Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

TCR PADA Ny.M DI RUANGAN PERAWATAN

RSU PENDAU TAMBU

NAMA: JESICA ENTJAURAU

NIM: PO7120318055

CI RUANGAN PEMBIMBING AKADEMIK

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI DIV KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021


KONSEP TEORI

A. Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung

pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak di sertai/tanpa perdarahan

intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya konstitusi dari otak (Nugroho,2001).

Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul

maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekkannya subtansi alba, iskemia,

dan pengaruh masa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak

(batticaca,2008)

Berdasarkan definisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu

kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda

tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak dan jaringan

otak yang disertai atau tanpa pendarahan.


B. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

1. Minor

 SKG 13 – 15

 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Sedang

 SKG 9 – 12

 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

 Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat

 SKG 3 – 8

 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

3. Cedera akibat kekerasan.


D. Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”


sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan
hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa
lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang
menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada
seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak
tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan

Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

G. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
I. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai

berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

J. Rencana Pemulangan

1. Jelaskan tentang kondisi klien yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

2. Ajarkan keluarga klien untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,

perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari

pemberian obat.

4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,

mempertahankan jalan nafas selama kejang.

5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di

rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan

ROM bila klien mengalami gangguan mobilitas fisik.

6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman


K. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar  tanyakan
pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
L. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma kepala.


2. Ansietas b.d ancaman status pada kesehatan
3. Resiko tinggi infeksi dengan faktor trauma jaringan

N DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


O
1 Nyeri akut b.d trauma NOC: Setelah dilakukan asuhan NIC:
-Kaji secara komphrehensif tentang
kepala keperawatan selama 5X24jam pasien
nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik
mampu untuk dan onset, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas/beratnya nyeri,
Mengontrol nyeri dengan indikator:
dan faktor-faktor presipitasi
-Mengenal factor-faktor penyebab -Observasi isyarat-isyarat non
verbal dari ketidaknyamanan,
nyeri
khususnya dalam ketidakmampuan
-Mengenal onset nyeri untuk komunikasi secara efektif
-Berikan analgetik sesuai dengan
-Melakukan tindakan pertolongan
anjuran
non-analgetik -Gunakan komunikiasi terapeutik
agar pasien dapat mengekspresikan
-Menggunakan analgetik
nyeri
-Melaporkan gejala-gejala kepada -Kaji latar belakang budaya pasien
-Tentukan dampak dari ekspresi
tim kesehatan
nyeri terhadap kualitas hidup: pola
-Mengontrol nyeri tidur, nafsu makan, aktifitas
kognisi, mood, relationship,
pekerjaan, tanggungjawab peran
Keterangan: -Kaji pengalaman individu
terhadap nyeri, keluarga dengan
1 = tidak pernah dilakukan
nyeri kronis
2 = jarang dilakukan -Evaluasi tentang keefektifan dari
tindakan mengontrol nyeri yang
3 =kadang-kadang dilakukan
telah digunakan
4 =sering dilakukan -Berikan dukungan terhadap pasien
dan keluarga
5 = selalu dilakukan pasien
-Berikan informasi tentang nyeri,
seperti: penyebab, berapa lama
terjadi, dan tindakan pencegahan

Menunjukan tingkat nyeri -kontrol faktor-faktor lingkungan


Indikator: yang dapat mempengaruhi respon
-Melaporkan nyeri pasien terhadap ketidaknyamanan
-Melaporkan frekuensi nyeri
(seperti: temperatur ruangan,
-Melaporkan lamanya episode nyeri
penyinaran, dll)
-Mengekspresi nyeri: wajah
-Anjurkan pasien untuk memonitor
-Menunjukan posisi melindungi
sendiri nyeri
tubuh
- Kegelisahan
-Perubahan respirasi rate
-perubahan Heart Rate

2 Ansietas b.d ancaman NOC : NIC :


status pada kesehatan
 Anxiety self-control Anxiety reduction (penurunan
 Anxiety level kecemasan)
 Coping
- Jelaskan semua prosedur
Kriteria hasil : dan apa yang dirasakan
selama prosedur
 Klien mampu
- Temani pasien untuk
mengidentifikasi dan
memberikan keamanan dan
mengungkapkan gejala cemas
mengurangi takut
 Mengindentifikasi,
- Dengarkan dengan penuh
mengungkapkan dan
perhatin
menunjukkan tehnik untuk
- Dorong pasien untuk
mengontrol cemas
mengungkapkan perasaan,
 Vital sign dalam batas normal
ketakutan, dan persepsi
 Postur tubuh, ekspresi wajah,
- Instruksikan pasien
bahasa tubuh dan tingkat
menggunakan teknik
aktivitas menunjukkan
relaksasi
berkurangnya kecemasan

3 Resiko tinggi infeksi dengan NOC : NIC :


faktor trauma jaringan
 Immune status Infection control (control infeksi)
 Knowledge
- Monitor gejala dan tanda
 Risk control
infeksi sistemik dan local
Kriteria hasil : - Berikan perawatan kulit
pada area epidema
 Klien bebas dari tanda dan
- Inspeksi luka
gejala infeksi
- Dorong masukkan nutrisi
 Mendeskripsikan proses
yang cukup
penularan penyakit, factor
- Instruksikan pasien untuk
yang mempengaruhi
minum antiobiotik sesuai
penularan serta
resep
penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
 Jumlah leukosit dalam
batas normal
 Menunjukkan perilaku
hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

i. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung

Seto; 2001.

ii. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC;

1996.

iii. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.

iv. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;

1999.

v. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,

EGC, Jakarta

vi. Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification

(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Anda mungkin juga menyukai