan
dengan wajib dituangkan dalam bentuk laporan

8) Dalam rangka menampilkan peranan samapta dalam siskam swakarsa


(siskamling pada pemukiman maupun lingkungan
kerja/perusahan/proyek vital/instansi pemerintah), maka patroli
mempunyai tugas melakukan pengecekan/kontrol atau pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan siskamling pemukiman,
desa, dan melibatkan masyarakat.

9) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan Kepolisian pada 1 (satu) Kesatuan


Kewilayahan Polri, yang bertanggung jawab atas Kamtibmas di
daerahnya masing-masing, maka tugas patroli diarahkan dan digunakan
untuk menekan/mengurangi jumlah kasus (kejahatan dan pelanggaran)
yang terjadi, dikaitkan dengan analisa anatomi kejahatan yang meliputi,
antara lain : jam rawan terjadinya kejahatan, tempat rawan terjadinya
kejahatan dan modus operandi/cara melakukan kejahatan.

10) Sedangkan dalam rangka pelaksanaan operasi kepolisian (suatu


operasi ditujukan pada satu bentuk sasaran) tindak pidana/gangguan
suatu Kamtibmas tertentu, maka tugas patroli diarahkan agar dapat
sesuai target/sasaran operasi kepolisian yang bersangkutan, dengan
tujuan ikut mencegah dan menanggulangi terjadinya tindak
32

pidana/gangguan Kamtibmas yang justru menjadi sasaran operasi


kepolisian tersebut selama berlangsungnya operasi kepolisian yang
bersangkutan.

11) Melaksanakan tugas khusus lain yang dibebankan kepadanya.

12) Memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang memerlukan.

b. Peran Patroli. Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Polri, maka kegiatan
patroli mempunyai peran, antara lain :
1) Pelaksana garis depan operasional Polri dalam upaya mencegah segala
bentuk kejahatan/pelanggaran hukum atau gangguan kamtibmas.
2) Sumber informasi mata dan telinga bagi kesatuan.
3) Wujud kehadiran Polri di tengah-tengah masyarakat.
4) Cermin kesiapsiagaan Polri setiap saat, sepanjang waktu dalam upaya
memelihara dan menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.
5) Sarana untuk memperkenalkan strategi perpolisian masyarakat dimana
polisi menjadi mitra masyarakat dan polisi sebagai bagian dari
masyarakat.
6) Sarana komunikasi dengan masyarakat untuk mendapatkan masukan
mengenai masalah yang dihadapi masyarakat setempat dan mengambil
tindakan untuk pemecahan masalah.
7) Pendorong kemitraan antara polisi dan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas pelanggaran serta kejahatan.
8) Pencipta rasa aman di lingkungan masyarakat.
9) Peningkat citra polisi, seperti kepercayaan dan rasa hormat pada
masyarakat.
10) Pemberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

2.2.8 Konsep Analisis SWOT


Rangkuti (2016) menyatakan bahwa analisis SWOT merupakan sebuah
konsepsi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
33

sistematis guna merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta
peluang (opportunity) dan ancaman (threats) secara sistematis. Sehingga dapat
memberikan masukan terhadap sistem manajemen sebagai bahan pertimbangan
untuk menentukan haluan dan mengelola berbagai faktor tersebut agar dapat
mendukung sistem manajemen yang tengah atau akan berjalan. Analisis SWOT
dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu
mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana
kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan
terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu
membuat ancaman. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan
misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Dengan demikian, perencanaan strategi harus
menganalisa faktor-faktor strategi perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman) dalam kondisi yang saat ini. Analisis SWOT membandingkan antara
faktor eksternal peluang (opportunity) dan ancaman (threats) dengan faktor
internal kekuatan (strenght) dan kelemahan (weakness).
Gambar 2.2
Diagram Analisis SWOT

BERBAGAI PELUANG

3. mendukung 1. mendukung
strategi strategi
turn-around agresif

KELEMAHA KEKUATAN
N INTERNAL INTERNAL
34

4. mendukung 2. mendukung
strategi strategi
defensif diversifikasi

BERBAGAI ANCAMAN

Kuadran 1 : Dalam hal ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan,


dimana perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga
dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy)
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara
strategi diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi
di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/ kelemahan
internal. Kondisi bisnis pada kuadran 3 ini mirip dengan
Question Mark pada BCG Matrik. Fokus strategi dalam kondisi
ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan
sehingga dapat membuat peluang pasar yang lebih baik.
Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,
organisasi tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
kelemahan internal.
Dengan teridentifikasinya berbagai faktor tersebut berdasarkan sumber dan
sifatnya, maka dalam sistem manajemen yang sedang atau akan berjalan dapat
diketahui dan ditentukan, faktor-faktor apa saja yang dapat diberdayakan guna
mendukung sistem manajemen dan faktor-faktor apa saja yang seyogyanya
dieliminir atau dihindari agar proses manajemen yang dilakukan dapat berjalan
secara efektif dan efisien serta berdaya dan berhasil guna. Konsep analisis SWOT
digunakan sebagai pisau analisis untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
35

meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

2.2.9 Konsep Ilmu Kepolisian


Suparlan (dalam Dahniel, 2015: 72) menyatakan bahwa ilmu kepolisian
adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah sosial dan penanganannya.
Fungsi kepolisian terdiri dari seperangkat kegiatan operasional kepolisian, dalam
pelaksanaannya dilakukan secara simultan untuk mengelola masalah-masalah
sosial.
Teori Gunung Es dapat dijelaskan bahwa ketiga strategi ini efektif
digunakan untuk menjawab secara proaktif terhadap masalah sosial atau gangguan
kamtibmas yang dibedakan atas tiga eskalasi atau tingkatan ancamannya, yang
digambarkan dalam Teori Gunung Es. Tiga strategi ini bekerja secara simultan
dengan intensitas yang berbeda menurut kebutuhannya dan eskalasi masalah
sosial yang terjadi, sehingga tidak bergerak dalam satu garis yang kontinum, atau
dengan kata lain ketiga strategi dilaksanakan secara bersama-sama, saling
berhubungan dan saling mendukung satu sama lain. Tidak ada satu strategi yang
paling tepat untuk menghadapi semua situasi, dan tidak ada satu situasi yang
hanya dapat dikelolanya secara efektif dengan satu strategi saja. Tiga strategi
tersebut meliputi pada fungsi deteksi dini dan pre-emtif, preventif, dan represif-
investigasi.
a. Strategi fungsi deteksi dini dan pre-emtif
Strategi pada fungsi deteksi dini merupakan serangkaian kegiatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi dari seluruh aspek kehidupan masyarakat,
melakukan penilaian, identifikasi, pemahaman berbagai faktor yang dapat
menimbulkan masalah sosial. Fungsi deteksi dini bertujuan untuk melakukan
pemetaan berbagai masalah sosial dan potensi peringatan dini (social
problem mapping) dari seluruh aspek kehidupan masyarakat, memberikan
peringatan dini (early warning) dan rekomendasi kepada pemangku
kepentingan untuk mengambil keputusan, utamanya tindakan pencegahan
proaktif yang diperlukan pada tahapan strategi lain. Sedangkan strategi pre-
emtif atau pembinaan masyaraat (indirect prevention) berisi berbagai upaya
36

pembinaan masyarakat dalam meningkatkan kapasitas warga dalam


memelihara keamanan dan ketertiban, dengan tujuan meningkatkan daya
tangkal, daya cegah dan daya lawan warga terhadap berbagai gangguan
kamtibmas. Strategi pada fungsi pre-emtif disebut juga indirect prevention
atau paralel dengan public health dalam dunia kesehatan. Penyelenggara
fungsi pre-emtif memerlukan berbagai konsep dan teori pengetahuan pre-
emtif kepolisian, pemolisian masyarakat, komunikasi kepolisian, hubungan
antar suku bangsa yang menggunakan berbagai konsep dan teori yang berasal
dari ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi, antropologi, dan kriminologi.
b. Strategi fungsi preventif – pencegahan (direct prevention)
Upaya-upaya pencegahan merupakan pelaksanaan dari strategi pada fungsi
preventif merupakan segala usaha dan kegiatan untuk memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda dan barang
termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah
terjadinya pelanggaran hukum. Produk dari upaya ini adalah terbangunnya
pemetaan tempat-tempat dan kegiatan-kegiatan masyarakat yang memerlukan
kehadiran petugas keamanan (police hazard), kebutuhan infrastruktur
perkotaan dalam bentuk berbagai fasilitas umum yang diperlukan guna
mereduksi terjadinya kejahatan dan pemetaan kebutuhan kehadiran petugas
keamanan pada tempat-tempat dan kegaitan-kegiatan masyarakat yang
memerlukan kehadiran petugas kemanan secara fisik. Upaya-upaya
pencegahan tidak hanya dilakukan oleh lembaga kepolisian yang berwenang
sesuai perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi juga oleh instansi
terkait sesuai dengan kewenangannya, masyarakat secara individu maupun
terorganisir perlu memiliki pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
tanggung jawab tentang pentingnya untuk melakukan berbagai upaya dan
cara-cara yang efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum, seperti
Siskamling, Satpam, Polisi Pamong Praja, dan Tramtib. Pada tahapan ini
diperlukan konsep dan teori pengetahuan preventif kepolisian, manajemen
sekuriti, pencegahan kejahatan, dan urban crime yang menggunakan berbagai
konsep dan teori kriminologi, sosiologi hukum, antropologi, ilmu
37

komunikasi, psikologi dan administrasi.


c. Strategi fungsi investigasi dan represif
Pada tahapan ini dilakukan serangkaian upaya penegakan hukum (represif),
termasuk upaya-upaya penyelidikan dalam rangka pengumpulan data dan
informasi (investigatif).

Teori Gunung Es Kepolisian Proaktif ini digunakan sebagai bahan


analisa terhadap langkah-langkah pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat. Tindakan
pemolisian harusnya dilaksanakan secara simultan dan dalam intensitas yang
berbeda-beda sesuai dengan eskalasi dan intensitas konflik yang dihadapi.Strategi
simultan terhadap masalah sosial (simultaneous strategy to social problem) dari
teori gunung es fungsi kepolisian proaktif dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah
ini.
Gambar 2.3
Teori Gunung Es Fungsi Kepolisian Proaktif

Sumber: Dahniel, et.al, 2015.

Konsep Ilmu Kepolisian (Iceberg Theory) akan digunakan sebagai pisau


analisis untuk mengetahui dan menganalisis langkah-langkah pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat.
38

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian


Berdasarkan jenis penelitian ini, maka peneliti akan mendeskripsikan
fenomena yang berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam
rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi
permasalahan terkait efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, yang
melalui kegiatan wawancara, observasi dan penelitian dokuman sehingga
menggambarkan hasil penelitian dengan menganalisa fenomena dan fakta-fakta
berkaitan dengan pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan
harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Peneliti harus menjadi partisipan yang aktif bersama obyek yang diteliti.
Apabila dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai
efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan
harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, maka pendekatan
kualitatif menuntut peneliti agar aktif di lapangan, sehingga dapat memahami
fenomena yang terjadi di lapangan mengenai efektivitas pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat.
Dalam penelitian ilmiah salah satu unsur penting adalah metode.
Ketepatan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang dipersoalkan
akan menentukan hasil penelitian itu, dapat dipertanggung jawabkan atau tidak,
39

selain itu akan menentukan baik tidaknya suatu penelitian. Metode pada
hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan
mempelajari, menganalisis dan memahami lingkungan, seperti yang dinyatakan
oleh Koentjaraningrat (1989: 7-8) mengenai peranan metode dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. ”Sehubungan dengan upaya ilmiah, memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu-ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa metode mutlak harus ada dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi kasus dengan
cara terjun langsung ke obyek penelitian. Studi kasus (case study) adalah suatu
model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang berbatas
(bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai
dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber
informasi yang kaya akan konteks (Creswell, dalam Herdiansyah, 2010: 76).
Peneliti menggunakan metode ini karena peneliti dalam melakukan pengumpulan
data langsung terjun ke lapangan dan mengumpulkan data dari anggota di
lapangan dan pihak-pihak terlibat dalam efektivitas pelaksanaan patroli dialogis
dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat. Melalui studi kasus (case study), peneliti akan mendapatkan karakteristik
gangguan Kamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, efektivitas
pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, serta faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas
di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

3.2 Alur Penelitian


Alur penelitian dalam penelitian tesis ini menjelaskan mengenai tahapan
atau prosedur penelitian untuk menganalisa efektivitas pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat. Alur penelitian yang akan dilakukan peneliti dapat dilihat pada
gambar 3.1 berikut.
40

Gambar 3.1
Alur Penelitian

MULAI PENELITIAN

STUDI
MASALAH
PENDAHULUAN

STUDI
WAWANCARA OBSERVASI
DOKUMEN
RUMUSAN
PERMASALAHAN

PENGOLAHAN
TINJAUAN DATA
KEPUSTAKAAN

PENARIKAN
KESIMPULAN
RANCANGAN
PENELITIAN

SELESAI

3.3 Sumber Data / Informasi


Sumber data yang digunakan di dalam penelitian dapat dibedakan
menajdi sumber data primer dan sekunder.
41

3.3.1 Sumber Data Primer


Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari data
lapangan. Sumber data primer, diperoleh dari hasil penelitian dilapangan secara
langsung dengan pihak-pihak yang mengetahui persis masalah yang akan dibahas,
dalam hal ini sebagai responden adalah Kapolda Sulawesi Barat, Dirreskrim
Polda Sulawesi Barat, Dir Intelkam Polda Sulawesi Barat, Dir Sabhara Polda
Sulawesi Barat, serta masyarakat.
a. Kapolda Sulawesi Barat sebagai pimpinan dalam pengambil kebijakan
pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat. Informasi yang dicari adalah
pengawasan serta pengendalian yang dilakukan dalam pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat.
b. Dirreskrim Polda Sulawesi Barat sebagai atasan dalam pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat. Informasi yang dicari adalah langkah-langkah pelaksanaan
patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum
Polda Sulawesi Barat.
c. Dir Intelkam Polda Sulawesi Barat sebagai atasan dalam pelaksanaan
pencegahan konflik pengelolaan limbah bernilai ekonomis. Informasi yang
dicari adalah pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan
harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, terutama koordinasi
fungsi Reskrim dengan fungsi Binmas ataupun fungsi Intelijen dalam
pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
d. Dir Sabhara Polda Sulawesi Barat sebagai atasan dalam pelaksanaan patroli
dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda
Sulawesi Barat. Informasi yang dicari adalah langkah-langkah pelaksanaan
patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum
Polda Sulawesi Barat, terutama koordinasi fungsi Sabhara dengan fungsi
Intelkam, dengan fungsi Binmas ataupun fungsi Reskrim dalam pelaksanaan
42

patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum


Polda Sulawesi Barat.
e. Masyarakat di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat. Informasi yang dicari
adalah karakteristik gangguan Kamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan Kamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, serta partisipasi aktif dari masyarakat
dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi
Barat.

3.3.2 Sumber Data Sekunder


Selain data primer, peneliti juga berusaha untuk mengumpulkan data
sekunder, yang meliputi Intel Dasar Polda Sulawesi Barat, daftar jumlah personil
Polda Sulawesi Barat, data anggota patroli dialogis, data kejadian tindak pidana,
laporan hasil pelaksanaan patroli dialogis, dan daftar inventaris sarana dan
prasarana, serta berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Data tersebut akan digunakan sebagai data pelengkap dari data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan masing-masing sumber data primer
tersebut di atas.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


3.4.1 Pengamatan (Observasi)
Penelitian ini akan menggunakan observasi sebagai alat pengumpulan
data guna mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian pertama, yaitu
mengenai pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas
di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat. Observasi dilakukan pada lingkungan
sasaran pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Jadi, dengan mengumpulkan data dengan pengamatan maka peneliti
dapat mengetahui efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat. Melalui
observasi peneliti juga akan mendapatkan gambaran mengenai karakteristik
43

masyarakat di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat yang sedikit banyak karakter
tersebut dapat berdampak pada respon yang diberikan ketika ada masalah.
Observasi juga akan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan ketiga terkait
dengan langkah-langkah pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan
harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, melalui kegiatan turun
langsung ke lapangan dan turut serta dalam kegiatan pencegahan tersebut.

3.4.2 Wawancara
Wawancara digunakan sebagai alat pengumpulan data utama dalam
penelitian ini yang diharapkan dapat menjawab setiap pertanyaan penelitian
terkait dengan efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Wawancara dalam hal ini dilakukan oleh peneliti terhadap sumber data
dengan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya, sehingga memperoleh
gambaran tentang efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka
meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.
Wawancara dilakukan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya dan
terkait langsung dengan permasalahan pemolisian dalam pencegahan konflik
pengelolaan limbah bernilai ekonomis, diantaranya Kapolda Sulawesi Barat,
Dirreskrim Polda Sulawesi Barat, Dir Intelkam Polda Sulawesi Barat, Dir
Sabhara Polda Sulawesi Barat, serta masyarakat.

3.4.3 Pemeriksaan Dokumen


Pemeriksaan Dokumen adalah cara mengumpulkan data dengan mencatat
data yang sudah ada di dalam dokumen atau arsip. Pemeriksaan dokumen
dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait efektivitas pelaksanaan
patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di wilayah hukum
Polda Sulawesi Barat. Terdapat beberapa dokumen yang akan digunakan dalam
penelitian ini yang berguna dalam menunjang hasil penelitian, diantaranya adalah
Intel Dasar Polda Sulawesi Barat, daftar jumlah personil Polda Sulawesi Barat,
data anggota patroli dialogis, data kejadian tindak pidana, laporan hasil
44

pelaksanaan patroli dialogis, dan daftar inventaris sarana dan prasarana, serta
berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Data yang diperoleh dari penelitian dokumen tersebut diharapkan dapat
semakin memperkaya temuan penelitian terkait dengan langkah-langkah
pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan harkamtibmas di
wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

3.5 Teknik Analisis Data


Sesuai dengan data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data
melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan dokumen kemudian dilakukan
analisis data dengan langkah-langkah reduksi data, sajian data (datadisplay),
trianggulasi data dan penarikankesimpulan/verifikasi meliputi :
3.5.1 Reduksi Data
Reduksi data yang peneliti lakukan adalah menyeleksi sumber data
berupa hasil wawancara dengan sumber informasi, hasil observasi lapangan, dan
pemeriksaan dokumen, berupa Intel Dasar Polda Sulawesi Barat, daftar jumlah
personil Polda Sulawesi Barat, data anggota patroli dialogis, data kejadian tindak
pidana, laporan hasil pelaksanaan patroli dialogis, dan daftar inventaris sarana dan
prasarana, serta berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Data tersebut disederhanakan dengan cara memilah data yang relevan
dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menjawab pertanyaan terkait
efektivitas pelaksanaan patroli dialogis dalam rangka meningkatkan
harkamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

3.5.2 Sajian Data


Sajian data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk
gambar peta wilayah, skema struktur organisasi Polda Sulawesi Barat, tabel
kejadian tindak pidana di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat, titik-titik rawan
kejahatan, dan penyelesaian tindak pidana setiap tahunnya. Sajian data ini
dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap bentuk karakteristik
masyarakat, wilayah tempat tinggal yang berpotensi menyebabkan gangguan
45

Kamtibmas di wilayah hukum Polda Sulawesi Barat.

3.5.3 Trianggulasi
Trianggulasi digunakan untuk mengecek kebenaran informasi dari
sumber informasi yang dianggap memahami dan mengalami fenomena yang
sedang diteliti. Trianggulasi dilakukan dengan menghubungkan informasi yang
telah diperoleh dari satu sumber kemudian dilakukan pengecekan kembali
mengenai informasi tersebut ke sumber yang lain untuk melihat tingkat
kebenaran informasi yangdisampaikan. Dalam penelitian ini trianggulasi data
dilakukan untuk melihat kebenaran informasi yang disampaikan Kapolda
Sulawesi Barat, Dirreskrim Polda Sulawesi Barat, Dir Intelkam Polda Sulawesi
Barat, Dir Sabhara Polda Sulawesi Barat, serta masyarakat mengenai pelaksanaan
patroli dialogis. Selain itu, peneliti juga akan melakukan pengecekan terhadap
kebenaran informasi dengan sumber data yang lain, seperti halnya dengan
pemeriksaan dokumen.

3.5.4 Penarikan kesimpulan


Penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan setelah
prosespengumpulan data di lapangan berakhir. Setelah melakukan
prosespengumpulan data yang relevan dengan penelitian, kemudian data yang
diperoleh melalui kegiatan penelitian dianalisis secara kualitatif kemudian
disajikan secara deskripsi, dan terakhir ditarik kesimpulan.
46

DAFTAR PUSTAKA

Bakke, Erik. 2019. “Predictive Policing: The Argument for Public Transparency”.
NYU Annual Survey of American Law, 74:131.

Bayley, David H. 1998. Police for The Future, disadur oleh Kunarto. Jakarta:
Cipta Manunggal.

Burhanuddin. 2017. Efektifitas Pelaksanaan Patroli Terpadu Dalam Upaya


Menekan Tingkat Kriminalitas (Pada Polres Bungo). Jurnal Serambi
Hukum. Vol. 11 No. 01 Februari - Juli 2017.

Dahniel, Rycko Amelza, et.al. 2015. Ilmu Kepolisian. Edisi Perdana Dies Natalis
ke-69 STIK-PTIK. Jakarta: PTIK Press.

Donya, Cakra. 2016. Optimalisasi Patroli Unit Turjawali Satuan Shabara Dalam
Pencegahan Kejahatan di Wilayah Hukum Polresta Banda Aceh. Skripsi.
Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Febrian, Rozsa Rezky. 2016. Pelaksanaan Patroli Dialogis Oleh Unit Patroli
Ditshabara Polda Sumatra Barat Guna Mencegah Pencurian Kendaraan
Bermotor Di Wilayah Hukum Polresta Padang. Skripsi. Jakarta: Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu


Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hunger., dan Wheelen, T.L.2012.Strategic Management and Business Policy:


Achieveing Sustainability,13th ed, Harlow: Pearson Prentice Hall.

Julian, Muhammad Iqbal. 2014. Kesadaran Hukum Anggota Beat Borneo


Community (BBC) Samarinda dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota
Samarinda. eJournal Ilmu Pemerintahan. Vol. 2. No.1: 1853-1863.
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman.
47

Junaidi., dan Priya Utama, Dwi. 2019. Peran Komunikasi Direktorat Samapta
Bhayangkara Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Ditsabhara Polda
Kalteng) dalam Peningkatan Patroli Dialogis di Kota Palangka Raya.
Restorica: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Komunikasi,
Volume 5 Issue 1, April 2019, Page 1 – 5.

Kemal, Moh. Darmawan. 1994. Strategi Pencegahan Kejahatan. PT. Citra Aditya
Bakti.
Kenedi, J. 2015. Studi Analisis terhadap Nilai-nilai Kesadaran Hukum dalam
Pendidikan Kewarganegaraan 46 (Civic Education) di Perguruan Tinggi
Islam. Madania. Vol. 19. No. 2: 205-214. Fakultas Syariah dan Ekonomi
Islam IAIN Bengkulu.

Koentjaraningrat. 1989. Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cetakan IX, Edisi


III. Jakarta: Gramedia.

Kunarto, 1997. Kapita Selekta Binteman (Pembinaan Tenaga Manusia) Polri,


Jakarta: Cipta Manunggal.

Lab, Stephen P. 2006. Crime Prevention: Approach, Practice, and Evaluation. 7th
edition. CRC Press.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Muhammad, A. 2001. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhammad, Farouk. dkk, 2008. Modul A2536 Metodologi Penelitian. Jakarta:


PTIK Press.

Nitibaskara, TB. Ronny Rahman. 2009. Perangkap Penyimpangan dan Kejahatan


(Teori Baru Dalam Kriminologi).Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu
Kepolisian (YPKIK).

Rahmaturyadi, Ismail. Peranan Patroli Polisi Dalam Upaya Pencegahan dan


Penanggulangan Kejahatan (Studi Pada Polres Gowa Tahun 2012-2014).
Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
PT. Gramedia.

Rimawan, Dany. 2014. Efektivitas Penerapan Kawasan Tertib Lalu Lintas di


Wilayah Hukum Polres Tasikmalaya Kota. Skripsi. Jakarta: STIK – PTIK.

Santoso, S. 2010. Teori-teori Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.


48

Steers. 1985. Variabel dalam Organisasi. Jakarta: Bima Kencana.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif Dan R&B. Bandung:


Alfabeta.

Suyono, Yoyok Ucuk. 2013. Hukum Kepolisian. Yogyakarta: Laksbang Grafika.

Terry, George R. 1977. Principles of Management,7-th edition, Richard D. Irwin


Inc. Homewood, Illinois, 1977. Diterjemahkan oleh Winardi dalam Asas-
Asas Manajemen.Penerbit Alumni/1986/Bandung.

Terry, George R. 2012. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Uchida, C. 2012. “A National Discussion on Predictive Policing: Defining Our


Terms and Mapping Successful Implementation Strategies”. Washington:
National Institute of Justice.

Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia.

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi


Offset.

Wexley, K. N., dan Yuki, G. A. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi


Personalia. Alih Bahasa: Drs. Muh. Shobaruddin. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.

www.polri.go.id. Samapta Bhayangkara.

Anda mungkin juga menyukai