Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang
disusun berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan
kejelasan tentang objek formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu
keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan objek
material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam bentuk
kerjasama menuju terwujudnya tujuan tertentu. Esensi mendasar objek formal dan
material administrasi adalah terciptanya hubungan antara pengatur dengan yang
diatur dalam konteks kerja sama manusia.
Kajian filsafat administrasi masih jarang dijumpai di berbagai
perpustakaann, tetapi yang banyak ditemukan adalah filsafat pada umumnya.
Menurut Makmur bukanlah menjadi hambatan dalam mempelajari filsafat
administrasi, karena administrasi adalah salah satu cabang ilmu yang asal mulanya
bersumber dari filsafat.
Administrasi yang merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia serta
dihasilkan untuk menciptakan keteraturan menuju terwujudnya tujuan bersama,
adalah salah satu ilmu yang banyak diminati masyarakat umum. Melalui kacamata
filsafat, diharapkan masyarakat mengetahui esensi dasar dari ilmu administrasi
tersebut.

B.            Rumusan Masalah


1. Bagaimana Jenis dan sifat kebenaran ilmu filsafat ?
2. Apa hakikat, kedudukan, fungsi dan peran filsafat ?
3. Perbedaan kesamaan ilmu pengetahuan filsafat dan agama ?
4. Bagaimana ragam hubungan ilmu pengetahuan dan filsafat?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Administrasi


Secara etimologi (Bahasa). Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani,
yaitu philosophia. Kata philosophia ini dalam bahasa Arab disebut falsafah, dalam
bahasa Inggris disebut philosophy, dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat.
Philosophia sendiri terbentuk dari dua kata, yaitu philo yang artinya cinta dan
shophia yang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, philoshopia atau filsafat,
secara etimologi, artinya cinta kebijaksanaan.
Menurut Masykur Arif Rahman, kata cinta kebijaksanaan ini mempunyai
arti luas. Cinta bisa berarti cita-cita atau keinginan. Orang yang memiliki cinta atau
keinginan akan berusaha menggapai sesuatu yang ia inginkan, atau akan berusaha
meraih yang dicintai. Sedangkan kebijaksaan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki beberapa pengertian, yaitu selalu menggunakan akal budi
(pengalaman dan pengetahuannya), arif, cakap, cermat, pandai, dan hari-hati. Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan adalah
pengetahuan dan kepandaian yang mendalam. Jadi, secara sederhana “cinta
kebijaksanaan” atau filsafat dapat dipahami sebagai keinginan untuk mengetahui
segala sesuatu secara mendalam.
Adapun pengertian filsafat secara terminologis atau istilah merujuk pada
beberapa pendapat beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan istilah filsafat.
Plato mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan yang asli. Sedangkan Aristoteles memberikan pengertian filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat
keindahan).
Dengan memperhatikan batasan-batasan yang tentunya masih banyak yang
belum dicantumkan, dapat ditarik benang merahnya sebagai kesimpulan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara
mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya.
2
Sejalan dengan pembahasan diatas, maka pengertian filsafat administrasi
adalah proses berpikir secara matang, berstruktur, dan mendalam terhadap hakikat
dan makna yang terkandung dalam materi ilmu administrasi . Memang disadari atau
tidak, sesungguhnya ilmu administrasi memfokuskan diri terhadap aspek manusia,
terutama pelaksanaa aktifitas, dilakukan secara kerjasama. Dalam mewujudkan
kerja sama diperlukan kematang pengaturan dan ketertiban dalam keteraturan agar
upaya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat terwujud dengan
baik dan memuaskan dari seluruh yang terlibat.

B. Jenis dan Sifat Kebenaran Ilmu Filsafat

1. Ontologi Administrasi
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang “yang
ada”. “Yang ada” disini memiliki pengertian yaitu : pertama, istilah ini
menunjuk terhadap apa-apa yang benar-benar ada di dunia, baik “yang ada”
sebagai kenyataan, yang tampak di depan mata ataupun dapat dicerap oleh
pancaindera.
Pemikiran ontologi dalam administrasi tentunya diawali dari
pembuktian, atau dengan kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar
dan mendalam sampai ke akar permasalahan yang sesungguhnya dan dapat
diberlakukan kapan dan dimana saja serta relatif fundamental kandungan
kebenarannya. Ontologi ilmu administrasi mencari pengertian menurut asal
mula dan akar kata yang paling terdalam.
Dengan kata lain, ontologi administrasi adalah pemikiran yang
berdasarkan hakikat dan makna yang dikandung ilmu administrasi itu sendiri
sebagai salah satu cabang ilmu administrasi.
a. Kedudukan Ontologi Administrasi
Kedudukan ontologi administrasi adalah merupakan pangkal dasar
dalam pengembangan pemikiran terhadap pembenaran dan kebenaran yang
dikandung oleh ilmu administrasi itu sendiri.
Ontologis ilmu administrasi bercorak total daripada hal-hal yang
bercirikan abstraksi dan konkret. Ontologi ilmu administrasi yang bercirikan
asbtraksi karena hanya berada dalam pikiran manusia yang sifatnya sangat
3
tidak terbatas dan jangkauannya hanya dapat dijangkau akal pikiran.
Sedangkan ontologi administrasi yang bercirikan konkret karena memang
dapat diamati langsung oleh pancaindra manusia dan hasilnya secara
langsung dapat dinikmati.

b. Metode Ontologi Administrasi


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ontologi administrasi
diperlukan metode berpikir yang bekerja cepat dan tepat. Dengan demikian,
ontologi administrasi senantiasa menanyakan sesuatu yang telah dimengerti
atau dikenal, karena pertanyaan adalah bagian dari nalar sebagai produk
pemikiran manusia.
Pemahaman ontologi ilmu administrasi senada dengan keinsafan
manusia terhadap dirinya sendiri sebelum melaksanakan berbagai aktiftasnya.
Segala perkembangan, baik pada diri sendiri manusia ataupun pada bidang
ilmu administrasi telah termuat dalam batas-batas kemampuan kedua hal
tersebut, tidak akan dapat melampauinya. Yang ada di luar batasannya tidak
akan dapat dipertanyakan, karena memang bukan batas dalam pikiran
manusia di bidang administrasi.
c. Potensi Ontologi Administrasi
Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu
administrasi adalah pemikiran manusia terhadap isi dunia ini. Pada
hakikatnya, tidak ada halangan atau hambatan bagi para ilmuwan administrasi
dimana saja dan kapan saja untuk melakukan tindakan dan pemikiran tentang
penciptaan pengaturan dan keteraturan it secara optimal. Segala jenis
bipolaritas yang mensyaratkan terciptanya pengaturan dan keteraturan dalam
ilmu administrasi menunjukan adanya kemungkinan, dan bahkan keinginan
akan integritas secara maksimal.
Kewajiban para ilmuwan administrasi dalam rangka berpikir,
berdasarkan pemikiran ontologi secara kebenaran transidental dan kebenaran
empirikal, terletak pada struktur penalaran setiap ilmuwan administrasi.
Jikalau terjadi kekurangan harmoni, kekurangan kebenaran, dan kebaikan,
4
maka hal itu bukanlah muncul dari hakikat ontologi ilmu administrasi, tetapi
merupakan suatu kejadian entah karena alasan apa dan kenyataan selalu ada,
sepanjang masih ada yang ada.
d. Normatif Ontologi Administrasi
Keberadaan hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara
transidental dan empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek
utama. Kebenaran adalah keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam
hal pemberian pengertian atau pemahaman terhadap ontologi ilmu
administrasi, dan kedua, kebaikan adalah keharmonisan dalam hal penilaian
dan pilihan nilai terhadap ontologi ilmu administrasi.
Namun, kebenaran dan kebaikan ontologi ilmu administrasi dalam
kehidupan dan penghidupan manusia bukanlah dua hal yang berdampingan
saja, tetapi merupakan suatu bipolaritas struktur dalam pemikiran manusia itu
sendiri. Kebenaran dan kebaikan senantiasa selalu dalam kesejajaran dan
seukuran.
e. Positivisme Administrasi
Aliran positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal
dari hati nurani manusia yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran
hati nurani ini diproses dalam pemikiran dengan menghubungkan realita
konkret maupun realita abstraksi tentang fenomena atau nomena administrasi,
yang selanjutnya dipersepsikan melaluis suatu argumentasi.
f. Rasionalisme Administrasi
Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan di bidang administrasi. Paham rasionalisme
beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal pikiran. Disamping
itu, aliran rasionalisme, tidak mengingkari adanya pengalaman, tetapi
pengalaman itu menjadi perangsang terhadap proses pemikiran. Descartes,
sebagai pelopor aliran rasionalisme, senantiasa berusaha menemukan suatu
kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi sehingga mengantarkan manusia
kepada cahaya terang.

2. Epistemologi Ilmu Administrasi

5
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme
biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata,
atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan
yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Secara istilah, epistemologi adalah bagian filsafat yang
membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal
mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.
Ilmu pengetahuan di bidang administrasi adalah suatu pernyataan
terhadap materi atau konten, bentuk atau form, serta objek formal dan
materiilnya. Secara epistemologi, ilmu administrasi cenderung untuk
membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual
seseorang. Pengetahuan ilmu administrasi dapat membawa manusia kepada
peristiwa kesadaran dari dari seluruh pemaknaan yang dikandung ilmu
administrasi itu sendiri.
a. Objektivisme Administrasi
Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan
adanya makna apriori (kebenaran dasar) sebagai realita fundamnetal dan tidak
relatif, sedangkan kebenaran realita yang telah mengalami perubahan dari
nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteriori. Berpikir
apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep
objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam
perkembangannya mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam
bidang ilmu administrasi. Pertama, kesadaran objek administrasi itu sendiri.
Kedua, kesadaran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek
administrasi. Ketiga, pemahaman terhadap hubungan yang terjadi
antarberbagai entitas, baik perbedaan maupun persamaannya.
Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat
dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang objek materialnya,
adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian secara detail tentang makna
kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang mempelajari ilmu
administrasi. Kedua, dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu
administrasi memiliki ruang lingkup kajian dengan metode yang jelas.
b. Subjektivisme Administrasi
6
Fenomena sosial menunjukan bahwa pemikiran subjektivisme telah
berada di semua lini kehidupan, baik kehidupan birokrasi, pengusaha,
maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, semuanya menghendaki keadilan,
tetapi yang dirasakan adalah ketidakadilan. Karl Marx memberikan
argumentasi tentang rasa keadilan dengan pembagian sesuatu “ambillah
masing-masing menurut kemampuannya” dan “berilah masing-masing
menurut kebutuhannya”.
c. Skeptisisme Administrasi
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami seseorang
akibat tidak terpenuhinya sesuatu yang diinginkan.
Akar permasalahan terjadinya skeptisisme rupanya menunjukan jenis
kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh para birokrasi bersangkutan
sebagai pengelola administrasi negara yang berdampak negatif , dimana
kepercayaan publik semakin berkurang dan kecurigaan semakin bertambah.

3. Aksiologi Administrasi
Aksiologi membahas tentang nilai dalam kehidupan manusia.
Aksiologi mencakup dua cabang filsafat yang terkenal yaitu etika dan
estetika. Etika membahas hal buruk dan baik perbuatan manusia, dan estetika
membicarakan tentang keindahan.
Aksiologi ilmu administrasi adalah suatu usaha yang dilakukan
secara sadar dan terencana dalam angka pemanfaatan, atau dengan kata lain
penerapan ilmu administrasi yang teratur dan produktif. Ilmu administrasi
yang dimanfaatkan secara positif memungkinkan manusia lebih leluasan
untuk berinteraksi dengan sesama manusia maupun dengan lingkungannya,
demikian juga bahwa ilmu administrasi dapat meningkatkan martabat
manusia. Karena dengan memanfaatkan kebenaran ilmu administrasi akan
semakin teruji kualitasnya serta semakin tampak bahwa ilmuwan administrasi
sebagai makhluk yang termulia di muka bumi ini.

C. Hakikat, Kedudukan, Fungsi dan Peran Filsafat


1. Hakikat dan Kedudukan Filsafat

7
Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material dan
objek formal. Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran
penyelidikan, sedangkan objek formal adalah metode untuk memahami objek
material.
Secara umum, objek material filsafat terbagi atas tiga bagian, yaitu yang ada
dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan.
Sedangkan objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan rasional tentang segala yang ada (Endraswara, 2015).
Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu
objek material yang didekati melalui pendekatan radikal, menyeluruh, dan rasional.
Sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya juga merupakan bagian dari
ilmu karena ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih terdapat
ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu (Latif, 2015).

Tujuan kehadiran dan pembelajaran filsafat ilmu antara lain sebagai berikut:
1) Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2) Mempertahankan, menunjang, dan melawan atau berdiri netral dan pandangan
filsafat lainnya.
Menurut Achmadi (dalam Susanto, 2016), mempelajari filsafat ilmu sangat
penting karena dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan
yang di dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh
manusia.
Muhammad Erwin (dalam Latif, 2015) memaparkan empat manfaat dalam
mempelajari filsafat ilmu, yaitu:
1) Menghindari timbulnya pandangan bahwa pengertian sudah menjamin
perbuatan, namun pengertian serba sedikit menjadi tantangan ilmu filsafat
dapat dugunakan sebagai pedoman kenyataan dalam kehidupan sehari-hari,
baik sebagai individu maupun anggota masyarakat.
2) Sebagai pandangan hidup yang mantap yang akan menentukan kriteria baik
buruknya tingkah laku kita yang telah kita pilih dan atas dasar keputusan batin
kita sendiri, manusia telah memiliki kebebasan dan kepribadian sendiri.

8
3) Mengurangi dan menghindari gejala negatif dalam hidup (negative thinking)
agar hidup lebih terarah dan tepat.
4) Memiliki tingkah laku hidup bertujuan, yang didasarkan dan ditentukan oleh
filsafat hidupnya agar tingkah lakunya lebih bernilai

2. Peran Filsafat Ilmu


a. Penerang (Eksplaining)
Eksplaining berasal dari bahasa inggris dari kata eksplain yang
berarti menerangkan dan menjelaskan. Ilmu dapat berfungsi sebagai
penjelas untuk menerangkan segala sesuatu yang ada disekitar manusia.
Penjelas suatu teori dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
deduktif, probalistik, fungsionil, dan genetik. Penjelasan deduktif
menggunakan penalaran deduktif untuk menjelaskan suatu gejala
dengan menarik kesimpulan yang logis dari premis-premis yang telah
diketahui hubungannya terlebih dahulu. Pejelasan probalistik ialah
penjelasan yang menggunakan penalaran induktif untuk menjelaskan suatu
gejala dengan menarik generalisasi dari sejumlah kasus dan fakta, dimana
generalisasi bersifat peluang yang dapat berupa kemungkinan dan
kemungkinan itu hampir dapat dipastikan. Penjelasan fungsional ialah
penjelasan yang meletakkan suatu objek penyelidikan pada tempat
tertentu dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang
mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu. Sedangkan
penjelasan genetik ialah penjelasan yang didasarkan faktor-faktor genetik
yang telah ada sebelumnya. (Widia Fitri, 2004: 14).
b. Pengira (Predicting)
Ilmu bagi kehidupan manusia dapat berperan sebagai pengira
terhadap suatu fenomena yang ditemui oleh manusia tersebut. Ilmu yang
dimiliki oleh manusia telah terwujud dalam berbagai bentuk teori-teori
yang ada. Teori biasanya menerangkan hubungan dua variable atau lebih
dalam suatu hubungan kausalitas. Teori adalah pengetahuan ilmiah yang
memberi penjelasan terhadap pertanyaan “mengapa”. Teori yang ada
tersebut memberi manfaat kepada untuk memperkirakan sesuatu
kemungkinan yang akan terjadi, misalnya berkaitan dengan ilmu astronomi,
9
dapat membantu manusia untuk memprediksi kemungkinan terjadi gerhana.
Contoh lain adalah teori ilmu alam mengatakan bila besi dipanaskan, maka
besi itu akan memuai, maka dari pernyataan ini telah dapat dipahami dan
mengira kenapa setiap yang berjenis logam ketika dipanaskan memuai.
(Widia Fitri, 2004: 16). Itulah ilmu yang mempunyai peran sebagai
pengira suatu keadaan atau kejadian.

10
c. Pengatur (Controling)
Ketika manusia sudah mampu untuk meramal sesuatu yang akan
terjadi dengan berpijak kepada ketentuan ilmu, maka fungsi control dapat
dijalankan. Hal ini bertujuan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Misalnya pada masalah gempa bumi dengan kekuatan 7,1 SK ketika manusia
mengetahui ilmu yang berkaitan dengan geofisika, manusia dapat
memperkirakan akibat yang mungkin terjadi dikarenakan gempa tersebut
apakah akan menimbulkan tsunami atau tidak. Sehingga manusia dapat
mengatur apa yang harus dilakukannya sebelum hal itu terjadi untuk
mengantisipasi terjadinya musibah yang sangat besar.
d. Pemberdaya (Empowering)
Dengan adanya ilmu, maka maka sesuatu yang dulunya tidak
bermanfaat dapat di dayagunakan untuk kesejahteraan hidup manusia.
Manusia dengan berbagai disiplin ilmu yang berhasil dikembangkannya,
telah berhasil menemukan berbagai temuan untuk memanfaatkan segala
sesuatu yang ada di sekitarnya dengan sebaik-baiknya. Misalnya saja,
manusia sebelumnya tidak mengetahui bahwa tanaman bahwa suatu
tanaman mempunya kasiat dan manfaat yang tinggi untuk kesehatan,
setelah manusia mengetahui maka hal tersebut manusia memberdayakan
dan menggunakan tanaman tersebut dengan sebaik-baiknya, dan
melestarikannya sesuai dengan disiplin ilmu yang ada, baik
mencangkoknya, kloning, rekayasa genetika dan lainya.
Jujun S Suria Sumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu” menyebutkan
buku-buku ilmuan yang tebal itu pada hakikatnya sama saja dengan buku-
buku primbon tukang ramal, yakni menjelaskan, meramal, dan
mengontrol. Tentu saja yang berbeda adalah azas dan prosedurnya:
menjelaskan, meramal, mengontrol inflasi kita yang menggunakan azas
dan prosedur keilmuan, sedangkan menjelaskan, meramal, mengontrol
telapak tangan kita menggunakan asaz dan prosedur perklenikan. Dengan
demikian, tidak heran kalau dalam memecahkan masalah-masalah
kehidupan orang yang tidak selalu datang pada ilmuan melainkan kepada
dukun. Keduanya melakukan fungsi yang sama m e s k i p u n asas dan
prosedurnya berbeda. Pilihan antara keduanya tergantung dengan
kepercayaan kita, artinya dalam memecahkan masalah kehidupan, apakah

11
kita mempercayai azas dan prosedur keilmuan atau perklenikan. Tingkat
dan kepercayaan seseorang memang berbeda, kepercayaan seseorang
tergantung kepada pendidikan, kepercayaan masyarakat tergantung pada
kebudayaan. (Jujun S. Suriasumantri, 1990: 366-368).

3. Fungsi Filsafat Ilmu


Dalam pandangan Islam, ilmu tersebut mempunyai banyak fungsi
diantaranya adalah :
a. Sarana paling utama menuju taqwa
Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah
hal yang tidak dapat disangkal. Karena ketaqwaan itu sendiri identik
dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang benar bersumber dari al-
Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (umat
terdahulu)
b. Amalan yang tidak terputus pahalanya
Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim,
sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan
yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan dan
diamalkan, serta merupakan amalan yang akan tetap mengalir
pahalanya meskipun telah wafat.
c. Pondasi utama sebelum berkata dan beramal
Ilmu memiliki kedudukan yang penting dalam agama Islam, oleh
karena itu ahli sunnah wal jama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi
utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh
Imam dalam Shahihnya dalam Bab ilmu sebelum berkata dan beramal.
Berdasarkan firman Allah Swt :
Artinya : “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang
Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki- laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”(QS.
Muhammad : 19)
Syaihk Shalih al-Usmani mengatakan : dengan ayat di atas
imam Bukhari berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu
sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas

12
bahwa manusia harus berilmu lebih dahulu sebelum ia beramal dan
berkata.
d. Sebagai kebutuhan rohani
Salah satu bentuk metode tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat
permainan iblis

D. Perbedaan dan Kesamaan Ilmu Pengetahuan Filsafat dan Agama

Persamaan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan:


1. Baik ilmu maupun filsafat keduanya merupakan pengetahuan manusia.
2. Baik ilmu maupun filsafat keduanya berpangkal pada akal manusia untuk
mencapai suatu kebenaran.
3. Filsafat sebagai suatu ilmu (yaitu ilmu filsafat) dengan ilmu pengetahuan
keduanya memiliki syarat-syarat ilmiah dan keduanya merupakan suatu
sistem pengetahuan manusia yang bersifat rasional dan sistematis.
Persamaan ilmu, filsafat dan Agama:
1. Baik ilmu, filsafat dan agama bertujuan sekurang-kurangnya berusaha
berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
2. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang
alam dan manusia.
3. Filsafat dengan wataknya sendiri yang menghampiri kebenaran, baik tentang
alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh
ilmu, karena diluar atau di atas batas jangkauannya), ataupun tentang tuhan.
4. Agama dengan karakteristiknya memberikan jawaban atas segala persoalan
asasi yang dipertanyakan manusia ataupun tentang tuhan.
5. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya merupakan hasil dari sumber yang
sama yaitu akal, budi,rasio, reason, nous, rede, vertand, dan vernun manusia.
Sedangkan agama bersumberkan wahyu dari Allah swt.
6. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran denan jalan penyelidikan (riset,
research), pengalaman (empiri), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu
ujian.
7. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan
(mengembarakan atau mengelanakan ) akal budi secara radikal (mengakar)

13
dan integral, serta universal (mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan
apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
8. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama
dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah
asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi firman ilahi untuk manusia.
9. Kebenaran ilmu pengetahuan ialah kebenaran fositif (berlaku sampai dengan
saat ini ), Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak
dapat dibuktikan secara empiri, reset dan eksperimental). Baik kebenaran
ilmu maupun filsafat, kedua-duanya nisbi (relative).
10. Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolute) karena agama adalah
wahyu yang diturunkan oleh zat yanh Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha
sempurna, yaitu Allah swt. Baik ilmu maupun filsafat,kedua-duanya
bermulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya dan iman.
Perbedaan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan:
1. Filsafat merupakan suatu induk ilmu pengetahuan.
2. Filsafat bersifat refleksif yaitu mempertanyakan dan membahas tentang
suatu objek. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak bersifat refleksif.
3. Filsafat membahas segala sesuatu secara menyeluruh dan universal,
sedangkan ilmu hanya membahas pada gejala-gejala yang sangat khusus dan
dari sudut pembahasan yang khusus
4. Filsafat bersifat spekulatif, artinya mengajukan dugaan yang rasional yang
melampaui batas-batas fakta. Sedangkan ilmu hanya menjelaskan fakta
dengan segala hubungannya.
5. Ilmu hanya menjelaskan fakta terutama fakta empiris, sedangkan filsafat
memahami, menginterpretasikan dan menafsirkan fakta secara rasional.
6. Filsafat membahas objek secara menyeluruh baik meliputi gejala empiris
maupun nonempiris, adapun ilmu hanya menerangkan gejala empiris dan
bersifat khusus.
Perbedaan Filsafat dan Agama:
1. Filsafat berpangkal tolak pada akal budi beserta seluruh potensi batiniah
manusia.
2. Agama bersumber pada wahyu tuhan, manusia hanya menerima dengan
sesuatu iman dan ketakwaannya.

14
3. Filsafat bersifat rasional, komprehensif dan sistematis yang terbatas pada
kebenaran secara akal budi manusia. Adapun agama tidak dapat dikenakan
sistem kebenaran yang menggunakan hukum-hukum akal manusia.
4. Persamaan Filsafat dan Agama Filsafat dan agama bertujuan untuk
mengemukakan suatu kebenaran yang hakiki

E. Ragam Hubungan ilmu Pengetahuan dan Filsafat

1. Ketiganya baik ilmu, filsafat maupun agama merupakan sumber atau wadah
kebenaran (obyektivitas) atau bentuk pengetahuan.
2. Dalam pencarian kebenaran (obyektivitas) ketiga bentuk pengetahuan itu
masing-masing mempunyai metode, sistem dan mengolah obyeknya
selengkapnya sampai habis-habisan.
3. Ilmu bertujuan mencari kebenaran mikrokosmos (manusia), makro-kosmos
(alam) dan eksistensi Tuhan/Allah
4. Agama bertujuan untuk kebahagiaan umat manusia dunia akhirat dengan
menunjukkan kebenaran asasi dan mutlak itu, baik mengenai mikro-kosmos
(manusia), makro-kosmos (alam) maupun Tuhan/Allah itu sendiri

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara etimologi (Bahasa). Kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu
philosophia. Kata philosophia ini dalam bahasa Arab disebut falsafah, dalam bahasa
Inggris disebut philosophy, dan dalam bahasa Indonesia disebut filsafat. Philosophia
sendiri terbentuk dari dua kata, yaitu philo yang artinya cinta dan shophia yang berarti
kebijaksanaan. Dengan demikian, philoshopia atau filsafat, secara etimologi, artinya
cinta kebijaksanaan.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang “yang ada”. “Yang
ada” disini memiliki pengertian yaitu : pertama, istilah ini menunjuk terhadap apa-apa
yang benar-benar ada di dunia, baik “yang ada” sebagai kenyataan, yang tampak di
depan mata ataupun dapat dicerap oleh pancaindera.
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori.
Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang dalam bahasa
Inggrisnya menjadi theory of knowledge
Aksiologi membahas tentang nilai dalam kehidupan manusia. Aksiologi
mencakup dua cabang filsafat yang terkenal yaitu etika dan estetika. Etika membahas
hal buruk dan baik perbuatan manusia, dan estetika membicarakan tentang keindahan
Berdasarkan pemaparan materi tentang filsafat ilmu di disajikan diatas, maka
penulis memberi kesimpulan sebagai berikut.

1. Asal mula ilmu adalah filsafat, karena filsafat merupakan ‘ruang pemikiran’ yang
terlebih dahulu melakukan pembahasan tentang segala yang ada secara sistematis,
rasional, dan logis termasuk yang empiris, sehingga ilmu berperan sebagai satu
obyek kajian filsafat serta arah pertumbuhan dan perkembangan segala ilmu
merujuk pada filsafat.

2. Sejarah mencatat bahwa proses perkembangan ilmu sebagai pengetahuan yang


bersifat ilmiah tidak berlangsung secara ringkas, tetapi membutuhkan waktu yang

16
sangat panjang dimulai dari lahirnya filsafat yang menghasilkan ilmu pengetahuan
dasar pada zaman Yunani kuno, berlanjut pada zaman Islam klasik, beralih ke
zaman renaissance, zaman modern, hingga tiba pada zaman kontemporer. Bahkan,
perkembangan ilmu masih berlangsung hingga hari ini.

3. Dasar ilmu terdiri atas tiga cabang, yaitu ontologi (hakikat ilmu), epistemologi
(cara mendapatkan pengetahuan), dan aksiologi (nilai guna pengetahuan).
Ilmu tidak muncul ke dalam kehidupan manusia dengan sendirinya, tetapi diawali
dengan pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan pada batas pemikiran dan
inderawi tetap sebagai pengetahuan, sedangkan pengetahuan yang dibuktikan
kebenarannya melalui proses dan metode ilmiah sudah bisa disebut sebagai ilmu.

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi
penulis khususnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://anonymousdx.blogspot.com/2016/05/makalah-filsafat-administrasi.html

https://ajoefahmi.blogspot.com/2016/05/perbedaan-dan-persamaan-filsafat-ilmu.html
https://www.kompasiana.com/19130086/5f808b968ede4864be12ca12/refleksi-peranan-
dan-fungsi-filsafat

https://www.viva.co.id/vstory/lainnya-vstory/1350632-hakikat-filsafat-ilmu?
page=3&utm_medium=page-3

https://id.berita.yahoo.com/hakikat-filsafat-ilmu-042201105.html?
guccounter=1&guce_referrer=aHR0cHM6Ly93d3cuZ29vZ2xlLmNvbS8&guce_re
ferrer_sig=AQAAAGvFzS4fl6DLQTdzTk3kMi2dpEQdxSuYyvIo6lKjGqWJHf33
Ta9ZK9sNUFfztezS60KUeNn9eyEl64-yhXEPOlvTp1dE-
kdAQIC_iAahEwABVOGSH-bJIm7CJA6jdy0-
5QmQrxLszb1P7Vx4cZ8NZTrF9fh8tTFFZYVfza5VMLd5

18

Anda mungkin juga menyukai