Anda di halaman 1dari 44

TUGAS PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

BLOK 9

Pas Foto

4x6

NAMA : _____________________________

NIM : ______________________________

GRUP : _____________________________

PEMBIMBING : _____________________________

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
BLOK 9

TIM PENYUSUN

1. Minasari, drg., MM
2. Yumi Lindawati, drg., MDSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

“Dilarang mengutip, menyimpan dan menyebarluaskan dalam bentuk apapun,


sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin dari penyusun.”

ii
PRAKTIKUM BLOK 9 MIKROBIOLOGI

Pertemuan ke 1

JUDUL : PENGENALAN ALAT-ALAT, MEDIA, STERILISASI

Tujuan : - Memperkenalkan alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan zona


hambat, kadar bunuh minimum dan kadar hambat minimum, serta
perhitungan jumlah koloni
- Membiasakan mahasiswa untuk melakukan beberapa cara sterilisasi
yang biasa dilakukan di laboratorium mikrobiologi terhadap alat-alat,
media dan lain-lain
- Memperkenalkan beberapa media yang digunakan
Topik Praktikum : 1. Pengenalan alat-alat
2. Media
3. Sterilisasi

1. PENGENALAN ALAT-ALAT

- Ose : inoculating loop digunakan untuk pengambilan dan pengkulturan


atau penanaman bakteri pada media.
- Inkubator: : Untuk tempat pengeraman bakteri
- Candle jar : Untuk tempat meletakkan piring petri atau tabung reaksi yang
mengandung bakteri dalam media yang akan dikultur untuk
mendapat kan suasana mikroaerofilik (5 – 10% CO2).
- Autoclave : Alat sterilisasi digunakan untuk mensterilisasikan media
- Erlenmeyer : Wadah tempat meletakkan bahan-bahan cair untuk membuat media
- Gelas ukur : Alat untuk mengukur volume suatu cairan.
- Piring petri : Tempat meletakkan media.
- Pipet : Alat pengambilan cairan / zat warna
- Tabung reaksi : Tempat media padat dan cair
- Lampu spiritus : Untuk sterilisasi ose
Ga
mbar 1. Alat-alat yang digunakan

Gambar 2. Inoculating loop (Loo lurus)

2
Gambar 3. Anaerobic Jar tempat pengkulturan Gambar 4. Candel Jar tempat pengkulturan
bakteri anaerob microairofilik bakteri

Gambar 5. Inkubator tempat pengeraman bakteri

3
Gambar 6. Probe WHO yang digunakan Gambar 7. Pengukuran dengan CPITN
Pengukuran saku gusi (Community Periodontal Index of
Treatment Needs) dari Subgingival
Calculus

2. MEDIA

Tujuan : - Agar mahasiswa mengerti dan mengetahui jenis-jenis media


- Agar mahasiswa mengetahui guna media dan spesifikasinya
- Agar mahasiswa dapat mengetahui zona hambat dan menghitung koloni

Pendahuluan
Media adalah suatu lapisan tipis atau penghancuran makanan yang dibutuhkan sehingga
memudahkan pengkulturan/pembiakan mikroorganisma dalam laboratorium. Beberapa bakteri
dapat tumbuh baik pada satu atau beberapa media, bakteri lain membutuhkan media khusus.
Bermacam-macam mikroorganisma membutuhkan berbagai zat makanan dan media tertentu yang
digunakan untuk maksud spesifik, misalnya dalam menentukan kesanggupan dari mikroorganisma
untuk mencernakan protein-protein, karbohidrat, asam piruvat, pepton, natrium khlorida dll. Pada
mulanya untuk membiakkan bakteri dan organisma-organisma lain terdiri dari bahan-bahan alam.
Mikroba atau bakteri yang tumbuh dapat memperbanyak diri pada media kultur disebut
suatu kultur, jika mikroba dimasukkan kedalam suatu media kultur disebut Inokulum.
Media Selektif  Media selektif mendukung pertumbuhan beberapa organisme sedangkan
khususnya menghambat pertumbuhan organisme lainnya. Media selektif melancarkan isolasi

4
dengan cepat dan identifikasi mikroba khusus dengan menghalangi pertumbuhan lainnya
organisme terganggu.
Media Diferensial Media diferensial mengandung indikator yang membeda-bedakan antara
organisme pada dasarnya terlihat pada media.
Media Spesifik adalah adalah media yang khusus untuk pertumbuhan bakteri tertentu misalnya
Candida albicans pada saboraud agar dan Staphylococcus aureus pada Manitol Salt Agar
Media menurut Konsistensinya di bagi 3 yaitu:
1. Media Padat
Contoh:
a. Nutrient Agar
Media ini dapat tumbuh bakteri yang terdapat pada flora normal seperti: streptococcus,
staphylococcus, Escherichia coli, veilonella, pneumococcus dll.
b. MHA (Media Mueller Hinton Agar)
Media Mueller Hinton Agar adalah media terbaik untuk pemeriksaan sensibilitas tes
(dengan metode Kirby-Bauer) pada bakteri non-fastidious (baik aerob dan anaerob
fakultatif). Media ini ditemukan oleh Mueller dan Hinton pada tahun 1941,
c. Sabouraud Agar
Media ini digunakan khusus untuk pertumbuhan Candida albicans

NA MHA Steril MHA Kultur dan Disk Untuk


menghitung zona hambat/uji
Sensitivitas

5
Sabouraud Agar Steril Sabouraud Agar dan koloni C. albicans

Gambar 8. Bakteri Staphylococcus albus dan Staphylococcus aureus

Teknik inokulasi
Alat yang dibutuhkan untuk inokulasi utama dari spesimen relatif sederhana, kawat
Nichrom atau platinum model yang lurus atau loop yang direkomendasikan. Satu ujung dari kawat
dimasukkan kedalam suatu pegangan yang berbentuk silinder untuk memudahkanpemakaian.

6
Gambar 9. Ose loop dan ose lurus Gambar 10. Lampus Spiritus untuk
untuk penanaman bakteri Sterilisasi ose

Teknik untuk inokulasi bakteri pada piring petri


 Ose disterilkan sampai pijar kemudian dinginkan
 Ambil suspensi bakteri (specimen) dengan ose yang sudah steril, diletakkan ke permukaan
media agar pada piring petri
 Media yang telah disediakan kemudian dibuat streak (goresan) pertama digoreskan berturut-
turut dengan gerakan bolak balik / zig zag ke dalam tiap kuadran rapat-rapat sampai meliputi
permukaan media kemudian ose diterilkan kembali.
 Streak ke dua dibuat dengan agak jarang diteruskan dari streak pertama kemudian ose sterilkan
lagi untuk membuat streak ketiga
 Sterak ke tiga yang dimulai dari streak kedua dan lebih jarang dari yang kedua dengan gerakan
zig-zag, gunanya untuk mendapatkan koloni satu-satu.

Tujuan teknik ini untuk menipiskan inokulasi secukupnya pada permukaan Media Agar,
kemudian isolasi koloni yang baik dapat diperoleh dari koloni yang terbentuk.
Koloni dapat di isolasi kembali dan di sub-kultur untuk mendapatkan isolate kultur murni. Teknik
streak digunakan untuk inokulasi pada Media Agar untuk menghitung koloni secara semi
kuantitatif.

Gambar 11. Cara membuka tutup piring petri selama


membuat streak/penggoresan. Bukalah sedikit
tutup piring petri, namun tutup piring petri
tersebut harus tetap terletak diatas piring, dengan
demikian maka medium steril dalam piring petri
terlindung dari bakteri berasal dari udara.

7
Gambar 12. Skema Penanaman bakteri dengan cara Streak

8
Gambar 13. Hasil penanaman bakteri pada media
padat untuk isolasi koloni bakteri
setelah di eramkan di inkubator selama
24 jam dengan suhu 370C

3. STERILISASI

Prosedur membunuh mikroorganisme, penggunaannya penting di dalam praktek


mikrobiologi, praktek kedokteran dan bedah. Asisten yang bekerja dengan kultur murni
membutuhkan peralatan dan media kultur yang steril.
Sterilisasi adalah proses yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme bentuk
vegetatif dan juga bentuk spora. Steril adalah suatu batas absolut dari suatu objek steril atau tidak.
Sterilisasi dibagi atas :
I. Metode Fisik: 1. Pemanasan basah
2. Pemanasan kering
3. Radiasi dan ionisasi
4. Filtrasi
II. Metode Kimia
1. Pemanasan Basah
1.1. Sterilisasi dengan Autoclave
Sterilisasi ini dipergunakan untuk alat-alat bedah, pakaian pada tempreratur 1210C
selama 15 menit dan dengan tekanan 2 atmosfir.

9
1.2. Perebusan
Dengan air mendidih lalu di masukkan alat-alat yang akan dilakukan sterilisasi misalnya
pakaian, instrumen metal dan lain-lain.
1.3. Tindalisasi
Sterilisasi ini dilakukan 3 hari berturut-turut.
2. Pemanasan Kering
2.1. Sterilisasi dengan api bunsen.
Penghancuran mikroorganisme oleh api dipergunakan untuk mensterilisasi ose,
jarum suntik, ujung-ujung tang dan spatula. Alat-alat ini disterilkan dengan
memegangnya diatas nyala api bunsen sehingga terlihat warna merah menyala.
2.2. Sterilisasi dengan oven (Hot air oven)
Alat ini mempunyai temperatur 1600-1800C selama 1 jam, dipergunakan untuk
mensterilisasi alat-alat yang terbuat dari glass, instrumen metal, minyak-minyak
material kering dalam tempat penyimpanan yang tertutup rapat dan tidak tahan pada
kelembaban misalnya lemak, tepung dan sebagainya.

Gambarkan media padat yang steril pada piring petri: Blood Agar, Manitol Salt Agar, Eosin
Methylen Blue, Nutrien agar, Chocolate Agar

TUGAS I

Keterangan:

Nama media, Bakteri yang dapat tumbuh pada media ini 10


Keterangan:

Nama media, Bakteri yang dapat tumbuh pada media ini


11
Keterangan:

Nama media, Bakteri yang dapat tumbuh pada media ini


12
13
Gambarkan media yang telah ditumbuhi bakteri dan sebutkan ciri khas yang terdapat pada

1. Media Nutrient Agar


2. Media Mueller Hinton Agar

14
Pertemuan ke 2

UJI KEPEKAAN

Tujuan : Untuk mengetahui kemampuan beberapa macam antibiotik dalam menghambat


pertumbuhan bakteri.

Pendahuluan
Penentuan kepekaan bakteri terhadap suatu obat adalah penentuan kadar obat terkecil yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri in vitro. Pada waktu sekarang ini telah banyak cara-cara
yang dikemukakan dan masing-masing cara mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
WHO telah menetapkan suatu standar yang memungkinkan semua laboratorium meninjau cara-
cara mereka, sehingga hasil pemeriksaan yang dilaporkan akan mempunyai satu dasar yang sama.
Dibawah ini akan diuraikan antara lain cara penentuan kepekaan bakteri terhadap obat-obatan
yang lazim digunakan.

I. Cara Cakram
Cara ini adalah yang paling banyak dipakai untuk menentukan kepekaan bakteri terhadap
berbagai macam obat-obatan. Disini digunakan cakram kertas saringan atau tablet yang
mengandung suatu obat dengan kekuatan tertentu yang diletakkan pada lempengan agar yang telah
ditanami bakteri yang akan diperiksa.
Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan
bakteri di sekitar cakram. Lebar daerah hambatan ini tergantung pada daya resap obat ke dalam
agar dan kepekaan bakteri terhadap obat tersebut.
Macam –macam pengaruh obat-obatan terhadap bakteri :
 Drug resisten : Pemberian obat tidak berpengaruh sama sekali
Bakteriostatik : Obat hanya menghambat pertumbuhan atau perkembangan bakteri
 Bakterisidal : Obat dapat mematikan bakteri tersebut
Drug dependent : Obat malah memperhebat pertumbuhan atau perkembangan bakteri
karena dapat mengadakan keseimbangan dalam metabolismenya,
tetapi bila obat dihentikan secara tiba-tiba pertumbuhannya menjadi
terganggu.

Faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut:


- Pemberian obat yang terlalu lama atau sering dengan dosis yang tidak tepat
(tidak sempurna)
- Adanya kemampuan adaptasi dan terjadinya mutasi dalam struktur genetik dari bakteri

15
Dua cara pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap obat-obatan
I. Concentration metode (dilution tube test serial)
1. Disediakan 1 tube berisi medium cair dengan volume tertentu
(misalnya 5 cc)
2. Kedalam masing-masing medium dimasukkan obat dengan konsentrasi
tertentu
3. Tabung I dengan konsentrasi yang tertinggi (bakteri tidak hidup)
4. Tabung II dengan konsentrasi ½ dari tabung I demikian seterusnya
5. Tabung V (terakhir) mengandung antibiotika
6. Kedalam masing-masing tabung tadi ditanamkan sejumlah bakteri tertentu
7. Kemudian eramkan dalam inkubator selama 24 jam
8. Pada keesokan harinya dilakukan subkultur

Hasil dari subkultur didapat hal seperti berikut :


 Bactericidal concentration : ialah pada tabung yang aman dengan konsentrasi antibiotika
beberapa bakteri tidak hidup dibuktikan dengan subkultur
 Bacteriostatic concentration : ialah dimana tabung pengenceran paling tinggi dan tidak
menunjukkan kekeruhan, berarti tidak ada pertumbuhan, tetapi masih mengandung bakteri
yang hidup (buktikan dengan subkultur)

II. Diffusion Metode


Baik untuk menetukan sensitif / resistennya suatu bakteri terhadap obat.
1. Dengan melubangi medium padat dengan isi tertentu dan berisi antibiotika dengan
konsentrasi tertentu.
2. Dengan antibiotika disk
3. Dengan antibiotika padat

Untuk menilai kepekaan bakteri, harus dibandingkan dengan bakteri standart yang telah diketahui.
MIC : konsentrasi antibiotika di mana tidak didapati lagi pertumbuhan bakteri.

16
A B
Gambar 14. A. Menekan disk untuk memastikan kontak dengan media,
B. Menggunakan cahaya untuk mengukur zona dari belakang
petri disk

Gambar 15. Kerentanan disk antibiotik pada plat, terlihat bakteri ada yang resisten,
agak resisten dan sensitif terhadap antibiotik.

A B
Gambar 16. A dan B Kerentanan disk antibiotik pada plat, ditempatkan beberapa
disk, masing-masing mengandung disk antibiotik berbeda.
Perbedaannya pada besarnya zona hambatan pertumbuhan bakteri

17
Gambar 17. Beberapa bakteri kultur yang sudah dilakukan uji Disk Sensitivitas

Pada waktu menentukan kepekan bakteri terhadap obat-obatan dengan mempergunakan cara
cakram ini harus diperhatikan hal-hal berikut :
1. Dianjurkan mempergunakan biakan kontrol dengan menggunakan
bakteri yang telah diketahui kepekaannya terhadap obat-obatan yang diperiksa.
2. Bila menggunakan terapi kombinasi, janganlah memakai 2 cakram
yang ditumpuk. Untuk ini masing-masing harus di perhatikan sendiri-sendiri atau memakai
cara yang khusus.
3. Janganlah menggunakan cakram yang telah kadaluarsa
4. Untuk obat-obatan yang labil seperti penisilin dan lain-lainnya,
harus disimpan pada suhu 4 C, bila tidak di pakai. Sedang larutan-larutan persediaan (“ stock
“ ) harus disimpan pada suhu –14 C atau lebih rendah.
5. Untuk pemeriksaan sehari-hari hanya dilakukan penentuan kepekaan
terhadap salah satu obat saja dari golongan obat-obatan yang tersebut dibawah ini : golongan
tetrasiklin; polimixin atau kolistin; streptomisin atau dihidrostretomisin; golongan penisilin
yang resisten terhadap penisilin seperti metisilin, kloxasilin dan lain-lain.
6. Hasil yang meragukan (“ border line “ ) sebaiknya dianggap lebih
resisten. Atau dianggap perlu dianjurkan memeriksakan kembali dengan cara yang sama atau
cara lain.
7. Besar daerah hambatan yang di buat oleh suatu bakteri tidak harus
diartikan sebagai besar atau kecilnya kepekaan di bandingkan dengan ukuran daerah terhadap
obat lain. Misalnya suatu jasad renik memberikan daerah hambatan sebesar 30 mm terhadap
penisilin dan 20 mm terhadap tetrasiklin bukan berarti bahwa bakteri tersebut lebih peka
terhadap penisilin dari pada terhadap tetrasiklin.

18
8. Biasanya tidak dilakukan tes kepekaan terhadap penisilin untuk
streptokokus hemolitik golongan A dan pneumokokus, kecuali bila ada permintaan khusus.
9. Untuk bakteri stafilokokus baru dianggap peka terhadap penisilin
bila garis tengah daerah hambatan lebih dari 20 mm.
10. Oleh karena beberapa strain stafilokokus telah resisten terhadap
metisilin, maka untuk tes kepekaan stafilokokus terhadap metisilin pengeraman dianjurkan
selama 48 jam. Bila ternyata setelah masa pengeraman tersebut tumbuh koloni kecil-kecil pada
daerah bening di sekitar cakram, maka ini dinyatakan resisten.
11. cara cakram ini tidak sesuai untuk penentuan kepekaan Neisseria
mengitidis terhadap sulfonamida dan Neisseria gonorrhoeae terhadap penisilin. Untuk hal-hal
tersebut anjurkan mempergunakan cara penipisan lempeng agar.

Alat-alat :
1. Lampu spiritus
2. Inkubator
3. Ose loop/lurus
4. Kaca Loop
5. Kabin cabinet
6. Pinset

Bahan:
1. Agar darah (blood agar)
2. Disk antibiotika
3. Kultur media

Prosedur
1. Ambil spesiment pada kultur media yang telah di sediakan dengan ose kemudian tanam
pada media sehingga rata.
2. Ambil disk antibiotika kemudian diletakan pada media yang telah ditanam .
3. Masukkan ke inkubator selama 16 – 24 jam. Lihat pertumbuhan koloni bakteri disekitar
disk antibiotika kemudian diukur zona inhibisi disekitar koloni bakteri dan tentukan apakah
antibiotika tersebut resisten, agak resisten dan peka / peka tehadap antibiotika.

19
TUGAS LATIHAN

Pokok Bahasan : Uji kepekaan


Pertemuan : Minggu ke
Petunjuk : 1. Bacalah penuntun praktikum
2. Siapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk uji kepekaan
3. Sediakan alat-alat yang diperlukan untuk uji kepekaan

Tugas Latihan :
1. Lakukan pencatatan zona inhibisi dari setiap antibiotika
2. Bandingkan diameter zona inhibisi dari setiap antibiotika dan khemoterapetik
3. Buatlah kesimpulan apakah antibiotika termasuk resisten, agak resisten dan sensitif
Tugas Latihan

20
Tugas Latihan

21
EFEK EKSTRAK TEMULAWAK PADA PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS

Tujuan : Untuk mengetahui kemampuan ekstrak temulawak dalam menghambat pertumbuhan


jamur

PENDAHULUAN
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), atau dalam bahasa Inggris disebut Javanese
Tumeric, adalah tanaman asli Indonesia yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan dari berbagai
penyakit. Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik, antibakteri,
antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi, antihepatotoksik, antioksidan, antitumor,
depresan, diuretik, hipolipidemik dan insektisida. 1 Temulawak secara tradisional digunakan di
negara-negara Asia Tenggara untuk makanan dan tujuan pengobatan.2 Rimpang temulawak
mengandung senyawa aktif diantaranya terpenoid, alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, fenol dan
kurkuminoid yang berfungsi sebagai antimikroba sehingga sering digunakan dalam ramuan obat
tradisional. Kandungan minyak atsiri, flavonoid dan alkaloid memiliki aktivitas biologis yang luas
sebagai antifungal. Xanthorrhizol dalam minyak atsiri merupakan senyawa aktif antimikroba
utama yang juga terdapat dalam rimpang temulawak. Aktivitas antimikroba dari xanthorrhizol
mempunyai stabilitas yang baik terhadap panas, yakni pada temperature tinggi antara 60-121ºC.3,4
Pada penelitian Rukayadi Y et al. (2005), secara in vitro membuktikan senyawa
xanthorrhizol dalam minyak atsiri pada temulawak dapat menghambat pertumbuhan terhadap
beberapa jamur candida yaitu Candida albicans, Candida glabrata, Candida guiliermondii,
Candida krusei, Candida parapsilosis dan Candida tropicalis.5
Candida albicans merupakan ragi oportunistik dan dapat menjadi patogen ketika
pertahanan host memburuk . Candida albicans dapat ditemukan pada rongga mulut, usus dan alat
kelamin tetapi sebagai komensal (normal).6,7 Risiko infeksi atau kolonisasi candida yang nyata
cenderung meningkat karena sekelompok faktor presdiposisi seperti oral hygiene yang buruk,
imunosupresi, defisiensi nutrisi, penggunaan antibiotik jangka panjang atau terapi radiasi,
gigitiruan, diabetes mellitus, diet karbohidrat yang berat ataupun merokok berat.8 Selain itu, faktor
yang menyebabkan Candida albicans menjadi mikroba patogen, yaitu suhu yang optimal (37ºC),
pH netral, media pertumbuhan, sumber karbon yang tidak cukup, konsentrasi oksigen yang
rendah dan bahan-bahan kimia.9
Menurut Rahmi Adila, Nurmiati dan Anthoni Agustien (2013), ekstrak rimpang temulawak
dengan pelarut etanol memberikan daya hambat yang baik terhadap pertumbuhan Candida dimana
pada Candida albicans memiliki rata-rata daya hambat sebesar 13,07 mm.4
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang uji efektivitas
ekstrak temulawak dengan konsentrasi 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% terhadap pertumbuhan
Candida albicans.

22
Gambar 18. Candida albicans microscopis Gambar 19. Temulawak dan ekstrak
(dokumentasi)

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan Eksperimental Laboratorium dengan rancangan penelitian
Posttest Control Group Design. Pembuatan ekstrak temulawak dilakukan di Laboratorium Obat
Tradisional Fakultas Farmasi USU. Pengkulturan dan pengujian sampel dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU.
Sampel yang digunakan adalah jamur Candida albicans (ATCC® 10231™) yang diperoleh
dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU. Pengujian zona hambat ekstrak
temulawak terhadap Candida albicans dilakukan dengan metode difusi agar. Rimpang temulawak
diambil dari salah satu Pasar Tradisional Medan. Rimpang yang digunakan adalah rimpang yang
segar dan berwarna jingga tua.
Rimpang temulawak yang sudah dibersihkan dan diiris tipis-tipis dikeringkan di dalam
lemari pengering dengan suhu 40oC selama 10 hari. Setelah itu haluskan dengan blender sehingga
didapat serat-serat halus (simplisia). Campur simplisia rimpang temulawak dengan menggunakan
pelarut etanol 96% dan dilakukan proses perendaman (maserasi) selama 15 menit. Pasang botol
perkolasi dan sambungkan selang infus dengan tepat. Hasil pencampuran simplisia dan etanol
dimasukkan ke tabung perkolasi dan tambahkan etanol sehingga memenuhi tabung perkolasi.
Tutup tabung dengan aluminium foil serta kertas dan plastik, dan biarkan selama 24 jam. Setelah
24 jam, atur tetesan pada selang infus agar penarikan ekstrak maksimal yaitu sekitar 20 tetes per
menit atau 1 tetes per 3 detik. Tambah etanol secara terus menerus dan tetap dijaga agar tidak
kering. Setelah cairan yang menetes berubah warna menjadi bening, hentikan proses perkolasi
karena ekstrak yang ditarik sudah habis. Setelah proses perkolasi selesai, dilakukan proses
rotavaporasi yang bertujuan untuk menguapkan etanol yang terdapat pada larutan. Ambil panci
dan masukkan hasil perkolasi ke dalam panci tersebut. Kemudian diaduk sampai mengental.
Setelah mengental dan volumenya sudah berkurang, pindahkan larutan ke cawan yang lebih kecil
agar lebih mudah diaduk. Cawan dipanaskan di atas beaker glass yang berisi air. Setelah menjadi
kental hentikan proses rotavaporasi dan pindahkan ke suatu wadah. Ekstrak pada wadah tersebut

23
dimasukkan ke dry freezer. Wadah harus dilapisi aluminium foil agar tidak terjadi degradasi oleh
cahaya.
Candida albicans (ATCC® 10231™) diambil dengan ose lalu diencerkan dengan NaCl
0,9% steril dan disesuaikan kekeruhannya dengan standar larutan Mc Farland 0,5. Untuk
mendapatkan konsentrasi ekstrak 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%, masing-masing dilarutkan dalam
dimetil sulfoksida (DMSO). Sediakan 32 Disk steril dan teteskan dengan ekstrak temulawak
dengan konsentrasi masing-masing 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%. Sediakan 8 Cawan Petri yang
berisi MHA, kemudian ambil biakan Candida albicans dengan menggunakan ose masukkan ke
media lalu distreak/gores dan disk yang telah ditetesi dengan ekstrak temulawak dengan
konsentrasi masing-masing 50%, 25%, 12,5% dan 6,25%, diletakkan ke media MHA di Cawan
Petri dengan pinset dengan cara menekankan sedikit ke media MHA. Inkubasi pada temperature
370 selama 24 jam. Amati zona hambat yang terjadi di sekitar masing-masing disk. Kemudian
dilakukan pengukuran diameter yang bebas koloni (zona bening) dengan menggunakan kaliper.
Zona hambat diukur sebanyak dua kali yaitu pengukuran diameter secara vertikal dan horizontal.
Kemudian hasilnya ditambahkan dan dibagi dua. Catat hasilnya.

HASIL
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan rata-rata diameter zona hambat
ekstrak temulawak terhadap pertumbuhan Candida albicans.
Tabel 1. Perbedaan rata-rata zona hambat ekstrak temulawak 6,25%, 12,5%, 25% dan 50%
terhadap pertumbuhan Candida albicans
Konsentrasi Kategori
N X ± SD (mm)
(%) David & Stout
6,25 4 0,00 ± 0,000
12,5 4 5,00 ± 0,000 Sedang
25 4 8,50 ± 0,408 Sedang
50 4 11,25 ± 0,288 Kuat

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak temulawak konsentrasi 6,25% tidak memiliki
zona hambat. Ekstrak temulawak konsentrasi 12,5% (5,00 ± 0,000 mm) ) menurut David dan
Stout dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans dikategorikan sedang, ekstrak
temulawak konsentrasi 25% (8,50 ± 0,408 mm) dikategorikan sedang dan ekstrak temulawak
konsentrasi 50% (11,25 ± 0,288 mm) dikategorikan kuat.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan adanya zona hambat ekstrak temulawak konsentrasi 6,25%,
12,5%, 25% dan 50% terhadap pertumbuhan Candida albicans. Rata-rata diameter zona hambat
dari masing-masing konsentrasi adalah 80, 5,00 mm, 8,50 mm and 11,25 mm. Menurut David dan
Stout, diameter zona hambat dapat dikelompokkan berdasarkan kategori kuat (zona hambat 10–20

24
mm), sedang (zona hambat 5-10 mm) dan lemah (zona hambat kurang dari 5 mm). 10 Dengan
demikian, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak temulawak konsentrasi 50% yang memiliki zona
hambat 11,25 mm baru tergolong kuat (efektif) dalam menghambat pertumbuhan Candida
albicans.
Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan dari ekstrak dalam mempengaruhi
pertumbuhan jamur yaitu adanya senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri.
Flavonoid dan alkaloid sebagai antijamur adalah memicu denaturasi protein dan dapat
meningkatkan permeabilitas sel menyebabkan dinding sel mengerut dan lisis. Minyak atsiri pada
rimpang temulawak dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan mikroorganisme dengan
cara menghambat proses terbentuknya dinding sel, sehingga dinding sel terganggu dan dapat
mengakibatkan sel jamur menjadi lisis.3,4
Penelitian Rahmi Adila, Nurmiati dan Anthoni Agustien (2013) mengemukakan
bahwa ekstrak rimpang temulawak dengan pelarut etanol memberikan daya hambat yang baik
terhadap pertumbuhan Candida albicans dimana pada Candida albicans memiliki rata-rata daya
hambat sebesar 13,07 mm.4
Perbedaan hasil penelitian antara penelitian ini dengan penelitian Rahmi Adila, Nurmiati
dan Anthoni Agustien (2013) yang mendapat rata-rata daya hambat ekstrak rimpang temulawak
terhadap Candida albicans yaitu 13,07 mm. Tetapi pada penelitian Rahmi Adila, Nurmiati dan
Anthoni Agustien tidak dijelaskan berapa konsentrasi ekstrak temulawak yang digunakan sebagai
penelitian.

KESIMPULAN
Zona hambat ekstrak kayu siwak terhadap pertumbuhan Candida albicans pada
konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25% dan 50% adalah 8,37 mm, 10,37 mm, 12,50 mm dan 14,75 mm.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu siwak maka zona hambat yang terbentuk akan semakin
luas.

25
TUGAS LATIHAN

Pokok Bahasan : Uji Zona Hambat Ekstrak Temulawak


Pertemuan : Minggu ke
Petunjuk : 1. Bacalah penuntun praktikum
2. Siapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk uji kepekaan
3. Sediakan alat-alat yang diperlukan untuk uji kepekaan

Tugas Latihan :
1. Lakukan pencatatan zona Hambat Ekstrak Temulawak
2. Bandingkan diameter zona Hambat Ekstrak Temulawak
3. Buatlah kesimpulan apakah zona Hambat Ekstrak Temulawak termasuk resisten, agak resisten
dan sensitif
Tugas Latihan

26
Pertemuan ke 3

PERHITUNGAN KOLONI CANDIDA ALBICANS PADA PEMBERSIHAN LIDAH


DENGAN SIKAT GIGI DAN TONGUE SCRAPER

Tujuan : Untuk mengetahui Jumlah koloni Candida Albicans dengan memakai dua alat

PENDAHULUAN
Rongga mulut mengandung beberapa habitat yang berbeda, mencakup gigi, sulkus gingiva,
lidah, bukal, palatum lunak dan keras, serta tonsil yang merupakan tempat bagi kolonisasi bakteri.
Lidah merupakan salah satu organ yang berukuran kecil namun memiliki peran yang sangat
penting karena berfungsi dalam pengecapan, berbicara, mastikasi, dan penelanan makanan. Oleh
karena itu, pembersihan lidah menjadi salah satu bagian penting dalam menjaga kesehatan rongga
mulut, karena lidah merupakan salah satu tempat kolonisasi mikroorganisme.
Salah satu mikroorganisme yang terdapat pada lidah adalah Candida spp. Pada dasarnya
Candida bukan merupakan mikroorganisme yang berbahaya. Namun, Candida spp. dapat
meningkatkan jumlah kolonisasinya sehingga menjadi patogen dalam keadaan tertentu seperti,
penggunaan obat jangka panjang, penggunaan gigitiruan, laju alir saliva yang rendah.
Candida spp. tumbuh dan berkembang secara merata di seluruh permukaan rongga mulut.
Tetapi daerah yang paling banyak dapat ditemui di rongga lidah adalah bagian dorsal lidah.
Permukaan lidah menjadi lingkungan yang ideal bagi kolonisasi Candida spp. disebabkan oleh
kelembaban, suhu, dan keberadaan rongga-rongga tersembunyi diantara papila-papila lidah.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi kolonisasi mikroorganisme adalah
dengan cara pembersihan lidah. Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam membersihkan
lidah. Menyikat gigi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, tetapi hanya
dapat membersihkan area tertentu dari gigi dan gingiva. Muncul beberapa referensi di awal abad
ke 20 mengenai tongue scraping.
Beberapa penelitian tentang pembersihan lidah terhadap bakteri dan Volatile Sulphure
Compound (VSC) penyebab halitosis, pada praktikum ini dilakukan praktikum dengan
membersihkan lidah dan sikat gigi dengan tongue scraper. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang jumlah koloni Candida spp. pada pembersihan lidah menggunakan
sikat gigi dan tongue scraper.

27
Gambar 20. Jenis-jenis sikat gigi Gambar 21. Tongue scraper

BAHAN DAN METODE


Disain penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan penelitian
Pretest Posttest Only Group Design. Subjek penelitian berjumlah 32 orang dan memenuhi kriteria
inklusi (subjek berusia 18-25 tahun, dalam kondisi sehat, dan bersedia berpartisipasi dalam
penelitian) dan eksklusi (mahasiswa yang rutin melakukan pembersihan lidah, menderita penyakit
sistemik seperti HIV, memiliki kelainan lidah seperti hairy tongue, dalam perawatan kemoterapi,
merokok, mengonsumsi antibiotik, antifungal, steroid atau obat-obatan yang mempengaruhi
sekresi saliva ).
Pengambilan sampel pada mahasiswa FKG USU dilakukan di Laboratorium Biologi Oral
FKG USU dan penanaman serta penghitungan koloni Candida spp. di Laboratorium Mikrobiologi
FK USU. Peneliti terlebih dahulu meminta kesediaan subjek berpartisipasi dalam penelitian
kemudian memberikan lembar penjelasan dan lembar persetujuan (informed concern). Subjek
diminta untuk berkumur dengan akuades dan dilakukan pengambilan sampel menggunakan kapas
lidi steril pada lidah sebelum dan setelah lidah dibersihkan dengan sikat gigi dan tongue scraper.
Setelah itu dilakukan penanaman sampel dan penghitungan koloni Candida spp. di Laboratorium
Mikrobiologi FK USU

HASIL
Setelah dilakukan pengambilan spesimen pada permukaan lidah, dilihat jumlah koloni
Candida spp. pada sampel dengan pembersihan lidah menggunakan sikat gigi dan tongue scraper
yang dikultur pada media Sabaroud Dextrose Agar (SDA) selama 48 jam pada suhu 37oC dengan
satuan CFU/plate. Data jumlah koloni Candida spp. ditabulasi dan dianalisis secara statistik
dengan uji t berpasangan dengan tingkat kemaknaan (p<0,05) untuk melihat perbandingan jumlah
koloni sebelum dan setelah dibersihkan dengan sikat gigi dan tongue scraper. Perbandingan
penurunan jumlah koloni Candida spp dianalisis dengan Mann Whitney U Test dengan nilai
kemaknaan (p<0,05).

28
Tabel 2. Data responden berdasarkan kelompok perlakuan dan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Kelompok Perlakuan Laki-laki Perempuan Total
N (%) N (%)
Sikat Gigi 8 (25) 8 (25) 16 (50)
Tongue Scraper 8 (25) 8 (25) 16 (50)
Jumlah 16 (50) 16 (50) 32 (100)

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa subjek jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada kelompok
pembersihan lidah dan sikat gigi dibagi sama rata dengan tujuan untuk menghindari bias dalam
penelitian ini.

Gambar 22. Koloni Candida spp. yang tumbuh


(A) kelompok sikat gigi sebelum perlakuan
(B) setelah perlakuan

29
Tabel 3. Jumlah koloni Candida spp.
Sikat Gigi Tongue Scraper
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
17 8 7 7
60 47 120 43
6 1 40 7
7 5 189 32
141 97 122 34
69 41 56 9
8 5 69 0
173 117 333 309
175 132 6 0
331 48 320 272
81 7 7 3
43 39 16 7
200 87 246 190
3 1 21 19
40 38 4 2
25 5 83 39

Tabel 4. Perbandingan jumlah koloni Candida spp. sebelum dan setelah penggunaan sikat gigi.
Jumlah Candida
N Mean Std.Deviation Sig.(2-tailed)
spp.
Pretest 16 86,18 93,30
0,026*
Posttest 16 42,37 10,93
Berdasarkan tabel 3, maka dapat dideskripsikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
(p<0,05) jumlah koloni Candida spp. sebelum dan setelah pemggunaan sikat gigi.

Tabel 5. Perbandingan jumlah koloni Candida spp. sebelum dan setelah penggunaan tongue scraper
Jumlah Candida
N Mean Std.Deviation Sig.(2-tailed)
spp.
Pretest 16 102,43 111,9
0,001*
Posttest 16 60,18 100,8

Berdasarkan tabel 4, maka dapat dideskripsikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
(p<0,05) jumlah koloni Candida spp. sebelum dan setelah pemggunaan tongue scraper.

Tabel 6. Perbandingan jumlah koloni penggunaan sikat gigi dan tongue scraper.
Kelompok Jumlah Mean±SD P
30
Sikat gigi 16 42,37±43,74
0,62
Tongue Scraper 16 60,81±100,84

Berdasarkan tabel 5, maka dapat dideskripsikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
(p<0,05) jumlah koloni Candida spp setelah penggunaan sikat gigi dengan tongue scraper.

PEMBAHASAN
Subjek pada penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok perlakuan dan jenis kelamin. Data
demografi pada tabel 1 menunjukkan bahwa perbandingan subjek pembersihan dengan sikat gigi
mempunyai jumlah yang sama dengan tongue scraper, yaitu delapan orang laki-laki (25%) dan
delapan orang perempuan (25%) pada kelompok sikat gigi, dan delapan orang laki-laki (25%) dan
delapan orang perempuan (25%) pada kelompok tongue scraper. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi bias dalam hasil penelitian.
Pada tabel 3 didapatkan hasil jumlah koloni Candida spp. sebelum penggunaan sikat gigi
pada lidah lebih tinggi (86,1875) dibandingkan dengan jumlah koloni Candida spp. sesudah
penggunakan sikat gigi (42,3750), sehingga penggunaan sikat gigi efektif untuk pembersihan lidah
dalam mengurangi jumlah koloni Candida spp. yang ada pada lidah
Hal tersebut sama dengan hasil penelitian yang menggunakan tongue scraper pada tabel 4,
yaitu terjadi penurunan setelah dilakukan pembersihan. Jumlah koloni Candida spp. sebelum
penggunaan tongue scraper pada lidah lebih tinggi (102,4375) dibandingkan dengan jumlah
koloni Candida spp. sesudah penggunakan tongue scraper (60,1825), sehingga penggunaan
tongue scraper efektif untuk pembersihan lidah dalam mengurangi jumlah koloni Candida spp.
yang ada pada lidah.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Hiromi Yonezawa et al (2003) yang melakukan
penelitian tentang pengaruh pembersihan lidah terhadap Candida spp. pada pasien lanjut usia di
panti jompo dengan menggunakan tongue scraper dengan metode stomastat mendapatkan hasil
terdapat penurunan yang signifikan dari jumlah Candida spp, yaitu dari 1,96 ± 0,79 menjadi 1,61
± 0,74.
Pembersihan lidah secara mekanis dapat membersihkan lendir, bakteri dan debris dari
lidah dengan mudah dan efisien. Pentingnya pembersih lidah secara mekanis untuk menjaga
kebersihan mulut. Pembersihan lidah secara mekanik juga penting untuk menjaga kesehatan
secara umum.7 Bagian anterior lidah lebih self-cleansing dan lebih sedikit akumulasi
mikroorganisme penghasil bau seperti Candida.
Berdasarkan hasil analisa uji Mann Whitney U test pada tabel 5 menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata jumlah koloni Candida spp. sesudah penggunaan
sikat gigi dan tongue scraper. Namun, kelompok penggunaan tongue scraper memiliki penurunan
jumlah koloni Candida spp. yang lebih tinggi (60,8125±100,84524) dibandingkan kelompok yang
menggunakan sikat gigi (42,3750±43,7491). Dengan demikian, tongue scraper lebih disarankan
dalam pembersihan lidah dibandingkan dengan sikat gigi. Penelitian Matsui et al (2014)

31
menyatakan bahwa pembersihan lidah dapat menurunkan jumlah mikroflora yang terdapat pada
lidah secara efisien.

KESIMPULAN
Terdapat perbedaan jumlah koloni yang signifikan Candida spp. pada lidah sebelum dan
setelah dibersihkan dengan sikat gigi p=0,026 (p < 0,05). Terdapat perbedaan jumlah koloni yang
signifikan Candida spp. pada lidah sebelum dan setelah dibersihkan dengan tongue scraper
p=0,001 (p < 0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan p=0,624 (p < 0,05) antara jumlah koloni
Candida spp. sesudah dibersihkan dengan sikat gigi dengan tongue scraper.

SARAN
Tongue scraper lebih dianjurkan dalam membersihkan lidah dibandingkan dengan sikat
gigi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah koloni Candida spp. di lidah
terhadap pembersihan lidah metode lain, terhadap subjek yang menderita kandidiasis oral, dan
penelitian terhadap mikroorganisme lain.

TUGAS LATIHAN

Pokok Bahasan : Hitung Koloni

32
Pertemuan : Minggu ke
Petunjuk : 1. Bacalah penuntun praktikum
2. Siapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk hitung koloni
3. Sediakan alat-alat yang diperlukan untuk hitung koloni

Tugas Latihan :
1. Lakukan pencatatan Penghitungan koloni
Tugas Latihan

DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK BIJI KOPI ROBUSTA TERHADAP PERTUMBUHAN


STREPTOCOCCUS MITIS

33
Tujuan: Untuk mengetahui ekstrak biji kopi memiliki daya antibakteri terhadap pertumbuhan
Streoptococcus mitis

Gambar 23. Kopi Robusta dan ekstrak Gambar 24. Streptococcus mitis mikroskopis

PENDAHULUAN
Plak dental merupakan deposit bakteri nomineral halus dan melekat dalam matriks adhesif
yang tersusun atas glikoprotein dan polimer ekstraseluler bakteri. Plak dental yang tidak
dibersihkan dapat menyebabkan karies dan penyakit periodontal, dan penyakit tersebut masih
merupakan masalah gigi dan mulut yang banyak diderita di Indonesia. Adapun bakteri yang
pertama kali melekat pada plak dental adalah bakteri Streptococcus mitis. Streptococcus mitis
adalah bakteri yang ditemukan di rongga mulut, dan merupakan bakteri initial colonizer yang
berperan sebagai penyebab terakumulasinya berbagai jenis mikroorganisme dalam proses
pembentukan plak. Plak dapat disingkirkan secara mekanis dan kimiawi. Penyikatan gigi
merupakan metode yang efektif untuk menyingkirkan plak secara mekanis, tetapi penyikatan gigi
saja tidak selalu cukup.
Banyak bahan sintetis termasuk chlorhexidin dan cetyl pyridinium chloride digunakan
secara luas oleh masyarakat untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada rongga mulut.
Tetapi sebagian besar masyarakat belum mengetahui penggunaan bahan sintetis diatas
dapat menimbulkan resistensi dari mikroorganisme di rongga mulut. Dengan demikian,
penggunaan antimikroba dengan bahan alami merupakan terapi alternatif yang dibutuhkan dan
sudah banyak diteliti untuk menghambat bakteri-bakteri patogen rongga mulut.
Sejak zaman dahulu tanaman-tanaman obat telah banyak digunakan untuk memelihara
kesehatan rongga mulut. Penelitian ilmiah dari beberapa bahan herbal telah dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan Streptococcus sp. di rongga mulut. Saat ini sesuai dengan
perkembangan zaman, terjadi peningkatan minat dari beberapa minuman stimulan yang diperoleh
dari tanaman, terutama coklat (Theobroma cacao L), kopi (Coffea Arabica L, C. canephora
Pierre) dan teh (Camellia sinesis L) yang telah menunjukkan aktivitas anti kariogenik invitro dan
invivo. Penelitian yang dilakukan oleh Ferrazano (2009) telah membuktikan tanaman kopi
mempunyai efektivitas yang dapat mencegah terjadinya pembentukan plak.
34
Sebagai bahan tanaman yang sering dikonsumsi sebagai minuman penyegar kopi robusta
juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri farmasi. Tanaman kopi ini di berbagai
negara telah dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti perawatan asma,
keracunan atropin, demam, sakit kepala, jaundice, malaria, narcosis, penyembuhan luka, dan
vertigo. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa volatil, seperti aldehida,
furfural, keton, alkohol, ester, asam format dan asam asetat.
Pemilihan jenis kopi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kopi Robusta karena
merupakan jenis kopi yang banyak dijumpai. Selain itu pada jenis Robusta kandungan senyawa
yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu kafein, asam klorogenik, dan trigonelin juga lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kopi jenis Arabika.
Konsentrasi ekstrak biji kopi robusta yang digunakan pada penelitian ini adalah 25%, 20%,
15%, 10%, 5%, dan 1%. Pemilihan konsentrasi ekstrak biji kopi robusta ini didasari oleh
penelitian yang dilakukan oleh Mehta dkk (2014). Mehta melakukan penelitian mengenai ekstrak
biji kopi robusta yang menunjukkan efektivitas yang tinggi melawan bakteri Streptococcus mitis,
Streptococcus mutans, Candida albicans, Porphyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia
pada konsentrasi 20%, 15%, 10%, 5% secara in vitro.
Antonio dkk (2012) melakukan penelitian tentang ekstrak biji kopi robusta menurunkan
yang dapat menurunkan jumlah bakteri dalam biofilm rongga mulut sebanyak 15% secara ex
vivo.10 Mengkonsumsi kopi robusta setiap hari menurut penelitian yang dilakukan oleh Oryza
(2013) tidak menunjukkan adanya perubahan atau fluktuasi tekanan darah, EKG, tes urin maupun
tes darah.
Berdasarkan uraian yang telah penulis sampaikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang KHM dan KBM ekstrak biji kopi Robusta (Coffea canephora) terhadap
pertumbuhan Streptococcus mitis.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian
posttest only control group design. Sampel pada penelitian ini adalah biakan murni Streptococcus
mitis yang diisolasi dari plak dental.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode dilusi (pengenceran) dengan
menggunakan aquabidest untuk mendapatkan berbagai konsentrasi dari ekstrak biji kopi robusta.
Pada setiap konsentrasi ekstrak kemudian ditambahkan media MHB dan suspensi Streptococcus
mitis dan diinkubasi dalam inkubator. Pengamatan konsentrasi KHM dilakukan setelah tabung
reaksi diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 oC. Tabung reaksi yang tidak
terbentuk endapan merupakan tabung yang menunjukkan efek bakteriostatis, dan konsentrasi
terendah dimana tidak terbentuk endapan adalah konsentrasi KHM. Setelah didapat konsentrasi
KHM, dilakukan subkultur dari seluruh tabung reaksi pada media Blood Agar dan diinkubasi
dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil subkultur tersebut kemudian diamati untuk
mendapatkan konsentrasi KBM. Subkultur yang tidak terdapat pertumbuhan koloni adalah

35
subkultur yang menunjukkan efek bakterisidal, dan konsentrasi terkecil dimana tidak terdapat
pertumbuhan koloni adalah konsentrasi KBM. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak
empat kali dan dihitung rata-rata konsentrasi KHM dan KBM dari ekstrak biji kopi robusta.

HASIL
Tabel 1 menunjukkan dari tiga empat pengujian, median nilai KHM dan KBM dari ekstrak
biji kopi robusta terhadap pertumbuhan Streptococcus mitis yang diisolasi di Balai Laboratorium
Kesehatan masing-masing adalah 1% dan 5%.

Tabel 7. Nilai KHM dan KBM dari biji kopi robusta terhadap pertumbuhan
Streptococcus mitis yang diisolasi di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
Nilai N Pengujian
1 2 3 4
KHM 4 1% 1% 5% 1%
KBM 4 5% 5% 10% 5%

PEMBAHASAN
Coffea canephora juga disebut kopi robusta. Nama Robusta dipergunakan untuk tujuan
perdagangan, sedang Canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini berasal dari hutan
khatulistiwa di Afrika, dari pantai Barat sampai Uganda, terbentang 10° lebar Utara dan Selatan,
dan dapat tumbuh dari permukaan laut sampai ketinggian 1.700 m. Sebagai bahan tanaman yang
sering dikonsumsi sebagai minuman penyegar kopi robusta juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri farmasi. Tanaman kopi ini di berbagai negara telah dimanfaatkan untuk
mengatasi berbagai masalah kesehatan seperti perawatan asma, keracunan atropin, demam, sakit
kepala, jaundice, malaria, narcosis, penyembuhan luka, dan vertigo. Senyawa bioaktif yang paling
penting pada kopi adalah: senyawa fenil (seperti asam klorogenik dan turunannya), metilxantin
(kafein, teofilin, dan theobromin), diterpin (termasuk cafestol dan kahweol), asam nicotin (vitamin
B3) dan prekursornya trigonelin, magnesium, dan potassium.
Kandungan dari biji kopi robusta yang memiliki sifat antibakteri adalah kafein, asam
klorogenik, dan trigonelin. Kafein memiliki sifat antibakteri karena dapat dengan mudah melewati
dinding sel bakteri, kemudian menghambat sintesis DNA, RNA, dan pembentukan protein pada
bakteri. Kemudian, DNA dan RNA bakteri yang semakin sedikit tersebut dapat mengakibatkan
aktifitas yang lebih rendah pada semua sel bakteri. Sehingga, sintesis enzim dan protein tidak
terjadi. Hasil selanjutnya dari mekanisme ini bakteri dapat lisis atau mati. 14 Mekanisme asam
klorogenik sebagai antibakteri adalah dengan masuk ke dalam sel dan merusak struktur dinding
sel bakteri yang akan menyebabkan bakteri dapat lisis atau mati. 10 Selain kafein dan asam
klorogenik terdapat juga senyawa trigonelin yang memiliki efek antibakteri yang paling efektif
dari ketiga senyawa antibakteri yang terdapat pada kopi Robusta. Senyawa trigonelin dan
turunannya yang terdapat pada ekstrak kopi Robusta memiliki daya antibakteri yang paling tinggi

36
terhadap semua bakteri patogen yang terdapat di rongga mulut. Trigonelin menghambat
pertumbuhan bakteri yaitu dengan cara menghambat pembentukan asam nikotinat yang
diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Trigonelin juga dapat menghambat sintesis enzim dan
protein yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Penelitian ini menunjukkan adanya efek bakteriostatis dan bakterisidal dari ekstrak biji
kopi robusta 1% dan 5% terhadap pertumbuhan Streptococcus mitis. Konsentrasi KHM dari
ekstrak biji kopi robusta terhadap pertumbuhan Streptococcus mitis adalah 1% dan KBM dari
ekstrak biji kopi robusta terhadap pertumbuhan Streptococcus mitis adalah 5%.
Kumarasamy (2014) meneliti tentang efek antibakteri ekstrak buah mengkudu terhadap
pertumbuhan bakteri Streptococcus mitis. Nilai KHM yang didapat pada penelitian ini adalah
62.5 μg. Selain itu Mohammed (2012) melakukan penelitian tentang ekstrak etanol jintan
hitam dan ekstrak eter jintan hitam terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mitis. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan ekstrak etanol jintan hitam memiliki efek daya antibakteri yang lebih
kuat dari ekstrak eter jintan hitam terhadap pertumbuhan Streptococcus mitis.
Selain penelitian ini, berbagai penelitian juga telah dilakukan oleh peneliti lain mengenai
daya antibakteri dari ekstrak biji kopi robusta, dan semua penelitian tersebut juga menunjukkan
adanya efek bakteriostatis dan bakterisidal dari ekstrak biji kopi robusta terhadap berbagai macam
mikroba seperti yang dilakukan oleh Mehta dkk (2014) secara in vitro ekstrak biji kopi robusta
menunjukkan efektivitas daya antibakteri yang tinggi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
mitis, Streptococcus mutans, Porphyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia melalui
metode difusi pada konsentrasi 20%, 15%, 10%, 5%. 1%. Hasil dari penelitian ini adalah ekstrak
biji kopi robusta efektif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mitis pada konsentrasi 5%.
Hasil penelitian Fardiaz (1995) menyatakan kopi robusta (Coffea robusta) memiliki efek
antibakteri terhadap bakteri Eschericia coli, Salmonella typhi, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus lactis dan
Streptococcus faecalis. Nilai KBM yang didapat untuk masing-masing bakteri adalah 7,5gr/mL,
7,5 gr/mL, 10 gr/mL, 5 gr/mL, 5 gr/mL, 2,5 gr/mL, 7,5 gr/mL, dan 7,5 gr/mL .

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak biji kopi robusta memiliki daya antibakteri yang
tinggi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mitis.

TUGAS LATIHAN

Pokok Bahasan : Hitung Koloni

37
Pertemuan : Minggu ke
Petunjuk : 1. Bacalah penuntun praktikum
2. Siapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk hitung koloni
3. Sediakan alat-alat yang diperlukan untuk hitung koloni

Tugas Latihan :
1. Lakukan pencatatan Penghitungan koloni
Tugas Latihan

38
Tugas Latihan

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Africa, Charlene; Nel, Janske; Stemmet, Megan (2014). "anaerobes and bacterial vaginosis in
pregnancy: virulence factors contributing to vaginal colonisation". International Journal of
Environmental Research and Public Health. 11 (7): 6979–
7000. doi:10.3390/ijerph110706979. ISSN 1660-4601. PMC 4113856 . PMID 25014248.
2. Bharath N, Sowmya NK, Mehta DS. Determination of antibacterial activity of green coffee
bean extract on periodontogenic bacteria like porphyromonas gingivalis, prevotella
intermedia, fusobacterium nucleatum and aggregatibacter actinomycetemcomitans: An in
vitro study. Contemporary Clinical Dentistry, 2015; 6(2): 166-9.
3. Bathla S and Bathla M. Periodontics revisited jaypee brother medical publisher (P) LTD New
Delhi. 2011: 62-73.
4. Berthelot JM, Le Goff B (Dec 2010). "Rheumatoid arthritis and periodontal disease.". Joint
Bone Spine. 77 (6): :537–541. doi:10.1016/j.jbspin.2010.04.015.
5. Carranza FA, Klokkevold PR, Newman MG,Takei HH. Carranza’s clinical
periodontology.W.B Saunders; St. Louis: 2006: 144.
6. Dermawaty, D E. Potential extract curcuma (curcuma xanthorrhizal roxb.) as antibacterials. J
Majority 2015; 4 (1): 5-11.
7. Ferrazzano GF, Amato I, Ingenito A, Antonino De N, Pollio A. Anti-cariogenic effects of
polyphenols from plant stimulant beverages (cocoa, coffee, tea). Fitoterapia, 2009; 80: 255-
62.
8. Furiga A, Lonvaud-Funel A, Dorignac G, Badet C. In vitro anti-bacterial and anti-adherence
effects of natural polyphenolic compounds onoral bacteria. Journal of Applied Microbiology,
2008; 105: 1470-6.
9. Grenier, D; Tanabe, S (2010). "Porphyromonas gingivalis gingipains trigger a
proinflammatory response in human monocyte-derived macrophages through the p38alpha
mitogen-activated protein kinase signal transduction pathway". Toxins (Basel). 2 (3): 341–
52. doi:10.3390/toxins2030341.
10. Guyodo H, Meuric V, Le Pottier L, Martin B, Faili A, Pers JO, Bonnaure-Mallet M (2012).
"Colocalization of Porphyromonas gingivalis with CD4+ T cells in periodontal
disease". FEMS Immunol Med Microbiol. 64 (2): 175–183. doi:10.1111/j.1574-
695x.2011.00877.x.
11. Hutcherson JA, Gogeneni H, Yoder-Himes D, Hendrickson EL, Hackett M, Whiteley M,
Lamont RJ, Scott DA (2015). "Comparison of inherently essential genes of Porphyromonas
gingivalis identified in two transposon sequencing libraries". Mol Oral Microbiol. 31: 354–
64. doi:10.1111/omi.12135. PMC 4788587 . PMID 26358096.
12. Irshad M, van der Reijden WA, Crielaard W, Laine ML (2012). "In vitro invasion and
survival of Porphyromonas gingivalis in gingival fibroblasts; role of the capsule". Arch.
Immunol. Ther. Exp. (Warsz.). 60: 469–76. doi:10.1007/s00005-012-0196-
8. PMID 22949096.

40
13. Jeszka-Skowron M, Zgoba-Grzeskowiak A, Grzeskowiak T. Analytical methods applied for
the characterization and the determination of bioactive compounds in coffee. Eur Food Res
Technol, 2015; 240: 19-31.
14. Jawetz M; Adelberg’s. Mikrobiologi Kedokteran. edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati Hartanto
dkk. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran ECG. Cetakan I, 2008.;
15. Kumarasamy B, Manipal S, Duraisamy P, Ahmed A, Mohanaganesh SP, Jeevika C. Role of
aqueous extract of morinda citrifolia (indian noni) ripe fruits in inhibiting dental caries-
causing streptococcus mutans and streptococcus mitis. J of Dentistry, Tehran University of
Medical Sciences, 2014; 11(6): 703-10.
16. Marsh PD, Martin VM. Oral microbiology. 5th ed. China: Elsevier, 2009: 40-3, 166-74.
17. Matsui M, Chosa N, Shimoyama Y, Minami K, Kimura S, Kishi M. Effects of tongue
cleaning on bacterial flora in tongue coating and dental plaque: a crossover. BMC Oral Health
2014; 14(1): 4.
18. Mehta VV, Rajesh G, Rao A, Shenoy R, Mithun Pai BH. Antimicrobial efficacy of punica
granatum mesocarp, nelumbo nucifera leaf, psidium guajava leaf and coffea canephora
extract on common oral pathogens: an in-vitro study. J of Clinical and Diagnostic Research,
2014; 8(7): 65-68.
19. Meuric V, Martin B, Guyodo H, Rouillon A, Tamanai-Shacoori Z, Barloy-Hubler F,
Bonnaure-Mallet M (2013). "Treponema denticola improves adhesive capacities
of Porphyromonas gingivalis". Mol Oral Microbiol. 28 (1): 40–53. doi:10.1111/omi.12004.
20.  Naito M, Hirakawa H, Yamashita A, et al. (August 2008). "Determination of the genome
sequence of porphyromonas gingivalis strain ATCC 33277 and genomic comparison with
strain w83 revealed extensive genome rearrangements in P. gingivalis". DNA Res. 15 (4):
215–25. doi:10.1093/dnares/dsn013. PMC 2575886 . PMID 18524787.
21. Nita I, Amurwaningsih M and Darjono UN. Perbedaan efektifitas ekstrak temulawak
(curucuma xanthorrhiza roxb.) dengan berbagai konstentrasi terhadap pertumbuhan candida
albicans pada plat resin akrilik kuring panas – in vitro. ODONTO Dental Journal 2014; 1 (1):
20-4.
22. Nadeem SG, Shafiq A, Hakim ST, Anjum Y and Kazm SU. Effect of growth media, ph and
temperature on yeast to hypal transition in candida albicans. Journal of Medical
Microbiology 2013; 3: 185-92.
23. Ridwansyah. Pengolahan kopi. USU Digital Library, 2003: 1-4.
24. Samaranayake L. Esential microbiology for dentistry 3rd edition. Philadelphia. Churchill
Livingstone. Elsevier. 2006:255-8.
25. Sledz W, et al. Antibacterial activity of caffeine against plant pathogenic bacteria. Biochimica
Polonica, 2015; 6(3): 605-12.
26. Tortora GJ; Funke BR and Case CL. Microbiology an introduction 10th edition. San
Francisco. Benyamin Cummings. 2010.;229-320.

41
27. Vincents, Bjarne; Guentsch, Arndt; Kostolowska, Dominika; von Pawel-Rammingen, Ulrich;
Eick, Sigrun; Potempa, Jan; Abrahamson, Magnus (October 2011). "Cleavage of IgG1 and
IgG3 by gingipain K from Porphyromonas gingivalis may compromise host defense in
progressive periodontitis". FASEB Journal. 25 (10): 3741–3750. doi:10.1096/fj.11-187799.
28. Warren Levinson. Review of medical microbiology and immunology. Ed 10th, U.S.A, The
McGraw-Hill Companies. 2008.; 110-14.
29. Widyotomo S, Mulato S. Kafein: Senyawa penting pada biji kopi. Warta Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao Indonesia, 2007; 23(1): 44-50.
30. Wilis R, Hidayati HE and Prajitno H. Efektivitas penyemprotan ekstrak temulawak (curcuma
xanthorrhiza roxb.) sebagai desinfektan mikroorganisme rongga mulut pada cetakan alginat.
Journal of Prosthodontics 2014; 5 (1): 37-44.
31. Winnier JJ, Rupesh S, Nayak UA, Reddy V, Rao AP. The comparative evaluation of the
effects of tongue cleaning on existing plaque levels in children. Int J Clin Paediatr Dent 2013;
6(3): 188-92.
32. Zahir RA, Himratul Aznita WH. Distribution of candida in the oral cavity and its
differentiation based on the internally transcribed spacer (ITS) regions of rDNA. Yeast 2013;
30(1): 13-23.

42

Anda mungkin juga menyukai