PEMBAHASAN
A. Ejaan
1. Pengertian Ejaan
Dari beberapa definisi ejaan sebagaimana diungkapkan oleh pakar di atas, dapat
dijelaskan bahwa ejaan adalah kaidah yang mengatur pelambangan bunyi ujar, tata cara
penulisan kata, penu- lisan kalimat, dan tanda bacanya.
2. Fungsi Ejaan
Ejaan berfungsi sebagai (1) landasan pembakuan tata bahasa, (2) landasan
pembakuan kosakata dan peristilahan, (3) alat penyaring masuknya unsur-unsur bahasa
lain ke dalam bahasa Indonesia, dan (4) membantu pembaca dalam memahami informasi
yang disampaikan penulis (Winarto, 2016: 251).
Perubahan ejaan dalam bahasa Indonesia memiliki prinsip dasar yang menjadi
patokannya, yakni prinsip kecermatan, prinsip kehematan, prinsip keluwesan, dan prinsip
kepraktisan (Kushartanti, 2007:84; Wahyudi, 2017: 4648). Prinsip-prinsip tersebut
dijabarkan sebagai berikut.
1. Prinsip Kecermatan
Sistem ejaan tidak boleh mengandung kontradiksi. Jika sebuah tanda
digunakan untuk melambangkan satu fonem, tanda tersebut harus selalu dipakai
seterusnya untuk menandai fonem itu. Misal- nya, tanda “n” untuk menadai fonem
/n/, maka tidak boleh diubah dengan tanda “” karena akan membingungkan
pemakai bahasa.
3. Prinsip Keluwesan
Keluwesan berarti kemampuan adaptasi terhadap perkem- bangan zaman.
Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa perubahan ejaan terjadi pada 31 bahasa
modern sejak awal abad ke-19. Ini artinya bahwa perubahan ejaan sangat penting
dilakukan agar tidak ketinggalan zaman.
4. Prinsip Kepraktisan
Prinsip kepraktisan ini terkait dengan penggunaan tanda diakritik. Tanda
diakritik adalah tanda tambahan pada huruf yang sedikit banyak mengubah nilai
fonetis huruf itu
C. Perubahan Ejaan
Perubahan ejaan bahasa Indonesia ini dilatarbelakangi oleh dampak kemajuan ilmu
pengethuan, teknologi, dan seni yang telah menyebabkan penggunaan bahasa Indonesia
dalam berbagai ranah pemakaian, baik secara tulis maupun tulisan, menjadi semakin luas.
Di samping itu, perubahan ejaan bahasa Indonesia diperlukan karena untuk memantapkan
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara juga menjadi alasan dilakukannya perubahan
(Karyati, 2016: 175).
Beberapa perubahan dari EYD dan EBI sebagaimana tertuang pada lampiran
Permendiknas RI No. 46 Tahun 2009 (Pedoman Umum EYD) dan lampiran Permendikbud RI
No. 50 Tahun 2015 (PUEBI). Adanya perubahan dari EYD dan EBI berupa 20 penambahan,
10 penghilangan, 4 pengubahan, dan 2 pemindahan (Karyati, 2016: 175-185).
1. Penambahan Klausul
Berikut perincian dua puluh penambahan klausul yang terdapat pada Ejaan Bahasa
Indonesia.
a. Penambahan informasi tentang pelafalan penggunaan diakritik é dan è
b. Penambahan keterangan bahwa huruf x pada posisi awal kata diucapkan
[s].
c. Penambahan diftong ei, misalnya, pada kata survei.
d. Penambahan penjelasan unsur nama orang, yaitu yang termasuk julukan
ditulis dengan huruf kapital, misalnya, Jenderal Kancil dan Dewa Pedang.
e. Penambahan penjelasan unsur nama orang yang bermakna “anak dari‟,
seperti bin, binti, boru, dan van, tidak ditulis dengan huruf kapital.
f. Penambahan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi bagian
nama diri dan nama jenis.
g. Penambahan contoh gelar lokal, misalnya, daeng, datuk, dan
tubagus.
2. Penghilangan
Berikut perincian sepuluh penghilangan klausul yang terdapat pada Ejaan Bahasa
Indonesia.
b. Catatan pada bagian “Gabungan Huruf Konsonan” EYD yang menyatakan bahwa
“Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain ditulis sesuai dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus”
dihilangkan.
c. Penghilangan klausul “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata,
seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap
dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
d. Penghilangan bagian 3c, yaitu klausul “Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia penulisannya diper- lakukan sebagai kata Indonesia.
i. Penghilangan klausul “Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis
serangkai dengan bentuk dasar yang meng- ikutinya, tetapi ditulis terpisah jika
diikuti oleh bentuk berim- buhan.
j. Penghilangan klausul “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan –nya) dirangkaikan dengan
tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata
yang diawali dengan huruf kapital”.
3. Perubahan
Berikut perincian empat perubahan klausul yang terdapat pada Ejaan Bahasa
Indonesia.
a. Perubahan “bukan bahasa Indonesia” menjadi “dalam bahasa daerah atau bahasa asing”
ditulis dengan huruf miring.
b. Pada Bag II.F. terdapat perubahan judul. Jika pada EYD, judul pada bagian ini ialah
“Kata Depan di, ke, dan dari”, pada PUEBI judulnya diubah menjadi “Kata Depan”
c. Perubahan klausul bahwa tanda hubung (-) dipakai untuk merangkai unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing, misalnya, “di-sowan-i.
d. Perubahan klausul “Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan keterangan” menjadi “Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka
yang digunakan sebagai penanda pemerincian”.
Dari beberapa perubahan di atas yang paling menonjol adalah adanya
penambahan diftong ei pada EBI. Pemakaian diftong ei sudah ada sejak lama,
misalnya, terdapat pada kata survei dan geiser. Namun keberadaan diftong tersebut
baru ditetapkan pada sistem ejaan EBI. Hal ini menambang deretan diftong bahasa
Indonesia, yakni diftong ai, au, oi, dan ei.
4. Pemindahan
Terdapat dua pemindahan, yakni 1) Pemindahan bagian B.2. yaitu klausul “Jika bentuk
dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya” ke bagian D.3. (Gabungan Kata); dan 2) Pemindahan bagian
B.3., yaitu klausul “ Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai” ke bagian D.4. (Gabungan
Kata).