Anda di halaman 1dari 5

UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : ISD/IAD Semester : I (Satu)


Dosen : Rachmat Ihya’ SH.I, SH, M.IP, MH Sifat : Open

NAMA : FACHRI M KRISNA ADINEGARA


NIM : 20560008
KELAS: HUKUM 1-A

1. Pendekatan struktural–fungsional memandang masyarakat sebagai suatu


sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk
keseimbangan, sehingga sering pula disebut pendekatan tertib sosial,
pendekatan integrasi atau pendekatan keseimbangan. Jelaskan asumsi
dasar dari pendekatan struktur fungsional tersebut ! .....................................

2. Dikalangan ilmuan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu


tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal
tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris,
umum dan akumulatif. Jelaskan cara membuktikan apakah isi pengetahuan
itu benar dan bagaimana pendapat saudara ? .........................

3. Pengkajian tingkat budaya dapat dipelajari dengan melepaskan diri dari


struktur sosial atau hubungan antar pribadi yang tercakup dalam ciptaan atau
penyebarannya. Hal ini dinyatakan oleh Sorokin (1975) bahwa kesatuan
organis dari gejala budaya dan tingkat sosial budaya harus dianalisa terpisa
dari tingkat individu. Bagaimanakah pokok pikiran Sorikin tentang analisa
tingkat budaya dan berikan juga tanggapan saudara ? ........

JAWABAN:

1. Struktural Fungsional merupakan teori yang mengacu pada asumsi bahwa: (1)
Harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian
yang saling berinteraksi, dan (2) Hubungan yang ada dapat bersifat satu arah atau
timbal balik

sebuah sudut pandang luas yang mencakup dan atau termasuk kedalam sosiologi dan
juga antropologi yang berupaya menafsirkan (mengartikan) masyarakat sebagai
sebuah struktur (sosial) dengan bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme
menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi atau guna dari elemen-
elemen konstituen; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Sebuah analogi umum
yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan isi bagian masyarakat ini sebagai
"organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" (tubuh) secara wajar. Dalam
arti yang paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan
(sebisa mungkin) dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap
berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif." Bagi Talcott Parsons,
"fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam
pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran.
Kesatuan fungsi masyarakat, seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya
standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi
individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan
tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya
berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih
besar.

Fungsionalisme universal, seluruh bentuk dan stuktur sosial memiliki fungsi positif.
Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur,
adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif.
Dicontohkan pula dengan stuktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur
individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga
bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.

Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hany amemiliki fungsi positif


namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari
keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat.
Dalam hal ini pertentangan Merton pun sama dengan parson bahwa ada berbagai
alternative structural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak
dapat dihindari.

2. Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecilpun telah
mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan
kecerdasannya. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.

Pertama, atas dasar sumber atau asal dari kebenaran pengetahuan, dapat
bersumber antara lain dari: fakta empiris (kebenaran empiris), wahyu atau kitab suci
(kebenaran wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). Kebenaran pengetahuan perlu
dibuktikan dengan sumber atau asal dari pengetahuan terkait. Kebenaran
pengetahuan empiris harus dibuktikan dengan sifat yang ada dalam obyek empiris
(yang didasarkan pengamatan inderawi) yang menjadi sumber atau asal pengetahuan
tersebut. Kebenaran wahyu sumbernya berasal dari wahyu atau kitab suci yang
dipercaya sebagai ungkapan tertulis dari wahyu. Sehingga yang menjadi acuan
pembuktian kebenaran wahyu adalah wahyu atau kitab suci yang merupakan tertulis
dari wahyu. Sedangkan kebenaran fiksi atau fantasi bersumber pada hasil pemikiran
fiksi atau fantasi dari orang bersangkutan. Dan yang menjadi acuan pembuktiannya
adalah alur pemikiran fiksi atau fantasi yang terwujud dalam ungkapan lisan atau
tertulis, visual atau auditif, atau dalam ungkapan keempat-empatnya. Kedua, atas
dasar cara atau sarana yang digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Antara lain dapat menggunakan: indera (kebenaran inderawi), akal budi (kebenaran
intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman (kebenaran iman). Kebenaran
pengetahuan perlu dibuktikan dengan sarana yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan terkait. Kebenaran pengetahuan inderawi (penglihatan) harus dibuktikan
dengan kemampuan indera untuk menangkap hal atau obyek inderawi dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuan tentang
warna, ruang, ukuran besar/kecilnya obyek, serta adanya suatu gerak atau perubahan.
Sesuai dengan perspektif penglihatan disadari bahwa penangkapan penglihatan sering
tidak tepat. Kita mengalami tipu mata. Misalnya, bintang yang semestinya besar
tampak di penglihatan sebagai bintang kecil; sepasang rel kereta api yang seharusnya
sejajar ternyata tampak di penglihatan sebagai yang semakin menciut di kejauhan.
Kebenaran intelektual didasarkan pada pemakaian akal budi atau pemikiran agar
dapat berpikir secara lurus, yaitu mengikuti kaidah-kaidah berpikir logis, sehingga tidak
mengalami kesesatan dalam berpikir. Kebenaran intuitif didasarkan pada penangkapan
bathin secara langsung (konkursif) yang dilakukan oleh orang bersangkutan, tanpa
melalui proses. Jika menurut saya semua pengtahuan itu benar karena setiap orang
(individu) memiliki pemikiran yang berbeda-beda akan suatu pendapat antara satu dan
yang lain.

3. Tentang teori siklus perubahan sosial. Sorokin memusatkan perhatiannya pada


tingkat budaya, dengan menekankan pada arti, nilai, norma dan simbol sebagai
kunci untuk memahami kenyataan sosial-budaya. Sorokin juga menekankan
adanya saling ketergantungan antara pola-pola budaya. Ia percaya bahwa
masyarakat adalah suatu sistem interaksi dan kepribadian individual. Tingkat
tertinggi integrasi sistem-sistem sosial yang paling mungkin didasari pada
seperangkat arti, nilai, norma hukum yang secara logis dan tetap mengatur
interaksi antara kepribadian-kepribadian yang ada didalam masyarakat. Tingkat
yang paling rendah dimana kenyataan sosial-budaya dapat dianalisa pada tingkat
interaksi antara 2 orang atau lebih. Sorokin mengemukakan teori yang berlainan, ia
menerima teori siklus seperti hukum fatum ala Oswald Spengler dalam karya yang
berpengaruhnya Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau
Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa yang
didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil
Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama
dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu
berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum.
Sorokin menilai gerak sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya
raya dipermudah, dipersingkat dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus.
Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan fluctuation of age to age,
yaitu naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural
universal dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan aliran
kebudayaan. Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang tertentu, yaitu pertama,
sistem ideasional, yaitu kerohanian, keagamaan, ketuhanan, dan
kepercayaan.kedua yaitu, sistem inderawi, yaitu serba jasmaniah, mengenai
keduniawian, dan berpusat pada pancaindera. Ketiga yaitu, sistem campuran, yaitu
perpaduan dua sistem sebelumnya (idealistic).

Teori kedua yang diungkapkan oleh Sorokin yaitu mengenai Intergrasi sosial dan
budaya. Satu alaasan yang memungkinkan martindale melihat Sorokin sebagai
seorang organisis, dapat dilihat pada tekanan Sorokin pada pemahaman system sosio-
budaya secara keseluruhan. Prespektif organis menekannkan kenyataan masyarakat
yang independen dan tradisi-tradisi budayanya sebagai suatu system yang intregritas.
Analisa Sorokin mengenai dinamika system-sistem sosio budaya yang terintregitas
secara luas dalam empat karangan utamanya, Social and Culture Dynamic, sejalan
dengan pendekatan ini. Alasan penting lainnya untuk melihat Sorokin sebagai seorang
ahli teori organis tanpa asumsi-asumsi positivis adalah penolakan Sorokin untuk
membatasi konsepnya mengenai kebenaran pada data empiris, sebaliknya dia
menunjukkan suatu kerelaan untuk menerima suatu konsep mengenai kebenaran dan
pengetahuan yang bersifat multidimensi, dengan data empiris memberikan sebagian
pengetahuan. Sejalan dengan penekanan Sorokin pada arti-arti subyektif, hal itu
memisahkan dia dari kelompok-kelompok positivis yang menekankan pada empiris
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang sah.
Sorokin sendiri menilai tidak tepat klasifikasi Martindale yang memasukkan
pendekatannya kedalam suatu prespektif organis. Bukan mengasumsikan integrasi
menyeluruh yang ditekankan Sorokin. Dia menekankan pentingnya mengetahui tingkat
integrasi yang berbeda, dan mengkhususkan tingkat dimana aspek-aspek yang
berbeda dalam kenyataan sosio-budaya itu dapat dikatakan terintegrasikan. Juga
berbeda sekali dengan penekanan kelompok organis pada pola-pola pertumbuhan dan
kemunduran yang tidak berubah yang dilalui system-sistem budaya. Sorokin
menekankan tingkat variabilitas yang tinggi yang diperlihatkannya. Tema-tema budaya
dasar mungkin terulang, tetapi pengulangan itu menunjukkan pola-pola yang berubah.
Setiap tahap sejarah masyarakat memperlihatkan beberapa unsur yang kembali
berulang (artinya, pengulangan tahap yang terdahulu) dan ada beberapa daripadanya
yang unik. Sorokin mengacu pada pola-pola perubahan budaya jangka panjang yang
bersifat “berulang-berubah” (Varyingly Recurrent ).
Penekanan Sorokin pada berulangnya tema-tema dasar dimaksudkan untuk menolak
gagasan bahwa perubahan sejarah dapat dilihat sebagai suatu proses linear yang
meliputi gerak dalam satu arah saja dalam hal ini Sorokin berbeda dari Comte yang
percaya akan kemajuan yang mantap dalam perkembangan intelektual manusia.
Pendekatan Sorokin yang bersifat “integralis” itu memungkinkan dia untuk mengkritik
dengan keras gagasan bahwa semua pengetahuan kita akhirnya berasal dari data
empiris. Sebaliknya dia mengemukakan bahwa data empiris hanya memperlihatkan
satu tipe kebenaran. Yakni kebenaran indrawi. Juga ada kebenaran akal budi dan yang
ketiga adalah kebenaran kepercayaan atau intuisi,yang melampaui data indrawi dan
rasional.
Dalam peranannya sebagai seorang sosiolog, Sorokin telah menyubang beberapa
teori diantaranya yaitu teori tentang tipe tipe mentalitas budaya. Teori tersebut
merupakan kunci untuk memahami sistem budaya yang terintergrasi, yaitu dengan
menggunakan teori mentalitas budaya tersebut. Dalam teorinya, Sorokin menjelaskan
ada tiga jenis mentalitas budaya yang pertama yaitu kebudayaan ideasional.
Kebudayaan ideasional ini dapat diartikan sebagai dasar berpikir bahwa kenyataan akhir
itu bersifat nonmaterial dan tidak dapat ditangkap dengan mata. Teori ini juga
mengatakan bahwa dunia ini dilihat sebagai suatu ilusi, dan sementara atau dapat
diartikan sebagai aspek kenyataan yang tidak sempurna dan tidak lengkap. Hal ini dapat
kita lihat pada saat ini bahwa di zaman modern ini terdapat beberapa agama dan
kepercayaan yang masih dipegang teguh oleh masyarakat, dan karena itu juga
masyarakat juga masih mempercayai adanya tuhan walaupun individu maupun
masyarakat manapun tidak dapat melihatnya. Dalam teori ini juga mengartikan bahwa,
dunia yang kita tempati sekarang ini merupakan dunia yang abadi, melainkan dunia yang
masih sementara, atau masih ada lagi dunia setelah ini yang lebih kita kenal dengan
dunia akhirat. Dalam teori ini juga menjelaskan bahwa manusia harus menyeimbangkan
antara kepentingan duniawi dengan kepentingan religious atau akhirat. Teori
selanjutnya yaitu teori kebudayaan inderawi, jika pada teori sebelumnya menganggap
bahwa kita harus menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat, pada teori
kebudayaan inderawi malah sebaliknya, kita harus lebih terorientasi pada kepentingan
duniawi. Dalam teori ini dikatakan bahwa dunia materill yang kita alami dengan indera
kita merupakan satu satunya kenyataan yang ada. Artinya, bahwa dunia yang kita
tempait sekarang merupakan satu satunya tempat tinggal kita, dan tidak ada lagi dunia
yang lainnya. kebudayaan inderawi deibagi menjadi tigaa bagian yaitu kebudayaan
inderawi aktif, kebudayaan inderawi pasif, dan kebudayaan inderawi sinis. Kebudayaan
inderawi aktif, mendorong usaha manusia untuk berusaha aktif dan giat untuk
meningkatkan sebanyak mungkin pemenuhan kebutuhan materill dengan mengubah
dunia fisik ini sedemikian, sehingga menghasilkan sumber sumber kepuasan dan
kesenangan bersama. Pada intinya teori ini menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
duniawi sangatlah penting daripada kebutuhan akhirat. Teori ini pada akhirnya
mendasari pemikiran manusia terhadap perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
pada saat sekarang ini. Misalnya saja dapat kita lihat, jika pada zaman dahulu masih
banyak hutan lebat di Indonesia, akan tetapi saat sekarang hutan hutan tersebut
menghilang dan digantikan sebagai lahan pertanian maupun pemukiman, di sisi lain
banyak bermunculan tambang tambang emas dan minyka bumi yang berada di wilayah
Indonesia. Dalam kebudayaan inderawi pasif, menjelaskan bahwa masyarakat memiliki
hasrat untuk mengalami kesenangan kesenangan hidup duniawi setinggi tingginya.
Dalam arti, manusia mempunyai hasrat hedonisme seperti apa yang kita lami sekarang
ini. Sedangakan kebudayaan kebudayaan sinis, manusia ditekankan pada aspek
rasional atau pemikiran secara logika atau hanya mempercayai kenyataan yang ada.
Pada dasarnya, teori ini memperlihatkan secara mendasar usaha manusia yang bersifat
munafik untuk membenarkan pencapaian tujuan materialistis, misalnya kita dapat
menganggap bahwa keberhasilan atau keberuntungan yang kita dapatkan selama ini
merupakan hasil kerja keras kita dan bukan pemberian atau karunia dari Tuhan Yang
Maha Esa. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa manusia juga memiliki hasrat untuk
tidak mempercayai adanya tuhan atau atheis.
Dan teori terakhir yaitu teori kebudayaan campuran. Teori ini merupakan penegasan
antara teori ideasional dan inderawi. Tentunya jika kita menganalisis, terdapat
persamaan antara teori mentalitas budaya Sorokin dengan teori jenjang tiga tahap milik
auguste Comte. Pada dasarnya kedua terori ini memiliki gagasan dasar yang terkandung
dalam pandangan dunia yang dominan atau gaya berpikir sebagai acuan untuk
memahami kenyataaan sosial budaya di sekeliling kita, sedangkan perbedaannya, teori
Comte tidak bersifat linier atau siklus. Teori Comte mengemkakan bhwa sejarah
manusia menunjukkan kemajuan unlinier, yang didasarkan pada perkembangan ilmu,
yang akan bergerak maju terus menerus ke masa depan. Dalam arti, bahwa salah satu
fase dari tiga tahap tersebut tidak akan terulang kembali oleh manusia. Sedangkan pada
pendapat sosrokin, ia menjelaskan bahwa pada dasarnya jenjang tiga tahap yang
dikemukakan oleh Comte merupakan siklus yang akan berulang ulang dan akan dialami
terus oleh manusia.

Anda mungkin juga menyukai