ISYE6093
Human-Integrated System
Week 10 – Session 14
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses pemilihan personil yang terkait dengan masalah
faktor manusia.
2. Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip ergonomi makro dalam memecahkan
masalah faktor manusia.
OUTLINE MATERI :
1. Personnel selection
4. Macro ergonomics
A. Personnel selection
Pada awal mulanya, pemilihan personil merupakan pendekatan yang diambil untuk
memaksimalkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh seorang karyawan untuk
melakukan suatu pekerjaan. Hal ini dikarenakan proses seleksi telah menjadi perhatian kritis bagi
lembaga pemerintah seperti angkatan bersenjata, dan tradisi penelitian yang panjang di bidang-
bidang seperti psikologi personel. Fokus utama dari riset seleksi adalah bagaimana
mengidentifikasi cara yang dapat diandalkan untuk memprediksi kinerja pekerjaan di mas depan.
Selain itu bagaimana mengelompokkan para pelamar nantinya yang diterima ke dalam jenis
pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
Sejumlah metode digunakan saat ini untuk memilih karyawan untuk pekerjaan tertentu.
Misalnya melalui wawancara, riwayat kerja, pemeriksaan latar belakang, tes, referensi, dan
sampel pekerjaan. Beberapa menggunakan teknik yang telah dikembangkan dan divalidasi secara
ilmiah. Sedangkan yang lain menggunakan metode yang informal dan sangat bergantung pada
intuisi.
Proses seleksi dapat dikonseptualisasikan dalam hal teori deteksi sinyal sebagai berikut:
a) hit, merekrut seseorang yang akan pandai dalam pekerjaan
b) miss, tidak mempekerjakan seseorang yang akan melakukan pekerjaan dengan baik
c) false alarm, mempekerjakan seseorang yang akhirnya tidak dapat diterima atau
melakukan pekerjaan yang buruk
d) Correct Rejection, tidak mempekerjakan seseorang yang sebenarnya tidak akan
melakukan pekerjaan dengan baik jika dia telah dipekerjakan
Proses identifikasi orang-orang yang akan berhasil melakukan pekerjaan pertama-tama
memerlukan analisis tugas atau perilaku yang mendefinisikan pekerjaan yang disebut analisis
pekerjaan (Job analysis). Analisis pekerjaan sangat terkait erat dengan analisis tugas yang
merupakan dasar dari banyak kegiatan terkait, seperti pemilihan, pelatihan, penilaian kinerja, dan
penetapan tingkat gaji. Analisis pekerjaan biasanya mencakup penentuan tugas yang biasanya
Hasil pengukuran yang sangat berkorelasi dengan kinerja pekerjaan utama dikatakan
memiliki validitas sangat terkait dengan kriteria tinggi. Hasil Pengukuran dengan validitas tinggi
sangat berguna untuk seleksi karena pengusaha dapat berasumsi bahwa pelamar yang menerima
skor tinggi pada tes mungkin akan berkinerja baik di pekerjaan. Hal ini jelas bahwa semakin
tinggi koefisien korelasinya, semakin besar kepercayaan yang dimiliki manajemen bahwa skor
tinggi merupakan prediksi kinerja pekerjaan yang tinggi. Meskipun tidak ada skor tes dengan
sempurna berkorelasi dengan kinerja pekerjaan, sehingga pengusaha harus siap menghadapi
adanya ketidakpastian.
Gambar 1 menunjukkan masalah ketidakpastian ini dalam konteks analisis deteksi sinyal.
Manajemen harus memilih cutoff skor untuk ukuran prediktif yang akan memaksimalkan
keberhasilan seleksi (hit). Hal ini relatif mudah jika ada pelamar yang cukup dengan skor tinggi
untuk menghilangkan orang-orang yang berada di kuadran kanan bawah (false alarm). Namun,
ketika kelompok pelamar relatif kecil, mengatur tingkat cutoff begitu tinggi tidak mungkin dapat
dilakukan. Hal ini memberikan kita beberapa wawasan terkait mengapa angkatan bersenjata
tampaknya merekrut begitu intens dan menawarkan dividen besar bagi para pendaftar. Dengan
Gambar 1. Hubungan hipotetis antara tes seleksi dan kinerja kerja pada akhirnya
Saat ini berbagai macam pekerjaan cenderung menjadi semakin kompleks dan
pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan untuk keberhasilan pekerjaan berubah dengan
cepat. Sulit untuk memberikan pelatihan yang cukup bagi karyawan untuk mengatasi volume dan
pergantian cepat informasi dan teknologi yang berkaitan dengan tugas mereka. Sebagai contoh,
bayangkan usaha untuk memberikan pelatihan untuk operator layanan bantuan telepon dari
perusahaan perangkat lunak komputer. Orang-orang ini perlu mengetahui sejumlah besar
informasi atau setidaknya tahu di mana menemukannya dalam hitungan detik. Jumlah informasi
yang dibutuhkan untuk banyak pekerjaan terlalu besar untuk diberikan melalui metode pelatihan
tradisional seperti instruksi kelas.
Karena semakin buruknya kesesuaian antara kebutuhan pekerjaan dan metode pelatihan
standar seperti seminar dan buku petunjuk, maka spesialis teknologi kinerja mulai bergerak ke
arah pendekatan dukungan kinerja secara langsung. Filosofi ini mengasumsikan bahwa informasi
dan kegiatan pelatihan harus diberikan atas dasar yang diperlukan, seperti adaanya pergeseran
siklus "belajar dan menerapkan" ke Siklus "belajar sambil menerapkan". Hal ini dianggap lebih
efisien dan memungkinkan orang mampu mengakses informasi dan belajar ketika mereka sedang
Terdapat banyak cara berbeda untuk mengajar seseorang bagaimana melakukan tugas.
Terdapat berbagai jenis media seperti ceramah atau teks, dan ada pertimbangan lainnya seperti
seberapa banyak dan jenis praktik yang paling efisien untuk keterampilan belajar. Mayoritas
program pelatihan bisnis dan pemerintah yang dirancang secara profesional dikembangkan
dengan menggunakan metode desain sistematis yang disebut dengan Sistem Desain Instruksional
Model ini mirip dengan model desain faktor manusia yang mencakup fase analisis front-end, fase
desain dan pengembangan, implementasi, dan fase evaluasi sistem akhir. Model ini juga
digunakan untuk mengembangkan alat bantu kerja dan sistem pendukung kinerja. Sebagian besar
perancang pengajaran profesional setuju bahwa proses yang digunakan untuk merancang
program pelatihan dapat sama pentingnya dengan jenis program atau media yang dipilih seperti
Video atau pelatihan berbasis komputer.
Program instruksional adalah produk atau sistem dan karenanya dapat dirancang
menggunakan pendekatan "ergonomis". Gordon (1994) memodifikasi model ini secara generik
dengan memasukkan metode yang berasal dari psikologi kognitif dan faktor manusia. Model ini,
dilakukan dalam tiga fase utama yaitu analisis front-end, desain dan pengembangan, dan evaluasi
sistem. Namun, model ini juga mencakup metode yang kurang tradisional, seperti pengujian
kegunaan awal. Model desain dapat digunakan untuk mengembangkan alat bantu kerja, buku
petunjuk, dan sistem pendukung kinerja di samping program pelatihan yang lebih tradisional.
Model ini berisi empat prosedur atau fase dasar: analisis front-end, desain dan pengembangan,
pengembangan skala penuh, dan evaluasi akhir.
Karena bisnis saat ini harus beroperasi dalam lingkungan ekonomi yang semakin
kompleks, tren terbaru dalam desain organisasi menempatkan penekanan kuat pada struktur
manajemen. Hal ini terkait pengambilan keputusan terdesentralisasi di mana pekerja di tingkat
bawah membuat keputusan manajemen yang lebih penting, dan penggunaan kelompok kerja atau
tim untuk meningkatkan efisiensi dan fleksibilitas. Tim juga menjadi lebih umum sebagai cara
untuk menanggapi meningkatnya kompleksitas pekerjaan dan tuntutan kognitif terkait yang
ditempatkan pada pekerja. Semua indikasi menunjukkan bahwa penggunaan tim dan kelompok
kerja merupakan tren jangka panjang dalam industri.
Intervensi ergonomis dalam bisnis dan industri biasanya fokus pada perubahan
workstation atau karakteristik peralatan untuk pekerja individu. Misalnya, upaya untuk
meningkatkan keamanan sistem dapat mengakibatkan mendesain ulang tampilan, menambahkan
alarm, atau mengubah cara tugas dilakukan. Namun, ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja manusia yang lebih besar dari sistem manusia-mesin. Terutama, perilaku
individu adalah fungsi dari konteks sosial yang mengacu pada sikap dan perilaku rekan kerja dan
orang lain di lingkungan kerja dan fungsi dari konteks organisasi yang mencakup variabel seperti
struktur manajemen, sistem hadiah atau insentif dan sebagainya.
Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengambil pendekatan makro-
ergonomi adalah penggunaan ergonomi partisipatif yang merupakan metode di mana karyawan
terlibat secara terpusat sejak awal. Karyawan diminta untuk membantu dengan analisis front-end,
untuk melakukan pemecahan masalah dalam mengidentifikasi masalah ergonomi atau
keselamatan, untuk berpartisipasi dalam menghasilkan solusi, dan untuk membantu
mengimplementasikan elemen-elemen program.
Keakraban karyawan dengan masalah, apa yang berhasil dan apa yang tidak, dan dinamika
sosial implisit dari tempat kerja memungkinkan mereka untuk melihat masalah dan memikirkan
solusi desain yang mungkin tidak dipertimbangkan oleh orang luar. Selain itu, keterlibatan yang
kuat dan dukungan karyawan sejak awal proses intervensi cenderung membuat perubahan lebih
berhasil dan tahan lama. Ergonomi partisipatif tidak berarti bahwa pengguna akhir adalah
desainer utama atau satu-satunya dari suatu intervensi, meskipun mereka memberikan perspektif
yang sangat berharga pada desain. Namun, masukan mereka harus tetap dipandu oleh
pengetahuan profesional faktor manusia.
Wickens, C. D., Lee, J. D., Liu, Y., & Gordon-Becker, S. E. (2014). An Introduction to Human
Factors Engineering. ISBN 13: 978-1-292-02231-4.
Mark R. Lehto and Steven J. Landry. (2013). Introduction to Human Factors and Ergonomics for
Engineers, Second Edition. CRC Press. ISBN 13: 978-1-4665-8416-7.
https://bit.ly/2QqpMiG
https://bit.ly/2CSYycH