Anda di halaman 1dari 140

PERENCANAAN TATA AIR IRIGASI RAWA BLOK A5 (1650

Ha) KAWASAN FOOD ESTATE DADAHUP

TUGAS AKHIR

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana
dari Institut Teknologi Bandung

Oleh :

ANDHIKA WICAKSONO SASONGKO


NIM : 15817020

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN PENGELOLAAN


SUMBER DAYA AIR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021
PERENCANAAN TATA AIR IRIGASI RAWA BLOK A5 (1650
Ha) KAWASAN FOOD ESTATE DADAHUP

TUGAS AKHIR
Oleh

ANDHIKA WICAKSONO SASONGKO


NIM : 15817020

Program Studi Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air


Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Menyetujui,
Pembimbing Tugas Akhir, Pembimbing Tugas Akhir,

Tanggal……………………….. Tanggal………………………..

Prof. Ir. Indratmo, M.Sc., Ph.D. Dr. Eng. Eka Oktariyanto Nugroho, S.T, M.T.

NIP : 195709201984031001 NIP : 111000078

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik dan Koordinator Tugas Akhir


Pengelolaan Sumber Daya Air

Dr. Eng. Arno Adi Kuntoro, S.T., M.T.


Dr. Ir. Yadi Suyadi, M.T.
NIP : 197105052006041001
NIP : 111000078
ABSTRAK
PERENCANAAN TATA AIR IRIGASI RAWA BLOK A5 (1650 Ha)
KAWASAN FOOD ESTATE DADAHUP

Oleh :

Andhika Wicaksono Sasongko


NIM : 15817020
(Program Studi Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air)

Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang sangat penting untuk


kehidupan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan
pangan juga akan meningkat. Pertambahan jumlah penduduk ini tidak
diimbangi dengan peningkatan ketersediaan pangan yang memadai. kawasan
lahan pertanian di Blok A5 Daerah Irigasi Rawa Dadahup termasuk kawasan
yang perlu untuk di rehabilitasi. Lahan pertanian di Blok A5 tidak bisa ditanami
karena tinggi muka air pasang surut di sawah tidak dapat dikendalikan.
Akibatnya lahan pertanian di Blok A5 ditinggal oleh petani selama 15 tahun.
Masalah yang terjadi diakibatkan oleh belum optimalnya infrastruktur irigasi
rawa, seperti pintu air yang belum terbangun, banyaknya sedimentasi pada
saluran primer dan sekunder, serta tidak adanya tanggul yang memadai untuk
mencegah terjadinya banjir. Untuk mengetahui ketinggian banjir eksisting
akan di modelkan dengan menggunakan perangkat lunak HEC RAS 5.0.7,
berdasarkan pengukuran tinggi muka air pada saluran dan juga hasil
perhitungan modulus drainase. Pemodelan menggunakan HEC RAS-5.0.7 juga
dilakukan untuk menganalisa hidrotopografi lahan Blok A5 seluas 1650 Ha.
Dalam rangka mengatasi masalah pada lahan pertanian perlu direncanakan
tanggul banjir pada saluran primer dan sekunder, pompa untuk mengeluarkan
kelebihan air dan juga pintu air untuk mengatur ketinggian muka air.

Kata kunci : Pasang surut, HEC-RAS 5.0.7, Muka Air

I
ABSTRACT
PLANNING OF WETLAND IRRIGATION WATER
MANAGEMENT AT BLOK A5 FOOD ESTATE AREA DADAHUP
By :

Andhika Wicaksono Sasongko


NIM : 15817020
(Program Studi Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air)

Food is a primary human need that is very important for life. With the increase
in population, the need for food will also increase. This increase in population
does not change with an increase in the availability of sufficient food. The land
area in Block A5 of the Dadaup Rawa Irrigation Area includes areas that need
rehabilitation. The land in Block A5 cannot be planted because the tidal water
level in the rice fields cannot be controlled by agriculture. The agricultural land
in Block A5 has not been occupied by farmers for 15 years. Problems that occur
are due to the lack of optimal wetland irrigation infrastructure, such as
floodgates that have not been built, the amount of sedimentation in primary and
secondary canals, and the absence of adequate embankments to prevent
flooding. To find out the existing flood height, it will be modeled using HEC
RAS 5.0.7 software, based on measurements of water level in the channel and
also the results of the calculation of the drainage modulus. Modeling using HEC
RAS-5.0.7 was also carried out to analyze the hydrotopography of Block A5
covering an area of 1650 Ha. In order to overcome the problem on agricultural
land, it is necessary to plan flood embankments in the primary and secondary
channels, pumps for excess water and also floodgate to regulate the water level.

Keyword : Tidal, HEC-RAS 5.0.7, Water Level, Wetlands

II
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR
Tugas Akhir yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada
pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi
Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi penutipan dan
peringkasan hanya dapat dilakukan seizing pengaran dan harus disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir haruslah seizing
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.

III
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat, karunia, serta berkat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
laporan tugas akhir ini dengan judul “Perencanaan Tata Air Irigasi Rawa Blok A5
(1650 Ha) Kawasan Food Estate Dadahup”. Adapun tujuan dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini adalah sebagai syarat kewajiban kelulusan mata kuliah SA-4099 Tugas
Akhir, sekaligus merupakan syarat kelulusan pendidikan Sarjana pada Program Studi
Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung.

Dalam menyusun laporan tugas akhir ini, penulis dibantu oleh banyak pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan dan mendoakan penulis.


2. Bapak Prof. Indratmo Soekarno dan Bapak Dr. Eng Eka Oktarianto Nugroho selaku
dosen pembimbing tugas akhir yang telah membimbing penulis dan memberikan
dedikasinya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir.
3. Bapak Dr. Eng Arno Adi Kuntoro selaku Ketua Program Studi Teknik dan
Pengelolaan Sumber Daya Air yang telah membantu dalam proses pengerjaan
Tugas Akhir.
4. Bapak Dr. Ir. Yadi Suryadi, M.T. selaku koordinator tugas akhir atas bimbingan
dan arahan yang diberikan terkait pedoman Tugas Akhir.
5. Ibu Dea Dedah Dahliawati, A.Md., Ibu Anggita Fazrin, A.Md., dan Bapak Gama
Prakoso Wapiyantoro selaku staf tata usaha Teknik dan Pengelolaan Sumber Daya
Air atas arahan dan kesabaran dalam pengurusan administrasi selama proses
pengerjaan Tugas Akhir.
6. Djelia Fitrniani, Imam Fahrul Islam, Rahim Mustaqim, Muhammad Iqbal, Yasyri
Nafsan Arridlo serta teman TPSDA 2017 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
selaku teman-teman yang selalu menjadi tempat diskusi saya, tempat menampung
keluh kesah dan selalu memberikan dukungan serta bantuan selama pengerjaan
Tugas Akhir.

IV
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................................... I
ABSTRACT ................................................................................................................. II
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR ........................................................ III
KATA PENGANTAR ................................................................................................ IV
DAFTAR ISI ................................................................................................................ V
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... VIII
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ X
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ XIII
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 15
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 15
1.2. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 18
1.3. Rumusan Masalah ........................................................................................ 19
1.4. Maksud dan Tujuan ...................................................................................... 19
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................. 19
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................... 20
BAB II DESKRIPSI LOKASI STUDI ....................................................................... 23
2.1. Umum ........................................................................................................... 23
2.2. Kondisi Eksisting Tata Air ........................................................................... 24
2.3. Kondisi Topografi ........................................................................................ 26
2.4. Kedalaman Gambut dan Pirit ....................................................................... 27
2.5. Kondisi Hidroklimatologi............................................................................. 28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 31
3.1 Rawa ............................................................................................................. 31
3.2 Rawa Pasang Surut ............................................................................................ 31
3.2.1. Pengaruh Pasang Surut Terhadap Jaringan Air ..................................... 33
3.3 Reklamasi Rawa ........................................................................................... 34
3.4 Potensi dan Kendala Pengembangan Irigasi Rawa Pasang Surut ................ 36
V
3.5 Pemodelan Tata Air Daerah Rawa Pasang Surut ......................................... 38
3.6 Analisis Frekuensi ........................................................................................ 39
3.7 Uji Kecocokan Distribusi ............................................................................. 41
3.8 Pengisian Data Curah Hujan Hilang............................................................. 44
3.8 Curah Huja Wilayah .......................................................................................... 45
3.8 Pintu Klep ......................................................................................................... 46
3.9 Teori Kebutuhan Air .................................................................................... 47
3.10 Modulus Drainase ..................................................................................... 48
3.11 Perencanaan Stoplog ................................................................................. 49
BAB IV METODOLOGI ............................................................................................ 51
BAB V ANALISIS HIDROLOGI .............................................................................. 55
5.1 Penentuan Daerah Tangkapan Air .................................................................... 55
5.2 Pengisian Data Hujan Kosong .......................................................................... 56
5.3 Perhitungan Curah Hujan Wilayah ........................................................... 58
5.4 Analisis Frekuensi..................................................................................... 59
5.5 Uji Derajat Kepercayaan ................................................................................... 63
5.6 Evapotranspirasi ................................................................................................ 72
5.7 Analisis Modulus Drainase ............................................................................... 72
BAB VI ANALISIS NERACA AIR ........................................................................... 74
5.2 Analisis Kebutuhan Air ................................................................................ 74
6.2.1. Penentuan Curah Hujan Efektif Dari Tanaman .................................... 74
6.2.2. Penentuan Nilai Perkolasi, Koefisien Tanaman dan WLR ................... 79
6.2.3. Kebutuhan Air ....................................................................................... 80
BAB VII ANALISIS HIDRAULIK ........................................................................... 85
7.1. Muka Air Pasang Surut Pengukuran ............................................................ 85
7.2. Kalibrasi Pemodelan ..................................................................................... 86
7.2.3 Geometri Saluran ....................................................................................... 86
7.2.4 Kondisi Batas Kalibrasi.............................................................................. 88
7.2.5 Hasil Kalibrasi ............................................................................................ 89
7.3. Analisa Hidrotopografi Eksisting ................................................................. 92
VI
7.3.1 Kondisi Batas Pemodelan .......................................................................... 93
7.3.2 Hasil Simulasi Aliran Pada Saluran Tersier ............................................... 94
7.4 Analisa Ketinggian Banjir Eksisting ................................................................. 98
7.4.1 Kondisi Batas ................................................................................................. 98
7.4.2 Hasil Simulasi Kondisi Banjir Eksisting .................................................. 100
BAB VIII PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI RAWA .................................. 111
8.1. Analisa Kesesuaian Lahan.......................................................................... 111
8.2. Perencanaan Tanggul ................................................................................. 113
8.3. Perencanaan Pintu Air ................................................................................ 122
8.3.1 Analisis Hidraulik Pintu Air .................................................................... 123
8.4 Perencanaan Stoplog ....................................................................................... 125
8.4. Perencanaan Pompa .................................................................................... 127
BAB IX RENCANA ANGGARAN BIAYA ........................................................... 129
BAB X OPERASI DAN PEMELIHARAAN ........................................................... 130
10.1. Operasi .................................................................................................... 130
10.1.1 Operasi Pompa ....................................................................................... 130
10.1.2 Operasi Pintu Air ................................................................................... 131
10.2. Pemeliharaan ........................................................................................... 131
10.2.1 Pemeliharaan Pintu Klep ........................................................................ 131
10.2.2 Pemeliharaan Pompa .............................................................................. 132
10.2.2 Pemeliharaan Tanggul............................................................................ 133
BAB XI PENUTUP .................................................................................................. 134
9.1. Kesimpulan ................................................................................................. 134
9.2 Saran ........................................................................................................... 134
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 135
LAMPIRAN .............................................................................................................. 136

VII
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Kegiatan Rehabilitasi Kawasan Food Estate (Sumber : Kementrian
PUPR) ......................................................................................................................... 16
Gambar 1.2 Lokasi Blok A5 DIR Dadahup (Sumber : Kementrian PUPR) .............. 17
Gambar 1.2 Kondisi Saluran Sekunder Blok A5 ....................................................... 18
Gambar 2.1 Lokasi Blok A5 (Sumber : Google Earth) ............................................... 23
Gambar 2.2 Peta Potensi Kawasan DIR Dadahup (Kementrian PUPR) ..................... 24
Gambar 2.3 Lokasi DIR Dadahup dan DIR Jenamas (Sumber : Hasil Analisis) ....... 25
Gambar 2.5 Peta Kedalaman Pirit DIR Dadahup (Sumber : PT. Virama Karya) ....... 27
Gambar 2.6 Peta Kedalaman Gambut DIR Dadahup (Sumber : PT. Virama Karya) . 27
Gambar 2.6 Lokasi Pos Hidrologi (Sumber : Google Earth) ...................................... 28
Gambar 3.1 Klasifikasi Hidrotopografi....................................................................... 32
Gambar 3.2 Contoh Perhitungan Curah Hujan Wilayah Metode Aljabar .................. 45
Gambar 3.3 Klasifikasi Hidrotopografi....................................................................... 46
Gambar 3.4 Grafik Hubungan Antara H dan Cd......................................................... 49
Gambar 5.1 Hasil Delineasi DTA menggunakan perangkat lunak GIS (Sumber : Hasil
Analisis) ...................................................................................................................... 55
Gambar 5.2 Hasil Luas Pengaruh Polygon Thiessen pada DTA (Sumber : Hasil
Analisis) ...................................................................................................................... 58
Tabel 5.2 Luas Pengaruh Polygon Thiessen pada DTA (Sumber : Hasil Analisis) .... 59
Gambar 4.2 Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija.................................................. 79
Gambar 4.3 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan A........................................ 83
Gambar 4.4 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan B ........................................ 83
Gambar 4.5 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan C ....................................... 84
Gambar 7.1 Fluktuasi Muka Air Saluran DIR Dadahup ............................................. 85
Gambar 7.2 Geometry Data Pada HEC-RAS 5.0.7 .................................................... 86
Gambar 7.3 Geometry Data Penampang Saluran Primer Pada HEC-RAS 5.0.7 ........ 87
Gambar 7.4 Geometry Data Penampang Saluran Primer Pada HEC-RAS 5.0.7 ........ 87
Gambar 7.5. Kondisi Batas Sambu L .......................................................................... 88
Gambar 7.6. Kondisi Batas Sambu V ......................................................................... 88

VIII
Gambar 7.7 Plan Kalibrasi Pada HECRAS 5.0.7 ....................................................... 89
Gambar 7.9 Plot Hasil Kalibrasi Cross Section Saluran Primer ................................. 90
Gambar 7.10 Plot Hasil Kalibrasi Cross Section Saluran Primer ............................... 91
Gambar 7.11 Plot Hasil Kalibrasi Ketinggian Muka Air ............................................ 91
Gambar 7.12 Kondisi Batas Sambu L ......................................................................... 93
Gambar 7.13 Kondisi Batas Sambu V ........................................................................ 94
Gambar 7.14 Kondisi Batas Sambu L1 ....................................................................... 94
Gambar 7.15 Plan Simulasi Pada HECRAS 5.0.7 ...................................................... 95
Gambar 7.16 Muka Air Saluran Primer ...................................................................... 95
Gambar 7.17 Muka Air Saluran Sekunder .................................................................. 96
Gambar 7.18 Muka Air Saluran Tersier ...................................................................... 96
Gambar 7.19 Muka Air Saluran Tersier Terhadap Waktu .......................................... 97
Gambar 7.20 Kondisi Batas Sambu L ......................................................................... 98
Gambar 7. Kondisi Batas Sambu V ............................................................................ 99
Gambar 7.22 Kondisi Batas Sambu L1 ....................................................................... 99
Gambar 7.23 Parameter Komputasi .......................................................................... 100
Gambar 7.25 Muka Air Sekunder ............................................................................. 101
Gambar 7.26 Muka Air Sekunder ............................................................................. 101
Gambar 7.27 Muka Air Sekunder ............................................................................. 102
Gambar 7.28 Muka Air Tersier ................................................................................. 110
Gambar 8.1 Skema Tata Air...................................................................................... 122
Gambar 8.2 Muka Air Saluran di Pintu Air .............................................................. 123
Gambar 8.3 Grafik Hubungan K dan h2/a ................................................................ 124

IX
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Luas Potensial dan Fungsional Kawasan Food Estate Kalimantan Tengah
(Sumber : Kementrian PUPR)..................................................................................... 16
Tabel 2.1 Lokasi Pos Hidrologi DIR Dadahup (Sumber : BBWS Kalimantan II) ..... 28
Tabel 2.2 Curah Hujan Tahunan (Sumber : Hasil Perhitungan) ................................. 29
Tabel 2.3 Suhu Rata Rata (Sumber : Hasil Perhitungan) ............................................ 29
Tabel 2.4 Kelembapan Udara Rata Rata (Sumber : Hasil Perhitungan) ..................... 30
Tabel 2.5 Lama Penyinaran (Sumber : Hasil Perhitungan) ........................................ 30
Tabel 3.1 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat ................................................... 42
Tabel 3.2 Harga Dkritis untuk Uji Smirnov-Kolmogorov.............................................. 44
Tabel 4.1 Analisa dan Keperluan Data ....................................................................... 53
Tabel 5.1 Data Curah Hujan Harian (Sumber : BBWS Kalimantan II) ...................... 56
Tabel 5.4 Analisis Frekuensi Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis)................... 60
Tabel 5.5 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis) .... 60
Tabel 5.6 Analisis Frekuensi Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis) ........... 60
Tabel 5.7 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis)
..................................................................................................................................... 61
Tabel 5.8 Analisis Frekuensi Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis) ............. 61
Tabel 5.9 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis)
..................................................................................................................................... 61
Tabel 5.10 Analisis Frekuensi Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil Analisis) .... 62
Tabel 5.11 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis) ...................................................................................................................... 62
Tabel 5.12 Analisis Frekuensi Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis) ................ 63
Tabel 5.13 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis) . 63
Tabel 5.14 X2 kritis dari Uji Chi-Square (Sumber : Buku Hidrologi Terapan) .......... 64
Tabel 5.15 Hasil Curah Hujan Rencana (Sumber : Hasil Analisis) ............................ 65
Tabel 5.16 Uji Chi-Square Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis) ...................... 65
Tabel 5.17 Uji Chi-Square Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis) ............... 65
Tabel 5.18 Uji Chi-Square Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis) ................. 66

X
Tabel 5.19 Uji Chi-Square Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil Analisis) ......... 66
Tabel 5.21 Hasil Rekapitulasi dari Uji Chi-Square (Sumber : Hasil Analisis) ........... 67
Tabel 5.23 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis) ..... 68
Tabel 5.24 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis)
..................................................................................................................................... 68
Tabel 5.25 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis) 69
Tabel 5.26 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis) ...................................................................................................................... 69
Tabel 5.27 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis) .... 70
Tabel 5.28 Hasil Rekapitulasi Uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber : Hasil Analisis) . 70
Tabel 5.30 Hasil Rekapitulasi Uji Chi-Square (Sumber : Hasil Analisis) .................. 71
Tabel 5.31 Hasil Rekapitulasi Uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber : Hasil Analisis) . 71
Tabel 6.1 Evapotranspirasi Stasiun Meteorologi Sanggu (Sumber : Hasil Analisis) . 72
Tabel 5.32 Hasil Analisa Modulus Drainase (Sumber : Hasil Analisis) ..................... 73
Tabel 4.1 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi (Sumber : Hasil Analisis) .................. 75
Tabel 4.1 Faktor Pengali Re Padi. ............................................................................... 77
Tabel 4.2 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi (Sumber : Hasil Analisis) .................. 78
Tabel 4.3 Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija (Sumber : Hasil Analisis)............ 78
Tabel 4.2 Koefisien Tanaman Padi (Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA
010, 1985) ................................................................................................................... 80
Tabel 4.3 Koefisien Tanaman Palawija. (Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program
PSA 010, 1985) ........................................................................................................... 81
Tabel 4.4 Kebutuhan Air Golongan A ........................................................................ 81
Tabel 4.5 Kebutuhan Air Golongan B ........................................................................ 81
Tabel 4.5 Kebutuhan Air Golongan B ........................................................................ 82
Tabel 7.1 Perhitungan RMSE ..................................................................................... 91
Tabel 7.2 Ketinggian Banjir Saluran Primer ............................................................. 102
Tabel 7.3 Ketinggian Banjir Saluran Sekunder......................................................... 108
Tabel 8.1 Kriteria Van den Eelaart, 1995 ................................................................. 111
Tabel 8.2 Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan (Dirjen SDA, PUPR). 112

XI
Tabel 8.3 Ketinggian Jagaan Tanggul Berdasarkan KP Irigasi 03 ........................... 114
Tabel 8.4 Ketinggian Tanggul Saluran Primer ......................................................... 114
Tabel 8.4 Ketinggian Tanggul Saluran Primer ......................................................... 118
Tabel 8.5 Lebar Jalan Inspeksi .................................................................................. 121
Tabel 8.6 Kebutuhan Pompa Drain ........................................................................... 127
Tabel 8.7 Kebutuhan Pompa Supply......................................................................... 127
Tabel 9.1 Rencana Anggaran Biaya .......................................................................... 129
Tabel 10.1 Pemeliharaan Tanggul............................................................................. 133

XII
DAFTAR LAMPIRAN

XIII
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang sangat penting untuk
kehidupan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan
juga akan meningkat. Pertambahan jumlah penduduk ini tidak diimbangi dengan
peningkatan ketersediaan pangan yang memadai. Ditambah lagi dengan adanya
penyebaran COVID-19 yang telah dinyatakan sebagai pandemi oleh negara negara
diseluruh dunia telah berdampak pada kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Untuk menghadapi kondisi krisis pangan yang terjadi akibat peningkatan jumlah
penduduk dan adanya pandemi maka harus disiapkan cadangan logistik nasional.
Oleh karena itu dilakukan pembangunan kawasan pangan terintegrasi (food estate)
untuk memenuhi kebutuhan cadangan pangan yang dikerjakan oleh pemerintah di
Kalimantan tengah.

Terdapat sekitar 165.000 Ha lahan potensial di Kalimantan Tengah yang


akan dijadikan kawasan food estate. Penentuan lahan potensial ini didasarkan pada
kondisi tanah alluvial dan tidak terdapat pada kawasan gambut tebal dengan
ketebalan lebih dari 3 meter. Dari sekitar 165.000 Ha lahan potensial tersebut,
seluas 85.000 Ha mempunyai jaringan irigasi yang sudah baik, dan sekitar 57.200
Ha lainya perlu dilakukan rehabilitasi pada jaringan irigasinya. Sedangkan sisanya
merupakan sawah yang sudah tidak dioperasikan dan sudah berubah menjadi semak
belukar sehingga perlu dilaukan pembukaan lahan (land clearing). Dengan potensi
lahan yang sangat luas memungkinkan untuk dilakukan pembangunan food estate
di Kalimantan Tengah. Terdapat 4 kawasan rawa yang akan dijadikan kawasan food
estate di Kalimantan Tengah. Berikut adalah peta kegiatan rehabilitasi dan
peningkatan kawasan food estate di Kalimantan Tengah.

15
Gambar 1.1 Peta Kegiatan Rehabilitasi Kawasan Food Estate (Sumber :
Kementrian PUPR)
Berdasarkan Kepres No. 82 tahun 1995 ditetapkan lahan Pengembangan
seluas 1.475.000 Ha yang (80%) terletak di Kabupaten Kuala Kapuas-Kalimantan
Tengah, terdiri dari 4 (empat) daerah kerja yaitu Daerah Kerja A (322.099 Ha),
Daerah Kerja B (161.460 Ha), Daerah Kerja C (560.125 Ha) dan Daerah Kerja D
(162.298 Ha). Pembagian daerah kerja atau blok tersebut berdasarkan sistem tata
air dan sumber airnya. Masing-masing blok tersebut memiliki luas potensial, luas
fungsional dan sisa luas potensial (peningkatan) dengan rincian seperti pada Tabel
1.1 dibawah ini.

Tabel 1.1 Luas Potensial dan Fungsional Kawasan Food Estate Kalimantan
Tengah (Sumber : Kementrian PUPR)

16
Salah satu Daerah Irigasi Rawa yang potensial untuk dilakukan rehabilitasi
dan dilakukan peningkatan pada lahan lahan potensialnya adalah Derah Irigasi
Rawa (DIR) Dadahup. DIR Dadahup terletak di Blok A Kabupaten Kapuas. DIR
Dadahup memiliki luas potensial sebesar 20.704 Ha dengan luas fungsional sebesar
5.840 Ha dan sisa luas yang akan di fungsionalkan sebesar 14.864 Ha.
Permasalahan yang terjadi pada DIR Dadahup adalah terjadinya banjir pada sawah
sawah warga. Sedangkan pada musim kemarau, air tidak mampu mengalir ke
pesawahan penduduk. Salah satu lahan pertanian yang mengalami banjir pada saat
musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau adalah lahan pertanian
pada Blok A5 yang terletak di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas.

Blok A5

Gambar 1.2 Lokasi Blok A5 DIR Dadahup (Sumber : Kementrian PUPR)


Berdasarkan Peta Daerah Irigasi Rawa Blok A yang dikeluarkan oleh
Kementrian PUPR diatas kawasan lahan pertanian di Blok A5 termasuk kawasan
yang perlu untuk di rehabilitasi. Lahan pertanian di Blok A5 tidak bisa ditanami
17
karena tinggi muka air di sawah tidak dapat dikendalikan. Akibatnya lahan
pertanian di Blok A5 ditinggal oleh petani selama 15 tahun. Masalah yang terjadi
diakibatkan oleh belum optimalnya infrastruktur irigasi rawa, seperti pintu air yang
belum terbangun, banyaknya sedimentasi pada saluran primer dan sekunder, serta
tidak adanya tanggul yang memadai untuk mencegah terjadinya banjir.

Gambar 1.2 Kondisi Saluran Sekunder Blok A5


Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa telah terjadi sedimentasi
yang cukup berat pada salah satu saluran sekunder sehingga kinerja saluran menjadi
tidak optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan ulang pada kawasan
pertanian Blok A5 DIR Dadahup, untuk meningkatkan produksi pangan di
Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah


1) Tergenangnya lahan pertanian Blok A5 pada musim penghujan
mengakibatkan lahan pertanian tidak dapat dimanfaatkan.
2) Terjadinya kekeringan pada lahan pertanian Blok A5 pada musim kemarau
sehingga lahan pertanian tidak dapat dimanfaatkan.
3) Kurang optimalnya kinerja saluran dikarenakan banyaknya sedimentasi
yang mengendap pada saluran irigasi.

18
1.3. Rumusan Masalah
1. Berapa ketinggian genangan yang menggenangi lahan pertanian pada
kawasan Blok A5 DIR Dadahup?
2. Berapa defisit air yang terjadi pada lahan pertanian kawasan Blok A5 DIR
Dadahup?
3. Bagaimana upaya teknis penanggulangan banjir dan kekeringan pada
kawasan pertanian Blok A5 DIR Dadahup?

1.4. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk untuk melakukan
perencanaan ulang jaringan irigasi pada lahan pertanian Blok A5 kawasan DIR
Dadahup untuk menunjang kebutuhan cadangan pangan di Indonesia.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung ketinggian banjir yang terjadi pada lahan pertanian Blok A5
DIR Dadahup.
2. Menghitung neraca air yang terjadi pada lahan pertanian Blok A5 DIR
Dadahup.
3. Merencanakan jaringan dan infrastruktur irigasi rawa yang memadai untuk
mencegah terjadinya banjir pada lahan pertanian Blok A5 DIR Dadahup.

1.5. Ruang Lingkup


1. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data sekunder berupa data topografi, data curah hujan, data
debit, data klimatologi, data peta geologi, peta ketebalan gambut dan pirit.

2. Melakukan analisis hidrologi


Melakukan analisa hidrologi sebagai berikut:
1. Membuat delineasi DAS pada perangkat lunak GIS.
2. Melakukan penyaringan data hujan dengan uji homogenitas,
keseragaman, konsistensi dan outlier.
3. Melakukan perhitungan curah hujan wilayah menggunakan Polygon
Thiessen.
19
4. Melakukan analisis frekuensi dan uji kecocokan fungsi distribusi.
5. Perhitungan curah hujan efektif.
6. Melakukan kalibrasi debit dengan debit hasil pengukuran.

3. Melakukan analisis hidraulika.


Melakukan analisis hidraulika pada lahan pertanian Blok A5 DIR Dadahup
berdasarkan muka air pasang surut dan kebutuhan drainase untuk
mengetahui kondisi banjir eksisting.

4. Melakukan analisis neraca air


Melakukan analisa neraca air dengan menghitung kebutuhan air dari pola
tanam eksisting dan dengan ketersediaan air dari perhitungan debit andalan.

5. Melakukan perencanaan jaringan irigasi rawa


Perencanaan yang dilakukan meliputi perencanaan saluran primer, sekunder
dan tersier di Blok A5, hingga perencanaan bangunan air. Perencanaan
jaringan irigasi dilakukan berdasarkan Kriteria Perencanaan (KP) Irigasi 01-
08.

6. Merencanakan Rancangan Anggaran Biaya


Penyusunan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dari tiap pekerjaan saluran
irigasi beserta bangunan airnya

1.6. Sistematika Penulisan


Bab I Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup, dan
sistematika penulisan.

Bab II Deskripsi Lokasi Studi


Berisi gambaran kondisi lokasi studi yang akan ditinjau berupa kondisi geografi,
kondisi geologi, kondisi hidroklimatologi, dan kondisi topografi.

20
Bab III Tinjauan Pustaka
Berisi pustaka yang menjadi referensi dalam pembuatan Tugas Akhir ini. Pada Bab
ini juga menjelaskan tentang teori dasar yang spesifik digunakan dalam Tugas
Akhir ini.

Bab IV Metodologi
Berisi tentang tahapan-tahapan dan metode yang akan digunakan dalam Tugas
Akhir ini. Tahapan-tahapan dijelaskan dari awal sampai menjawab semua
kebutuhan maksud dan tujuan dari Tugas Akhir ini.

BAB V Analisis Hidrologi


Berisi mengenai perhitungan hidrologi yang meliputi pengisian data curah hujan
kosong, Analisa frekuensi, uji kecocokan distribusi hingga mendapat hujan
rencana.

BAB VI Analisis Necara Air


Berisi mengenai perhitungan neraca air yang meliputi analisa kebutuhan air dari
pola tanam pada lahan pertanian dan juga analisa ketersediaan air dengan metode
NRECA

Bab VII Analisis Hidraulik


Berisi mengenai analisa hidrologi untuk memperoleh debit banjir dan juga
dilakukan analisa pasang surut untuk memperoleh muka air penting. Hasil dari
analisa debit banjir dan pasang surut akan dimasukan kedalam perangkat lunak
HEC-RAS 5.0.4 untuk memperoleh kondisi banjir eksisting.

Bab VIII Perencanaan Jaringan Irigasi Rawa


Berisi tentang proses perencanaan dan perancangan bangunan pengendali banjir
dan juga jaringan irigasi beserta bangunan airnya.

Bab X Rencana Anggaran Biaya

21
Berisi rencana besarnya anggaran biaya yang diperlukan untuk membangun solusi
teknis.

Bab XI Operasi dan Pemeliharaan


Berisi tentang operasi dan pemeliharaan yang diperlukan untuk membangun solusi
teknis.

Bab XII Penutup


Berisi tentang kesimpulan dan saran dari proses pengerjaan tugas akhir.

22
BAB II DESKRIPSI LOKASI STUDI
2.1. Umum

Gambar 2.1 Lokasi Blok A5 (Sumber : Google Earth)


Lokasi penelitian terletak pada DIR Dadahup. Blok A5 merupakan salah satu
blok yang ada di DIR Dadahup. Luas dari Blok A5 adalah sekitar 1650 Ha. Secara
Geografis DIR Dadahup terletak di Kabupaten Kapuas pada 0° 8’ 48” - 3° 27’ 00”
LS dan 1130 2’ 36” - 1140 44’ 00’’LU BT. Batas-batas wilayah Kabupaten Kapuas
secara administratif yaitu:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten
Murung Raya dan Kabupaten Barito Utara
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Barito Kuala
Provinsi Kalimantan Selatan
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau

23
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan Provinsi
Kalimantan Tengah dan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan
Selatan.
2.2. Kondisi Eksisting Tata Air
Sistem tata air makro DIR Dadahup terdiri dari beberapa macam saluran
yaitu Saluran Primer Utama (SPU) sepanjang 28 km, Saluran Primer Pembantu
(SPP) sepanjang 72.9 km, Saluran Sekunder sepanjang 82.9 km dan saluran
kolektor sepanjang 62.7 km. (BBWS Kalimantan II)

Blok A5

Gambar 2.2 Peta Potensi Kawasan DIR Dadahup (Kementrian PUPR)


Terdapat beberapa pintu air yang ada di DIR Dadahup, namun semua pintu
air tersebut hanya struktur bangunanya saja dan semua daun pintunya hilang.
Hal ini mengakibatkan tidak berfungsinya pintu air pada DIR Dadahup. Pintu
pintu air menghubungkan DIR Dadahup dengan Sungai Barito, Sungai
Kapuasmurung dan Sungai Mangkatip.

24
Saluran Primer Utama dari DIR Dadahup membawa air dari Sungai Barito
ke DIR Dadahup dan menjadi sumber utama pemberi air DIR Dadahup (Virama
Karya, 1999). Saluran Primer Utama tidak hanya mengairi DIR Dadahup saja
namun mengairi juga DIR Jenamas pada bagian utara DIR Dadahup. Namun
kondisi Saluran Primer Utama pada DIR Jenamas sudah banyak tertumpuk oleh
sedimen sehingga aliran tidak dapat mengalir secara baik ke DIR Dadahup.

DIR
Jenamas

DIR
Dadahup
Blok A5

Gambar 2.3 Lokasi DIR Dadahup dan DIR Jenamas (Sumber : Hasil Analisis)

25
2.3. Kondisi Topografi

Gambar 2.4 Peta Topografi Kawasan Food Estate (Sumber : Kementrian PUPR)

Topografi seluruh bentangan wilayah Kabupaten Kapuas relatif datar (0 -


8%), dengan ketinggian antara 0 - 500 m diatas permukaan laut. Karakteristik
wilayahnya terbagi menjadi 2 (dua) bagian dengan dua karakteristik yang
berbeda, yaitu bagian selatan merupakan dataran yang berawa-rawa, sedangkan
bagian utara berbukit-bukit. Bagian utara merupakan daerah perbukitan, dengan
ketinggian antara 100 - 500 Mdpl dan mempunyai tingkat kemiringian antara 8
– 15°., dan merupakan daerah perbukitan/penggunungan dengan kemiringan ±
15 – 40°
Pada daerah Kabupaten Kapuas yang masuk dalam kawasan lahan gambut
di bagian utara mempunyai elevasi yang cukup tinggi. Sehingga areal tersebut
menjadi kawasan lindung dan mempunyai ketebalan gambut yang tinggi dan
tidak bisa di gunakan untuk area budidaya. Sedangkan pada area tepi Sungai
Barito, Sungai Kapuas, dan Sungai Mantangan mempunyai elevasi yang tidak
terlalu tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian karena
memanfaatkan pengaruh pasang surut air laut untuk lahan pertanian.

26
2.4. Kedalaman Gambut dan Pirit

Gambar 2.5 Peta Kedalaman Pirit DIR Dadahup (Sumber : PT. Virama Karya)

Gambar 2.6 Peta Kedalaman Gambut DIR Dadahup (Sumber : PT. Virama Karya)
Berdasarkan data yang diperoleh dari BBWS Kalimantan II didapat bahwa
ketebalan gambut di DIR Dadahup Blok A5 termasuk kedalam gambut dangkal
yakni berkisar antara 0-50 cm. Sedangkan untuk kedalaman pirit pada lokasi DIR
Dadahup Blok A5 bervariasi antara 25 – 50 cm dan terdapat juga kedalaman
kurang dari 25 cm. Hal ini menandakan bahwa kedalaman pirit di Blok A5
termasuk Sedang – Dangkal.
27
2.5. Kondisi Hidroklimatologi

Gambar 2.6 Lokasi Pos Hidrologi (Sumber : Google Earth)


Daerah Irigasi Rawa (DIR) Dadahup terletak di sebelah Sungai Barito dan
dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut yang terjadi di muara sungai barito.
Terdapat beberapa pos pengamat hujan serta pos hidrologi yang terletak di
Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau yang mempunyai pengaruh
terhadap DIR Dadahup. Terdapat juga satu stasiun klimatologi terdekat dan
memiliki pengaruh terhadap DIR Dadahup yaitu Stasiun Klimatologi Sanggu.

Tabel 2.1 Lokasi Pos Hidrologi DIR Dadahup (Sumber : BBWS Kalimantan II)

Adapun berikut adalah data curah hujan tahunjan dari 4 stasiun hujan yang
berada disekitar lokasi tinjauan:

28
Tabel 2.2 Curah Hujan Tahunan (Sumber : Hasil Perhitungan)

Sedangkan untuk data iklim diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sanggu


yang disediakan oleh BMKG. Stasiun Klimatologi Sanggu terletak di Kecamatan
Pamait di Kalimantan Tengah. Berikut adalah data yang dikumpulkan dari Stasiun
Klimatologi Sanggu.

Tabel 2.3 Suhu Rata Rata (Sumber : Hasil Perhitungan)

29
Tabel 2.4 Kelembapan Udara Rata Rata (Sumber : Hasil Perhitungan)

Tabel 2.5 Lama Penyinaran (Sumber : Hasil Perhitungan)

30
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Rawa
Rawa sebagai sumber daya alam terdiri dari unsur sumber daya air, sumber
daya lahan, dan sumber daya hayati. Sebagai sumber daya alam, rawa mempunyai
karakter yang sangat beraneka ragam yang dipengaruhi oleh aspek geomorfologi,
pola genangan, dan fluktuasi pasang surut. Rawa tersebar dari dataran rendah
pasang surut sampai cekungan yang lebih tinggi, dengan jenis endapan mineral
dan/atau organik yang melingkupi dan sekaligus berperan dalam keragaman
karakter fisik/kimia sumber daya air dan sumber daya hayati, serta daya dukungnya
sebagai lahan. Sebagai sumber daya air, rawa memiliki ciri-ciri khusus jenis air,
yaitu tawar, payau, asin, dan asam.
Rawa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air
untuk keperluan sehari-hari, pertanian, permukiman, industri, serta peruntukan
lainnya, namun juga mempunyai daya rusak bila tidak dikelola secara baik. Sebagai
sumber daya hayati, rawa memiliki aneka ragam tipe ekosistem, dan habitat
berbagai flora dan fauna. Ekosistem dimaknai sebagai sistem hubungan timbal balik
antara unsur di dalam alam, baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad
renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang
saling tergantung dan saling mempengaruhi dalam suatu persekutuan hidup.
Ekosistem rawa adalah salah satu ekosistem lahan basah alami baik yang
dipengaruhi air pasang surut maupun tidak dipengaruhi pasang surut, sebagian
kondisi airnya payau, asin, atau tawar dan memiliki vegetasi unik yang sesuai
dengan kondisi airnya. Tipe ekosistem rawa yang mengandung gambut merupakan
tipe ekosistem yang mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menyimpan dan
menampung gas rumah kaca karbondioksida (CO2), yaitu gas yang berperan dalam
perubahan iklim, dibandingkan dengan seluruh tipe ekosistem lain yang ada.

3.2 Rawa Pasang Surut


Berdasarkan pengaruh luapan pasang pada lahan rawa yang telah
dikembangkan, maka lahan rawa pasang surut dibagi beberapa tipe berdasarkan
hidrotopografinya. Hidrotopografi dapat diterjemahkan sebagai
31
gambaran/hubungan elevasi relatif suatu lahan terhadap elevasi muka air di saluran
yang berfungsi sebagai elevasi muka air referensi. Secara umum beberapa aspek
yang mempengaruhi hidrotopografi yaitu:
a. Level dan fluktuasi sungai pasang surut; untuk jangka panjang pengaruh
kenaikan muka air laut akan sangat mempengaruhi fluktuasi pasang surut
air di muara
b. Peredaman (dumping) terhadap fluktuasi pasang surut disaluran. Peredaman
tergantung kepada:
• keberadaan areal yang terluapi pasang di antara sungai dan kawasan
tersebut;

• potongan melintang dan panjang saluran;

• kondisi pemeliharaan saluran;

• adanya bangunan pintu disaluran dengan ukuran yang lebih kecil


dari saluran;

• level lahan atau topografi, yang bisa saja berubah sejalan dengan
waktu karena:

• penurunan tanah ataupun oksidasi gambut;

• teknik pertanian: perataan lahan , konstruksi surjan dll

Gambar 3.1 Klasifikasi Hidrotopografi


32
Dari gambar di atas maka pembagian hidrotopografi (pada daerah rawa
yang telah dikembangkan) di jaringan irigasi rawa pasang surut dapat di bagi
menjadi 4, yaitu:

1. Kategori A (areal yang terluapi air pasang). Lahannya terluapi air pasang
sekurangnya 4 atau 5 kali selama 14 hari yaitu pada siklus pasang surut baik
dimusim hujan maupun dimusim kemarau. Arealnya kebanyakan berada di
kawasan rendah atau berdekatan dengan muara sungai;

2. Kategori B (arealnya secara periodik terluapi air pasang). Lahannya terluapi


air pasang sekurangnya 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang surut,
hanya dimusim hujan saja;

3. Kategori C (arealnya diatas elevasi muka air pasang tinggi). Lahannya tidak
bisa diluapi air pasang secara teratur walaupun pada saat air pasang tinggi.
Muka air tanah bisa saja masih dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut; dan

4. Kategori D (lahan kering). Keseluruhan lahannya berada diluar pengaruh


pasang surut

3.2.1. Pengaruh Pasang Surut Terhadap Jaringan Air


Muka air pasang harian dalam kaitannya dengan elevasi lahan, sangat
menentukan peluang terjadinya pemberian air pada lahan dan pembuangan air dari
lahan. Dengan memperhitungkan kehilangan beda tinggi di sepanjang ruas saluran
antara sungai dan lahan pertanian, agar air pada waktu pasang dapat mengalir secara
gravitasi, taraf muka air pada saat pasang di sungai harus jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan elevasi permukaan lahan. Sedangkan muka air surut harian
dan muka air rata-rata akan menentukan peluang terjadinya;
A. Drainase.
Dasar drainase yang ingin dicapai adalah muka air surut di sungai yang
terdekat. Apabila terdapat kasus dimana waktu drainase sangat pendek maka
elevasi drainase terendah berada diantara muka air surut dan muka air pasang
rata-rata. Untuk perkiraan awal dari drainabilitas, muka air pasang surut rata-rata
diasumsikan sebagai dasar drainase, dengan waktu drainase effektif adalah 2
sampai 6 jam per hari (Kementerian PU, 2005). Drainabilitas ditentukan oleh
33
kedalaman dasar drainase yang tergantung pada kondisi topografi lahan, muka
air rata-rata di saluran serta potensi kehilangan beda tinggi hidrolik dari lahan
pertanian terhadap saluran. Dengan elevasi lahan yang kebanyakan berada di
sekitar elevasi muka air pasang tinggi, semakin besar kisaran fluktuasi pasang
surutnya, semakin besar pula selisih antara elevasi lahan dengan muka air surut
dan muka air rata-rata, sehingga ini berarti peluang drainase makin baik.
B. Pengelontoran air di saluran.
Semakin besar kisaran pasang surut, semakin besar pula potensi kecepatan air
pada saluran dan semakin baik pula peluang terjadinya pengelontoran air di
saluran selama air surut, namun demikian yang harus dihindari adalah bilamana
kecepatan aliran di saluran terlalu tinggi maka dapat menyebabkan terjadinya
erosi pada tebing saluran maupun pada tanggul.
C. Pengamanan banjir.
Elevasi muka air tertinggi menentukan elevasi tanggul yang diperlukan untuk
pengamanaan banjir.
D. Intrusi air asin.
Intrusi air asin tidak dapat digunakan untuk pemberian air bagi tanaman dan
air baku untuk air minum. Untuk kasus khusus, air asin dapat digunakan untuk
menggantikan air yang sudah sangat masam di lahan (Kementerian PU, 2005).
Air payau masih dapat digunakan untuk penggelontoran saluran jika air segar
tidak tersedia (Kementerian PU, 2005).
E. Kualitas Air.
Kualitas air sungai yang berada di kasawan pasang surut umumnya memenuhi
kelayakan sebagai air irigasi untuk tanaman selagi tidak terjadi intrusi air asin
pada daerah tersebut. Ketika kualitas air di saluran tercemari, seperti pH rendah,
kandungan bahan organik tinggi dan airnya berwarna kehitam-hitaman, dalam
kondisi ini air dibatasi penggunaanya hanya untuk keperluan penggelontoran
saluran.

3.3 Reklamasi Rawa


Reklamasi rawa adalah usaha pemanfaatan sumber daya air rawa untuk
meningkatkan fungsi dan manfaat rawa melalui teknologi hidraulik bagi keperluan
34
kebutuhan manusia (Departemen PU, 2008b; Noor, 2004). Keberagaman sifat dan
watak baik tanah maupun lingkungan fisik lainnya seperti topografi, iklim, tata air,
kualitas air, kedalaman pirit, ketebalan gambut, dan komiditas yang dikembangkan,
memberikan konsekuensi untuk suatu sistem pengelolaan air, tanah, dan tanaman
dalam skala lokal (Noor, 2001). Diperlukannya pendekatan skala lokal ini
berhubungan erat dengan sifat dan watak rawa yang spesifik, tidak seragam, dan
tidak serba sama (Notohadiprawiro, 1996b).
Permasalahan yang muncul dalam pengembangan lahan rawa melalui
reklamasi tata air berkenaan dengan munculnya perubahan akibat proses fisika,
kimia, dan biologi. Reklamasi dimaksudkan untuk memberikan peluang terjadinya
oksidasi atau memacu proses perombakan atau pematangan tanah, namun jika
oksidasi terjadi terlalu cepat akan berakibat fatal bagi pertumbuhan tanaman (Noor,
2001). Dalam melakukan reklamasi perlu diperhatikan beberapa aspek teknis
jaringan saluran tata air yang harus diikuti untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
aspek tersebut antara lain (Hardjoso & Darmanto, 1996):
1. aspek hidrologi (intensitas curah hujan harus cukup untuk menjamin
ketersediaan air di lahan dan mampu mempercepat proses pencucian lahan),
2. aspek gerakan air (wilayah pengembangan sebaiknya tidak terkena intrusi
air asin dan masih termasuk wilayah jangkauan air pasang secara memadai),
3. aspek hidrotopografi (data topografi yang akurat harus cukup tersedia untuk
mendukung penentuan tipe hidrotopografi lahan menurut kondisi pada saat
pasang dan surut sehingga membantu dalam penentuan tata guna lahan dan
realisasi saluran),
4. aspek mutu air (mutu air sebaiknya memenuhi syarat sebagai sumber air
minum, pengairan dan sebagai pencucian lahan pertanian),
5. aspek ketebalan gambut (sesuai dengan kebutuhan jenis komoditas dan pola
tanam yang akan dikembangkan, maka ketebalan gambut yang disarankan
< 2 m). Ketebalan gambut ini mempengaruhi kematangan dan kesuburan
tanahnya,
6. aspek tata guna saluran (ketentuan tinggi genangan, lama genangan,
kecepatan aliran, dan dimensi saluran ditentukan sesuai dengan kebutuhan
pola tanam). Dari aspek-aspek yang perlu diperhatikan di atas, tidak semua

35
aspek selalu dapat terpenuhi sepanjang waktu pengelolaan. Kenyataan di
lapangan menunjukkan, misalnya pada aspek hidrologi khususnya yang
berhubungan dengan intensitas curah hujan tidak selalu terjamin dapat
memenuhi kebutuhan tanaman, terutama pada musim kemarau. Penyediaan
air pada musim kemarau diharapkan dapat diperoleh melalui pasokan air
dari hulu sungai.

3.4 Potensi dan Kendala Pengembangan Irigasi Rawa Pasang Surut


Berdasarkan PP No. 73 Tahun 2013 tentang Rawa, rawa merupakan salah
satu sumber daya air. Sebagai sumber daya air, rawa merupakan salah satu sumber
daya alam yang potensial bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga potensi yang ada
pada lahan rawa perlu dilestarikan dan dikembangkan atau ditingkatkan fungsi dan
manfaatnya. Potensi pemanfaatan lahan rawa selain ditunjukkan untuk
pengembangan (ekstensifikasi) lahan pertanian yang produktif, berfungsi pula
sebagai sumber daya alam (lahan dan air) serta sebagai lahan konservasi.
Daerah rawa pasang surut di Indonesia umumnya terletak pada daerah
beriklim hujan tropis dengan temperatur, kelembaban udara, dan curah hujan yang
tinggi. Temperatur harian rata-rata berkisar antara 25℃ sampai 30℃. Kelembaban
udara umumnya lebih dari 80%. Besarnya evapotranspirasi bervariasi antara 3,5
mm/hari sampai 4,5 mm/hari. Curah hujan tahunan rata-rata pada sebagian besar
daerah rawa berkisar antara 2.000 mm sampai 3.000 mm. Berdasarkan potensi
curah hujan dan iklim 18 yang terjadi di daerah rawa pasang surut, maka sebagian
besar daerah rawa pasang surut di Indonesia berpeluang ditanami padi dua kali
setahun (Menteri PUPR, 2015).
Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas totalnya sekitar 162,4 juta ha,
terdiri dari daerah rawa seluas 33,4 juta Ha (20,56%), dan lahan kering seluas 129
juta Ha (79,44%). Daerah rawa seluas 33,4 juta Ha tersebut tidak termasuk daerah
rawa yang ada di Pulau Jawa. Luas rawa tersebut tersebar di sepanjang pantai Pulau
Sumatera seluas 9,37 juta Ha, Pulau Kalimantan seluas 11,71 juta Ha, Pulau
Sulawesi 1,79 juta Ha, dan Pulau Papua 10,52 juta Ha. Sekitar 60% (20 juta Ha)
dari daerah rawa tersebut diantaranya merupakan daerah rawa pasang surut

36
(Kementerian PU, 2008) dan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan
pertanian sekitar 9,5 juta Ha (Noor, 2004).
Kegiatan pengembangan rawa sendiri terdapat hambatan atau kendala
dalam pelaksanaannya. Ada beberapa aspek yang menghambat pengembangan
lahan rawa antara lain aspek air (tata air, banjir, kekeringan, pH, salinitas, dll.),
aspek tanah (pirit, gambut, mudah tumbuh gulma, miskin unsur hara, dll.), aspek
sosial budaya ekonomi (permukiman, pemasaran, penggarap, sarana transportasi,
keterbatasan modal, keterisolasian, dll.), dan aspek lingkungan (Sjarief, 2006).
Adapun penjelasan mengenai aspek air sebagai berikut:

a. Tata Air Berbeda halnya dengan lahan usaha tani di daerah tinggi dimana
sistem tata airnya mudah diatur dengan menggunakan gaya gravitasi, pada
daerah rawa tata airnya sangat tergantung dengan tinggi muka air pasang surut.
Daerah rawa yang umumnya relatif datar hanya mampu diairi dengan
mengandalkan perbedaan tinggi muka air saat pasang dan membuang air saat
surut.

b. Banjir Pada saat musim hujan kelebihan air tidak dapat dibuang karena
topografi lahan rawa yang relatif datar dan pada umumnya elevasi lahan berada
di bawah elevasi muka air sungai sehingga sulit untuk membuang air kelebihan,
terutama saat muka air laut naik.

c. Kekeringan Kekeringan dijumpai di lahan rawa pasang surut tipe C dan D.


Semakin jauh dari sungai maka semakin besar kemungkinan untuk mengalami
kekeringan. Adanya aktifitas pembuatan saluran tanpa perencanaan yang tepat
dapat berakibat terjadinya 19 pembuangan air yang belebih (overdrain),
sehingga terjadi penurunan muka air tanah yang tidak terkendali.

d. pH Derajat keasaman pH air di lahan rawa umumnya sangat tinggi yaitu kurang
dari 4,5. Dengan derajat keasaman yang tinggi, lahan sulit untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian terutama untuk budidaya padi. Musim kemarau
penduduk di lahan rawa kesulitan air bersih, karena air dengan kondisi asam
tidak layak untuk dikonsumsi.

37
e. Salinitas Lahan rawa yang termasuk dalam tipe hidrotopografi A biasanya
dekat dengan sungai atau laut, daerah ini cocok untuk dikembangkan menjadi
lahan budidaya padi. Namun demikian pada musim kemarau intrusi air laut
mempengaruhi sumber air di daerah ini. Pada saat musim kemarau debit dari
hulu sungai yang mengairi lahan rawa ini menjadi kecil sehingga tidak mampu
melawan dorongan pasang air laut dan terjadi intrusi.

Selain kendala dan hambatan di atas, pada daerah rawa yang merupakan
daerah marginal juga terdapat permasalahan dari aspek lingkungan, dimana
terjadinya perubahan lingkungan dengan cepat akan menimbulkan masalah seperti
hama, gulma, dan penyakit manusia. Masalah lain mengenai penyediaan air tawar,
operasional dan pemeliharaan, jaringan irigasi/drainase (infrastruktur pengelolaan
hidrolik), juga merupakan permasalahan yang terdapat pada daerah rawa (Kodoatie,
2006). Hambatan dan kendala pada aspek-aspek di atas terutama menyangkut aspek
teknis sebetulnya dapat diatasi dengan pengembangan daerah rawa sesuai dengan
tahapantahapan pengembangan dan pengelolaan air yang baik. Tata air yang baik
dapat dilakukan dengan pengendalian muka air tidak hanya mengandalkan muka
air laut semata melainkan perlu dibangun bangunan pengendali seperti pintu air.
Hal ini dimaksudkan dengan dilakukan pengelolaan air yang baik, maka akan
diperoleh tata air yang baik pula pada lahan rawa sebagai lahan budidaya pertanian.

3.5 Pemodelan Tata Air Daerah Rawa Pasang Surut


Aliran pada daerah rawa yang dipengaruhi pasang surut air laut merupakan
aliran tidak tetap dengan salah satu cirinya yaitu merupakan aliran dua arah, yaitu
masuk dan keluar. Pemodelan tata air daerah rawa pasang surut ini dapat
memanfaatkan model matematik aliran satu dimensi atau dua dimensi dengan
menggunakan program (software) yang siap pakai. Salah satunya adalah model
matematik dengan program HEC-RAS. HEC-RAS merupakan program aplikasi
yang dipergunakan untuk memodelkan aliran air di sungai, River Analysis System
(RAS), yang dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan
satu divisi di dalam Institute for Water Resources (IWR) di bawah US Army Corps
of Engineers (USACE).

38
Dengan menggunakan model HEC-RAS ini dapat dilakukan analisis
jaringan saluran yang kompleks termasuk bangunan-bangunan kontrolnya yang
memasukkan kondisi batas berupa curah hujan yang jatuh di lahan dan gerakan
muka air di outlet dan inlet.

Data-data masukan yang dibutuhkan untuk melakukan simulasi dengan


HEC-RAS antara lain skema jaringan, topografi lahan, simpul (node), tampang
panjang dan lintang saluran, ruas saluran, bangunan air, kondisi batas (data debit
dan data pasang surut) dan kondisi awal. Karakteristik hidraulika aliran di daerah
rawa yang dipengaruhi oleh pasang surut merupakan tipe aliran tidak tetap
(unsteady flow) dimana dengan menggunakan program ini dapat diketahui
kedalaman dan kecepatan aliran pada masing-masing cross section yang berubah
menurut waktu. Perhitungan pemodelan aliran dilakukan dengan berdasar pada
persamaan kontinuitas dan momentum seperti yang telah dijelaskan pada
pembahasan terdahulu. Program HEC-RAS yang digunakan ini adalah HEC-RAS
5.0.3.

3.6 Analisis Frekuensi


Dalam menganalisis frekuensi curah hujan berdasarkan data pada stasiun hujan
tinjauan ada beberapa metode diantaranya Metode Normal, Metode Log Normal,
dan Metode Gumbel. Metode-metode tersebut bersifat empiris, yang artinya
perhitungan dilakukan dengan mengacu pada data hujan historis.
1. Metode Normal
Rumus untuk menghitung analisis frekuensi dengan Metode Normal adalah
sebagai berikut:

𝑋𝑇 = 𝑋 + (𝐾𝑇 𝑥 𝑆)

∑𝑛𝑖=1 (𝑋𝑖 − 𝑋)2


𝑆= √
𝑛−1

Dimana:

XT adalah curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm)


𝑋 adalah nilai rata - rata dari data hujan (mm)

39
𝐾𝑇 adalah faktor frekuensi tergantung dari periode ulang T tahun
𝑆 adalah standar deviasi dari data hujan
𝑋 adalah curah hujan maksimum (mm)
n adalah jumlah data hujan

2. Metode Log Pearson Tipe III


Rumus untuk menghitung analisis frekuensi dengan Metode Log Pearson Tipe
III adalah sebagai berikut:

𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑇 =𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋 + (𝐺 𝑥 𝑆)

3
𝑛𝑥 ∑ (𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖 −𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋)
𝐶𝑠 =
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑆 3
1 𝑖=𝑛 4
∑𝑖=1 (𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖 −𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋)
𝐶𝑘 = 𝑛
𝑆4
𝑆
𝐶𝑣 =
𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖

∑𝑖=𝑛
𝑖=1 (𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋𝑖 −𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑋) 2
𝑆=
𝑛−1
𝑋𝑇 = 10𝑙𝑜𝑔𝑋𝑇

Dimana:

Log XT adalah logaritma curah hujan dengan periode ulang T tahun


Log 𝑋 adalah logaritma nilai rata - rata dari data hujan
Log 𝑋𝑖 adalah logaritma nilai data hujan tahun ke i
G adalah faktor frekuensi tergantung dari koefisien kemencengan pada
periode ulang T tahun
S adalah logaritma standar deviasi dari data hujan
Cs adalah koefisien kemencengan tergantung jumlah data hujan
Ck adalah koefisien kurtosis
Cv adalah keragaman sample (variasi)
X adalah curah hujan maksimum (mm)
n adalah jumlah data hujan
40
XT adalah curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm)

3. Metode Gumbel
Rumus untuk menghitung analisis frekuensi dengan Metode Gumbel adalah
sebagai berikut:

𝑋𝑇 = 𝑋 + (𝑘 𝑥 𝑆)

𝑌𝑡 − 𝑌𝑛
𝑘=
𝜎𝑛

∑𝑛𝑖=1 (𝑋𝑖 − 𝑋)2


𝑆= √
𝑛−1

XT adalah curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm)


𝑋 adalah nilai rata - rata dari data hujan (mm)
𝑘 adalah faktor frekuensi tergantung dari periode ulang T tahun
𝑆 adalah standar deviasi dari data hujan
𝑋 adalah curah hujan maksimum (mm)
𝑛 adalah jumlah data hujan
Yt adalah reduced variate
Yn adalah reduced mean
𝜎𝑛 adalah reduced standard deviation
3.7 Uji Kecocokan Distribusi
Setelah data curah hujan dianalisis frekuensi lalu dilakukan uji kesesuaian sebaran.
Untuk menguji suatu sebaran data curah hujan, maka metode uji sebaran yang
digunakan yaitu Metode Uji Chi Kuadrat (Chi Square Test) dan Metode Smirnov-
Kolomogrov.

1. Metode Uji Chi Kuadrat (Chi Square Test)


Digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal, apakah distribusi
frekuensi pengamatan dapat diterima oleh distribusi teoritis. Uji ini dilakukan

41
berdasarkan perbedaan antara nilai-nilai yang diharapkan atau yang diperoleh
secara teoritis. Tahapan pengujian pada metode ini adalah sebagai berikut:

● Perhitungan jumlah kelas


𝐾 = 1 + 3,322 𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 𝑛
Dimana:
K adalah jumlah kelas
n adalah jumlah data
● Perhitungan derajat kebebasan (DK)
𝐷𝐾 = 𝐾 − (𝑃 + 1)
Dimana:
DK adalah derajat kebebasan
K adalah jumlah kelas
P adalah parameter hujan (P = 1)
● Penentuan nilai X2Cr berdasarkan derajat kebebasan (DK) dan taraf
signifikansi (X) berdasarkan tabel
Tabel 3.1 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat

42
(Sumber: SNI Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana)
● Perhitungan nilai yang diharapkan (Ei)

Dimana:
Ei adalah nilai yang diharapkan
K adalah jumlah kelas
n adalah jumlah data
● Perhitungan X2Cr

(𝐸𝑖 − 𝑂𝐹)2
𝑋 2 𝐶𝑟 = ∑
𝐸𝑖

Dengan :
Cr adalah koefisien skewness
X adalah taraf signifikansi
Ei adalah nilai yang diharapkan
OF adalah nilai yang diamati
● Perbandingan nilai X2Cr pada tabel dan pada hasil perhitungan
𝑋 2 𝐶𝑟 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 < 𝑋 2 𝐶𝑟 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

2. Metode Uji Smirnov-Kolmogorov


Uji ini digunakan untuk menguji simpangan horisontal, yaitu selisih atau
simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (Dmaks). Kriteria
pengujian ini memenuhi apabila Dmaks < Dkritis. Harga Dmaks dapat dicari dengan
persamaan:
𝐷𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐼 𝑃(𝑇) − 𝑃(𝐸)𝐼

Dimana:

Dmaks adalah selisih antara peluang teoritis dan peluang empiris


Dkritis adalah simpangan kritis
P (T) adalah peluang teoritis
P (E) adalah peluang empiris
Penentuan nilai Dkritis pada uji smirnov-kolmogorov didapatkan dari tabel
berikut ini:
43
Tabel 3.2 Harga Dkritis untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

(Sumber: SNI Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana)

3.8 Pengisian Data Curah Hujan Hilang


Untuk melengkapi data yang hilang atau rusak diperlukan data dari stasiun lain yang
memiliki data yang lengkap dan diusahakan letak stasiunnya paling dekat dengan
stasiun yang hilang datanya. Untuk perhitungan data yang hilang dapat digunakan
diantaranya dengan Metode Ratio Normal, Metode Reciprocal (kebalikan kuadrat
jarak) dan dengan Metode Rata-Rata Aljabar Pada metode ratio normal, syarat
untuk menggunakan metode ini adalah rata-rata curah hujan tahunan stasiun yang
datanya hilang harus diketahui, disamping dibantu dengan data curah hujan rata-
rata tahunan dan data pada stasiun pengamatan sekitarnya. Metode Rasio Normal

1 𝑅𝑥 𝑅𝑥 𝑅𝑥
𝑅𝑥 = 𝑛 𝑥 (𝑅 𝑥 𝑅𝐴 + 𝑅 𝑥 𝑅𝐵 + ⋯ + 𝑅 𝑥 𝑅𝑛 )
𝐴 𝐵 𝑛

Dimana:

Rx adalah curah hujan stasiun yang datanya dicari (mm)


RA,RB,Rn adalah curah hujan stasiun A, stasiun B, dan stasiun n (mm)
𝑅𝑥 adalah rata-rata curah hujan tahunan stasiun yang dicari (mm)
44
𝑅𝐴 , 𝑅𝐵 , 𝑅𝑛 adalah rata-rata curah hujan tahunan stasiun A, stasiun B, dan

stasiun n (mm)
n adalah jumlah stasiun
3.8 Curah Huja Wilayah
Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan adalah
merupakan data hujan suatu titik (point rainfall), sementara untuk kepentingan
analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Untuk
mendapatkan data hujan suatu wilayah dapat digunakan beberapa cara yaitu rata-
rata aljabar (Aritmatik). Metode ini membagi rata pengukuran pada semua stasiun
hujan dengan jumlah stasiun dalam wilayah tersebut. Sesuai dengan
kesederhanaannya maka cara ini hanya disarankan digunakan untuk wilayah yang
relatif mendatar dan memiliki sifat hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu
kasar.

Gambar 3.2 Contoh Perhitungan Curah Hujan Wilayah Metode Aljabar


(Sumber: SNI Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana)

Dengan persamaan seperti dibawah ini:

𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + 𝑃4
𝑃=
4
Dimana:

𝑃 adalah hujan wilayah


P1, P2, P3, P4 adalah besar hujan stasiun 1, 2, 3, dan 4

45
3.8 Pintu Klep

Gambar 3.3 Klasifikasi Hidrotopografi

Pada daerah datar, khususnya daerah pantai sering menghadapi kondisi


saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet) di badan air yang muka airnya
berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang airnya langsung kelaut dipengaruhi
oleh pasang surut, sedang drainase yang membuang airnya ke sungai dipengaruhi
oleh tinggi banjir. Pada kondisi air di hilir tinggi, baik akibat pasang maupun air
banjir maka air dari drainase tidak dapat mengalir ke sungai yang lebih besar
bahkan akan terjadi aliran balik (back water). Untuk mengatasi hal ini, maka pada
pertemuan saluran drainase dengan sungai perlu dilengkapi dengan bangunan
pengatur berupa pintu pengatur yang salah satunya pintu klep (pintu otomatis).
Pintu klep (pintu) otomatis berfungsi untu membatasi masuknya air pasang/air
banjir yang melewati kapasitas saluran drainase, dan pintu klep akan terbuka
apabila muka air di hilir sudah berada di bawah ambang kapasitas, sehingga air di
saluran drainase dapat mengalir kembali.

Gerakan membuka dan menutup pintu klep (pintu otomatis) mengandalkan


keseimbangan momen yang ditimbulkan oleh pemberat pintu dan / atau pelampung
dan tekanan air. Pintu klep terbuka, jika tekanan air di hulu lebih tinggi dari tekanan
air di hilir dan dibantu oleh momen dari pemberat pintu. Pintu akan tertutup, jika

46
air di hilir naik (akibat pasang surut atau banjir), maka tekanan air di hilir lebih
tinggi dari tekanan air di hulu, sehingga mendorong pintu untuk menutup.

3.9 Teori Kebutuhan Air


Untuk menentukan kebutuhan air atau Net Field Requirement (NFR)
diperlukan data ketersediaan air (debit andalan), kebutuhan air untuk tanaman yang
dipengaruhi oleh pola tanam dan waktu penanaman, pola tanam, dan efisiensi
sistem irigasi. Kebutuhan air pada jaringan irigasi dibagi menjadi kebutuhan air di
sawah dan kebutuhan air untuk persiapan lahan
• Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air di sawah tergantung penyiapan lahan, penggunaan
konsumtif, perkolasi dan rembesan, penggantian lapisan air, dan curah hujan
efektif. Karena sawah dapat ditanami padi dan palawija, maka ada kebutuhan air di
sawah untuk padi dan kebutuhan air di sawah untuk palawija. Kebutuhan air di
sawah untuk padi dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑁𝐹𝑅 = 𝐸𝑇𝑐 + 𝑃 + 𝑊𝐿𝑅 − 𝑅𝑒
Untuk palawija tidak dibutuhkan persiapan lahan dan penggantian lapisan
air sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑁𝐹𝑅 = 𝐸𝑇𝑐 − 𝑅𝑒
Dimana :
NFR = kebutuhan air, (mm/hari)
Etc = penggunaan konsumtif, (mm/hari) yang didapat dari nilai
evaporasi (ETo) dikalikan dengan koefisien tanaman
P = kehilangan air akibat perkolasi, (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air, (mm/hari)
Re = hujan efektif, (mm/hari) dimana menurut buku Perencaan Teknis
Irigasi nilai hujan efektif (Re) adalah 70 persen dari curah hujan minimum tengah
bulanan dengan periode ulang 5 tahun yang terlampaui 80%.
• Kebutuhan air untuk persiapan lahan
Kebutuhan air untuk persiapan lahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑁𝐹𝑅 = 𝐿𝑃 − 𝑅𝑒
Dimana LP adalah kebutuhan penyiapan lahan (mm/hari) yang dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
47
𝑀 × 𝑒𝑘
𝐿𝑃 =
𝑒𝑘 − 1
𝑀 ×𝑇
𝑘=
𝑆
𝑀 = 𝐸𝑜 + 𝑃

𝐸𝑜 = 1.1 × 𝐸𝑇𝑜
Dimana :
T = jangka waktu pengolahan, 30 – 45 hari
S = kebutuhan penjenuhan + 50 mm (250 – 300 mm).
Selama persiapan lahan, air akan diberikan terus menerus dan merata ke
seluruh area. Untuk petak tersier, jangka waktu persiapan lahan dianjurkan 1,5
bulan dan dapat dipersingkat dengan menggunakan bantuan mesin menjadi 1 bulan.
Setelah mendapatkan data kebutuhan air baik di sawah maupun persiapan
lahan, dapat dihitung kebutuhan air untuk irigasi atau Irrigation Requirement (IR)
dengan rumus:
𝑁𝐹𝑅
𝐼𝑅 =
𝜂
Dimana 𝜂 adalah nilai efisiensi, 0,8 untuk saluran tersier, 0,9 untuk saluran
sekunder, 0,9 untuk saluran primer, dan 0,65 untuk keseluruhan. Nilai IR yang
didapat masih memiliki satuan mm/hari sehingga harus dikonversi menjadi satuan
lt/detik/Ha dengan rumus:
𝐼𝑅
𝐷𝑅 =
8,64
3.10 Modulus Drainase
Nilai Dm atau modulus drainase adalah jumlah air yang harus dibuang
dalam satuan Lt/dt/Ha. Dm untuk n hari dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
𝐷𝑛
𝐷𝑚 =
𝑛 × 8,64
Dimana :
D(n) = R(n)T + n (IR – ET – P) – S
Dm = Drainage Module (lt/det/ha)
n = Jumlah hari berturut-turut
D(n) = Limpasan air hujan permukaan selama n hari (mm)
48
R(n)T = Curah hujan selama n hari berturut-turut dengan periode ulang T
tahun (mm)
IR = Pemberian air irigasi (mm/hari)
ET = Evapotranspirasi Potensial (mm/hari)
P = Perkolasi (mm/hari)
S = Tampungan tambahan (mm)

Debit pada saluran pembuang dapat ditentukan dari rumus sebagai berikut.

𝑄 = 1,62 𝐷𝑚 𝐴0,92

3.11 Perencanaan Stoplog


Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok – balok segi empat ditempatkan tegak lurus terhadap potongan
segi empat saluran, disangga di dalam sponeng/alur yang lebih besar 0,03m sampai
0,05m dari tebal baloknya sendiri. Bangunan saluran irigasi yang biasa dipakai
memiliki lebar bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil, profil baloknya dapat
dilihat pada Gambar

Gambar 3.4 Grafik Hubungan Antara H dan Cd

49
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan
tinggi debit berikut :

dimana :

Q = debit, m3 /s

Cd = koefisien debit

Cv = koefisien kecepatan datang

g = percepatan gravitasi, m/s2 ( 9,8)

b = lebar normal, m

h1 = kedalaman air di atas skot balok, m

Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang
tajamnya 90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5.
Untuk harga H1/L lebih tinggi, pancaran air yang melimpah bisa sama sekali
terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L menjadi lebih besar dari sekitar 1,5 maka
pola alirannya akan menjadi tidak bagus dan sangat sensitif terhadap “ketajaman”
tepi skot balok bagian hulu. Juga, besarnya airasi dalam kantong udara di bawah
pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat mempengaruhi debit pada skot balok.
Karena kecepatan datang yang menuju ke pelimpah skot balok biasanya rendah,
h1/(h1 + P1) < 0,35 kesalahan yang timbul akibat tidak memperhatikan nilai
kecepatan rendah terhubung dengan kesalahan pada Cd. Persamaan di atas
kemudian dikombinasi dengan Gambar 2.2 agar aliran pada skot balok dapat
diperkirakan dengan baik.

Tinggi muka air hulu dapat diatur dengan cara menempatkan/mengambil


satu atau lebih skot balok. Pengaturan langkah demi langkah ini dipengaruhi oleh
tinggi skot balok, seperti yang disebutkan pada Gambar 2.1, ketinggian yang cocok
untuk balok dalam bangunan saluran irigasi adalah 0,20 m.

50
BAB IV METODOLOGI
Proses pengerjaan tugas akhi ini akan mengikuti alur dari metodologi yang
penulis sudah buat untuk mempermudah pengerjaan tugas akhri.

51
Ajuan metode-metode yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis membaca beberapa studi literatur
yang berkaitan dengan perencanaan irigasi rawa pasang surut dan. Dalam proses
studi literatur ini penulis mencari berbagai bahan bacaan seperti artikel, jurnal,

52
kriteria perencanaan, standar perencanaan, yang akan dijadikan acuan dan dasar
perencanaan dan analisa.

2. Pengumpulan Data

Data data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diperoleh dari
PT. Virama Karya dan juga dari Balai BWS Kalimantan II selaku pengelola DIR
Dadahup. Namun beberapa data didapatkan dari sumber open source seperti data
tutupan lahan dan data DEM yang diperoleh dari DEMNAS.

Tabel 4.1 Analisa dan Keperluan Data

3. Analisis Hidrologi

Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan hujab periode ulang


rencana yang diperlukan untuk perencanaan. analisa hidrologi dilakukan
berdasarkan SNI 2415:2016 mengenai penentuan debit banjir rencana.

4. Analisa Hidraulika

Proses ini merupakan proses analisa hidraulika untuk mengetahui


ketinggian banjir eksisting, kapasitas saluran, jenis aliran di sungai dan analisis-
analisis hidraulika yang diperlukan untuk mendapatkan dimensi saluran yang
sesuai. Analisa Hidraulika akan dilakukan dengan perangkat lunak HEC-RAS 5.0.3

5. Analisa Neraca Air

Analisa neraca air dilakukan untuk menghitung kekurangan air yang harus
di penuhi. Untuk menghitung ketersediaan air dilakukan pemodelan debit andalan

53
dengan metode NRECA. Sedangkan kebutuhan air dihitung berdasarkan pola
tanam eksisting pada lahan pertanian.

6. Perencanaan Jaringan Irigasi Rawa

Pada tahap ini dilakukan perencanaan jaringan irigasi rawa berdasarkan


kondisi banjir eksisting dan juga berdasarkan kebutuhan air yang harus dipenuhi.
Perencanaan jaringan irigasi dilakukan berdasarkan Kriteria Perencananaan (KP)
Irigasi 01-09

54
BAB V ANALISIS HIDROLOGI

5.1 Penentuan Daerah Tangkapan Air


Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah dengan satu kesatuan
sungai yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah. Batas batas dari DTA dapat
ditentukan melalui delineasi dengan memperhatikan topografi wilayah tinjauan.
Untuk menentukan wilayah DTA dilakukan delineasi dengan menggunakan
perangkat lunak Geographic Information System (GIS) dengan input berupa data
topografi dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM) pada lokasi tinjauan.

Outlet dari titik tinjauan yaitu adalah pintu intake DIR Dadahup yang
terletak pada koordinat 2°20'43.19"S dan 114°52'56.88"E. Berikut adalah hasil
delineasi yang telah dilakukan melalui perangkat lunak GIS.

Gambar 5.1 Hasil Delineasi DTA menggunakan perangkat lunak GIS (Sumber :
Hasil Analisis)

55
Berdasarkan hasil analisa delineasi dengan menggunakan perangkat lunak
GIS diperoleh luas DTA 42705.47 km2. Hasil Delineasi DTA tersebut dilakukan
dengan input data DEM yang diperoleh dari DEMNAS.

5.2 Pengisian Data Hujan Kosong


Pengisian data curah hujan yang kosong dilakukan pada stasiun yang tidak
mencatat hujan pada hari tertentu dikarenakan kerusakan pada alat atau hilangnya
data. Pengisian data curah hujan yang kosong dilakukan dengan metode
perbandingan normal. Metode perbandingan normal dilakukan dengan perhitungan
berdasarkan stasiun terdekat dari stasiun yang ingin dilakukan pengisian data.
Berikut adalah contoh hasil pengisian data kosong yang dilakukan di Stasiun
Timpah pada tahun 2017 yang berdasarkan stasiun terdekatnya yaitu Stasiun
Mantangai, Mandomai dan Mantaren pada tahun yang sama.

Tabel 5.1 Data Curah Hujan Harian (Sumber : BBWS Kalimantan II)

DATA HUJAN HARIAN

Tahu
n
2017
Nama
Pos : Stasiun ARR Timpah No. ................. (diisi register pos)
Daerah
aliran Tahun
sungai : DAS Kapuas pendirian : ……………………………………………
Wilayah
sungai : WS Kapuas Elevasi pos : .......................m dpal.
Lokasi Dibangun
pos : Timpah oleh : ……………………………………………
Data
geografi
s : 02º 12’ 41” Ls / 114º 58’ 01” BT Propinsi : Kalimantan Tengah
Kab/
Kec : Kab. Kapuas/ Kec. Timpah Pelaksana : ...................(diisi instansi pengelola)

Tabel Hujan Harian (mm)

Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
16.
1
0.0 0.6 0.0 43.0 0.1 14.0 79.3 4 0.0 57.7 0.0 43.1
18.
2
0.0 5.9 33.7 64.5 0.1 13.0 6.3 0 0.0 53.0 0.0 0.0
3 1.5 0.1 0.0 0.0 33.4 0.0 0.0 0.0 37.0 0.0 0.0 0.0
56
4 18.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 64.0 0.0 0.0 0.0
5 34.5 0.0 81.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 26.7 74.0
6 7.4 0.0 41.0 7.0 21.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.0 44.0 9.0
7 0.1 0.0 0.0 4.0 1.1 0.0 44.1 0.0 0.0 0.0 7.0 0.0
8 9.2 0.0 51.0 0.0 3.7 0.0 45.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
9 14.5 0.0 0.0 0.0 0.1 0.0 5.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
10 19.8 0.0 7.0 54.0 3.9 0.0 0.0 0.0 0.0 4.0 0.0 0.0
11 10.1 0.0 82.0 0.0 1.3 0.0 0.0 0.0 8.0 0.0 0.0 0.0
12 7.2 4.1 65.0 0.0 26.6 5.8 0.0 0.0 58.0 0.0 9.4 0.0
13 0.8 9.8 5.0 0.0 7.1 5.2 0.0 0.0 5.0 0.0 9.0 7.0
52.
14
4.8 1.5 0.0 67.0 9.5 0.0 0.0 7 9.0 0.0 0.0 0.0
15 8.1 16.9 0.0 0.0 23.0 0.0 0.0 4.0 57.0 7.4 0.0 0.0
16 0.0 6.5 0.0 0.0 18.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
17 0.0 10.1 0.0 51.0 9.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
18 0.0 0.0 59.5 0.0 7.7 0.0 7.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
19 10.4 1.0 0.0 0.0 1.1 8.5 0.0 0.0 0.0 0.0 62.0 0.0
20 15.3 6.2 16.0 9.0 5.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 54.3
21 10.8 17.5 74.4 0.0 5.7 0.0 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
22 8.3 35.3 3.0 37.4 5.5 0.0 0.0 0.0 53.0 0.0 5.0 0.0
23 4.4 18.9 0.0 6.0 11.0 47.4 0.0 0.0 0.0 0.0 2.0 0.0
24 36.9 6.6 0.0 4.1 0.0 9.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.0
25 44.8 14.4 0.0 0.0 15.4 0.0 67.7 0.0 0.0 0.0 0.0 79.4
26 5.7 15.4 13.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.0 44.4 0.0 9.0
27 8.3 1.7 0.0 0.0 3.3 4.0 0.0 0.0 5.0 4.3 7.5 0.0
28 17.3 15.4 0.0 74.0 10.8 0.0 9.0 0.0 0.0 2.0 9.0 0.0
29 5.4 0.0 9.0 5.0 15.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
30 0.0 0.0 6.0 0.0 2.7 0.0 0.0 0.0 74.0 0.0 0.0 7.4
31 0.0 0.0 0.0 x 0.0 x 0.0 0.0 x 0.0 x 0.0

Jumlah 304. 187. 547. 426. 243. 106. 267. 91. 377. 175. 288.
181.6
(mm) 6 9 0 0 7 9 7 1 0 8 2
Jumlah
hari
24 19 15 13 26 8 9 4 11 8 10 9
hujan
(hari)
Rata-
rata 9.8 6.7 17.6 14.2 7.9 3.6 8.6 2.9 12.6 5.7 6.1 9.3
(mm)
Max 52.
44.8 35.3 82.0 74.0 33.4 47.4 79.3 74.0 57.7 62.0 79.4
(mm) 7

57
5.3 Perhitungan Curah Hujan Wilayah
Curah hujan wilayah adalah curah hujan yang terjadi pada suatu wilayah
tertentu. Untuk menentukan curah hujan wilayah dari DTA yang sudah dilakukan
delineasi maka dilakukan penentuan luas pengaruh dari tiap tiap stasiun hujan yang
berada disekitar DTA dengan Metode Polygon Thiessen. Terdapat 4 stasiun terdekat
yang berada di sekitar DTA. Berikut adalah hasil analisa luas pengaruh Polygon
Thiessen pada DTA.

Gambar 5.2 Hasil Luas Pengaruh Polygon Thiessen pada DTA (Sumber : Hasil
Analisis)
Berdasarkan analisa luas pengaruh Polygon Thiessen pada DTA didapat
bahwa hanya ada 2 stasiun yang memiliki pengaruh pada DTA, yaitu Stasiun
Timpah dan Stasiun Mantangai. Berikut adalah luas pengaruh masing masing
stasiun hujan.

58
Tabel 5.2 Luas Pengaruh Polygon Thiessen pada DTA (Sumber : Hasil Analisis)

Maka berdasarkan didapat juga bobot untuk tiap stasiun berdasarkan luas
pengaruh yang didapat dari hasil analisa dengan perangkat lunak GIS. Hasil bobot
tiap stasiun akan digunakan untuk menghitung curah hujan wilayah dari DTA.
Berikut adalah hasil curah hujan harian maksimum tahunan dan juga curah hujan 3
harian maksimum tahunan hasil analisa curah hujan wilayah.

Tabel 5.3 Curah Hujan Wilayah (Sumber : Hasil Analisis)

5.4 Analisis Frekuensi


Dalam menganalisis frekuensi hujan berdasarkan seri data tahunan ada
beberapa metode yang digunakan diantaranya adalah Metode Gumbel, Metode
Normal, Metode Log Normal, Metode Pearson dan Metode Log Pearson. Metode
– metode yang digunakan tersebut bersifat empiris. Akan dilakukan analisa
frekuensi hujan harian maksimum dan juga hujan 3 harian maksimum. Berikut
adalah hasil analisa frekuensi untuk mendapatkan curah hujan rencana dalam
berbagai periode ulang.
59
1. Metode Normal

Tabel 5.4 Analisis Frekuensi Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis)

Tabel 5.5 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis)

2. Metode Log Normal

Tabel 5.6 Analisis Frekuensi Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis)

60
Tabel 5.7 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Log Normal (Sumber : Hasil
Analisis)

3. Metode Pearson III

Tabel 5.8 Analisis Frekuensi Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis)

Tabel 5.9 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis)

61
4. Metode Log Pearson III

Tabel 5.10 Analisis Frekuensi Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil Analisis)

Tabel 5.11 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis)

62
5. Metode Gumbel

Tabel 5.12 Analisis Frekuensi Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis)

Tabel 5.13 Hasil Curah Hujan Rencana Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis)

5.5 Uji Derajat Kepercayaan


Pengujian distribusi frekuensi akan diuji dengan 2 metode pengujian yaitu
pengujian vertical dengan Metode Chi-Square dan uji horizontal dengan Metode
Smirnov-Kolmogorov. Berikut adalah uji derajat kepercayaan yang telah
dilakukan:

1. Uji Vertikal dengan Metode Chi-Sqare

63
Tahap pertama dalam melakukan Uji Chi-Square, adalah dengan
menentukan X2 kritis berdasarkan jumlah data yang digunakan. Berikut adalah tabel
X2 kritis dari Uji Chi-Square.

Tabel 5.14 X2 kritis dari Uji Chi-Square (Sumber : Buku Hidrologi Terapan)

Distribusi 𝑥2
Dk
5% 20% 50%
1 3,841 1,742 0,455
2 5,991 3,219 1,386
3 7,815 4,642 2,366
4 9,488 5,989 3,357
5 11,07 7,289 4,351
6 12,592 8,558 5,348
7 14,067 9,803 6,346
8 15,507 11,03 7,344
9 16,919 12,242 8,343
10 18,307 13,442 9,342
11 19,675 14,631 10,341
12 21,026 15,812 11,34
13 22,362 16,985 12,34
14 23,685 18,151 13,339
15 24,996 19,311 14,339

Berdasarkan data yang digunakan berjumlah 10 seri data maka akan di cari
nilai K (kelas) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝐾 = (1 + 3,322 × 𝐿𝑜𝑔(10)) = 4.32 ≈ 5

Dengan demikian jumlah kelas adalah 5, setelah itu akan dicari derajat
kebebasan (Dk) dengan persamaan sebagai berikut :

𝐷𝑘 = 𝐾 − (2 + 1) = 5 − (2 + 1) = 2

Didapat nilai Dk adalah 2 sehingga derajat kepercayaan adalah 0.05 atau


sama dengan 5% maka didapat nilai X2 kritis adalah 5.991. Untuk menguji tiap-
tiap metode analisis frekuensi terlebih dahulu diurutkan hasil analisis frekuensi
yang telah dilakukan. Berikut adalah hasil curah hujan rencana dari masing-masing
metode.

64
Tabel 5.15 Hasil Curah Hujan Rencana (Sumber : Hasil Analisis)

Setelah itu dilakukan uji Chi-Square berdasarkan teori yang sudah


dijelaskan pada Subbab 3.7 Berikut adalah hasil uji dari setiap metode yang telah
dilakukan.

1. Metode Normal

Tabel 5.16 Uji Chi-Square Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis)

2. Metode Log Normal

Tabel 5.17 Uji Chi-Square Metode Log Normal (Sumber : Hasil Analisis)

65
3. Metode Pearson III

Tabel 5.18 Uji Chi-Square Metode Pearson III (Sumber : Hasil Analisis)

4. Metode Log Pearson

Tabel 5.19 Uji Chi-Square Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil Analisis)

66
5. Metode Gumbel

Tabel 5.20 Uji Chi-Square Metode Gumbel (Sumber : Hasil


Analisis)

Dari kelima uji pada tiap metode tersebut berikut adalah rekapitulasi dari
Uji Chi-Square pada tiap tiap metode.

Tabel 5.21 Hasil Rekapitulasi dari Uji Chi-Square (Sumber : Hasil Analisis)

2. Uji Horizontal dengan Metode Smirnov-Kolmogorov

Dalam melakukan uji Smirnov-kolmogorov perlu diketahui nilai D kritis


yang ditentukan berdasarkan jumlah data yang akan digunakan. Berikut adalah
tabel D kritis dalam Uji Smirnov-Kolmogorov.

67
Tabel 5.22 D Kritis Uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber : SNI 2415:2016)

Dari tabel tersebut didapat bahwa nilai D kritis adalah 0.41. Setelah itu
dilakukan uji Smirnov-Kolmogorov berdasarkan teori yang sudah di jelaskan pada
Subbab 3.7 Berikut adalah hasil uji dari tiap metode yang telah dilakukan.
1. Metode Normal
Tabel 5.23 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Normal (Sumber : Hasil Analisis)

2. Metode Log Normal


Tabel 5.24 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Log Normal (Sumber : Hasil
Analisis)

68
3. Metode Pearson III
Tabel 5.25 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis)

4. Metode Log Pearson III


Tabel 5.26 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Log Pearson III (Sumber : Hasil
Analisis)

69
5. Metode Gumbel
Tabel 5.27 Uji Smirnov-Kolmogorov Metode Gumbel (Sumber : Hasil Analisis)

Berdarkan uji horizontal yang dilakukan dengan metode Smirnov-


Kolmogorov, berikut adalah rekapitulasi Uji Smirnov-Kolmogorov
Tabel 5.28 Hasil Rekapitulasi Uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber : Hasil Analisis)

70
Berdasarkan dari uji yang telah dilakukan berikut adalah hasil rekapitulasi
dari analisis frekuensi hujan 3 harian maksimum dan uji derajat kepercayaan
horizontal dan vertical berdasarkan hasil analisis frekuensi yang telah dilakukan.
Tabel 5.29 Hasil Analisis Frekuensi Hujan 3 Harian Maksimum (Sumber :
Hasil Analisis)

Tabel 5.30 Hasil Rekapitulasi Uji Chi-Square (Sumber : Hasil Analisis)

Tabel 5.31 Hasil Rekapitulasi Uji Smirnov-Kolmogorov (Sumber : Hasil Analisis)

Berdasarkan tabel diatas didapat beberapa kesimpulan dalam penentuan


curah hujan rencana yaitu sebagai berikut :
1. Pada uji Chi-Square, tidak ada metode yang ditolak dan semua metode
mempunyai nilai error yang sama.

2. Pada Uji Smirnov-Kolmogorov, semua metode diterima dan error


terkecil terjadi pada metode Normal.

71
3. Metode yang dipilih adalah metode Normal karena metode ini
mempunyai nilai error yang paling kecil pada uji Chi-Square dan uji
Smirnov Kolmogorov.

5.6 Evapotranspirasi
Stasiun klimatologi yang digunakan dalam analisis debit andalan adalah
Stasiun Meteorologi Sanggu dengan Longitude 114,0619965 dan Latitude -
8,274060249. Evapotranspirasi dihitung menggunakan Metode Penman-Monteith.
Berikut adalah hasil perhitungan evapotraspirasi dari Stasiun Meteorologi Sanggu.

Tabel 6.1 Evapotranspirasi Stasiun Meteorologi Sanggu (Sumber : Hasil Analisis)

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
k*(T+273)
Eto
Kecepata Lama Tekanan 4
Suhu 900/(T+27 (8)*(4)*(1 0.408*(Δ) (Δ + γ (1 +
No Bulan J n Angin RH (%) Penyinara Udara es ea es-ea 4098*es 0.00163*P λ γ Δ δ dr ωs Ra Rs ƒ Rns ɛ' Rnl Rn (12)+(24)
Udara (°C) 3.3) 1)*P k= *(Rn) 0,34 U2)) (mm/hari
(m/s) n (%) (Kpa)
4.9*10^-9 )
1 Jan 15 23,208 1,843 88,053 14,829 1011,700 2,846 2,506 0,340 10269,263 1,6491 2,446 0,6741 67864,432 0,151 3,037 1,283 -0,370 1,032 1,627 39,025 12,650 0,233 9,740 0,118 37,721 1,042 8,698 0,537 1,820 0,920 1,977
2 Feb 45 22,788 1,726 91,384 14,897 1012,167 2,775 2,536 0,239 10390,645 1,6498 2,447 0,6742 67646,012 0,154 3,041 0,846 -0,236 1,024 1,606 39,088 12,683 0,234 9,766 0,117 37,508 1,028 8,738 0,548 1,394 0,918 1,518
3 Mar 76 23,114 1,750 90,169 15,979 1012,000 2,830 2,552 0,278 10456,625 1,6496 2,446 0,6743 67815,568 0,154 3,038 0,997 -0,034 1,009 1,576 37,797 12,469 0,244 9,601 0,116 37,673 1,069 8,532 0,537 1,534 0,920 1,667
4 Apr 106 23,858 1,430 87,785 15,816 1011,667 2,960 2,598 0,362 10646,645 1,6490 2,445 0,6745 68203,413 0,156 3,030 1,057 0,172 0,992 1,546 34,931 11,495 0,242 8,851 0,114 38,053 1,054 7,797 0,497 1,553 0,907 1,713
5 May 136 23,942 1,322 85,354 15,116 1011,642 2,975 2,539 0,436 10404,558 1,6490 2,444 0,6746 68247,608 0,152 3,029 1,177 0,332 0,977 1,521 31,697 10,320 0,236 7,946 0,117 38,097 1,051 6,895 0,429 1,605 0,896 1,793
6 Jun 167 23,587 1,410 82,536 15,006 1011,742 2,912 2,403 0,509 9848,552 1,6491 2,445 0,6744 68062,233 0,145 3,033 1,467 0,407 0,968 1,508 29,881 9,712 0,235 7,478 0,123 37,915 1,096 6,383 0,377 1,844 0,888 2,075
7 Jul 197 23,430 1,377 79,434 14,365 1011,850 2,884 2,291 0,593 9388,930 1,6493 2,446 0,6744 67980,089 0,138 3,035 1,672 0,372 0,968 1,514 30,614 9,852 0,229 7,586 0,128 37,834 1,111 6,475 0,365 2,037 0,877 2,322
8 Aug 228 23,975 1,405 74,313 14,806 1011,925 2,980 2,215 0,766 9076,379 1,6494 2,444 0,6748 68264,647 0,133 3,029 2,199 0,234 0,977 1,536 33,437 10,835 0,233 8,343 0,132 38,113 1,170 7,172 0,389 2,588 0,871 2,971
9 Sept 258 24,829 1,333 73,075 13,904 1012,117 3,137 2,292 0,845 9393,136 1,6498 2,442 0,6755 68711,596 0,137 3,020 2,297 0,038 0,991 1,565 36,526 11,671 0,225 8,986 0,128 38,554 1,111 7,875 0,439 2,736 0,874 3,130
10 Oct 288 25,008 1,269 77,395 13,936 1011,800 3,170 2,454 0,717 10055,189 1,6492 2,442 0,6754 68805,508 0,146 3,019 1,854 -0,168 1,008 1,595 38,417 12,281 0,225 9,456 0,121 38,646 1,052 8,405 0,501 2,356 0,885 2,663
11 Nov 319 24,524 1,362 83,162 14,359 1011,483 3,080 2,561 0,519 10497,023 1,6487 2,443 0,6748 68551,952 0,153 3,023 1,441 -0,334 1,023 1,621 38,860 12,505 0,229 9,629 0,116 38,396 1,020 8,609 0,538 1,979 0,899 2,201
12 Dec 349 23,810 1,719 85,510 14,715 1011,467 2,951 2,523 0,428 10340,830 1,6487 2,445 0,6744 68178,332 0,152 3,031 1,503 -0,407 1,032 1,634 38,793 12,553 0,232 9,665 0,118 38,028 1,040 8,626 0,534 2,036 0,915 2,226

5.7 Analisis Modulus Drainase


Nilai Dm atau modulus drainase adalah jumlah air yang harus dibuang dalam
satuan Lt/dt/Ha. Dm untuk n hari dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

𝐷𝑛
𝐷𝑚 =
𝑛 × 8,64

Dimana :

D(n) = R(n)T + n (ET0 – P)

Dm = Drainage Module (lt/det/ha)

n = Jumlah hari berturut-turut

D(n) = Limpasan air hujan permukaan selama n hari (mm)

R(n)T = Curah hujan selama n hari berturut-turut dengan periode ulang 5 tahun
(mm)

ET = Evapotranspirasi Potensial (mm/hari)


72
P = Perkolasi (mm/hari)

Nilai perkolasi yang 8mm ini diperlukan dan disarankan oleh Lembaga
Penelitian Padi Internasional (IRRI), untuk mempertahankan zona akar agar bebas
dari unsur-unsur asam dan racun lainnya (Departemen PU, 2007). Berikut adalah
perhitungan modulus drainase untuk padi.

Tabel 5.32 Hasil Analisa Modulus Drainase (Sumber : Hasil Analisis)

Maka didapat nilaai modulus drainase sebesar 6.15 lt/s/ha. Nilai modulus
drainase ini akan digunakan dalam analisa hidraulika dan akan digunakan untuk
perencanaan jaringan irigasi rawa.

73
BAB VI ANALISIS NERACA AIR

5.2 Analisis Kebutuhan Air


6.2.1. Penentuan Curah Hujan Efektif Dari Tanaman
Curah hujan efektif (Re) adalah curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh
tanaman yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air konsumtif tanaman
seperti evapotranspirasi (ETc), penggantian lapisan tanaman (WLR), dan
perkolasi (P).

Perhitungan curah hujan efektif dilakukan pada 2 jenis tanaman yaitu padi dan
palawija. Dalam menghitung curah hujan efektif padi, digunakan data curah hujan
wilayah dengan probabilitas 80% (R80). Sedangkan, untuk palawija digunakan
curah hujan wilayah dengan probabilitas 50% (R50). Nilai R80 dan R50 didapat
dengan interpolasi pada curah hujan wilayah yang telah diurutkan sesuai ranking-
nya. Dalam mencari nilainya digunakan Metode Weibull untuk mendapatkan
probabilitasnya. Probabilitas dicari dengan menggunakan rumus dibawah ini.

𝑚
𝑃(𝑥 < 𝑋) = × 100%
𝑁+1

Dimana :

P = probabilitas

m = urutan data ke-x

N = banyaknya data

Setelah nilai probabilitas didapatkan untuk setiap bulan dalam 10 tahun, maka
setelah itu dilakukan interpolasi agar mendapatkan cara hujan dengan probabilitas
80% dan 50%. Berikut adalah tabel-tabel hasil dari perhitungan.

74
Tabel 4.1 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi (Sumber : Hasil Analisis)

75
Kemudian, setelah menghitung R80 dan R50 curah hujan, dilakukan perhitungan hujan
efektif padi dan palawija. Dari data tersebut, dicari curah hujan rata-rata per setengah
bulan dengan menggunakan angka pembanding. Angka pembanding dicari dengan cara
:
1
𝐼 = 𝑅80𝑏 − (𝑅80𝑏 − 𝑅80𝑎)
4
1
𝐼𝐼 = 𝑅80𝑏 − (𝑅80𝑏 − 𝑅80𝑑)
4
Dimana :
I = angka pembanding setengah bulan pertama
R80b = R80 di bulan tersebut
R80a = R80 di bulan sebelumnya
II = angka pembanding setengah bulan kedua
R80d = R80 di bulan sesudahnya
Perlu diperhatikan satuan yang digunakan harus sama. Setelah mendapatkan
angka pembanding dapat dicari nilai R80 maupun R50 untuk setengah bulan. Dari data
R80 dan R50 dapat dihitung curah hujan efektif untuk padi dan palawija dengan cara
mengalikan faktor pengali Re dengan nilai hujan setengah bulan. Faktor pengali untuk
palawija adalah 0,7 sedangkan faktor pengali untuk padi bergantung pada R80 yang
dimuat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Faktor Pengali Re Padi.

Setengah Bulan R.80 ( mm ) % Effektif


< 10 0
10 s/d 20 80
21 s/d 100 70
101 s/d 150 60
> 150 50
Setelah itu, dicari nilai Re Padi dengan mengalikan faktor pengali dengan R80 ½ bulan
yang telah dihitung. Berikut dibawah ini adalah curah hujan efektif padi dan palawija.
Berikut adalah curah hujan efektif padi dan palawija.
77
Tabel 4.2 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi (Sumber : Hasil Analisis)

R 80% Faktor Pengali


R 80% Angka Re-Padi Re-Padi
Bulan 1/2 Bulan Re
Pembanding
( mm ) ( mm ) % (mm/15 hr) ( mm/hr )
Januari I 136,81 60,47 70 42,33 2,82
117,38
Januari II 128,77 56,92 70 39,84 2,49
Februari I 151,56 77,52 70 54,26 3,62
162,95
Februari II 167,03 85,43 70 59,80 4,60
Maret I 175,20 92,26 70 64,58 4,31
179,28
Maret II 165,25 87,02 70 60,91 3,81
April I 137,18 67,02 70 46,91 3,13
123,15
April II 114,88 56,13 70 39,29 2,62
Mei I 98,34 48,11 70 33,68 2,25
90,08
Mei II 85,78 41,96 70 29,37 1,84
Juni I 77,17 40,57 70 28,40 1,89
72,87
Juni II 61,45 32,30 70 22,61 1,51
Juli I 38,60 16,40 80 13,12 0,87
27,18
Juli II 25,35 10,77 80 9 1
Agustus I 21,71 10,99 80 9 1
19,89
Agustus II 17,60 8,90 0 0 0
September I 13,01 4,83 0 0 0
10,72
September II 15,90 5,90 0 0 0
Oktober I 26,25 9,48 0 0,00 0,00
31,43
Oktober II 60,80 21,95 70 15,37 0,96
Nopember I 119,56 63,59 70 44,51 2,97
148,94
Nopember II 160,47 85,35 70 59,74 3,98
Desember I 183,55 99,68 70 69,78 4,65
195,08
Desember II 175,66 95,40 70 66,78 4,17

Hujan Efektif Padi


5,00
4,50
4,00
3,50
3,00
Re-Padi (mm/hr)

2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Bulan

Gambar 4.1 Curah Hujan Efektif Tanaman Padi


Tabel 4.3 Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija (Sumber : Hasil Analisis)

78
R 50% Faktor Pengali
R 50% Angka Re-Palawija Re-Palawija
Bulan 1/2 Bulan Re
Pembanding
( mm ) ( mm ) % (mm/15 hr) ( mm/hr )
Januari I 297,97 155,85 70 109,10 7,27
308,63
Januari II 292,10 152,78 70 106,95 6,68
Februari I 259,04 121,28 70 84,90 5,66
242,51
Februari II 258,91 121,22 70 84,86 6,53
Maret I 291,71 156,57 70 109,60 7,31
308,11
Maret II 282,32 151,53 70 106,07 6,63
April I 230,76 105,83 70 74,08 4,94
204,97
April II 216,19 99,15 70 69,40 4,63
Mei I 238,62 128,17 70 89,72 5,98
249,83
Mei II 226,50 121,66 70 85,16 5,32
Juni I 179,83 87,16 70 61,01 4,07
156,50
Juni II 143,06 69,34 70 48,54 3,24
Juli I 116,18 58,79 70 41,15 2,74
102,74
Juli II 86,85 43,95 70 30,76 1,92
Agustus I 55,09 22,03 70 15,42 1,03
39,21
Agustus II 42,95 17,18 70 12,02 0,75
September I 50,42 20,10 70 14,07 0,94
54,15
September II 85,41 34,05 70 23,84 1,59
Oktober I 147,92 77,42 70 54,19 3,61
179,18
Oktober II 194,43 101,76 70 71,23 4,45
Nopember I 224,94 114,57 70 80,20 5,35
240,19
Nopember II 246,64 125,62 70 87,93 5,86
Desember I 259,52 128,74 70 90,12 6,01
265,97
Desember II 276,63 137,23 70 96,06 6,00

Hujan Efektif Palawija


8,00
7,00
6,00
5,00
Re-Palawija (mm/hr)

4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Bulan

Gambar 4.2 Curah Hujan Efektif Tanaman Palawija


6.2.2. Penentuan Nilai Perkolasi, Koefisien Tanaman dan WLR
Nilai perkolasi yang tinggi ini diperlukan dan disarankan oleh Lembaga
Penelitian Padi Internasional (IRRI), untuk mempertahankan zona akar agar bebas dari

79
unsur-unsur asam dan racun lainnya (Departemen PU, 2007). Sehingga digunakan
untuk nilai perkolasi yaitu 8 mm/hari.

WLR atau Water Layer Replacement adalah penggantian lapisan air genangan
di sawah dengan air irigasi yang baru dan segar. WLR dimulai setelah 1 atau 2 bulan
penanaman bibit padi, tepatnya setelah pemupukan. Menurut aturan perencanaan
irigasi, besar pergantian air adalah 50 mm dalam waktu 15 hari, sehingga besarnya air
yang harus diganti setiap hari dapat dilihat pada persamaan berikut:
50 𝑚𝑚
𝑊𝐿𝑅 =
15 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑊𝐿𝑅 = 3,3 𝑚𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
Dalam pembuatan rencana irigasi dibuat menjadi 3 golongan yaitu golongan A,
golongan B dan golongan C. perbedaan dari tiga golongan tersebut terdapat pada
persiapan lahan. Pada golongan A persiapan lahan dilakukan pada awal oktober
sedangan golongan B persiapan lahan dilakukan pada akhir oktober, dan golongan C
persiapan lahan dilakukan pada awal September.

6.2.3. Kebutuhan Air


Pada saat tanaman mulai tumbul, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai
pertumbuhannya dan mencapai nilai maksimum saat pertumbuhan vegetasi
maksimum. Nilai koefisien pertumbuhan tanaman tergantung pada jenis tanaman
yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama, nilai koefisien tanaman pun akan
beda sesuai dengan varietasnya. Harga-harga koefisien tanaman padi menurut
Nedoco/Prosida dan FAO terlampir seperti tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Koefisien Tanaman Padi (Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA
010, 1985)

80
Periode Nedoco/Prosida FAO
15 hari Varietas Varietas Varietas Varietas
ke- biasa unggul biasa unggul
1 1,2 1,2 1,1 1,1
2 1,2 1,27 1,1 1,1
3 1,32 1,33 1,1 1,05
4 1,4 1,3 1,1 1,05
5 1,35 1,3 1,1 0,95
6 1,24 0 1,05 0
7 1,12 - 0,95 -
8 0 - 0 -
Tabel 4.3 Koefisien Tanaman Palawija. (Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program
PSA 010, 1985)

Periode
15 hari Palawija
ke-
1 0,5
2 0,75
3 1,00
4 1,00
5 0,82
6 0,45

Tabel 4.4 Kebutuhan Air Golongan A

Tabel 4.5 Kebutuhan Air Golongan B

81
Tabel 4.5 Kebutuhan Air Golongan B

82
Kebutuhan Air Golongan A
16,000

Kebutuhan Tinggo Muka Air (mm)


14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
-2,000 0 5 10 15 20 25 30
-4,000
-6,000
Bulan

Gambar 4.3 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan A

Kebutuhan Air Golongan B


14,000
Kebutuhan Tinggi Muka Air (mm)

12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
-2,000 0 5 10 15 20 25 30
-4,000
-6,000
Bulan

Gambar 4.4 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan B

83
Kebutuhan Air Golongan C
12,000

Kebutuhan Muka Air (mm/hari)


10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
0,000
-2,000 0 5 10 15 20 25 30

-4,000
-6,000
Bulan

Gambar 4.5 Grafik kebutuhan tinggi muka air golongan C


Maka dipilih pola tanam dengan golongan C karena membutuhkan tinggi muka
air paling tinggi hanya sekitar 11 mm. Kebutuhan air tersebut harus bisa terpenuhi oleh
fluktuasi pasang surut saluran tersier. Jika tidak dapat dipenuhi maka perlu
direncanakan pintu air beserta pompa.

84
BAB VII ANALISIS HIDRAULIK

7.1. Muka Air Pasang Surut Pengukuran


Data muka air pasang surut pada saluran di DIR Dadahup yang diukur oleh Balai
Teknik Rawa. Pengukuran dilakukan mulai dari 29 Mei 2020 hingga 11 Juni 2020.
Berikut adalah data pengukuran muka air pada Spring Tide di musim kemarau.

Gambar 7.1 Fluktuasi Muka Air Saluran DIR Dadahup


Sambu L berada di bagian paling hulu DIR Dadahup yang akan di gunakan sebagai
boundary condition hulu. Sedangkan untuk Sambu V berada pada bagian hilir DIR
Dadahup dan akan digunakan juga sebagai boundary condition hilir. Untuk kalibrasi
pemodelan menggunakan data pengukuran muka air pada bagian tengah saluran primer
DIR Dadahup yaitu Sambu Q pada tanggal 31 Mei 2020

85
7.2. Kalibrasi Pemodelan
Kalibrasi pemodelan dilakukan pada tanggal 31 Mei 2020 pada Saluran Q.
Kalibrasi dilakukan untuk memperoleh nilai manning, nilai interval komputasi dan
juga geometri saluran yang telah dibuat. Berikut merupakan langkah-langkah
pemodelan yang dilakukan pada HEC-RAS 5.0.7.

7.2.3 Geometri Saluran


Sambu L1

Sambu L

Titik Kalibrasi

Sambu V

Gambar 7.2 Geometry Data Pada HEC-RAS 5.0.7


Kalibrasi dilakukan pada cross 57657 sesuai dengan titik pengukuran di Sambu
Q seperti yang ditunjukan oleh lingkarah merah pada Gambar 7.1. Arah aliran bergerak
dari hulu yaitu Sambu L hingga ke Sambu V. Berikut adalah beberapa cross section
dari saluran primer yang akan dilakukan kalibrasi.

86
Gambar 7.3 Geometry Data Penampang Saluran Primer Pada HEC-RAS 5.0.7

Gambar 7.4 Geometry Data Penampang Saluran Primer Pada HEC-RAS 5.0.7

87
7.2.4 Kondisi Batas Kalibrasi
Karena bahan kalibrasi pada saluran Q hanya tersedia pada tanggal 31 Mei
2021, maka data masukkan untuk kondisi batas hulu dan hilir di sambu L dan V juga
pada tanggal 31 Mei 2021 pada pukul 00:00 hingga 16:00. Berikut adalah kondisi
batas hulu dan hilir saluran primer pada sambu L dan V.

Gambar 7.5. Kondisi Batas Sambu L

Gambar 7.6. Kondisi Batas Sambu V

88
Setelah itu dilakukan proses trial and error untuk mendapatkan optimasi yang terbaik
dengan di kalibrasi dengan data pengukuran pada sambu Q

7.2.5 Hasil Kalibrasi


Setelah dilakukan trial and error untuk mendapat nilai manning, waktu komputasi dan
gemoetri yang tepat Berikut adalah hasil kalibrasi pemodelan yang dilakukan pada
tanggal 31 Mei 2020. Digunakan nilai interval komputasi sebesar 1 menit dengan
manning sebesar 0.02

Gambar 7.7 Plan Kalibrasi Pada HECRAS 5.0.7

89
Gambar 7.8 Long Section Saluran Primer
Coba Plan: Plan 15 8/21/2021

.02 .02 .02


2.0 Legend

WS Max WS
Ground
1.5 Bank Sta

1.0

0.5
Elevation (m)

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
0 20 40 60 80 100 120
Station (m)

Gambar 7.9 Plot Hasil Kalibrasi Cross Section Saluran Primer

90
Coba Plan: Plan 15 8/21/2021

.02 .02 .02


2.5 Legend

WS Max WS
Ground
2.0
Bank Sta

1.5

1.0
Elevation (m)

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
0 20 40 60 80 100 120
Station (m)

Gambar 7.10 Plot Hasil Kalibrasi Cross Section Saluran Primer


Dilakukan juga perhitungan error dari kalibrasi model dengan metode RMSE sebagai
berikut :

Kalibrasi Model

1,4

1,2
Tinggi Muka Air

0,8 Observ

0,6 Model

0,4

0,2
0 5 10 15 20
Jam ke-

Gambar 7.11 Plot Hasil Kalibrasi Ketinggian Muka Air


Tabel 7.1 Perhitungan RMSE
91
Didapat nilai RMSE sebesar 0.0376 yang dapat diartikan bahwa model sudah baik
karena memiliki error yang sudah mulai mendekati nilai 0. Maka digunakan nilai
manning sebesar 0.02 dan waktu interval komputasi sebesar 1 menit.

7.3. Analisa Hidrotopografi Eksisting


Hidrotopografi pada lahan pertanian pada Blok A5 dapat dianalisa melalui
pengamatan tinggi muka air pada saluran tersiernya. Karena tidak adanya data fluktuasi
muka air pada saluran tersier blok A5 maka digunakan perangkat lunak HEC-RAS
5.0.7 untuk memodelkan tinggi muka air di saluran tersier.

Setelah dilakukan kalibrasi model pada sub-bab 7.2 maka akan dimodelkan
fluktuasi muka air hingga saluran tersier untuk menentukan tinggi muka air di saluran.
Berikut adalah tahapan – tahapan pemodelan yang akan dilakukan.

92
7.3.1 Kondisi Batas Pemodelan
Kondisi batas yang digunakan pada pemodelan untuk menganalisa
hidrotopografi lahan adalah pasang surut 14 hari, namun karena keterbatasan data
hanya digunakan selama 11 hari yaitu dari tanggal 29 Mei 2020 hingga 8 Juni 2020.
Berikut adalah input data pada sambu L dan sambu V

Gambar 7.12 Kondisi Batas Sambu L

93
Gambar 7.13 Kondisi Batas Sambu V

Gambar 7.14 Kondisi Batas Sambu L1


7.3.2 Hasil Simulasi Aliran Pada Saluran Tersier
Simulasi aliran dilakukan dengan nilai manning sebesar 0.02 dan dengan
waktu interval komputasi sebesar 1 menit. Simulasi dilakukan pada 29 Mei 2020 dan
berakhir papda 8 Juni 2020. Berikut adalah parameter komputasinya :

94
Gambar 7.15 Plan Simulasi Pada HECRAS 5.0.7
Setelah dilakukan running pada model didapat bahwa tidak terjadi error sama sekali
pada pemodelan unsteady. Berikut adalah hasil dari tiap penampang memanjang dan
penampang melintang tiap saluran.

Coba Plan: Plan 10 7/26/2021


SPU''' Reach 1 SPU' Reach 1 SPU'' Reach 1 SPU Reach 1
2 Legend

WS Max WS
Ground

0
Elevation (m)

-1

-2

-3

-4
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.16 Muka Air Saluran Primer

95
Coba Plan: Plan 15 8/21/2021
Sek1' Reach 1 Sek1 Reach 1
1.0 Legend

WS Max WS
Ground

0.5

0.0
Elevation (m)

-0.5

-1.0

-1.5
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.17 Muka Air Saluran Sekunder


Coba Plan: Plan 15 8/21/2021
Ter1 Reach 1
1.2 Legend

WS Max WS
1.0
Ground

0.8
Elevation (m)

0.6

0.4

0.2

0.0
0 500 1000 1500 2000 2500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.18 Muka Air Saluran Tersier

96
Gambar 7.19 Muka Air Saluran Tersier Terhadap Waktu
Maka berdasarkan hasil pemodelan didapat bahwa dengan elevasi lahan rata
rata di Blok A5 adalah kurang lebih 1 meter berdasarkan data dari BBWS Kalimantan
II. Dapat dilihat pada gambar bahwa lahan sawah tidak pernah tergenangi oleh fluktuasi
muka air pada saluran tersier. Namun pengaruh pasang surut masih kurang dari 30 cm
dibawah elevasi lahan. Maka hidrotopografi dari daerah Blok A5 adalah termasuk
kategori C dimana lahan tidak pernah terluapi pasang surut pada saat spring maupun
neap tide. Namun pengaruh pasang surut masih kurang dari 30 cm dari elevasi lahan.

Berdasarkan hasil pemodelan juga didapat bahwa terjadi kekeringan selama


periode musim kemarau akibat air tidak dapat melimpas ke lahan. Defisit air yang
terjadi dengan kebutuhan tinggi muka air disawah sebesar 10 cm dengan tinggi muka
air rata rata di saluran tersier adalah 0.8 meter dan level lahan pertanian rata rata adalah
1 meter adalah 30 cm. Maka volume defisit air yang diperlukan untuk 1 saluran tersier
dengan luas layan 124 Ha adalah 372000 m3.

97
7.4 Analisa Ketinggian Banjir Eksisting
Untuk menganalisa ketinggian banjir eksisting pada blok A5 maka perlu data
ketinggian muka air di saluran selama musim hujan. Diperlukan juga data kebutuhan
drainase dari saluran di Blok A5 yang sudah dihitung pada Subbab 5.7. Berikut
adalah tahapan tahapan dalam pemodelan yang dilakukan.

7.4.1 Kondisi Batas


Kondisi batas yang digunakan pada pemodelan untuk menganalisa
hidrotopografi lahan adalah pasang surut 14 hari, namun karena keterbatasan data
hanya digunakan selama 11 hari pada musim hujan. Berikut adalah input data pada
sambu L dan sambu V

Gambar 7.20 Kondisi Batas Sambu L

98
Gambar 7. Kondisi Batas Sambu V

Gambar 7.22 Kondisi Batas Sambu L1


Dilakukan juga input kondisi batas pada saluran sekunder berupa kebutuhan drainase
yang diperoleh dari hasil analisa modulus drainase. Didapat untuk luas layanan
saluran sekunder yaitu seluas 620 Ha didapat kebutuhan drainase sebesar 3.693
m3/s.

99
7.4.2 Hasil Simulasi Kondisi Banjir Eksisting
Simulasi dilakukan selama 11 hari dengan waktu interval komputasi sebesar 1 menit.
Nilai manning yang digunakan adalah 0.02. Ketinggian banjir dihitung berdasarkan
tinggi limpasan yang melimpas dari Left of Banks (LOB) dan Right of Banks (ROB).

Gambar 7.23 Parameter Komputasi

Coba Plan: Plan 14 7/27/2021


SPU''' Reach 1 SPU' Reach 1 SPU'' Reach 1 SPU Reach 1
3 Legend

WS Max WS
Ground
2

0
Elevation (m)

-1

-2

-3

-4
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.24 Muka Air Saluran Primer

100
Coba Plan: Plan 14 7/27/2021
Sek1' Reach 1 Sek1 Reach 1
1.5 Legend

WS Max WS
Ground

1.0

0.5
Elevation (m)

0.0

-0.5

-1.0

-1.5
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.25 Muka Air Sekunder


Coba Plan: Plan 14 7/27/2021
Sek2' Reach 1 Sek2 Reach 1
2.0 Legend

WS Max WS
Ground

1.5

1.0
Elevation (m)

0.5

0.0

-0.5

-1.0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.26 Muka Air Sekunder

101
Coba Plan: Plan 14 7/27/2021
Sek3 Reach 1
1.0 Legend

WS Max WS
Ground

0.5

0.0
Elevation (m)

-0.5

-1.0

-1.5
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.27 Muka Air Sekunder


Tabel 7.2 Ketinggian Banjir Saluran Primer

Max W.S. LOB ROB Banjir


Banjir LOB
River River Sta Elev Elev Elev ROB
(m) (m) (m) m m
SPU''' 40895 0.39 -0.83 -0.07 1.22 0.46
SPU''' 40297.4* 0.39 -0.81 -0.08 1.2 0.47
SPU''' 39699.9* 0.39 -0.79 -0.09 1.18 0.48
SPU''' 39102.3* 0.39 -0.77 -0.09 1.16 0.48
SPU''' 38504.8* 0.39 -0.75 -0.1 1.14 0.49
SPU''' 37907.2* 0.39 -0.73 -0.11 1.12 0.5
SPU''' 37309.7* 0.39 -0.71 -0.12 1.1 0.51
SPU''' 36712.1* 0.39 -0.69 -0.13 1.08 0.52
SPU''' 36114.6* 0.39 -0.67 -0.14 1.06 0.53
SPU''' 35517.0* 0.39 -0.64 -0.14 1.03 0.53
SPU''' 34919.5* 0.39 -0.63 -0.15 1.02 0.54
SPU''' 34322 0.39 -0.6 -0.16 0.99 0.55
SPU''' 33680.6* 0.39 -0.66 -0.19 1.05 0.58
SPU''' 33039.2* 0.39 -0.71 -0.22 1.1 0.61
SPU''' 32397.8* 0.39 -0.76 -0.24 1.15 0.63
SPU''' 31756.4* 0.39 -0.81 -0.27 1.2 0.66
SPU''' 31115.0* 0.38 -0.87 -0.3 1.25 0.68
SPU''' 30473.6* 0.38 -0.92 -0.32 1.3 0.7
SPU''' 29832.3* 0.38 -0.97 -0.35 1.35 0.73
102
SPU''' 29190.9* 0.38 -1.02 -0.38 1.4 0.76
SPU''' 28549.5* 0.38 -1.07 -0.41 1.45 0.79
SPU''' 27908.1* 0.38 -1.13 -0.43 1.51 0.81
SPU''' 27266.7* 0.38 -1.18 -0.46 1.56 0.84
SPU''' 26625.3* 0.38 -1.23 -0.49 1.61 0.87
SPU''' 25984 0.38 -1.28 -0.52 1.66 0.9
SPU''' 25344.5* 0.38 -1.3 -0.52 1.68 0.9
SPU''' 24705.1* 0.38 -1.32 -0.53 1.7 0.91
SPU''' 24065.6* 0.38 -1.33 -0.54 1.71 0.92
SPU''' 23426.2* 0.38 -1.35 -0.55 1.73 0.93
SPU''' 22786.8* 0.38 -1.37 -0.56 1.75 0.94
SPU''' 22147.3* 0.38 -1.39 -0.57 1.77 0.95
SPU''' 21507.9* 0.38 -1.4 -0.58 1.78 0.96
SPU''' 20868.5* 0.38 -1.42 -0.59 1.8 0.97
SPU''' 20229.0* 0.38 -1.44 -0.6 1.82 0.98
SPU''' 19589.6* 0.38 -1.45 -0.61 1.83 0.99
SPU''' 18950.1* 0.37 -1.47 -0.62 1.84 0.99
SPU''' 18310.7* 0.37 -1.49 -0.62 1.86 0.99
SPU''' 17671.3* 0.37 -1.51 -0.63 1.88 1
SPU''' 17031.8* 0.37 -1.52 -0.64 1.89 1.01
SPU''' 16392.4* 0.37 -1.54 -0.65 1.91 1.02
SPU''' 15753 0.37 -1.56 -0.66 1.93 1.03
SPU''' 15123.7* 0.37 -1.54 -0.65 1.91 1.02
SPU''' 14494.5* 0.37 -1.53 -0.63 1.9 1
SPU''' 13865.2* 0.37 -1.51 -0.62 1.88 0.99
SPU''' 13236.0* 0.37 -1.5 -0.6 1.87 0.97
SPU''' 12606.8* 0.37 -1.49 -0.59 1.86 0.96
SPU''' 11977.5* 0.37 -1.47 -0.57 1.84 0.94
SPU''' 11348.3* 0.37 -1.46 -0.56 1.83 0.93
SPU''' 10719.1* 0.37 -1.44 -0.55 1.81 0.92
SPU''' 10089.8* 0.37 -1.43 -0.53 1.8 0.9
SPU''' 9460.62* 0.36 -1.41 -0.52 1.77 0.88
SPU''' 8831.38* 0.36 -1.4 -0.5 1.76 0.86
SPU''' 8202.14* 0.36 -1.39 -0.49 1.75 0.85
SPU''' 7572.90* 0.36 -1.37 -0.47 1.73 0.83
SPU''' 6943.67* 0.36 -1.36 -0.46 1.72 0.82
SPU''' 6314.43* 0.36 -1.34 -0.45 1.7 0.81
SPU''' 5685.19* 0.36 -1.33 -0.43 1.69 0.79
SPU''' 5055.95* 0.36 -1.31 -0.42 1.67 0.78
SPU''' 4426.71* 0.36 -1.3 -0.4 1.66 0.76
SPU''' 3797.48* 0.36 -1.29 -0.39 1.65 0.75
103
SPU''' 3168.24* 0.36 -1.27 -0.37 1.63 0.73
SPU''' 2539 0.36 -1.26 -0.36 1.62 0.72
Tidak Tidak
SPU'' 57518 1.09 2.18 1.86 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 56867.0* 1.06 2.19 2.02 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 56216.0* 1.03 2.19 2.17 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 55565 0.99 2.2 2.33 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 54995.6* 0.95 2.28 2.36 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 54426.2* 0.91 2.35 2.39 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 53856.8* 0.87 2.43 2.43 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 53287.4* 0.82 2.5 2.46 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 52718 0.78 2.58 2.49 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 52072.0* 0.73 2.4 2.42 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 51426.0* 0.7 2.22 2.35 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 50780.0* 0.68 2.03 2.28 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 50134.0* 0.67 1.85 2.21 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 49488 0.65 1.67 2.14 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' 49338 0.65 1.7 1.65 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 49220 0.65 1.87 2.01 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 48644.0* 0.64 1.88 2.03 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 48068.0* 0.63 1.89 2.06 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 47492 0.62 1.9 2.08 Banjir Banjir

104
Tidak Tidak
SPU' 46889.2* 0.6 2.02 2.04 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 46286.4* 0.59 2.13 2 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 45683.6* 0.57 2.25 1.97 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 45080.8* 0.55 2.36 1.93 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 44478 0.53 2.48 1.89 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 43915.8* 0.51 2.44 1.91 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 43353.6* 0.49 2.39 1.93 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 42791.4* 0.47 2.35 1.94 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 42229.2* 0.45 2.3 1.96 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 41667 0.43 2.26 1.98 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' 41360 0.41 1.64 1.85 Banjir Banjir
Tidak
0.36
SPU' 41048 0.39 0.03 1.91 Banjir
Tidak Tidak
SPU 91190 1.64 2.85 3.98 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 90564.6* 1.61 2.84 3.9 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 89939.2* 1.58 2.83 3.82 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 89313.9* 1.55 2.82 3.74 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 88688.5* 1.53 2.82 3.65 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 88063.1* 1.5 2.81 3.57 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 87437.8* 1.47 2.8 3.49 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 86812.4* 1.44 2.79 3.41 Banjir Banjir

105
Tidak Tidak
SPU 86187.0* 1.42 2.78 3.33 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 85561.7* 1.4 2.78 3.25 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 84936.3* 1.38 2.77 3.17 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 84311 1.37 2.76 3.08 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 83689.3* 1.35 2.71 3.03 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 83067.6* 1.34 2.66 2.97 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 82445.9* 1.33 2.6 2.91 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 81824.2* 1.32 2.55 2.85 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 81202.5* 1.31 2.49 2.79 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 80580.9* 1.3 2.44 2.74 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 79959.2* 1.28 2.39 2.68 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 79337.5* 1.27 2.33 2.62 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 78715.8* 1.27 2.28 2.56 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 78094.1* 1.26 2.23 2.51 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 77472.4* 1.25 2.17 2.45 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 76850.7* 1.24 2.12 2.39 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 76229.1* 1.23 2.07 2.33 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 75607.4* 1.22 2.01 2.27 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 74985.7* 1.22 1.96 2.21 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 74364.0* 1.21 1.9 2.16 Banjir Banjir

106
Tidak Tidak
SPU 73742.3* 1.2 1.85 2.1 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 73120.6* 1.2 1.8 2.04 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 72499 1.19 1.74 1.98 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 71844.0* 1.19 1.71 2.02 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 71189.0* 1.18 1.67 2.05 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 70534.0* 1.18 1.63 2.08 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 69879.0* 1.17 1.6 2.11 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 69224.0* 1.17 1.56 2.15 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 68569.0* 1.16 1.52 2.18 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 67914.0* 1.16 1.49 2.21 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 67259.0* 1.15 1.45 2.24 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 66604.0* 1.15 1.41 2.28 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 65949 1.14 1.38 2.31 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 65293.9* 1.14 1.34 2.27 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 64638.8* 1.14 1.3 2.23 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 63983.7* 1.13 1.26 2.19 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 63328.6* 1.13 1.22 2.14 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 62673.5* 1.13 1.18 2.1 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 62018.4* 1.13 1.14 2.06 Banjir Banjir
Tidak
0.02
SPU 61363.3* 1.12 1.1 2.02 Banjir

107
Tidak
0.06
SPU 60708.2* 1.12 1.06 1.98 Banjir
Tidak
0.1
SPU 60053.1* 1.12 1.02 1.93 Banjir
Tidak
0.14
SPU 59398.0* 1.12 0.98 1.89 Banjir
Tidak
0.18
SPU 58743 1.12 0.94 1.85 Banjir
Tidak Tidak
SPU 58200.0* 1.11 1.2 1.99 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU 57657 1.09 1.46 2.13 Banjir Banjir

Berdasarkan tabel hasil simulasi diatas dapat disimpulkan bahwa ketinggian


maksimum pada Saluran Primer Utama adalah 1.93 m. Kondisi banjir ini dimaksudkan
ketinggian air yang melimpas pada Left of Banks (LOB) dan Right of Banks (ROB)
pada saluran primer utama. Maka perlu dilakukan evaluasi pada ketinggia tanggul di
saluran primer utama.

Tabel 7.3 Ketinggian Banjir Saluran Sekunder

W.S. LOB ROB Banjir Banjir


River Reach River Sta Profile Elev Elev Elev LOB ROB
(m) (m) (m) m m
Sek3 Reach 1 11661 Max WS 0.94 1.52 1.58 -0.58 -0.64
Sek3 Reach 1 11218.6* Max WS 0.93 1.31 1.55 -0.38 -0.62
Sek3 Reach 1 10776.3* Max WS 0.92 1.11 1.52 -0.19 -0.6
Sek3 Reach 1 10334 Max WS 0.91 0.9 1.5 0.01 -0.59
Sek3 Reach 1 9734.40* Max WS 0.9 0.87 1.29 0.03 -0.39
Sek3 Reach 1 9134.80* Max WS 0.89 0.84 1.08 0.05 -0.19
Sek3 Reach 1 8535.20* Max WS 0.88 0.82 0.87 0.06 0.01
Sek3 Reach 1 7935.60* Max WS 0.87 0.79 0.67 0.08 0.2
Sek3 Reach 1 7336 Max WS 0.86 0.76 0.46 0.1 0.4
Sek3 Reach 1 6792.50* Max WS 0.86 0.84 0.72 0.02 0.14
Sek3 Reach 1 6249.00* Max WS 0.85 0.92 0.97 -0.07 -0.12
Sek3 Reach 1 5705.50* Max WS 0.85 1 1.23 -0.15 -0.38
Sek3 Reach 1 5162 Max WS 0.84 1.08 1.49 -0.24 -0.65
Sek3 Reach 1 4556.20* Max WS 0.84 1.21 1.57 -0.37 -0.73
Sek3 Reach 1 3950.40* Max WS 0.83 1.33 1.65 -0.5 -0.82
Sek3 Reach 1 3344.60* Max WS 0.81 1.46 1.72 -0.65 -0.91

108
Sek3 Reach 1 2738.80* Max WS 0.76 1.58 1.8 -0.82 -1.04
Sek3 Reach 1 2133 Max WS 0.61 1.71 1.88 -1.1 -1.27
Sek3 Reach 1 1498.00* Max WS 0.44 1.54 1.39 -1.1 -0.95
Sek3 Reach 1 863.00* Max WS 0.35 1.37 0.89 -1.02 -0.54
Sek3 Reach 1 228 Max WS 0.3 1.2 0.39 -0.9 -0.09
Sek2' Reach 1 8580.00* Max WS 1.53 1.15 0.99 0.38 0.54
Sek2' Reach 1 8055 Max WS 1.51 1.07 0.94 0.44 0.57
Sek2' Reach 1 7444.67* Max WS 1.48 1.28 0.88 0.2 0.6
Sek2' Reach 1 6834.33* Max WS 1.45 1.49 0.82 -0.04 0.63
Sek2' Reach 1 6224.00* Max WS 1.42 1.69 0.76 -0.27 0.66
Sek2' Reach 1 5613.67* Max WS 1.38 1.9 0.7 -0.52 0.68
Sek2' Reach 1 5003.33* Max WS 1.34 2.11 0.64 -0.77 0.7
Sek2' Reach 1 4393 Max WS 1.29 2.32 0.58 -1.03 0.71
Sek2' Reach 1 3768.80* Max WS 1.23 2.05 0.91 -0.82 0.32
Sek2' Reach 1 3144.60* Max WS 1.16 1.79 1.24 -0.63 -0.08
Sek2' Reach 1 2520.40* Max WS 1.09 1.52 1.57 -0.43 -0.48
Sek2' Reach 1 1896.20* Max WS 1 1.26 1.9 -0.26 -0.9
Sek2' Reach 1 1272 Max WS 0.89 0.99 2.23 -0.1 -1.34
Sek2' Reach 1 742.00* Max WS 0.76 0.32 1.43 0.44 -0.67
Sek2' Reach 1 212 Max WS 0.28 -0.35 0.63 0.63 -0.35
Sek2 Reach 1 11563 Max WS 1.7 0.96 1.75 0.74 -0.05
Sek2 Reach 1 11121.5* Max WS 1.68 1.22 1.47 0.46 0.21
Sek2 Reach 1 10680 Max WS 1.64 1.49 1.19 0.15 0.45
Sek2 Reach 1 10155.0* Max WS 1.61 1.41 1.14 0.2 0.47
Sek2 Reach 1 9630.00* Max WS 1.57 1.32 1.09 0.25 0.48
Sek2 Reach 1 9105.00* Max WS 1.53 1.24 1.04 0.29 0.49
Sek1' Reach 1 6581.40* Max WS 1.16 1.08 1.57 0.08 -0.41
Sek1' Reach 1 6000.60* Max WS 1.11 1.07 1.63 0.04 -0.52
Sek1' Reach 1 5419.80* Max WS 1.06 1.06 1.7 0 -0.64
Sek1' Reach 1 4839 Max WS 1 1.06 1.77 -0.06 -0.77
Sek1' Reach 1 4289.67* Max WS 0.94 1.21 1.65 -0.27 -0.71
Sek1' Reach 1 3740.33* Max WS 0.88 1.37 1.54 -0.49 -0.66
Sek1' Reach 1 3191.00* Max WS 0.81 1.52 1.42 -0.71 -0.61
Sek1' Reach 1 2641.67* Max WS 0.73 1.68 1.3 -0.95 -0.57
Sek1' Reach 1 2092.33* Max WS 0.64 1.83 1.19 -1.19 -0.55
Sek1' Reach 1 1543 Max WS 0.54 1.99 1.07 -1.45 -0.53
Sek1' Reach 1 1053.00* Max WS 0.45 1.92 1.29 -1.47 -0.84
Sek1' Reach 1 563.00* Max WS 0.36 1.86 1.5 -1.5 -1.14
Sek1' Reach 1 73 Max WS 0.29 1.8 1.72 -1.51 -1.43
Sek1 Reach 1 10795 Max WS 1.24 1.16 0.75 0.08 0.49
Sek1 Reach 1 10184.6* Max WS 1.24 1.15 0.89 0.09 0.35
109
Sek1 Reach 1 9574.20* Max WS 1.24 1.13 1.02 0.11 0.22
Sek1 Reach 1 8963.80* Max WS 1.23 1.12 1.16 0.11 0.07
Sek1 Reach 1 8353.40* Max WS 1.23 1.1 1.3 0.13 -0.07
Max 0.74 0.71

Berdasarkan hasil simulasi pada saluran sekunder diperoleh ketinggian banjir setinggi
0.7 m pada LOB dan ketinggian banjir pada ROB sebesar 0.74 meter. Ketinggian banjir
dihitung berdasarkan ketinggian limpasan yang melimpas dari LOB maupun ROB.

Coba Plan: Plan 14 7/27/2021


Ter1 Reach 1
1.6 Legend

WS Max WS
Ground
1.4

1.2

1.0
Elevation (m)

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
0 500 1000 1500 2000 2500
Main Channel Distance (m)

Gambar 7.28 Muka Air Tersier


Pada saluran tersier juga dapat dilihat bahwa air sudah mencapai ketinggian 1.5
meter diatas saluran. Sedangkan level pertanian rata rata di Blok A5 berada pada
elevasi 1m. Maka dapat terjadi ketinggian banjir pada laha n pertanian sekitar 50 cm.
Perlu direncanakan pintu air pada saluran sekunder dan tersier untuk mengatur tinggi
muka air pada lahan agar saat kekeringan air masih dapat tercukupi dan pada musim
hujan air tidak melimpas ke saluran.

110
BAB VIII PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI RAWA

8.1. Analisa Kesesuaian Lahan


Untuk menganalisa kesesuaian lahan maka diperlukan data potensi kedalaman
drainase, kadar abum kada bahan sulfidik, terjadinya intrusi salinitas dan potensi irigasi
pasang surut atau kondisi hidrotopografinya. Berdasarkan data tanah pertanian dan
survey yang dilakukan PT Virama Karya langsung di lahan, diperoleh data bahwa,
kedalaman pirit berkisar antara 30 s.d. 50 cm, kapasitas tukar kation (KTK) lebih besar
dari 5me/100 gr, kadar abu lebih besar dari 25%.

Berdasarkan hasil pemodelan juga diperoleh bahwa lahan tidak diluapi pasang surut
dan dikategorikan hidrotopografi C. Berdasarkan hasil pemodelan juga diperoleh
potensi kedalaman drainase yang berkisar antara 30-60 cm. Untuk menentukan satuan
lahan atau Land Unit lahan DIR Dadahup digunakan kreteria Van Den Ealaart (1995),
seperti yang terlihat pada tabel 8.1 ini. Sehingga satuan lahan (Land Unit/LU) di
Daerah DIR Dadahup Blok A5 sebagian besar terdiri dari LU IV.

Tabel 8.1 Kriteria Van den Eelaart, 1995

111
Berdasarkan hasil pemodelan juga diperoleh bahwa lahan tidak diluapi pasang surut
dan dikategorikan hidrotopografi C. Berdasarkan hasil pemodelan juga diperoleh
potensi kedalaman drainase yang berkisar antara 30-60 cm. Untuk menentukan satuan
lahan atau Land Unit lahan DIR Dadahup digunakan kreteria Van Den Ealaart (1995),
seperti yang terlihat pada tabel 8.1 ini. Sehingga satuan lahan (Land Unit/LU) di
Daerah DIR Dadahup Blok A5 sebagian besar terdiri dari LU IV.

Selanjutnya akan dianalisa kesesuaian lahan di Blok A5 berdasarkan satuan lahan


yang telah diperoleh yaitu LU IV. Berdasarkan Manual Perencanaan Teknis jaringan
Reklamasi Rawa dan Tambak (Dirjen SDA, PUPR) satuan lahan IV mempunyai
kesesuaian lahan sebagai berikut :

Tabel 8.2 Kesesuaian Lahan untuk Tipe Penggunaan Lahan (Dirjen SDA, PUPR)

112
Lahan cukup sesuai (S2) untuk tipe penggunaan Padi irigasi pompa dan palawija.
Pembatas yang ada dapat berpengaruh pada hasil tanaman, sehingga diperlukan
tambahan masukan rendah/sederhana. Namun untuk tanaman keras lahan kesesuaianya
adalah Marjinal (S3). Lahan ini mempunyai pembatas serius yang berpengaruh
terhadap hasil tanaman, sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan masukan rendah
- tinggi.

8.2. Perencanaan Tanggul


Perencanaan tanggul direncanakan berdasarkan KP Irigasi nomor 03 mengenai
saluran irigasi. Perencanaan tanggul akan direncanakan pada saluran primer dan
saluran sekunder agar air tidak melimpas sawah dan membuat lahan sawah tergenang.
Berikut adalah tahapan dalam menentukan dimensi tanggul.

1. Penentuan elevasi puncak tanggul.


Sebelum menentukan elevasi puncak tanggul harus ditentukan dahulu tinggi
jagaan dari tanggul yang akan dibuat. Berdasarkan KP Irigasi 03 berikut
adalah tabel tinggi jagaan yang diperlukan. Diperoleh bahwa tinggi jagaan
yang digunakan dengan debit lebih dari 15 m3/s pada saluran primer dan debit
antara 1.5 m3/s hingga 5 m3/s pada saluran sekunder. Maka pada saluran
primer tinggi jagaan tanggul adalah 1 meter sedangkan pada saluran sekunder
113
tinggi jagaan tanggu adalah 0.6 m. Berikut adalah tabel perhitungan
ketinggian tanggul.

Tabel 8.3 Ketinggian Jagaan Tanggul Berdasarkan KP Irigasi 03

Tabel 8.4 Ketinggian Tanggul Saluran Primer

W.S. Banjir Tanggul Tanggul


River Reach River Sta Profile Elev Banjir LOB ROB LOB ROB
(m) m m m m
SPU''' Reach 1 40895 Max WS 0.94 1.77 1.01 2.37 1.61
Tidak Tidak
SPU''' Reach 1 40297.4* Max WS 0.91 Banjir Banjir
Tidak
SPU''' Reach 1 39699.9* Max WS 0.9 0.17 Banjir 0.77
SPU''' Reach 1 39102.3* Max WS 0.89 0.43 0.1 1.03 0.7
SPU''' Reach 1 38504.8* Max WS 0.89 0.69 0.37 1.29 0.97
SPU''' Reach 1 37907.2* Max WS 0.88 0.94 0.63 1.54 1.23
SPU''' Reach 1 37309.7* Max WS 0.88 1.21 0.9 1.81 1.5
SPU''' Reach 1 36712.1* Max WS 0.88 1.47 1.18 2.07 1.78
SPU''' Reach 1 36114.6* Max WS 0.88 1.73 1.45 2.33 2.05
SPU''' Reach 1 35517.0* Max WS 0.88 1.99 1.72 2.59 2.32

114
SPU''' Reach 1 34919.5* Max WS 0.88 2.26 1.99 2.86 2.59
SPU''' Reach 1 34322 Max WS 0.88 2.52 2.26 3.12 2.86
SPU''' Reach 1 33680.6* Max WS 0.88 2.55 2.2 3.15 2.8
SPU''' Reach 1 33039.2* Max WS 0.88 2.57 2.13 3.17 2.73
SPU''' Reach 1 32397.8* Max WS 0.88 2.6 2.06 3.2 2.66
SPU''' Reach 1 31756.4* Max WS 0.88 2.62 2 3.22 2.6
SPU''' Reach 1 31115.0* Max WS 0.88 2.65 1.93 3.25 2.53
SPU''' Reach 1 30473.6* Max WS 0.88 2.67 1.86 3.27 2.46
SPU''' Reach 1 29832.3* Max WS 0.88 2.7 1.8 3.3 2.4
SPU''' Reach 1 29190.9* Max WS 0.88 2.73 1.73 3.33 2.33
SPU''' Reach 1 28549.5* Max WS 0.88 2.75 1.66 3.35 2.26
SPU''' Reach 1 27908.1* Max WS 0.88 2.78 1.6 3.38 2.2
SPU''' Reach 1 27266.7* Max WS 0.87 2.79 1.52 3.39 2.12
SPU''' Reach 1 26625.3* Max WS 0.87 2.82 1.45 3.42 2.05
SPU''' Reach 1 25984 Max WS 0.87 2.85 1.39 3.45 1.99
SPU''' Reach 1 25344.5* Max WS 0.87 2.87 1.5 3.47 2.1
SPU''' Reach 1 24705.1* Max WS 0.87 2.9 1.61 3.5 2.21
SPU''' Reach 1 24065.6* Max WS 0.87 2.92 1.72 3.52 2.32
SPU''' Reach 1 23426.2* Max WS 0.87 2.95 1.83 3.55 2.43
SPU''' Reach 1 22786.8* Max WS 0.87 2.97 1.94 3.57 2.54
SPU''' Reach 1 22147.3* Max WS 0.87 3 2.06 3.6 2.66
SPU''' Reach 1 21507.9* Max WS 0.87 3.02 2.17 3.62 2.77
SPU''' Reach 1 20868.5* Max WS 0.87 3.05 2.28 3.65 2.88
SPU''' Reach 1 20229.0* Max WS 0.87 3.07 2.39 3.67 2.99
SPU''' Reach 1 19589.6* Max WS 0.87 3.1 2.5 3.7 3.1
SPU''' Reach 1 18950.1* Max WS 0.87 3.12 2.61 3.72 3.21
SPU''' Reach 1 18310.7* Max WS 0.87 3.15 2.73 3.75 3.33
SPU''' Reach 1 17671.3* Max WS 0.87 3.18 2.84 3.78 3.44
SPU''' Reach 1 17031.8* Max WS 0.87 3.2 2.95 3.8 3.55
SPU''' Reach 1 16392.4* Max WS 0.87 3.23 3.06 3.83 3.66
SPU''' Reach 1 15753 Max WS 0.87 3.25 3.17 3.85 3.77
SPU''' Reach 1 15123.7* Max WS 0.87 3.24 3.16 3.84 3.76
SPU''' Reach 1 14494.5* Max WS 0.87 3.22 3.14 3.82 3.74
SPU''' Reach 1 13865.2* Max WS 0.87 3.21 3.13 3.81 3.73
SPU''' Reach 1 13236.0* Max WS 0.87 3.2 3.11 3.8 3.71
SPU''' Reach 1 12606.8* Max WS 0.86 3.17 3.09 3.77 3.69
SPU''' Reach 1 11977.5* Max WS 0.86 3.16 3.08 3.76 3.68
SPU''' Reach 1 11348.3* Max WS 0.86 3.14 3.06 3.74 3.66
SPU''' Reach 1 10719.0* Max WS 0.86 3.13 3.05 3.73 3.65
SPU''' Reach 1 10089.8* Max WS 0.86 3.11 3.03 3.71 3.63
SPU''' Reach 1 9460.62* Max WS 0.86 3.1 3.02 3.7 3.62
115
SPU''' Reach 1 8831.38* Max WS 0.86 3.09 3 3.69 3.6
SPU''' Reach 1 8202.14* Max WS 0.86 3.07 2.99 3.67 3.59
SPU''' Reach 1 7572.90* Max WS 0.86 3.06 2.98 3.66 3.58
SPU''' Reach 1 6943.67* Max WS 0.86 3.04 2.96 3.64 3.56
SPU''' Reach 1 6314.43* Max WS 0.86 3.03 2.95 3.63 3.55
SPU''' Reach 1 5685.19* Max WS 0.86 3.01 2.93 3.61 3.53
SPU''' Reach 1 5055.95* Max WS 0.86 3 2.92 3.6 3.52
SPU''' Reach 1 4426.71* Max WS 0.86 2.99 2.9 3.59 3.5
SPU''' Reach 1 3797.48* Max WS 0.86 2.97 2.89 3.57 3.49
SPU''' Reach 1 3168.24* Max WS 0.86 2.96 2.88 3.56 3.48
SPU''' Reach 1 2539 Max WS 0.86 2.94 2.86 3.54 3.46
SPU'' Reach 1 57518 Max WS 1.7 0.51 0.42 1.11 1.02
SPU'' Reach 1 56867.0* Max WS 1.67 0.33 0.21 0.93 0.81
SPU'' Reach 1 56216.0* Max WS 1.64 0.15 0.01 0.75 0.61
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 55565 Max WS 1.59 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 54995.6* Max WS 1.55 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 54426.2* Max WS 1.51 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 53856.8* Max WS 1.47 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 53287.4* Max WS 1.43 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 52718 Max WS 1.39 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 52072.0* Max WS 1.35 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU'' Reach 1 51426.0* Max WS 1.31 Banjir Banjir
Tidak
SPU'' Reach 1 50780.0* Max WS 1.29 Banjir 0.03 0.63
SPU'' Reach 1 50134.0* Max WS 1.26 0.23 0.23 0.83 0.83
SPU'' Reach 1 49488 Max WS 1.25 0.49 0.45 1.09 1.05
SPU'' Reach 1 49338 Max WS 1.24 0.67 0.36 1.27 0.96
SPU' Reach 1 49220 Max WS 1.24 0.26 0.22 0.86 0.82
SPU' Reach 1 48644.0* Max WS 1.23 0.16 0.17 0.76 0.77
SPU' Reach 1 48068.0* Max WS 1.21 0.05 0.1 0.65 0.7
Tidak
SPU' Reach 1 47492 Max WS 1.2 Banjir 0.05 0.65
Tidak
SPU' Reach 1 46889.2* Max WS 1.18 Banjir 0.01 0.61

116
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 46286.4* Max WS 1.16 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 45683.6* Max WS 1.14 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 45080.8* Max WS 1.12 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 44478 Max WS 1.09 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 43915.8* Max WS 1.07 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 43353.6* Max WS 1.05 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 42791.4* Max WS 1.02 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 42229.2* Max WS 1 Banjir Banjir
Tidak Tidak
SPU' Reach 1 41667 Max WS 0.98 Banjir Banjir
Tidak
SPU' Reach 1 41360 Max WS 0.95 Banjir 0.05 0.65
SPU' Reach 1 41048 Max WS 0.94 1.3 1.14 1.9 1.74
Tidak
SPU Reach 1 91190 Max WS 2.14 0.36 Banjir 0.96
SPU Reach 1 90564.6* Max WS 2.12 0.39 0.03 0.99 0.63
SPU Reach 1 89939.2* Max WS 2.1 0.42 0.06 1.02 0.66
SPU Reach 1 89313.9* Max WS 2.08 0.45 0.1 1.05 0.7
SPU Reach 1 88688.5* Max WS 2.06 0.48 0.14 1.08 0.74
SPU Reach 1 88063.1* Max WS 2.04 0.51 0.18 1.11 0.78
SPU Reach 1 87437.8* Max WS 2.03 0.55 0.24 1.15 0.84
SPU Reach 1 86812.4* Max WS 2.01 0.58 0.28 1.18 0.88
SPU Reach 1 86187.0* Max WS 2 0.62 0.33 1.22 0.93
SPU Reach 1 85561.7* Max WS 1.99 0.66 0.37 1.26 0.97
SPU Reach 1 84936.3* Max WS 1.98 0.7 0.42 1.3 1.02
SPU Reach 1 84311 Max WS 1.97 0.74 0.47 1.34 1.07
SPU Reach 1 82342.3* Max WS 1.94 0.75 0.56 1.35 1.16
SPU Reach 1 80373.6* Max WS 1.91 0.76 0.65 1.36 1.25
SPU Reach 1 78405.0* Max WS 1.88 0.76 0.73 1.36 1.33
SPU Reach 1 76436.3* Max WS 1.86 0.78 0.83 1.38 1.43
SPU Reach 1 74467.6* Max WS 1.84 0.8 0.92 1.4 1.52
SPU Reach 1 72499 Max WS 1.83 0.83 1.03 1.43 1.63
SPU Reach 1 71844.0* Max WS 1.82 0.83 1.04 1.43 1.64
SPU Reach 1 71189.0* Max WS 1.82 0.85 1.07 1.45 1.67
SPU Reach 1 70534.0* Max WS 1.81 0.86 1.08 1.46 1.68
117
SPU Reach 1 69879.0* Max WS 1.81 0.88 1.1 1.48 1.7
SPU Reach 1 69224.0* Max WS 1.8 0.89 1.11 1.49 1.71
SPU Reach 1 68569.0* Max WS 1.8 0.91 1.13 1.51 1.73
SPU Reach 1 67914.0* Max WS 1.79 0.92 1.14 1.52 1.74
SPU Reach 1 67259.0* Max WS 1.79 0.94 1.17 1.54 1.77
SPU Reach 1 66604.0* Max WS 1.78 0.95 1.18 1.55 1.78
SPU Reach 1 65949 Max WS 1.78 0.96 1.2 1.56 1.8
SPU Reach 1 64748.0* Max WS 1.77 1.11 1.3 1.71 1.9
SPU Reach 1 63547.0* Max WS 1.77 1.27 1.42 1.87 2.02
SPU Reach 1 62346.0* Max WS 1.76 1.42 1.52 2.02 2.12
SPU Reach 1 61145.0* Max WS 1.76 1.57 1.63 2.17 2.23
SPU Reach 1 59944.0* Max WS 1.75 1.72 1.74 2.32 2.34
SPU Reach 1 58743 Max WS 1.75 1.88 1.85 2.48 2.45
SPU Reach 1 58200.0* Max WS 1.73 1.68 1.55 2.28 2.15
SPU Reach 1 57657 Max WS 1.7 1.46 1.25 2.06 1.85
Max 1.93 1.93 2.5 2.5

Maka didapat ketinggian tanggul maksimum pada saluran primer adalah 2.5
meter dihitung dari LOB dan ROB. Sedangkan ketinggian tanggul eksisting
pada tiap penampang saluran cukup rata rata berkisar antara 1-1.5 meter. Hal
ini menandakan perlu adanya penambahan tinggi tanggul pada saluran primer
agar tidak terjadi banjir.

Tabel 8.4 Ketinggian Tanggul Saluran Primer

Min Ch W.S. Banjir Tanggul Tanggul


River Reach River Sta El Elev Banjir LOB ROB LOB ROB
(m) (m) m m m m
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 11661 -1.1 0.94 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 11218.6* -1.03 0.93 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 10776.3* -0.96 0.92 Banjir Banjir

118
Tidak
Sek3 Reach 1 10334 -0.89 0.91 0.01 Banjir 0.61
Tidak
Sek3 Reach 1 9734.40* -0.85 0.9 0.03 Banjir 0.63
Tidak
Sek3 Reach 1 9134.80* -0.8 0.89 0.05 Banjir 0.65
Sek3 Reach 1 8535.20* -0.76 0.88 0.06 0.01 0.66 0.61
Sek3 Reach 1 7935.60* -0.71 0.87 0.08 0.2 0.68 0.8
Sek3 Reach 1 7336 -0.67 0.86 0.1 0.4 0.7 1
Sek3 Reach 1 6792.50* -0.85 0.86 0.02 0.14 0.62 0.74
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 6249.00* -1.04 0.85 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 5705.50* -1.22 0.85 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 5162 -1.4 0.84 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 4556.20* -1.21 0.84 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 3950.40* -1.02 0.83 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 3344.60* -0.84 0.81 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 2738.80* -0.65 0.76 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 2133 -0.46 0.61 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 1498.00* -0.66 0.44 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 863.00* -0.86 0.35 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek3 Reach 1 228 -1.06 0.3 Banjir Banjir
Sek2' Reach 1 8580.00* -0.83 1.53 0.38 0.54 0.98 1.14
Sek2' Reach 1 8055 -0.86 1.51 0.44 0.57 1.04 1.17
Sek2' Reach 1 7444.67* -0.86 1.48 0.2 0.6 0.8 1.2
Tidak
Sek2' Reach 1 6834.33* -0.85 1.45 Banjir 0.63 1.23
Tidak
Sek2' Reach 1 6224.00* -0.85 1.42 Banjir 0.66 1.26
Tidak
Sek2' Reach 1 5613.67* -0.85 1.38 Banjir 0.68 1.28
Tidak
Sek2' Reach 1 5003.33* -0.84 1.34 Banjir 0.7 1.3

119
Tidak
Sek2' Reach 1 4393 -0.84 1.29 Banjir 0.71 1.31
Tidak
Sek2' Reach 1 3768.80* -0.84 1.23 Banjir 0.32 0.92
Tidak Tidak
Sek2' Reach 1 3144.60* -0.84 1.16 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek2' Reach 1 2520.40* -0.84 1.09 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek2' Reach 1 1896.20* -0.84 1 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek2' Reach 1 1272 -0.84 0.89 Banjir Banjir
Tidak
Sek2' Reach 1 742.00* -0.77 0.76 0.44 Banjir 1.04
Tidak
Sek2' Reach 1 212 -0.69 0.28 0.63 Banjir 1.23
Tidak
Sek2 Reach 1 11563 -0.31 1.7 0.74 Banjir 1.34
Sek2 Reach 1 11121.5* -0.52 1.68 0.46 0.21 1.06 0.81
Sek2 Reach 1 10680 -0.72 1.64 0.15 0.45 0.75 1.05
Sek2 Reach 1 10155.0* -0.75 1.61 0.2 0.47 0.8 1.07
Sek2 Reach 1 9630.00* -0.78 1.57 0.25 0.48 0.85 1.08
Sek2 Reach 1 9105.00* -0.8 1.53 0.29 0.49 0.89 1.09
Tidak
Sek1' Reach 1 6581.40* -0.29 1.16 0.08 Banjir 0.68
Tidak
Sek1' Reach 1 6000.60* -0.3 1.11 0.04 Banjir 0.64
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 5419.80* -0.3 1.06 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 4839 -0.31 1 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 4289.67* -0.41 0.94 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 3740.33* -0.5 0.88 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 3191.00* -0.6 0.81 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 2641.67* -0.7 0.73 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 2092.33* -0.79 0.64 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 1543 -0.89 0.54 Banjir Banjir

120
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 1053.00* -0.96 0.45 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 563.00* -1.03 0.36 Banjir Banjir
Tidak Tidak
Sek1' Reach 1 73 -1.1 0.29 Banjir Banjir
Sek1 Reach 1 10795 -0.72 1.24 0.08 0.49 0.68 1.09
Sek1 Reach 1 10184.6* -0.63 1.24 0.09 0.35 0.69 0.95
Sek1 Reach 1 9574.20* -0.54 1.24 0.11 0.22 0.71 0.82
Sek1 Reach 1 8963.80* -0.46 1.23 0.11 0.07 0.71 0.67
Tidak
Sek1 Reach 1 8353.40* -0.37 1.23 0.13 Banjir 0.73
Max 0.74 0.71 1.34 1.31

Berdasarkan hasil pemodelan tinggi muka air banjir pada LOB dan ROB dan
ditambah dengan tinggi jagaan sebesar 0.6 meter maka diperoleh ketinggian
tanggul maksimum adalah 1.34 meter pada LOB dan 1.31 m pada ROB.
Sedangkan pada kondisi eksisting ketinggian tanggul pada saluran sekunder
hanya 0.5 meter dari LOB dan ROB masing masing penampang.

2. Penentuan Lebar Puncak Tanggul.


Penentuan lebar puncak tanggul ditentukan berdasarkan KP Irigasi 03.
Berdasarkan debit rencana pada saluran primer lebih dari 15 m3/s. Dengan
jalan inspeksi maka lebar puncak tanggul adalah 5 meter. Sedangkan untuk
saluran sekunder dengan debit antara 5 – 10 m3/s dengan tanpa jalan inspeksi
didapat lebar puncak 2 meter.

Tabel 8.5 Lebar Jalan Inspeksi

121
8.3. Perencanaan Pintu Air
Perencanaana pintu air dilakukan pada saluran sekunder. Pintu air direncanakan untuk
mengatur tinggi muka air pada saluran sekunder agar saat musim kemarau air tetap
tersedia dan saat musim basah atau musim hujan air tidak melimpas ke lahan sawah.
Pintu air juga direncanakan pada saluran tersier agar saat musim hujan air tidak
melimpas ke lahan dan pada saat musim kemarau air tetap tersedia pada saluran
tersier.

Berikut adalah ilustrasi dari layout perencanaan pintu air yang dikerjakan pada
saluran tersier dan saluran sekunder.

Stoplog

Pintu Klep

Gambar 8.1 Skema Tata Air

122
8.3.1 Analisis Hidraulik Pintu Air

Gambar 8.2 Muka Air Saluran di Pintu Air

Berdasarkan fluktuasi muka air di saluran sekunder pada gambar diatas terdapat 1
kali pasang dan satu kali surut. Periode pasang terjadi kurang lebih 12 jam dan periode
surut terjadi kurang lebih 12 jam. Seperti yang terlihat pada gambar diatas pada periode
surut yang terjadi penggelontoran air dari saluran tersier menuju saluran sekunder
dengan ditandai ketinggian muka air pada saluran tersier lebih tinggi dibanding saluran
sekunder. Maka selama 12 jam air dikeluarkan dari saluran tersier secara gravitasi.
Sedangkan pada periode pasang akan terjadi pengisian saluran tersier oleh air dari
saluran dikarenakan pintu air akan tertutup karena elevasi pada saluran sekunder lebih
tinggi dibanding elevasi pada saluran tersier.

Untuk menentukan lebar dari pintu air digunakan persamaan aliran melalui pintu
sorong berdasarkan KP Irigasi 04 tentang Bangunan. Elevasi hulu saluran berada pada
saluran tersier, dan berada maksimum pada elevasi (h1) 1.1 meter, Akan digunakan
pintu dengan berat jenis 1500 kg/m3. berikut adalah perhitungan kebutuhan lebar pintu
air.

Q = K. μ. a. b. √2. g. (h1)

123
h1 1.1
y = γair ∗ = 1000 ∗ = 0,733 𝑚
γpintu 1500

a = y . sin(90 − α) = 0,733 ∗ sin(90 − 75) = 0,189 m

Nilai K diperoleh berdasarkan grafik yang tertera pada KP Irigasi 04 berdasarkan


Schimdt berikut adalah grafik penentuan nilai K.

Gambar 8.3 Grafik Hubungan K dan h2/a


Nilai h2 diperoleh dari ketinggian air di hilir, dimana di hilir saluran merupakan
saluran sekunder dengan fluktuasi muka air pasang surut. Namun digunakan nilai
muka air saat surut yaitu 0.9 m. Maka diperoleh nilai h2/a adalah 4.76 dan nilai h1/a
adalah 5.82. Oleh karena itu berdasarkan grafik Schmidt nilai K adalah 0.28. Debit
desain berdasarkan modulus drainase 6.15 lt/s/ha dengan luas layanan 124 Ha.

𝑙𝑡 𝑚3
𝑄𝑑 = 1.62 𝑥 6.15 𝑥 1240.92 = 840.26 = 0.84
𝑠 𝑠

Maka dapat ditentuka kebutuhan lebar pintu air dengan persamaan sebagai berikut :

Q
b = = 5.69 𝑚
Kμa√2g(h1)

124
Maka didapat kebutuhan lebar pintu air adalah 5.69 meter. Dengan itu diperlukan 5
buah pintu air PA-FG 1 dengan ukuran 120 cm x 120 cm. Aliran yang melalui pintu
klep Pintu klep akan membuka secara otomatis apabila muka air di hulu lebih tinggi
dari muka air di hilir dan pintu klep akan menutup secara otomatis pada saat muka air
di hilir lebih tinggi dari muka air di hulu. Beda tinggi muka air di hulu dan di hilir
(Dh) untuk membuka atau menutup pintu klep bahan fiber resin ini hanya sebesar 2 -
8 cm.

8.4 Perencanaan Stoplog


Stoplog direncanakan akan dipasang pada saluran sekunder untuk mengatur
tinggi muka air pada salura sekunder. Muka air direncanakan harus bisa diatur hingga
air bisa mengalir secara gravitasional ke lahan sawah dari saluran tersier.

Dengan debit rencana pada saluran sekunder adalah 3.813 lt/detik maka akan
dihitung kebutuhan skot balok pada saluran sekunder dengan analisa hidraulis sebagai
berikut :

• Menentukan ketinggian air diatas ambang :


Untuk menentukan ketinggian air diatas ambang berdasarkan KP
Irigasi menggunakan persamaan aliran diatas ambang sebagai berikut :

Q = 3.813 lt/s = 3,813 m3/s


Cd = 1,05 (berdasakan grafik)
Cv = 1 (berdasarkan grafik)
G = 9,81 m3/s
b = 2,5 m
3,813
ℎ1 = 0,5 = 0,3 𝑚
2 2
1,05 𝑥 1 𝑥 3 𝑥 (3 𝑥 9,81) 𝑥 2,5 𝑥 5

125
Maka didapatkan bahwa tinggi air diatas ambang adalah 0,3 meter dengan
modulus drainase rencana 3,813 m3/s.
• Menentukan dimensi skot balok
Berdasarkan KP Irigasi 08, pintu pengatur elevasi dengan
menggunakan tipe stoplog dibatas pada ukuran maksimal ketebalan kayu
perbatang adalah 8 cm dan tinggi 10 cm. Maka direncanakan kayu dengan
tebal 8 cm dan tinggi 10 cm untuk tiap skot balok.
Untuk memastikan bahwa dengan ketinggian dan ketebalan kayu
sudah sesuai dengan keadaan eksisting di saluran sekunder maka perlu
dihitung kebutuhan jenis kayu yang sesuai dengan keadaan eksisting. Berikut
adalah perhitungan menentukan massa jenis kayu :

𝑝 = 𝜌 𝑥 𝑔 𝑥 (𝐻 − ) 𝑥 ℎ
2
P = tekanan hidrostatis
ρ = massa jenis air
H = tinggi energi diatas ambang ( h1 = H)
h = tinggi tiap skot balok
g = percepatan gravitasi
0,3 𝑁
𝑝 = 1000 𝑥 9,81 𝑥 (0,3 − ) 𝑥 0,3 = 252,4
2 𝑚
1
𝑀 = 𝑥 𝑝 𝑥 𝑙2
8
1
𝑀 = 𝑥 252,4 𝑥 2,52 = 197,2 𝑁𝑚
8
0,08
My 197,2 𝑥 2 𝑘𝑔
σ= = = 18,49
l 1 𝑐𝑚2
(12 𝑥 0,1 𝑥 0,083 )

Maka diperlukan kuat nilai kuat lentur kayu diatas 18,49 kg/cm2 agar kayu
tetap lentur pada keadaan debit tertentu. Maka dibutukan kelas kuat kayu
minimum pada kelas kuat kayu IV yaitu 50 kg/cm2 agar kayu tidak mudah
rusak.

126
Maka berdasarkan hasil analisa hidraulis didapat bahwa lebar pintu adalah 2,5
meter dan dibutuhkan 5 pintu untuk satu saluran sekunder. Tebal skot balok adalah
0,08 meter dan tinggi skot balok adalah 0,1 meter.

8.4. Perencanaan Pompa


Untuk mengeluarkan genangan yang berlebihan sehingga mengurangi bahaya
kerusakan tanaman dan bahaya bagi penduduk maka perlu direncanakan pompa npada
Blok A5. Kapasitas pompa akan di desain sesuai dengan modulus drainase yang telah
dihitung. Dengan modulus drainase sebesar 6.15 lt/s/ha atau ketinggian muka air 159.4
mm yang harus di drain selama waktu 3 hari. Maka akan direncanakan pompa pada
tiap saluran tersier sebagai berikut :

Tabel 8.6 Kebutuhan Pompa Drain

Pompa juga akan digunakan sebagai supply irigasi saat musim kemarau untuk
mempertahankan ketinggian muka air di saluran tersier untuk mencegah terjadinya
oksidasi pirit. Pemompaan dilakukan sampai diperoleh elevasi muka air diatas tanah
adalah 10 mm diatas permukaan tanah. Nilai ketinggian muka air diperoleh dari
kebutuhan air berdasarkan pola tanam.

Tabel 8.7 Kebutuhan Pompa Supply

127
128
BAB IX RENCANA ANGGARAN BIAYA

Rencana besarnya anggaran biaya yang diperlukan untuk membangun solusi


teknis berupa normalisasi, pintu dan pompa dihitung berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2016
tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan dan harga satuan dari Provinsi
Kalimantan Tengah. Berikut adalah hasil perhitungan rencana anggaran biaya dari
normalisasi, pintu dan pompa:

Tabel 9.1 Rencana Anggaran Biaya

129
BAB X OPERASI DAN PEMELIHARAAN

10.1. Operasi
Rencana operasi meliputi rencana tata tanam dan rencana pengelolaan air yaitu
rencana pengaturan muka air pada sistem saluran jaringan irigasi rawa dan muka air
tanah sedemikian sehingga tercipta kondisi optimal dalam pemanfaatan lahan bagi
pertanian dan kehidupan masyarakat. Rencana pengelolaan air diterjemahkan dalam
prosedur operasi pintu bagunan pengendali air. Pengelolaan air dimaksudkan untuk
menjamin ketersediaan air yang cukup bagi tanaman, membuang air hujan kelebihan
dari lahan pertanian, mencegah tumbuhnya tanaman liar di lahan sawah (tanaman
padi), mencegah timbulnya zat racun dan kondisi tertutupnya muka tanah oleh
genangan air diam, mencegah penurunan kualitas air, mencegah kerusakan tanaman
oleh pengaruh air asin, dan dalam kasus tertentu mencegah pembentukan tanah asam
sulfat.

10.1.1 Operasi Pompa


Jika peluang suplesi pasang surut tidak ada, tetapi air disaluran kualitasnya cukup
baik, pemompaan bisa membantu untuk mengatasi kekurangan air pada saat kemarau.
Volume air yang perlu dipompa biasanya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
jumlah air yang masuk atau keluar pada saat pasang surut. Kadang-kadang para petani
cenderung untuk menghemat biaya pemompaan, yaitu dengan cara menyimpan air di
sawah sebanyak mungkin sehingga muncul risiko negatif yang hampir sama dengan
kondisi genangan air yang ”stagnant” (dibiarkan menggenang lama) seperti yang sudah
dibahas sebelumnya yang menyangkut retensi air.

Permasalahan pada saat musim kemarau adalah rendahnya kulitas air (pH 3 s.d. 4)
dan rendahnya elevasi muka air di saluran tersier dengan jarak dari lahan mencapai 50
cm sd. 75 cm Pada saat kondisi tersebut diperlukan pompa air untuk menaikkan elevasi
muka air saluran tersier mendekati elevasi lahan, pompa akan dihentikan apabila muka
air tanah sudah mencapai -20 cm. Untuk menjaga muka air tanah yang mempunyai

130
elevasi lahan lebih tinggi, digunakan pompa dari saluran tersier ke saluran kuarter yang
memiliki blok kuarter lebih tinggi.

Pada musim hujan Untuk menurunkan elevasi muka air di lahan digunakan pompa
kecil yang akan mengeluarkan air dari saluran tersier langsung ke lahan, atau dari
saluran tersier ke saluran gendong. Saat itu saluran gendong difungsikan sebagai
saluran atau kolam retensi yang menampung sementara volume air dari lahan ke
saluran gendong. Dari saluran gendong air dipompa ke saluran sekunder dengan pompa
yang lebih besar

10.1.2 Operasi Pintu Air


Memasuki musim hujan, semua pintu dan infrastruktur banjir Sistem Makro harus
dipastikan keberfungsiannya. Sehingga sistem blok sawah akan aman dari banjir,
diharapkan satu-satunya potensi banjir hanya dari kejadian hujan yang jatuh langsung
ke lahan maupun ke saluran sekunder. Kenaikan elevasi muka air di saluran sekunder
dan lahan karena hujan sangat mungkin terjadi melebihi elevasi lahan Saat musim
hujan kenaikan elevasi muka air di saluran sekunder dan lahan karena hujan sangat
mungkin terjadi melebihi elevasi lahan. Pada saat kondisi tersebut system drainase
tidak memungkinkan mengeluarkan air secara grafitasi, saat itu system harus
sepenuhnya tertutup. Untuk keperluan itu di semua titik bukaan salurans sekunder ke
tersier harus tertutup. Sehingga disetiap titik tersebut harus dipasang pintu air, yang
akan berfungsi menutup Blok A5 dari pengaruh banjir di saluran sekunder.

10.2. Pemeliharaan
10.2.1 Pemeliharaan Pintu Klep
Pintu klep secara umum tidak memerlukan pemeliharaan yang kontinyu, kecuali
akibat kerusakan atau akibat benturan benda keras. Apabila terjadi kerusakan daun
pintu klep dilepas dari engselnya sebelum di perbaiki. Perbaikan memerlukan bahan
fiber resin yang dilakukan oleh petugas yang mahir dalam bidangnya. Perbaikan
dilakukan apabila terjadi kerusakan berat pada pintu air.

131
Untuk kelancaran buka dan tutupnya daun pintu klep denagn sempurna agar diperiksa
secara berkala pada bagian engsel pintu dan seal karet penyekatnya, apabila
diperlukan engsel diberi pelumas dan seal karet dilem kembali atau diganti. Bagian
yang cacat pada daun pintu atau pada konstruksi bangunan airnya harus segera
diperbaiki agar pintu dapat bertahan lama. Pemeriksaan rutin harus dilakukan
minimal setahun sekali yang dilakukan oleh pemakai setempat dengan memberikan
format yang sesuai dan kemudian dilaporkan kepada pihak terkait.

10.2.2 Pemeliharaan Pompa


Pemeliharaan peralatan sistem pompa drainase berfungsi untuk menjaga /
mempertahankan unjuk kerja (performance) peralatan sistem pompa drainase,
sehingga peralatan pompa drainase dalam kondisi baik untuk selalu siap
dioperasionalkan sesuai kondisi yang ditetapkan terutama pada saat pompa tersebut
digunakan pada kondisi terjadi genangan air. Bagaimanapun peralatan yang terpasang
untuk menjaga keandalan maka perlu dilakukan pemeliharaan secara periodik.

Umumnya dilakukan pada 3 jenis :

1. Break down maintance: Pemeliharaan dilakukan dari peralatan tersebut dari


dipasang sampai dengan kondisi rusak (tidak dapat dioperasionalkan) kemudian
dilakukan perbaikan / penggantian

2. Periodical Maintance Pemeliharaan dilakukan secara berkala / periodik, bulanan, 6


bulanan dan tahunan pada kondisi peralatan tersebut belum terjadi kerusakan
dilakukan pemeliharaan / check.

3. Predictive Maintance Pemeliharaan dilakukan sesuai dengan kondisi / trend


masing-masing peralatan pada yang tidak normal (diatas/dibawah kondisi normal
dengan melakukan pengamatan secara teliti.)

132
10.2.2 Pemeliharaan Tanggul
Dalam pemeliharaan tanggul sungai diperlukan inspeksi mengenai kondisi tanggul
secara visual 1(satu) kali dalam satu bulan untuk memastikan kondisi tanggul dalam
keadaan baik. Pengamatan yang dilakukan meliputi:
1. keutuhan tubuh tanggul
2. kondisi puncak tanggul
3. lereng hulu
4. lereng hilir
5. kaki dan tumpuan tanggul.
Pengamatan tersebut dilakukan untuk identifikasi ruas-ruas tanggul kritis, kerusakan
tanggul akibat erosi atau penggerusan aliran sungai, kerusakan puncak tanggul,
keretakan atau kebocoran dan longsoran lereng tanggul dan tebing sungai. Adapun
pemeliharaan tanggul tanah baik rutin, berkala dan pada saat bencana sebagai berikut:
Tabel 10.1 Pemeliharaan Tanggul

133
BAB XI PENUTUP

9.1. Kesimpulan
1. Defisit air yang terjadi dengan kebutuhan tinggi muka air disawah sebesar
10 cm dengan tinggi muka air rata rata di saluran tersier adalah 0.8 meter
dan level lahan pertanian rata rata adalah 1 meter adalah 30 cm. Maka
volume defisit air yang diperlukan untuk 1 saluran tersier dengan luas layan
124 Ha adalah 372000 m3.
2. Ketinggian banjir hasil pemodelan HEC – RAS dengan modulus drainase
periode ulang 5 tahun dan dengan kondisi pasang surut saat musim hujan
adalah 1.93 meter pada saluran primer, 0.74 meter pada saluran sekunder
dan 50 cm pada lahan pertanian.
3. Dengan itu diperlukan 5 buah pintu air PA-FG 1 dengan ukuran 120 cm x
120 cm. Direncanakan juga pompa 12 buah pada 1 saluran tersier dengan
kapasitas 0.077 m3/s. Tinggi tanggul yang maksimal yang diperlukan
adalah 2.5 meter pada saluran primer dan 1.72 meter pada saluran sekunder.
4. Berdasarkan hasil analisa hidraulis skot balokdidapat bahwa lebar pintu
adalah 2,5 meter dan dibutuhkan 5 pintu untuk satu saluran sekunder.
Tebal skot balok adalah 0,08 meter dan tinggi skot balok adalah 0,1 meter.

9.2 Saran
1. Diperlukan penelitian secara keseluruhan jaringan dan sistem irigasi
untuk menanggulangi banjir dan kekeringan yang terjadi pada DIR
Dadahup.
2. Diperlukan data saluran keseluruhan saluran dan pengukuran tinggi muka
air dari DIR Dadahup untuk merancang sistem tata air secara
keseluruhan.

134
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen SDA, PUPR. (2020). Bahan Informasi Rakor Pengembangan dan Food Estate
di Kalimantan Tengah. Jakarta: Paparan (.pdf).

Ditjen SDA, PUPR. (2020). Bahan Informasi Rakor Pembahasan Pengembangan dan
Pengelolaan Kawasan Eks-Proyek Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah. Jakarta: Paparan (.pdf).

Morooka, Yoshimasa, Ceng, D., Yoshimi, K., Wang, Chao-Wen, Yamada, T. (2016).
Proposal and Application of a New Theoretical Framework of Uncertainty Estimation
in Rainfall Runoff Process Based on The Theory of Stochastic Process. 12th
International Conference on Hydroinformatics, HIC Tamba,

C., Fauzi, M., Suprayogi, Imam. (2016). Kajian Potensi Ketersediaan Air
Menggunakan Model Neraca Air Bulanan Thornthwaite-Mather (Studi Kasus : Sub
DAS Subayang Kampar Kiri Hulu).

Jom FTEKNIK Volume 3 No. 2 Agam, S., & Persada, K. (2017). Food Estate:Pangan
Melimpah, Harga Lebih Murah |Indonesia Baik. Indonesiabaik.id. Diakses 8, Agustus
2020 BWS Kalimantan IV, PUPR. (2020).

Kerangka Acuan Kerja Konstruksi Rehabilitasi dan Peningkatan Jaringan Irigasi Rawa
Wilayah Kerja Blok A di Kabupaten Kapuas. Kalimantan Tengah (.pdf). Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020).

Ringkasan Eksekutif Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS-Cepat), “Program


Pengembangan Lahan Pangan Nasional Kawasan Ex-PLG Kalimantan Tengah”.
Jakarta: Laporan (.pdf).

Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan . Yogyakarta: Beta Offset.

135
LAMPIRAN

136
1
2

Anda mungkin juga menyukai