Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DHF

(DENGUE HEMORRAGIC FEVER)

OLEH :

NAMA : NURHIKMA

STAMBUK : 14420202100

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
A. Konsep Medis
1. Definisi
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (arthro
podbom virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES (Aedes
Albopictus Aegypti). DHF (Dengue Hemorragic Fever) adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan
ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegaly dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul
renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Padila, 2017).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
heamorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragic. Pada DBD terjadi prembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrom) adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurarif Huda
Amin, 2015).

2. Etiologi
Demam berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes Aegypti yang mengandung virus Dengue. Pada saat nyamuk Aedes
Aegepty makan virus Dengue akan masuk kedalam tubuh, setelah masa
inkubasi sekitar 3-15 hari penderita bisa mengalam demam tinggi 3 hari
berturut-turut. Banyak penderita mengalami kondisi fatal karena
menganggap ringan gejala tersebut (Ariani Putri Ayu, 2016).
3. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aides dan menginfeksi pertama kali memberi
gejala DF. Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegel seluruh badan. Hyperemia ditenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada RES seperti
pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limfe. Reaksi yang berbeda
Nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus
yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbullah the secondary heterologous
infection atau the sequential infection of hypothesis. Re-infeksi akan
menyebabkan suatu reaksi anametik antibody, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus antibodi) yang
tinggi.
Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut :
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang
berakibat dilepasnya anaflatoksin C3a dan C3a, C3a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, atau keadaan
yang sangat berperan terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorfis. Teromboist yang mengalami kerusakan metamorfis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendtetial dengan akibat
trombositopenia hebat dan perdarahan.
c. Terjadinya aktivasi factor hagemen (factor XII) dengan akibat kahir
terjadinya pembekuan intraveskuler yang meluas, dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafitaloksin dan penghancuran fibrin menjadi
fibrinogen degradation product. Disamping itu aktivasi akan
merangsang system kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya Saferi Andra, 2013).
4. Pathway/Penyimpangan KDM

CV
Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran Infeksi virus dengue
nyamuk aedes aegpti) darah (viremia)

PGE2 Hipothalamus Membentuk & Mengaktifkan system


melepaskan zat C3a, C5a komplemen

Hipertermia Peningkatan reabsorbsi Permebilitas membran


Na+ dan H2O meningkat

Agregasi trombosit Kerusakan endotel Resiko syok hipovolemik


pembuluh darah

Trombosit Sitopeni Renjatan hipovolemik


Merangsang &
dan hipotensi
mengaktivasi factor
pembekuan
Kebocoran Plasma
DIC

Resiko Pedarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Asidosis metabolik Hipoksia jaringan

Hipervolemia Ke extravasekuler
Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali Ascites

Pola nafas tidak Efektif Mual, muntah

Penekanan intraabdomen Defisit Nutrisi

Nyeri Akut

5. Manifestasi Klinik
a. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
1) Nyeri kepela
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia/arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria diagnosis DBD ditegagkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik .
2) Menifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
a) Uji torniwuest positif
b) Petekie, ekimosis atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a) Peningkatan nilai hematocrit ≤20% dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
b) Penurunan nilai hematocrit ≥20% setelah pemberian cairan
yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura
c. Sindrom syok dengue
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensu
4) Tekanan darah rendah <20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin-lembab (Nurarif Huda Amin, 2015).

6. Komplikasi
Meski hanya terjadi pada segelintir kasus, demam Dengue bisa
berkembang menjadi komlikasi yang lebih serius, yaitu Dengue
hemorrhagic fever atau demam berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
shock syndrome yang dapat menyebabkan kamtian akibat pendarahan
hebat.
Kedua komplikasi tersebut berisiko tinggi dialami oleh orang yang
sistem kekebalan tubuhnya tidak mampu melawan infeksi Dengue yang
dia derita, atau oleh orang yang sebelumnya pernah terkena demam
Dengue lalu terkena kondisi ini kembali.
Segera bawa ke rumah sakit apabila disekitar anda ada penderita demam
Dengue yang gejalanya mengarah pada Demam Berdarah Dengue dan
Dengue shock syndrome.
a. Tatalaksana komplikasi perdarahan : jika terjadi perdarahan segera beri
darah bila mungkin. Bila tidak, beri koloid dan segera rujuk.
b. Penanganan kelebihan cairan : Kelebihan cairan merupakan
komplikasi penting dalam penanganan syok. Hal ini dapat terjadi
karena :
1) Kelebihan atau pemberian cairan yang terlalu cepat.
2) Penggunaan jenis cairan yang hipotonik
3) Pemberian cairan intravena yang terlalu lama.
4) Pemberian cairan intravena yang jumlahnya terlalu banyak dengan
kebocoran yang hebat.
Tanda awal :
1) Nafas cepat.
2) Terikan dinding dada ke dalam.
3) Efosi pleura yang luas.
4) Asietas.
5) Edema peri-orbital atau jaringan lunak.

Tanda-tanda lanjut kelebihan cairan yang berat :

1) Efema paru.
2) Sianosis.
3) Syok irreversible.
c. Perlu diperhatikan
1) Jika berikan steroid.
2) Jika terjadi kejang, segera tangani dengan cara Tatalaksana kejang.
3) Jika anak tidak sadar, ikuti pedoman dalam bagan tatalaksanan
posisi untuk anak tidak sadar dan Triase dan kondisi Gawat
darurat.
4) Jika timbul hipoglikemia berikan glukosa intaravena
5) Jika terdapat gangguan fungsi hati yang berat, segera rujuk.
d. Pemantauan
1) Untuk anak dengan syok.
Petugas medic memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama
tekanan nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematocrit
setiap 6 jam. Dokter harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.
2) Untuk anak tanpa syok.
Petugas medis memeriksa tanda vital anak (suhu badan, denyut
nadi dan tekanan darah) minimal empat kali sehari dan nilai
hematocrit minimal sekali sehari.
3) Catat dengan lengkap cairan masuk dan cairan keluar.
Jika terdapat tanda sebagi berikut : syok berulang, syok
berkepanjangan, ensefalopati, perdarahan hebat, gagal hati akut,
edema paru dan gagal nafas, segera rujuk (Ariani Putri Ayu, 2016).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematocrit,
trombosit. Pada asupan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma
biru, peningkatan 15% menunjang diagnosis Demam berdarah
Dengue.
b. Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan
fase konvalesens.
1) Infeksi primer, serum akut < 1 : 20, serum konvalesens naik 4 x
atau lebih namun tidak melebihi 1 : 1.280.
2) Infeksi sekunder, serum akut < 1 : 20, konvalesens 1 : 2.560 atau
serum akut 1 : 20, konvalesens naik 4 x atau lebih.
c. Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan seusai indikasi klinik)
1) Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi yaitu dalam keadaan
klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis pada perembesan plasma 20-40% dan pemantauan klinis
sebagai pedoman pemberian cairan.
2) Kelainan radiologi dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah
hilus kanan, kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi dari pada kanan dan efusi pleura.
3) USG : efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica
felea dan vesica urinaria (Ariani Putri Ayu, 2016).

8. Penatalaksanaan
a. Medik
1) DHF tanpa Renjatan
a) Beri minum banyak (1-2 liter/hari)
b) Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga
dilakukan kompres.
c) Jika kejang maka dapat diberi luminal (antionvulsan) untuk
anak <1 th dosis 50 mg dan anak >1 th 75 mg lm. Jika 15 menit
kejang belum teratasi beri lagi luminal dengan dosis 3 mg/kb
BB (anak < 1 th dari pada anak > 1 th diberikan 5 mg/kh BB)
d) Berikan infus jika terus muntah dan hematoksis meningkat.
2) DHF dengan Renjatan
a) Pasang infus RL.
b) Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander (20-30 ml/kg BB).
c) Transfuse jika Hb dan Ht turun.
b. Keperawatan
1) Pengawasaan tanda-tanda vital secara continue tiap jam
a) Observasi intek output
Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahtakan, observasi
tanda-tanda vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4
jam beri minum 1-2 liter perhari, beri kompres.
b) Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital,
pemeriksaan Hb, Ht, Thrombosit, perhatikan gejala seperti nadi
lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun anuria dan sakit
perut, beri infus.
c) Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi semu fowler
beri o2 pengawasan tanda-tanda vital tiap 15 jam, periksa Hb,
Ht dan thrombosit.
2) Resiko Perdarahan
a) Observasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
b) Catat banyak, warna dari perdarahan.
c) Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan Tractus Gastri
Instestinal.
3) Peningkatan suhu tubuh
a) Observasi/Ukur suhu tubuh secara periodic.
b) Beri minum banyak.
c) Berikan kompres (Padila, 2017).
B. KONSEP LEGAL ETIK

1. Definisi
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan
kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan (Yulianita,
2011).
2. Prinsip Legal dan Etik
a. Autonomi (Otonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih
dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Beneficience (Berbuat Baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan
orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi
konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
d. Non maleficience (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
e. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti.
Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.
f. Fidellity (Metepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
g. Confidentiality (Kerahasiaan)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus
dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan
klien.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
i. Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang
berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan
“consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed
consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent”
dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien
dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan
dengannya.
(Yulianita, 2011)
3. Dasar Hukum Keperawatan
Registrasi dan praktek keperawatan sesuai KEPMENKES No.1239
Th.2001, sesuai UU No.23 Th.1992:
a. Pasal 15 (a) perawat berwenang melaksanakan asuhan keperawatan
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan
tindakan, melaksanakan tindakan dan evaluasi keperawatan.
b. Pasal 16 : Kewajiban perawat dalam menjalankan kewenangannya.
c. Pasal 36 : Hak perawat dalam melaksanakan tugas.
d. Pasal 153 (ayat 1) : Tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai profesinya.
e. Pasal 58 : Sanksi bagi perawat yang melanggar.
C. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Klien : terdiri dari nama, alamat, status, umur, diagnosis
medis, tanggal MRS, keluarga yang dapat dihubungi, catatan
kedatangan, No. RM.
b. Riwayat Kesehatan Lain.
1) Keluahan Utama.
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan demam lebih dari 3
hari, tidak mau makan, terdapat bintik merah pada tubuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang.
1) Suhu tubuh meningkat sehingga menggigil
2) Tidak nafsu makan, mual dan muntah, sakit saat menelan,
lemah.
3) Nyeri otot dan persendian.
4) Konstipasi dan bisa juga diare.
5) Mukosa mulut, kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
6) Batuk ringan.
7) Mata terasa pegel, sering mengeluarkan air mata.
8) Ruam pada kulit.
9) Perdarahan pada kulit.
3) Riwayat kesehatan dahulu.
Adanya penderitaan DHF dalam keluarga.
4) Pemeriksaan Fisik.
a) Pengkajian umum
 Tingkat kesadaran
 Keadaan umum
 Keadaan gizi
 Tanda-tanda vital
b) Pengkajian system tubuh
 Integument
 Kepala dan leher
 Mata
 System kardiovaskuler
 Abdomen
 Musculoskeletal
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
 Leukositopenia.
 Trombositopenia.
 Hematocrit.
 Hb menurun.
 Hiponatremia.
 SGPT/SGOT, ureum dan pH darah meningkat
b. Urin
Albumin ringan.
c. Uji Seorologis
 Uji hemaglutinasi inhibisi.
 Uji komplemen fikasasi.
 Uji neutralisasi.
 IgM ELISA.
 IgG ELISA.

3. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermia
b. Resiko Perdarahan.
c. Kekurangan Volume cairan
d. Ketidak efektifan pola nafas
e. Nyeri akut
f. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA Kriteria Hasil Intervensi RASIONAL


(Tim Pokja PPNI, (Tim Pokja PPNI, 2019). (Tim Pokja PPNI, 2018).
2017).
1. Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia.
Kriteria Hasil : Tindakan
1. Mengigil meningkat. Observasi Observasi
2. Kulit merah meningkat. 1. Mengidentifikasi penyebab 1. Tanda-tanda vital merupakan
3. Suhu tubuh membaik. hipertermia. acuan untuk mengetahui
4. Kadar Glukosa darah membaik. keadaan umum klien.
2. Suhu harus diubah untuk
2. Memantau suhu tubuh. mempertahankan suhu
mendekati normal.
3. Adanya peningkatan
3. Memantau haluaran urine. metabolism menyebabkan
kehilangan banyak energy
untuk itu diperlukan
peningkatan intake cairan
dan nutrisi.
Terapeutik
Terapeutik 4. Menganti kehilangan cairan
4. Berikan cairan oral. dan memperbaiki
keseimbangan cairan dalam
fase segera/mampu
memenuhi cairan peroral.
Edukasi
Edukasi 5. Menghilangkan tekanan pada
5. Anjurkan tirah baring. vena cava inferior dan
meningkatkan sirkulasi.
Kolaborasi
Kolaborasi 6. Untuk memperbaiki ketidak
6. Kolaborasi pemberian cairan dan seimbangan cairan/elektrolit.
elektrolit , jika perlu.
2. Resiko Perdarahan Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan
1. Kelembaban membrane mukosa Tindakan
meningkat. Observasi Observasi
2. Hemoglobin membaik. 1. Memantau tanda dan gejala 1. Penurunan jumlah
perdarahan. hemodinamik, nadi, tekanan
darah merupakan tanda
adanya peningkatan.
Terapeutik Terapeutik
2. Pertahankan bed rest, selama 2. Menghilangkan tekanan pada
perdarahan. vena cava inferior dan
meningkatkan sirkulasi.
Edukasi Edukasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan 3. Untuk menimbulkan selera
makanan dan vitamin K. dan mengembalikan status
nutrisi.
3. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
Kriteria Hasil Tindakan
1. Asupan cairan meningkat. Observasi Observasi
3. Dehidrasi menurun. 1. Periksa tanda dan gejala 1. Karena pasien CKD terjadi
4. Tekanan darah membaik. hypervolemia. retensi cairan yang ditandai
dengan asietas, moonface,
sclera ikterik.
2. mengidentifikasi penyebab 2. Untuk mementukan
hypervolemia. intervensi yang tepat sesuai
penyebab.
3. Memantau intake dan outpute 3. Status kelebihan cairan.
cairan. Edukasi
Edukasi 4. Untuk dapat membatasi
4. Ajarkan cara membatasi cairan. cairan yang masuk dan
keluar.
4. Pola nafas tidak efektif. Pola Nafas Manajemen jalan nafas.
Kriteria Hasil : Tindakan
1. Dispnea menurun. Observasi Observasi
2. Frekuensi nafas membaik. 1. Memantau pola napas (frekuensi, 1. Penurunan bunyi napas
kedalaman, usaha napas) indikasi atelektasi, ronki
indikasi akumulasi
secret/ketidak mampuan
membersihkan jalan nafas
sehingga otot aksesori
digunakan dan kerja napas
meningkat.
2. Memantau bunyi napas tambahan 2. Mengetahui tingkat
(mis, gurgling, mengi, wheezing, pernafasan.
ronki kering).
3. Memantau sputum (jumlah, warna, 3. Mengidentifikasi suara nafas
aorma). yang terjadi pada klien.
Terapeutik Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. Mendegarkan suara nafas
dengan head tilt dan chin lift (jaw- terdapat penurunan atau tidak
truch jika curiga trauma servikal). adanya ventilasi suara nafas
5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler. tambahan.
5. Dapat memberikan
kesempatan pada proses
eksiprasi paru.
Edukasi Edukasi
6. Anjurkan asupan cairan 2000 6. Menjaga nutrisi pasien tetap
ml/hari, jika tidak endotrakeal. stabil dan mencegah mual
muntah.
Kolaborasi Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian 7. Menghindari timbulnya
bronkodilator, ekspektoran, sesak nafas.
mukolitik, jika perlu.
5. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan Tingkat nyeri selama Tindakan
1 x 24 jam dengan Kriteria hasil : Observasi : Observasi
1. Keluhan nyeri menurun. 1. mengidentifikasi lokasi, 1. Mengetahui karakteristik
2. Meringis menurun. karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri yang dirasakan klien.
kualitas, intensitas nyeri. 2. Mengetahui tingkat nyeri
2. mengidentifikasi skala nyeri. yang dirasakan klien.
3. mengidentifikasi factor yang 3. Dapat membantu dalam
memperberat dan memperingan pemberian terapi.
nyeri.
Terapeutik Terapeutik
4. Fasilitasi istirahat dan tidur. 4. Untuk memastikan klien
tidur dengan pola dan durasi
yang tepat.
Edukasi Edukasi
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Meningkatkan pengethauan
untuk mengurangi rasa nyeri. pasien tentang cara
meredakan nyeri.
Kolaborasi Kolaborasi :
6. Kolaborasi teknik pemberian 6. Mengurangi nyeri dengan
analgetik, jika perlu. terapi farmakologis.
6. Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kriteria Hasil : Tindakan
1. Porsi makan yang dihabiskan Observasi Observasi
meningkat. 1. mengidentifikasi status nutrisi. 1. Untuk mengetahui terjadinya
2. Nyeri abdomen menurun. penurunan berat badan pada
3. Nafsu makan membaik. pasien.
Terapeutik Terapeutik
2. Berikan makanan tinggi kalori dan 2. Menentukan status gizi dan
tinggi protein. kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
Edukasi Edukasi
3. Anjurkan diet yang diprogramkan. 3. Meningkatkan informasi dan
kemandirian dalam menjaga
kesehatan.
Kolaborasi Kolaborasi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 4. Dapat menjaga kebutuhan
menentukan jumlah kalori dan jenis gizi dan jumlah kalori yang
nutrient yang dibutuhkan, jika dibutuhkan.
perlu.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan, membandingkan
status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang
ditetapkan (Tarwoto, 2015).
DAFTAR ISI

Ariani Putri Ayu. (2016). Demam Berdarah Dengue (DBD). Yogyakarta.

Nurarif Huda Amin, K. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc (1st ed.). Jogjakarta: Media Action.

Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tarwoto, W. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (2nd ed.).
Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Wijaya Saferi Andra, P. M. Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai