NIM: PO7120318055
A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak di sertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya konstitusi dari otak (Nugroho,2001).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekkannya subtansi alba, iskemia,
dan pengaruh masa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak
(batticaca,2008)
Berdasarkan definisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda
tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak dan jaringan
1. Minor
SKG 13 – 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
2. Sedang
SKG 9 – 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
3. Berat
SKG 3 – 8
C. Etiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada
area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi.
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
G. Komplikasi
1. Perdarahan ulang
2. Kebocoran cairan otak
3. Infeksi pada luka atau sepsis
4. Timbulnya edema serebri
5. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
6. Nyeri kepala setelah penderita sadar
7. Konvulsi
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
I. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
J. Rencana Pemulangan
perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
i. Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto; 2001.
ii. Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC;
1996.
iii. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
iv. Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC;
1999.
v. Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
EGC, Jakarta
vi. Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification