Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan kongenital dimana
meatus uretra eksterna terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke
proksimal dari tempat yang normal, ujung gals penis.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10-14 yang
mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral
penis, antara sprotum gals penis.
Hipospadia adalah merupakan konginetal anomali yang mana
uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. [ CITATION Kar13 \l
1057 ]
2. Klasifikasi [ CITATION Kar13 \l 1057 ]
Tipe hipospedia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus :
a. Tipe Sederhana/Tipe anterior
Terletak di interior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.Pada tipe
ini ,meatus terletak pada pangkal glands penis.Secra klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan.Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatomi.
b. Tipe penil/Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile,proksimal penile,dan pene-
escrotal.Pada tipe ini,meatus terletak antara glands penis dan
skrotum.Biasanya disertai dengan kelainan penyerta,yaitu tidak adanya
kulit prepusium bagian ventral,sehingga penis terlihat melengkung ke
bawah atau glands penis menjadi pipih.Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap ,mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat bergunna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
c. Tipe posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.Pada tipe ini,umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu,kadang disertai dengan skrotum
bifida,meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.

3. Etiologi dan faktor risiko


Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun
belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa penelitian
mengemukakan semakin berat derajat hipospadia, semakin besar terdapat
kelainan yang mendasari
Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para ahli mengenai
etiologi hipospadia. Adanya defek pada produksi testosterone oleh testis
dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke
dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun
penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen
dapat menyebabkan hipospadia.
Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan pada
pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-
obatan. Namun beberapa penelitian mengemukakan bahwa pil kontrasepsi
tidak menimbulkan hipospadia.Beberapa penelitian menemukan bahwa
ibu hamil yang terpapar diethylstilbestrol meningkatkan resiko terjadinya
hipospadia. Klip et al melakukan penelitain pada 8.934 anak laki-laki,
pada 205 ibu muda yang terpapar diethylstilbestrol ditemukan 4 kasus
hipospadia. Sedangkan pada 8.729 kelahiran yang tidak terpapar
diethylstilbestrol hanya ditemukan 8 kasus (OR: 21.3; CI 95%). Begitu
pula Pons et al melakukan survey pada 17.633 anak laki-laki, 3 dari 240
anak laki-laki yang terpapar diethylstilbestrol ketika janin menderita
hipospadia. Dari 17.393 anak laki-laki yang tidak terpapar zat tersebut
hanya ditemukan 44 kasus (OR: 4.99; CI 95%). Tidak ada hubungan
antara hipospadia dengan usia ibu ketika hamil.
Pada Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan
terjadi peningkatan resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat disebabkan
adanya kandungan yang tinggi dari fitoestrogen pada sayuran. Respon
Activating Transcription Factor (ATF3) terhadap aktivitas antiandrogen
terbukti berperan penting terhadap kelainan hipospadia. Pada ibu hamil
yang mengkonsumsi obatobatan anti epilepsy seperti asam valproat juga
diduga meningkatkan resiko hipospadia. Pada anak laki-laki yang lahir
dengan program Intra-cystolasmic sperm Injection (ICSI) atau In Vitro
Fertilization (IVF) memiliki insidensi yang tinggi pada hipospadia. Intra
uterine growth retardation, berat bayi lahir rendah, bayi kembar, turunan
hipospadia juga merupakan faktor resiko hipospadia yang dapat
dikendalikan semasa kehamilan. Chong et al tidak menemukan adanya
korelasi antara kelahiran prematur dengan hipospadia. Beberapa kelainan
yang sering ditemukan bersamaan dengan hipospadia adalah kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit.
4. Patofisisologi

Kokain
Gangguan dan
ketidakseimbangan hormon
Alcohol

Fenitoin
Genetika Faktor Eksogen
Hipospadia Rubella

Progesti
Lingkungan n

Tipe anterior Orifisium uretra Diabetes


eksternum/meatus getasional

Tipe Middle

Diagnosa hipospadia
Tipe Posterior

Post operasi
Pre oprerasi

Resiko infeksi Gangguan citra


Nyeri Kecemasan
berhubungan tubuh
berhubungan berhubungan
dengan berhubungan
dengan dengan prosedur
pemasangan dengan malforasi
pembedahan. pembedahan
kateter. kongenital.

Kurang pengetahuan
orangtua dengan
diagnosa prosedur
pembedahan dan
perawatan setelah
operasi.
5. Tanda dan gejala
Gejala Klinis Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat
kelainan. Secara umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun
cenderung berkaitan dengan masalah kosmetik pada pemeriksaan fisik
ditemukan muara uretra pada bagian ventral penis. Biasanya kulit luar
dibagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana kulit luar di
bagian dorsal menebal bahkan terkadang membentuk seperti sebuah
tudung. Pada hipospadia sering ditemukan adanya chorda. Chorda adalah
adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis.Hal ini disebabkan
oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari tunica
albuginea dan fasia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia
Buck, perlengketan Antara kulit penis ke struktur disekitarnya, atau
perlengketan Antara urethral plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang
mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika
berkemih, nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan
seksual.Hipospadia sangat sering ditemukan bersamaan dengan
cryptorchismus dan hernia inguinalis sehingga pemeriksaan adanya testis
tidak boleh terlewatkan.

6. Pemeriksaan diagnostik
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk
penegakkan pasti diagnosis hipospadia. USG Ginjal disarankan untuk
mengetahui adanya anomali lainnya pada saluran kemih pad pasien
hipospadia. Karyotyping disarankan pada pasien dengan ambigu
genitalia ataupun cryptochirdism. Beberapa test seperti elektrolit,
hydroxyprogesterone, testosterone, luteinizing hormon, follicle-
stimulating hormon, sexhormon binding globulin, dan beberapa tes
genetik dipertimbangkan apabila memungkinkan
7. Penatalaksanaan [ CITATION Kar13 \l 1057 ]
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan . Tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah :
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretropasti).
c. Untuk mengembalikan aspek normal dari genetalia eksternal
(kosmetik)
Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk,
biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti tidak dapat direkonstruksi
dengan plap lokal (misalnya prosedur santanelli, flip plap, MAGP
(metal advance and glamuloplasty), termasuk preputium plasty.
8. Komplikasi
a. Inferilitas
b. Resiko hernia inguinal
c. Gangguan psikososial
d. Menurut Amilal, 2008 yang telah dilakukan penelitian tentang
komplikasi akut pasca operaasi hipospadia menyimpulkan bahwa rata-
rata 5% komplikasi terjadi pada tipe distal hipospadia dan rata-rata
10% komplikasi terjadi pada proksimal hipospadia. Komplikasi yang
terjadi setelah rekonstruksi Phallus meliputi:
1) Pendarahan
2) Infeksi
3) Fistel uretrokutan
4) Striktur uretra, stenosis uretra
5) Divertikel uretra
Prognosis yang terjadi pasca operasi adalah baik
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi :
a. Nama
b. Umur (biasanya terjadi pada bayi baru lahir )
c. Jenis kelamin (jenis kelamin laki-laki)
d. Pendidikan (orangtua berpendidikan rendah)
e. Pekerjaan (pada orangtua yang tergolong penghasilan rendah)
2. Keluhan utama :
Pada umumnya orangtua pasien mengeluh dan ketakutan dengan
kondisi anaknya karena penis yang melengkung ke bawah dan adanya
lubang kencing yang tidak pada tempatnya.
3. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya
lubang kencing yang tidak apda tempatnya sejak lahir dan tidak
diketahui dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat penyakit dahulu :
Adanya riwayat ibu pada saat hamil, misalnya adanya gangguan
atau ketidakseimbangan hormon dan faktor lingkungan. Pada saat
kehamilan ibu sering terpapar dengan zat atau polutan yang
bersifat tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen yang
dapat menyebabkan pembentukan penis yang tidak sempurna.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keturunan atau genetik dari orangtua atau saudara-
saudara kandung dari pasien yang pernah mengalami hipospadia
4. Pola pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri atau kenyamanan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan kenyamanan
dan tidak mengalami nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolisme pada umumnya pasien hipospadia,
nutrisi cairan dan elektrolit dalam tubuhnya tidak mengalami
gangguan pada tubuhnya.
c. Pola aktifitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah
d. Pola eliminasi
Pada saat bak ibu mengatakan anak harus jongkok karena pancaran
kencing pada saat bak, tidak lurus dan biasanya kearah ke bawah,
menyebar dan mengalir melalui batang penis
e. Pola tidur dan istirahat
Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak mengalami
gangguan atau tidak ada masalah dalam istirahat dan tidurnya .
f. Pola presepsi diri
Adanya rasa malu pada pasien apabila sudah dewasa dan kurang
percaya diri atas kondisi kelainan yang di alaminya.
g. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan peranya selama sakit.
h. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada penis pasien
akan membuat pasien mengalami gangguan pada saat berhubungan
seksual karena penis tidak bisa ereksi.
B. Diagnosa keperawatan
1. Pre-op
a. Kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan malforasi kongenital.
c. Kurang pengetahuan orangtua dengan diagnosa prosedur
pembedahan dan perawatan setelah operasi.
2. Post-op
a. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
C. Rencana
1. Setelah dilakukan tindakan keperawtaan tselama ..x...kecemasan
berhubungan dengan prosedur pembedahan,kecemasan klien teratasi
dengan kriteria hasil :
a. Klien mampu mengindentifikasi dan mengucapkan gejala cemas
b. Mengidentifikasi,mengungkapkan dan menunjukan teknis untuk
mengintrol cemas.
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat keaktifan
menunjukan kurangnya kecemasan.
Intervensi :
O : Observasi tanda-tanda vital

N : Menggunakan pendekatan yang menekan kecemasan, Temani


pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.

E : Jelaskan semua prosedur dan semua yang akan dirasakan


salama proses bedah

C : Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian obat anti cemas /


anti depresan.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x... gangguan citra


tubuh pasien teratasi dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
b. Mendiskripsikan secara aktual perubahan fungsi tubuh
c. Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi :
O : Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya.
N : Dorong pasien mengungkapkan perasaannya.
E : Jelaskan tentang pengobtan,perawatan,kemajuan,dan prognosis
penyakit.
C : Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x....pasien


menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria
hasil :
a. Pasien dan kelarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit,kondisi prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar.
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat atau tim kesehatan lainnya
Intervensi :
O : Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

N : Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan


second oponion dengan cara yang tepatatau diindikasikan.

E : Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal itu


berhubungan dengan anatomi dan fisiologi.

C : Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x...... nyeri pasien


dapat berkurang dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (mengetahui penyebab nyeri,mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri,mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
managemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas,frekuensi,tanda nyeri)
d. Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi :
O : Kaji nyeri secara koprehensif termasuk lokasi karakteristik
durasi ,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi)

N : Bantu pasien untuk mencari dan menemukan dukungan

E : Ajarkan tentang teknik non farmakologi : Nafas


dalam,relaksasi,distraksi,kompres hangat/dingin

C : Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

5. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x.... pasien tidak


mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Tanda vital dalam rentan normal (suhu : 36,5 – 37,5°C)
Intervensi :
O : Kaji suhu tubuh pasien

N : Pertahankan teknik aseptik

E : Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

C : Kolaborasikan terapi antibiotik


Refrensi

Kartika Sari Wijayaningsih, S. N. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN ANAK.


jakarta: CV. Trans Info Media.

file:///C:/Users/USER/Downloads/52-170-2-PB.pdf

http://andisusanto.web.unej.ac.id/2015/05/06/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
hipospadia/

Anda mungkin juga menyukai