Modul Filsafat Pendidikan Islam Filsafat Pendidikan Islam: Disusun Oleh: Rahmi Rabiaty, S.Sos.I., M.Ag
Modul Filsafat Pendidikan Islam Filsafat Pendidikan Islam: Disusun Oleh: Rahmi Rabiaty, S.Sos.I., M.Ag
DISUSUN OLEH :
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam
Bab III Aliran-aliran filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
Bab IV Konsep alam semesta, manusia, masyarakat, dan ilmu
pengetahuan dalm perspektif filsafat pendidikan Islam
Bab V Hakikat dan tujuan pendidikan Islam
Bab VI Paradigma pendidik dan peserta didik
Bab VII Etika keilmuan dalam filsafat pendidikan Islam
Bab VIII Hakikat kurikulum dalam filsafat pendidikan Islam
Bab IX Hakikat metode dalam pendidikan Islam
Bab X Hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan Islam
Bab XI Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
Bab XII Peluang dan tantangan pendidikan Islam
Bab XIII Pemikiran tokoh pendidikan Islam Al-Ghazali
Bab XIV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib Al- Attas
Bab XV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Hasan Langgulung
1
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2009) , 1.
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian,
filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Subjek filsafat lazimnya
disebut philosopher, yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.2
Untuk mendapatkan ilmu atau hikmah, media yang efektif adalah
pendidikan. Pendidikan Islam merupakan media keilmuan Islam yang
didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam. Nilai-nilai ini dirasionalisasi lewat
filsafat sehingga bisa dikonversi dan diimplementasikan pada tataran
praktis. Oleh karena itu, peran filsafat pendidikan Islam sangat urgen
untuk pengembangan pendidikan Islam.
A. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian filsafat pendidikan
dan filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu memahami pendekatan dalam filsafat
pendidikan Islam
3. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Mahasiswa mampu menguraikan dan membedakan
pengertian filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan dalam filsafat
pendidikan Islam
3. Mahasiswa mampu memetakan ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam
2
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), 5
3
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan pemikiran Para tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 15.
DAFTAR PUSTAKA
1) Epistemologi Bayani
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang
menekankan otoritas teks Arab (nass), secara langsung ataupun
tidak langsung, dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan yang digali
lewat inferensial (dalil-dalil). Secara langsung artinya memahami
teks sebagai pengetahuan dan mengaplikasikannya langsung tanpa
perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti memahami teks
sebagai pengetahuan yang mentah, sehingga memerlukan tafsir dan
penalaran lebih mendalam. Meski demikian, hal ini bukan berarti
akal dan nalar dapat bebas menentukan makna dan maksudnya,
tetapi tetap bersandar pada teks. Epistemologi bayani menaruh
perhatian besar pada proses transmisi teks dari generasi ke
generasi, sampai kepada wilayah tafsir, fiqh, ushul fiqh, dan lain-lain.
2) Epistemologi ‘Irfani
Dalam menerjemahkan kata ‘irfan, ada dua makna kata yang
bisa dirujuk. Pertama, kata gnosis yang berarti pengetahuan intuitif
tentang hakikat spiritual yang diperoleh tanpa proses belajar. Kedua,
gnostik yakni pengetahuan tentang Allah yang dinisbahkan kepada
“gnostisime”.
‘Irfani jika dibandingkan dengan bayani, maka bayani
mendasarkan pengetahuannya kepada teks, sedangkan ‘irfani
mendasarkan pengetahuannya kepada kasf, yaitu tersingkapnya
rahasia-rahasia ketuhanan. Oleh karena itu, ‘irfan tidak diperoleh
berdasarkan analisis terhadap teks, akan tetapi dari hati nurani yang
suci, sehingga Tuhan menyingkapkan sebuah pengetahuan
(ladunni).
3) Epistemologi Burhani
Burhani, dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘al-burhan’
yang berarti argumen yang jelas (al-hujjah al-bayyinah). Dalam
logika (mantiq), burhani merupakan aktivitas berfikir untuk
menetapkan kebenaran melalui metode penyimpulan, dengan
menghubungkan suatu premis terhadap premis lain yang telah
terbukti kebenarannya. Secara umum, burhani adalah aktivitas nalar
yang menetapkan kebenaran suatu premis.
Burhani adalah aktifitas berpikir secara mantiqi yang identik
dengan silogisme atau al-qiyas al-jami`’ yang tersusun dari beberapa
proposisi. Burhani menekankan tiga syarat, yaitu: pertama,
mengetahui terma perantara (ma'rifah al-hadd al-awsat); kedua,
keserasian hubungan relasional antara terma perantara dan
kesimpulan (tartib al-‘alaqah bayn al-‘illah wa al-ma’lul); ketiga,
natijah (kesimpulan) harus muncul secara otomatis dan tidak
mungkin muncul kesimpulan yang lain. Kias ketiga ini yang inheren
dengan epistemologi burhani.
Dalam memandang proses keilmuan, kaum burhani merujuk
dari cara pikir filsafat yakni memahami hakikat sebenarnya adalah
universal. Hal ini menempatkan “makna” dari realitas pada posisi
otoritatif, sedangkan ”bahasa” bersifat partikular sebagai penegasan
atau ekspresi saja.
Oleh karena itu, ilmu burhani berpola dari nalar burhani dan
nalar burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat rasional
terhadap realitas sehingga muncul makna, sedangkan makna agar
bisa dipahami dan dimengerti, diaktualisasi lewat kata-kata (bahasa).
DAFTAR PUSTAKA
BAB V
HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
4
H.Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan pemikiran Para tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 83.
4) Fitrah susila
Adalah suatu kemampuan manusia mempertahankan diri
dari sifat-sifat amoral, sifat-sifat yang menyalahi tujuan Allah
yang menciptakannya. Manusia yang menyalahi fitrah susilanya
akan berakibat manusia menjadi hina.
5) Fitrah ekonomi
Suatu kemampuan yang dimiliki manusia untuk
mempertahankan hidupnya dengan upaya memenuhi
kebutuhan jasmaniahnya, semi kelangsungan hidupnya. Fungsi
utama fitrah ini adalah untuk memanfaatkan kekayaan alam
untuk merealisasikan tugas-tugas kekhalifahan dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT. bukan untuk kepentingan pribadi
sehingga menjadikan manusia diperbudak materi.
6) Fitrah seni
Adalah suatu kemampuan yang dimili oleh manusia yang
dapat menimbulkan daya estetika. Dalam proses belajar
mengajar semestinya memberikan suasana gembira, karena
pendidikan merupakan proses kesenian, oleh karena itu
dibutuhkan seni mendidik.
7) Fitrah kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan,
ingin dihargai, kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan hidup
lainnya.
c. Al-Hayah (vitality)
Hayah adalah daya, tenaga, energi atau vitalitas hidup
manusia yang karenanya manusia dapat bertahan hidup. Al-
hayah disebut juga sebagai nyawa manusia.
d. Al-Khuluq
Akhlak adalah kondisi batiniyah individu yang mencakup al-
thab’u dan al-sajiyah. Khuluq dapat disamakan dengan karakter
masing-masing individu memerlukan keunikan tersendiri.
Dalam terminologi psikologi, karakter adalah watak atau sifat
dasar yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan
ciri mengidentifikasi kepribadian seseorang.
e. Al-Tab’u (tabiat)
Tabiat adalah citra batin individu yang menetap. Citra ini
terdapat pada konstitusi individu yang diciptakan oleh Allah
SWT sejak lahir. Al thab’u sama dengan tempramen yang tidak
dapat diubah, namun didalam Al-Qur’an, tabiat manusia
mengarah pada perilaku baik atau buruk.
f. Al-Sajiyah (Bakat)
Sajiyah adalah kebiasaan individu yang berasal dari hasil
integrasi antara karakter individu dengan aktivitas-aktivitas
yang diusahakan. Dalam terminologi psikologi, sajiyah
DAFTAR PUSTAKA
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1992), 74.
C. Uraian Materi
1. Kedudukan Pendidik dalam pendidikan Islam
a. Kedudukan pendidik
Salah satu unsur penting dari proses kependidikan
adalah pendidik. Di pundak pendidik terletak tanggungjawab
yang amat besar dalam upaya mengantar peserta didik ke arah
tujuan pendidikan yang di cita-citakan.
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki
tanggungjawab untuk mendidik. Secara khusus, pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik,
baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.
Dalam pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan
murabbi, mu’allim, mu’addib, mudarris, dan mursyid. menurut
peristilahan yang dipakai dalam pendidikan dalam Islam. Kelima
istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan mempunyai tugas
masing-masing.
Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan
peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
DAFTAR PUSTAKA
6
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 97
C. Uraian Materi
1. Etika pragmatis dalam pendidikan Islam
Aliran pragmatis timbul pada abad 20. Pendiri aliran ini
adalah Charks E. Peirce. Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran
yang memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap
mengalami perubahan(terus-menerus berubah).
Makna “etika”. Istilah dipakai dalam dua macam arti. Yang
satu tampak dalam ungkapan seperti “ saya pernah belajar etika.”
Dalam penggunaan seperti ini etika dimaksudkan sebagai suatu
kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan manusia.
Makna kedua seperti yang terdapat dalam ungkapan “ia
bersifat etis” atau “ia seorang yang jujur” dalam hal-hal tersebut
bersifat etik merupakan predikat yang dipakai untuk membedakan
hal-hal, perbuatan-perbuatan, manusia-manusia yang lain, dalam
arti yang demikian ini, “bersifat etik” setara dengan “bersifat
susila”.
Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya
yang berjudul Tahdzib Al-Akhla, dia mencoba menunjukkan
bagaimana kita dapat memperoleh watak-watak yang lurus untuk
DAFTAR PUSTAKA
H. Mahmu, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2011.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1997
C. Uraian Materi
1. Pengertian Kurikulum Dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam secara fungsional adalah merupakan upaya
manusia muslim merekayasa pembentukan al-insan al-kamil melalui
penciptaan situasi interaksi edukatif yang kondusif. Dalam posisinya
yang demikian, pendidikan Islam adalah model rekayasa individual dan
sosial yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk
masyarakat ideal ke masa depan. Sejalan dengan konsep perekayasaan
masa depan ummat, maka pendidikan Islam harus memiliki seperangkat
isi atau kegiatan yang akan ditransformasi kepada peserta didik agar
menjadi milik dan kepribadiannya sesuai dengan idealitas Islam. Untuk
itu, perlu dirancang suatu bentuk kurikulum pendidikan Islam yang
sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai asasi ajaran Islam.
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh
oleh pelari. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia
2. Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam,
dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam
mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai
pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.
3. Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya
disusun dengan mempertimbanglcan tahapan- tahapan pertumbuhan
dan perkembangan yang dilalui anak didik
4. Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah
realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti
bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal
terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk
sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini
b) Asas Filosofis
Diatas telah diungkapkan bahwa filsafat banyak memberi pengaruh
pada kurikulum, menentukan sejauh mana tujuan kurikulum yang
menjadi kerangka acuan akan diraih dengan maksimal. Filsafat
merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan.
c) Asas Psikologis
Pendidikan sangat berhubungan dengan kejiwaan manusia, ilmu
jiwa manusia berpengaruh juga dalam kegiatan belajar. Karena belajar
merupakan aktivitas seseorang untuk mentransformasikan ilmu (apakah
ia dewasa atau anak-anak), dan kita ketahui bersama bahwa belajar itu
ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah berbagai teori
belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada
umumnya tiap teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak
memberikan gambaran tentang keseluruhan proses belajar. Jadi, yang
DAFTAR PUSTAKA
BAB IX
HAKIKAT METODE DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
e. Metode Demonstrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru
mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu
sedangkan murid memperhatikannya.
f. Metode Eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu
percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap
murid, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil
memberikan arahan.
g. Metode Amsal/Perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi
pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan. Prinsip metode ini
terdapat dalam Al Qur’an:
D. Soal
1. Apa pengertian metode dalam filsafat pendidikan Islam?
2. Sebutkan dan jelaskan asas-asas umum dalam filsafat
pendidikan Islam?
3. Bagaimana karakteristik metode dalam filsafat pendidikan
Islam?
DAFTARA PUSTAKA
BAB X
HAKIKAT EVALUASI DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
c. Prinsip Objektivitas
Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya,
tidak boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat emosional dan
irasional.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam
mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan
evaluasi yang dilakukan (Q.S.: 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai
DAFTAR PUSTAKA
BAB XI
PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM
7
Imam Bernadib, Filsafat Pendidikan Sisten dan Metode (Yogyakarta: Andi Offset,
1992), 19.
DAFTAR PUSTAKA
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam tergantung pada tingkatannya masing-
masing, yaitu pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Jadi
setiap tingkatan pendidikan memiliki tujuan yang berbeda-beda
disesuaikan dengan taraf penerimaan dari peserta didik dan bersifat
berkelanjutan secara dinamis dan saling berkaitan.
Al-Attas berpendapat terma tarbiyah lebih menonjolkan
perkembangan fisik material dan unsur-unsur kasih sayang serta hal-
hal yang konkret. Oleh karena itu ciri-ciri pendidikan ini sangat cocok
diterapkan pada pendidikan tingkat dasar/ kanak-kanak atau lebih
konkret sesuai dengan istilah yang dipakai untuk proses pendidikan
tingkat taman kanak-kanak dan Sekolah Dasar.
Term ta’lim bermakna lebih universal dari tarbiyah, lebih cocok
digunakan untuk pendidikan menengah, atau pada usia remaja dan
menjelang dewasa (SLTP dan SLTA). Terma ta’dib diperuntukkan
pada proses pematangan /penyempurnaan pendidikan. Term ini
sangat cocok pada jenjang pendidikan untuk dewasa (Perguruan
Tinggi).
Dengan demikian, pendidikan Islam merupakan serangkaian
upaya yang mengantarkan manusia (peserta didik) pada derajat
kesempurnaan (insan kamil). Kesempurnaan yang diinginkan oleh
Islam bukan hanya didunia atau hanya diakhirat saja, melainkan
DAFTAR PUSTAKA
D. Soal
1. Uraikan secara singkat riwayat hidup Hasan Langgulung ?
2. Deskripsikan pemikiran pendidikan Islam Hasan Langgulung
dan berikan tanggapan kritis terhadapnya!
DAFTAR PUSTAKA