Anda di halaman 1dari 15

MENILIK KONSEP KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

(HIGHER ORDER THINKING SKILLS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Ega Gradini
Program studi Tadris Matematika, STAIN Gajah Putih Takengon, Aceh
e-mail: egagradini@stain-gpt.ac.id; ega.gradini@gmail.com

Abstrak
Kemampuan berpikir tingkat tinggi atau dikenal juga dengan Higher Order Thinking Skills
(HOTS) merupakan tuntutan Kurikulum 2013. Komitmen sekolah terhadap pemikiran tingkat
tinggi sebagian besar bersifat retoris, sementara pengembangan kurikulum seringkali tidak
efektif. Makalah ini bertujuan untuk mendiskusikan ketrampilan berpikir kritis, ketrampilan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills -HOTS), langkah guru membelajarkan dan
mengasah HOTS siswa, Level HOTS siswa menurut Taksonomi Bloom dan Marzano, dan
kaitan antara HOTS dan literasi matematika. Makalah ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pendidik dan peneliti matematika agar sehingga dapat memberikan masukan
atau sumbangan untuk peningkatan kualitas pendidikan matematika yang berdampak pada
perkembangan sumber daya manusia di Indonesia.

Kata Kunci: Ketrampilan Berpikir Kritis, Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi, HOTS, Taksonomi
Bloom, Literasi Matematika

Abstract
Higher Order Thinking Skills (HOTS) are a demand of the 2013 curriculum in Indonesia. Schools’
commitment to higher level thinking is largely rhetorical, while curriculum development is often
ineffective. This paper aims to discuss critical thinking skills, higher-order thinking skills (HOTS),
teachers’ effort to teach and enhance student’s higher level thinking, levels of students’ HOTS according
to Bloom and Marzano's Taxonomy, and the relationship between HOTS and mathematical literacy.
This paper is expected to provide information for mathematics teachers and researchers in order to
enhance the quality of mathematics education that has an impact on the development of human
resources in Indonesia.

Keywords: Critical Thinking, Higher Order Thinking Skills, Bloom Taxonomy, HOTS Marzano, Mathematical
Literacy

PENDAHULUAN (Bransford, Brown, & Cocking, 2000). Teori


Pada awal abad ke-20, pendidikan pembelajaran tradisional didasarkan pada
fokus pada pencapaian keterampilan Behaviorisme, yang menganjurkan
literasi dasar: membaca, menulis, dan pembelajaran sebagai linear dan berurutan.
menghitung. Sebagian besar sekolah tidak Tujuan pembelajaran diurutkan untuk
mengajarkan untuk berpikir dan membaca berkembang dari tugas-tugas kognitif
secara kritis atau untuk memecahkan tingkat rendah yang sederhana ke tugas-
masalah yang kompleks. Buku pelajaran tugas yang lebih kompleks.
sarat dengan fakta-fakta yang harus dihafal Pada abad 21, paradigma pendidikan
siswa dan sebagian besar tes menilai mulai bergeser pada penguasaan softskill
kemampuan siswa untuk mengingat fakta- (penulis lebih setuju dengan istilah essential
fakta ini. Peran utama guru dianggap skills). Melalui kurikulum 2013, pendidikan
sebagai transmisi informasi kepada siswa di Indonesia dilaksanakan untuk

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|189


mengasah; (1)berpikir kritis dan Kemampuan berpikir tingkat tinggi
pemecahan masalah (critical thinking and /HOTS merupakan tuntutan Kurikulum
problem-solving); (2)kemampuan 2013. Badan Standar Nasional Pendidikan
berkomunikasi dan berkolaborasi (BSNP) telah menyusun Asessmen
(communication and collaboration skills); (3) Nasional Indonesia yang menekankan daya
kreativitas dan inovasi (creativity and saing anak-anak Indonesia dalam
innovation skills); (4) literasi teknologi kecakapan hidup abad 21. Asesmen
informasi dan komunikasi (information and Nasional Indonesia diarahkan kepada
communication technology literacy); (5)belajar model asesmen yang menuntut
kontekstual (contextual learning skills), dan kemampuan berpikir yang tidak hanya
(6) literasi media dan informasi (information mengingat (recall), menyatakan kembali
and media literacy skills). Tulisan ini (restate), atau merujuk tanpa melakukan
menekankan pada kemampuan berpikir pengolahan (recite). Kebijakan Kementerian
yang menjadi permasalahan tersendiri Pendidikan dan Kebudayaan dinilai tepat
dalam pendidikan Matematika. untuk menerapkan soal yang mendorong
Isu keterampilan berpikir tingkat peserta didik untuk melakukan penalaran,
tinggi (Higher Order Thinking Skills-HOTS) tidak hanya sekedar pemahaman dan
mewarnai pembelajaran matematika penerapan. BSNP tidak menafikan
sekolah di Indonesia. Tiga pertanyaan kenyataan bahwa kemampuan guru-guru
berikut: (1)Apa sebenarnya keterampilan dalam menyusun soal model HOTS masih
berpikir tingkat tinggi?; (2)Langkah apa perlu ditingkatkan. Namun tidak
yang harus ditempuh guru untuk mengajar dipungkiri ada prinsip-prinsip HOTS yang
matematika yang mengasah kemampuan belum sepenuhnya diterapkan dalam
berpikir tingkat tinggi siswa?; dan menyusun soal ujian. Selain itu, guru dan
(3)Bagaimana mengakses dan mengukur siswa tidak terbiasa mengerjakan soal
ketrampilan berpikir tingkat tinggi siswa?, HOTS meskipun soal-soal HOTS telah lama
merupakan pertanyaan penting dan sulit muncul pada buku ajar/teks Matematika di
yang dirasakan guru matematika. Terlalu sekolah (Gradini, Firmansyah B, & Noviani,
sering guru matematika mengeluhkan 2018).
ketidaksiapan guru dan siswa menghadapi Seberapa baik sekolah dapat
tuntutan Kurikulum 2013 dalam menanggapi tantangan mengajar
pembelajaran matematika. Dalam benak pemikiran tingkat tinggi? (Stanley, 2015:86-
banyak pendidik, tiga tingkat teratas Bloom 94) percaya komitmen sekolah terhadap
(analisis, sintesis, dan evaluasi) adalah pemikiran tingkat tinggi sebagian besar
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Ennis, bersifat retoris, sementara pengembangan
1985). Meskipun taksonomi Bloom dapat kurikulum seringkali tidak efektif. Di
melayani banyak tujuan yang bermanfaat, sebagian besar pembelajaran matematika,
mengajar untuk mengasah keterampilan guru tidak mengasah HOTS siswa. Ketika
berpikir tingkat tinggi (Higher Order pertanyaan tingkat tinggi terjadi, guru
Thinking Skills- HOTS) bukanlah salah sering kewalahan dan menghabiskan
satunya. Jika siswa ingin mencapai banyak waktu; mereka jarang meminta
keterampilan berpikir tingkat tinggi, siswa mempertahankan garis penalaran
mereka harus diberi pembelajaran untuk menarik kesimpulan atau
matematika yang sesuai. menjelaskan penilaian.

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|190


Makalah ini bertujuan untuk Carmichael, 1981; Chance, 1986; De Bono,
mendiskusikan ketrampilan berpikir kritis, 1985; Feurstein, Rand, & Rynders, 1988;
ketrampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Greeno & Goldman, 1998; Halpern, 1992;
Order Thinking Skills – HOTS), Level HOTS Lipman, 1985; Nickerson, Perkins, & Smith,
siswa menurut Taksonomi Bloom dan 1985; Perkins, 1992; Perkins & Grotzer, 1997;
Marzano, dan langkah guru membelajarkan Resnick, 1987; Resnick & Klopfer, 1989;
dan mengasah HOTS siswa. Makalah ini Schoenfeld, 1989, 1992; Tishman, Perkins, &
diharapkan dapat memberikan masukan Jay, 1995). Setiap program peningkatan
bagi pendidik dan peneliti matematika ketrampilan berpikir yang dijelaskan dalam
yang berdampak pada peningkatan literature tersebut memiliki definisi dan
kualitas pendidikan matematika. praktik ketrampilan yang beragam.
1. Kemampuan Berpikir Kritis Faktanya, perbedaan definisi ketrampilan
Sesungguhnya, kemampuan berpikir berpikir dapat membingungkan (Marzano,
kritis telah lama menjadi tujuan dan arah et all., 1988).
pembelajaran matematika di Indonesia, Meskipun terdapat konsep berpikir
baik secara implisit mauput eksplisit kritis yang lebih sempit, (Ennis, 1985)
sebagaimana yang dituangkan pada menyatakan berpikir kritis adalah
Kurikulum 1994, Kurikulum 2006 pemikiran reflektif dan masuk akal yang
(Kurikulum Tingkat Satuan difokuskan pada memutuskan apa yang
Pendidikan/KTSP), dan Kurikulum 2013. harus dipercaya atau apa yang harus
Orinetasi pembelajaran mematika saat ini dilakukan. Ia menekankan pada kegiatan
di upayakan pada pengajaran ketrampilan kreatif yang tercakup oleh definisi ini,
berpikir tingkat tinggi, yakni berpikir kritis termasuk merumuskan hipotesis,
dan kreatif. Kedua aspek berpikir itu pertanyaan, alternatif, dan merencanakan
merupakan satu kesatuan. Namun, berpikir eksperimen. Lebih lanjut, Ennis
kirtis jarang ditekankan pada pembelajaran mendefinisikan berpikir kritis adalah
matematika karena model pembelajaran kegiatan praktis karena memutuskan apa
yang diterapkan cenderung berorientasi yang harus dipercayai atau dilakukan
pada pengembangan pemikiran analitis adalah kegiatan praktis.
dengan masalah-masalah yang rutin. Para Para filsuf mengintergrasikan
peneliti telah mengidentifikasikan kendala- pemikiran kritis ke dalam kurikulum yang
kendala dalam pengembangan berpikir ada. Sebagai contoh, Paul, Binker, & Weil's
kritis di kelas, yakni didominasi oleh (1990) dalam Critical Thinking Handbook
praktik pengajaran yang konvergen, sikap membantu guru K-3 pada mata pelajaran
dan keyakinan guru terhadap kreativitas seni bahasa, studi sosial, dan sains
dan kekritisan siswa, motivasi lingkungan, merombak Rencana Pelaksanaan
dan keyakinan diri peserta didik (Beghetto Pembelajaran mereka dengan memasukkan
& Kaufman, 2007). ketrampilan berpikir kritis. Berpikir kritis
Mengasah dan menumbuhkan menurut Paul, et all (1990: 361) adalah
ketrampilan berpikir siswa dalam berpikir sesuai ilmu dan diarahkan sendiri
pendidikan telah menjadi focus banyak yang mencontohkan kesempurnaan
buku dan penelitian (Adey, 1999; Adey & pemikiran yang sesuai untuk mode atau
Shayer, 2006; Brown & Campione, 1990; domain berpikir tertentu. Ia juga
Bruer, 1993; Burden & Williams, 1998; mengidentifikasi kesempurnaan berpikir

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|191


sebagai berikut: kejelasan, ketepatan, argument yang mengeskpresikan
kekhususan, ketepatan, relevansi, pemikiran siswa. Berdasarkan asumsi ini,
konsistensi, logika, kedalaman, Facione mengajukan sebuah pemahaman
kelengkapan, signifikansi, keadilan, dan operasional berpikir kritis yakni "Critical
kecukupan (Paul, et all, 1990: 361). thinking is the development and evaluation of
Berpikir kritis sedikitnya memiliki arguments". Berbeda dengan Beyer, Facione
tiga makna yang berbeda ; (a) berpikir kritis mendefinisikan berpikir kritis sebagai
sebagai pemecahan masalah, (b) berpikir proses mengkonstruksi argumen, bukan
kritis sebagai evaluasi atau penilaian, dan hanya mengevaluasi.
(c) berpikir kritis sebagai kombinasi Smith dalam Quellmalz (1987:88)
evaluasi dan pemecahan masalah. Dulu menekankan dimensi penilaian berpikir
berpikir kritis disinonimkan dengan kritis, yaitu, apa arti sebuah pernyataan dan
pemecahan masalah. Kemp (1963: 321) apakah menerima atau menolaknya. Ennis
mendefinisikan berpikir kritis dengan menguraikan definisi Smith menjadi
mengacu pada lima kemampuan "mengklarifikasi masalah dan istilah,
pemecahan masalah. Kemampuan mengidentifikasi komponen argumen,
pemecahan masalah yang sama digunakan menilai kredibilitas bukti, menggunakan
oleh American Council on Education yang penalaran induktif dan deduktif,
merancang evaluasi berpikir kritis sebagai menangani kekeliruan argumen, dan
bagian dari studi evaluasi kooperatif dalam membuat penilaian nilai" (Quellmalz,
pendidikan umum (Allen & Rott, 1969). 1987:88). Perhatikan bahwa semua
Berpikir kritis baru dibedakan dari kelompok keterampilan ini bersifat
kemampuan pemecahan masalah pada evaluatif. Mendefinisikan pemikiran kritis
1980-an. Beyer (1985:271), dalam sebuah seperti evaluasi pernyataan dan pemecahan
artikel berjudul "Critical Thinking: What is masalah menjadi semakin umum. Ennis,
It?" mengklaim bahwa “critical thinking is seorang kontributur utama pada bidang
the assessing of the authenticity, accuracy pemikiran kritis sebagai evaluasi,
and/or worth of knowledge claims and memperluas definisi pemikiran kritisnya
arguments”. Beyer menggagas bahwa pada pertengahan 1980-an. Ia menyatakan
berpikir kritis adalah penilaian otentik, bahwa merumuskan hipotesis,
keakuratan, dan nilai pengetahuan dan mempertimbangkan cara-cara alternatif
argument. Beyer (1985:276) menegaskan pemikiran rasional yang "berpikir kreatif,
dengan menyatakan: "Berpikir kritis berpikir kritis dan pemecahan masalah
bukanlah pemecahan masalah. Itu bukan benar-benar saling bergantung dalam
istilah umum untuk semua keterampilan praktiknya" (Ennis, 1981: 145-146). Ennis
berpikir". Sejalan dengan Beyer, para ahli memisahkan berpikir kritis dan pemecahan
umumnya mengklasifisikasikan berpikir masalah dan menunjukkan bahwa pada
kritis dengan evaluasi dan penilaian. praktiknya, keduanya saling
Facione (1984:259) mengembangkan sebuah ketergantungan. Namun, pada tahun 1987,
konsep berpikir kritis yang Ennis memasukkan pemecahan masalah
menggabungkan evaluasi dan pemcahan dalam definisi pemikiran kritisnya. Dia
masalah Facione menyimpulkan bahwa menulis “berpikir kritis adalah penalaran,
guru dapat mengevaluasi berpikir kritis berpikir reflektif yang difokuskan pada
dengan mengevaluasi kecukupan

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|192


memutuskan apa yang harus dipercaya sumber belajar yang demikian tidak
atau dilakukan" (Ennis, 1987:10). mendorong pengembangan kemampuan
Kincaid dan Dufus (2004) berpikir kritis peserta didik sehingga
menjelaskan bahwa seorang anak hanya diperlukan adanya perangkat yang
dapat berpikir kritis atau bernalar sampai mendukung ketrampilan berpikir tingkat
tingkat tinggi jika ia dengan cermat tinggi siswa (Siswono, 2018).
memeriksa pengalaman, menilai
pengetahuan dan ide-idenya, dan 2. Taksonomi Kognitif Bloom
menimbang agumen-argumen sebelumnya. Bloom et al. (1956) mengusulkan
Ketrampilan-ketrampilan yang penting taksonomi kognitif yang konsisten dengan
dalam pengembangan berpikir kritis adalah pemikiran kritis dan hierarki pembelajaran
(1)menginterpretasikan informasi, pendidikan. Taksonomi Bloom yang
(2)menilai bukti, (3)mengidentifikasi direvisi diperkenalkan oleh Anderson et all.
asumsi-asumsi dan kesalahan-kesalahan (2001) telah memasukkan prototipe yang
dalam bernalar, (4)menyajikan informasi, berpusat pada peserta didik ke dalam
dan (5)menarik kesimpulan. taksonomi asli, yang bertujuan untuk
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan meningkatkan pemahaman peserta didik.
bahwa untuk berpikir tingkat tinggi dapat Dimensi proses kognitif mempertahankan
dicapai dengan berpikir kritis. Beberapa enam kategori tetapi dengan perubahan
ketrampilan dalam ketrampilan berpikir substansial. Pada dasarnya, enam fitur
kritis adalah membandingkan, utama Bloom diubah dari kata benda ke
membedakan, memperkirakan, menarik bentuk kata kerja untuk menandakan
kesimpulan, mempengaruhi, generalisasi, pentingnya tindakan pelajar. Selain itu,
spesialisasi, mengklasifikasi, pengetahuan dari taksonomi lama diganti
mengelompokkan, mengurutkan, namanya mengingat dalam taksonomi
memprediksi, memvalidasi, membuktikan, yang direvisi. Namun, application/applying,
menghubungkan, menganalisis, analysis/applying, dan evaluation/evaluating
mengevaluasi, dan membuat pola. kategori taksonomi Bloom tetap
Namun, kenyataan di lapangan dipertahankan. Akhirnya, kategori sintesis
menunjukkan, perangkat pembelajaran diberi judul untuk menciptakan, dan
yang menekankan berpikir kritis dalam urutan synthesis/creating dan
matematika tidak tersedia. Buku Siswa dan evaluation/evaluating dipertukarkan dalam
Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang ada di taksonomi yang direvisi. Berbeda dengan
sekolah cenderung menekankan pada taksonomi asli, taksonomi yang direvisi
penguasaan konsep dengan tidak (Anderson et al., 2001) memungkinkan
memberikan kebebasan peserta didik kategori untuk tumpang tindih satu sama
berpikir secara mandiri dan kritis. Adanya lain (Krathwohl, 2002).

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|193


Tabel 1. Ketrampilan berpikir dalam Taksonomi Berpikir Bloom
Taksonomi Bloom Level
C6
Kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang
utuh dan luas, atau membuatt sesuatu yang orisinil
C5
Higher Order
Kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria
Thinking Skills
atau patokan tertentu
(HOTS)
C4
Kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan
menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas
konsep secara utuh
C3
Kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam
situasi tertentu
C2 Lower Order
Kemampuan memahami instruksi dan menegaskan ide atau konsep yang Thinking Skills
telah diajarkan (LOTS)
C1
Kemampuan menyebutkan kembali informasi yang tersimpan dalam
ingatan

Berdasarkan taksonomi Bloom, menunjukkan dampak positif pada


keterampilan berpikir manusia dapat pengembangan pendidikan mereka. Siswa
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok dengan ketrampilan berpikir tingkat tinggi
besar yaitu (1)keterampilan berpikir tingkat dapat belajar, meningkatkan kinerja mereka
rendah (Lower Order Thinking Skills-LOTS), dan mengurangi kelemahan mereka (Yee,
dan (2)keterampilan berpikir tingkat tinggi Othman, Yunos, Tee, Hasan, dan
(Higher Order Thinking Skills-HOTS). LOTS Mohammad, 2011).
adalah tiga aspek pertama dari taksonomi 3. Ketrampilan Berpikir Tingkat
Bloom, yaitu mengingat, memahami, dan Tinggi
menerapkan. Sementara HOTS adalah tiga Mengasah keterampilan berpikir
aspek terakhir dari yaitu menganalisis, tingkat tinggi siswa dianggap sebagai
mengevaluasi, dan menciptakan (Moore & tujuan pendidikan yang penting. Meskipun
Stanley, 2010). Dengan kata lain, HOTS teori belajar melihat perkembangan
adalah bagian tertinggi dalam taksonomi pemikiran siswa sebagai tujuan penting
domain kognitif Bloom. bagi semua siswa, menurut (Zohar & Dori,
HOTS adalah aspek penting dalam 2009), guru umumnya percaya bahwa
proses belajar mengajar. Keterampilan merangsang pemikiran tingkat tinggi
berpikir sangat penting dalam proses hanya cocok untuk siswa berprestasi tinggi.
pendidikan. Ketrampilan berpikir siswa Keyakinan umum di antara para guru
dapat memengaruhi kemampuan, adalah bahwa tugas-tugas yang
kecepatan, dan efektivitas pembelajaran. membutuhkan pemikiran tingkat tinggi
Oleh karena itu, keterampilan berpikir hanya cocok untuk siswa berprestasi,
dikaitkan dengan proses pembelajaran. sedangkan siswa berprestasi rendah, yang
Siswa yang dilatih untuk berpikir hampir tidak bisa menguasai fakta-fakta

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|194


dasar, tidak akan mampu menangani tugas- tinggi yang secara langsung terkait dengan
tugas tersebut. penggunaan pengetahuan untuk
Keterampilan berpikir tingkat tinggi pemecahan masalah (Tennyson et al., 1987).
dan rendah telah digambarkan dengan jelas Dalam hal ini, metode pengajaran yang
oleh banyak peneliti (Bloom, Englehart, menggunakan pemecahan masalah dapat
Furst, Hill & Krathwohl, 1956; Dewey, 1993; secara signifikan meningkatkan pemikiran
Gallagher, 1998; King & Kitchener, 1994; tingkat tinggi siswa (Hmelo dan Ferrari,
Perry, 1970). Maier (1933, 1937) 1997). Pengetahuan yang tersedia,
menggunakan istilah penalaran atau bagaimanapun, sering “usang” dan tidak
perilaku produktif (tingkat tinggi) berbeda digunakan untuk pemecahan masalah
dengan perilaku yang dipelajari atau karena defisit struktur (Renkl et al., 1996).
pemikiran reproduksi (urutan rendah). Dengan demikian, penarikan kembali
Newman (1990) setelah mengamati kelas informasi merupakan contoh dari pola
dan mewawancarai guru mengembangkan kognitif tingkat rendah, atau keterampilan
perbedaan antara pemikiran tingkat rendah berpikir, sedangkan analisis, evaluasi, dan
dan tinggi. Dia menyimpulkan bahwa sintesis dianggap sebagai keterampilan
pemikiran tingkat rendah hanya menuntut berpikir tingkat tinggi. Memang,
aplikasi rutin atau mekanis dari informasi pengalaman belajar difokuskan di sekitar
yang diperoleh sebelumnya, seperti daftar analisis, evaluasi, dan sintesis,
informasi yang sebelumnya dihafal dan mengembangkan keterampilan dalam
memasukkan angka ke dalam formula yang pemecahan masalah, menyimpulkan,
dipelajari sebelumnya. Sebaliknya, ia memperkirakan, memperkirakan,
mencatat bahwa pemikiran tingkat tinggi, generalisasi dan berpikir kreatif (Wilks,
"menantang siswa untuk menafsirkan, 1995), yang semuanya dianggap sebagai
menganalisis, atau memanipulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi.
informasi". Contoh lain dari ketrampilan tersebut
Menurut Resnick, karakteristik meliputi: pertanyaan, pengambilan
ketrampilan berpikir tingkat tinggi antara keputusan, dan pemikiran kritis dan
lain; (1) non-algoritmik, (2) cenderung sistemik (Dillon, 2002; Zohar & Dori, 2003;
kompleks, (3) cenderung menghasilkan Zoller, Dori, & Lubezky, 2002).
solusi majemuk, dan (4) melibatkan Dalam kaitannya dengan teori
aplikasi/ penerapan beragam kriteria, konstruktivis dan implementasinya di
ketidakpastian, dan regulasi diri. Istilah sekolah, pemikiran tingkat tinggi dapat
higher order thinking skills dapat digunakan dipandang sebagai strategi - pengaturan
untuk mendeskripsikan aktvitas kognitif meta-objektif; sedangkan pemikiran kritis,
yang melampaui tingkat pemahaman dan sistemik, dan kreatif adalah taktik -
penerapan berpikir tingkat rendah dalam kegiatan yang diperlukan untuk mencapai
taksonomi Bloom. tujuan yang dinyatakan.
Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika Mempertimbangkan bahwa menyelidiki
siswa saling berhubungan, mengatur ulang semua bentuk keterampilan berpikir
dan memperluas pengetahuan yang tingkat tinggi akan terlalu kompleks, kami
tersimpan dalam ingatan mereka (Lewis, fokus, di sini, pada pemikiran kritis siswa,
Smith, & Lewis, 2009). Proses kognitif dalam upaya untuk mengidentifikasi
terlibat dengan strategi berpikir tingkat apakah dan sejauh mana keterampilan

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|195


berpikir ini dapat dipromosikan sambil informasi yang sebelumnya dihafal dan
dengan sengaja mengajar untuk memasukkan angka ke dalam formula yang
pengembangan pemikiran tingkat tinggi. dipelajari sebelumnya. Sebaliknya, berpikir
Bartlett (1958), yang juga tingkat tinggi, menurut Newman (1990:44),
membedakan berpikir tingkat rendah dan "menantang siswa untuk menafsirkan,
tingkat tinggi, memberikan definisi lebih menganalisis, atau memanipulasi
lanjut dengan menggunakan istilah informasi". Terdapat kesamaan antara
“mengisi celah (gap filling)”. Bartlett definisi Newman tentang pemikiran tingkat
meyakini bahwa berpikir melibatkan salah rendah dan definisi Maier tentang
satu dari tiga proses gap filling, yaitu: (1) pemikiran reproduksi; demikian juga
interpolasi (pengisian informasi yang antara definisi Newman tentang pemikiran
hilang dari urutan logis), (2) ekstrapolasi tingkat tinggi dan definisi Maier tentang
(memperluas argumen atau pernyataan pemikiran produktif. Newman membuat
tidak lengkap), dan (3)penafsiran ulang poin penting bahwa karena individu
(penataan ulang informasi untuk berbeda dalam memahami masalah yang
menghasilkan yang baru interpretasi). menantang, HOTS adalah sesuatu yang
Sementara itu, Resnick (1987) percaya relative. Newman berpendapat bahwa
bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi suatu tugas/masalah yang membutuhkan
dapat di identifikasi, ia juga menunjukkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi bagi
bagaimana keterampilan berpikir rendah suatu individu mungkin hanya berpikir
dan tingkat tinggi dapat terjalin dalam tingkat rendah oleh individu lain. Dengan
proses pengajaran. Dalam penelitiannya, demikian, "untuk menentukan sejauh mana
Resnick mendefinisikan keterampilan seorang individu terlibat dalam pemikiran
berpikir tingkat tinggi sebagai tingkat tinggi, seseorang mungkin perlu
“menguraikan materi yang diberikan, mengetahui sesuatu tentang sejarah
membuat kesimpulan di luar apa yang intelektual orang tersebut" (Newman, 1990:
disajikan secara eksplisit, membangun 45). Sifat relatif dari berpikir tingkat tinggi
representasi yang memadai, menganalisis Newman ini diakui dalam laporan Komisi
dan membangun hubungan". Misalnya, NCTM (1989:10) ketika mereka
agar anak-anak memahami apa yang menetapkan bahwa "masalah (soal) HOTS
mereka baca, mereka perlu membuat adalah situasi di mana untuk individu atau
kesimpulan dan menggunakan informasi kelompok yang bersangkutan belum
melampaui apa yang tertulis dalam teks. terdapat solusi tepat yang dikembangkan".
Dengan demikian, mengajarkan membaca Sebagai ilustrasi, jika seorang anak tahu
yang sederhana sekalipun melibatkan rumus luas persegi panjang tetapi tidak
keterampilan berpikir tingkat rendah dan tahu rumus luas jajaran genjang, anak
tinggi. tersebut dikatakan memiliki masalah HOTS
Sejalan dengan Bartlett dan Resnick, jika diminta untuk menemukan luas jajaran
Newman (1990) juga membedakan antara genjang. Sementara anak yang tahu rumus
pemikiran tingkat rendah dan tinggi. luas jajar genjang tidak dikatakan
Newman menyimpulkan bahwa berpikir menghadapi masalah/soal HOTS jika
tingkat rendah hanya menuntut aplikasi ditanya pertanyaan yang sama.
rutin atau mekanis dari informasi yang
diperoleh sebelumnya, seperti daftar

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|196


Tabel berikut menyajikan beragam
variasi makna HOTS menurut beberapa
ahli lain.

Tabel 2. Ragam Makna Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (Gradini, 2019)


Sumber Tahun Definisi
King et al. 1998 “ mencakup pemikiran kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan kreatif. Diaktifkan ketika
individu menghadapi masalah yang tidak
dikenal, ketidakpastian, pertanyaan, atau
dilema.”
NCTM 2000 “Menyelesaikan masalah/soal rutin”
Anderson and 2001 Proses- analisis, evaluasi, dan kreasi
Krathwohl
Lopez and 2001 “terjadi ketika seseorang mengambil informasi baru
Whittington dan informasi yang disimpan dalam memori
dan saling berhubungan dan / atau mengatur
ulang dan memperluas informasi ini untuk
mencapai tujuan atau menemukan jawaban
yang mungkin dalam situasi yang
membingungkan."
Weiss, E. 2003 Kolaboratif, otentik, Tidak Terstruktur, Masalah
yang menantang
Miri et al. 2007 “… Strategi - pengaturan meta-tujuan; sedangkan
pemikiran kritis, sistemik, dan kreatif adalah
taktik - kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang dicanangkan. ”
Rajendran, N. 2008 Penggunaan pikiran yang diperluas untuk
menghadapi tantangan baru.
Thompson, T. 2008 “Berpikir –Non Algoritmik”
Thomas, A. and 2010 “… (Itu) membutuhkan pemikiran ke tingkat yang
Thorne, G. lebih tinggi daripada hanya menyatakan kembali
fakta. (Itu) mengharuskan kita melakukan
sesuatu dengan fakta. Kita harus memahami
mereka, menghubungkan mereka satu sama lain,
mengkategorikan mereka, memanipulasinya,
menyatukannya dengan cara baru atau baru, dan
menerapkannya ketika kita mencari solusi baru
untuk masalah baru. ”
Kruger, K. 2013 melibatkan "pembentukan konsep, pemikiran kritis,
kreativitas / brainstorming, penyelesaian
masalah, representasi mental, penggunaan
aturan, penalaran, dan pemikiran logis."

Singkatnya, para ahli sepakat tergantung pada jenis tugas dan


terdapat perbedaan antara pemikiran pengalaman intelektual seseorang.
tingkat rendah dan tinggi. Keduanya dapat
diajarkan bersama-sama di kelas, dimana 4. Pembelajaran Higher Order
ketrampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) Thinking Skill

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|197


Peneliti telah menyarankan beragam pembelajaran secara eksplisit untuk
strategi dan pendekaatan untuk membantu siswa memperoleh dan
meningkatkan ketrampilan berpikir tingkat menggunakan pengetahuan, keterampilan,
tinggi (HOTS) siswa. Leaman dan Flanagan dan disposisi yang mendalam untuk
(2013: 48) menyarakan pembelajaran HOTS menyelesaikan tantangan berpikir tingkat
dengan menekankan pada kemampuan tinggi. Borich (2006) dan beberapa peneliti
berpikir kritis. Eagan dan Kauchak (2001: lain mengidentifikasi pentingnya disposisi
15) menyarankan peran guru untuk berpikir dalam pengajaran HOT. Di antara
mengajar untuk pemahaman (teaching for mereka, ketrampilan berpikir yang digagas
understanding). Guru seyogyanya Costa dan Kallick (2009) adalah model yang
menerapkan berbagai strategi mengajar mengesankan. Untuk mengajarkan semua
seperti mengajukan pertanyaan yang elemen kunci HOT, Costa (2001)
merangsang pemikiran dan membimbing menyarankan bahwa program yang
siswa untuk melakukan berbagai hal yang seimbang harus mencakup tiga komponen:
menuntut kemampuan berpikir, misalnya, (1) Mengajar untuk Berpikir (Teaching for
'menjelaskan, menemukan bukti dan Thinking), (2) Mengajar Berpikir (Teaching of
contoh, generalisasi, penerapan, Thinking), dan (3) Mengajar tentang
analogisasi, dan mewakili topik dalam Berpikir (Teaching for Thinking). Demikian
suatu cara baru'. Milvain (2008:41) pula, Swartz dan Perkins (1990)
mengemukakan bahwa konstruktivisme mengusulkan Teaching for Thinking dan
harus menjadi dasar pengajaran HOT, di Teaching of Thinking sama pentingnya dalam
mana peserta didik membangun atau kurikulum HOT. Selanjutnya, Fogarty
merekonstruksi pengetahuan dan (2009) mengusulkan The Four Corner
pemahaman melalui proses berpikir aktif. Framework, dimana ke empat dimensi nya
Sejalan dengan itu, Newmann (1991) adalah (1)Teaching for Thinking, (2)Teaching
mengemukakan tiga elemen penting untuk of Thinking, (3)Teaching with Thinking, dan
HOT yang efektif yakni mengajarkan (4)Teaching about Thinking. Model
pengetahuan, keterampilan dan disposisi. pembelajaran HOT Fogarty dapat
Penting untuk guru merancang dijabarkan pada tabel 4 berikut.

Tabel 4. Konsep Pembelajaran HOT yang efektif


4 Dimensi Pembelajaran HOT Aktivitas Guru
Teaching for Thinking Menciptakan lingkungan kelas yang kaya dan bersemangat,
(Mengkondisikan suasana serta kondusif untuk ketrampilan berpikir siswa
kelas)
Teaching of Thinking Mengajukan pertanyaan/masalah/soal HOTS dan aktivitas
(Membelajarkan kemampuan siswa yang menantang dan memotivasi siswa untuk
berpikir tingkat tinggi) menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk
mendapatkan pengetahuan baru
Teaching with Thinking Memberi siswa banyak waktu dan kesempatan untuk
(pembelajaran HOT berpikir dan menyiapkan tanggapan terhadap pertanyaan;
terstruktur) mendorong mereka untuk bertukar pikiran dengan siswa
lain dan terlibat dalam dialog, diskusi, dll. (Fogarty, 2009)
Teaching about Thinking Membimbing siswa untuk memiliki kesadaran akan proses
berpikir mereka sendiri dan memiliki kemampuan untuk

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|198


(membantu siswa untuk mengendalikan dan mengatur kemampuan berpikirnya
berefleksi (Keefe & Walberg, 1992; Swartz & Perkins, 1990)
secara metakognitif)

Yeung (2015: 561-564) merumuskan 9 5. Merencanakan pembelajaran yang


strategi untuk meningkatkan keterampilan dapat ‘dikelola'. Untuk memastikan
berpikir tingkat tinggi siswa dengan efektif, efektivitas pelajaran HOTS, guru
yaitu: harus merancang pembelajaran
1. Memasukkan HOTS dalam yang dapat ‘dikelola’. Oleh karena
matapelajaran umum. itu, perencanaan pra-pelajaran yang
Yeung berpendapat bahwa dengan cermat harus dilakukan dalam
memasukkan HOTS dalam mata berbagai aspek, seperti pilihan
pelajaran umum di sekolah dapat kegiatan berpikir yang digunakan
menggali ketrampilan berpikir dalam pelajaran; topik untuk
tingkat tinggi siswa. Mata pelajaran kegiatan berpikir siswa, waktu
umum seperti ilmu sosial, kegiatan pelajaran, pengaturan
matematika, sains, dan kesehatan kelas, dan kemungkinan masalah
dinilai sebagai mata pelajaran yang disiplin yang dapat terjadi di kelas.
paling tepat untuk dibelajarkan 6. Mengendalikan “lingkungan
dengan HOT karena memuat berpikir” - tidak terlalu terbuka atau
konteks dan permasalahan nyata terlalu bebas. Dalam pembelajaran
yang sangat tepat untuk HOTS, guru sebisa mungkin dapat
menerapkan HOT. mengendalikan kegiatan berpikir
2. Menerapkan pendekatan siswa. Misalnya, guru membuat
pembelajaran berbasis kelompok beberapa masalah matematika
3. Menerapkan model pembelajaran untuk diskusi siswa. Masalah-
“Berpikir” dan perangkat masalah yang diajukan tidak terlalu
pembelajaran “Berpikir”. Yeung terbuka atau terlalu bebas sehingga
menyarankan model-model yang siswa memiliki “dugaan” terhadap
melatih kemampuan berpikir siswa masalah matematika yang harus
seperti model pembelajaran diselesaikan.
berbasis masalah, model inkuiri, 7. Mempersiapkan penilaian. Guru
mind-mapping, six thinking hats, dan perlu mengidentifikasi kriteria
model-model pemecahan masalah. penilaian yang relevan untuk
4. Menyiapkan model jawaban. Ketika mengevaluasi pembelajaran HOTS
mengarahkan siswa untuk siswa. Penilaian mencakup proses
menyelidiki masalah sosial tertentu. berpikir tingkat tinggi siswa dan
Guru bertanggung-jawab untuk pengalaman belajar siswa dan
memberikan tanggapan dan umpan tertuang dalam indikator kinerja
balik terhadap jawaban, komentar, yang valid dan langsung. Karena
dan saran siswa. Setelah permainan itu, guru disarankan membuat
atau kegiatan, jawaban harus formulir evaluasi yang sifatnya
disediakan untuk referensi siswa. personal.

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|199


8. Menekankan pada pengembangan 1. Menentukan secara tepat dan jelas apa
moral dan pembangunan karakter. yang akan dinilai.
Yeung berpendapat guru tidak 2. Merencanakan tugas yang menuntut
boleh berpuas diri hanya dengan siswa untuk menunjukkan
mengajar siswa cara berpikir. pengetahuan atau keterampilan yang
Pengembangan perilaku moral, mereka miliki.
karakter, kepribadian, dan 3. Menentukan langkah apa yang akan
keterampilan sosial siswa, dll., juga diambil sebagai bukti peningkatan
penting untuk pengajaran HOT pengetahuan dan kecakapan siswa
yang efektif. yang telah ditunjukan dalam proses.
9. Menekankan pada refleksi siswa. Penilaian berpikir tingkat tinggi
Guru menyediakan waktu refleksi meliputi 3 prinsip:
diri dalam setiap pelajaran HOTS 1. Menyajikan stimulus bagi siswa
agar siswa dapat merefleksikan untuk dipikirkan, biasanya dalam
pembelajaran pribadinya (personal bentuk pengantar teks, visual,
learning). Refleksi diri dianggap skenario, wacana, atau masalah
sebagai elemen penting dari (kasus).
pengajaran HOT yang efektif dan 2. Menggunakan permasalahan baru
siswa diingatkan untuk bagi siswa, belum dibahas di kelas,
mengevaluasi pemikiran mereka dan bukan pertanyaan hanya untuk
sendiri. proses mengingat.
(Hmelo & Ferrari, 1997) 3. Membedakan antara tingkat kesulitan
mengemukakan bahwa sebelum mengasah soal (mudah, sedang, atau sulit) dan
dan mengharapkan siswa memiliki level kognitif (berpikir tingkat rendah
pemahaman yang mendalam tentang dan berpikir tingkat tinggi).
konsep matematika, guru harus memiliki Dalam mengasah HOTS siswa, guru
pemahaman yang lebih dalam tentang harus membangun kreativitas siswa dalam
konsep matematika. Guru perlu menguasai menyelesaikan berbagai permasalahan
konsep matematika agar dapat mengajar kontekstual. Sikap kreatif erat dengan
siswa konsep matematika yang lebih dalam konsep inovatif yang menghadirkan
dengan efektif. Guru dengan pemahaman keterbaharuan. Soal-soal HOTS tidak dapat
konsep dan pedagogis yang mendalam diujikan berulang-ulang pada peserta tes
akan matematika dapat mengenali yang sama. Apabila suatu soal yang
kesalahpahaman siswa. Guru juga dapat awalnya merupakan soal HOTS diujikan
menangani asumsi siswa yang salah berulang-ulang pada peserta tes yang sama,
dengan lebih baik dan memahami maka proses berpikir siswa menjadi
perkembangan kemampuan berpikir menghafal dan mengingat. Siswa hanya
mereka. perlu mengingat cara-cara yang telah
Mengajar HOTS tidak dapat pernah dilakukan sebelumnya. Tidak lagi
dilepaskan dari mengayajikan soal yang terjadi proses berpikir tingkat tinggi. Soal-
dapat mengasah ketrampilan HOTS siswa. soal tersebut tidak lagi dapat mendorong
Prinsip umum untuk menilai berpikir peserta tes untuk kreatif menemukan solusi
tingkat tinggi adalah sebagai berikut baru. Bahkan soal tersebut tidak lagi
(Widana et al., 2019) : mampu menggali ide-ide orisinil yang

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|200


dimiliki peserta tes untuk menyelesaikan SIMPULAN DAN SARAN
masalah. Soal-soal yang tidak rutin dapat Keterampilan berpikir manusia dapat
dikembangkan dari Kompetensi Dasar diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
(KD) tertentu, dengan memvariasikan besar yaitu (1) keterampilan berpikir
stimulus yang bersumber dari berbagai tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills-
topik. Pokok pertanyaannya tetap mengacu LOTS), dan (2) keterampilan berpikir
pada kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills-
siswa sesuai dengan tuntutan pada KD. HOTS). LOTS adalah tiga aspek pertama
Bentuk-bentuk soal dapat divariasikan dari taksonomi Bloom, yaitu mengingat,
sesuai dengan tujuan tes, misalnya untuk memahami, dan menerapkan. Sementara
penilaian harian dianjurkan untuk HOTS adalah tiga aspek terakhir dari yaitu
menggunakan soal-soal bentuk uraian menganalisis, mengevaluasi, dan
karena jumlah KD yang diujikan hanya 1 menciptakan. Dengan kata lain, HOTS
atau 2 KD saja. Sedangkan untuk soal-soal adalah bagian tertinggi dalam taksonomi
penilaian akhir semester atau ujian sekolah domain kognitif Bloom. Terdapat 9 strategi
dapat menggunakan bentuk soal pilihan untuk meningkatkan keterampilan berpikir
ganda (PG) dan uraian. Untuk mengukur tingkat tinggi siswa dengan efektif, yaitu;
keterampilan berpikir tingkat tinggi (1) Memasukkan HOTS dalam
(HOTS) akan lebih baik jika menggunakan matapelajaran umum, (2)Menerapkan
soal bentuk uraian. Pada soal bentuk uraian pendekatan pembelajaran berbasis
mudah dilihat tahapan- tahapan berpikir kelompok, (3)Menerapkan model
yang dilakukan siswa, kemampuan pembelajaran “Berpikir” dan perangkat
mentransfer konsep ke situasi baru, pembelajaran “Berpikir”, (4)Menyiapkan
kreativitas membangun argumen dan model jawaban, (5)Merencanakan
penalaran, serta hal-hal lain yang pembelajaran yang dapat ‘dikelola’, (6)
berkenaan dengan pengukuran Mengendalikan “lingkungan berpikir” -
keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak terlalu terbuka atau terlalu bebas, (7)
(Widana et al., 2019). Mempersiapkan penilaian, (8) Menekankan
pada pengembangan moral dan
pembangunan karakter, dan (9)
Menekankan pada refleksi siswa.

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|201


DAFTAR PUSTAKA

Adey, P., & Shayer, M. (2006). Really raising standards: Cognitive intervention and academic
achievement. Routledge.

Siswono, TYE. 2018. Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah.
Bandung : Remaja Rosdakarya. (hal.5-12)

Beghetto, R. A., & Kaufman, J. C. (2007). Toward a Broader Conception of Creativity : A Case
for “ mini-c ” Creativity. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 1(2), 73–79.
https://doi.org/10.1037/1931-3896.1.2.73

Ennis, R. H. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. In Educational
Leadership (p. 43).

Gradini, E., Firmansyah B, & Noviani, J. (2018). Menakar Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Calon Guru Matematika Melalui Level Hots Marzano. Eduma: Mathematics
Teaching and Learning, 7(2), 41–48.

Hmelo, C. E., & Ferrari, M. (1997). The Problem-Based Learning Tutorial : Cultivating
Higher Order Thinking Skills. Journal for the Education of the Gifted, 20(4), 401–422.

Stanley, D. I. (2015). Ausubel ’ s Learning Theory : An Approach To Teaching Higher useful.


The High School Journal, 82(1), 35–42. Retrieved from
http://www.jstor.org/stable/40364708

Widana, I. wayan, Adi, S., Herdiyanto, Abdi, J., Marsito, & Istiqomah. (2019). Modul
Penyusunan Soal HOTS Matematika. Retrieved from www.psma.kemdikbud.go.id

Bransford, J. D., Brown, A. L., & Cocking, R. R. (Eds.). (2000). How people learn: Brain, mind,
experience, and school. Washington, DC: National Research Council, National
Academy Press.

Adey, P. (1999). The science of thinking, and science for thinking: A description of Cognitive
Acceleration through Science Education (CASE) [INNODATA Monographs–2].
Geneva, Switzerland: International. Bureau of Education, UNESCO.

Adey, P., & Shayer, M. J. (1994). Really raising standards. London: Routledge.

Brown, A. L., & Campione, J. C. (2002). Communities of learning and thinking, or a context by
any other name. Contemporary issues in teaching and learning, 120-126.

Burden,R.,&Williams,M.(1998). Thinking throughthe curriculum.LondonandNewYork:


Routledge. Carmichael, J. W. (1981). Project SOAR (Stress on Analytical Reasoning)
instructor’s manual. New Orleans: Xavier University of Louisiana.

Chance, P. (1986). Thinking in the classroom:Asurveyofprograms.NewYork:Teachers


CollegePress.

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|202


De Bono, E. (1985). The Cort thinking program. In J.W. Segal, S. F. Chipman,&R. Glaser (Eds.),
Thinkingand learning skills (Vol. 1, pp. 389–416). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.

Feuerstein, R., Rand, Y., Hoffman, M. B., & Miller, R. (1980). Instrumental enrichment and
intervention program for cognitive modifiabilty. Baltimore: University Park Press.

Feurstein, R., Rand,Y.,&Rynders, J. E. (1988). Don’t accept me as I am.NewYork and London:


Plenum.

Greeno, J. G., & Goldman, S. V. (Eds.). (2013). Thinking practices in mathematics and science
learning. Routledge.

Lipman,M.(1985). Thinking skills fostered by philosophy for children. In J.W. Segal, S. F.


Chipman,&R.

Glaser(Eds.),Thinkingandlearningskills(Vol. 1). Hillsdale,NJ:LawrenceErlbaumAssociates, Inc.

Marzano, R. J., Brandt, R. S., Hughes, C. S., Jones, F., Presseisen, B. Z., Rankin, S. C., & Suhor,
C. (1988). Dimensions of thinking: A framework for curriculum and instruction.
Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD).

Nickerson, R., Perkins, D., & Smith, E. (1985). The teaching of thinking. Hillsdale, NJ: Lawrence
Erlbaum Associates, Inc.

Perkins,D.N.(1992).Smartschools—Fromtrainingmemoriesto trainingminds.NewYork: Free Press.

Perkins, D. N.,&Grotzer, T.A. (1997). Teaching intelligence. American Psychologist, 52, 1125–
1133.

Resnick, L. (1987). Education and learning to think. Washington, DC: National Academy Press.

Resnick, L. B., & Resnick, D. P. (1992). Assessing the thinking curriculum: New tools for
educational reform. In B. R. Gifford&M. C. O’Connor (Eds.), Changing assessments:
Alternative views of aptitude, achievement and instruction (pp. 37–75). Boston: Kluwer.

Schoenfeld, A. (1992). Learning to think mathematically. InD.A. Grouws (Ed.), Handbook of


research in mathematics teaching and learning (pp. 334–370). New York: Macmillan.

Tishman, S., Perkins, D., & Jay, E. (1995). The thinking classroom. Boston: Allyn & Bacon.
Paul, R. W., & Binker, A. J. A. (1990). Critical thinking: What every person needs to survive
in a rapidly changing world. Center for Critical Thinking and Moral Critique, Sonoma
State University, Rohnert Park, CA 94928.

Jurnal Numeracy Vol. 6, No. 2, Oktober 2019|203

Anda mungkin juga menyukai