Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

“OSTEOGENESIS IMPERFECTA”

Disusun Oleh:

NANCY DALLA DARSONO


1910221022

Diajukan Kepada:

Pembimbing
dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc., Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RSUD AMBARAWA
2019
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul
“Osteogenesis Imperfekta” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Tundjungsari R. U., M.Sc, Sp.A
selaku pembimbing selama penulis menjalani kepaniteraan klinik anak di RSUD
Ambarawa serta teman-teman seperbimbingan yang saling membantu dan
mendukung.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini,
oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga laporan kasus
yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan di
masa yang akan datang.

Ambarawa, November 2019

Penulis
PENGESAHAN

Laporan kasus diajukan oleh:


Nama : Nancy Dalla Darsono
NRP : 1910221022
Program studi : Profesi Dokter
Judul : Osteogenesis Imperfecta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat
yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi
Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta.

Pembimbing

dr. Tundjungsari Ratna Utami, M.Sc, Sp.A

Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal : November 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Osteogenesis imperfekta (OI) atau brittle bone disease adalah kelainan


pembentukan jaringan ikat yang umumnya ditandai dengan fragilitas tulang,
osteopenia, kelainan pada kulit, sklera berwarna biru, dentinogenesis imperfekta
(DI), maupun gangguan pendengaran (Situmorang, 2016). Osteogenesis
imperfekta (OI) merupakan kelainan bawaan pada pembentukan kolagen tipe I
yang menyebabkan pembentukan abnormal tulang dan turnover tulang yang cepat.
Sampai saat ini dikenal empat tipe OI (klasifikasi menurut Sillence), walaupun
menurut penulis lain terdapat beberapa tipe lagi (sampai dengan tipe VII). Usia
saat terdapatnya densitas mineral tulang rendah dan fraktur bervariasi tergantung
dari tipenya. Pada anak OI tidak selalu didapatkan warna sklera biru yang khas
untuk OI, sehingga perlu diwaspadai adanya OI pada anak yang mengalami
fraktur berulang walaupun dengan trauma minimal (IDAI, 2010).
Kelainan ini ditemukan pada anak dengan insidensi 1 dari 20.000
kelahiran dan saat ini terdapat 3.000 pengidap OI dari 80 juta anak di Indonesia.
Kejadian OI sama antara laki-laki dan perempuan serta dapat terjadi di semua
kelompok ras dan etnis. Penanganan OI seringkali tidak maksimal, dikarenakan
pengetahuan mengenai penyakit ini yang masih kurang serta biaya pengobatan
yang termasuk tinggi. Banyak keluarga yang pasrah karena merasa anaknya tidak
bisa disembuhkan dan banyak kejadian salah diagnosis yang menyebabkan anak
justru dibawa ke pengobatan alternatif. Osteogenesis imperfekta memiliki
spektrum klinis yang bervariasi, mulai dari bentuk yang letal saat perinatal hingga
bentuk yang ringan. Fraktur dan deformitas tulang dapat terjadi walau dengan
trauma ringan. Gejala klinisnya sangat bervariasi antar penderita walaupun dalam
tipe yang sama (Situmorang, 2016).
Diagnosis OI ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang sama pada
keluarga dan atau manifestasi klinis yang berbeda-beda tiap penderita, dari tipe
ringan sampai berat sehinga OI memerlukan penanganan multidisiplin.
Manifestasi klinis yang bisa ditemukan antara lain fraktur berulang, perawakan
pendek, sklera mata berwarna biru, masalah gigi (dentinogenesis imperfekta), dan

1
gangguan pendengaran yang semakin progresif setelah masa pubertas. Analisis
mutasi DNA dan biopsi kolagen kulit dapat mengidentifikasi mutasi pada gen
pengkode prokolagen tipe I pada 90% kasus. Tata laksana OI memerlukan
kerjasama multidisiplin dan ditujukan untuk menurunkan frekuensi fraktur,
meminimalkan nyeri kronis, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis,
meningkatkan densitas tulang, memaksimalkan mobilitas dan kemandirian, serta
mengatasi masalah lain yaitu penanganan fraktur berulang dan gangguan
pendengaran. Modalitas terapi yang lain termasuk operasi, serta non-operasi
termasuk fisioterapi. Gangguan tumbuh kembang dan masalah psikososial dapat
terjadi pada anak dengan penyakit kronik seperti halnya OI, yaitu rendahnya
kemandirian pasien, kurangnya rasa percaya diri, gangguan prestasi belajar serta
masalah psikososial lain yang perlu mendapat perhatian tersendiri, sehingga
pemahaman pasien dan keluarga mengenai penyakit serta kepatuhan berobat
penting untuk tata laksana yang optimal (Situmorang, 2016).
Dipilihnya kasus ini memiliki beberapa alasan yaitu pasien dengan OI
memerlukan pemantauan jangka panjang berkaitan dengan pengobatan yang
diterima, evaluasi pengobatan, trauma yang dialami serta penanganan komplikasi
yang muncul akibat penyakit maupun efek samping obat. Pengobatan OI yang
jangka panjang berisiko terjadinya putus obat atau pengobatan yang tidak adekuat
menjadi lebih besar. Dengan penanganan yang menyeluruh dan
berkesinambungan diharapkan dapat mencegah perburukan penyakit dan
tercapainya kesembuhan serta kualitas hidup yang lebih baik dari pasien.

2
BAB II
STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien


Nama : An. MMJ
Tgl Lahir/ Umur : 7 April 2007 / 12 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bancak, Kabupaten Semarang
Nama Ayah : Tn. S
Usia Ayah : 55 tahun
Pendidikan Ayah : Sekolah Dasar
Pekerjaan Ayah : Petani
Nama Ibu : Ny. H
Usia Ibu : 44 tahun
Pendidikan Ibu : Sekolah Dasar
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 28 Agustus 2019

II.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada Ibu dan bapak pasien
di rumah pasien tanggal 27 Oktober 2019.

II.2.1 Keluhan Utama


Tidak bisa berjalan

II.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pada hari Selasa, 1 Oktober 2019, seorang anak dibawa oleh ibunya ke poli
anak RSUD Ambarawa dengan keluhan tidak bisa berjalan sejak 2 tahun yang
lalu. Ibu pasien mengatakan anak tidak mau berjalan karena merasa berat ketika
berjalan dan gemetar ketika berjalan. Ibu pasien juga mengeluh tulangnya mudah
patah sejak usia 2,5 tahun.
Keluhan berawal ketika pasien berusia 4 bulan tiba-tiba saja lengan atas
kiri pasien membengkak. Bengkak berlangsung lama. Kemudian, ibu dan ayah

1
pasien membawa pasien ke RS hingga pasien dirawat inap di RSUD Ambarawa
selama ± 10 hari, namun ibu pasien mengatakan pasien hanya diobservasi, tidak
diberikan obat-obatan. Kemudian saat pasien berusia 2,5 tahun, saat pasien sedang
bermain, pasien jatuh dan tulang paha kaki kanannya patah. Semenjak itu, pasien
sering mengalami patah tulang akibat benturan yang pelan seperti terjatuh/terkena
bola saat bermain dengan teman-teman sebayanya. Ibu pasien juga mengatakan
kaki, tangan, dan punggung pasien bentuk tulangnya tidak lurus sehingga
menyulitkan pasien untuk berjalan. Tangan kanan pasien juga tidak dapat
diluruskan sehingga terdapat keterbatasan gerakan pada tangan kanan pasien,
sementara tangan kiri masih bisa diluruskan.

II.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu dan bapak pasien mengatakan anaknya sering mengalami patah
tulang sejak usia 2,5 tahun sampai sekarang. Bapak pasien mengatakan An. J
pernah sakit flek paru-paru dan mendapatkan pengobatan sampai 1,5 tahun.

II.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

II.2.5 Anamnesis Sistem


a. Sistem Cerebrospinal
Kejang (-)
b. Sistem Kardiovaskular
Bengkak pada tungkai (-), kebiruan (-)
c. Sistem Respirasi
Suara serak (-), sesak (-), sulit bernapas (-), suara mengi (-), mengorok(-),
pilek (-), batuk (-), dahak (-).
d. Sistem Gastrointestinal
BAB normal, nyeri tekan (-), kembung (-), mual (-), muntah (-)
e. Sistem Muskuloskeletal
Gerak aktif (+) namun terdapat keterbatasan gerakan (+) pada lengan
kanan dan tungkai kanan-kiri, riw. bengkak pada lengan (+), bentuk kaki
tidak normal, bengkok seperti huruf O, nyeri sendi (-), sendi bengkak (-),
sendi panas (-), nyeri ngilu pada tulang (-), kaku sendi (-), bengkak jari (-).

2
f. Sistem Integumentum
Ptekie (-), Vesikel (-), ikterik (-), sianosis (-)
g. Sistem Urogenital
BAK berwarna kuning jernih, nyeri BAK (-), BAK berpasir (-)
h. Sistem Vestibular
Nyeri pada telinga (-), cairan (-), gangguan pendengaran (-) sampai saat
ini.

II.2.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Tabel 1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Pasien An. J


Ante Natal Care (ANC) di bidan
rutin setiap bulan sampai usia
kehamilan 7 bulan, kemudian setiap
2 minggu sekali sampai usia
kehamilan 8 bulan, dan setiap 1
PRENATAL Perawatan Antenatal
minggu sekali sampai usia
kehamilan 9 bulan. Selama hamil
tidak minum jamu. Selama hamil
ibu hanya minum tablet penambah
darah (Fe).
Tempat Kelahiran Tempat Praktik Bidan dekat rumah
Waktu Kelahiran 7 April 2007 pukul 05.30 pagi
Penolong Persalinan Bidan
Cara Persalinan Partus Normal
NATAL Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)
Status Obstetrik G3P1A1
Berat lahir 3300 gram
Lahir langsung menangis
Keadaan bayi
Kulit kemerahan
Tidak ada kelainan bawaan
Perawatan di rumah sendiri, dengan
POSTNATAL Perawatan Postnatal
keadaan bayi sehat

Kesan : Pasien lahir spontan, kehamilan cukup bulan dengan Berat Badan
Lahir Cukup (BBLC), berat bayi lahir Sesuai Masa Kehamilan
(SMK).

3
II.2.7 Riwayat Imunisasi:
0 bulan : Hepatitis B-0 (+), BCG-0 (+), Polio-0 (+)
1 bulan : BCG-1 (+), Polio-1 (+)
2 bulan : DPT-HB-Hib-1 (+), Polio-2 (+)
3 bulan : DPT-HB-Hib-2 (+), Polio-3 (+)
4 bulan : DPT-HB-Hib-3 (+), Polio-4 (+), IPV (+)
9 bulan : Campak (+)
18 bulan : DPT-HB-Hib Lanjutan (+), Campak Lanjutan (+)
Kesan : Pasien mengikuti imunisasi lengkap sesuai usia yang
dilakukan di Praktik Bidan

II.2.7 Riwayat Makanan:


0-6 bulan : ASI Eksklusif
7-12 bulan : ASI + MP-ASI (berupa bubur bayi yang dibuat
sendiri oleh ibu pasien)
>12 bulan : ASI + Nasi lembek dan lauk + buah-buahan
2 tahun-sekarang : Makanan dewasa

II.2.8 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


BB sekarang : 16,5 kg
TB sekarang : 101 cm

Status Gizi (Menurut CDC 2000)


BB/U : dibawah persentil 5, kesan gizi buruk
TB/U : dibawah persentil 5, kesan perawakan pendek
BB/TB : 16,5/16 kg x 100% = 103%, kesan gizi normal

4
Tabel 2. Perkembangan An. J
Komunikasi / Sosial dan
Umur Gerakan Kasar Gerakan Halus
berbicara kemandirian
Bereaksi Menatap
Tangan dan kaki Kepala menoleh ke
1 Bulan terhadap bunyi wajah
bergerak aktif samping kanan kiri
lonceng ibu/pengasuh
Mengangkat
Bersuara ooo… Tersenyum
2 Bulan kepala ketika -
ooo/aaa…aaa spontan
tengkurap
Kepala tegak Tertawa / Memandang
3 Bulan Memegang mainan
ketika didudukan berteriak tangannya
Tengkurap dan
Memegang mainan Menoleh ke
4 bulan telentang sendiri Meraih mainan
(+) suara
(-)
Memasukkan
Duduk tanpa Menoleh ke
5 bulan Meraih mainan biscuit ke
berpegangan (-) suara (+)
mulut (+)
Mengambil mainan
Duduk tanpa Bersuara Melambaikan
6 bulan dengan tangan
berpegangan (+) ma..ma.. (+) tangan (-)
kanan dan kiri (-)
Mengambil mainan
Berdiri sendiri dengan Bersuara Melambaikan
7 bulan
berpegangan (-) tangan kanan kiri ma..ma.. (+) tangan (-)
(+)
Berdiri Menjepit mainan Bersuara Melambaikan
8 bulan
berpegangan (-) (-) ma..ma.. (+) tangan (-)
Berdiri
berpegangan (+), Menjepit mainan Memanggil Tepuk tangan
9 bulan
berjalan dengan (+) papa mama (-) (-)
bantuan (+)
Tepuk tangan
Berguling (+),
Memukul mainan Memanggil (+), menunjuk
10 bulan berdiri tanpa
dengan tangan (-) mama papa (-) dan meminta
pegangan (-)
(+)
Berguling (+),
didudukkan Memukul mainan Memanggil Menunjuk dan
11 bulan
sebentar (+), dengan tangan (+) papa mama (+) meminta (+)
kepala tegak (+)

5
Berguling (+), Memukul mainan
mulai merangkak dengan 2 tangan Bercerita Minum dengan
12 bulan
(+), berjalan (+), megambil singkat (-) gelas (-)
sendiri (+) mainan sendiri

Kesan: Tidak ada keterlambatan perkembangan


II.2.9 Genogram

68 tahun

56 tahun 41 tahun 47 tahun 55 tahun 44 tahun 34 tahun 48 tahun



22 tahun 12 th 6 bln

Keterangan:
Osteogenesis Imperfecta Meninggal karena penyakit jantung

Meninggal karena stroke

Bagan 1. Genogram Keluarga An. J

II.2.10 Keadaan Sosial dan Lingkungan


a. Keadaan Sosial
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien
saat ini berusia 22 tahun dan sudah bekerja.
b. Keadaan Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan kakaknya dengan
keadaan rumah yang memiliki 2 kamar. Rumah terbuat dari kayu
(tembok dan lantainya terbuat dari kayu). Jarak antar rumah cukup jauh,
± 10 meter. Dapur cukup luas dibagian belakang rumah, beralaskan
tanah. Keluarga pasien menyimpan hasil tani (gabah) di dapur. Ibu pasien
biasa memasak menggunakan kayu dan kompor gas. Kamar mandi
terbuat dari tembok bata dan semen, beralaskan lantai. Rumahnya

6
memiliki cukup ventilasi dan jendela. Jarak rumah dengan jalan raya
cukup jauh. Akses jalan menuju rumah pasien masih dapat ditempuh oleh
kendaraan roda 2 maupun roda 4.
Bapak pasien bekerja sebagai petani sedangkan ibu tidak bekerja
(ibu rumah tangga). Penghasilan orangtua pasien kurang dari 500 ribu
perbulan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari
untuk 4 orang dalam keluarganya, namun untuk kebutuhan lainnya orang
tua pasien cukup kesulitan dalam mengumpulkan biaya. Biaya kesehatan
An. J ditanggung oleh BPJS.

II.3 Pemeriksaan Fisik


Status Pasien tanggal 27 Oktober 2019
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 89 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36,8ºC
Berat Badan : 16,5 kg
Tinggi Badan : 101 cm

II.3.1 Status Generalis


a. Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat (-), Sianosis (-), Perdarahan (-), Oedem (-)
b. Kepala
Mesocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
c. Mata
Palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, dan sklera
agak biru (+)
d. Telinga
- Daun telinga : Bentuk, ukuran, dan posisinya normal
- Lubang telinga : Tidak ada discharge, serumen (-)
e. Hidung

7
Bentuk normal, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
f. Tenggorokan
Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
g. Mulut
Bibir tidak sianosis, bibir kering (-)
h. Leher
Tidak ada massa, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
i. Thorax
Bentuk pectus carinatum, tidak terdapat retraksi pernafasan suprasternal
dan intercostal.
- Paru :
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi dada (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
- Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung sulit dinilai.
Auskultasi : SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
j. Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak ada distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri
tekan, turgor kulit tidak menurun
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
k. Vertebrae :
Skoliosis (+)
l. Ekstremitas :
Petekie (-), purpura (-). Akral hangat, CRT <2 detik, tidak udem, sianosis
(-)

8
m. Genital
Tidak dapat diperiksa (pasien menolak)

II.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Foto Femur AP/Lateral tanggal 1 Oktober 2019

Gambar 1. Foto Femur AP

9
Gambar 2. Foto Femur Lateral

Gambar 3. Foto Tibia Fibula AP

10
Gambar 4. Foto Tibia Fibula Lateral
Kesan:
- Struktur tulang porotik
- Bentuk bowing dan terompet pada femur dan tibia dextra-sinistra
- Penipisan cortex
- Deformitas os femur sinistra
 Fraktur lama?
 Mendukung gambaran osteogenesis imperfecta

II.5 Konsultasi
Pasien dikonsulkan kepada dokter spesialis endokrin IKA (dr. Agustini) di
RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Jawaban hasil konsultasi:
Osteogenesis Imperfecta merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, namun penatalaksaan ditujukan hanya untuk mengurangi
frekuensi patah tulangnya saja. Pasien dikonsulkan ke spesialis THT di

11
RSUP Kariadi untuk mengetahui apakah terjadi gangguan pendengaran
atau tidak.
Terapi yang diberikan : Kalsitriol 1 x 0,25 mcg dan Vitamin C tab. 50 mg
*Pasien juga diberikan obat suntikan namun ibu dan ayah tidak tahu obat apa yang
disuntikkan

II.6 Diagnosis Akhir


Osteogenesis Imperfecta

II.7 Penatalaksanaan
Kalsitriol 1 x 0,25 mcg dan Vitamin C tab. 50 mg

II.8 Prognosis
Quo Ad Vitam (hidup) : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam (sembuh) : malam
Quo Ad fungsionam (fungsi) : dubia ad malam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Osteogenesis imperfecta (OI) (brittle bone disease/penyakit tulang rapuh)


adalah kelainan genetik yang disebabkan oleh kecacatan dalam sintesis kolagen
tipe I. Karena kolagen tipe I adalah komponen utama dari matriks ekstraseluler,
manifestsinya akan jelas terlihat pada tulang. Manifestasi di eksktraskeletalpun
dapat terjadi, contohnya yaitu di kulit, sendi, gigi, dan mata. Pada dasarnya,
mutasi OI terjadi pada koding untuk rantai α 1 dan α2 kolagen tipe I. Sedikit
kelainan pada sintesis kolagen akan merusak seluruh struktur kolagennya dan
akan menyebabkan degradasi kolagen yang prematur (Kumar et al., 2013). Bentuk
klinis utama OI adalah kelainan kuantitatif dan kualitatif kolagen Tipe I, protein
paling banyak di tulang (Sam dan Dharmalingam, 2017).
Menurut IDAI (2017), Osteogenesis Imperfecta (OI) merupakan kelainan
pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat dan
disebabkan oleh mutasi gen yang menyebabkan gangguan pada pembentukan
kolagen tipe 1. Osteogenesis Imperfecta diturunkan secara genetik, dengan
karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya massa tulang, mempunyai
kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan sampai sedang.
Kelainan ini disebut juga brittle bone disease. Mutasi genetik yang terjadi tidak
hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi  juga berupa penipisan
kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi, gangguan pendengaran,
kerapuhan gigi, dan sklera biru. Selain itu, menurut Pallangyo (2017), pasien OI
juga dapat menampilkan gejala multi-sistemik termasuk konstipasi, masalah gigi,
gangguan pendengaran, gangguan neurologis, kelainan mata, kesulitan bernapas
dan menelan. Secara radiologis, terlihat temuan khas yaitu adanya osteoporosis
secara menyeluruh, korteks tipis dan tulang panjang membengkok, banyak daerah
kistik, codfish vertebra, dan wormian bones.

III.2 Epidemiologi

13
Insiden OI kurang lebih sekitar 1/20.000 anak yang lahir hidup. Orang
dengan OI akibat mutasi kolagen memiliki kemungkinan 50% untuk memiliki
anak dengan OI. Proporsi kasus yang disebabkan oleh mutasi de novo bervariasi
berdasarkan keparahan penyakitnya yaitu sekitar 60% kasus dengan classic non
deforming OI dengan sklera biru atau common variable OI dengan sklera normal,
hamper 100% kasus letal saat perinatal, dan hampir 100% progressively
deforming OI (Sam dan Dharmalingam, 2017).
Menurut IDAI (2017), insidens OI terdeteksi sekitar 1:20.000 sampai
50.000 kelahiran hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras
tertentu. Osteogenesis Imperfecta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe
berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang ditemukan serta mekanisme
pewarisan mutasi genetik, secara autosomal dominan atau autosomal resesif.

III.3. Etiologi
Osteogenesis imperfecta disebabkan terutama karena mutasi pada gen
yang mengkode rantai α1 dan α2 kolagen tipe I (Luqmani et al., 2013). Kerusakan
struktural atau kuantitatif pada kolagen tipe I menyebabkan spektrum klinis OI
(tipe I-IV).
Kolagen tipe I adalah komponen utama dari matriks ekstraseluler tulang
dan kulit. Kasus-kasus OI disebabkan oleh cacat pada gen yang produk proteinnya
berinteraksi dengan kolagen tipe I (Kliegman et al., 2016).

III.4. Klasifikasi
Klasifikasi oleh Sillence et al. (1979), membagi OI menjadi 4 tipe
berdasarkan tingkat keparahannya. Berdasarkan analisis arsitektur tulangnya,
terdapat klasifikasi baru yaitu OI tipe V-VII yang dapat dimasukkan dalam OI tipe
IV jika dilihat dari manifestasi klinisnya saja. Berikut ini klasifikasi osteogenesis
imperfecta (Roughley et al., 2003; Kliegman et al., 2016):
III.4.1 Osteogenesis Imperfecta Tipe I
Osteogenesis Imperfecta Tipe I adalah bentuk OI yang paling ringan,
tidak ada deformitas dan penderitanya dapat memiliki tinggi badan yang
normal. OI tipe I cukup ringan sehingga sering ditemukan dalam silsilah

14
keluarga besar. Banyak keluarga OI tipe I memiliki sklera biru, fraktur
berulang pada masa kanak-kanak, dan kehilangan pendengaran (30-60%).
Kedua tipe I dan IV dibagi menjadi subtipe A dan B, tergantung pada tidak
adanya (A) atau adanya (B) dentinogenesis imperfecta. Kelainan jaringan
ikat lainnya yang mungkin dapat terjadi adalah sendi yang hiperekstensif,
mudah memar, kulit tipis, kelemahan sendi, skoliosis, wormian bones,
hernia, dan perawakan pendek yang ringan dibandingkan dengan anggota
keluarga. Fraktur jarang terjadi pada saat kelahiran, namun mulai terjadi
pada saat remaja akibat trauma ringan hingga sedang, dan berkurang saat
pubertas.
III.4.2 Osteogenesis Imperfecta Tipe II
Osteogenesis Imperfecta Tipe II adalah tipe OI yang paling berat
hingga menyebabkan kematian pada periode perinatal, dan jarang sekali
pasien dapat bertahan sampai beberapa hari. Bayi dengan OI tipe II mungkin
lahir mati atau mati pada tahun pertama kehidupan. Berat badan lahir dan
panjangnya kecil untuk usia kehamilan. Pada OI tipe II terjadi multiple
fraktur pada tulang iga dan tulang-tulang panjang sehingga terjadi
deformitas rangka yang parah sehingga terdapat crumpled appearance pada
radiografi. Rongga dadanya kecil sehingga menyebabkan insufisiensi
pernapasan. Tengkorak lebih besar dibandingkan ukuran tubuh, dengan
fontanel anterior dan posterior yang membesar. Sklera berwarna biru-abu-
abu gelap. Pada korteks serebral terjadi migrasi neuron multipel dan defek
lainnya (agyria, gliosis, leukomalasia periventrikular). Pada histologi tulang
menunjukkan ketebatalan korteks tulang dan tulang trabecular yang
berkurang.
III.4.3 Osteogenesis Imperfecta Tipe III
Osteogenesis Imperfecta Tipe III adalah tipe OI yang paling parah
diantara pasien OI yang dapat bertahan hidup ditambah dengan adanya
kecacatan fisik yang signifikan. Berat badan lahir dan panjangnya biasanya
normal rendah. Fraktur biasanya terjadi dalam rahim. Ada fasies
makrosefali dan triangular facies (Gambar 5). Pasien dapat mengalami
multipel fraktur saat kelahiran dan seringkali mengalami fraktur setelah itu

15
karena tulang mereka yang sangat rapuh. Fraktur yang terjadi akan sembuh
dengan deformitas. Insiden patah tulang tetap tinggi bahkan setelah pasien
dewasa. Hampir semua pasien OI tipe III mengalami skoliosis dan kompresi
vertebra. Pasien memiliki perawakan yang sangat pendek dan biasanya
bergantung seumur hidup dengan kursi roda (karena deformitas dan tulang
mereka yang rapuh). Warna sklera berkisar diantara putih dan biru.
Dentinogenesis imperfecta, gangguan pendengaran, dan kifoskoliosis dapat
muncul atau terbentuk seiring berjalannya waktu.

Gambar 5. Bayi dengan Osteogenesis Imperfecta Tipe III

III.4.4 Osteogenesis Imperfecta Tipe IV


Osteogenesis Imperfecta Tipe IV secara klinis adalah kelompok yang
paling beragam dalam klasifikasi Sillence dan mencakup semua individu
yang tidak memenuhi kriteria untuk OI tipe I-III. Fenotip dapat bervariasi

16
dari yang parah hingga yang ringan, dengan yang lebih parah dapat
mengalami patah tulang saat lahir, menderita kelainan bentuk tulang sedang
dan memiliki perawakan yang relatif pendek. Karena variabilitas fenotipik
dalam kelompok tipe IV ini, orang mungkin memprediksi hal ini menjadi
sumber yang paling mungkin untuk heterogenitas genetik.
Pasien dengan OI tipe IV dapat lahir dengan fraktur dalam rahim dan
tulang-tulang panjang kaki yang melengkung. Pasien OI tipe IV ini juga
dapat mengalami fraktur yang berulang dan memiliki perawakan yang
pendek normal-sedang. Sklera dapat berwana biru atau putih. Secara
radiografi, tulangnya osteoporotik, memiliki methaphyseal faring, dan
kompresi vertebral.
III.4.5 Osteogenesis Imperfecta Tipe V
Osteogenesis Imperfecta Tipe V mengalami deformasi sedang dan
pasien menunjukkan kerapuhan tulang sedang hingga berat (Glorieux et al.,
2000). Tidak terdapat manifestasi sklera biru dan dentinogenesis imperfecta.
Karakteristik khasnya adalah:
1. Adanya pembentukan kalus hipertrofik di lokasi fraktur
2. Kalsifikasi membran interoseus antara tulang lengan
3. Adanya pita metafisis radio-opak yang berbatasan langsung dengan
growth plate pada X-ray.
Saat pemeriksaan histologis, organisasi lamelar tulang memiliki
penampilan seperti jaring yang tidak beraturan yang berbeda dari organisasi
lamelar normal (Figure 1).
III.4.6 Osteogenesis Imperfecta Tipe VI
Pasien OI tipe VI juga mengalami deformitas skeletal sedang hingga
berat (Glorieux et al., 2002) dan tidak mengalami sklera biru atau
dentinogenesis imperfecta. Karakteristik khas dari OI tipe ini adalah fish
scale-like appearance pada lamella tulang dan adanya osteoid berlebihan
pada pemeriksaan histologis (Gambar 6). Meskipun akumulasi osteoid
menunjukkan defek mineralisasi seperti pada osteomalacia, pada OI tidak
ditemukan adanya kelainan kalsium, fosfat, hormon paratiroid atau

17
metabolisme vitamin D, dan mineralisasi growth plate berlangsung secara
normal.
III.4.7 Osteogenesis Imperfecta Tipe VII
Pasien OI tipe VII juga memiliki kelainan bentuk tulang dan
kerapuhan tulang yang sedang hingga parah, dan tidak memiliki sklera biru
dan imperfecta dentinogenesis. Gambaran klinis khas dari penyakit ini
adalah pemendekan rhizomelic pada humerus dan femur (Ward et al., 2002).
Tidak seperti bentuk OI lainnya yang dapat diwarisi secara autosom
dominan, OI tipe VII diwariskan secara resesif autosomal.

18
Gambar 6. Gambaran Kelainan Tulang pada OI Tipe V dan VI

III.6 Patofisiologi
Penderita OI dilahirkan dengan kecacatan jaringan ikat, atau tanpa
kemampuan untuk membuatnya, biasanya karena kekurangan kolegen tipe I.
kekurangan ini muncul dari substitusi asam amino glisin untuk asam amino dalam
tiga struktur kolagen heliks. Asam amino yang lebih besar di sisi rantai
menciptakan halangan sterik yang memunculkan tonjolan kolagen kompleks,
yang pada gilirannya memengaruhi nano-mekanika molekul serta interaksi antara
molekul, sehingga mengalami gangguan. Sebagai hasilnya tubuh mungkin
menanggapi dengan hidrolisis struktur kolagen yang tidak benar. Jika tubuh tidak
merusak kolagen yang tidak benar, hubungan antara fibril kolagen dan kristal
hidroksiapatit untuk membentuk tulang yang akan berubah, sehingga
menyebabkan kerapuhan. Mekanisme lain yang pantas diduga adalah bahwa
keadaan stress dalam fibril kolagen berubah pada lokasi mutasi, dimana gaya
geser lokal lebih besar sehingga mengakibatkan kegagalan fibril bahkan kekuatan
terhadap beban sedang sebagai stress homogen dalam fibril kolagen yang sehat
menjadi hilang. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa OI harus dipahami
sebagai fenomena multi-skala, yang melibatkan mekanisme tingkat genetic, nano-,
mikro-, dan makro-jaringan. Sebagai kelainan genetic, OI secara historis
dipandang sebagai gangguan autosomal dominan dari kolagen tipe I. Dalam
beberapa tahun terakhir, telah teridentifikasi bentuk resesif autosomal.
Kebanyakan orang dengan OI diturunkan dari orang tuanya tetapi pada 35% kasus
merupakan mutasi individu (de novo atau “sporadis”) (Ginting dan Sitanggang,
2015).

III.6 Diagnosis
Diagnosis OI ditegakkan berdasarkan anamnesis termasuk riwayat
keluarga, manifestasi klinis, dan pemeriksaan penunjang yang meliputi
pemeriksaan radiologi, laboratorium, serta bila memungkinkan kultur fibroblast

19
dan analisis mutasi. Pendekatan diagnosis melibatkan semua aspek termasuk
riwayat penyakit yang sama pada keluarga, riwayat kehamilan, dan pemeriksaan
fisis. Pada umumnya diagnosis dapat ditegakkan secara klinis. Hanya pada
beberapa situasi diperlukan pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan kolagen dan
DNA, yaitu bila setelah pemeriksaan klinis berupa anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan radiologi diagnosis OI belum dapat ditegakkan atau masih
meragukan.
III.6.1 Anamnesis
 Riwayat prenatal : ditemukan patah tulang panjang pada janin saat
USG
 Riwayat perinatal : adanya fraktur
 Riwayat keluarga : adanya kematian perinatal, adanya keluarga
dengan patah tulang berulang, gigi rapuh
(dentinogenesis imperfecta), sklera biru,
gangguan pendengaran dini.
 Riwayat penyakit : mulai timbulnya, progresifitas, riwayat
pertumbuhan dan adanya patah tulang berulang

III.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik berdasarkan jenis dan tipe OI. Fraktur dan osteopenia
merupakan gambaran khas klinis OI. Klasifikasi OI adalah sebagai berikut
(Tabel 2):
Tabel 2. Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta

20
Sumber: IDAI, 2017

III.6.3 Alur Diagnosis

Sumber: IDAI, 2017

Bagan 2. Alur Diagnosis Klinis Osteogenesis Imperfecta


III.6.4 Pemeriksaan Penunjang
 Radiologi:
Ditemukan tanda fraktur atau penurunan densitas mineral tulang
(osteopenia atau osteoporosis) dari pemeriksaan:
- USG pranatal
- Bone survey
- BMD (bila tersedia standar normal untuk anak sesuai usia)
 Laboratorium: Biokimia tulang (kalsium, vitamin D, fosfat, alkali
fosfatase, magnesium)
 Bila klinis meragukan dan pemeriksaan memungkinkan, kultur fibroblast
dan analisis mutasi

III.7 Tatalaksana

21
Tatalaksana Penderita OI memerlukan penanganan multidisiplin.
Pemberian terapi medikamentosa diberikan setelah konsultasi dengan ahli
endokrinologi anak. Pada beberapa kasus, penanganan perlu dimulai sejak lahir.
Penyakit ini didasari oleh kelainan genetik maka tidak ada pengobatan definitif
untuk OI, dan terutama difokuskan untuk mengurangi gejala, yang meliputi:
III.7.1 Medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat diberikan segera setelah diagnosis
ditegakkan.
 Bifosfonat:
- Pamidronat
Usia minimal pemberian pamidronat intravena adalah 2 minggu.
Dosis yang umum digunakan adalah 9-12 mg/kg/ tahun yang
diberikan secara siklik setiap 1-4 bulan, dengan protokol sebagai
berikut (tabel 3).
- Asam zoledronat
Usia minimal pemberian asam zoledronat intravena adalah 3 bulan
(untuk usia dibawah 3 bulan pemberian terapi berdasarkan
pertimbangan tim ahli, minimal 2 orang). Persiapan pemberian infus
asam zoledronat ditampilkan pada tabel 3. Infus intravena dosis
tunggal 0,05 mg/kgbb/hari selama 30-45 menit (dosis maksimum 2
mg/infus). Untuk neonatus atau bayi kurang dari 1 tahun, dosis lebih
rendah 0,025 mg/kgbb/hari.

Tabel 3. Protokol Pemberian Sodium Pamidronat

22
Sumber: IDAI, 2017

23
Tabel 4. Protokol Pemberian Infus Asam Zoledronat

Sumber: IDAI, 2017

Pada pemberian AZ silus pertama pasien harus menjalani rawat inap


selama 2 hari untuk pemantauan ketat komplikasi akut yang mungkin terjadi.
Pemberian AZ berikutnya cukup 1 hari perawatan. Semua pasien disarankan
untuk menjaga asupan kalsium oral yang cukup dengan dosis harian 1200 mg
bersama dengan dosis harian vitamin D (400-800 IU).
III.7.1 Bedah Ortopedi
Tatalaksana ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi deformitas.
III.7.1 Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi fisis dimulai sedini mungkin sehingga pasien dapat mencapai
tingkat fungsional yang optimal berupa penguatan otot sendi dan mengoptimalkan
mobilitas.
III.7.1 Konseling Genetik
Penderita dan keluarga dijelaskan mengenai kemungkinan diturunkannya
penyakit ini.
III.7.1 Konsultasi Ahli Terkait
Konsultasi bidang ahli lain seperti dokter gigi dan spesialis THT (Telinga
Hidung Tenggorok) dilakukan sesuai indikasi. Skrining gangguan pendengaran
pada pasien OI dilakukan pada usia > 10 tahun.

III.8 Pemantauan

24
Pemantauan klinis dan laboratorium sesuai protokol pengobatan, meliputi:
1. Antropometri
2. Tingkat nyeri dan riwayat/ jumlah fraktur
3. Aktivitas, tingkat mobiltas
4. Komplikasi pengobatan
5. Laboratorium: darah tepi lengkap, kreatinin serum dan kalsium ion
6. Bone survey dan BMD sesuai protokol pengobatan atau minimal setiap
tahun

III.10 Prognosis
Osteogenesis imperfecta adalah kondisi kronis yang membatasi masa
hidup dan fungsional pasien. Bayi dengan OI tipe II biasanya meninggal dalam
beberapa bulan sampai satu tahun kehidupan. Seorang anak (kadang-kadang)
dengan radiografi tipe II dan defisiensi pertumbuhan ekstrem dapat bertahan
sampai usia remaja. Orang dengan OI tipe III memiliki rentang hidup yang
berkurang akibat penyakit paru pada anak usia dini, usia remaja, dan usia 40-an.
Pasien OI tipe I, IV, dan V dapat menjalani masa hidup yang penuh.
Orang dengan OI tipe III biasanya bergantung pada kursi roda. Dengan
rehabilitasi yang agresif, mereka dapat memperoleh keterampilan mobilitas dan
ambulasi rumah tangga. Anak-anak OI tipe IV biasanya mendapatkan
keterampilan ambulasi komunitas baik secara mandiri maupun dengan alat bantu
berjalan.

III.10 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas OI bersifat kardiopulmoner. Pneumonia berulang
dan penurunan fungsi paru terjadi pada masa kanak-kanak, dan cor pulmonale
terlihat pada orang dewasa.
Komplikasi neurologis meliputi invaginasi basilar, kompresi batang otak,
hidrosefalus, dan syringohydromyelia. Sebagian besar anak-anak dengan OI tipe
III dan IV memiliki invaginasi basilar, tetapi kompresi batang otak jarang terjadi.
Invaginasi basilar paling baik dideteksi dengan spiral CT pada craniocervical
junction.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ginting, W, & Sitanggang, FP, 2015, ‘Laporan Kasus: Gambaran Pencitraan


Osteogenesis Imperfecta Tipe 1’, Jurnal Radiologi Indonesia, Vol. 1, No. 2,
diakses 1 November 2019.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/2f17063e679337f58
68c8593fba895e7.pdf

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010, Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016, Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Osteogenesis Imperfecta, Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.

Kliegman, RM, Stanton, BF, St Geme, JW, Schor, NF, 2016, Nelson Textbook Of
Pediatrics, 20th Edition, Philadelphia: Elsevier, Inc.

Luqmani, R, Robb, J, Porter, D, Joseph, B, 2013, Textbook of Orthopaedics,


Trauma and Rheumatology, Second Edition, London: Elsevier Ltd.

Pallangyo, P, Mawenya, I, Nicholaus, P, Lyimo, F, 2017, ‘Osteogenesis


Imperfecta Type II in a 2-days-old Female Child from Tanzania: A Case
Report and Review of Literature’, Clinical Case Reports, Research &
Trialsr, Vol. 2, diakses 29 Oktober 2019.

https://pdfs.semanticscholar.org/b3b0/2f6a7a4708253469688ed2e292264e0
f4b78.pdf?_ga=2.65234410.578906198.1572653489-
506686811.1537971553

Roughley, PJ, Rauch, F, Glorieux, FH, 2003, ‘Osteogenesis Imperfecta – Clinical


And Molecular Diversity’, European Cells and Materials, Vol. 5, diakses
29 Oktober 2019.
https://www.ecmjournal.org/papers/vol005/pdf/v005a04.pdf

Sam, JE, Dharmalingam, M, 2017, ‘Osteogenesis Imperfecta’, Indian Journal of


Endocrinology and Metabolism, Vol. 21, No. 6, diakses 28 Oktober 2019.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5729682/

Situmorang, TSK, 2016, ‘Osteogenesis Imperfekta: Laporan Kasus’, Karya Ilmiah


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, diakses 27 Oktober 2019.

26

Anda mungkin juga menyukai