Anda di halaman 1dari 81

PENGEMBANGAN MODUL DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

BERBASIS INTERTEKTUALITAS PADA MATERI


STOIKIOMETRI KELAS X

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk
Memenuhi Persyaratan
Penulisan Skripsi

Oleh :
Zilsia Witami
1830208055

Program Studi Pendidkan Kimia

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
A. Latar Belakang
Stoikiometri adalah lmu yang menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan
dan produk dalam reaksi kimia . Hal yang menyatakan bahwa materi stoikiometri
merupakan kajian tentang hubungan-hubungan kuantitatif dalam reaksi kimia.
Pemaknaan lebih luas menjelaskan bahwa stoikiometri mempelajari aspek
kuantitatif rumus dan reaksi kimia, hal tersebut diperoleh melalui pengukuran
massa, volume, jumlah dan sebagainya yang terkait dengan atom, ion atau rumus
kimia serta saling keterkaitannya dalam suatu mekanisme reaksi kimia (Ernawati,
2015:18).
Siswa dituntut untuk menguasai dan memahami materi stoikiometri karena
materi ini digunakan untuk menghitung mol, molaritas, volume, massa molar,
Mr/Ar, persentase komposisi, rumus empiris dan rumus molekul, pereaksi
pembatas, dan air kristal pada materi selanjutnya yaitu materi titrasi asam-basa,
hidrolisis garam, larutan penyangga, termokimia, kelarutan dan hasil kali
kelarutan (Ksp), sifat koligatif, dan kesetimbangan kimia. Hal itu juga yang
menyatakan bahwa stoikiometri penting untuk semua aspek dalam kimia, hal ini
dikarenakan materi stoikiometri merupakan materi inti yang mendasari materi-
materi yang lain seperti materi termokimia, kesetimbangan kimia, dan asam-basa.
Ilmu Pengetahuan (IPA) merupakan salah satu rumpun ilmu IPA dibandingkan
secara rutin sebagai mana dilakukan melalui Trends In International Mathematics
and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assesment
(PISA). Melalui penilaian seperti ini dapat terlihat kualitas pembelajaran IPA di
Indonesia dibandingkan de- ngan negara lain (Gonzales, 2009).
Menurut data yang diperoleh dari TIMSS yang mengukur kemampuan sains
pelajar kelas X, pada tahun 1999 kemampuan IPA siswa Indonesia berada pada
urutan 32 dari 38 negara dengan nilai 435, pada tahun 2003 berada pada urutan 37
dari 46 negara dengan nilai 420, pada tahun 2007 berada pada urutan 35 dari 49
negara dengan nilai 427, dan tahun 2011, nilai rata-rata siswa Indonesia untuk
kemampuan sains hanya menempati urutan ke-40 dari 42 negara. Berdasarkan
hasil PISA yang mengukur kemampuan sains pelajar usia 15 tahun, pada tahun
2000 kemampuan IPA siswa Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 41 negara
dengan nilai kemampuan sains Indonesia sebesar 393, pada tahun 2003 berada
pada urutan ke-38 dari 40 negara dengan nilai kemampuan sains Indonesia sebesar
395, pada tahun 2006 berada pada urutan ke-50 dari 57 negara dengan nilai
kemampuan sains Indonesia sebesar 393, pada tahun 2009 berada pada urutan ke-
60 dari 65 negara dengan nilai kemampuan sains Indonesia sebesar 383, dan pada
tahun 2012 berada pada urutan ke-64 dari 65 negara dengan nilai kemampuan
sains Indonesia sebesar 382.
Data dari TIMSS dan PISA tersebut memberikan gambaran tentang
ketidaksesuaian pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di lapangan sehingga
kemampuan sains siswa masih yang digunakan untuk mengukur kemajuan
pendidikan suatu negara. Pemahamansiswa suatu negara terhadap rendah. Hal ini
disebabkan karena siswa hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghafal.
Padahal siswa seharusnya didorong untuk mengembangkan kemampuan
berfikirnya. Pembelajaran dengan cara menghafal tersebut akan menyebabkan
siswa hanya akan pintar secara teori tetapi sangat miskin aplikasi. Permasalahan
yang timbul di atas mengarahkan pemerintah untuk menghadirkan kuri- kulum
baru yang sekarang dikenal dengan kurikulum 2013.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kevalidan hasil pengembangan modul kimia berbasis multipel
representasi pada materi stoikiometri kelas X ?
2. Bagaimana kepraktisan hasil pengembangan modul kimia berbasis multipel
representasi pada materi stoikiometri kelas X?
3. Bagaimana keefektifan hasil pengembangan modul kimia berbasis multipel
representasi pada materi stoikiometri kelas X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kevalidan modul kimia berbasis multipel representasi pada
materi stoikiometri kelas X
2. Mengetahui kepraktisan modul kimia berbasis multipel representasi pada
materi stoikiometri kelas X
3. Mengetahui keefektifan modul kimia berbasis multipel representasi pada
materi stoikiometri kelas X

D. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian harus berguna, baik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti dan manfaat bagi peneliti sendiri
maupun bagi pengembangan negara pada umumnya
a. Bagi Siswa
Modul kimia berbasis multipel representasi yang dihasilkan dari penelitian ini
diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep stoikiometri
sekaligus mengembangkan kemandirian siswa dalam memahami konsep
stoikiometri.

b. Bagi Guru
Modul kimia berbasis multipel representasi yang dihasilkan dari penelitian ini
dapat digunakan guru sebagai bahan ajar alternatif yang dapat meningkatkan
kemampuan memahami konsep stoikiometri.

c. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan, serta pengalaman yang
berhubungan dengan modul pembelajaran, sehingga mampu diaplikasikan
dan dimanfaatkan setelah menjadi guru atau pengajar.

E. Kerangka Teori
A. Penelitian dan Pengembangan (research and development)
1. Pengertian Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D)
pada hakikatnya merupakan suatu upaya dalam mengembangkan suatu
prototipe suatu alat atau perangkat berbasis riset. Istilah Research and
Development (R&D) pada mulanya digunakan dalam bidang industri untuk
mengambarkan bagaimana prototipe suatu produk industri dikembangkan
melalui serangkaian berbagai riset yang cermat, dan setelah prototipe
dihasilkan melalui berbagai studi dan diuji melalui berbagai eksperimen,
selanjutnya diproduksi secara masal. Umumnya, Penelitian dan
pengembangan atau Research and Development (R&D) dilaksanakan secara
jangka panjang (longitudinal), menggunakan berbagai metode riset dalam
siklus tertentu, dan dilakukan oleh suatu tim pakar dalam berbagai bidang
terkait (Ali & Asrori, 2014:103).
Sugiyono (2014:407) berpendapat bahwa metode penelitian dan
pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.
Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang
bersifat analisis kebutuhan (digunakan metode survey atau kualitatif) dan
untuk menguji keefektifan produk tersebut (digunakan metode eksperimen).
Untuk dapat menghasilkan produk tertentu, digunakan penelitian yang
bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut
supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian
untuk menguji keefektifan produk tersebut.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Sukmadinata (2007:164) bahwa
penelitian pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah
studi proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru
atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggung
jawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat
keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau
di laboratorium tetapi bisa juga perang kat lunak (software), seperti program
komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau
laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan,
bimbingan, evaluasi, manajemen, dan lain-lain.
Penelitian dan pengembangan Research and Development (R&D)
bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses pengembangan.
Kegiatan penelitian yang diintregasikan selama proses pengembangan
produk. Oleh sebab itu, di dalam penelitian ini perlu memadukan beberapa
jenis metode penelitian antara lain jenis penenlitan survei dengan
eksperimen atau action research dan evaluasi. Produk penelitian dan
pengembangan dalam bidang pendidikan dapat berupa model, media,
peralatan, buku, modul, alat evaluasi dan perangkat pembeljaran; kurikulum,
kebijakan sekolah, dan lain-lain. Setiap produk yang dikembangkan
membutuhkan prosedur yang penelitian berbeda (Mulyatiningsih,
2014:161).
2. Tahapan Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
Borg & Gall (1983:775) yang dikutip oleh Mulyatiningsih (2014:163)
mengembangkan 10 tahapan dalam mengembangkan model, yaitu:
1. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting),
termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan, penelitian
dalam skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja
penelitian.
2. Perencanaan (Planning), termasuk dalam langkah ini menyusun rencana
penelitian yang meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang
berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai
pada setiap tahapan, desain atau langkah-langkah penelitian dan jika
mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas;
3. Pengembangan draf produk (Develop preliminary form of prduct), yaitu
mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan.
Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen pendukung,
menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi
terhadap kelayakan alat-alat pendukung. Contoh pengembangan bahan
pembelajaran, proses pembelajaran dan insterumen evaluasi;
4. Ujicoba lapangan awal (Preliminary field testing), yaitu melakukan
ujicoba lapangan awal dalam skala terbatas, dengan melibatkan 1 sampai
dengan 3 sekolah, dengan jumlah 6-12 subyek. Pada langkah ini
pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara,
observasi atau angket;
5. Merevisi hasil uji coba (Main product revision), yaitu melakukan
perbaikan terhadap produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil
ujicoba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu
kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam ujicoba terbatas,
sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diujicoba lebih
luas;
6. Ujicoba lapangan utama (Main field testing), biasanya disebut ujicoba
utama yang melibatkan khalayak lebih luas, yaitu 5 sampai 15 sekolah,
dengan jumlah subyek 30 sampai dengan 100 orang. Pengumpulan data
dilakukan secara kualitatif, terutama dilakukan terhadap kinerja sebelum
dan sesudah penerapan ujicoba. Hasil yang diperoleh dari ujicoba (desain
model) yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan demikian
pada umumnya langkah ini menggunakan rancangan penelitian
eksperimen.
7. Penyempurnaan produk hasil uji lapangan (operational product revision,
yaitu melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil ujicoba lebih
luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain
model operasional yang siap divalidasi;
8. Uji pelaksanaan lapangan (operational field testing), yaitu langkah uji
validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan. Dilaksanakan
pada 10 sampai dengan 30 sekolah melibatkan 40 sampai dengan 200
subyek. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi
dan analisis hasilnya. Tujuan langkah ini adalah untuk menentukan
apakah suatu model yang dikembangkan benar-benar siap dipakai di
sekolah tanpa harus dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh
peneliti/pengembang model;
9. Penyempurnaan produk akhir (final product revision), yaitu melakukan
perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan
produk akhir (final);
10. Diseminasi dan implementasi (Dissemination and impementation), yaitu
langkah menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan kepada
khalayak/masyarakat luas, terutama dalam kancah pendidikan. Langkah
pokok dalam fase ini adalah mengkomunikasikan dan mensosialisasikan
temuan/model, baik dalam bentuk seminar hasil penelitian, publikasi
pada jurnal, maupun pemaparan kepada skakeholder yang terkait dengan
temuan penelitian.
B. Pengembangan Media Modul Pembelajaran
1. Pengertian Modul Pembelajaran
Modul adalah suatu cara pengorganisasian materi pelajaran yang
memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan
urutan penyajian materi pelajaran, dan synthesizing yang mengacu pada
upaya untuk menunjukkan kepada pembelajar keterkaitan antara fakta,
konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran
(Indriyanti & Susilowati, 2010: 2).
Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari
secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk
belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar
sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran
pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang
terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa
pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada
murid-muridnya (Lestari, 2014:155).
Rusman (Listanti, 2016:3) yang menyatakan bahwa modul merupakan
paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk
kepentingan belajar siswa dan biasanya memiliki komponen petunjuk guru,
lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, kunci lembar kerja, lembar tes,
dan kunci lembaran tes. Hal ini juga diperkuat oleh Kurniasih dan Sani yang
menyatakan bahwa, modul dapat pula dikatakan sebagai bahan ajar yang
disajikan secara sistematis sehingga siswa dapat belajar secara mandiri
dengan atau tanpa bantuan guru (Listanti, 2016: 3). Menurut Widodo (2013:
2) yang menjelaskan bahwa modul merupakan paket program pembelajaran
yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi standar kompetensi,
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, serta cara
mengevaluasinya yang dirancang secara sistematis dan menarik. Modul
akan memacu kemandirian peserta didik dalam menerima materi
pembelajaran yang berkualitas.
2. Fungsi Modul Pembelajaran
Modul sebagai sumber belajar mandiri hendaknya disusun secara efektif
dan terperinci sehingga siswa dapat dengan mudah menangkap isi dari
modul tersebut. Selain itu penulisan modul juga harus dapat membangkitkan
gairah siswa dengan penyampaian materi yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Hal ini dikarenakan inti dari pembuatan modul sendiri
adalah agar siswa dapat leluasa dalam belajar meskipun tidak didampingi
guru atau dilingkungan sekolah. Sebagai salah satu bentuk bahan ajar,
modul memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Menurut
Prastowo dalam Rosidah & Puspasari (2016:3) modul berfungsi sebagai
berikut.
a. Bahan ajar mandiri, siswa dapat belajar sendiri tanpa tergantung
kehadiran guru.
b. Pengganti fungsi guru, modul mampu menjelaskan materi pembelajaran
dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa.
c. Sebagai alat evaluasi, untuk mengukur dan menilai tingkat penguasaan
materi siswa.
d. Sebagai bahan rujukan bagi siswa.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa fungsi modul sebagai bahan ajar
mandiri, bahan rujukan serta sebagai alat evaluasi bagi peserta didik.
Menurut Asyhar (2011) (Permadi, 2013:110) yang menyatakan bahwa
modul adalah salah satu media pembelajaran yang digunakan sebagai
sumber belajar bagi siswa dan sebagai sumber materi atau panduan
mengajar bagi seorang guru. Selain itu juga modul merupakan salah satu
bentuk bahan ajar berbasis cetakan yang dirancang untuk belajar secara
mandiri oleh peserta pembelajaran karena itu modul dilengkapi dengan
petunjuk untuk belajar mandiri.
Hal ini ditambahkan oleh Widodo, dkk (2013: 2) yang menyatakan
bahwa penerapan modul pembelajaran dapat mengkondisikan kegiatan
pembelajaran lebih terencana dengan baik, mandiri, tuntas dan dengan hasil
yang jelas, peserta didik dapat melakukan aktifitas belajar kapan dan dimana
saja. Pradana & Triyanto (2013:49) menyatakan bahwa media pembelajaran
modul juga memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut:
1. Modul membuat tujuan pembelajaran jelas, spesifik dan dapat dicapai
oleh pelajar lebih terarah untuk mencapai kompetensi atau kemampuan
yang diajarkan dengan mudah dan langsung;
2. Modul memberikan balikan (feedback) yang banyak dan langsung,
sehingga pelajar dapat mengetahui taraf ketuntasan hasil belajarnya.
3. Modul dapat digunakan sebagai perbedaan kemampuan pelajar, antara
lain. mengenai kecepatan belajar, cara belajar dan bahan pelajaran;
4. Modul dapat digunakan menumbuhkan motivasi pelajar, sehingga
efektivitas pembelajaran akan mengalami peningkatan.

C. Multipel Representasi
Desyana (2014:2) menyatakan bahwa untuk memahami ilmu kimia siswa
dituntut memiliki kemampaun multipel representasi. Representasi
makroskopik, mikroskopik, dan simbolik disebut pula multipel representasi.
Menurut Farida yang dikutip oleh Nurpratami (2015:353) menyatakan bahwa
multipel representasi merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan
berbagai metode representasi untuk memfasilitasi keterhubungan tiga level
representasi kimia (makroskopik, submikroskopik dan simbolik). Pemahaman
pelajar ditunjukan oleh kemampuannya untuk mentransfer dan
menghubungkan antara level makroskopik, submikroskopik dan simbolik atau
sering disebut dengan interkoneksi multiple level representasi kimia (IMLR).
Herawati (2013:39) berpendapat bahwa multipel representasi merupakan
bentuk representasi yang memadukan antara teks, gambar nyata, atau grafik.
Pembelajaran dengan multiple representasi diharapkan mampu untuk
menjembatani proses pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kimia.
Representasi kimia dikembangkan berdasarkan urutan dari fenomena yang
dilihat, persamaan reaksi, model atom dan molekul, dan simbol. Tingkat
makroskopis yang bersifat nyata dan mengandung bahan kimia yang kasat
mata dan nyata. Tingkat submikroskopis juga nyata tetapi tidak kasat mata
yang terdiri dari tingkat partikulat yang dapat digunakan untuk menjelaskan
pergerakan elektron, molekul, partikel atau atom. Yang terakhir adalah tingkat
simbolik yang terdiri dari berbagai jenis representasi gambar maupun aljabar.
Indrayani (2013:109) menyatakan bahwa fenomena kimia digambarkan
dan dijelaskan oleh para ahli kimia menggunakan level-level representasi yang
meliputi representasi makroskopik, mikroskopik, dan simbolik. Representasi
makroskopik merupakan level konkret, dimana pada level ini siswa
mengamati fenomena yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Fenomena yang
diamati dapat berupa timbulnya bau, tejadinya perubahan warna, pembentukan
gas danterbentuknya endapan dalam reaksi kimia. Representasi ini
memberikan penjelasan pada level partikel dimana materi digambarkan
sebagai susunan dari atom-atom, molekul-molekul dan ion-ion, sedangkan
representasi simbolik digunakan untuk merepresentasikan fenomena
makroskopik dengan menggunakan persamaan kimia, persamaan matematika,
grafik, mekanisme reaksi, dan analogi-analogi (Indrayani, 2013:109-110).

D. Materi Stoikiometri
1. Pengertian Stoikiometri
Istilah stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu stoicheion yang
berarti unsur dan metron yang berarti mengukur. Istilah ini digunakan lebih
luas dan meliputi perhitungan zat dan campuran kimia (Petrucci, 1992:58).
Hasil pengkajian secara eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah
terhadap materi, telah melahirkan beberapa hukum dasar diantaranya hukum
konverersi massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan
berganda, dan hukum perbandingan volume (Sunarya, 2010:67) :
a. Hukum Konservasi Massa (Hukum Lavoisier)
Antoine Laurent Lavoisier (1783) merupakan orang pertama yang
melakukan pengamatan ilmiah yang tepat untuk mempelajari perubahan
kimia. Ia menimbang zat-zat sebelum dan sesudah perubahan kimia
terjadi. Penimbangan ini dilakukannya bukan hanya untuk za-zat yang
berupa padatan maupun cairan saja, tetapi juga gas. Sejumlah besar
pengamatannya menunjukan bahwa massa semua zat yang mengalami
perubahan kimia sama dengan zat-zat yang terbentuk pada perubahan
kimia itu. Tentu saja penimbangan yang dilakukannya terbatas pada
batas- batas ketelitian pengamatan massa yang dapat dilakukan pada
saat itu. Oleh karena sifatnya yang mendasar dan umum, maka
penemuan Lavoisier itu disebut suatu hukum yang kemudian dikenal
sebagai Hukum Kekekalan Massa, yang dinyatakan sebagai berikut
(Sudarmin, dkk, 2016: 2)
b. Hukum Komposisi Tetap
Joseph Louis Proust (1799) menganalisis berbagai macam senyawa.
Ia menunjukan bahwa susunan dan perbandingan jumlah unsur-unsur
yang membentuk senyawa tertentu, tidak bergantung tempat senyawa
itu diperoleh ataupun cara pembentukan senyawa itu. Perbandingan
massa hidrogen dan oksigen dalam air adalah tetap 1 : 8, tidak
bergantung air tersebut berasal dari air sumur, air laut, atapun yang
berasal dari pembakaran minyak bumi. Menurut Sudarmin, dkk
(2016:2) pengamatan Proust ini kemudian dikenal sebagai hukum
perbandingan tetap, yang dinyatakan sebagai berikut: “Perbandingan
massa unsur-unsur yang membentuk senyawa tertentu yang murni,
adalah tetap”.
c. Hukum Perbandingan Berganda
Gas multikomponen, yakni campuran yang terdiri dari dua atau lebih
gas, hukum gas ideal masih dapat digunakan, dengan catatan masih
memperhitungkan komposisi campurannya. Maka persamaan gas ideal
untuk masing-masing komponen dapat dituliskan sebagai berikut
(Sunarya, 2010:104) :
d. Hukum Perbandingan Volume
Reaksi pembentukan sebuah senyawa tidak selalu dalam bentuk
padat, namun juga terjadi dalam bentuk gas. Pada tahun 1808 ilmuawan
Perancis, Joseph Louis Gay Lussac, berhasil melakukan berbagai
percobaan/reaksi menggunakan berbagai macam gas dengan volume
sebagai titik perhatiannya. Menurut Gay Lussac 2 volume gas hidrogen
bereaksi dengan 1 volume gas oksigen membentuk 2 volume uap air.
Reaksi pembentukan uap air berjalan sempurna, memerlukan 2 volume
gas hidrogen dan 1 volume uap air. Dari hasil eksperimen dan
pengamatannya disimpulkan bahwa “volume gas-gas yang bereaksi dan
volume gas-gas hasil reaksi, jika diukur pada suhu dan tekanan yang
sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana” (Zulfikar,
2008: 88). Hukum Boyle-Gay Lussac dapat ditulis dengan bentuk
(Sunarya, 2010: 97):
e. Hipotesis Avogadro
Berkaitan dengan fakta yang ditemukan oleh Gay Lussac (1811),
seorang pakar kimia Italia bernama Amadeo Avogadro mengajukan
hipotesis “konsep molekul” untuk menjelaskan fakta yang ditemukan
Gay- Lussac. Hipotesis itu berbunyi (Sudarmin, dkk, 2016:2) : “pada
suhu dan tekanan yang tetap, semua gas apapun yang volumenya sama
akan mengandung jumlah molekul yang sama”. Pada temperatur dan
tekanan yang sama (Sudarmin, dkk, 2016:2) :

2. Konsep Mol
a. Konsep Mol
Satu mol adalah zat yang mengandung jumlah partikel yang sama
dengan jumlah partikel yang terdapat dalam 12 gram atom 12C.
Jumlah partikel dalam 12 gram atom 12C yang ditentukan
berdasarkan hasil eksperimen adalah 6,02 x 1023. Bilangan 6,02 x
1023 dikenal dengan nama tetapan Avogadro yang dilambangkan
dengan NA2 (Zulfikar, 2008:107). Bilangan Avogadro (6,02 x 1023)
merupakan jumlah yang sangat besar (Petrucci, 1992: 58). Dengan
mempertimbangkan aspek massa zat, 1 mol zat didefinisikan sebagai
massa zat t ersebut yang sesuai dengan massa molekul relatifnya (Mr)
atau massa atomnya (Ar) (Zulfikar, 2008:92).
b. Molaritas (M)
Molaritas adalah satuan konsentrasi larutan untuk menyatakan
jumlah mol zat terlarut per liter larutan. dilambangkan dengan huruf
M. Secara matematis dapat diungkapkan dengan persamaan (Sunarya,
2010: 91) : Jika pembilang dan penyebut pada persamaan diatas dibagi
oleh bilangan 1000, nilai molaritas tidak berubah. Satuan mol/1000
adalah milimol (mmol), dan satuan Liter/1000 adalah miliLiter (mL).
c. Massa Molar
Massa molar adalah massa dari satu mol atom (Sunarya,
2010:78). Massa molar dilambangkan Mm dengan satuan gram/mol.
Massa molar berkaitan erat dengan pengertian massa atom relatif
(Ar) dan massa molekul relatif (Mr).
d. Volume Molar
Volume molar menyatakan volume untuk tiap I mol gas. Oleh
karena itu, volume molar sangat dipengaruhi oleh temperatur dan
tekanan. Dalam ilmu kimia, kondisi temperatur 0oC dan tekanan 1
atm dianggap sebagai kondisi standar yang biasa disingkat dengan
STP (standard temperature and pressure). Berdasarkan hipotesis
Avogadro, setiap gas yang memiliki volume sama pada suhu dan
tekanan sama mengandung jumlh molekul yang sama (Sunarya,
2010:114). Jika volume gas diukur pada temperatur dan tekanan
tertentu maka persamaan yang digunakan adalah persamaan umum
gas. Secara matematis, persamaan umum gas adalah sebagai berikut
(Sunarya, 2010: 84).
3. Massa Atom Relatif (Ar) dan Massa Molekul Relatif (Mr)
Sudarmin, dkk (2016:14) menjelaskan bahwa salah satu bagian dari teori
atom Dalton menyatakan atom memiliki massa yang berbeda, jika unsurnya
berbeda. Penentuan massa atom suatu unsur dapat diterangkan dengan atom
Dalton. Massa atom relatif adalah harga rata-rata massa atom suatu unsur.
Massa Atom Relatif diberi simbol Ar yang sampai sekarang digunakan
sebagai pengganti Berat Atom. Massa Molekul Relatif yang diberi simbol
Mr dipergunakan untuk menyatakan massa (dalam gram) satu mol suatu
senyawa. Istilah Massa Molekul Relatif atau Massa Rumus Relatif yang
diberi simbol Mr adalah b istilah yang sampai sekarang dipergunakan
sebagai pengganti istilah Berat Molekul (BM).
4. Persen Komposisi Senyawa
Persen komposisi (percent composition) adalah persentase massa dari
tiap unsur yang terkandung dalam suatu senyawa. Persen komposisi ini
diperoleh dengan membagi massa tiap unsur dalam 1 mol senyawa dengan
massa molar senyawa tersebut dikalikan 100 persen. Secara matematis,
persen komposisi sebuah unsur dalam suatu senyawa dapat dituliskan
sebagai berikut (Chang, 2003:65).
5. Rumus Empiris dan Rumus Molekul
a. Rumus Empiris
Rumus empiris adalah rumus kimia yang mencirikan jenis atom dan
rasio dari jumlah atom-atom penyusunnya, rumus empiris tidak
menyatakan rumus molekulnya, seagai contoh rumus empiris dari
(CH)n , rumus molekul diketahui jika nilai n diketahui (Zulfikar,
2008:98).
Rumus paling sederhana dari suatu molekul dinamakan rumus
empiris, yaitu rumus molekul yang menunjukan perbandingan atom-atom
penyusun molekul paling sederhana dan merupakan bilangan bulat.
Rumus empiris merupakan merupakan rumus molekul yang diperoleh
dari percobaan. Rumus empiris dapat juga menunjukan rumus molekul
apabila tidak ada informasi tentang massa molekul relatif tentang
senyawa itu (Sunarya, 2010:82).
b. Molekul
Rumus molekul adalah ungkapan yang menyatakan jenis dan jumlah
atom dalam suatu senyawa yang merupakan satu kesatuan sifat. Jika
dihubungkan dengan rumus empiris, maka rumus molekul dapat diart
ikan sebagai kelipatan dari rumus empirisnya. Untuk menyatakan rumus
molekul suatu zat dilakukan dengan cara menuliskan lambang kimia tiap
unsur yang ada dalam molekul itu dan jumlah atom dituliskan di kanan
lambang kimia unsur secara subscript (Sunarya, 2010:85).

F. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development).
Sugiyono (2014:407) menyatakan bahwa research development adalah
metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan
menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian dan pengembangan bertujuan
untuk menghasilkan sebuah produk baru atau menyempurnakan produk yang
sudah ada yang dapat dipertanggung jawabkan. Produk yang dihasilkan tidak
harus berbentuk benda perangkat keras (hardware) namun juga dapat berupa
benda yang tidak kasat mata atau perangkat lunak (software). Produk yang
dihasilkan (dalam dunia pendidikan) dapat berupa model pembelajaran,
multimedia pembelajaran atau perangkat pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan atau research and
development (R&D), pada penelitian ini akan dikembangkan sebuah modul
pembelajaran kimia berbasis multiple representasi pada materi stoikiometri.
Tahap-tahapan pengembangan yang akan dilakukan oleh peneliti sesuai
dengan tahapan yang dijelaskan oleh Borg & Gall (1983:775) yang dikutip
oleh Mulyatiningsih (2014: 163):
1) Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting),
termasuk dalam langkah ini peneliti melakukan studi literatur, analisis
kebutuhan, dan identifikasi masalah;
2) Perencanaan (Planning), pada tahap ini peneliti berencana membuat
rancangan modul kimia berbasis multipel representasi pada materi
stoikiometri yang nantinya akan digunakan oleh siswa maupun guru dalam
pembelajaran;
3) Pengembangan draf produk (develop preliminary form of product), pada
tahap ini mulai disusun rancangan awal modul kimia berbasis multiple
representasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Kemudian dilakukan
validasi terhadap rancangan awal produk oleh pakar yang ahli dalam
bidangnya;
4) Ujicoba lapangan awal (preliminary field testing), setelah produk dan
perangkat penelitian siap untuk digunakan, kegiatan selanjutnya adalah
menguji coba produk, ujicoba produk ini dilakukan oleh 9 orang siswa;
5) Merevisi hasil ujicoba (preliminary product revision), setelah desain
produk divalidasi dan diketahui kelemahan nya maka peneliti akan
merevisi produk yang dikembangkan;
6) Ujicoba lapangan utama (main field testing), pada tahap ini peneliti
memilih sampel seluruh siswa kelas X IPA 1 yang berjumlah 30 siswa;
7) Revisi produk (operasional product revision), revisi yang dilakukan
bersifat penyempurnaan pertama bentuk modul kimia berbasis multipel
representasi.
Tahapan-tahapan penelitian dan pengembangan dilakukan peneliti hanya
sampai tahap ketujuh dari sepuluh tahap, dengan mempertimbangkan bahwa
melalui tujuh langkah telah memperlihatkan hasil yang meningkat berupa
instrumen bersifat valid, praktis, dan efektif (Sugiarti, 2015:77).
2. Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel Representasi
Modul yang dikembangkan oleh peneliti merupakan modul kimia berbasis
multipel representasi. Penelitian ini merujuk pada penelitian dari Nurpratami
tahun 2015 yang mengembangkan bahan ajar berbasis multipel representasi
pada materi yang berbeda yaitu materi laju reaksi. Herawati (2013:39)
menyatakan bahwa multipel representasi merupakan bentuk representasi yang
memadukan antara teks, gambar nyata, atau grafik. Representasi kimia
dikembangkan berdasarkan urutan dari fenomena yang dilihat, persamaan
reaksi, model atom dan molekul, dan simbol. Tingkat makroskopik yang
bersifat nyata dan mengandung bahan kimia yang kasat mata dan nyata.
Tingkat mikroskopik juga nyata tetapi tidak kasat mata yang terdiri dari
tingkat partikulat yang dapat digunakan untuk menjelaskan pergerakan
elektron, molekul, partikel atau atom. Yang terakhir adalah tingkat simbolik
yang terdiri dari berbagai jenis representasi gambar maupun aljabar.
Modul yang dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan aturan yang
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008 mencakup
bagian pembuka, bagian inti, dan bagian penutup. Bagian pembuka terdiri
dari judul, kata pengantar, daftar isi, peta konsep, deskripsi modul, prasyarat
modul, petunjuk penggunaan modul, tujuan akhir, dan cek kemampuan.
Bagian inti terdiri dari uraian materi, penugasan, dan rangkuman. Bagian
penutup terdiri dari glossary/daftar istilah, tes akhir, dan daftar pustaka.
3. Multipel Representasi
Herawati (2013:39) menyatakan bahwa multipel representasi merupakan
bentuk representasi yang memadukan antara teks, gambar nyata, atau grafik.
Representasi kimia dikembangkan berdasarkan urutan dari fenomena yang
dilihat, persamaan reaksi, model atom dan molekul, dan simbol. Tingkat
makroskopik yang bersifat nyata dan mengandung bahan kimia yang kasat
mata dan nyata. Tingkat mikroskopik juga nyata tetapi tidak kasat mata yang
terdiri dari tingkat partikulat yang dapat digunakan untuk menjelaskan
pergerakan elektron, molekul, partikel atau atom. Yang terakhir adalah
tingkat simbolik yang terdiri dari berbagai jenis representasi gambar maupun
aljabar.
4. Stoikiometri
Menurut Zidny (2015:43) yang menyatakan bahwa level makroskopik
pada materi stoikiometri yaitu fenomena kimia yang benar-benar dapat
diamati secara langsung termasuk di dalamnya pengalaman siswa setiap hari,
atau suatu gejala kimia yang dapat dirasakan dengan panca indera. Yang
kedua level mikroskopik yaitu suatu fenomena kimia yang tidak dapat mudah
dilihat secara langsung, dalam istilah partikel seperti elektron, atom dan
molekul. Sedangkan level simbolik, yaitu bentuk materi kimia dalam formula
atau persamaan reaksi.
Stoikiometri adalah materi yang diajarkan di kelas X semester genap SMA
1 Sp padang . Adapun sub materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hukum-hukum dasar kimia yang meliputi hukum kekekalan massa, hukum
proust, hukum perbandingan berganda, hukum gay lussac dan hipotesis
avogadro, Perhitungan kimia yang meliputi massa molekul relatif dan massa
rumus relatif serta konsep mol.

G. Metodelogi Penelitian
1. Waktu dan Tempat penelitian
Semester genap tahun 2020/2021 di SMA N 1 Sp padang
2. Bentuk Penelitian
Brog dan Gall (Sugiyono,2011:408) menyatakan bahwa penelitian dan
pengembangan atau Reasearch and Development (R&D) merupakan metode
penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-
produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Model
pengembangan menurut Borg & Gall (1983:775) yang dikutip oleh
Triyandana, dkk (2015:131) melaksanakan strategi penelitian pengembangan
sepuluh langkah, yaitu : 1) Penelitian dan pengumpulan data (research and
information collecting), 2) Perencanaan (planning), 3) Pengembangan draf
produk (develop preliminary form a product), 4) Ujicoba lapangan awal
(preliminary field testing), 5) Merevisi hasil ujicoba (main product revision),
6) Ujicoba lapangan utama (main field testing), 7) Penyempurnaan produk
hasil uji lapangan (operational product revision), 8) Uji pelaksanaan lapangan
(operational field testing), 9) Penyempurnaan produk akhir (final product
revision), dan 10) Diseminasi dan implementasi (dissemination and
implemention).
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2011:117). Populasi dalam penelitian ini meliputi seluruh siswa
SMA N 1 SP PADANG pada tahun 2020/2021, sebanyak 2 kelas yakni
kelas X IPA1 dan IPA 2 dengan total siswa keseluruhan sebanyak 60 siswa
yang belum menerima materi stoikiometri.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2014:118). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan yaitu purposive sampling, dengan pertimbangan hasil belajar
dan diskusi dengan guru. Borg and Gall (Mulyatiningsih, 2012:163)
membatasi jumlah sampel dalam ujicoba lapangan awal melibatkan sekitar
6-12 orang sampel. Peneliti mengambil sampel rata-rata sekitar 9 siswa
dalam ujicoba lapangan awal yang merujuk pada penelitian dari Widodo,
dkk pada tahun 2013. Menurut Widodo, dkk (2013:6) menyatakan bahwa
uji coba lapangan awal melibatkan siswa kelas X IPA 2 dipilih masing-
masing 3 orang berkemampuan tinggi, 3 orang berkemampuan sedang dan
3 orang berkemampuan rendah dalam mata pelajaran kimia. Kemudian
dalam ujicoba lapangan utama Borg and Gall (Mulyatiningsih, 2012: 164)
menyarankan mengambil sampel yang lebih banyak yaitu melibatkan
sekitar 30-100 orang sampel. Uji coba lapangan utama dipilih seluruh
siswa kelas X IPA 1 yang berjumlah 30 orang siswa.
Prosedur penelitian dan pengembangan modul pembelajaran kimia
berbasis multipel representasi ini mengacu pada metode R & D yang
dikembangkan oleh Borg and Gall (Mulyatiningsih, 2012:163). Penelitian
dan pengembangan modul pembelajaran kimia berbasis multipel
representasi dilakukan tujuh langkah yaitu (Sugiarti, 2015:77):
1. Penelitian dan pengumpulan data (research and information collecting)
Pada tahap ini peneliti melakukan analisis kebutuhan dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang menimbulkan permasalahan
sehingga perlu ada pengembangan produk baru (Mulyatiningsih,
2012:163). Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
sebagai berikut:
a) Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan ditinjau dari silabus pembelajaran yang
menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Analisis
dilakukan pada silabus Kimia Kurikulum 2013 kelas X IPA
semester genap pada materi stoikiometri.
b) Kajian Literatur
Kajian literatur merupakan salah satu kegiatan penelitian yang
mencakup memilih teori-teori hasil penelitian, mengidentifikasi
literatur, menganalisis dokumen, serta menerapkan hasil analisis
sebagai landasan teori bagi penyelesaian masalah dalam penelitian
(Sangadji & Sopiah, 2010:125). Analisis kajian literatur terhadap
teori-teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan
berkaitan dengan pentingnya bahan ajar modul kimia berbasis
multipel representasi.
c) Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor
yang menimbulkan permasalahan sehingga perlu ada
pengembangan produk baru.
2. Uji Coba Lapangan Utama (main field testing)
Menguji keefektifan produk, digunakan penelitian pre-experimental
dengan bentuk one group postest design dimana X adalah perlakuan dan
O adalah nilai sesudah perlakuan. (Sugiyono, 2014:111):
3. Revisi produk (operasional product revision
Revisi yang dilakukan pada tahap ini, bersifat penyempurnaan
pertama bentuk utama perangkat yang dikembangkan. Revisi produk
selalu dilakukan setelah produk diterapkan atau diujicobakan. Hal ini
dilakukan terutama apabila ada kendala-kendala baru yang belum
terpikirkan pada saat perancangan. Masukan dan saran dalam uji coba
lapangan utama dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merevisi
produk modul kimia berbasis multipel representasi. Secara umum,
prosedur penelitian dapat dilihat pada
4. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Menurut Sugiyono (2011:300) yang menyatakan bahwa, pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber dan cara. Adapun
teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik wawancara
Sangadji & Sopiah (2010:171) yang menyatakan bahwa wawancara
merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian. Teknik
wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau
hubungan dengan responden. Instrumen yang digunakan telah disiapkan
beberapa pertayaan-pertanyaan tertulis yang ditujukan ke guru mata
pelajaran kimia (Lampiran A-1) dan 10 orang siswa kelas XI IPA yang
memiliki kemampuan berbeda-beda pada mata pelajaran kimia
(Lampiran A-2) (Prilita, 2013:3).
2. Teknik komunikasi tidak langsung.
Teknik komunikasi tidak langsung yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kepraktisan penggunaan modul pembelajaran kimia berbasis
multipel representasi materi stoikiometri yaitu kuisioner atau angket.
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011:199).
Menurut Sangadji & Sopiah (2010:171) yang menyatakan bahwa teknik
kuisioner atau angket memberikan tanggung jawab kepada responden
untuk membaca dan menjawab pertanyaan. Instrumen yang digunakan
adalah angket respon siswa (Lampiran B-15). Angket yang digunakan
dalam penelitian ini berbentuk skala Likert dengan jumlah 4 pilihan
jawaban. Wicaksono, dkk (2014:540) menyatakan bahwa untuk pilihan 4
mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat
Tidak Setuju (STS).
3. Teknik Observasi Langsung
Teknik observasi langsung digunakan untuk mengamati keterlaksanaan
proses pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran kimia
berbasis multipel representasi. Teknik observasi langsung pada penelitian
ini menggunakan instrumen lembar observasi (Susanto, 2014:71).
4. Teknik Pengukuran
Teknik pengukuran dibuat untuk mengetahui keefektifan modul
pembelajaran kimia berbasis multipel representasi. Instrumen yang
digunakan adalah soal posttest (Lampiran B-11) dengan bentuk soal
essay. Soal essay atau test essay yaitu tes yang menghendaki agar siswa
memberikan jawaban dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat yang
disusun sendiri (Hadi & Haryono, 2005:139).5.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah penting untuk memperoleh
temuan-temuan hasil riset. Analisis data pada penelitian modul kimia berbasis
mutipel representasi ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan
keefektifan.
1. Analisis Kevalidan Modul Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel
Representasi
Analisis kevalidan modul pembelajaran kimia berbasis multipel
representasi dilakukan oleh ahli materi dan ahli media menggunakan lembar
validasi yaitu lembar validasi ahli materi (Lampiran B-2), dan lembar
validasi ahli media (Lampiran B-6) menggunakan skala likert. Modul
pembelajaran kimia berbasis multipel representasi dikatakan valid jika
memiliki kriteria kevalidan sebesar 61% - 80% (Asyhari & Silvia, 2016:7).
Peraturan Pemerintah No.19/2005 (Asyhar & Silvia, 2016:7) menyebutkan
bahwa buku teks yang baik memiliki empat komponen yaitu kelayakan isi,
kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan, beserta penjelasannya. Penilaian
dalam modul pembelajaran kimia berbasis multipel representasi oleh ahli
meliputi beberapa aspek, yaitu:
a. Tampilan, meliputi: keteraturan desain, kejelasan cetak huruf dan gambar,
kesesuaian pemilihan jenis serta ukuran huruf dan angka, gradasi warna,
kemudahan penggunaan dan kemenarikan penampilan
b. Isi, meliputi: kesesuaian judul, kesesuaian materi dengan tujuan
pembelajaran dan kompetensi dasar, kebenaran materi, kesesuaian materi
dengan tingkat kematangan peserta didik.
2. Analisis Keefektifan Modul Pembelajaran Kimia berbasis Multipel
Representasi
Modul pembelajaran kimia berbasis multipel representasi yang
dikembangkan dikatakan efektif jika setelah mempelajari modul, siswa
tuntas secara klasikal atau lebih besar sama dengan 75% dari jumlah siswa
yang ada di kelas tersebut (Rahmadi, 2015:142). Instrumen yang digunakan
dalam analisis keefektifan modul kimia berbasis multipel representasi
menggunakan soal posttest (lampiran B-11) yang sebelumnya telah
dilakukan validasi menggunakan lembar validasi soal posttest (lampiran B-
10). Siswa dikatakan tuntas jika mendapatkan nilai lebih besar atau sama
dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75.
Daftar puskaka

Asyhari, A., & Silvia, H. (2016). Pengembangan Media Pembelajaran


berupa Buletin dalam Bentuk Buku Saku untuk Pembelajaran IPA
Terpadu. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika, Vol. 5: 1, 1-14.
Bintiningtyas, N., & Lutfi, A. (2016).Pengembangan Permainan Varmintz
Chemistry sebagai Media Pembelajaran pada Materi Sistem Periodik
Unsur. Unesa Journal of Chemistry Education, Vol. 5: 2, 302-308.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti Jilid 1 Ed- 3. Jakarta:
Erlangga.
Dharma,S. (2008). Penulisan Modul. Jakarta : Direktorat Jendral
Peningkatan Mutu Pendidikan Tenaga Kependidikan
Desyana, V. (2014). Analisis Kemampuan Multipel Representasi Siswa SMP
Negeri di Kota Pontianak pada Materi Klasifikasi Benda. Artikel
Penelitian. Pontianak.
Duwiri, I.Y, & Siregar, T. (2016). Pengembangan Modul Kimia Topik Sifat
Larutan Asam Basa Kelas XI IPA dalam Meningkatkan Kemampuan
Belajar Madiri Siswa di SMA Negeri 1 Teminabuan Kabupaten Sorong
Selatan. Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia, Vol. 4: 1, 54-65.
Ernawati, D. (2015). Upaya Peningkatan Prestasi Belajar dan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas X MIA 7 dengan Menggunakan Metode
Pembelajaran Problem Solving pada Materi Stoikiometri di SMA
Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan
Kimia, Vol. 4; 4, Hal 17-26.
Hadi, A., & Haryono. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung:
Pustaka Setia.
Herawati, F. R. (2013). Pembelajaran Kimia Berbasis Multiple Representasi
Ditinjau dari Kemampuan Belajar Laju Reaksi Siswa SMA Negeri 1:
72
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 2:
2, 38-43.
Indaryanti. (2008). Pengembangan Modul Pembelajaran Individual dalam
Mata Pelajaran Matematika di Kelas XI SMA Negeri 1 Palembang.
Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 2: 2, 36-44.
Indrayani, P. (2013). Analisis Pemahaman Makroskopik, Mikroskopik, dan
Simbolik Titrasi Asam-Basa Siswa Kelas XI IPA SMA serta Upaya
Perbaikannya dengan Pendekatan Mikroskopik. Jurnal Pendidikan
Sains, Vol. 1: 2, 109-120.
Indriyanti, Y. N., & Susilowati, E. (2010). Pengembangan Modul. Pelatihan
Pembuatan E-module bagi Guru-guru IPa Surakarta.
ANALISIS LKPD PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN
NON ELEKTROLIT DENGAN MENGGUNAKAN METODE
DISCOVERY

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk
Memenuhi Persyaratan
Penulisan Skripsi

Oleh :
Zilsia Witami
1830208055
Program Studi Pendidkan Kimia

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021

A. Latar Belakang
Pentingnya pendidikan karakter pada pembelajaran sains memberi
konsekuensi kepada para pendidik untuk dapat mengembangkan sains sebagai
salah satu media dalam membentuk pribadi peserta didik. Dalam hal ini, peserta
didik dapat diajak menelaah serta mempelajari nilai-nilai dalam sains yang
berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan atau pengajaran sains yang
holistis adalah mengajarkan sains bukan hanya materinya saja, akan tetapi juga
mengajarkan sistem nilai-nilai dan moralnya dengan cara mengambil
perumpamaan dari bahan ajar.
Karakter ilmiah peserta didik dapat dibentuk melalui proses pembelajaran
yang diintegrasikan kedalam mata pelajaran, khususnya pada mata pelajaran
kimia. Hal ini sejalan dengan penelitian Nanang Rahman dan Sri Atun (2016)
yang mengatakan bahwa mata pelajaran kimia merupakan salah satu mata
pelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan karakter peserta didik
karena pembelajaran kimia menekankan pada pengalaman belajar langsung
melalui penggunaan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Salah satu materi
kimia berbasis eksperimen yang menekankan pada pengalaman belajar langsung
melalui penggunaan keterampilan proses dan karakter (sikap) ilmiah adalah materi
larutan elektrolit dan non elektrolit di kelas X SMA Materi ini juga sangat penting
karena merupakan materi dasar yang akan didalami kembali di jenjang kelas
selanjutnya, discovery merupakan salah satu model pembelajaran discovery
berbasis aktivitas yang dapat diterapkan kedalam bahan ajar terkhusus LKPD.
Kelebihan strategi discovery yakni strategi ini dapat diterapkan untuk materi
kimia berbasis eksperimen maupun non eksperimen. Melalui metode discovery,
siswa didorong oleh rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi dan belajar mandiri,
pemahaman suatu konsep didapatkan siswa melalui proses.
Pada masing-masing langkah discovery terdapat nilai karakter yang dapat
dikembangkan. Berdasarkan nilai karakter yang muncul, maka peneliti hanya
fokus pada sikap rasa ingin tahu karena merupakan karakter (sikap) ilmiah yang
pada dasarnya harus dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran sains berbasis
eksperimen.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan maka peneliti menentukan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana tingkat validitas lembar kerja peserta didik (LKPD)
b. berbasis karakter pilar rasa ingin tahu dengan pendekatan discovery pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dikembangkan?
c. Bagaimana tingkat praktikalitas lembar kerja peserta didik (LKPD) berbasis
karakter pilar rasa ingin tahu dengan pendekatan discovery pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dikembangkan?
d. Bagaimana respon peserta didik terhadap lembar kerja peserta didik (LKPD)
berbasis karakter pilar rasa ingin tahu dengan pendekatan discovery pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dikembangkan?

C. Batasan Masalah
Berdasarkan uraian maka batasan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Keterbatasan bahan ajar yang dilengkapi dengan langkah-langkah yang
menuntun pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih
cenderung untuk mendengarkan penjelasan dari guru dari pada membaca
sendiri bahan ajar yang mereka miliki. Tugas peserta didik diambil dari satu
buku panduan dan aplikasi belajar yang belum memaksimalkan student
centered. Kemudian masih belum meratanya sikap ingin tahu dari masing-
masing peserta didik dimana ketika ketika diberi tugas tidak semua peserta
didik antusias bertanya dalam rangka memperdalam pemahaman terhadap
materi yang sedang dipelajari. Belum ada penggunaan LKPD yang didesain
sendiri terutama pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit yang
terintegrasi pendidikan karakter sikap rasa ingin tahu dengan pendekatan
discovery (penemuan terbimbing). Dari analisis buku pembalajaran dan
LKPD yang beredar di beberapa sekolah oleh penerbit Intan Pariwarapada
tahun 2016 dan 2017 lalu dapat terlihat bahwa tampilannya kurang menarik,
dicetak dengan bahan kertas koran, sangat minim gambar ilustrasi yang
menarik.
b. Perancangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis karakter
rasa ingin tahu dengan pendekatan discovery dikhususkan untuk mendukung
karakter dasar pada mata pelajaran sains materi kimia kelas X semester dua
yaitu materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat validitas lembar kerja peserta didik (LKPD)
berbasis Karakter pilar rasa ingin tahu dengan pendekatan discovery pada
materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dikembangkan.
b. Untuk mengetahui tingkat praktikalitas lembar kerja peserta didik (LKPD)
berbasis karakterrasa ingin tahu dengan pendekatan discovery pada materi
larutan elektrolit dan nonelektrolit untuk peserta didik kelas X SMA yang
telah didesain.
c. Untuk mengetahui respon pesrta didik terhadap LKPD.

E. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian harus berguna, baik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti dan manfaat bagi peneliti sendiri
maupun bagi pengembangan negara pada umum :
a. Bagi Siswa
Sebagai sumber belajar yang dapat membantu peserta didik agar lebih mudah
memahami materi kimia larutan elektrolit dan nonelektrolit dan dapat
meningkatkan sikap rasa ingin tahu peserta didik dalam belajar.

b. Bagi Guru.
Dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam proses belajar mengajar di kelas
khususnya pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit maupun sebagai
masukan dan pertimbangan untuk melakukan pengembangan bahan ajar pada
materi lainnya yang sesuai kurikulum 2013.

c. Bagi Peneliti
Dalam mengembangkan diri di bidang penelitian dan menambah pengetahuan
serta pengalaman peneliti sebagai calon pendidik. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan dasar untuk menindaklanjuti dan mengembangkan
penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

F. Kerangka Teori
1. BahanAjar
Bahan ajar adalah sebuah persoalan pokok yang tidak bisa
dikesampingkan dalam satu kesatuan pembahasan yang utuh tentang cara
pembuatan bahan ajar. Menurut National Centre for Competency Based
Training (2007), bahan ajar adalah segala bentuk yang bisa digunakan untu
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di
kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun tak tertulis.
Pandangan dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah
seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak
tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan
peserta didik untuk belajar. Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa
bahan ajar adalah informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru atau
instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Pandangan- pandangan tersebut juga dilengkapi oleh Pannen (2001) yang
mengunkapkan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran
yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Dari sumber lain dalam website dikmenjur. net,
diperoleh pengertian yang lebih aplikatif bahwa bahan ajar atau materi ajar
merupakan seperangkat materi atau substansi pembelajaran (teaching
material) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut (Udin Sari Winataputra dan Rustana Adiwinata, 1991: 165)
yang dimaksud dengan sumber bahan belajar adalah segala sesuatu yang
dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau
asal untuk belajar seseorang. Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan
bahan/ materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal
baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan
hal-hal yang baru (perubahan).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Belajar
adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan dan belajar
adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan didalam
laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Kedua pandanagan ini
menyiratkan bahwa belajar merupakan proses mental yang bersifat individual
dan sosial yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang diciptakan oleh
pendidik dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar.

2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)


a. Pengertian Lembar KegiatanPeserta Didik (LKPD)
Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)merupakan istilah lain dari
Lembar kerja Siswa. Perbedaannya yaitu Lembar Kegiatan Peserta Didik
(LKPD) istilah pada kurikulum 2013 sedangkan LKS pada kurikulum
KTSP.
Lembar Kegiatan Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. Berupa
panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan
untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan
eksperimen atau demonstrasi. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) memuat
sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan
dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.
Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu bahan
belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam
kegiatan pembelajaran peserta didik.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ialah materi ajar yang sudah
dikemas sedemikian rupa sehingga peserta didik diharapkan dapat
mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Keberadaan Lembar
Kegiatan Peserta Didik (LKPD) memberi pengaruh yang cukup besar
dalam proses belajar mengajar, sehingga penyususnan Lembar Kegiatan
Peserta Didik (LKPD) harus memenuhi berbagai persyaratan diantaranya:
syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknik.
Lembar kerja siswa (LKPD) merupakan salah satu jenis sumber belajar
atau bahan ajar atau disebut juga alat pembelajaran. Menurut Hamdani,
LKPD merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana
pendukung pelaksanaan rencana pembelajaran. LKPD berupa lembaran
kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan- pertanyyaan
yang harus dijawab oleh peserta didik). Sebagaimana diungkap dalam
Pedoman Umum Pengembanagan bahan ajar (Diknas, 2004), lembar
kegiatan peserta didik (student work sheet) adalah lembaran-lembaran
berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Menurut pandangan lain LKS bukan Lembar kegiatan siswa, akan tetapi
Lembar Kerja Siswa, sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga peserta
didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.
Dalam LKS, pesertya didik akan mendapatakan materi, ringkasan, dan
tugas yang berkaitan dengan materi. Selain itu peserta didik juga dapat
menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang
diberikan.dan, pada saat yang bersamaan peserta didik diberi materi serta
tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Dari penjelasan ini dapat kita
pahami bahwa LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-
lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk
pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik,
yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.
b. Fungsi Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
LKPD memiliki setidaknya empat fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai bahan ajar yang bisa meminilmalkan peran pendidik, namun
lebih mengaktifkan peserta didik.
2. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami
materi yang diberikan.
3. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
4. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
c. Tujuan Penyusunan LKPD
Dalam hal ini paling tidak ada empat poin yang menjadi tujuan
penyususnan LKPD, yaitu:
1. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk
berinteraksi dengan materi yang diberikan.
2. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta
didik terhadap materi yang diberikan.
3. Melatih kemandirian belajar peserta didik.
4. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta
didik.
d. Ciri-ciri Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
Ciri-ciri yang dimiliki oleh sebuah LKPD menurut Rustaman dalam
majid adalah sebagai berikut:
1. Memuat semua petunjuk yang diperlukan peserta didik
2. Petunjuk ditulis dalam bentuk sederhana dengan kalimat singkat dan
kosakata yang sesuai dengan umur dan kemampuan pengguna.
3. Berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus diisi oleh peserta didik.
4. Adanya ruang kosong untuk menulis jawaban serta penemuan peserta
didik.
5. Memberikan catatan yang jelas bagi peserta didik atas apa yang telah
mereka lakukan.
6. Memuat gambar yang sederhana dan jelas.
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan salah satu bagian
perangkat pembelajaran yang memberi pengaruh cukup besar pada proses
pembelajaran sehingga dalam penyusunannya harus memenuhi beberapa
syarat yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. Menurut
Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah sebagai berikut:
a. Syarat didaktik, mengatur tentang penggunaan Lembar Kerja Peserta
didik (LKPD) yang bersifat universal dapat digunakan dengan baik untuk
peserta didik yang lamban atau pandai. Lembar kerja peserta didik
(LKPD) lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan
yang terpenting dalam lembar kerja peserta didik (LKPD) ada variasi
stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik. Lembar
kerja peserta didik (LKPD) diharapkan mengutamakan pengembangan
kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan estestika.
Pengalaman belajar yang dialami peserta didik ditentukan oleh
pengembangan pribadi peserta didik.
b. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan
kalimat, kosakata, tingkata kesukaran, dan kejelasan dalam Lembar Kerja
Peserta Didik (LKPD).
c. Syarat teknis menekankan pada tulisan, gambar, dan penampilan dalam
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).
Syarat-syarat didaktik mengharuskan Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD) mampu mengikuti asas-asas belajar mengajar yang efektif. Syarat-
syarat knstruksi yang harus dipenuhi oleh Lembar Kerja Peserta Didik
(LKPD) antara lain mengenai penggunaan bahasa, susunan kaimat, kosa kata,
tingkat kesukaran, dan kejelasan kalimat.

2. Pendekatan Guided Discovery


Menurut Bruner dalam saputro, guided discovery peserta didik diberikan
suatu permasalahan untuk dipecahkan dan guru memberikan petunjuk, arahan,
umpan balik serta contoh-contoh untuk membimbing peserta didik dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
“Guided discovery methods, in which the student receives problems to solve
but the teacher also provides hints, direction, coaching, feedback, and/ or
modeling to keep the student on track.”
Menurut Bruner dalam Tung berpendapat bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada murid
untuk menemukan aturannya sendiri melalui konsep, teori, definisi, dan
sebagainya. Pada penemuan terbimbing bentuk bimbingan yang diberikan
guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga
diharapkan peserta didik dapat menyimpulkan (mengeneralisasikan) sesuai
dengan rancangan guru.
Langkah-langkah pembelajaran guided discovery harus dilaksanakan
secara terurut dan tepat. Kekeliruan dalam penerapan langkah-langkah
pembelajaran guided discovery akan menyebabkan tidak optimalnya proses
pembelajaran. Bruner dalam Priansa menyatakan bahwa langkah-langkah
pembelajaran guided discovery adalah:
a) Stimulus, memberikan pertanyaan atau menganjurkan peserta didik untuk
mengamati gambar maupun membaca buku mengenai materi.
b) Pernyataan Masalah, berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada
peserta didik mengidentifikasi sebanyak mungkis masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya dalam
bentuk hipotesis.
c) Pengumpulan Data, berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada
peserta didik mengumpulkan informasi.
d) Pemrosesan Data, berkaitan dengan pengolahan data yang telah diperoleh
oeh peserta didik.
e) Verifikasi, berkaitan dengan penarikan simpulan dari proses pembelajaran
yang telah dilakukan.
Kekurangan metode penemuan terbimbing seperti memerlukan banyak
waktu dalam proses pembelajaran. Di dalam kelas yang besar penggunaan
metode ini akan kurang berhasil, karena adanya kesulitan guru dan peserta
didik dalam jumlah yang banyak. Menggunakan metode penemuan
terbimbing menuntut keahlian guru yang cukup tinggi, sehingga bagi guru
dan peserta didik yang sudah biasa dengan metode konvensional mungkin
agak kesulitan dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan
metode penemuan terbimbing. Di beberapa sekolah fasilitas yang digunakan
untuk melakukan penemuan mungkin terbatas atau bahkan tidak ada, seperti
alat peraga dan lainnya sebagainya.
Guided discovery sama halnya dengan pendekatan saintifikyang juga
meliputi 5M atau lima pengalaman belajar yakni; mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menalar dan
mengkomunikasikan. Sehingga nilai karakter yang muncul pada setiap
langkah pendekatan guided discovery dapat diadaptasi dari nilai karakter pada
pendekatan saintifik yang sesuai dengan nilai karakter bangsa pada mata
pelajaran kimia. Berikut nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan dan
dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran melalui penerapan pendekatan
guided discovery:

3. Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit


a. Larutan elektrolit
Elektrolit adalah zat yang menghasilkan ion-ion dalam larutan. NaCl,
KCl, MgCl2, NH4Cl, dan (NH4)2SO4 adalah beberapa contoh elektrolit
yang dalam larutan dengan pelarut air terdisosiasi menghasilkan ion-ion.
Contoh reaksi disosiasi dari zat-zat tersebut adalah sebagai berikut.
H2O

KCl(s) → K+(aq) + Cl-(aq)


Adanya ion-ion dalam larutan ditunjukkan dengan menyalanya lampu
pada alat uji elektrolit ketika larutan ditunjuk dengan menyala lampu pada
alat uji elektrolit ketika larutan dihubungkan dengan sumber arus melalui
elektrode.
b. Non elektrolit
Nonelektrolit adalah zat yang tidak menghasilkan ion-ion dalam
larutan. Kristal gula bila dilarutkan dalam air tidak menghasilkan ion-ion.
Dalam larutan, molekul-molekul gula hasil peruraian kristal gula, hanya
mengadakan ikatan hidrogen antarmolekul dan gaya London dengan
molekul-molekul air. Pelarutan gula dalam air dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut.
H2O

C12H22O11(s) → C12H22O11(aq)

Air murni terdiri dari molekul-molekul air dan sejumlah sangat kecil
ion-ion H+ dan OH-. Air murni tidak menghantarkan arus listrik.
Dalam pelarut air, zat padat dapat dalam keadaan ion-ion maupun
molekul-molekulnya. Jika NaCl terlarut dalam air, masing-masing ion Na+
dan ion Cl- terhidrasi oleh molekul-molekul air dan bergerak secara bebas
ke seluruh medium larutan. Jika glukosa atau etanol larut dalam air, zat-zat
tersebut tidak terdapat dalam bentuk ion, melainkan sebagai molekul. Zat-
zat di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan
larutannya dinamakan larutan elektrolit. Sebaliknya, zat-zat yang di dalam
pelarut air berupa molekul disebut zat nonelektrolit dan larutan yang
terbentuk dinamakan larutan nonelektrolit.
Secara eksperimen larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit dapat
dibedakan berdasarkan daya hantar listriknya. Larutan elektrolit seperti
beberapa jenis larutan garam, asam, dan basa kuat dapat menghantarkan
arus listrik. Zat-zat nonelektrolit seperti senyawa organik pada umumnya
di dalam pelarut air tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air dinamakan elektrolit
kuat, sedangkan zat elektrolit yang hanya terurai sebagian membentuk ion-
ionnya di dalam air dinamakan elektrolit lemah. Asam dan basa yang
merupakan elektrolit kuat disebut asam kuat dan basa kuat. Asam dan basa
yang hanya terionisasi sebagian di dalam air disebut asam lemah dan basa
lemah. Selain HCl, HBr, HI, HNO3, H2SO4, dan HclO4, umumnya
tergolong asam lemah. Basa kuat adalah hidroksida dari logam alkali dan
alkali tanah, kecuali berilium. Berikut tabel penggolongan zat terlarut
dalam larutan berair:

4. Senyawa Ion dan Senyawa Kovalen


Beberapa zat ada yang dalam keadaan padat tidak dapat menghantarkan
listrik tetapi dalam keadaan cair larutan dapat menghantarkan listrik,
misalnya garam dapur (NaCl). Demikian juga dengan HCl yang dapat
menghantarkan listrik setelah dilarutkan dalam air. Air murni merupakan
penghantar listrik yang sangat buruk. Pada pengujian dengan alat uji
elektrolit, tidak ditemukan adanya arus listrik yang mengalir dari satu
elektrode ke elektrode yang lain (lampu tidak menyala). Akan tetapi, bila ke
dalam air tersebut dilarutkan garam dapur padat, maka larutan yang terjadi
dapat menghantarkan listrik dengan baik. Hal ini ditandai dengan menyalanya
lampu alat uji elektrolit. Peristiwa yang sama akan terjadi bila air ditetesi
larutan pekat asam klorida. Larutan NaCl dalam air dan larutan HCl dalam air
dapat menghantarkan listrik dan disebut larutan larutan elektrolit.
Beberapa zat padat dan zat cair yang dilarutkan ke dalam air ternyata tidak
menghantarkan listrik. Sebagai contoh ketika gula, urea, dan alkohol masing-
masing dilarutkan ke dalam air. Larutan yang terbentuk tidak menghantarkan
listrik dan disebut larutan non-elektrolit.
Svante Arrhenius pada tahun 1884 mengajukan teorinya, bahwa dalam
larutan elektrolit yang berperan menghantarkan arus listrik adalah ion listrik
karena ion-ion Na+ dan Cl- terikat sangat rapat dalam kristal sehingga tidak
bebas bergerak. Kondisi ini tidak terjadi pada NaCl cair. Dalam keadaan cair,
jarak antar ion-ion Na+ dan Cl- sangat renggang sehingga ion-ion tersebut
bebas bergerak untuk menghantarkan listrik. Hal yang sama terjadi pada
larutan NaCl (NaCl padat yang dilarutkan dalam air). Oleh karena pengaruh
air, garam dapur (NaCl) akan terurai menjadi ion positif (kation) Na+ dan ion
negatif (anion) Cl- yang bebas bergerak. Proses peruraian ini disebut dengan
disosiasi.
Senyawa ionik memiliki daya hantar listrik yang rendah dalam keadaan
padat tetapi cukup tinggi dalam keadaan lebur. Daya hantar yang tinggi
senyawa ionik dalam keadaan lebur disebabkan oleh adanya kation- kation
dan anion-anion yang dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik.
Pada keadaan padat ion-ion terikat secara kuat dalam kisi kristal dan tidak
bebas bergerak di bawah pengaruh medan listrik sehingga daya hantarnya
rendah. Senyawa ionik cenderung mudah larut dalam pelarut dengan
kepolaran yang tinggi seperti air. Larutan senyawa ionik dalam air dapat
menghantarkan arus listrik karena dalam larutan, ion-ion hasil disosiasi, dapat
bergerak bebas.
HCl merupakan senyawa kovalen maka tidak ada ion pada HCl, yang ada
adalah molekul-molekul HCl. Molekul-molekul ini meskipun bebas bergerak
tetapi tidak dapat membawa muatan listrik karena bukan ion. HCl merupakan
senyawa kovalen polar, yang berarti mempunyai kutub-kutub positif dan
negatif akibat adanya perbedaan keelektronegatifan. Di dalam air, molekul
HCl tersebut dapat terurai karena pengaruh air yang juga bersifat polar
sehingga membentuk ion-ion H+ dan Cl-. Ion-ion dalam larutan HCl inilah
yang berperan sebagai penghantar listrik. Proses peruraian ini disebut dengan
ionisasi. Ion-ion positif akan bergerak menuju ke elektrode negatif dan ion-
ion negatif akan bergerak menuju ke elektrode positif dengan membawa
muatan listrik. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa larutan
elektrolit dapat menghantarkan listrik karena di dalam larutan terkandung ion-
ion yang bebas bergerak. Ion-ion tersebut bersal dari zat terlarut yang teruirai
menjadi ion-ion positif dan ion-ion negatif yang bebas bergerak untuk
membawa muatan listrik.

G. Tinjauan Pustaka
1. Alifia Ismi Firdani dan Sri poedjiastoeti tahun 2015 Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya dengan model
pengembangan ASSURE. Hasil penelitian ini menunjukkan masing- masing
kriteria kelayakan pada seluruh LKS memperoleh presentase antara 66,66%-
100%, sehingga LKS yang dikembangkan dikategorikan layak. Keterampilan
berpikir interpretasi, analisis, inferensi, dan penjelasan dikategorikan berturut-
turut sangat baik (87,60%-100%), sangat baik (92,50%-94,33%) baik (71,33%-
72,33%) dan sangat baik (90%-93,33%). Berdasarkan data hasil angket respon
siswa masing- masing kriteria memeperoleh persentase antara 76,66%-100%,
sehingga LKS yang dikembangkan dikategorikan layak.42 Persamaan
penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu sama-sama menggunakan model
pembelajaran guided discovery. Namun penulis membangkan LKPDkimia
berbasis karakter dengan model pengembangan Borg & Gall.
2. Penelitian Untari Octavia Norsanty, dan Zahra Chairani STKIP PGRI
Banjarmasin dalam jurnal pengembangan lembar kerja siswa (LKS) materi
lingkaran berbasis pembelajaran guided discovery untuk siswa SMP kelas VIII
mengacu pada model pengembangan ADDIE yang terdiri dari lima tahap, yaitu
Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Hasil
validasi berada pada kategori baik sehingga LKS dinyatakan layak ditinjau dari
aspek kevalidan.Berdasarkan hasil analisis, maka rata-rata total skor angket
respon siswa yaitu sebesar 44,5 berada pada kategori baik sehingga LKS
dinyatakan layak ditinjau dari aspek kepraktisan. Hasil analisis tes hasil belajar
siswa dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 72,22% berada pada
kategori baik sehingga LKS dinyatakan layak ditinjau dari aspek keefektivan.
Kefektifan LKS berbasis pembelajaran guided discovery dibuktikan
berdasarkan hasil tes yang menunjukkan bahwa sebanyak 26 dari 36 siswa
mampu memahami dengan maksimal materi lingkaran yang ada pada LKS.43
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu mengembangkan
LKPD dengan pembelajaran guided discovery namun perbedaannya yaitu
menggunaakan model pengembangan ADDIE. Sedangkan penulis
menggunakan model pengembangan Borg & Gall dan berbasis karakter pada
mata pelajaran kimia.
3. Yulia Nor Annisa, Zainuddin, dan Abdul Salam tahun 2017 FKIP Universitas
Lambung Mangkurat Banjarmasin menggunakan metode penemuan terbimbing
dengan model pengembangan Dick and Carey. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa: (1) perangkat pembelajaran dinyatakan valid dengan
kategori sangat baik sebesar 3,53% (2) kepraktisan perangkat pembelajaran
terlaksana secara umum sangat baik dengan persentase pertemuan pertama,
kedua dan ketiga berturut-turut 3,44%, 3,59%, dan 3,68%. (3) efektifitas
perangkat pembelajaran termasuk dalam kategori sedang dan (4) pencapaian
keterampilan berpikir kreatif termasuk dalam kategori kreatif. Disimpulkan
bahwa perangkat yang dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran.44
Persamaan dengan penulis yaitu penggunaan pembelajaran guided discovery.
Namun peredaannya menggunakan model pengembangan Dick and Carey.
Sedangkan penulis pada LKPD yang berbasis karakter dengan model
pengembangan Borg & Gall.
4. Elisabet Singarimbun, Ramlan Silaban, Retno Dwi Suyanti, Iis Siti Jahro dan
Manihar Situmorang pada tahun 2015. Hasil rata-rata yang diperoleh dari
angket yang diberikan kepada dosen dan guru untuk analisis standar kelayakan
isi sebesar 3.63, analisis standar kelayakan bahasa sebesar 3,64, analisis standar
kelayakan penyajian sebesar 3,66, analisis standar kelayakan kegrafikaan
sebesar 3,67 yang menunjukkan bahwa dosen dan guru kimia setuju dengan
bahan ajar kimia inovatif pada pokok bahasan reduksi oksidasi standar yang
diajukan telah layak dan sesuai dengan kurikulum 2013. Terdapat perbedaan
yang signifikan Perkembangan karakter siswa SMA Kelas X semester II yang
diajarkan dengan penggunaan bahan ajar kimia inovatif yang telah
dikembangkan lebih tinggi dibandingkan dengan perkembangan karakter siswa
yang diajarkan dengan tanpa penggunaan bahan ajar kimia inovatifyang telah
dikembangkan.45 Persamaannya yaitu bahan ajar yang berbasis atau
terintegritas pendidikan karakter. Perbedaannya pada spesifikasi bahan ajar dan
materiyangdikembangkan LKPD berbasis karakter dengan pendekatan guided
discovery pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit.

H. Metodologi Penelitian
1. Waktu dan tempat penelitian
a. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun peleajaran
2020/2021. Waktu pengambilan data penelitian dimulai pada agustus
2020.
b. Tempat
Melakukan penelitian di sma n 1 sp padang pada tahun ajaran
2020/2021.

2. Jenis dan desain penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
dan pengembangan (R&D).Metode penelitian dan pengembangan atau dalam
bahasa inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan
produk tersebut.47 Menuurut Trianto yang dimaksud dengan penelitian dan
pengembangan adalah rangkaian proses baru atau langkah-langkah dalam
rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk
yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan.
Model pengembangan yang digunakan untuk mendesain LKPD
diadaptasi dari model pengembangan Borg & Gall. Borg & Gall
menggariskan 10 langkah-langkah umum untuk menghasilkan produk yakni
sebagai berikut:
1) penelitian dan pengumpulan data awal;
2) perencanaan penelitian;
3) pengembangan produk awal;
4) uji coba terbatas;
5) revisi hasil uji coba terbatas;
6) uji coba lapangan;
7) revisi hasil uji coba lapangan;
8) uji lapangan;
9) revisi produk akhir;
10) desiminasi.
Mengingat keterbatasan penelitian, secara garis besar langkah-langkah
penelitian dan pengembangan yang telah dikemukakan sebelumnya,
disederhanakan sesuai kebutuhan penelitian yakni terbatas pada tahap uji
coba terbatas dan revisi. Hal tersebut didasari oleh Borg dan Gall dalam
Emzir yang menyarankan dalam penelitian dibatasi dalam skala kecil,
termasuk dimungkinkan membatasi langkah penelitian.
Berikut ini tahapan pada model Borg and Gall.
a. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data),
termasuk dalam langkah ini antara lain studi literatur yang berkaitan
dengan permasalahan yang dikaji, pengukuran kebutuhan, penelitian dalam
skala kecil, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian;
b. Planning (perencanaan), termasuk dalam langkah ini menyusun rencana
penelitian yang meliputi merumuskan kecakapan dan keahlian yang
berkaitan dengan permasalahan, menentukan tujuan yang akan dicapai pada
setiap tahapan, desain atau langkah-langkah penelitian dan jika
mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas;
c. Develop preliminary form of product (pengembangan produk), yaitu
mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan.
Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen pendukung,
menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap
kelayakan alat-alat pendukung. Contoh pengembangan bahan
pembelajaran, proses pembelajaran dan instrumen evaluasi;
d. Preliminary field testing (uji coba terbatas), yaitu melakukan ujicoba
lapangan awal dalam skala terbatas. Pada langkah ini pengumpulan dan
analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau
angket;
e. Main product revision (revisi produk), yaitu melakukan perbaikan terhadap
produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil ujicoba awal. Perbaikan ini
sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan dalam ujicoba terbatas, sehingga diperoleh draft produk
(model) utama yang siap diuji coba lebih luas.

3. Subjek peneliti
Subjek dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang melakukan
validasi terhadap produk lembar kerja peserta didik (LKPD) yang dihasilkan
yaitu ahli media pembelajaran, ahli materi pembelajaran, ahli uji praktikalitas
dalam hal ini adalah guru kimia di SMAN 1 SP PADANG.
a. Ahli Media Pembelajaran
Ahli media pembelajaran minimal memiliki pendidikan sarjana S2
(strata dua) yang berasal dari dosen dan memiliki pengalaman serta
keahlian dalam perancangan maupun pengembangan desain media
pembelajaran. Validator ahli media yaitu ibu Ira Mahartika M. Pd.
b. Ahli Materi Pembelajaran Kimia
Ahli materi pembelajaran kimia minimal memiliki pendidikan
sarjana S2 (strata dua) bidang kimia yang berasal dari dosen serta
memiliki pengalaman luas dan tinggi dalam mengajar pelajaran kimia.
Validator ahli materi yaitu bapak Lazulva M. Si.
c. Ahli Uji Praktikalitas LKPD oleh Guru
Ahli uji praktikalitas LKPD kimia minimal memiliki pendidikan
sarjana S1 (strata satu) yang memiliki pengalaman luas dan tinggi dalam
mengajar pelajaran kimia yang berasal dari SMA N 1 SP PADANG.
Validator uji praktikalitas yaitu ibu Elsa Magara S. Pd.
d. Respon Peserta Didik
Respon terhadap LKPD kimia dilakukan oleh 10 orang peserta didik
kelas X di SMA N 1 SP PADANG.

4. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data adalah strategi atau cara yang digunaka oleh
peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitiannya.
Pengumpulan data dimaksud untuk memperoleh bahan-bahan, keterangan ,
kenyataan-kenyataan, dan informasi yang dapat dipercaya. Dalam penelitian
dapat digunakan berbagai macam metode, diantaranya dengan wawancara,
angket, tes, dan analisis dokumen.
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah wawancara, angket dan dokumentasi.
a) Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya secara lebih
mendalam. Instrumen yang digunakan pada teknik ini adalah pedoman
wawancara yang dilakukan pada tahap studi pendahuluan untuk analisis
kebutuhan guru dan peserta didik. Studi pendahuluan berupa wawancara
ditujukan kepada seorang guru kimia kelas X. 2. Angket (Questionnaire).
Angket adalah daftar peryataan yang diberikan kepada orang lain yang
bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
mengetahui kevalidan dan kepraktisan LKPD yang didesain adalah
berupa angket atau kuisioner.Adapun instrumen yang digunakan yaitu
lembar validasi materi, lembar validasi media, lembar uji kepraktisan,
dan angket respon peserta didik.
Penilaian instrument (angket) untuk ahli materi, ahli media, guru dan
peserta didik disusun berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) tentang penilaian LKPD kimia untuk peserta didik Sekolah
Menengah Atas (SMA). Penilaian instrument validitas ahli media, ahli
materi, praktikalitas guru dan praktikalitas peserta didik ini disusun
menggunakan rating scale. Rating scale yaitu data mentah yang didapat
berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Dalam
model rating scale responden akan menjawab salah satu dari jawaban
kuantitatif yang telah disediakan. Dengan demikian bentuk rating scale
lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja, tetapi untuk
mengukur persepsi responden terhadap gejala atau fenomena lainnya,
misalnya skala untuk mengukur status sosial, kepuasan, produktivitas,
motivasi, dan lain sebagainya.
Tipe rating scale yang digunakan dalam penelitian ini adalah
numerical rating scale. Komponen numerical rating scale adalah
pertanyaan tentang kualitas tertentu dari sesuatu yang akan diukur, yang
diikuti dengan angka yang menunjukkan skor sesuatu yang diukur.55
Berikut tabel skala angket yang digunakan dalam penilaian instrument:
b. Dokumentasi
Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian. Selain itu dokumentasi dilakukan untuk melengkapi,
mendukung informasi mengenai proses penelitian agar menjadi
penelitian yang jelas dan dipercaya
c. DokumentasI
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari tempat, meliputi buku-buku yang
relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, dan data yang
relevan dengan penelitian. Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara
mengambil data menggunakan kamera dan ditampilkan pada laporan
dalam bentuk gambar.

5. Teknik analisis data


Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif
kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif yang mendeskripsikan hasil uji
validitas dan uji praktikalitas. Adapun kedua teknik tersebut yaitu:
1. Analisis deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan cara mengelompokan
informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, kritik, dan
saran perbaikan yang terdapat pada angket. Teknik analisis deskriptif
kualitatif ini digunakan untuk mengolah data hasil review ahli materi dan
ahli media berupa saran dan komentar mengenai perbaikan LKPD.Data
hasil analisis kebutuhan berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh
dari guru digunakan untuk menyusun latar belakang dan mengetahui
tingkat kebutuhan akan desain LKPD berbasis karakter dengan
pendekatan guided discovery.
2. Analisis deskriptif kuantitatif
Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis datayang
diperoleh dari angket. Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis
data kuantitatif berupa angka dan persentase mengenai suatu objek yang
diteliti untuk memperoleh kesimpulan umum sehingga perlu melakukan
analisis hasil validasi untuk menentukan kevalidan, kepraktisan, dan
bagaimana respon peserta didik terhadap LKPD. Analisis data yang
diperoleh dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Daftar pustaka
Amalina, Edlyn., dkk. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Guided
Discovery Bersuplemen Digittal Beserta Assessment For Learning
untuk Mengoptimalkan Penguasaan Konsep Fisika”.
Annisa, Yulia Nor., Zinuddin, dan Abdul Salam. 2017. “Pengembangan
Perangkat Pemnbelajaran Berorientasi Keterampilan Berfikir Kreatif
Siswa SMP Pada Pokok Bahasan Cahaya Dengan Model Penemuan
Terbimbing”. Jurnal.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta:
AV Publisher.
Departemen Agama RI. 2009. Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Effendy. 2016. Ilmu Kimia Untuk Anak SMA dan MA Kelas X Jilid 1 B.
Malang: Indonesia Academic Publishing.
Firdani, Alifa Ismi dan Sri Poedjiastoeti. 2015. “Pengembangan Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) Berorientasi Guided Discovery Untuk Melatih
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Asam Basa Kelas XI
SMA”. Jurnal. Vol. 4.
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Karakter Bandung: Alfabeta.
Hamdani. 2011.Strategi belajar mengajar. Bandung: Pustaka Asetia.
Hartono, dkk. PAIKEM Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan
Menyenagkan. Pekanbaru: Zanafa Publishing.
Haryanto. 2011. Desain Pembelajaran yang Demokratis & Humanis.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hayati, Mardia. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Karakter. Pekanbaru:
Al- Mujtahadah Press.

PENGARUH BELAJAR KIMIA PADA MASA PANDEMI DALAM


METODE DARING SISWA SMA

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk
Memenuhi Persyaratan
Penulisan Skripsi

Oleh :
Zilsia Witami
1830208055

Program Studi Pendidkan Kimia

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
A. Latar Belakang
Memasuki tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan munculnya virus yang
dikenal dengan Covid-19. Covid-19 ini adalah virus corona. virus jenis baru yang
pertama kali ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun 2019, yang kemudian
diberi nama Corona virus Disease-2019 yang disingkat Covid-19 (Ilmiyah, 2020;
Hui, et al., 2020). Covid-19 sejak ditemukan kemudian menyebar secara luas yang
mengakibatkan pandemi global yang berlangsung hingga saat ini.Tanda dan gejala
umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan pernafasan akut seperti
demam, batuk, sesak nafas serta dampak yang paling buruk untuk manusia adalah
kematian. Adanya Covid-19 ini mempengaruhi perubahan-perubahan dan
pembaharuan kebijakan di berbagai sektor kehidupan. Kebijakan baru ini juga
berdampak terhadap sektor pendidikan diseluruh dunia termasuk Indonesia yang
mengarah kepada penutupan luas sekolah, madrasah, universitas bahkan pondok
pesantren. Sehubungan dengan perkembangan tersebut, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) turut mengambil kebijakan sebagai panduan
dalam menghadapi penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan (Kemendikbud,
2020). Secara global, hasil pantauan UNESCO menyebutkan bahwa sampai 13
April sebanyak 191 negara telah menerapkan penutupan nasional yang berdampak
kepada 1.575.270,054 siswa (91.3% dari populasi siswa dunia) (UNESCO, 2020).
Terdapat beberapa permasalahan dalam pendidikan di Indonesia, salah
satunya adalah minat dan prestasi belajar siswa. Menurut Slamento (2015:54), ada
dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu, faktor internal yang berasal
dari diri siswa dan faktor eksternal yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor
internal meliputi faktor jasmaniah, psikologi dan faktor kelelahan. Faktor
eksternal meliputi keluarga, sekolah dan faktor masyarakat. Pembelajaran sains
sering kali dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan rumit. Bagi sebagian
besar siswa, sains dianggap sebagai mata pelajaran yang abstrak dan menakutkan.
Sebenarnya, pembelajaran sains bukan pembelajaran yang abstrak dan
menakutkan. Pembelajaran sains ialah apa yang kita lakukan sehari-hari. Hal
bahwa sains merupakan pembelajaran yang erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran Sains hakikatnya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Sains diarahkan untuk mencari tahu dan
berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman lebih
mendalam tentang alam sekitar Maradona (2013: 56)
Situasi saat ini merupakan tantangan bagi dunia pendidikan, mengubah
manajemen pengelolaan sangat diperlukan untuk mengimbangi perubahan yang
sangat cepat. Metode pembelajaran manual dan konvensional saat ini tergantikan
dengan sistem digital daring yang tidak dibatasi ruang dan waktu, kita bisa
memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi untuk mencari informasi
materi pembelajaran dengan bantuan internet. Saat ini literasi digital sudah
menjadi hal yang tidak asing, baik dibidang akademik dan non akademik. Salah
satu alternatif yang muncul terkait dengan literasi digital yaitu beralihnya bahan
bacaan fisik menjadi digital. Literasi digital memudahkan pembaca dalam
mengakses informasi kapanpun dan di manapun dibutuhkan menggunakan
perangkat yang terhubung ke jaringan internet.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh penerapan literasi digital terhadap prestasi belajar IPA
pada masa pandemi siswa SMA Suruh tahun pelajaran 2020/2021?
2. Bagaimana pengaruh kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA pada
masa pandemi siswa SMA Suruh tahun pelajaran 2020/2021?
3. Bagaimana pengaruh penerapan literasi digital dan kemandirian belajar
terhadap prestasi belajar IPA pada masa pandemi siswa SMA Suruh tahun
pelajaran 2020/2021?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan literasi digital terhadap prestasi belajar
IPA pada masa pandemi siswa SMA Suruh tahun pelajaran 2020/2021.
2. Untuk mengetahui pengaruh kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA
pada masa pandemi siswa SMA Suruh tahun pelajaran 2020/2021.
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan literasi digital dan kemandirian belajar
terhadap prestasi belajar IPA pada masa pandemi siswa SMA Suruh tahun
pelajaran 2020/2021.

D. Manfaat Penelitian
Setiap hasil penelitian harus berguna, baik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, manfaat bagi obyek yang diteliti dan manfaat bagi peneliti sendiri
maupun bagi pengembangan negara pada umumnya
a. Bagi Siswa
Membantu siswa untuk meningkatkan prestasi belajar IPA melalui penerapan
literasi digital dan kemandirian dalam belajar yang bisa dilakukan dimana
saja dan kapan saja sehingga dapat mencapai tingkat kompetensi yang
diharapkan dan menumbuhkan ketertarikan siswa pada mata pelajaran IPA.

b. Bagi Guru
Penelitian ini dapat dipertimbangkan atau sebagai bahan masukan bagi guru
untuk memanfaatkan literasi digital dan kemandirian belajar dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa pada masa pandemi seperti ini khususnya
mata pelajaran IPA.

c. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman dalam melakukan penelitian sehingga
ketika terjun ke dunia pendidikan, peneliti sudah siap melakukan
pembelajaran di kelas maupun diluar kelas.

E. Kerangka Teori
1. Hakikat IPA
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
atau sains yang semula berasal dari bahasa latin scientia yang memiliki arti
saya tahu. Science terdiri dari social science (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan
natural science (Ilmu Pengetahuan Alam), namun dalam perkembangannya
science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam
(IPA). Sains adalah ilmu pengetahuan yang berisi konsep-konsep, prinsip,
hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang sistematis melalui
inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi (empiris) secara terus
menerus (Kelana, 2019: 15). IPA mempelajari alam semesta, benda- benda
yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan luar angkasa, baik yang
dapat diamati maupun yang tidak bisa diamati dengan indra. IPA atau ilmu
pengetahuan alam adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun
benda mati. proses dalam IPA merupakan suatu upaya manusia yang meliputi
operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi dan menghitung yang
dapat diuji kembali kebenarannya yang dilandasi dengan sikap keingintahuan
(curiousity), keteguhan hati (courage), ketekunan (peristence) yang dilakukan
oleh seseorang untuk menyingkap.
Rahasia alam semesta (Mariana, 2009: 18). Ilmu pengetahuan alam (IPA)
secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu fisika, biologi dan kimia.
IPA hakikatnya adalah suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai suatu
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan
bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains. Sebagai aplikasi, teori IPA akan
melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan
(Laksmi,dkk dalam Trianto, 2010: 137).
Menurut Sund (dalam Susanto, 2011: 8-9), pengertian sains mencangkup
tiga aspek, diantaranya:
i. Scientific Attitudes
Merupakan keyakinan, nilai-nilai, pendapat/gagasan, objektif, dan
sebagainya. Misalnya membuat keputusan setelah memperoleh cukup data
yang berkaitan dengan masalahnya secara objektif, jujur, dan lain-lain.
ii. Scientific Processes (Metode Ilmiah).
Merupakan sebuah cara khusus dalam penyelidikan untuk memecahkan
suatu masalah. Misalnya membuat hipotesis, merancang dan
melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menyusun data,
mengevaluasi data, mengukur dan sebagainya.
iii. Scientific Products (Produk Ilmiah)

Produk ilmiah ini berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori dan lain-
lain.
Berdasarkan dari beberapa definisi hakikat IPA, maka dapat
disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
gejala alam melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah.
Proses ilmiah ini dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud
sebagai produk, proses dan aplikasi. IPA sebagai produk dan proses untuk
menghasilkan sikap ilmiah hingga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.

2. Literasil Digital
Menurut Atmanta (2005:110), literasi dapat diartikan secara sederhana
sebagai kemampuan seseorang dalam membaca dan menulis. Secara
tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan membaca dan menulis,
namun sekarang semakin berkembang lagi menjadi kemampuan membaca,
menyimak, menulis dan berbicara. Literasi ini bertujuan untuk
memperkenalkan anak-anak tentang dassar-dasar membaca, menulis,
memelihara kesadaran bahasa dan motivasi serta minat dalam belajar. Adapun
tujuan pembelajaran literasi, yaitu:
a. Membentuk peserta didik menjadi pembaca, penulis, dan komunikator.
b. Meningkatkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kebiasaan
berpikir pada peserta didik.
c. Meningkatkan dan memperdalam motivasi dan minat belajar peserta didik.
d. Mengembangkan kemandirian belajar peserta didik sebagai seorang
pemlajar yang kreatif, inovatif, produktif dan berkarakter.

Literasi ini tidak pernah terpisah dari dunia pendidikan karena menjadi
sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang
didapatkan dibangku sekolah. Literasi ini juga berhubungan dengan kehidupan
peserta didik baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, guru di
sekolah harus berpikir literasi merupakan sebuah konsep yang berkembang dan
dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di kelas. Menurut Bawden
(2001:228), pembelajaran literasi ini diharapkan mampu mendukung proses
pembelajaran dan pencapaian prestasi belajar secara optimal dan tidak untuk
mempersulit pembelajaran.
Dalam benak banyak orang istilah literasi sering dihubungkan dengan
media cetak, sehingga literasi ini sering dimaknai sebagai kemampuan untuk
membaca dan menulis saja. Saat ini cakupan literasi jauh lebih luas, banyak
orang memaknai literasi sebagai literasi visual atau media ketika mereka
memikirkan media lain seperti film, internet dan televisi. Dalam literasi media
kita dituntut untuk secara kritis untuk memahami sifat media, teknik yang
digunakan oleh media, dan dampak dari media tersebut. Dengan kata lain,
literasi media merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan
media secara aktif dan kritis.
Apabila literasi media adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi
terpaan informasi media massa sekaligus mengiring orang untuk berpikir kritis
tentang konten apa yang mereka konsumsi, maka orang tersebut akan
menyesuaikan diri dengan perkembangan media yang semakin maju. literasi
digital dengan menggunakan teknologi digital yang semakin kompleks. Media
digital adalah berbagai macam peralatan dan aplikasi teknologi dalam bentuk
digital yang dapat digunakan sebagai media dan alat komunikasi.
Perkembangan website yang berfungsi sebagai sarana sosial menyebabkan
terjadinya komunikasi, interaksi, dan kolaborasi dalam dunia digital.
Komputer, smartphone, website, blog, aplikasi jejaring sosial, surat kabar dan
majalah online dan berbagai peralatan dan aplikasi lain dengan didukung
internet untuk berkomunikasi, interaksi dan kolaborasi menjadi bentuk media
digital. Kegiatan mengonsumsi media seperti membalikkan telapak tangan,
hanya dengan menekan tombol tertentu, tayangan apapun bisa kita saksikan.
Begitu pula dengan internet, sudah bukan menjadi rahasia lagi semua
orang saat ini mulai aktif menggunakannya. Dalam mengonsumsi media,
seseorang membutuhkan kemampuan spesifik agar ia terhindar dari efek
negatif media. Kemampuan seperti ini sering disebut dengan media literacy
skill, yang menurut Baran dalam Ardianto (2007: 220) sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan dan keinginan untuk membuat suatu kemajuan dalam
memahami isi dari media dan melakukan proses seleksi dengan
memperhatikan dan menyaring informasi yang datang dari luar.
b. Memiliki pemahaman dan responsif atas kekuatan yang dimiliki konten
media.
c. Memiliki kemampuan dalam membedakan emosi dan reaksi yang muncul
sebagai respon atas konsumsi konten media.
d. Mampu mengembangkan harapan atas konsumsi konten media yang dipilih.
e. Memiliki pengetahuan secara khusus mengenai konvensi bentuk ekspresi
dalam berbagai media dan bisa menerima ketika terjadi penggabungan.
f. Memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis terkait konten media, yang
tidak hanya memperhatikan sisi kredibilitas sumbernya saja.
g. Memilki pengetahuan tentang bahasa internal yang dimiliki oleh media.
h. Memiliki kemampuan untuk memahami dampak media, yang tidak hanya
memahami masalah secara kompleks saja.
Literasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Literacy yang diartikan sebagai
kemampuan baca tulis. Namun demikian pengertian literasi berkembang
meliputi proses membaca, menulis, berbicara, mendengar, membayangkan
dan melihat. Dalam proses membaca melibatkan proses kognitif, linguistik
dan aktivitas sosial. Menurut UNESCO, literasi adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, berkomunikasi,
menghitung dan menggunakan bahan cetak dan tulis yang berkaitan dengan
berbagai konteks. Literasi ini memungkinkan individu mencapai tujuan
mereka, mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka dan untuk
berpartisipasi secara penuh dalam komunitas mereka dan masyarakat luas.
Sedangkan kata digital berasal dari baahasa yunani digitus, yang artinya jari-
jemari. Apabila jari-jemari seseorang dihitung, maka akan berjumlah sepuluh
(10). Nilai sepuluh ini terdiri dari 2 radix, yaitu 1 dan 0. Sehingga digital ini
merupakan penggambaran suatu kondisi bilangan yang terdiri dari angak 0
dan 1 atau off dan on (sistem bilangan biner) dapat juga disebut dengan bit
(Binary Digital).
Menurut Paul Gilster (2007) literasi digital adalah sebuah kemampuan
untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari
berbagai sumber yang disajikan melalui komputer. Literasi digital merujuk
pada adanya upaya dalam mengenal, mencari, memahami, menilai dan
menganalisis serat menggunakan teknologi digital. Literasi digital adalah
kemampuan seseorang menggunakan keterampilan kognitif dan teknis untuk
menggunakan teknologi dengan tepat dalam berbagai bentuk untuk
menemukan, menilai dan menafsirkan informasi.
Hague (2010: 2) juga mengemukakan bahwa literasi digital merupakan
kemampuan untuk membuat dan berbagi dalam mode dan bentuk yang
berbeda, yaitu untuk membuat, berkolaborasi dan berkomunikasi lebih
efektif, serta untuk memahami bagaimana dan kapan menggunakan teknologi
digital yang baik untuk mendukung proses tersebut. Karakteristik literasi
digital ini tidak hanya mengacu pada keterampilan operasi dan menggunakan
berbagai perangkat teknologi informasi dan komunikasi teknologi, tetapi juga
untuk proses membaca dan memahami sajian isi perangkat teknologi serta
proses menciptakan dan menulis menjadi sebuah pengetahuan baru.
Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi dan informasi
dari piranti digital secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks seperti
akademik, karir dan kehidupan sehari-hari. Lain halnya dengan Martin,
literasi digital merupakan penggabungan dari beberapa bentuk literasi, yaitu
komputer, informasi, teknologi, visual, media dan komunikasi.
Literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam
menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses,
mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi,
membangun pegetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain
agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Berdasarkan
beberapa definisi literasi digital dapat disimpulkan bahwa literasi digital
adalah suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan teknologi digital
serta memahami, mengevaluasi, mengkritisi, menganalisis setiap informasi
yang ada dalam bentuk format digital berdasarkan era perkembangannya.
Literasi digital dapat menggunakan media atau teknologi, diantaranya:
a. Internet, dimana setiap pengguna dapat mengakses berbagai bentuk
keaksaraan.
b. Media sosial, sebuah media yang dapat digunakan untuk bersosialisasi satu
sama lain secara online yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi
tanpa ada batas waktu
c. Buku berbicara elektronik (ETB), yaitu buku cerita digital yang suaranya
berasal dari komputer, perangkat elektronik atau internet.
d. E-Book, yaitu buku yang dicetak dalam bentuk digital, perangkat ini
memungkinkan pengguna mendownload dan menyimpan ribuan majalah,
surat kabar atau buku dalam bentuk digital.
e. Blog atau website, yaitu entri seperti buku harian yang bisa ditulis oleh
siapa saja dan ditampilkan di halaman web.
f. Iphone dan Smartphone, yaitu sebuah media yang digunakan dalam
melakukan komunikasi, dan mendapatkan informasi secara online.
g. CD dan DVD adalah sebuah media penyimpanan optic dan populer untuk
menyimpan video dan data yang dapat diputar kembali saat dibutuhkan.

3. Kemandirian Belajar
Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Robert Tai dkk (2007: 27)
menyatakan ―autonomous learning is the seed of scientific research‖ yang
artinya kemandirian belajar merupakan dasar bagi penelitian ilmiah.
Membantu siswa untuk mandiri berarti menolong mereka dari bantuan orang
lain (Arikunto, 2006: 108). Jadi dalam melakukan aktifitas menekankan pada
kebebasan melakukan sesuatu secara langsung dan bebas dari rasa takut.
Perwujudan kemandirian belajar ini dapat berupa belajar sendiri, belajar
kelompok atau belajar klasikal. Kemandirian dalam belajar adalah suatu proses
belajar dimana setiap individu dapat mengambil inisiatif, dengan atau tanpa
bantuan orang lain, dalam hal menentukan kegiatan belajarnya seperti
merumuskan tujuan belajar, sumber belajar (baik berupa orang ataupun bahan),
mendiagnosa kebutuhan belajar dan mengontrol sendiri proses
pembelajarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:
625), kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada
orang lain. Suhendri dan Mardalena (2013: 109) menyatakan bahwa,
kemandirian belajar adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa
bergantung pada orang lain baik teman ataupun gurunya dalam mecapai tujuan
belajar yaitu menguasai materi atau pengetahuan dengan baik, dengan
kesadarannya sendiri siswa dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam
menyelesaikan masalah-masalah sehari-hari. Dalam kemandirian belajar, siswa
dituntut untuk mampu menggali informasi materi pelajaran tidak hanya
bersumber dari guru saja bisa juga bersumber dari internet.
Pengertian kemandirian belajar menurut Hiemstra (1994: 1) adalah sebagai
berikut:
a. Setiap individu berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil
berbagai keputusan.
b. Kemandirian dalam belajar dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada
pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
c. Kemandirian belajar bukan berarti memisahkan diri dari orang lain.
d. Dengan kemandirian belajar, siswa dapat mentransferkan prestasi belajarnya
yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain.
e. Siswa yang menerapkan kemandirian belajar dapat melibatkan berbagai
sumber daya dan aktivitas seperti membaca sendiri, belajar kelompok,
latihan soal, dan lain-lain.
f. Peran efektif guru dalam kemandirian belajar siswa masih dimungkinkan,
seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan
memberi gagasan-gagasan kreatif.
g. Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri
sebagai program yang lebih terbuka sebagai alternatif pembelajaran yang
bersifat individual dan program-program inovatif lainnya.
Dari beberapa pengertian kemandirian belajar diatas, dapat diartikan
bahwa kemandirian belajar adalah perilaku siswa dalam mewujudkan kehendak
atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain.
Dalam hal ini, siswa yang mandiri dapat melakukan belajar sendiri, mampu
menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas- tugas
belajar dengan baik dan bisa melakukan aktivitas belajar secara mandiri. Siswa
yang memiliki kemandirian belajar baik dapat diamati secara langsung dari
perilaku dan sikapnya.
Desmita dalam Suhendri dan Mardalena (2013: 109) menyatakan bahwa,
kemandirian belajar biasanya ditandai dengan beberapa ciri, antara lain adalah
kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah
laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan
sendiri, dan mampu memecahkan masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian belajar seseorang dapat tergambar
dari sikap, pendapat dan tingkah lakunya. Kemandirian belajar yang dimiliki
oleh seorang siswa, mendorong siswa tersebut untuk berperilaku tidak
bergantung pada orang lain.
Hal ini sesuai dengan pendapat Aini dan Taman (2012: 51) yang
menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah sifat serta kemampuan yang
dimiliki oleh seorang siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif yang
didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi yang telah dimiliki.
Hal ini dikarenakan dengan kemandirian belajar, seseorang bisa mengontrol
tindakannya sendiri, bebas untuk mengatur kemandirian dan kompetensi serta
kecakapan yang akan dicapainya. Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah kemampuan seseorang dalam
mengatur semua aktivitas pribadi, kompetensi dan kecakapan secara mandiri
berbekal kemampuan dasar yang dimiliki individu tersebut khususnya dalam
pembelajaran.
Menurut Haris Mudjiman (2008: 20-21), kegiatan-kegiatan yang perlu
diakomodasikan dalam pelatihan kemandirian belajar adalah sebagai berikut:
1) Adanya kompetensi-kompetensi yang ditetapkan sendiri oleh siswa untuk
menuju pencapaian tujuan-tujuan akhir yang ditetapkan oleh program
pelatihan untuk setiap mata pelajaran.
2) Adanya proses pembelajaran yang ditetapkan sendiri oleh siswa.
3) Adanya input belajar yang ditetapkan dan dicari sendiri, dijalankan oleh
siswa dengan ataupun tanpa bimbingan guru.
4) Adanya kegiatan evaluasi diri (self evaluation) yang dilakukan oleh siswa
sendiri.
5) Adanya kegiatan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan
siswa.
6) Adanya past experience review atau review terhadap pengalaman-
pengalaman yang dimiliki siswa.
7) Adanya upaya untuk menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa.
8) Adanya kegiatan belajar aktif.
Kemandirian belajar siswa diperlukan agar mereka mampu bertanggung
jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya. Selain itu, dengan adanya
kemandirian belajar siswa juga dapat mengembangkan kemampuan belajar atas
kemauannya sendiri. Sikap-sikap itu perlu dimiliki oleh siswa karena hal
tersebut merupakan ciri dari kedewasaan orang terpelajar.
Kemandirian dalam belajar ini merupakan aktivitas belajar yang
berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri dan tanggung
jawab sendiri dari pembelajar. Pada dasarnya kemandirian merupakan perilaku
individu yang mampu berinisiatif, mampu mengatasi masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan bisa melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Jika
siswa mendapatkan kesulitan barulah siswa tersebut akan bertanya atau
mendiskusikan dengan teman, guru atau pihak lain yang lebih berkompeten
dalam mengatasi kesulitan tersebut.
Indikator-indikator itu identik dengan ciri-ciri kualitas belajar yang
didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi yaitu:
1) Keaktifan belajar
Keaktifan belajar pada diri siswa menandakan tingginya kemandirian
belajar yang dimiliki. Maksudnya adalah keaktifan belajar menjadi faktor
utama siswa untuk mendapatkan sesuatu atau serangkaian kompetensi
yang diwujudkan pada tingginya kemandirian belajar.
2) Persistensi kegiatan belajar
Adanya persistensi kegiatan belajar juga menandakan adanya
kemandirian belajar pada diri siswa sebab dalam belajar mandiri,
kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditetukan sendiri oleh
pembelajar, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kesempatan yang
tersedia.
3) Keterarahan belajar
Keterarahan belajar juga menandakan adanya kemandirian belajar
padasiswa dikarenakan siswa belajar untuk memecahkan masalah atau
memenuhi kebutuhannya. Selain itu, siswa telah memiliki modal
pengalaman yang megarahkan kepada kegiatan belajar yang lebih lanjut.
4) Kreativitas pembelajar
Kreativitas pembelajar diwujudkan melalui sikap siswa dalam upaya
memanfaatkan berbagai sumber belajar. Kreativitas pembelajar
menandakan bahwa siswa memiliki kemandirian belajar.
Dalam mencapai kemandirian seseorang tidak terlepas dari faktor-faktor
yang mendasari terbentuknya kemandirian itu sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian ini sangat menentukan sekali tercapai atau
tidaknya kemandirian seseorang. Begitu pula dengan kemandirian belajar siswa
dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun dari luar diri siswa seperti
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan sosial ekonomi dan
lingkungan masyarakat.
Faktor tersebut mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan
yang kemudian akan menentukan seberapa jauh seorang individu bersikap dan
berpikir secara mandiri dalam kehidupan lebih lanjut. Dengan demikian,
penulis berpendapat bahwa untuk mencapai kemandirian, seseorang tidak bisa
lepas dari faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri
seseorang dan kemandirian siswa dalam belajar akan terwujud sangat
bergantung pada siswa tersebut melihat, merasakan dan melakukan aktivitas
belajar atau kegiatan belajar sehari-hari di dalam lingkungan tempat
tinggalnya.
Upaya untuk mengembangkan nilai kemandirian melalui ikhtiar
pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan untuk perkembangan
kemandirian siswa. Menurut Desmita (2009: 190), upaya yang dapat dilakukan
oleh sekolah untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah:
a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis yang
memungkinkan anak merasa dihargai.
b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan
dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
c. Memberikan kebebasan anak untuk mengeksplorasi lingkungan serta
mendorong rasa ingin tahu.
d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak
membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya.
e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Berdasarkan penjabaran ciri-ciri dan indikator kemandirian belajar yang
telah ada, maka dapat dikatakan bahwa kemandirian belajar pada diri seseorang
dapat meningkatkan kualitas belajarnya yang pada akhirnya dapat
meningkatkan prestasi belajarnya, termasuk prestasi belajar IPA. Indikator
kemandirian belajar pada penelitian ini yaitu keaktifan belajar, kepercayaan
diri dalam menyelesaikan masalah, persistensi kegiatan belajar, keterarahan
belajar, dan kreativitas pembelajar. Apabila siswa telah memiliki indikator
tersebut dalam melakukan kegiatan belajar, maka diharapkan prestasi belajar
IPA semakin meningkat.

4. Pandemi Covid-19
Memasuki tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan munculnya virus yang
dikenal dengan Covid-19. Covid-19 ini adalah coronavirus jenis baru yang
pertama kali ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun 2019, yang
kemudian diberi nama Coronavirus disease-2019 yang disingkat Covid-19
(Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020). Covid-19 sejak ditemukan kemudian
menyebar secara luas yang mengakibatkan pandemi global yang berlangsung
hingga saat ini. Tanda dan gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala
gangguan pernafasan akut seperti demam, batuk, sesak nafas serta dampak
yang paling buruk untuk manusia adalah kematian. Sampai 3 Juli 2020 pukul
11:36 WIB, dilaporkan terdapat 10.842.615 kasus terkonfirmasi dari 188
negara yang 520.785 diantaranya meninggal dunia serta 5.659.387 orang bisa
disembuhkan (Johns Hopkins CSSE, 2020). Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari
dengan masa inkubasi terpanjang selama 14 hari.Pada tanggal 30 januari 2020
WHO telah menetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang
meresahkan dunia. Perkembangan virus ini dengan cepat menyebar luas
termasuk di Indonesia yang menyebabkan perubahan status menjadi keadaan
darurat nasional. Angka kematian akibat Covid-19 terus mengalami
peningkatan sejak diumumkan pertama kali pada awal Maret 2020.
Hal ini membuat beberapa Negara menerapkan kebijakan untuk
melakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Covid-19 ini.
Di Indonesia sendiri diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini. Coronavirus adalah kumpulan
virus yang bisa menginfeksi sistem pernafasan. Pada banyak kasus, virus ini
hanya menyebabkan infeksi pernafasan rigan, seperti flu. Namun, virus ini
juga bisa menyebabkan infeksi pernafasan berat, seperti infeksi paru- paru
(pneumonia). Selain virus SARS-CoV-2 atau virus corona, virus yang juga
termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome
(MERS). Meskipun disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu
coronavirus, Covid-19 ini memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan
MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.
Virus corona yang menyebabkan Covid-19 bisa menyerang siapa saja.
Menurut data yang dirilis oleh gugus tugas percepatan penanganan Covid-19
Republik Indonesia, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif hingga 07
Agustus 2020 adalah 121.226 orang dengan jumlah kematian 5.593 orang.
Tingkat kematian (case fatality rate) akibat Covid-19 adalah sekitar 4,6 %. Jika
dilihat dari persentase angka kematian yang dibagi menurut golongan usia
maka lansia memiliki persentase tingkat kematian yang lebih tinggi
dibandingkan golongan usia lainnya (Covid19.go.id, 2020).
Gejala awal infeksi virus corona atau Covid-19 bisa menyerupai gejala flu,
yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan dan sakit kepala. Setelah
itu gejala bisa hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan
gejala yang berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan
berdarah, sesak nafas dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika
tubuh bereaksi melawan virus corona. Gejala-gejala Covid-19 ini umumnya
muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus
corona. Untuk memastikan gejala- gejala tersebut merupakan gejala dari vrus
corona, diperkukan Rapid test atau PCR. Seseorang dapat tertular Covid-19
melalui beberapa cara, yaitu:
a) Tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat
penderita Covid-19 batuk atau bersin.
b) Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dahulu
setelah menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita Covid-19.
c) Kontak jarak dekat dengan penderita Covid-19.
Virus corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih
berbahaya atau bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil, orang
yang memiliki riwayat penyakit tertentu, perokok dan orang ynag memiliki
daya tahan tubuh lemah seperti penderita kanker. Karena mudah menular ini,
virus corona juga beresiko tinggi menginfeksi para tenaga medis yang merawat
pasien Covid-19 dan orang-orang yang memiliki kontak dengan pasien Covid-
19. Oleh karena itu, para tenaga medis dan orang yang memiliki kontak dengan
pasien Covid-19 ini perlu menggunakan alat pelindung diri (APD).
Guna memastikan diagnosis Covid-19, dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan, sebagai berikut (Huang, 2020: 9):
1) Rapid Test, untuk mendeteksi antibody (IgM dan IgG) yang diproduksi oleh
tubuh untuk melawan virus corona.
2) Swab Test atau tes PCR (Polymerase Chain Reaction), untuk mendeteksi
virus corona di dalam dahak.
3) CT Scan atau rontgen dada, untuk mendeteksi infiltrat atau cairan diparu-
paru.
Hasil rapid test Covid-19 positif kemungkinan besar menunjukkan bahwa
seseorang memang sudah terinfeksi virus corona, namun bisa juga berarti
seseorang terinfeksi kuman atau virus yang lain. Sebaliknya, ketika hasil rapid
test Covid-19 negatif belum tentu menandakan bahwa seseorang mutlak
terbebas dari virus corona. Belum ada obat yang benar-benar efektif untuk
mengatasi infeksi virus Corona atau Covid-19.
Sampai saat ini, juga belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus
corona atau Covid-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah
dengan menghindari faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi
virus ini, yaitu (Firman, 2020: 79):
a. Menerapkan physical distancing, yaitu mejaga jarak minimal 1 meter dari
orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada kepentingan atau
keperluan mendesak.
b. Menggunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian,
termasuk saat bepergian dan mengikuti acara ataupun ibadah di hari raya.
c. Rutin untuk mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand
sanitizer yang mengandung minimal 60% alkohol, terutama setelah
beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
d. Jangan menyentuh mata, mulut dan hidung sebelum mencuci tangan.
e. Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti
mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat yang
cukup dan mencegah stressf. Hindari kontak dengan penderita Covid-19,
orang yang dicurigai positif terinfeksi virus corona, atau orang yang
sedang sakit demam, batuk atau pilek.
f. Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian
buang tisu ke tempat sampah.
g. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan,
termasuk kebersihan rumah.
Dalam kondisi seperti ini, virus corona bukanlah suatu wabah yang bisa
diabaikan begitu saja. Jika dilihat dari gejalanya, orang awam akan
mengiranya sebatas influenza biasa, tetapi bagi analisis kedokteran virus ini
cukup berbahaya dan mematikan (Khasanah, 2020: 42). Sebagai usaha
pencegahan penyebaran Covid-19, dilakukan dengan cara menghentikan
sementara kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan masa.
Dampak Covid-19 ini juga membuat pelaksanaan pembelajaran konvensional
ditinjau ulang pelaksanaannya. Pembelajaran harus dilaksanakan dengan
skenario yang mampu meminimalisir kontak fisik antar siswa maupun siswa
dengan guru. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan selama masa pandemi
Covid-19 ini adalah pembelajaran secara online (Firman, 2020: 81).

5. Prestasi Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Belajar merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Belajar merupakan sebuah tindakan dan
perilaku siswa yang kompleks. Sebagai sebuah tindakan, belajar hanya akan
dialami oleh siswa sendiri (Dimyati, 2010: 10). Apabila terjadi proses belajar,
maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Pelaksanaan proses belajar
mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagai sebuah
inti dari kegiatan pendidikan, proses belajar mengajar adalah suatu upaya
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan dalam diri siswa atau yang biasanya disebut dengan prestasi
(Suwardi, 2012: 47). Menurut Muhibbin Syah (2011: 141), prestasi belajar
merupakan tingkatan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program. Prestasi ini tidak mungkin dicapai oleh
seseorang selama ia tidak melakukan kegiatan dengan sungguh-sungguh.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar karena prestasi belajar merupakan output dari proses belajar. Menurut
Thohirin (2008: 151), prestasi belajar diperoleh dari apa yang telah dicapai
oleh siswa setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seorang
siswa dalam belajar dapat kita lihat dari prestasi belajar siswa tersebut.
Menurut Suryabrata (2006: 297), prestasi belajar ini sebagai sebuah nilai,yaitu
perumusan akhir yang diberikan oleh guru dalam hal kemajuan prestasi belajar
yang telah dicapai siswa dalam waktu tertentu.
Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil pencapaian siswa dalam
mengerjakan tugas atau kegiatan atau kegiatan pembelajaran, melalui
penguasaan pengetahuan atau keterampilan mata pelajaran disekolah yang
biasanya ditunjukkan dengan nilai test atau angka nilai yang diberikan oleh
guru ( Tu’u, 2004: 47). Dimyati dan Mudjiyono (2009: 200) menjelaskan
bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa
setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, di mana tingkat keberhasilan
tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau
simbol. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2005: 102), prestasi belajar
merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar. Pencapaian prestasi belajar ini merujuk kepada aspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
Berdasarkan pengertian-pengertian prestasi belajar di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah prestasi belajar yang dicapai
seseorang setelah mengikuti kegiatan belajar yang ditunjukkan dengan nilai
yang berupa angka maupun huruf dalam periode waktu tertentu. Prestasi
belajar IPA merupakan tolak ukur kemampuan siswa yang bertujuan agar
dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan mereka dalam proses belajar mata
pelajaran IPA sehingga mereka dapat memperbaiki kesalahan dan sebagai
acuan dalam membuat perencanaan dalam mempelajari materi IPA
selanjutnya. Jadi prestasi belajar IPA adalah hasil penilaian yang dicapai
seseorang setelah mengikuti kegiatan belajar IPA yang ditunjukkan dalam
bentuk nilai berupa angka maupun huruf yang didapatkan melalui ulangan
harian (UH), penilaian tengah semester (PTS), maupun penilaian akhir
semester (PAS) yang diakumulasikan dan hasilnya tercantum dalam rapor pada
peride tertentu.
Pengukuran prestasi belajar ini bersifat kuantitatif. Menurut Sugihartono,
dkk (2007: 129) hasil pengukuran dapat berupa nilai atau angka yang
menggambarkan kondisi atau kenyataan sesuai dengan kualitas dan kuantitas
keadaan yang diukur. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengukuran prestasi
belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku
siswa setelah mengkhayati proses belajar. Pengukuran yang dilakukan guru
biasanya menggunakan tes sebagai alat ukur. Hasil pengukuran tersebut
berwujud angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan
materi pelajaran bagi para siswa yang dikenal dengan prestasi belajar.
Sumadi suryabrata (2006: 294) menyatakan bahwa prestasi belajar siswa
dapat diukur dengan jalan:
a. Memberikan tugas-tugas tertentu.
b. Menanyakan beberapa hal yang terkait dengan pelajaran tertentu.
c. Memberikan tes pada siswa sesudah mengikuti pelajaran tertentu.
d. Memberikan ulangan.
Sedangkan menurut Syaiful dan Aswan (2013: 106), dalam mengukur dan
mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan dengan tes prestasi
beajar. Tes prestasi belajar ini dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian
berikut ini:
a. Tes Formatif
Penilaian ini digunakan utuk mengukur satu atau lebih pokok bahasan
tertentu dan bertujuan memperoleh gambaran tentang daya serap siswa
terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
Lebih tepatnya tes formatif dilakukan setiap akhir suatu topik atau pokok
bahasan.
b. Tes Submatif
Tes submatif ini meliputi sejumlah bahan pembelajaran tertentu yang telah
diajarkan, untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungan
dalam menentukan rapor.
c. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap materi- materi
yang telah diajarkan dalam waktu satu semester dan untuk menetapkan
tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam suatu peride belajar
tertentu. Hasil dari tes ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun
peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
prestasi belajar IPA adalah suatu prses mengukur tingkat penguasaan mata
pelajaran yang dimiliki leh siswa dengan menggunakan alat ukur tes yang
hasilnya berupa angka atau huruf dalam jangka waktu tertentu. Pada penelitian
ini, penulis menggunakan hasil nilai PTS (Penilaian Tengah Semester) ganjil
tahun Pelajaran 2020/2021 pada mata pelajaran IPA.
Faktor-faktor yang menentukan pencapaian prestasi belajar adalah:
1. Faktor Internal
a) Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat mempengaruhi kemampuan
belajar seseorang. Bila seseorang selalu tidak sehat, sering sakit, dapat
mengakibatkan kurang bergairah untuk belajar. Jika kesehatan rohani
kurang baik seperti mengalami gangguan pikiran, adanya konflik makan
juga akan mengganggu semangat untuk belajar.
b) Intelegensi dan bakat
Kedua aspek kejiwaan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar seseorang. Seserang yang mempunyai intelegensi tinggi akan
mudah belajar dan hasilnya pun cukup baik, tetapi jika seseorang
mempunyai intelegensi rendah akan susah belajar dan hasilnya juga
cenderung rendah. Bakat juga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar.
Jika seseorang mempunyai bakat dalam bidang tertentu maka akan lebih
mudah dan cepat pandai untuk mempelajarinya dibandingkan dengan
orang yang tidak punya bakat tersebut.
c) Minat dan motivasi
Minat belajar yang besar cenderung besar akan menghasilkan prestasi
belajar tinggi, sebaliknya jika minat belajar kurangmaka prestasi belajar
akan rendah. Kuat lemahnya motivasi belajar akan mempengaruhi prestasi
belajar seseorang. Motivasi belajar perlu diusahakan terutama dalam diri
sendiri untuk memikirkan cita-cita masa depan.
d) Cara belajar
Jika belajar tidak memperhatikan teknik dan faktr fisiolgis, psikologis
dan ilmu kesehatan maka akan memperoleh hasil yang kurang
memuaskan. Selain itu juga perlu diperhatikan waktu belajar, tempat,
fasilitas, penggunaan media pengajaran dan penyesuaian bahan pelajaran.
2. Faktor Eksternal
a) Lingkungan keluarga
Faktor lingkungan keluarga sangat mempengaruhi anak dalam belajar.
Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup
atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, rukun tidaknya dengan
orang tua, akrab tidaknya dengan orang tua, ketenangan dalam rumah,
semua itu sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang.
b) Lingkungan sekolah
Keadaan di sekolah juga sangat berpengaruh terhadap tingkat prestasi
belajar. Kualitas guru, metde dalam mengajar, kesesuaian kurikulum
dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah,
keadaan ruangan, jumlah murid, pelaksanaan tata tertib sekolah, semua ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
c) Lingkugan masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Jika di sekitar
tempat tinggal anak keadaan masyarakatnya adalah orang-orang yang
berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi dan memiliki
moral yang baik makan akan mendorong anak untuk lebih giat belajar.
e) Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan sekitar juga mempengaruhi prestasi belajar.
Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar rumah, keadaan
lalu lintas, iklim dan sebagainya, semua itu sangat mempengaruhi prestasi
belajar anak.
Menurut Ngalim (2010: 102), ada faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar, yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Faktor individual yaitu faktor yang ada pada diri individu itu sendiri, antara
lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan
faktor pribadi.
2) Faktor sosial yaitu faktor yang ada di luar individu, antara lain: faktor
keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat/fasilitas
yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang
tersedia dan motivasi sosial.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
seseorang atau hasil akhir yang dicapai seseorang melalui kegiatan belajar
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pengaruh dari dalam (internal) dan
pengaruh dari luar (eksternal). Adapun yang menjadi faktor internal dalam
penelitian ini adalah kemandirian belajar, sedangkan yang menjadi faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah penerapan literasi
digital
F. Tinjauan Pustaka
Berikut adalah penelitian-penelitian yang relevan terkait dengan yang akan di
teliti:
1. Arista Fitria Anggraini (2020) dalam penelitiannya yang berjudul ―Pengaruh
Media Website dalam Pembelajaran Discovery Learning dan Kemampuan
Literasi Digital Terhadap Prestasi belajar Siswa Pada Materi Perkembangan
Islam di Nusantara Kelas X di SMA Negeri 1 Sooko Kabupaten Mojokerto‖.
Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian Pre
Experiment Design. Teknik pengambilan data menggunakan angket dua jenis,
tugas analisis artikel, dan nilai tes tulis. Pengolahan data pada penelitian ini
menggunakan analisis statistik regresi berganda dengan bantuan software spss
25. Data ini diolah untuk mengetahui pengaruh media website dalam
pembelajaran discovery learning dan kemampuan literasi digital terhadap
prestasi belajar peserta didik. Berdasarkan hasil pengelolahan dan analisis,
pengaruh media website dalam pembelajaran discovery learning terhadap
prestasi belajar sebesar 0,728, pengaruh media website dalam pembelajaran
discovery learning terhadap kemampuan literasi digital sebesar 0,900,
pengaruh kemampuan literasi digital terhadap prestasi belajar sebesar 0,784,
sedangkan pengaruh media website dalam pembelajaran discovery learning dan
kemampuan literasi digital terhadap prestasi belajar secara bersama-sama
sebesar 61,8%. Adapun pengaruh variabel lain yang tidak diteliti sebesar
38,2%.
2. Annisa Nurul Awaliyah (2019) melakukan penelitian yang berjudul ―Literasi
Digital Untuk Meningkatkan Prestasi belajar Siswa Pada Pembelajaran Seni
Budaya Kelas VIII SMPN 27 Makassar‖. Jenis penelitian yang digunakan
adalah Action Research berbasis kelas dengan menggunakan Siklus I dan
Siklus II. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.1 Semester II Tahun
Pelajaran 2018/2019 dengan jumlah 36 orang. Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan tes unjuk kerja.
Peningkatan prestasi belajar dengan menggunakan literasi digital pada ranah
kognitif adalah pada pra siklus jumlah siswa yang lulus KKM 75 pada
pembelajaran seni budaya adalah 13,7%, maka dilakukanlah siklus I dan
mendapatkan hasil 38,9% meningkat 25,2%. Pada hasil siklus I dianggap tidak
memuaskan dilakukan siklus ke II dengan jumlah kelulusan 83,64% meningkat
44,74% dari siklus I. Sedangkan ranah afektif pada siklus I dengan rata-rata
12,62 atau keterangan B (baik) lalu meningkat pada siklus II menjadi 16,04
dengan keterangan A (baik sekali). Pada ranah psikomotorik didapatkan hasil
pada siklus I dengan rata-rata 10,41 dengan keterangan B (baik) naik menjadi
13,2 dengan keterangan baik sekali (A). Suasana pembelajaran menggunakan
literasi digital membuat kondisi kelas menjadi lebih aktif dan efisien.
3. Fernanda Effendi, Bustanur, Ikrima Mailani (2019) dalam penelitiannya yang
berjudul ―Pengaruh Literasi Media Digital Terhadap Prestasi belajar
Mahasiswa‖. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan level
explanation asosiatif kausal, yang dilaksanakan di program studi Pendidikan
Agama Islam, Universitas Islam Kuantan Singingi. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah kuisioner/angket yang indikatornya diambil dari
publikasi EAVI (European Association for Viewers Internets) yang berjudul
Study on Assessment Criteria for Media Literacy Levels, wawancara, observasi
dan dokumentasi. Analisis data menggunakan rumus Chi-Square yang diolah
menggunakan software SPSS 17.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh dari literasi media digital terhadap prestasi belajar mahasiswa
program studi Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Kuantan Singingi,
dengan nilai hitung Chi-Square sebesar 2,431 lebih kecil daripada nilai tabel
Chi-Square sebesar 7,815.
4. Lusiana Wulansari (2016) melakukan penelitian yang berjudul ―Pengaruh
Kemandirian Belajar dan Literasi Terhadap Prestasi belajar Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial‖. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey. Jumlah sampel adalah 20 siswa Sekolah Menengah Pertama
Swasta di Kecamatan Bogor Barat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:
Terdapat pengaruh yang signifikan kemandirian belajar dan literasi secara
bersama-sama terhadap prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Hasil
pengujian diperoleh bahwa nilai Fo = 1264,727 dan Sig. =0,000 < 0,05,
Terdapat pengaruh yang signifikan kemandirian belajar terhadap prestasi
belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai to
= 4,791 dan Sig. =0,000 < 0,05, Terdapat pengaruh yang signifikan literasi
terhadap prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Hasil pengujian diperoleh
bahwa nilai to = 2,816 dan Sig. =0,006 < 0,05.
5. Rita Ningsih dan Arfatin Nurrahman (2016) dalam penelitiannya yang berjudul
―Pengaruh Kemandirian Belajar dan Perhatian Orang Tua Terhadap Prestasi
belajar Matematika‖. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei dengan menggunakan analisis korelasional. Sampel diperoleh
dengan menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 90 orang siswa
dari siswa kelas VIII SMP Swasta Kecamatan Setiabudi. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan pemberian angket dan tes tulis. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 20 terdiri dari analisis
deskriptif, uji persyaratan analisis data, dan pengujian hipotesis. Uji
persyaratan analisis data yang digunakan, yaitu uji normalitas, uji linearitas,
dan uji multikolinearitas. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan
bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan kemandirian belajar terhadap
prestasi belajar matematika. Terdapat pengaruh positif yang signifikan
perhatian orang tuaterhadap prestasi belajar matematika; dan Terdapat
pengaruh positif yang signifikan antara kemandirian belajar dan perhatian
orang tua terhadap prestasi belajar matematika. Besar sumbangan kemandirian
belajar dan perhatian orang tua terhadap prestasi belajar matematika sebesar
45.3% sisanya sebesar 54.7% disumbang oleh variabel-variabel lain selain
kemandirian belajar dan perhatian orang tua.
6. RR Aliyyah, FA Puteri, dan A Kurniawati (2017) melakukan penelitian yang
berjudul ―Pengaruh Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi belajar IPA‖. Di
dalam penelitian ini metode penelitiannya ialah kuantitatif dengan pendekatan
korelasi fungsional. Setelah diadakannya penelitian, hasil menunjukkan bahwa
terbukti adanya pengaruh antara kemandirian belajar terhadap prestasi belajar
IPA. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan uji t yaitu kemandirian
belajar dengan prestasi belajar IPA diperoleh nilai thitung sebesar 8,306 yang
lebih besar dari nilai ttabel 2,000. Serta nilai signifikansi kemandirian belajar
dengan prestasi belajar sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Hasil perhitungan koefisien determinasi antara
kemandirian belajar dengan prestasi belajar sebesar 53,50% sedangkan 46,50%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Adanya penelitian-penelitian yang relevan di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa selama ini belum ada yang mengkaji mengenai pengaruh
penerapan literasi digital dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar IPA
pada masa pandemi Covid-19. Penelitian yang peneliti lakukan sekarang
adalah meneliti pengaruh dari penerapan literasi digital dan kemandirian
belajar pada masa pandemi Covid-19 yang berjudul ―Pengaruh Penerapan
Literasi Digital dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Belajar IPA Pada
Masa Pandemi Covid-19 Siswa SMA N 1 Sp padang Suruh Tahun Pelajaran
2020/2021”.

G. Metodelogi Penelitian
1. Waktu Dan Tempat Penelitian
a. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan september
b. Tempat
Tempat pelitian dilakukan di SMA N 1 sp padang .
2. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, teknik pengambilan sampel diambil
secara random, menggunakan instrumen penelitian sebagai pengumpulan data,
analisis data bersifat kuantitatif/ statistik berupa angka- angka (Sugiyono,
2015).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian ex post facto yang artinya sesudah fakta, yang menurut Sugiyono
(2013: 50) yaitu penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi dan
kemudian melihat ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kejadian tersebut. Menurut Arikunto (2010: 17) penelitian ex
post facto adalah model penelitian yang kejadiannya sudah terjadi sebelum
penelitian dilaksanakan. Ciri utama penelitian ex post facto adalah tidak
adanya perlakuan yang diberikan oleh peneliti atau dengan kata lain
perlakuannya sudah dilakukan tanpa ada kontrol dari peneliti. Hal ini seperti
yang telah dijelaskan oleh Nasir (2007: 73), sifat penelitian ex post facto yaitu
tidak ada kontrol terhadap variabel, variabel ini dilihat sebagaimana adanya.
Penelitian ini meneliti hubungan sebab- akibat yang tidak dimanipulasi atau
diberi perlakuan oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh
variabel bebas yaitu literasi digital (X1) dan kemandirian belajar (X2) terhadap
variabel terikat yaitu prestasi belajar IPA (Y). Adapun desain penelitian ini
dapat disajikan sebagai berikut:

X1
Y
X2
TABEL 3.1 Desain Penelitian

Keterangan:
X1 = Literasi Digital
X2 = Kemandirian Belajar
Y = Prestasi Belajar IPA
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik simple random sampling. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah
literasi digital dan kemandirian belajar pada masa pandemi Covid-19, sedangkan
variabel terikatnya adalah prestasi belajar IPA. Metode pengumpulan data
menggunakan angket dan dokumentasi.
3. Definisi Operasional Variabel
Arikunto (2006: 166) mengatakan variabel adalah obek penelitian yang
bervariasi. Variabel adalah sesuatu yang menjadi sumber obyek pengamatan
dan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang diteliti. Ada dua
variabel dalam penelitian ini yaitu variabel terikat (variabel dependen) dan
variabel bebas (variabel independen). Variabel independen (variabel bebas)
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel dependen
(variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi oleh atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016: 64). Dalam penelitian
ini variabel bebasnya yaitu literasi digital dan kemandirian belajar saat
pandemi Covid-19, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar IPA
4. Instrumen Penelitian
Menurut Budiyono (2018: 51), instrumen yang baik harus valid dan reliabel.
Instrumen-instrumen yang baik harus terdiri dari butir-butir yang baik.
Persyaratan butir yang baik, tergantung kepada jenis instrumen yang dipilih.
Menurut Sukardi (2009: 75) fungsi instrumen penelitian adalah untuk
memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada
langkah pengumpulan data lapangan. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non tes, instrumen non tes yang digunakan berupa angket.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dengan
meggunakan skala likert. Dalam skala likert, untuk menentukan skor atau nilai
terhadap suatu pertanyaan yang diajukan kepada responden biasanya
menunjukkan kecenderungan positif, misalnya sangat setuju (SS) diberi skor 5,
setuju (S) diberi skor 4, ragu-ragu (R) diberi skor 3, tidak setuju (TS) diberi
skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1. Sebaliknya, ketika
pertanyaan yang diajukan kepada responden menunjukkan kecenderungan
negatif, misalnya sangat tidak setuju (STS) diberi skor 5, begitu seterusnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Nasir, 2005: 174).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
dan dokumentasi.
1. Angket
Angket adalah kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis
kepada responden dan cara menjawabnya juga dilakukan dengan cara
tertulis (Arikunto, 2010: 101). Menurut Sugiyono (2016: 142), angket
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Angket dalam penelitian ini disusun berdasarkan indikator
literasi digital dan kemandirian belajar.
Indikator literasi digital dalam penelitian ini menggunakan indikator
menurut Paul Gilster (1997: 18) yaitu; (1) pencarian internet (2) panduan
arah hypertext (3) evaluasi konten informasi (4) penyusunan pengetahuan.
Sedangkan indikator kemandirian belajar menggunakan indikator menurut
Mudjiman (2007: 9) yaitu; (1) keaktifan belajar (2) kepercayaan diri dalam
menyelesaikan masalah (3) persistensi kegiatan belajar (4) keterarahan
belajar (5) kreativitas pembelajar.
2. Dokumentasi
Dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang
tertulis. Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data
menganalisis dokumen-dokumen baik secara tertulis maupun secara
elektronik. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010: 274). Dalam
penelitian ini, dengan menggunakan metode dokumentasi peneliti
mendapatkan, data nilai prestasi belajar, berupa nilai penilaian tengah
semester (PTS) ganjil siswa SMA N1Sp padang Suruh tahun pelajaran
2020/2021.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengelompokkan atau mengorganisasikan
dan mengurutkan data sehingga akan mendapatkan gambaran atau jawaban
terhadap tujuan penelitian (Marzuki, 1998: 89). Untuk penelitian dengan
pendekatan kuantitatif, maka teknik analisis data berkenaan dengan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan pengujian hipotesis yang
diajukan (Sugiyono, 2015: 391). Adapun teknik analisis data yang akan
dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif yang digunakan adalah deskriptif presentase.
Deskriptif presentse ini kemudian akan dibandingkan dengan kriteria yang
digunakan dan diketahui tingkatannya (Setyosari, 2016: 234).
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang
dilakukan sebelum menganalisis hasil regresi. Tujuan dari uji
normalitas yaitu untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
dependent atau independent memiliki distribusi normal. Jika data
tidak berdistribusi normal, maka analisis non parametik dapat
digunakan. Untuk menguji normal atau tidaknya dapat menggunakan
uji statistik
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh
masing- masing variabel bebas yang dijadikan prediktor mempunyai
hubungan linear atau tidak terhadap variabel terikat. Untuk
mengetahui hubungan linearitas dalam penelitian ini digunakan uji F
pada taraf signifikansi 5% dengan menggunkan rumus seperti yang
dikemukakan oleh Sugiyono (2014: 274). Kemudian Fhitung
dikonsultasikan dengan Ftabel pada taraf signifikansi 5%. Apabila
Fhitung sama dengan atau lebih kecil dari Ftabel maka terdapat
hubungan linear antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Sebaliknya, jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat tidak linear. Selain itu juga bisa
menggunakan dasar pengambilan keputusan menggunkan signifikansi
deviation from linearity, yaitu apabila nilai sig. Deviation from
linearity ˃ 0,05, maka terdapat hubungan yang linear antara variabel
bebas dan terikat, begitu juga sebaliknya apabila sig. Deviation from
linearity ˂ 0,05, maka tidak tidak terdapat hubungan yang linear
antara variabel bebas dan terikat.
c. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas berguna untuk mengetahui apakah ada
model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antara
variabel independen ( Ghozali, 2001: 105). Uji multikolinearitas
bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi interkorelasi (hubungan
yang kuat) antar variabel independen. Jika terjadi korelasi kuat,
terdapat masalah multikolinearitas yang harus diatasi. Model regresi
yang baik tidak terjadi gejala multikolinearitas. Mengukur
multikolinearitas dapat diketahui dari besaran VIF (variance inflation
factor), dan besaran tolerance. Jika tolerance ˃ 0,10 artinya tidak
terjadi gejala multikolinearitas, begitu juga sebaliknya jika tolerance ˂
0.10 maka terjadi gejala multikolinearitas diantara variabel bebas .
Jika VIF ˂ 10 maka tidak terjadi gejala multikolinearitas diantara
variabel bebas dan jika nilai ˃ 10 maka terjadi gejala multikolinearitas
diantara variabel bebas (Sarjono dan Winda Julianita, 2011: 70-74).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Kebanyakan data cross section
mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun
data yang yang mewakili berbagai ukurun (kecil, sedang dan besar).
Dasar pengambilan keputusan apabila sig ˂ 0,05 maka terjadi masalah
heteroskedastisitas, apabila sig. ˃ 0,05 artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas. Homoskedastisitas ditunjukkan dengan nilai sig
lebih dari 0,05. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas (Ghozali, 2013: 139).
e. Uji Autokorelasi
Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel dan
data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu, sehingga
munculnya suatu datum dapat dipengaruhi oleh datum sebelumnya
(Hasan, 2010: 285). Ghozali (2013: 111) menyatakan bahwa, uji
autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (periode sebelumnya). untuk
menentukan ada tidaknya autokorelasi dalam regresi dapat dilakukan
dengan menggunakan uji Durbin-Watson, yang dilakukan dengan cara
membandingkan langsung nilai DW (dhitung) dengan nilai.
Daftar pustaka
Bawden, D. (2001). Information and Digital Literacy: a review of concept. Journal of
Dokementation, 57 (2), 218-259 Tibor Koltay, The Media and the Literacy :
Media Literacy, Information Literacy and Digital Literacy.
Covid19.go.id. (2020). Situasi Virus Corona. Dipetik 28 Juli 2020 pukul 20.00 WIB
dari: https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/
Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan terjemahannya. Bandung: MSQ
Publishing.
Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: PT Rineka cipta.
Gilster, Paul. 1997. Digital Literacy. New York: Wiley.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan program IBM SPSS 19,
cetakan V. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegara.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Progam IBM SPSS21
Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Husamah. 2015. Pembelajaran Bauran (Blended Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka.
Johns Hopkins CSSE. 2020.
Khasanah, Dian Ratu Ayu, dkk. 2020. Pendidikan Dalam Masa Pandemi Covid29.
Jurnal Sinestesia. 10(1): 41.
Maradona. 2013. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI IPA SMA Islam
Samarinda pada Pokok Bahasan Hidrolisis Melalui Metode Eksperimen.
Prosiding Seminar Nasional Kimia (pp. 62-70). Samarinda: Unmul.
Mudjiman, Haris. 2011. Belajar Mandiri (Self-Motivasi Learning). Solo: UNS Press.
Muhibbin Syah. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai