1. Apa pemeriksaan fisik yang mungkin dapat dilakukan sebagai bukti penegakkan
diagnosis Tetanus?
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan tentu mencari adanya tanda yang seperti saya
jelaskan pada ppt yaitu Trismus, Risus sardonicus, dan Opistotonus.
Trismus : perasaan kaku pada rahang dan leher, menyebabkan penderita kesulitan
membuka mulut, kesulitan mengunyah dan menelan akibat kontraksi dari M.masseter.
Cara periksanya penderita diminta untuk memasukan 3 jari secara vertikal ke
rongga mulut, normalnya rongga mulut dapat terbuka maksimal, maka apabila ada
restriksi dapat dikatakan sebagai trismus.
Risus sardonicus : kontraksi pada otot wajah (otot bibir mengalami retraksi, mata
tertutup parsial karena kontraksi M.orbikularis okuli, dan alis terelevasi karena
spasme otot frontalis), membuat wajah memiliki tampakan menyeringai.
Opistotonus : hiperekstensi akibat spasme pada otot leher, pinggang hingga kaki
sehingga menyebakan peubahan bentuk badan menjadi melengkung. Sehingga pada
saat kejang, maka posisi badan penderita akan melengkung dan bila ditelentangkan
hanya bagian kepala dan bagian tarsa kaki saja yang menyentuh dasar tempat
berbaring.
Pada pemeriksaan fisik juga dapat dilakukan uji spatula untuk melihat Masseter
spasm reflux, dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring menggunakan
alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang
involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah.
3. Komplikasi yang dapat terjadi pada Tetanus apa? dan Kenapa dapat terjadi
komplikasi tersebut?
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas
sehingga pada tetanus yang berat. Spasme laring dapat terjadi segera, mengakibatkan
obstruksi saluran nafas atas akut dan respiratory arrest. Pernapasan juga dapat
terpengaruh akibat spasme yang melibatkan otot-otot dada; selama spasme yang
memanjang, dapat terjadi hipoventilasi berat dan apnea yang mengancam nyawa
Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan.
Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit,
dan ulkus dekubitus.
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena
pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan bradikardi.
Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh stimulus fisik, visual,
auditori, atau emosional. Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan
ruptur tendon, dislokasi sendi serta patah tulang.
Intensitas spasme paroksismal kadang cukup untuk mengakibatkan ruptur otot
spontan dan hematoma intramuskular. Fraktur kompresi atau subluksasi vertebra
dapat terjadi, biasanya pada vertebrathorakalis.
Gagal ginjal akut merupakan komplikasi tetanus yang dapat dikenali akibat dehidrasi,
rhabdomiolisis karena spasme, dan gangguan otonom.
Laringospasme (kejang pita suara) adalah komplikasi yang dapat menyebabkan gangguan
pernapasan.
Pasien juga dapat mematahkan tulang belakang atau tulang panjang karena kejang.
Kemungkinan komplikasi lain termasuk hipertensi, irama jantung abnormal, dan infeksi
sekunder, yang umum terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama. Jelas,
kemungkinan kematian yang tinggi merupakan komplikasi utama.
5. Pada tatalaksana terapi suportif tambahan, ada pemberian nutrisi pada pasien
Tetanus. Seberapa pentingnya nutrisi yang diberikan? Dan apa pemberian nutrisi pada
pasien Tetanus?
Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas simpatis berlebihan dan
katabolisme protein sehingga pemeliharaan nutrisi sangat diperlukan.
Nutrisi buruk dan penurunan berat badan terjadi cepat karena disfagia, gangguan fungsi
gastrointestinal dan peningkatan metabolisme, menurunkan daya tahan tubuh sehingga
memperburuk prognosis.
Nutrisi parenteral total mengandung glukosa hipertonis dan insulin dalam jumlah cukup
untuk mengendalikan kadar gula darah, dapat menekan katabolisme protein.
Formula asam amino sangat membantu membatasi katabolisme protein. Pada hari pertama
perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai
hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara
parenteral.
10. Di patomekanisme disebutkan bahwa C. tetani masuk ke dalam tubuh dalam bentuk
spora. Dapat dijelaskan kenapa?
Karena bentuk spora pada C. tetani berfungsi untuk melindungi DNA C. tetani yang dapat
menghasilkan toksin tetanus.
11. Di skoring untuk penilaian prognosis tetanus, terutama pada skor Phillips. Ada 4
faktor yang mempengaruhi (masa inkubasi, lokasi luka, status proteksi, dan faktor
komplikasi). Dapat dijelaskan kenapa ke4 faktor tersebut dapat mempengaruhi?
Masa inkubasi maksudnya waktu saat terjadi infeksi sampai terjadi gejala awal
(trismus). Tentunya semakin pendek masa inkubasinya, semakin buruk prognosisnya.
Lokasi luka tentu berpengaruh pada prognosis pasien dikarenakan jika luka menganai
organ yang paling vital, artinya risiko terjadi cepatnya perburukan juga sangat tinggi.
Status proteksi maksudnya status imunisasi penderita. Jika pasien belum terproteksi,
peluang terjadi kematian pada penderita tetanus semakin besar. Sehingga berpengaruh
dalam prognosis pasien.
Faktor komplikasi. Begitu juga dengan faktor komplikasi yang terjadi pada pasien.
Makin banyak ataupun makin mengancam nyawa komplikasi yang terjadi tentu makin
memperburuk prognosis pasien.
13. Kenapa gejala klinis Tetanus yang pertama kali muncul adalah trismus atau rahang
terkunci?
Otot wajah terkena paling awal karena jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron
simpatis terkena paling akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang otak.
14. Gangguan otonom yang terjadi pada pasien Tetanus terjadi disebabkan oleh apa?
Gagalnya penghambatan aktivitas otonom menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas
simpatis yang berlebihan dan peningkatan kadar katekolamin.
15. Kenapa penderita Tetanus tidak akan menghasilkan kekebalan terhadap serangan
berikutnya setelah recovery?
Karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya. Seseorang
yang sembuh dari infeksi tetanus tidak memiliki kekebalan alamiah terhadap tetanus. Mereka
dapat terinfeksi lagi. Sehingga perlu untuk melakukan vaksinasi tetanus kembali.
Kekakuan abnormal atau kontraksi tidak disengaja dari otot-otot tubuh terhadap gerakan yang
tidak tergantung kecepatan (rigiditas)
Tonus Normal atau menurun (flaksiditas) Meningkat (spastisitas)