Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI KURANG 6 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKALE
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2021

HERAWATI

B. 20.03.050

PROGRAM STUDI DIPLOMA EMPAT KEBIDANAN


FAKULTAS ……
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
2021
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI KURANG 6 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKALE
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2021

HERAWATI

B. 20.03.050

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk memperoleh Gelar Sarjana Terapan Kebidanan (S.Tr.Keb)

PROGRAM STUDI DIPLOMA EMPAT KEBIDANAN


FAKULTAS ……
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
2021
PERNYATAAN SIAP UJIAN PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI KURANG 6 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKALE
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2021

Herawati
B. 20.03.005

Proposal telah disetujui oleh Tim Pembimbing untuk diajukan di hadapan Tim
Penguji Proposal

Palopo, Agustus 2021

Tim Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

DR. Hj. Nilawati Uly, S.Si., Apt., M.Kes ,….


NIDN. 0922017901 NIDN.
PERNYATAAN PERSETUJUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI KURANG 6 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKALE
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2021

Herawati
B. 20.03.005

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi dan telah dilakukan
revisi akhit serta memenuhi kriteria uji similarity sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada Program Studi Diploma IV
Kebidanan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mega Buana Palopo

Palopo, Agustus 2021

Tim Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

DR. Hj. Nilawati Uly, S.Si., Apt., M.Kes ,….


NIDN. 0922017901 NIDN.

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Yusniar, S.ST., M.Keb


NIP.
PENGESAHAN SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PEMBERIAN MP-ASI PADA BAYI KURANG 6 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAKALE
KABUPATEN TANA TORAJA
TAHUN 2021

Herawati
B. 20.03.005

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji


Pada tanggal, ………..2021

Tim Penguji

Pembimbing Utama :……. ( )

Pembimbing Pendamping : ….. ( )

Penguji :… ( )

Skripsi ini dinyatakan memenuhi salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh
gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada Program Studi Diploma IV Kebidanan
Fakultas …. Universitas Mega Buana Palopo

Palopo, ………. 2021

Ketua Program Studi, Dekan Fakultas,

………………………… …………………………………..
NIP. NIP.
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Herawati
NIM : B. 20.03.050
Program Studi : DIV Kebidanan

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi saya yang berjudul

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI Pada Bayi


Kurang 6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Makale
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2021

Adalah benar-benar karya tulisan saya sendiri, bukan merupakan hasil karya orang
lain, dalam skripsi ini tidak ada terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dan disitasi dalam naskah
skripsi serta dituliskan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan isi skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.

Palopo, ………….. 2021

Yang menyatakan

(Herawati)
ABSTRAK
KATA PENGANTAR

Segala rasa syukur yang teramat dalam, penulis panjatkan Kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa yang telah memelihara dan membimbing penulis sehingga dapat

menyelesaikan hasil penelitian ini sebagai salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan studi di Universitas Mega Buana Palopo. Hasil penelitian ini

berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI Pada Bayi

Kurang 6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Makale Kabupaten Tana Toraja

Tahun 2021”.

Selama penyusunan hasil penelitian ini, berbagai macam hambatan dan

kesulitan penulis hadapi namun atas bantuan, bimbingan dan kerjasama dari

berbagai pihak maka hambatan dan kesulitan yang dihadapi oleh penulis dapat

teratasi. Olehnya itu, perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan hati

mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR. Hj. Nilawati Uly, S.Si., Apt., M.Kes

selaku pembimbing Utama dan Ibu ………. Selaku pembimbing pendamping,

yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rahim Munir Said, SP., MM selaku Pembina Yayasan Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

2. Ibu Nilawati Uly, S.Si., Apt., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Mega Buana Palopo, yang telah memberikan kesempatan untuk

mengikuti pendidikan program Diploma IV Bidan Pendidik.


3. Ibu Nur Asphina R. Djano, SKM., MM selaku Wakil Ketua Bidang

Akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

4. Ibu Evawati Uly, S.Farm., Apt selaku Wakil Ketua Bidang Keuangan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

5. Bapak Imran Nur, S.IP., M.Si selaku Ketua Bidang Kemahasiswaan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana Palopo.

6. Ibu Wahyuni Arif, S.ST., M.Kes selaku Ketua Program Studi Diploma IV

Bidan Pendidik.

7. Bapak/Ibu dosen beserta staff Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mega Buana

Palopo atas segala bantuan yang telah diberikan.

8. Kepala Puskesmas Makale Kabupaten Tana Toraja beserta Staff atas

kesediaannya untuk mengijinkan penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan yang juga telah mendukung dan member

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih kepada segenap keluarga yang memberikan kasih sayang baik

secara moril maupun materil yang tak henti-hentinya kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini dan juga kepada teman-teman

sesama mahasiswa Universitas Mega Buana Palopo, terima kasih untuk

kebersamaan kalian baik dalam suka maupun duka sejak awal pendidikan kita

hingga pada tahap penyusunan hasil penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

sumbangsih dalam pemecahan masalah kesehatan serta menambah pengetahuan

dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, dan tenaga kebidanan pada
khususnya. Segala kritik dan saran untuk perbaikan hasil penelitian ini penulis

terima dengan ucapan terima kasih. Semoga apa yang telah diberikan kepada

penulis mendapat imbalan yang setimpal dariTuhan Yang Maha Esa.

Palopo, Agustus 2021

Penulis

Herawati
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tahapan Pemberian Makanan Pada Bayi........................ 15

Gambar 2.2 Proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD)............................... 16


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 …

Lampiran 2 …

Lampiran 3 ….

Lampiran 4 ….

Lampiran 5 ….
DAFTAR SINGKATAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa

dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu,

sebagai makanan utama bagi bayi. ASI bukan minuman, namun ASI

merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga

berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan

bayi. Secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ

pencernaan bayi bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistem

pencernaan bayi usia dini belum memiliki enzim pencerna makanan, oleh

karena itu diberikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan

minuman atau makanan apapun (Kristianto & Sulistyarini, 2013) .

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan proses transisi dari

asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat.

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak.

Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi

kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan dan

merangsang rasa percaya diri pada bayi. Pemberian MP-ASI yang cukup

dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan

perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini. ASI

1
hanya memnuhi kebutuhan gizi bayi sebanyak 60% pada bayi 6-24 bulan.

Sisanya harus dipenuhi dengan makanan lain yang cukup jumlahnya dan baik

gizinya (Nurwiah, 2017).

Dalam Nurwiah (2017) menyatakan bahwa MP-ASI diberikan kepada

bayi saat berusia lebih dari 6 bulan karena bayi pada usia ini sudah

memiliki sistem imunitas yang cukup kuat untuk melindungi dari macam

penyakit dan sistem cerna yang lebih sempurna sehingga dapat mengurangi

risiko alergi terhadap makanan. Data dari Pusat Pengembangan Gizi dan

Makanan Departemen Kesehatan, melaporkan bahwa lebih dari 50% bayi di

Indonesia mendapatkan makanan pendamping ASI pada usia kurang dari 1

bulan.

Banyaknya para ibu yang memberikan makanan pendamping ASI

kurang dari 6 bulan pada bayi saat ini dapat menyebabkan dampak negative

terhadap kesehatan bayi seperti bayi menjadi mudah terkena penyakit pada

saluran pencernaan seperti diare bahkan dapat meningkatkan angka kematian

bayi (Kristianto & Sulistyarini, 2013). Dampak negative dari pemberian

makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat

penelitian dan pengembangan gizi dan makanan selama 21 bulan diketahui

bayi yang diberikan makanan tambahan pada usia < 6 bulan lebih banyak

yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas ketimbang bayi yang diberikan

ASI saja. Semakin bertambahnya umur bayi, frekuensi terserang diare, batuk-

pilek dan panas semakin meningkat (Nurwiah, 2017).


Meskipun penelitian lainnya menunjukkan ASI eksklusif dapat

mengurangi angka kematian balita sebesar 11,6%, tetapi cakupan pemberian

ASI eksklusif masih relatif rendah secara global, seperti di Sub Sahara Afrika

yaitu 35%.3 Data tahun 2018 di Indonesia cakupan pemberian ASI eksklusif

kurang dari 6 bulan yaitu 37,3%. Dari 34 provinsi, Provinsi Sulawesi Selatan

tergolong rendah yaitu 40,0% sedangkan target nasional yaitu 80,0%.5

Berdasarkan data yang didapatkan pada tahun 2016 cakupan pemberian ASI

ekslusif terendah di kabupaten/kota Gowa (24,07%), Palopo (33,17%) dan

Jeneponto (50,20%). Rendahnya pemberian ASI eksklusif disebabkan

ketidakmampuan ibu mengatasi masalah menyusui pada periode awal karena

beberapa faktor diantaranya pekerjaan dan pendapatan (Ayulestari &

Soewondo, 2019).

Data dari Puskesmas Makale, Kabupaten Tana Toraja menunjukkan

bahwa jumlah bayi 0-6 bulan sepanjang tahun 2020 adalah 336 bayi, dan dari

Januari hingga Juli 2021 ada 244 bayi. Dari jumlah bayi 0-6 bulan tersebut

yang mendapatkan MP-ASI sebelum waktunya adalah sebanyak 119 bayi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP ASI pada bayi

kurang 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Makale, Kab. Tana Toraja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi


pemberian MP ASI pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Makale, Kab. Tana Toraja ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara peran tenaga

kesehatan, budaya/tradisi dan status ekonomi terhadap pemberian MP ASI

pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Makale, Kab. Tana

Toraja.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan peran tenaga kesehatan terhadap

pemberian MP ASI pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Makale, Kab. Tana Toraja.

b. Untuk mengetahui hubungan budaya/tradisi terhadap pemberian MP


ASI pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Makale,

Kab. Tana Toraja.

c. Untuk mengetahui hubungan status ekonomi terhadap pemberian MP

ASI pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Makale,

Kab. Tana Toraja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan

dan merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya.

2. Manfaat Institusi

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

Puskesmas Makale Kabupaten Tana Toraja dalam peningkatan

pelayanan KIA.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan informasi dalam

menyusun kebijakan dan strategi program-program kesehatan

terutama yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu dan

anak.

c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi bagi

peneliti selanjutnya untuk meneliti variabel lain yang berkaitan

dengan kunjungan balita.

3. Manfaat Praktis

Merupakan pengalaman berharga bagi penulis dalam memperluas

wawasan dan pengetahuan. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber

pengetahuan baru bagi ibu hamil.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

1. Pengertian

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau

minuman selain ASI yang mengandung nutrien yang diberikan kepada

bayi selama priode pemberian makanan peralihan (Complementary

feeding) yaitu pada saat makanan/minuman lain diberikan bersama

pemberian ASI. Mulai pemberian MP-ASI pada saat yang tepat sangat

bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh-kembang bayi

serta merupakan priode peralihan ASI Eksklusif ke makanan keluarga

(Joe, 2019).

Ariani (2008) dikutip dalam Sulistyoningsih (2012) menyebutkan

bahwa MP-ASI (makanan pendamping ASI) adalah makanan atau

minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk

memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI merupakan proses transisi dari

asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat.

Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting

untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang

bertambah pesat pada periode ini (Selvia, 2017).


Peranan MP-ASI sama sekali bukan untuk menggantikan ASI

melainkan hanya untuk melengkapi ASI. MP-ASI merupakan makanan

peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian

makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik jenis,

porsi, frekuensi, bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan usia dan

kemampuan pencernaan bayi/anak. Makanan pendamping ASI dapat

berupa bubur, tim, sari buah, biskuit. Pemberian makanan pendamping

ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan

fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode

ini (Sulistyoningsih, 2011).

2. Jenis-Jenis MP-ASI

Jenis MP-ASI diantaranya:

a. Buah-buahan yang dihaluskan / dalam bentuk sari buah. Misalnya

pisang Ambon, pepaya, jeruk, tomat.

b. Makanan lunak dan lembek. Misal bubur susu, nasi tim.

c. Makanan bayi yang dikemas dalam kaleng/ karton sachet

(Hasdianah, 2014)

3. Susu Formula

Keadaan medis khusus yang tidak memungkinkan bayi

mendapatkan ASI seperti yang dicantumkan oleh WHO dan UNICEF

(2009) sebagai Acceptable Medical Reasons for Breast-Milk substituties.

Alasan medis tersebut dapat disebabkan oleh kondisi bayi atau kondisi
ibu. Pada beberapa kondisi ASI yang diperoleh bayi dari ibunya secara

alamiah sudah terbukti tidak cukup untuk tumbuh kembangnya, yaitu

bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu, berat badan

kurang dari 1500 gram, atau bayi yang berisiko mengalami hipoglikemia,

sehingga mungkin memerlukan tambahan susu formula untuk sementara

waktu.

Jika ASI tidak diberikan, maka susu formula yang difortifikasi

dengan zat besimenjadi pilihan selanjutnya. Codex Alimentarius for infan

formula (CODEX STAN 72-1981) mendefenisikan susu formula sebagai

pengganti ASI yang secara khusus diproduksi untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupan sampai saat

mulai diberikannya Makanan Pendamping ASI (Sjarif, 2014).

Menurut Rahayu (Widodo, 2010) produk susu formula dibagi atas

menjadi dua jenis yaitu susu formula awal dan susu formula lanjutan :

a. Susu formula awal

Susu formula awal merupakan susu formula untuk memenuhi

kebutuhan bayi hingga berusia enam bulan. Susu formula awal dibagi

lagi menjadi 2 macam yaitu formula adaptasi dan formula lengkap.

Sebenarnya kedua macan susu formula awal ini dapat diberikan sejak

bayi lahir, namun perbedaannya adalah pada susu formula adaptasi

komposisi susu lebih mendekati ASI sehingga zat gizinya cukup

(tidak kurang atau lebih)dan juga lebih mudah dicerna dan tidak

memberatkan ginjal. Pada formula lengkap kandungan proteinnya


lebih banyak, tetapi komposisinya kurang sesuai dengan ASI,

mineralnya juga lebih banyak.

b. Susu formula lanjutan diperuntukkan bagi bayi enam bulansampai 36

bulan. Kandungan protein dan mineral pada susu formula lanjutan

lebih tinggi dari pada susu formula awal. Produk ini masih dapat

menunjang pertumbuhan anak jika diberikan sesuai dengan aturan

pakainya meskipun anak sulit memakan makanan tambahan.

4. Syarat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Menurut (Waryana, 2010), dalam pemberian makanan pendamping

ASI, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Memiliki nilai energy dan kandungan protein yang tinggi

b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin

dan mineral yang cukup

c. Dapat diterima oleh pencernaan bayi dengan baik.

d. Harga relative murah

e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan – bahan yang tersedia secara

lokal

f. Bersifat padat gizi

g. Kandungan serat atau bahan lain yang suka dicerna dalam jumlah

yang sedikit.
5. Pemberian MP-ASI

Pola makan pada kelompok bayi berbeda dengan orang dewasa

dikarenakan kemampuan fisiologi bayi belum berkembang secara

sempurna sehingga pola pemberian makanan pada bayi harus disesuaikan

dengan usianya. Pemberian makanan pada bayi harus diberikan secara

bertahap, baik bentuk, jenis makanan, frekuensi, ataupun jumlahnya. ASI

merupakan makanan terbaik untuk bayi, terutama di awal kehidupannya.

Usia pemberian makanan pada bayi dibedakan menjadi beberapa

kelompok, yaitu :

a. Usia 0 sampai dengan 6 bulan

Selama ibu hamil bayi banyak menerima makanan dari ibu

melalui plasenta. Setelah bayi lahir, makanan hanya didapat dari ibu

yaitu Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI harus dilakukan segera

setelah bayi lahir dalam waktu satu jam pertama. Sampai usia 6

bulan, bayi cukup mendapat asupan makanan dari ASI tanpa

ditambah makanan atau minuman lain karena ASI mengandung

semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh

kebutuhan zat gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Hal ini

dikenal dengan istilah ASI eksklusif. Hasil penelitian Widodo (2003)

menunjukkan bahwa gangguan kesehatan berupa diare, panas dan

pilek lebih banyak ditemukan pada bayi yang tidak diberi ASI

eksklusif. ASI pertama yang diberikan pada bayi disebut kolostrum.

Kolostrum ini sedikit lebih kental dan berwarna kekuningan.


Kolostrum mengandung lemak, protein, dan sistem kekebalan.

Sistem kekebalan pada bayi diperoleh dari ibunya dan tetap ada

sampai beberapa bulan setelah lahir. Beberapa hari setelah

persalinan, komposisi ASI kolostrum ini berubah menjadi komposisi

normal ASI yang disebut mature milk. Pemberian ASI dilakukan

sesering mungkin tanpa batas waktu. Biasanya dalam sehari

diberikan antara 5 sampai dengan 7 kali dengan total jumlah ASI

perhari 720 sampai dengan 960 ml, sedangkan jumlah ASI yang

diberikan untuk setiap kali bayi disusui berjumlah 100 sampai

dengan 200 ml. Kurang berhasilnya proses menyusui sangat jarang

dikarenakan gangguan hormonal, namun seringkali dikarenakan

teknik menyusui yang tidak tepat, perlekatan yang tidak benar,

durasi waktu yang tidak cukup, atau karena kondisi psikologis ibu,

serta dukungan keluarga dan tenaga kesehatan yang tidak atau

kurang mendukung (Selvia, 2017).

b. Usia 6 sampai dengan 7 bulan

Pemberian ASI diteruskan dan MPASI diberikan dalam bentuk

lumat halus karena bayi sudah bisa mengunyah. Pada usia ini, bayi

baru pertama kalinya dikenalkan dengan makanan. Makanan yang

bisa diberikan pada bayi antara lain, bubur susu yang cair terbuat

dari bahan tepung beras putih, tepung beras merah, kacang hijau, dan

tepung jagung (maizena) sebagai sumber karbohidrat. Labu kuning


yang direbus sampai matang juga boleh diberikan dalam bentuk

pure.

Contoh MPASI berbentuk halus seperti bubur susu, biskuit

yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan.

Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MPASI, misalnya pisang

lumat. Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2

sendok makan, 1 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara

tetap kemudian baru dapat diberikan jenis MPASI yang lainnya.

Berikan ASI dulu kemudian MPASI berbentuk cairan berikan

dengan sendok dan tidak meggunakan botol dan dot.Pilihlah buah-

buahan yang tidak mengandung gas, asam, dan tidak beraroma

kuat, buah yang manis lebih disarankan seperti pepaya, pisang, jeruk

manis, pir, avokad, dan melon. Sayuran yang boleh diberikan adalah

sayuran lembut seperti wortel, brokoli, bayam, labu siam, dan tomat

(Selvia, 2017).

c. Usia 7 sampai dengan 9 bulan

Pada usia ini, bayi sudah boleh diberikan makanan berprotein

seperti tempe. Makanan berprotein hewani seperti daging giling

dan telur, sebaiknya diberikan pada saat usia bayi di atas 8 bulan.

Begitu juga dengan gandum dan produk olahan dapat diperkenalkan

kepada bayi saat dia berusia 8 bulan ke atas, dikarenakan jenis

makanan tersebut mengandung gluten yang sulit dicerna oleh bayi.


Karbohidrat sebagai sumber tenaga bisa diperoleh dari beras

putih, beras merah, kentang, singkong, talas, ubi, tepung hunkwe,

dan jagung. Kacang- kacangan juga sudah boleh diberikan pada bayi,

seperti kacang merah, kacang polong, dan kacang hijau. Selain itu,

bayi juga sudah boleh diberikan produk olahan dari gandum, seperti

oatmeal, dan makanan berprotein hewani, seperti daging ayam,

daging sapi (tanpa lemak), kuning telur, dan hati ayam.

Waktu pemberian MPASI pada masa ini adalah umur 7 bulan

dapat diberikan bubur susu 1 kali, sari buah 2 kali. Umur 8 bulan

dapat diberikan bubur susu 1 kali, sari buah 1 kali dan nasi tim

saring 1 kali dan umur 9 bulan dapat diberikan bubur susu 1 kali, sari

buah 1 kali, nasi tim saring 1 kali dan ditambah telur 1 kali (Selvia,

2017).

d. Usia 9 sampai dengan 12 bulan

Pemberian MPASI pada bayi umur 10 bulan adalah dapat

diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap. Bentuk

dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur-angsur,

kemudian lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan

keluarga. Di usia ini biasanya gigi bayi sudah mulai tumbuh dan

untuk semakin merangsang pertumbuhan giginya, bayi bisa mulai

diberi makanan semi padat, seperti nasi tim. Makanannya juga sudah

boleh dibubuhi sedikit garam. Namun, sebaiknya jangan dulu untuk

gula. Biarkan bayi mencicipi rasa manis alami dari buah yang
mengandung gula sederhana. Pemberian gula pasir pada bayi bisa

menyebabkan kegemukan dan bisa merusak email gigi yang baru

tumbuh.

Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara

berangsur-angsur, kemudian lambat laun mendekati bentuk dan

kepadatan makanan keluarga. Berikan makanan selingan 1 kali

sehari dengan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi seperti

bubur kacang hijau, buah dan lain-lain. Waktu pemberian MPASI

pada umur 10-11 bulan adalah bubur susu 2 kali sehari, sari buah 1

kali dan nasi tim saring 1 kali dan berikan telur 1 kali dan umur 12

bulan adalah bubur susu 1 kali, sari buah 1 kali dan nasi tim saring 2

kali dan ditambah telur 1 kali (Selvia, 2017).

e. Usia 12 sampai 24 bulan

Pada usia ini, bayi sudah bisa menyantap nasi lunak dengan lauk

yang mirip seperti makanan untuk balita. Sayuran dan buah-buahan

yang boleh disantap menjadi lebih variatif. Telur sudah boleh

diberikan, kecuali bila dimasak setengah matang, karena telur yang

direbus setengah matang akan mudah tercemar bakteri

salmonella.Sebisa mungkin, bayi jangan diberikan makanan dari

daging olahan, seperti bakso, sosis, dan nugget, kecuali bila dibuat

sendiri. Makanan olahan tersebut banyak menggunakan sodium

sebagai pengawet dan MSG sebagai penguat rasa yang memberikan

efek kurang baik untuk pertumbuhan anak (Selvia, 2017).


Gambar 2.1. Tahapan Pemberian Makanan Pada Bayi

6. Dampak atau Risiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini

Dalam (Lailina, 2015) bayi yang mendapat MP-ASI kurang dari

empat bulan akan mengalami risiko gizi kurang lima kali lebih besar

dibandingkan bayi yang mendapatkan MPASI pada umur empat-enam

bulan setelah dikontrol oleh asupan energi dan melakukan penelitian

kohort selama empat bulan melaporkan pemberian MP-ASI terlalu dini (<

empat bulan) berpegaruh pada gangguan pertambahan berat badan bayi,

meskipun tidakberpengaruh pada gangguan pertambahan panjang bayi.

Pemberian makanan tambahan terlalu dini kepada bayi sering

ditemukan dalam masyarakat seperti pemberian pisang, madu, air tajin,

air gula, susu formula dan makanan lain sebelum bayi berusia 6 bulan.
Pemberian makanan sebelum bayi berumur 6 bulan tidak dapat

memberikan perlindungan yang besar pada bayi dari berbagai penyakit.

Hal ini disebabkan sistem imun bayi berumur kurang dari 6 bulan belum

sempurna. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini sama

saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman.

Belum lagi jika tidak disajikan secara higienis, hasil riset terakhir dari

penelitian di Indonesia menunjukan bahwa bayi yang mendapat MP-ASI

sebelum bayi berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit,

batuk-pilek, san panas dibandingkan bayi mendapat hanya ASI

eksklusif.

Adapun resiko atau dampak pemberian makanan tambahan secara

dini kepada bayi dibedakan menjadi 2 antara lain :

a. Resiko jangka pendek

Resiko jangka pendeknya adalah dapat mengurangi keinginan

bayi untuk menyusu sehingga frekuensi kekuatan dan frekuensi bayi

untuk menyusu semakin berkurang akibat produksi ASI juga

berkurang (Muhtadi, 2005). Pemberian makanan lain merugikan

bayi karena pasti nilai gizinya lebih rendah daripada ASI. Di

samping itu, pemberian sereal dan sayur-sayuran akan menghambat

penyerapan zat besi dalam ASI, dan juga dapat menyebabkan diare

jika kurang penyedian maupun pemberiannya (Selvia, 2017).


b. Resiko jangka panjang

Pemberian MP-ASI yang terlalu cepat/dini pada bayi dapat

menyebabkan gangguan pada proses menyusi, lalu dapat

menurunkan produksi ASI, dapat menimbulkan gangguan sistem

pencernaan bayi, alergi pada bayi dan meningkatnya gizi buruk

sebagai pemicu kematian pada bayi (Selvia, 2017).

Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah kelebihan berat

badan ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat. Kandungan

natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml), namun

jika masukan dari diet bayi dapat meningkat drastis jika makanan

telah dikenalkan. Konsekuensi di kemudian hari akan menyebabkan

kebiasaan makan yang memudahkan terjadinya gangguan hipertensi.

Selain itu, belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur

yang dini dapat menyebabkan alergi terhadap makanan (Nurwiah,

2017).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI

1. Peran Petugas Kesehatan

a. Defenisi Petugas Kesehatan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun

2012 mengatakan bahwa “Petugas kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, serta memiliki

pengetahuan dan/atau keterampilan melalui bidang pendidikan di


bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan”.

Petugas kesehatan merupakan sumber informasi yang paling

diandalkan oleh orang tua saat pertama kali melahirkan anak karena

memiliki peranan paling utama dalam pelayanan kesehatan dasar,

diantaranya mengurangi risiko kematian bayi saat lahir, dan

memberikan perawatan ideal paska persalinan (Retnani, 2016).

Petugas kesehatan merupakan seseorang yang dihargai dan

dihormati oleh masyarakat karena mereka berstatus sesuai dengan

tingkat pendidikannya. Perannya dalam kesehatan sangat dibutuhkan,

maka dari itu petugas kesehatan harus mampu memberikan kondisi

yang dapat mempengaruhi perilaku positif terhadap kesehatan, salah

satunya pada ibu-ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Pengaruh

tersebut tergantung pada komunikasi persuasif yang ditujukan pada

ibu, yang meliputi perhatian, pemahaman, ingatan penerima dan

perubahan perilaku. Interaksi tersebut akan tercipta suatu hubungan

yang baik untuk mendorong atau memotivasi ibu dalam melakukan

ASI eksklusif (Retnani, 2016).

b. Jenis Petugas Kesehatan

Jenis tenaga kesehatan yang berpengaruh dalam mendukung

pemberian ASI eksklusif menurut Pedoman Penilaian Tenaga

Kesehatan Teladan di Puskesmas (2012), yaitu:


1). Dokter

Bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk

melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat pada

sarana pelayanan kesehatan.

2). Perawat

Seseorang yang telah lulus pendidikan perawat, baik di

dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan yang berlaku.

3). Bidan

Wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan

lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Komitmen yang kuat dari para petugas kesehatan dalam

melakukan meningkatkan program ASI eksklusif sangat diperlukan

karena mereka yang selalu berinteraksi langsung dengan masyarakat

dan mempunyai kesempatan yang banyak untuk memberikan

penjelasan dan penyuluhan ASI eksklusif. Bila komitmen ini lemah

bahkan nyaris tidak ada, maka sulit diharapkan masyarakat untuk

memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan

(Retnani, 2016).

c. Peran Petugas Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomer 33 tahun 2012 tentang pemberian

air susu ibu eksklusif pasal 8 ayat 3 menyebutkan bahwa dalam hal di

daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya


indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan peraturan

pemerintah tersebut dapat disimpulkan bahwa petugas kesehatan yang

berperan dalam pemberian ASI eksklusif ialah dokter, bidan dan

perawat. Adapun beberapa peran petugas kesehatan yang tercantum

dalam peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012, yaitu :

1). Dalam pasal 9 ayat 1 mengenai inisiasi menyusui dini

menyebutkan bahwa petugas kesehatan dan penyelenggara

fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu

dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat

selama satu jam;

2). Dalam pasal 13 mengenai informasi dan edukasi menyebutkan

bahwa untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI Eksklusif

secara optimal, petugas kesehatan dan penyelenggara fasilitas

pelayanan kesehatan wajib memberikan informasi dan edukasi

ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota keluarga dari bayi

yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan

periode pemberian ASI Eksklusif selesai. Informasi dan edukasi

ASI Eksklusif sebagaimana yang dimaksud ialah berisikan :

a). Keuntungan dan keunggulan pemberian ASI;

b). Gizi ibu;

c). Persiapan dan mempertahankan menyusui;


d). Akibat negative dari pemberian makanan botol secara parsial

terhadap pemberian ASI;

e). Kesulitan untuk mengubah keputusan untuk tidak

memberikan ASI.

3). Dalam pasal 16 mengenai penggunaan susu formula bayi dan

produk bayi lainnya menyebutkan bahwa petugas kesehatan harus

memberikan peragaan dan penjelasan atas penggunaan dan

penyajian susu formula bayi kepada ibu dan/atau keluarga yang

memerlukan susu formula bayi, yaitu dalam kondisi :

a). Indikasi medis;

b). Ibu tidak ada;

c). Ibu terpisah dari bayi.

4). Dalam pasal 17 mengenai penggunaan susu formula bayi dan

produk bayi lainnya menyebutkan bahwa setiap petugas

kesehatan tidak diperbolehkan memberikan, menerima bantuan

serta mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi

lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI

Eksklusif kecuali pada keadaan tertentu. Sehingga, dapat

disebutkan bahwa salah satu peran petugas kesehatan

dalampemberian ASI eksklusif ialah melindungi hak ibu

menyusui untuk dapat melaksanakan program ASI Eksklusif.


Adapun peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan inisiasi

menyusui dini yang termuat dalam buku Jaringan Nasional Pelatihan

Klinik-Kesehatan (JNPK-KR) (2007) diantaranya :

1). Melatih keterampilan, mendukung, membantu dan menerapkan

IMD dan ASI;

2). Memberikan informasi manfaat ASI Eksklusif pada ibu hamil;

3). Membiarkan kontak kulit ibu-bayi setidaknya 1 jam sampai

menyusui selesai;

4). Menghindarkan memburu-buru bayi atau memaksa memasukkan

puting susu ibu ke mulut bayi;

5). Membantu ayah menunjukkan perilaku bayi yang positif saat bayi

mencari payudara;

6). Membantu meningkatkan rasa percaya dari ibu;

7). Menyediakan waktu dan suasana tenang.

Departemen Kesehatan RI (2002) tentang strategi Nasional

dalam meningkatkan pemberian ASI mengatakan bahwa peningkatan

pemberian ASI yang meliputi pemberian ASI eksklusif, menganjurkan

ibu menyusui sampai bayinya berusia 2 tahun, sengaja tidak

membuang kolostrum, merupakan salah satu upaya dalam peningkatan

sumber daya manusia. Untuk mencapai keberhasilan ASI eksklusif,

adapun 10 langkah menuju keberhasilan menyusui dengan surat

keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 450/Menkes/SK/IV/2004

tanggal 07 April 2004 adalah :


1). Mempunyai kebijakan tertulis tentang menyusui dan

dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan;

2). Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan

kebijakan menyusui tersebut;

3). Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan

manajemen menyusui;

4). Membantu ibu menyusui dini dalam 60 menit pertama persalinan;

5). Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui

meskipun ibu dipisah dari bayinya;

6). Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi

medis; melakukan kolaborasi bersama dokter, bidan, perawat dan

ibu;

7). Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu

24 jam;

8). Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi;

9). Tidak memberI dot kepada bayi;

10). Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan

merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas

pelayanan kesehatan (Retnani, 2016).

d. Peran Bidan dalam Mendukung ASI Eksklusif

Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan mempunyai peranan

yang sangat penting dan istimewa dalam menunjang pemberian ASI

dan keberhasilan menyusui. Peran bidan dapat membantu ibu untuk


memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah yang

umumnya sering dialami ibu menyusui. Berikut ini merupakan bentuk

dukungan bidan terhadap ASI eksklusif :

1). Konseling saat kehamilan. Selama hamil, ibu melakukan minimal

4 kali kunjungan ANC (Antenatal Care). Dimana setidaknya

selama 2 kali pertemuan ibu mendapat pendidikan kesehatan

tentang keuntungan ASI dan menyusu, tatalaksana menyusu yang

benar, serta Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Pertemuan pertama

bersama-sama dengan keluarga membicarakan tentang ASI secara

umum dan pertemuan kedua dengan satu keluarga membicarakan

tentang ASI secara khusus;

2). Melakukan perawatan payudara. Tujuan dari perawatan payudara

adalah melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya

saluran susu, sehingga pengeluaran ASI menjadi lebih lancer.

Perawatan payudara pada ibu hamil sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) karena dengan

perawatan payudara yang dilakukan sebelum persalinan akan

membuat payudara lebih dini dalam memproduksi ASI sehingga

ASI sudah siap pada saat bayi lahir.


Gambar 2.2. Proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

3). Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Merupakan langkah awal

keberhasilan pencapaian ASI eksklusif. IMD atau permulaan

menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah

lahir. IMD dilakukan setidaknya selama satu jam setelah lahir.

Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini ini dinamakan the

breast crawl atau merangkak mencari payudara. Hal ini

merupakan peristiwa penting dimana bayi dapat melakukan

kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat

memberikan kehangatan. IMD memang bukan untuk

mengenyangkan bayi tetapi lebih mempererat hubungan ikatan

antara ibu dan bayia serta mengajarkan bayi untuk mencari

putting susu ibunya sendiri.

4). Melakukan rawat gabung bayi dengan ibu. Rawat gabung

merupakan salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru lahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama

dalam ruangan selama 24 jam penuh. Melakukan rawat gabung

juga membantu ibu segera untuk menyusu bayinya setelah lahir.

Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka

pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan karena

hisapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk

segera mengeluarkan hormone oksitosin yang bekerja merangang

otot polos untuk memeras ASI. Pemberian ASI tidak terlepas

dengan teknik atau posisi ibu dalam menyusu. Posisi menyusu

dapat dilakukan dengan posisi berbaring miring, posisi duduk dan

posisi tidur terlentang. Dengan demikian, ibu harus sering

memberikan ASI kepada bayinya. Menyusu bayi secara tidak

terjadwal (on demand). Bayi akan menentukan sendiri

kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu

payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong

dalam 2 jam. Hal tersebut dapat menghindari bayi dari susu botol

dan dot empeng. Pemberian susu dengan botol dan kempengan

dapat membuat bayi bingung putting dan menolak manyusu atau

hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme

menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.

5). Tidak memberikan susu formula. Menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 33 Tahun 2012, tenaga dan fasilitas kesehatan dilarang

mempromosikan dan memberikan susu formula, bagi bayi yang


baru lahir. Hal ini guna mendorong bayi mendapatkan ASI

eksklusif, selama enam bulan pertama kehidupan bayi, yang saat

ini masih rendah pelaksanaannya di Indonesia. Bayi yang diberi

susu formula sangat rentan terserang penyakit, seperti infeksi

saluran pencernaan, infeksi saluran pernapasan, meningkatkan

risiko alergi, meningkatkan resiko serangan asma, menurunkan

perkembangan kecerdasan kognitif, meningkatkan risiko

kegemukan/ obesitas, meningkatkan resiko kanker pada anak,

meningkatkan risiko infeksi yang berasal dari susu formula yang

tercemar, meningkatkan kurang gizi karena pemberian susu

formula yang encer, meningkatkan risiko kematian;

6). Promosi ASI Eksklusif. Promosi tidak hanya diberikan kepada

ibu, tetapi diberikan pada keluarga dan masyarakat. Hal ini

dikarenakan seringkali keberhasilan ASI Eksklusif dipengaruhi

oleh lingkungan dan keluarga yang kurang mendukung ASI

eksklusif (Majestika, 2018).

2. Budaya/ Tradisi

a. Pengertian

Budaya merupakan cara hidup seseorang atau sekelompok

orang. Menurut Clifford Geets dalam Luddintahun 2010 budaya

adalah pola makna yang tertanam dalam simbol yang ditransmisikan

secara historis, sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan

dalam bentuk simbolik yang digunakan orang-orang untuk


berkomunikasi, bertahan hidup dan mengembangkan pengetahuan

mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya. Budaya dalam

masyarakat ditunjukan dengan perilaku, sikap, penampilan, pendapat

dan lain sebagainya yang sesuai dengan apa yang dianut atau sering

dimunculkan oleh masyarakat disekitarnya (Liza Hesti Utami, 2010).

Sosial Budaya terdiri dari dua kata, yang pertama definisi sosial,

menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia milik W.J.S

Poerwadarminta, sosial ialah segala sesuatu yang mengenai

masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka

memperhatikan kepentingan umum (kata sifat). Sedangkan budaya

dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi.

Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran

dan akal budinya yang mengandung cipta, rasa dan karsa. Dapat

berupa kesenian, pengetahuan, moral, hukum, kepercayaan, adat

istiadat ataupun ilmu (Joe, 2019).

Sedangkan menurut Moeljonotahun 2003 budaya adalah

gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora,

norma, adat istiadat, kepercayaan dan berbagai ide lain yang menjadi

satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu.

Budaya merupakan suatu pola semua susunan, baik material maupun

perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara

tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya.

Budaya di dalamnya juga termasuk semua cara yang telah


terorganisasi, kepercayaan, norma,nilai-nilai budaya implisit, serta

premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah (Liza

Hesti Utami, 2010).

b. Pengaruh budaya/ tradisi terhadap pemberian dini MP-ASI

Menurut Suharjo, adanya budaya dan kebiasaan serta sistem

sosial masyarakat terhadap makanan seperti pola makan, tabu atau

pantangan, gaya hidup, gengsi dalam mengkomsumsi jenis bahan

makanan tertentu, ataupun prestise dari bahan makanan tersebut yang

sering terjadi dikalangan masyarakat, apabila keadaan tersebut

berlangsung lama dan mereka juga belum memahami secara baik

tentang pentingnya faktor gizi dalam mengkomsumsi makanan, maka

mungkin dapat berakibat pada timbulnya masalah gizi atau gizi salah

(malnutrition). Lebih lanjut Suharjo menjelaskan, bahwa jika

dikalangan masyarakat yang terkena dampak dari sistem sosial atau

budaya makan itu berasa dari golongan individu-individu yang

termasuk rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-

anak serta orang lanjut usia, maka kondisi ini akan lebih rentan

terhadap timbulnya masalah gizi (Joe, 2019).

Faktor-faktor yang menyebabkan masih tingginya angka

pemberian MP ASI dini salah satunya adalah faktor sosial budaya

masyarakat yang masih kental. Sosial budaya adalah hal yang

komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, norma, adat


istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan yang terdapat

dalam kehidupan masyarakat.

Kebiasaan dan persepsi ibu-ibu memberikan bayinya makanan

tambahan sebelum usia enam bulan seperti bayi diberi susu kental

agar cepat gemuk, bayi diberi air tajin sebagai pengganti susu dan

bayi harus diberi pisang atau nasi agar tidak kelaparan. Kurangnya

pengetahuan ibu tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dan

dampak dari pemberian makanan tambahan sebelum bayi berusia 6

bulan (Sudaryanto, 2014).

Keyakinan atau budaya yang ada di masyarakat berpengaruh

terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Misalnya kebiasaan

membuang kolostrum susu jolong karena menganggap kotor dan

menggantinya dengan madu atau air kelapa muda. Selain itu juga

adanya anggapan bahwa memberikan susu formula pada bayi sebagai

salah satu symbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi,

terdidik dan mengikuti perkembangan zaman (Nathan & Scobell,

2012).

Alasan para ibu memberikan MP-ASI, anak rewel atau menangis

yang dianggapnya itu karena lapar serta pengaruh orang tua yang zaman

dahulu untuk memberikan makanan pendamping pada usia dini agar

tercukupi semua kebutuhan anak tersebut. Jenis MP-ASI yang diberikan

pada umumnya adalah makanan instan seperti bubur beras merah dari
hasil pabrik, pisang, nasi yang dilumat, susu formula, madu (Liza Hesti

Utami, 2010).

Pada suku- suku ataupun adat tertentu terdapat beberapa hal

yang berkaitan dengan pemberian MPASI terlalu dini,sehingga

terdapat kegagalan dalam pemberian ASI eksklusif. Sosial Budaya,

Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh

terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadhanny

(2011) terdapat beberapa budaya yang ada pada masyarakat mengenai

pemberian makanan pendamping ASI, antara lain :

1). Bayi sudah diberi nasi yang dicampur dengan pisang sebelum

bayi berumur 6 bulan;

2). Pemberian makanan pendamping ASI sebelum bayi berusia 6

bulan agar bayi cepat gemuk, dan sehat;

3). Pemberian makanan pada bayi sebelum berusia 6 bulan karena

merasa ASI tidak cukup gizinya;

4). Kebiasaan membuang colostrum susu jolong karena menganggap


kotor dan menggantinya dengan madu atau air kelapa muda;

5). Pemberian MP-ASI Dini oleh ibu juga dipengaruhi oleh faktor

sosio budaya setempat dimana terdapat kepercayaan, adat istiadat

maupun kebiasaan masyarakat setempat. Adat istiadat jawa ada

tradisi 3 bulanan dimana bayi diberikan bubur susu ataupun


pisang kerok karena bayi dianggap sudah mampu untuk menerina

MPASI saat upacara 3 bulanan tersebut. Selain itu, orang tua

memberikan MPASI dini karena menurut mereka bayi yang

sering menangis walaupun sudah diberi ASI menunjukkan bayi

masih lapar sehingga harus diberi makananan tambahan selain

ASI seperti pisang ataupun nasi yang dilumatkan. 14 Budaya

pemberian makanan pendamping ASI juga dijumpai di Desa

Peniron, yaitu pemberian jamu cekok pada saat bayi berusia 40

hari. Selain itu, pemberian pisang kerok, bubur halus, dan madu

juga sudah dilakukan sebelum bayi berusia 6 bulan (Liza Hesti

Utami, 2010).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya

Budaya dalam suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain kurangnya hubungan dengan masyarakat

lain sehingga masyarakat tidak mengenal budaya di daerah lain.

Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat. Hal ini

menyebabkan masyarakat sulit untuk mendapatkan informasi terbaru

sehingga masyarakat tetap terpaku pada budaya yang ada. Ketiga,

sikap masyarakat yang tradisional dan rasa takut akan goyahnya

kebudayaan. Sikap ini membuat masyarakat menolak pengetahuan

atau informasi yang baru dan tetap kokoh dengan kebudayaan yang

sudah ada sejak dulu (Liza Hesti Utami, 2010).

3. Status Ekonomi
Faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap pemberian makanan

pendamping ASI adalah ekonomi yang rendah yang menyebabkan kondisi

ibu kurang ideal dengan hanya memberikan ASI eksklusif. Keadaan

ekonomi rendah membuat ibu kurang mendapat informasi tentang

pentingnya pemberian ASI yang tepat serta kondisi tubuh dan asupan gizi

ibu yang kurang yang akhirnya mengkhawatirkan ibu jika hanya diberikan

ASI saja (Noor, 2009).

C. Kerangka Konsep

Hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dapat

digambarkan sebagai berikut :

Peran Tenaga Kesehatan

Pemberian MP-
Budaya/ Tradisi ASI Sebelum
Usia 6 bulan
Status Ekonomi

Keterangan :

= Variabel Dependen

= Variabel Independen
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

Tabel 2.1 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
.
1. Makanan Makanan 1.Checklist Wawancara 1. Ya : Jika ibu Nominal
Pendampi yang 2.Lembar bayi umur 0-
ng ASI diberikan Kuisioner 6 bulan
(MP-ASI) kepada bayi memberikan
sebelum makanan
usia 6 tambahan
bulan guna kepada
memenuhi bayinya
kebutuhan selain ASI.
bayi atau 2. Tidak : Jika
anak dalam ibu bayi
melengkapi umur 0-6
ASI. bulan hanya
memberikan
ASI tanpa
makanan
pendamping
kepada
bayinya.
2. Peran Salah satu 1. Checklist Wawancara: 1. Baik : Jika Nominal
Tenaga bentuk 2. Lembar 1. Melakuk tenaga
Kesehatan interaksi yang Kuisione an IMD kesehatan
dilakukan r terhadap melakukan
oleh petugas bayi semua
kesehatan yang perannya
untuk baru lahir 2. Cukup: Jika
meningkatka kepada tenaga
n motivasi ibunya kesehatan
ibu dalam 2. Memberi hanya
memberikan kan menjalanka
ASI secara informasi n sebagian
eksklusif. dan perannya.
edukasi 3. Buruk: Jika
ASI tenaga
Eksklusif kesehatan
kepada tidak
ibu menjalanka
dan/atau n perannya.
anggota
keluarga
sejak
kehamila
n hingga
periode
pemberia
n ASI
Eksklusif
selesai.
3. Memberi
kan
peragaan
dan
penjelasa
n atas
pengguna
an dan
penyajian
susu
formula
bayi
kepada
dan/atau
keluarga
yang
memerlu
kan susu
formula
bayi.
4. Melindu
ngi hak
ibu
menyusu
i untuk
dapat
melaksan
akan
program
ASI
Eksklusif
(Peratura
n
Pemerint
ah No.
33 Tahun
2012)
3. Tradisi/ Kebiasaan 1. Checklist Wawancara 1. Baik : Jika Nominal
Budaya masyarakat 2. Lembar ibu tidak
memberikan Kuisione mengikuti
makanan r tradisi/
tambahan budaya
kepada bayi memberika
sebelum n makanan
berumdur 6 tambahan
bulan. kepada
bayi
sebelum
umur 6
bulan.
2. Tidak
Baik: Jika
ibu
mengikuti
tradisi/
budaya
memberika
n makanan
tambahan
kepada
bayi
sebelum
umur 6
bulan.
4. Status Penghasilan/ 1. Checklist Wawancara 1. Pendapatan Nominal
ekonomi pendapatan 2. Lembar keluarga <
keluarga Kuisione UMR
dalam r 2. Pendapatan
sebulan. Keluarga ≥
UMR

E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis dari hasil studi pustaka untuk

dugaan atau jawaban sementara atas pertanyaan yang ada, mungkin salah atau

benar, mungkin diterima atau ditolak (Sulistyaningsih, 2011).

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Hipotesis Nul (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan pemberian

MP-ASI pada bayi kurang 6 bulan di Puskesmas Makale Kabupaten

Tana Toraja Tahun 2021;

b. Tidak ada hubungan antara tradisi/ budaya dengan pemberian MP-ASI

pada bayi kurang 6 bulan di Puskesmas Makale Kabupaten Tana

Toraja Tahun 2021;

c. Tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan pemberian MP-

ASI pada bayi kurang 6 bulan di Puskesmas Makale Kabupaten Tana

Toraja Tahun 2021.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional study yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas (variabel

independen) dan variable terikat (variabel dependen) akan dikumpulkan

dalam waktu bersamaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi pemberian MP ASI pada bayi kurang 6 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Makale, Kab. Tana Toraja.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Makale, Kabupaten Tana

Toraja.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Juli 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini37


adalah semua ibu yang memberikan MP-

ASI pada bayi sebelum usia 6 bulan di Puskesmas Makale Kabupaten

Tana Toraja sejak sebanyak 244 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmodjo, 2002 : 70).

Untuk menunjukan besarnya jumlah sampel maka peneliti berpedoman

pada pendapat Arikunto, 2006 yang menjelaskan bahwa apabila populasi

lebih dari 100 maka sampel yang diambil 10-30 %, dan apabila jumlah

kurang dari 100 maka sampel yang diambil 30-50 % dari jumlah populasi

yang ada untuk dijadikan sampel. Mengingat jumlah populasi dalam

penelitian ini sebesar 244 bayi, maka besar sampel dalam penelitian ini

menggunakan rumus sebagai berikut :

n = 30% x N

= 30/100 x 244

= 73,2
Keterangan :

N : Jumlah populasi

n : Jumlah sampel

Jadi besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 73

orang. Penelitian ini menggunakan Teknik Accidental Sampling yaitu

semua ibu yang membawa bayinya ke Posyandu pada saat penelitian

dilakukan.

D. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti

untuk mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan instrumen berupa rekam medis dan lembar kuisioner

wawancara.

E. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

data primer berupa lembar kuisioner wawancara yang telah dibuat oleh

peneliti yang terdiri dari beberapa pertanyaan.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari buku register di Puskesmas Makale

Kabupaten Tana Toraja

F. Pengolahan Data dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2009), data yang telah dikumpulkan secara

manual melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan semua data

sekunder (rekam medis) yang dikumpulkan. Dari semua data yang

dikumpulkan tidak ditemukan ketidaklengkapan pengisian, karena

pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder

langsung oleh peneliti.

b. Coding

Pada tahap ini peneliti memberi kode secara berurutan dalam

kategori yang sama pada masing-masing lembaran yang diberikan

pada responden sehingga memudahkan pengolahan data. Kode yang

digunakan pada peneliti ini adalah kode responden yang diawali

dengan 1 untuk responden pertama sampai ….. untuk responden

terakhir.

c. Transfering

Pada tahap transfering peneliti memasukkan data yang telah

dikumpulkan dari hasil kuesioner kedalam master tabel atau database

komputer. Data yang telah diberi kode di susun secara berurutan dari

responden pertama dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke

dalam tabel sesuai dengan sub variabel yang teliti.

d. Tabulating
Pada tahap ini peneliti mengelompokkan data berdasarkan

kategori yang telah dibuat pada variabel dan sub variabel yang di ukur

dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi untuk

menghitung nilai total pda setiap kolom dari tabel da data hasil

penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data dalam bentuk tabel.

G. Analisis Data

Data yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan program

komputer SPSS. Adapun jenis analisis yang dilakukan terdiri atas dua jenis,

yaitu :

1. Analisis univariat

Analisis univariat (satu variabel) bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat (dua variabel) dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi. Analisis dari hasil uji statistik

untuk melihat tingkat kemaknaan hubungan. Jenis uji yang dilakukan

adalah Uji Chi Square untuk tingkat kemaknaan sebesar ,05. Hipotesis

penelitian diterima jika nilai p value ≤ ,05 maka dapar disimpulkan

bahwa Ho ditolak dan Ha diterima atau ada hubungan antara variabel


independen dengan variabel dependen. Jika p value > ,05 maka

disimpulkan Ho diterima dan Ha ditolak atau tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapat izin dari institusi

Universitas Mega Buana Palopo untuk melakukan suatu penelitian, yang di

ajukan ke Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Tana Toraja yang

selanjutnya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja dan diteruskan ke

Puskesmas Makale Kabupaten Tana Toraja sebagai tempat penelitian. Setelah

mendapat izin barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etik yang meliputi :

1. Lembaran Persetujuan (Informend Consent)

Lembaran persetujuan ini diberikan kepada ibu bayi umur 0-6 Bulan di

wilayah kerja Puskesmas Makale sebagai responden untuk

ditandatangani, setelah ada persetujuan barulah melakukan suatu

penelitian.

2. Tanpa Nama( Anonym)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek dan hanya mencamtumkan yang telah

diperlukan sebelumnya

3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi, akan dijamin peneliti dan hanya kelompok data

tertentu yang dilaporkansebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai