Anda di halaman 1dari 4

TUGAS TUTORIAL I

Nama : Mirna Alita


Nim : 858287771
Program Studi : IP/TP
Kode Mata Kuliah : MKDK4001
Nama Mata Kuliah : Pengantar Pendidikan
Jumlah sks : 3 sks
Nama Pengembang : Edi Kurniawan,S.Pd.M.Pd
Nama Penelaah :
Tahun Pengembangan : 2018
Status Pengembangan : Baru/Revisi*
Edisi Ke- :1
3 kebijakan kolonial Belanda terkait

pembedaan status sosial dalam masyarakat yaitu :

-Pada tahun 1811-1816 ketika pemerintahan dipimpin oleh Raffles, pendidikan bagi rakyat jelata juga
tidak dapat diselenggarakan

-Pada tahun 1816 Komisaris Jenderal C.G.C. Reindwardt mengeluarkan Undang-undang Pengajaran yang
dapat menjadi pedoman dasar pendirian sekolah, tetapi Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan tahun
1818 sama sekali tidak menyangkut perluasan pendidikan bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia. Pada
Peraturan Pemerintah itu hanya disebutkan bahwa pendidikan diperuntukan bagi orang-orang Belanda,
timur asing, bangsawan, orang kaya, dan golongan Pribumi penganut Protestan.

-Pada tahun 1893 keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk kalangan Bumi Putera, yaitu Sekolah Kelas
I untuk golongan orang-orang Belanda, priyayi, dan orang-orang kaya. Adapun Sekolah Kelas Il
diberlakukan untuk golongan rakyat jelata.

Pendiri pendidikan Taman Siswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Taman Siswa ini adalah seorang
bangsawan dari Yogyakarta bernama R.M. Suwardi Suryaningrat. Dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal
2 Mei 1889 dari ayah bernama KPH Suryaningrat. Setelah usia 39 tahun atau 40 tahun (tahun Jawa),
tepatnya pada tanggal 23 pebruari 1928 berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Pendidikan yang
telah ditempuh dimulai dari Sekolah Dasar Belanda (Europesche Lagere School)kemudian melanjutkan
pendidikan ke sekolah dokter di Stovia. Berhubung kekurangan biaya, sekolah ini ditinggalkan, kemudian
bekerja dan memasuki dunia politik bersama-sama lulusan Stovia yang lain seperti Dr. Cipto
Mangunkusuma dan Dr. Danudirjo Setyabudi (Dr. Douwes Dekker).

Sebelum memasuki lapangan pendidikan, bersama dengan dua teman lainnya Dr. Cipto Mangunkusuma
dan Dr. Danudirjo Setyabudi, Ki Hajar Dewantara mendirikan organisasi politik yang bersifat
revolusioner, sehingga terkenal dengan nama tiga serangkai pendiri Indische Partij (IP).

Saat itu (1912) Ki Hajar Dewantara bersama dengan Dr. Cipto Mangunkusuma mendirikan Komite
Bumiputera yang bertujuan memprotes adanya keharusan bagi rakyat Indonesia yang dijajah untuk
merayakan kemerdekaan Nederland dari penindasan Napoleon yang dengan paksa mengumpulkan uang
sampai ke pelosok-pelosok. Dengan brosur pertama yang berjudul “Seandainya aku orang Belanda” dari
karyanya sendiri yang secara singkat isinya tidak selayaknya bangsa Indonesia yang ditindas ikut
merayakan kemerdekaan dari bangsa Belanda yang menindasnya.
Karena dianggap bahaya, Ki Hajar Dewantara diinternir ke Bangka, kemudian dieksternir ke negeri
Belanda atas permintaannya sendiri. Di tempat inilah ia mendapatkan kesempatan untuk mempelajari
masalah pendidikan dan

pengajaran. Setelah empat tahun, dengan tanpa diminta putusan eksternir itu dicabut sehingga ia dapat
pulang kembali ke tanah airnya.

Sekembali ke tanah airnya ia meneruskan perjuangan politiknya, dimulai lagi dari menulis di surat kabar
yang berjudul “ Kembali ke Pertempuran”. Ia menjadi sekretaris politik dan menjadi redaktur tiga
majalah dari partai politik (National Indesche Partij) tersebut, yaitu De Beweging, Persatuan India, dan
Penggugah. Dengan aktifnya ke dunia politik hidupnya hanya untuk masuk dan keluar penjara.

Karena semakin kejam Pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia, lebih-lebih terhadap pergerakan
rakyat Indonesia dan agar perjuangan untuk kepentingan bangsa lebih bermanfaat maka Ki Hajar
Dewantara meninggalkan medan politik yang nampak, memasuki medan pendidikan dan pengajaran
(1921) dimulai dari mengajar pada Sekolah Adhidarma kepunyaan kakaknya R.M. Suryopranoto di
Yogyakarta.

Watak khas etnis bangsa Indonesia menyimpulkan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia sangat
majemuk. Koentjaraningrat, (2002) berpendapat bahwa pada dasarnya, unsur universal kebudayaan
Indonesia ini meliputi berbagai hal sebagai berikut.

a. Sistem religi dan upacara keagamaan.

b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.

c. Sistem pengetahuan.

d. Bahasa.

e. Kesenian.

f.  Sistem mata pencaharian hidup.

g. Sistem teknologi dan peralatan.

5.

Anda mungkin juga menyukai