Anda di halaman 1dari 18

PATIENT AFTER CARE

“OSTEOGENESIS IMPERFECTA”

Disusun Oleh:

NANCY DALLA DARSONO


1910221022

Diajukan Kepada:

Pembimbing
dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc., Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
2019
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga laporan kunjungan Patient
Aftercare yang berjudul “Osteogenesis Imperfecta” dapat terselesaikan dengan
baik.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Tundjungsari R. U., M.Sc, Sp.A
selaku pembimbing selama penulis menjalani kepaniteraan klinik anak di RSUD
Ambarawa serta teman-teman seperbimbingan yang saling membantu dan
mendukung.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan laporan
kunjungan Patient After Care ini, oleh karena itu penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Semoga laporan kasus yang disusun penulis ini dapat
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang.

Ambarawa, November 2019

Penulis
PENGESAHAN

Laporan kunjungan paient after care diajukan oleh:


Nama : Nancy Dalla Darsono
NRP : 1910221022
Program studi : Profesi Dokter
Judul : Osteogenesis Imperfecta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat
yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi
Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta.

Pembimbing

dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A

Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal : November 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan


pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang,
osteopenia, kelainan pada kulit, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta
(DI), maupun gangguan pendengaran (Situmorang, 2016). Osteogenesis
imperfekta (OI) merupakan kelainan bawaan pada pembentukan kolagen tipe I
yang menyebabkan pembentukan abnormal tulang dan turnover tulang yang cepat.
Sampai saat ini dikenal empat tipe OI (klasifikasi menurut Sillence), walaupun
menurut penulis lain terdapat beberapa tipe lagi (sampai dengan tipe VII). Usia
saat terdapatnya densitas mineral tulang rendah dan fraktur bervariasi tergantung
dari tipenya. Pada anak OI tidak selalu didapatkan warna sklera biru yang khas
untuk OI, sehingga perlu diwaspadai adanya OI pada anak yang mengalami
fraktur berulang walaupun dengan trauma minimal (IDAI, 2010).
Kelainan ini ditemukan pada anak dengan insidensi 1 dari 20.000
kelahiran dan saat ini terdapat 3.000 pengidap OI dari 80 juta anak di Indonesia.
Kejadian OI sama antara laki-laki dan perempuan serta dapat terjadi di semua
kelompok ras dan etnis. Penanganan OI seringkali tidak maksimal, dikarenakan
pengetahuan mengenai penyakit ini yang masih kurang serta biaya pengobatan
yang termasuk tinggi. Banyak keluarga yang pasrah karena merasa anaknya tidak
bisa disembuhkan dan banyak kejadian salah diagnosis yang menyebabkan anak
justru dibawa ke pengobatan alternatif. Osteogenesis imperfekta memiliki
spektrum klinis yang bervariasi, mulai dari bentuk yang letal saat perinatal hingga
bentuk yang ringan. Fraktur dan deformitas tulang dapat terjadi walau dengan
trauma ringan. Gejala klinisnya sangat bervariasi antar penderita walaupun dalam
tipe yang sama (Situmorang, 2016).
Diagnosis OI ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang sama pada
keluarga dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe
ringan sampai berat sehinga OI memerlukan penanganan multidisiplin.
Manifestasi klinis yang bisa ditemukan antara lain fraktur berulang, perawakan
pendek, sklera mata berwarna biru, masalah gigi (dentinogenesis imperfekta), dan

1
gangguan pendengaran yang semakin progresif setelah masa pubertas. Analisis
mutasi DNA dan biopsi kolagen kulit dapat mengidentifikasi mutasi pada gen
pengkode prokolagen tipe I pada 90% kasus. Tata laksana OI memerlukan
kerjasama multidisiplin dan ditujukan untuk menurunkan frekuensi fraktur,
meminimalkan nyeri kronis, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis,
meningkatkan densitas tulang, memaksimalkan mobilitas dan kemandirian, serta
mengatasi masalah lain yaitu penanganan fraktur berulang dan gangguan
pendengaran. Modalitas terapi yang lain termasuk operasi, serta non-operasi
termasuk fisioterapi. Gangguan tumbuh kembang dan masalah psikososial dapat
terjadi pada anak dengan penyakit kronik seperti halnya OI, yaitu rendahnya
kemandirian pasien, kurangnya rasa percaya diri, gangguan prestasi belajar serta
masalah psikososial lain yang perlu mendapat perhatian tersendiri, sehingga
pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit serta kepatuhan berobat
penting untuk tata laksana yang optimal (Situmorang, 2016).
Dipilihnya kasus ini memiliki beberapa alasan yaitu pasien dengan OI
memerlukan pemantauan jangka panjang berkaitan dengan pengobatan yang
diterima, evaluasi pengobatan, trauma yang dialami serta penanganan komplikasi
yang muncul akibat penyakit maupun efek samping obat. Pengobatan OI yang
jangka panjang berisiko terjadinya putus obat atau pengobatan yang tidak adekuat
menjadi lebih besar. Dengan penanganan yang menyeluruh dan
berkesinambungan diharapkan dapat mencegah perburukan penyakit dan
tercapainya kesembuhan serta kualitas hidup yang lebih baik dari pasien.

2
BAB II
STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien dan Keluarga


II.1.1 Identitas Pasien
Nama : An. MMJ
Tgl Lahir/ Umur : 7 April 2007 / 12 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bancak, Kabupaten Semarang
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal berobat :1 Oktober 2019
II.1.1 Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. S
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Bancak, Kabupaten Semarang
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Petani

II.2 Resume Penyakit dan Perkembangan Pasien


Pada hari Selasa, 1 Oktober 2019, seorang anak dibawa oleh ibunya ke poli
anak RSUD Ambarawa dengan keluhan tidak bisa berjalan sejak 2 tahun yang
lalu. Ibu pasien mengatakan anak tidak mau berjalan karena merasa berat ketika
berjalan dan gemetar ketika berjalan. Ibu pasien juga mengeluh tulangnya mudah
patah sejak usia 2,5 tahun.
Keluhan berawal ketika pasien berusia 4 bulan tiba-tiba saja lengan atas
kiri pasien membengkak. Bengkak berlangsung lama. Kemudian saat pasien
berusia 2,5 tahun, saat pasien sedang bermain, pasien jatuh dan tulang paha kaki
kanannya patah. Semenjak itu, pasien sering mengalami patah tulang akibat

1
benturan yang pelan seperti terjatuh/terkena bola saat bermain dengan teman-
teman sebayanya. Ibu pasien juga mengatakan kaki, tangan, dan punggung pasien
bentuk tulangnya tidak lurus sehingga menyulitkan pasien untuk berjalan. Tangan
kanan pasien juga tidak dapat diluruskan sehingga terdapat keterbatasan gerakan
pada tangan kanan pasien, sementara tangan kiri masih bisa diluruskan.
Sebelumnya An. J memiliki riwayat tuberculosis paru dan mendapatkan
pengobatan sampai 1,5 tahun. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya warna
sklera yang agak biru, perawakan pendek, skoliosis pada tulang belakang,
deformitas pada tulang-tulang di lengan dan tungkai, dan bentuk dada pectus
carinatus. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan hasil yang masih dalam batas
normal. Hasil foto rontgen An. J ditemukan adanya struktur tulang yang porotik,
bentuk bowing dan terompet pada femur dan tibia dextra-sinistra, penipisan
cortex, deformitas os femur sinistra dan fraktur lama. Hal ini mendukung
gambaran osteogenesis imperfecta.
An. J dirujuk ke dokter Subspesialis Endokrin Anak di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dengan diagnosis Osteogenesis Imperfecta. Di RSUP Kariadi pasien
mendapatkan terapi berupa injeksi obat untuk mengurangi frekuensi patah tulang.
Selain itu, pasien juga diberikan Vitamin C tab. 50 mg dan suplementasi kalsitriol
1 x 0,25 mcg. Pasien diperiksa laboratorium darah rutin, kimia klinik (kalsium,
magnesium, alkali fosfatase, dan fosfat anorganik), tes pendengaran, dan
pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density). Hasilnya didapatkan pada
pemeriksaan laboratorium, alkali Phosphatase An. J tinggi yaitu 227 U/L.
Pemeriksaan BMD An. J menunjukkan hasil “Low bone mineral density”, hal ini
mendukung diagnosis osteogenesis imperfecta. Hasil tes pendengaran
menunjukkan hasil dalam batas normal pada pemeriksaan telinga kanan dan kiri.
Saat ini pasien rutin kontrol setiap 6 bulan sekali ke RSUP Kariadi untuk
mendapatkan terapi rutin ulangan (injeksi). Terakhir pasien kontrol ke RSUP
Kariadi tanggal 24 Oktober 2019.

II.3 Pemeriksaan Fisik


Status Pasien tanggal 17 November 2019
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis

2
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,7ºC
Berat Badan : 16,5 kg
Tinggi Badan : 101 cm

II.3.1 Status Generalis


a. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat (-), Sianosis (-), Perdarahan (-), Oedem (-)
b. Kepala
Mesocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
c. Mata
Palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, dan sklera
agak biru (+)
d. Telinga
- Daun telinga : Bentuk, ukuran, dan posisinya normal
- Lubang telinga : Tidak ada discharge, serumen (-)
e. Hidung
Bentuk normal, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
f. Tenggorokan
Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
g. Mulut
Bibir tidak sianosis, bibir kering (-)
h. Leher
Tidak ada massa, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
i. Thorax
Bentuk pectus carinatum, tidak terdapat retraksi pernafasan suprasternal
dan intercostal.
- Paru :
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

3
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
- Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung sulit dinilai.
Auskultasi : SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
j. Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri
tekan, turgor kulit tidak menurun
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
k. Vertebrae :
Skoliosis (+)
l. Ekstremitas :
Petekie (-), purpura (-). Akral hangat, CRT <2 detik, tidak udem, sianosis
(-)
m. Genital
Tidak dapat diperiksa (pasien menolak)

II.4 Pola Konsumsi Pasien


Nafsu makan pasien sehari-hari baik. Pasien makan ± 3-4x dalam sehari
dengan berbagai macam lauk yang dimasak oleh ibu pasien. Ibu pasien biasa
memasak nasi, sayur-sayuran, dan tahu tempe. Keluarga pasien jarang memakan
protein hewani karena keterbatasan biaya.

4
BAB III
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

III.1 Profil Keluarga Pasien


III.1.1 Tabel Daftar Anggota Keluarga
No. Nama Kedudukan Jenis Kelamin Usia
1 An. J Anak L 12 tahun 6 bulan
2 Tn. A Anak L 22 tahun
3 Tn. S Ayah L 55 tahun
4 Ny. H Ibu P 44 tahun
5 Tn. S Paman L 56 tahun
6 Tn. S Paman L 41 tahun
7 Ny. K Bibi P 47 tahun
8 Ny. I Bibi P 34 tahun
9 Tn. K Paman L 48 tahun
10 Tn. S (Alm.) Kakek L -
11 Ny. L (Alm.) Nenek P -
12 Tn. S (Alm.) Kakek L -
13 Ny. D Nenek P 68 tahun

III.1.2 Genogram

68 tahun

56 tahun 41 tahun 47 tahun 55 tahun 44 tahun 34 tahun 48 tahun



22 tahun 12 th 6 bln

Keterangan:

5
Osteogenesis Imperfecta Meninggal karena penyakit jantung

Meninggal karena stroke Perawakan Pendek

Bagan 1. Genogram Keluarga An. J

III.2 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga


a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif dalam keluarga An.J terlaksana dengan baik yaitu diterlihat
dari masing-masing anggota keluarga yang saling mengasuh, memberikan
kasih sayang, saling menghargai, dan selalu mempertahankan iklim positif
diantara anggota keluarga. An. J tinggal 1 rumah dengan kedua orang
tuanya dan kakak laki-lakinya. Suasana di rumah terlihat akur dan dekat
antara satu dengan lainnya. Walaupun kakak pasien bekerja cukup jauh
dari rumah, kakak tetap tinggal serumah dengan pasien sehingga hubungan
An. J dengan kakaknya cukup dekat. Hubungan An. J dengan ayah ibunya
juga sangat baik.
b. Fungsi Sosial
Orang tua pasien selalu mendidik pasien untuk taat beribadah dan belajar
mengenai norma-norma, sopan santun, dan lain-lain. Hingga saat ini An. J
tidak mengalami keterlambatan perkembangan. Saat ini An. J dapat dan
mampu diterima oleh kalangan anak sebayanya di lingkungan tempat
tinggalnya walaupun An. J memiliki keterbatasan. Selain itu, kedudukan
keluarga pasien di tengah lingkungan tempat tinggalnya adalah keluarga
menengah di tengah lingkungan sosialnya.
c. Fungsi Religius
Keluarga pasien beragama Islam. Keluarga pasien beribadah sholat 5
waktu di mushola depan rumah pasien. Keluarga pasien senantiasa
mengajarkan An. J untuk taat beribadah dan beragama.
d. Fungsi Ekonomi
Kebutuhan keluarga pasien untuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal
sudah tercukupi. Bapak pasien bekerja sebagai petani sedangkan ibu tidak
bekerja (ibu rumah tangga). Penghasilan orangtua pasien kurang dari 500
ribu perbulan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari

6
untuk 4 orang dalam keluarganya, namun untuk kebutuhan lainnya orang
tua pasien cukup kesulitan dalam mengumpulkan biaya contohnya untuk
modal tani. Biaya kesehatan An. J dan keluarga ditanggung oleh BPJS
dalam kurun waktu ± 5 tahun terakhir.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan


Fungsi perawatan kesehatan pada keluarga An. J sangat baik, terlihat dari
orang tua An. J yang selalu mengusahakan dan memperhatikan kesehatan
anak-anaknya terutama An. J. Fungsi perawatan kesehatan yang telah
terpenuhi dari keluarga An. J adalah mampu mengenali masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, dan
memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit yaitu kepada An.
J

III.3 Risiko, Permasalahan dan Perencanaan Kesehatan Keluarga


Risiko/masalah Rencana Pembinaan Sasaran
kesehatan
Osteogenesis • Edukasi mengenai pengertian, tipe- Keluarga
Imperfecta tipe/jenis, dan epidemiologi penyakit pasien
• Edukasi mengenai terapi dan
prognosis penyakit
• Edukasi dukungan keluarga
terhadap penyakit pasien

III.4 Keadaan Sosial dan Lingkungan


a. Keadaan Sosial
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien
saat ini berusia 22 tahun dan sudah bekerja.
b. Keadaan Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya dengan
keadaan rumah yang memiliki 2 kamar. Rumah terbuat dari kayu
(tembok dan lantainya terbuat dari kayu). Jarak antar rumah cukup jauh,
± 10 meter. Dapur cukup luas dibagian belakang rumah, beralaskan
tanah. Keluarga pasien menyimpan hasil tani (gabah) di dapur. Ibu pasien
biasa memasak menggunakan kayu dan kompor gas. Kamar mandi

7
terbuat dari tembok bata dan semen, beralaskan lantai. Rumahnya
memiliki cukup ventilasi dan jendela. Jarak rumah dengan jalan raya
cukup jauh. Akses jalan menuju rumah pasien masih dapat ditempuh oleh
kendaraan roda 2 maupun roda 4.

III.5 Denah Rumah Pasien

Tempat Parkir
Motor
Kamar Mandi

Tempat
penyimpanan
Dapur gabah

Kandang Sapi

Gudang

R. Penyimpanan
Kamar Tidur

R. Tamu/R. Keluarga
Kamar Tidur

Gambar 1. Denah Rumah Pasien

III.6 Profil Tempat Tinggal Pasien


a. Alamat rumah: Bancak, Kabupaten Semarang
b. Dinding terbuat dari kayu
c. Atap terbuat dari genting yang tidak ditutup dengan plafon
d. Lantai berupa lantai kayu

8
e. Terdiri atas 1 ruang tamu yang bergabung dengan ruang keluarga, 2
kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 dapur yang bergabung dengan tempat
penyimpanan hasil tani dan gudang
f. Ruang ramu, ruang keluarga, kamar tidur, dan ruang penyimpanan
beralaskan kayu, namun bagian dapur masih beralaskan tanah
g. Kamar mandi terbuat dari tembok bata dan semen, beralaskan lantai ubin.
h. Pergerakan udara didalam rumah kurang bebas dikarenakan ventilasi
rumah hanya berupa jendela yang berjumlah 2 yaitu di ruang tamu dan
ruang keluarga dan 1 pintu, yaitu pintu masuk utama.
i. Cahaya masuk ke dalam rumah melalui jendela, pintu, dan sela-sela
tembok kayu. Selain itu, penerangan di dalam rumah menggunakan
lampu LED yang tidak terlalu terang.
j. Sumber air berasal dari air tanah.

III.7 Edukasi Saat Kunjungan


1. Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita anaknya.
2. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai penyebab OI.
3. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai jenis/tipe dari OI.
4. Edukasi kepada keluarga pasien mengenai pengobatan dan tujuan
pengobatan OI
5. Edukasi mengenai prognosis penyakit pasien.

III.8 Faktor Pendukung Keberhasilan After Care Patient


1. Keluarga bersedia untuk kunjungan dan menyambut kedatangan
dokter muda dengan antusias
2. Keluarga memperhatikan dengan baik selama jalannya proses
penyampaian edukasi oleh dokter muda
3. Materi dan bahasa yang digunakan oleh dokter muda merupakan
bahasa awam yang mudah dimengerti
4. Keluarga terlihat kritis dan komunikatif mengenai keadaan anaknya

9
BAB IV

KESIMPULAN KUNJUNGAN KELUARGA

Hasil pembinaan keluarga dilakukan pada tanggal 17 November 2019. Dari


pembinaan keluarga tersebut didapatkan hasil sebagai berikut :

IV.1 Tingkat Pemahaman


Orangtua dan keluarga pasien mulai paham mengenai penyuluhan yang
dijelaskan oleh dokter muda dimana yang sebelumnya belum terlalu mengerti
akan apa itu osteogenesis imperfecta, tipe-tipe OI, tatalaksana, serta prognosis
penyakitnya. Orangtua tampak kritis terhadap hal-hal yang dialami oleh anaknya.

IV.2 Keadaan pasien


Keadaan pasien saat ini membaik, saat dilakukan kunjungan, orangtua
mengaku frekuensi patah tulang sudah berkurang tidak seperti awal sebelum
orang tua mengetahui mengenai penyakit anaknya.

IV.3 Faktor Pendukung


1. Keluarga bersedia untuk kunjungan dokter muda dan menyambut
kedatangan dengan antusias
2. Keluarga memperhatikan dengan baik ketika diberikan penjelasan
mengenai keadaan pasien
3. Keluarga terlihat kritis dan komunikatif mengenai keadaan anaknya
4. Bahasa yang digunakan saat edukasi, merupakan bahasa awam yang
mudah dimengerti.

IV.4 Faktor Penyulit


Terkadang orang tua tidak mengerti beberapa pertanyaan yang diajukan oleh
dokter muda, namun hal itu dapat diatasi dengan cara menyederhanakan
pertanyaan dan bahasa yang digunakan. Selain itu dari aspek keterjangkauan,
rumah pasien memiliki jarak yang cukup jauh dari RSUD Ambarawa serta perlu
menempuh perjalanan dengan akses yang agak sulit.

10
LAMPIRAN FOTO KUNJUNGAN

Ruang Keluarga Ruang Tamu

Kamar Tidur Ruang Penyimpanan

Dapur Kamar Tidur Utama


Dapur Tempat Penyimpanan Hasil Tani

11
Kamar Mandi Kamar Mandi

12
Atap Rumah Tanpa Plavon Gudang

Rumah Tampak Depan Kandang Sapi

13

Anda mungkin juga menyukai