Anda di halaman 1dari 26

CASE SCIENTIFIC SESSION

“Prosedur Perawatan Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19”

Modul 8

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh


Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi RSGM Baiturrahmah
Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat-Pencegahan (IKGM-P)

Oleh

DWITIA PUTRI
20100707360804070
ANGGILIA IRJUANTI
20100707360804071
REFLY SAGO
20100707360804072

Dosen Pembimbing :

drg. Intan Batura Endo Mahata, M. M

NIDN: 1003108601

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2021
MODUL 8
DENTAL PUBLIC HEALTH
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG

HALAMAN PERSETUJUAN
Telah Disetujui Makalah Case Scientific Session Dengan Judul “Prosedur Perawatan
Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19” Guna Melengkapi Persyaratan
Kepaniteraan Klinik pada Bagian Modul 8

Padang, Juli 2021


Disetujui oleh,
Dosen Pembimbing

(drg. intan batura endo mahata, MM)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Scientific Session dengan judul

“Prosedur Perawatan Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19” sebagai salah

satu syarat dalam melengkapi Kepaniteraan Klinik pada Modul 8.

Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tulus ikhlas serta

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu drg. intan batura endo mahata, MM selaku

pembimbing yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.

Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, Juli 2021

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

China Health Autority disiagakan World Health Organization (WHO) terhadap

beberapa kasus pneumonia dengan etiologi tidak diketahui Negara China pada Provinsi

Hubei pada 31 Desember 2019. Kasus dilaporkan sejak 8 Desember 2019, dan banyak

pasien yang bekerja atau tinggal disekitar pasar seafood yang merupakan kasus awal

terjangkitnya virus ini. Pada 7 januari, suatu coronavirus baru yang diberi nama oleh WHO

sebagai 2019-nCoV(Harapan et al., 2020). Per 16 Juni 2020, terdapat 7.941.791 kasus dan

434.796 kematian diseluruh dunia (WHO, 2020). Di Indonesia pada 16 Juni 2020 terdapat

40.400 kasus dan 2.231 kasus meninggal. Sementara di Sumatera Barat pada 16 Juni 2020

terdapat 687 kasus, dan di Kota Padang terdapat 489 (Kemenkes RI, 2020).

Coronavirus merupakan family coronaviridae. Corona menunjukkan adanya mahkota

seperti spike pada permukaan luar virus; kemudian, diberi nama coronavirus. Coronavirus

berukuran kecil (65-125 nm dalam diameter) dan mengandung RNA single-stranded

sebagai materi inti, ukuran panjang berkisar 26 sampai 32 kbs. Sub-kelompok family

coronavirus yaitu alfa (α), beta (β), gamma (γ), dan delta (δ) coronavirus (Shereen et al.,

2020).

Dokter gigi berperan pada penyebaran infeksi karena mereka bekerja terutama

melibatkan rongga mulut dan berkontak dengan saliva pada pasien yang berbeda-beda

(Sana Ali et al., 2020). Penyebaran langsung melalui droplet dan kontak merupakan jalur
utama penyebaran COVID-19 di praktik dokter gigi. Dokter gigi sangat sering terpapar

dengan bioaerosol yang dihasilkan selama prosedur perawatan gigi. Bioaerosol berupa

partikel dengan ukuran kecil yang meningkatkan risiko infeksi pada dokter gigi (Mathur et

al., 2020).

Beberapa dokter gigi tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai (sarung

tangan, gaun, kacamata, masker, penutup rambut dan kaki) selama prosedur rutin, yang

merupakan salah satu cara penularan infeksi virus dan bakteri. Selain itu, aerosol dan

percikan yang dihasilkan selama prosedur seperti scalling, polishing, preparasi kavitas dan

gigi. Aerosol dan percikan bercampur dengan cairan rongga mulut (seperti saliva) pada

pasien, yang akan keluar saat menggunakan rotary handpiece dan demikian dapat

menularkan COVID-19 pada dokter gigi (Sana Ali et al., 2020).

Prosedur kontrol infeksi standar harus sudah ada, salah satunya yang terpenting adalah

alat pelindung diri yang digunakan pada masing-masing tenaga kesehatan harus sesuai

dengan jalur infeksi yang akan didapat. Alat pelindung diri mencegah droplet efektif

terhadap percikan aerosol dalam dua meter. Kacamata pelindung digunakan berdasarkan

tingkat risiko. Alat pelindung diri untuk mencegah aerosol direkomendasikan hanya pada

prosedur yang menghasilkan aerosol dan seteleh prosedur tersebut sampai perubahan udara

kembali normal atau jumlah virus sudah berkurang (Cook, 2020).

Pertimbangan prosedur perawatan gigi di masing-masing departemen untuk mengurangi

aerosol seperti departemen periodonti, metode pembuangan dental plak dan kalkulus baik

dengan hand instrument maupun menggunakan ultrasonic scaler tidak ada perbedaan yang
signifikan, namun pada kondisi pandemi Covid-19 disarankan menggunakan instrument

secara manual. Departemen radiografi, radiografi ekstraoral seperti cone beam computed

tomography (CBT) dan radiografi panorami disarankan pada masa pandemi Covid-19

(Shamszadeh et al., 2020 & Passarelli et al., 2020).

Langkah-langkah standar precaution dalam praktik dokter gigi berupa, higiene tangan

(sesuai prosedur poin B dan 6 langkah mencuci tangan), higiene respiratori (etiket), dokter

gigi, perawat, staff harus memakai APD yang sesuai, pasien diminta berkumur dengan

hidrogen peroksida 0.5%-1% selama 1 menit, tindakan perawatan gigi disarankan

menggunakan rubber dam untuk mengurangi risiko penularan melalui droplet saliva akibat

tekanan udara tinggi saat penggunaan handpiece ataupun alat ultrasonic scale, keterampilan

dalam kontrol infeksi, pembuangan alat tajam dan pencegahan injuri akibat benda tajam,

desinfeksi, pembersihan dan penanganan alat yang telah digunakan, Pembersihan bahan

linen pakaian dan kontrol pembuangan limbah (World Health Organization (WHO), 2020).

Berdasarkan latar belakang tersebut dikarenakan dokter gigi termasuk salah satu profesi

yang sangat rentan terjadi infeksi silang masa pandemi Covid-19, penulis ingin

menjelaskan prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi Covid-

19?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi

Covid-19?
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19

2.1.1 Definisi dan Gejala Klinis Covid-19

Coronavirus merupakan familia virus yang memiliki fenotip dan genotip yang

beragam. Coronavirus adalah virus yang enveloped yang mengandung RNA rantai tunggal

seperti yang terlihat pada Gambar 1, termasuk dalam keluarga Coronaviridae dari subfamili

Orthocoronavirinae yang dapat menyebabkan penyakit pada burung, mamalia, dan

manusia. Genom virus sekitar 27-32 kb, yang mengkode protein struktural dan non-

struktural. Protein struktural seperti membran (M), protein amplop (E), protein

nukleokapsid (N) dan protein spike (S) memainkan peran utama dalam replikasi virus pada

sel inang (B et al., 2020).

Gambar 1. Coronavirus (Li et al., 2020)

Coronavirus disease (Covid-19) merupakan penemuan infeksi virus terbaru yang

pertama kali berasal dari Wuhan, China dan menyebabkan wabah pneumonia pada seluruh
dunia (Khader et al., 2020). Infeksi virus ini berawal adanya dugaan bahwa pasar seafood

yang ada pada kota tersebut menjadi tempat penyebaran yang berasal dari hewan kepada

manusia, sehingga juga terjadi penularan sesama manusia. Patogen penyebab wabah

tersebut diidentifikasi dan diberi nama 2019 novel coronavirus (Covid-19), yang

merupakan singkatan dari coronavirus disease 2019.(Ge et al., 2020).

Coronavirus disease (Covid-19) merupakan penemuan coronavirus baru dan

menunjukkan tingkat infeksi yang lebih tinggi, karena luasnya penyebaran dan rekombinasi

genom pada virus ini (Peng et al., 2020). Terlihat bahwa cepatnya penyebaran virus yang

lebih berjangkit dibandingkan severe acute respiratory syndrome coronavirus dan Middle

East respiratory syndrome coronavirus (Khader et al., 2020). Diagnosis dini pada

coronavirus dan pencegahan transmisi yang efektif merupakan tugas utama dalam

mengendalikan Covid-19 (Peng et al., 2020).

Pasien dengan Covid-19 menunjukkan manifestasi klinis berupa demam, batuk

kering, sesak napas, sakit kepala, mual, muntah, diare, hidung tersumbat, sakit

tenggorokan, nyeri otot, mudah lelah, penurunan jumlah leukosit, dan gambaran radiografi

menunjukkan pneumonia, yang merupakan gejala mirip dengan infeksi SARS-CoV dan

MERS-CoV. Dengan demikian, meskipun pathogenesis Covid-19 tidak diketahui secara

pasti, namun mekanisme sama dengan SARS-CoV dan MERS-CoV untuk memberikan

informasi terkait hal tersebut (Li et al., 2020). Peningkatan AST, LDH, D-dimer, dan waktu

protrombin yang lama mendukung diagnosis infeksi virus. Temuan pneumonia melalui

sinar-X atau CT scan akan terlihat pada semua pasien Covid-19 (Mathur et al., 2020).
Siklus hidup virus didalam hos memiliki 5 tahap, yaitu perlekatan, penetrasi,

biosintesis, maturase dan pengeluaran. Coronavirus memiliki 4 struktur protein; Spike (S),

membrane (M), envelop (E) dan nukleokapsid (N). Angiotensin converting enzyme 2

(ACE2) diidentifikasi sebagai reseptor fungsional pada SARS-CoV. Analisis struktur dan

fungsi menunjukkan bahwa spike pada SARS-CoV2 juga mengikat ACE2. ACE2 memiliki

ekspresi tinggi pada paru, hati, ileum, ginjal, dan kandung kemih (Yuki, Fujiogi dan

Koutsogiannaki, 2020).

Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari

(median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan

pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran

darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran

cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat

hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai

sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan

mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak

terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya

(Susilo et al., 2020)

2.1.2 Transmisi dan Potensi Dokter Gigi Dalam Transmisi Covid-19

Saat ini, penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi

utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi Covid-19 dari pasien

simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Selain itu, telah
diteliti bahwa Covid-19 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama

setidaknya 3 jam. WHO memperkirakan reproductive number (R) Covid-19 sebesar 1,4

hingga 2,5. Namun, studi lain memperkirakan R0 sebesar 3,28 (Susilo et al., 2020).

Covid-19 diyakini ditularkan terutama melalui sekresi pernapasan dan juga dari kontak

orang ke orang. Virus ini terlihat dalam saliva pasien yang terinfeksi yang berarti dapat

ditularkan melalui cairan oral orang yang terinfeksi kepada orang lain, melalui bersin,

batuk, atau berbicara. Partikel-partikel udara ketika dihirup memiliki risiko tinggi penularan

dari satu orang ke orang lain. Jadi, transmisi kontak, transmisi tetesan, dan transmisi orang

ke orang adalah mode transmisi yang berbeda dari 2019-nCoV. Sumber untuk kontaminasi

udara dalam kedokteran gigi adalah instrumen gigi, saliva, sumber pernapasan dan tempat

operasi (Sana Ali et al., 2020)..

Dokter gigi merupakan profesi yang sering terpapar dengan mikroorganisme pathogen,

termasuk virus dan bakteri yang menginfeksi rongga mulut dan saluran pernapasan. Praktik

dokter gigi sangat berisiko terhadap infeksi Covid-19 karena secara prosedur, melibatkan

komunikasi face to face dengan pasien dan sering terpapar dengan saliva, darah, dan cairan

tubuh lainnya, serta terpapar instrument yang tajam. Mikroorganisme pathogen dapat

menyebar pada praktik dokter gigi melalui inhalasi mikroorganisme melalui udara, dimana

mikroorganisme dapat bertahan di udara dalam jangka waktu yang lama, kontak langsung

dengan darah, cairan rongga mulut, atau cairan lain dari tubuh pasien, kontak pada

konjungtiva, hidung, atau mukosa rongga mulut dengan droplet dan aerosol yang

mengandung mukroorganisme dari individu yang terinfeksi dan cipratan dari pasien batuk
tanpa menggunakan masker. Untuk kontak tidak langsung dapat melalui kontaminasi

instrument dan/atau permukaan (Peng et al., 2020).

Orofaring merupakan tempat pertama pada kolonisasi pathogen pernapasan dan biofilm

oral sebagai reservoir terhadap pathogen ini. Berbagai laporan menunjukkan bahwa

ultrasonic scaler merupakan penghasil aerosol dan percikan terbanyak. Beberapa penelitian

juga menunjukkan bahwa efek prosedur preparasi kavitas juga menghasilkan aerosol dalam

jumlah yang signifikan (Veena et al., 2015).

Pasien gigi yang batuk, bersin, atau menerima perawatan gigi termasuk penggunaan alat

genggam berkecepatan tinggi atau instrumen ultrasonik membuat sekresi, saliva, atau darah

aerosol ke lingkungan sekitar. Peralatan gigi dapat terkontaminasi dengan berbagai

mikroorganisme patogen setelah digunakan atau terkena lingkungan klinik yang

terkontaminasi. Setelah itu, infeksi dapat terjadi melalui tusukan instrumen tajam atau

kontak langsung antara selaput lendir dan tangan yang terkontaminasi. Karena karakteristik

unik dari prosedur gigi di mana sejumlah besar droplet dan aerosol dapat dihasilkan,

langkah-langkah pelindung standar dalam pekerjaan klinis sehari-hari tidak cukup efektif

untuk mencegah penyebaran Covid-19, terutama ketika pasien berada dalam masa inkubasi,

tidak menyadari mereka terinfeksi, atau memilih untuk menyembunyikan infeksi mereka

(Meng, Hua dan Bian, 2020).

Penyebaran infeksi melalui percikan dan aerosol merupakan factor risiko utama pada

dokter gigi karena penyebaran infeksi dari pasien terhadap tenaga medis. Berbagai

peralatan dental seperti handpiece, air-water syringe, ultrasonic scalers, dan air polishing
unit yang diketahui menghasilkan aerosol selama prosedur dan meningkatnya

mikroorganisme ketika dibandingkan sebelum dan setelah prosedur (James dan Mani,

2015).

2.2 Pedoman Umum Prosedur Perawatan Gigi Selama Pandemi Covid-19

1. Pemeriksaan mulut selama pandemi Covid-19

Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan refleks muntah atau

batuk selama pemeriksaan dan prosedur gigi. Refleks muntah atau batuk dapat distimulasi

dengan prosedur tertentu, seperti radiografi posterior intraoral dan gigitan sayap dan

mengambil impresi. Radiografi ekstraoral dapat dianggap sebagai alternatif sementara

untuk radiografi intraoral untuk pemeriksaan. Karena mukosa oral sangat sensitif di daerah

posterior, oleh karena itu anestesi lokal harus diberikan untuk mengurangi sensitivitas,

sehingga mengurangi refleks muntah atau batuk saat mengambil tayangan. Sedasi juga

dapat dianggap untuk mengendalikan refleks muntah (Mathur et al., 2020).

2. Obat kumur praprosedural selama pandemi Covid-19

Obat kumur antimikroba pra prosedural (dengan 0,12 hingga 0,2 persen

klorheksidin glukonat) diyakini dapat mengurangi jumlah mikroba yang dilepaskan ke

lingkungan operasi (Mathur et al., 2020).

3. Isolasi rubber dam selama pandemi Covid-19

Rubber dam meminimalkan produksi aerosol atau percikan saliva dan darah yang

terkontaminasi. Sebuah studi melaporkan penurunan hingga 70 persen dalam partikel udara

di sekitar diameter 3 kaki dari bidang operasional ketika rubber dam digunakan. Dengan
demikian direkomendasikan untuk menggunakan four handed instruments (Mathur et al.,

2020).

4. Perawatan endodontik darurat selama pandemi Covid-19

Dalam hal perawatan endodontik darurat, penghilangan karies dan paparan pulpa

dapat dilakukan menggunakan metode kemo-mekanis, di bawah bendungan karet dan

pengisapan volume tinggi setelah anestesi local. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa

menempatkan agen devitalisasi pulp harus dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan

kemudian bahan pengisi dapat diganti dengan tanpa agen devitalisasi nanti sesuai dengan

rekomendasi pabrik (Mathur et al., 2020).

5. Menjadwalkan janji temu saat pandemi Covid-19

Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial, pasien harus dijadwalkan sebagai

penunjukan terakhir hari itu. Setelah perawatan, prosedur pembersihan dan disinfeksi

lingkungan harus diikuti. Secara alternatif, pasien dapat dirawat di ruang yang terisolasi dan

berventilasi baik atau ruang yang tertekan negatif jika tersedia untuk kasus yang diduga

dengan Covid-19 (Mathur et al., 2020).

6. Ekstraksi gigi darurat selama pandemi Covid-19

Jika gigi perlu dicabut, jahitan yang dapat diserap (absorbable suture) harus

disarankan. Disarankan untuk membilas luka ekstraksi secara perlahan dan menggunakan

ejektor saliva untuk menghindari penyemprotan (Mathur et al., 2020).

7. Trauma maksilofasial selama pandemi Covid-19


Kasus yang mengancam jiwa dengan cedera senyawa oral dan maksilofasial harus

segera dirawat di rumah sakit, dan CT dada harus diresepkan jika tersedia untuk

mengecualikan infeksi yang dicurigai karena tes RT-PCR, selain memakan waktu,

membutuhkan laboratorium dengan pan-coronavirus atau kapasitas deteksi spesifik Covid-

19 (Mathur et al., 2020).

8. Profilaksis oral selama perjangkitan pandemi Covid-19

Untuk meminimalkan pembentukan aerosol di lingkungan klinis, disarankan

menggunakan scaler tangan daripada scaler ultrasonic (Mathur et al., 2020).

9. Mengelola pasien anak selama pandemi Covid-19

Untuk memenuhi kebutuhan psikologis anak-anak, mainan diberikan kepada

mereka yang dapat menjadi sumber infeksi silang yang potensial. Mainan lunak lebih

mungkin terkontaminasi, sulit untuk didesinfeksi dan dapat mengkontaminasi ulang dengan

cepat dibandingkan mainan dengan permukaan yang keras. Selain itu, alat penahan yang

digunakan selama perawatan, juga dapat terkontaminasi dan harus didesinfeksi sesuai hal

tersebut (Mathur et al., 2020).

10. Pengaturan Disinfeksi klinik gigi

Udara buangan harus dibuang ke luar untuk mencegah sirkulasi ulang udara yang

terkontaminasi. Udara yang terkontaminasi dapat dikelola dengan meningkatkan ventilasi

klinik gigi dan/ atau dengan mendisinfeksi udara. Pola aliran udara yang ideal

dikombinasikan dengan perubahan udara minimal 3 per jam telah direkomendasikan untuk

pengaturan gigi. Selain itu, meskipun penggunaannya di klinik gigi belum dikonfirmasi,
iradiasi kuman ultraviolet dapat dipasang dan efektif terhadap jamur, virus, dan bakteri,

yaitu, basil tuberkel dan antraks (Mathur et al., 2020).

Langkah-langkah standar precaution dalam praktik dokter gigi (World Health Organization

(WHO), 2020):

1. Higiene tangan (sesuai prosedur poin B dan 6 langkah mencuci tangan)

2. Higiene respiratori (etiket)

Etiket hygiene respiratori yang baik atau etiket batuk dapat menurunkan penyebaran

mikroorganisme penyebab infeksi respiratori. Etiket ini sebagai berikut:

a) Palingkan kepala ke arah lain jika batuk atau bersin

b) Tutupi hidung dan mulut dengan tisu

c) Jika tisu telah digunakan, segera buang dalam tempat sampah

d) Batuk atau bersin ke lengan jika tisu tidak tersedia.

e) Bersihkan tangan menggunakan sabun dan air atau alcohol-based product

3. Dokter gigi dan atau perawat dana tau staff harus memakai APD yang sesuai

4. Pasien diminta berkumur dengan:

a. Hidrogen peroksida 0.5%-1% selama 1 menit, terbukti efektif terhadap Human

Coronavirus (COVID-19). Untuk rongga mulut, penggunaan hidrogen

peroksida maksimal 3% (Wolff dkk, 1982). Dalam laporan Peng dkk (2020),

disarankan penggunaan hidrogen peroksida 1% sebagai obat kumur.

b. Povidon iodine obat kumur (1%) selama 15 detik – 1 menit, yang terbukti

efektif terhadap SARS dan MERS. Namun Peng dkk (2020), menyarankan
penggunaan povidon iodine 0.2% walaupun belum didukung oleh bukti ilmiah

lebih lanjut.

5. Tindakan perawatan gigi disarankan menggunakan rubber dam untuk mengurangi

risiko penularan melalui droplet saliva akibat tekanan udara tinggi saat penggunaan

handpiece ataupun alat ultrasonic scaler.

6. Keterampilan dalam kontrol infeksi, pembuangan alat tajam dan pencegahan injuri

akibat benda tajam perlu ditingkatkan,

7. Desinfeksi, pembersihan dan penanganan alat yang telah digunakan

Desinfektan permukaan dengan campuran air dan detergen serta sodium hipoklorit

5% dengan perbandingan 1:100 sehingga konsentrasi final sebesar 0.05% selama 1

menit. Untuk benda dengan permukaan yang kecil, dapat dibersihkan menggunakan

etanol 70%.

8. Pembersihan lingkungan kerja, dengan melakukan desinfeksi pada ruang tunggu

pasien, gagang pintu, meja, kursi, dental unit. Lantai dapat dibersihkan

menggunakan benzalkonium klorida 2% yang sudah banyak dijual dalam produk

pasaran pembersih lantai.

9. Pembersihan bahan linen pakaian,

10. Kontrol pembuangan limbah


Gambar 2. Konsep cara kerja vaccum cleaner untuk mengurangi aerosol (desain oleh

Dr. AP. Hudyono)

2.3 Pertimbangan Perawatan Gigi di Masing-masing Spesialistik untuk Mengurangi

Aerosol

2.3.1 Endodonti

Aplikasi rubber dam pada seluruh perawatan endodonti sangat disarankan, serta

menggunakan instrumen pada sistem rotary. Kasus nyeri pada pasien pulpitis irreversible

simtomatik, terbukanya pulpa dan devitalisasi dapat dilakukan dengan pembuangan karies

kemomekanik dan HVE setelah dilakukan anastesi lokal disertai isolasi menggunakan

rubber dam (Shamszadeh et al., 2020).


2.3.2 Restoratif dan Kedokteran Gigi Anak

Perawatan utama yang diberikan berupa pembuangan karies kemomekanik dan

atraumatic restorative technique (ART). Sama halnya dengan pertimbangan endodonti,

hand instrument untuk preparasi kavitas disarankan pada masa pandemic ini. Meskipun

menggunakan instrumen rotary, isolasi menggunakan rubber dam tetap harus dilakukan

(Sales, Meyfarth dan Scarparo, 2021).

2.3.3 Periodonti

Metode pembuangan dental plak dan kalkulus baik dengan hand instrument maupun

menggunakan ultrasonic scaler tidak ada perbedaan yang signifikan, namun pada kondisi

pandemi Covid-19 disarankan menggunakan instrument secara manual (Shamszadeh et al.,

2020).

2.3.4 Prostodonti

Mencegah gagging pada pasien, penyedotan pada saliva harus dilakukan, jika

melakukan pencetakan pada pasien, hasil cetakan harus diberi desinfektan sebelum dikirim

ke laboratorium. Selanjutnya, penggunaan rubber dam selalu dilakukan saat preparasi pada

crown dan bridge (Horzov et al., 2020).

2.3.5 Radiologi Kedokteran Gigi

Radiografi ekstraoral seperti cone beam computed tomography (CBT) dan

radiografi panorami disarankan pada masa pandemi Covid-19 (Passarelli et al., 2020).

2.3.6 Bedah Mulut


Pencabutan sederhana dilakukan pada pasien dengan posisi supine, selama prosedur

dilakukan penyedotan saliva dan penggunaan HVE. Ketika terdapat perdarahan dilakukan

pembersihan secara perlahan, sedangkan pada kasus penjahitan disarankan menggunakan

bahan yang bersifat absorbable (Manuballa et al., 2020).

2.4 Dampak Covid-19 terhadap praktik dokter gigi

Pandemic Covid-19 memiliki dampak terhadap keuangan dan pekerjaan

masyarakat. Sebuah survei di Amerika Serikat mengatakan bahwa sekitar 20.000 dokter

gigi di Amerika Serikat memiliki pendapatan yang menurun drastis dikarenakan oleh

adanya pandemic ini. Penurunan penghasilan serta jumlah pasien yang dilakukan perawatan

berdampak terhadap pembayaran gaji karyawan mereka. Kondisi ini kemungkinan jelas

bahwa dokter gigi memiliki risiko yang tinggi terhadap penularan dan transmisi infeksi

virus yang dapat mengancam jiwa manusia lain. Virus yang dapat menyebabkan Covid-19

tetap berada diudara melalui aerosol yang terbentuk selama prosedur perawatan gigi secara

tidak langsung melalui saliva (Passarelli et al., 2020).

Tingginya tingkat penularan dan transmisi pada dokter gigi mempengaruhi

kebutuhan terhadap ketersediaan alat pelindung diri sesuai yang direkomendasikan oleh

WHO. Peningkatan pemakaian alat pelindung diri tersebut berdampak terhadap beberapa

kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh dokter gigi seperti kondisi sebelumnya. Selain

alat pelindung diri, lingkungan dan desain ruangan juga mempengaruhi dalam pengendalian

infeksi virus Covid-19. Ketentuan-ketentuan tersebut berdampak terhadap aktivitas praktik

dokter gigi pada masa pandemic ini (Bhanushali et al., 2020).


BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyebaran kasus Covid-19 dan pandemi coronavirus menjadi permasalahan dunia

dan bersifat serius yang dapat mengancam kesehatan, kehidupan, dan kehidupan manusia.

Karakteristik tindakan perawatan gigi dan produksi aerosol selama perawatan menjadikan

dokter gigi sebagai salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi di dunia. Maka dari itu

pedoman yang di rancang sedemekian rupa dalam pelaksanaan perawatan gigi di masa

pandemi sangat membantu dokter gigi dalam mencegah kontaminasi infeksi virus covid 19.
DAFTAR PUSTAKA

An, P. et al. (2020) “Management strategy of novel coronavirus (COVID-19) pneumonia in


the radiology department: a Chinese experience,” Diagnostic and interventional
radiology (Ankara, Turkey), 26(3), hal. 200–203. doi: 10.5152/dir.2020.20167.
Anderson, E. L. et al. (2020) “Consideration of the Aerosol Transmission for COVID-19
and Public Health,” Risk Analysis, 40(5), hal. 902–907. doi: 10.1111/risa.13500.
Ather, A. et al. (2020) “Coronavirus Disease 19 (COVID-19): Implications for Clinical
Dental Care,” Journal of Endodontics. Elsevier Inc, 46(5), hal. 584–595. doi:
10.1016/j.joen.2020.03.008.
Australian Dental Association (2015) Guidelines for Infection Control, 3nd Edition,
Australian Dental Association. Tersedia pada:
http://www.ada.org.au/app_cmslib/media/lib/1203/m356702_v1_infection control
guidelines 2012.pdf.
B, S. et al. (2020) “Perspectives on monoclonal antibody therapy as potential therapeutic
intervention for Coronavirus disease-19 (COVID-19),” Asian Pacific journal of allergy
and immunology, 38, hal. 10–8. doi: 10.12932/AP-200220-0773 LK
Be, F. dan Gs, F. (2020) “Recommendations for Control of Infection with Novel
Coronavirus in Dentistry,” 6(2).
Bhanushali, P. et al. (2020) “COVID-19: Changing Trends and Its Impact on Future of
Dentistry,” International Journal of Dentistry, 2020. doi: 10.1155/2020/8817424.
Bin, S. Y. et al. (2015) “Environmental Contamination and Viral Shedding in MERS
Patients during MERS-CoV Outbreak in South Korea,” Clinical Infectious Diseases,
62(6), hal. 755–760. doi: 10.1093/cid/civ1020.
Cook, T. M. (2020) “Personal protective equipment during the COVID-19 pandemic - a
narrative review,” Anaesthesia. doi: 10.1111/anae.15071.
Djalante, R. et al. (2020) “Review and analysis of current responses to COVID-19 in
Indonesia: Period of January to March 2020,” Progress in Disaster Science, 6, hal.
100091. doi: 10.1016/j.pdisas.2020.100091.
Ge, Z. yu et al. (2020) “Possible aerosol transmission of COVID-19 and special
precautions in dentistry,” Journal of Zhejiang University: Science B, 1581, hal. 1–8.
doi: 10.1631/jzus.B2010010.
Harapan, H. et al. (2020) “Coronavirus disease 2019 (COVID-19): A literature review,”
Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin Abdulaziz University for Health
Sciences, 13(5), hal. 667–673. doi: 10.1016/j.jiph.2020.03.019.
Horzov, L. et al. (2020) “Dental Patient Management in the Context of the COVID-19
Pandemic: Current Literature Mini-Review,” The Open Public Health Journal, 13(1),
hal. 459–463. doi: 10.2174/1874944502013010459.
James, R. dan Mani, A. (2015) “Dental Aerosols: A Silent Hazard in Dentistry!,”
International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN, 5(11), hal. 2015–2017. doi:
10.1038/sj.bdj.2010.975.
Kaul, D. (2020) “An overview of coronaviruses including the SARS-2 coronavirus –
Molecular biology, epidemiology and clinical implications,” Current Medicine
Research and Practice. Elsevier Ltd, 10(2), hal. 54–64. doi:
10.1016/j.cmrp.2020.04.001.
Khader, Y. et al. (2020) “Dentists’ Awareness, Perception, and Attitude Regarding
COVID-19 and Infection Control: Cross-Sectional Study Among Jordanian Dentists,”
JMIR Public Health and Surveillance, 6(2), hal. e18798. doi: 10.2196/18798.
Li, X. et al. (2020) “Molecular immune pathogenesis and diagnosis of COVID-19,”
Journal of Pharmaceutical Analysis. Xi’an Jiaotong University, 10(2), hal. 102–108.
doi: 10.1016/j.jpha.2020.03.001.
Long, R. H. et al. (2020) “Modifications of emergency dental clinic protocols to combat
COVID-19 transmission,” Special Care in Dentistry, 40(3), hal. 219–226. doi:
10.1111/scd.12472.
Manuballa, S. et al. (2020) “Managing the Oral Health of Cancer Patients During the
COVID-19 Pandemic: Perspective of a Dental Clinic in a Cancer Center,” Journal of
Clinical Medicine, 9(10), hal. 3138. doi: 10.3390/jcm9103138.
Mathur, N. et al. (2020) “Dental Considerations Amidst Covid-19 Scare,” International
Journal of Medical and Biomedical Studies, 4(3), hal. 141–145. doi:
10.32553/ijmbs.v4i3.1058.
Meng, L., Hua, F. dan Bian, Z. (2020) “Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Emerging
and Future Challenges for Dental and Oral Medicine,” Journal of Dental Research,
99(5), hal. 481–487. doi: 10.1177/0022034520914246.
Odeh, N. D. et al. (2020) “COVID-19: Present and Future Challenges for Dental Practice,”
International Journal of Environmental Research and Public Health 2020, Vol. 17,
Page 3151, 17(9), hal. 3151. doi: 10.3390/IJERPH17093151.
Passarelli, P. C. et al. (2020) “The impact of the COVID-19 infection in dentistry,”
Experimental Biology and Medicine, hal. 940–944. doi: 10.1177/1535370220928905.
Peng, X. et al. (2020) “Transmission routes of 2019-nCoV and controls in dental practice,”
International Journal of Oral Science. Springer US, 12(1), hal. 1–6. doi:
10.1038/s41368-020-0075-9.
Repici, A. et al. (2020) “Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource
centre with free information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID-
19 . The COVID-19 resource centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s
public news and information ,” (January).
Sales, S. C., Meyfarth, S. dan Scarparo, A. (2021) “The clinical practice of Pediatric
Dentistry post-COVID-19: The current evidences,” Pediatric Dental Journal, 31(1),
hal. 25–32. doi: 10.1016/j.pdj.2021.01.002.
Sana Ali et al. (2020) “Transmission Routes and Infection Control of Novel Coronavirus-
2019 in Dental Clinics – A Review,” Journal of Islamabad Medical & Dental College,
9(1), hal. 65–72. doi: 10.35787/jimdc.v9i1.517.
Shamszadeh, S. et al. (2020) “Dental considerations after the outbreak of 2019 novel
coronavirus disease: A review of literature,” Archives of Clinical Infectious Diseases,
15(2). doi: 10.5812/archcid.103257.
Sharpsmart (2020) “Trustworthy Facts on COVID-19 Waste Handling,”
Sharpsmart.Co.Uk, hal. 1–7. Tersedia pada: https://www.sharpsmart.co.uk/knowledge-
centre/trustworthy-facts-coronavirus.
Shereen, M. A. et al. (2020) “COVID-19 infection: Origin, transmission, and
characteristics of human coronaviruses,” Journal of Advanced Research. THE
AUTHORS, 24, hal. 91–98. doi: 10.1016/j.jare.2020.03.005.
Susilo, A. et al. (2020) “Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini,” Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), hal. 45. doi: 10.7454/jpdi.v7i1.415.
Swaminathan, Y. (2013) “‘Aerosol’-A Prospective Contaminant of Dental Environment!,”
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, 11(2), hal. 45–50. doi: 10.9790/0853-
1124550.
Veena, H. R. et al. (2015) “Dissemination of aerosol and splatter during ultrasonic scaling:
A pilot study,” Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin Abdulaziz
University for Health Sciences, 8(3), hal. 260–265. doi: 10.1016/j.jiph.2014.11.004.
Wang, X., Pan, Z. dan Cheng, Z. (2020) “Association between 2019-nCoV transmission
and N95 respirator use,” Journal of Hospital Infection, 105(1), hal. 104–105. doi:
10.1016/j.jhin.2020.02.021.
Wesemann, C. et al. (2020) “3-D printed protective equipment during COVID-19
pandemic,” Materials, 13(8), hal. 1–9. doi: 10.3390/MA13081997.
World Health Organization (WHO) (2020) “Rational use of personal protective equipment
for coronavirus disease 2019 ( COVID-19 ),” Who, 2019(February), hal. 1–7.
Yuki, K., Fujiogi, M. dan Koutsogiannaki, S. (2020) “Since January 2020 Elsevier has
created a COVID-19 resource centre with free information in English and Mandarin on
the novel coronavirus COVID- 19 . The COVID-19 resource centre is hosted on
Elsevier Connect , the company ’ s public news and information ,” (January).
Zhang, Z. et al. (2020) “Protecting healthcare personnel from 2019-nCoV infection risks:
lessons and suggestions,” Frontiers of Medicine, 14(2), hal. 229–231. doi:
10.1007/s11684-020-0765-x.
Zhu, N. et al. (2020) “A novel coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019,”
New England Journal of Medicine, 382(8), hal. 727–733. doi:
10.1056/NEJMoa2001017.

Anda mungkin juga menyukai