IV. Metode/Prosedur
1. Uji Kelarutan
Siapkan alat dan bahan.
Masukkan senyawa organic pada tabung reaksi
Tambahkan HCl
Amati kelarutannya
2. Uji Litmus
Siapkan alat dan bahan.
Teteskan senyawa organic pada lakmus merah
Amati perubahan lakmus
3. Uji Pembentukan garam diazonium
Siapkan 3 tabung reaksi
Isi tabung A dengan senyawa organik, lalu tambahkan HCl
Isi tabung B dengan NaNO2, lalu tambahkan aquadest
Isi tabung C dengan β-naftol, lalu tambahkan HCl
Kocok masing-masing tabung dan diamkan dalam air dingin.
Amati perubahan yang terjadi
4. Uji Asam Nitrit
Siapkan alat dan bahan.
Larutkan NaNO2, kemudian disimpan pada air dingin.
Siapkan 3 tabung reaksi
Tabung A isi dengan 1˚ amine, tabung B dengan 2˚ amine dan tabung C
dengan 3˚ amine.
Tambahkan pada masing-masing tabung larutan HCl
Kocok dan diamkan pada air dingin.
Tambahkan pada masing-masing tabung larutan NaNO2
Amati perubahan yang terjadi.
5. Uji Hinsberg
Siapkan 3 tabung reaksi
Tabung A isi dengan 1˚ amine, tabung B dengan 2˚ amine dan tabung C
dengan 3˚ amine.
Isi masing-masing tabung dengan NaOH 25%
Tambahkan aquadest
Tambahkan benzensulfonilklorida
Kocok, lalu diamkan pada air dingin
Tambahkan HCl
Amati perubahan yang terjadi
1. Uji Kelarutan
a. Kelarutan dalam air
Semua amina merupakan senyawa polar, dan antar molekul amina
primer/ sekunder terdapat ikatan hidrogen. Senyawa polar adalah Senyawa
yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya.
Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan tersebut mempunyai nilai
keelektronegatifitas yang berbeda. Karena perbedaan keelektronegatifan
antara atom N dan H relatif kecil maka ikatan hidrogen antar molekul amina
tidak sekuat molekul-molekul yang mengandung gugus –OH, seperti misalnya
alcohol, sehingga mempunyai titik didih yang berbeda. Dengan dapat larut
dalam air karena adanya interaksi ikatan hidrgen.
Meskipun nitrogen tidak seelektronegatif seperti oksigen, namun N
dapat mempolarisasi ikatan N-H sehingga membentuk gaya dipol-dipol yang
kuat antar molekulnya. Tetapi kelarutan amina dalam air menurun seiring
dengan meningkatnya berat molekul. Amina dengan jumlah atom C 1-6 dapat
larut dalam air. Di atas jumlah ini kelarutan akan turun sesuai dengan
meningkatnya jumlah atom C amina.
Amin membentuk larutan basa (alkalis) dengan air. Keseimbangan
yang menghasilkan ion hidroksida digambarkan berikut dengan contoh amin
primer
Reaksi umum:
R – NH + H – OH <=> R – NH2 + OH-
Alkil ammonium hidroksida
b. Kelarutan dalam HCl
Karena kemampuan amina membentuk garam, suatu amina yang tak
larut dalam air dapat dilarutkan dengan mengolahnya dengan asam encer.
Dengan cara ini, senyawa yang mengandung gugus amino dapat dipisahkan
dari bahan-bahan yang tak larut dalam air maupun asam.
Amina yang larut maupun yang tidak larut dalam air dapat bereaksi
dengan asam dan menghasilkan garam yang larut dalam air. Penambahan
aniline dengan HCl, menghasilkan larutan yang larut sempurna. Hal tersebut
dikarenakan adanya pembentukan garam alkilamonium dari penambahan amin
dengan asam kuat. Amin bereaksi membentuk garam, yang karena sifat
ioniknya, larut dalam lapisan air.
Garam yang terbentuk oleh amina adalah zat kristal yang dapat segera
larut dalam air. Garam amina lazim diberi nama menurut salah satu dari dua
cara: sebagai garam ammonium tersubstitusi atau sebagai kompleks amina-
asam.
Reaksi untuk dietil amin:
(CH3CH2)2NH + HCl → (CH3CH2)2NH2+Cl-
Dietilamin dietilamonium klorida/
dimetilamina hidroklorida
Pada anilin :
Anilin merupakan benzena tersubtitusi, sehingga menyebabkan ikatan
hidrogennya menurun karena adanya resonansi electron pada gugus benzene.
Hal ini menyebabkan anilin bersifat non polar sehingga tidak larut dalam air
karena perbedaan sifat kepolaran. Senyawa non polar adalah senyawa yang
terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang
membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan mempunyai nilai
elektronegatifitas yang sama/hampir sama. Berdasarkan teori resonansi, semua
ikatan antara atom-atom C dalam cincin benzen sama.
Hal ini menunjukkan bahwa benzena merupakan molekul non polar.
Elektron-elektron yang membentuk ikatan-ikatan antar atom C digunakan
bersama-sama oleh seluruh atom C, membentuk apa yang disebut sebagai
sistem delokalisasi. Susunan electron-elektron ini sangat stabil. Berdasarkan
sifat kimianya, anilin dapat larut pada pelarut organik dengan baik, kemudian
dapat larut pada air tetapi dengan tingkat kelarutan 3,5 % pada 25 C. sehingga
hasil reaksi air dengan anilin membentuk 2 fasa yang saling tidak bercampur.
2. Uji Litmus
Karena amina mengandung sepasang electron bebas pada atom nitrogennya,
maka amina bersifat basa (Bronsted – Lowry) dan bersifat nukleofil. Amina
alifatik sifat basanya lebih kuat dari pada amoniak. Sebaliknya amina aromatis
sifat basanya lebih rendah dari pada amoniak.
Alkil amin lebih basa dibandingkan ammonia, karena gugus alkil sebagai
pemberi electron dibandingkan hydrogen. Pada umumnya gugus pemberi electron
akan menaikan kebasaan amin, dan gugus penarik electron akan menurunkan
kebasaan amin. Alkil memantapkan muatan positif alkil ion ammonium dan
menggeser kesetimbangan tekanan. Amin aromatic basanya lebih lemah
dibandingkan amin alifatik, karena pada amin aromatic adanya delokalisasi
resonansi pasangan electron bebasnya.
Teori ini sesuai dengan hasil dari praktikum dimana ketika amina diteteskan
pada lakmus merah menghasilkan perubahan menjadi warna biru. Perubahan
tersebut berarti senyawa bersifat basa.
3. Uji Azo-dye
Menurut Riswianto, bila amina aromatis primer direaksikan dengan asam
garam mineral dan natrium nitrit, akan menghasilkan suatu garam diazonium.
Garam diazonium ini harus segera dipakai, karena secara perlahan akan
terdekomposisi meskipun berada didalam suhu kamar.
Persamaan reaksi yang terjadi ketika amina aromatis (anilin) bereaksi dengan
asam mineral dan natrium nitrit.
Pada percobaan ini senyawa amin ditambah dengan HCl, pada tabung kedua
dibuat larutan NaNO2 dan tabung ketiga dibuat campuran β-naftol dengan HCl
lalu larutan didinginkan dengan air es. Capuran 1 dan 2 menghasilkan warna
jingga. Kemudian ketika ditambahkan larutan β-naftol dan HCl larutan berubah
menjadi warna merah bata. Amina primer dapat terdeteksi secara unik, dengan
membentuk larutan garam diazonium, amina kemudian di pasangkan dengan
-naftol. Persamaan reaksinya adalah :
Hasil yang didapatkan juga sesuai dengan literatur bahwa Amina primer
bereaksi dengan asam nitrit dan akan mengeluarkan gas nitorgen. Amina sekunder
dengan asam nitrit akan menghasilkan cairan kental seperti minyak berwarna
kuning, sedangkan amina tersier dengan NaNO2 akan membentuk garam nitrit
yang larut dimana reaksi ini tidak jelas terlihat.
Dalam suasana asam amina primer pada suhu yang rendah akan bereaksi
dengan asam nitrit membentuk suatu garam diazonium. Garam diazonium
aromatic banyak digunakan sebagai zat warna.
Contoh
Ph-NH2 + HNO2 + HCl → Ph-N2+Cl- + 2H2O
Senyawa diazo aromatic adalah merupakan intermediet (zat) antara untuk reaksi
subtitusi nukleofilik terhadap cincin benzene.
5. Uji Hinsberg
Dari hasil pengamatan, pada tabung A sebelum ditambahkan larutan HCl
larutan benind, dan setelah ditambahkan larutan HCl larutan berwarna putih dan
terbentuk endapan putih. Pada tabung B sebelum ditambahkan larutan HCl larutan
putih dan terbentuk endapan putih, setelah ditambahkan larutan HCl tidak terjadi
perubahan. Dan pada tabung C sebelum ditambahkan HCl larutan berwarna putih
dan ada endapan namun setelah ditambahkan larutan HCl berubah menjadi larut
dan bening.
Hasil pengamatan ini sesuai dengan teori, karena berdasarkan teori, jika suatu
senyawa amina direaksikan dengan bezensulfonil klorida menghasilkan suatu
larutan yang homogen dalam suasana basa dan menghasilkan endapan dalam
suasana asam, maka senyawa ini merupakan amina primer. Dan apabila senyawa
amina yang direaksikan dengan bezensulfonil klorida menghasilkan endapan
dalam suasana basa dan dalam suasana asam tetap tidak larut, maka senyawa
amina tersebut merupakan amina sekunder. Sedangkan apabila senyawa amina
yang direaksikan dengan bezensulfonil klorida menghasilkan suatu lapisan diatas
permukaan larutan dalam suasana basa dan menghasilkan suaru campuran yang
larut dalam suasana asam, maka senyawa amina tersebut adalah amina tersier.
Reaksi :
Penambahan NaOH selain untuk membuat suasana basa, juga agar terbentuk
garam benzensulfonamida. NaOH yang ditambahkan harus berlebih. Reaksi antara
amina primer dan sekunder dapat menghasilkan suatu benzensulfonamida yang
tersubstitusi sedangkan pada amina tersier tidak. Hal ini karena ion yang terbentuk
dari reaksi ini tidak stabil pada suasana basa. Ketidakstabilan ini menyebabkan
ikatan antara S dengan N terputus sehingga amina tersier nya akan terbentuk
kembali yang terlihat seperti minyak. Benzensulfonamida yang terbentuk dari
amina primer dapat larut dalam NaOH sedangkan benzensulfonamida yang
terbentuk dari amina sekunder tidak dapat larut dalam NaOH tau dalam suasana
basa. Amina tersiernya juga tidak larut dalam NaOH.
Adapun fungsi penamabahan HCl yaitu agar pada suasana asam ini
benzensulfonamida dari amin primer akan mengendap, sedangkan amina tersier
akan larut dalam suasana asam. Tetapi endapan sulphonamide dari amina
sekunder tidak larut dalam suasana asam.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamata, dapat disimpulkan bahwa :
1. Identifikasi senyawa amina dapat dilakukan berdasarkan sifat kelarutan.
2. Amina bersifat sebagai basa lemah dan larutan amina dalam air bersifat basa
3. Identifikasi senyawa amina primer, sekunder, dan tersier dapat dilakukan dengan
tes Hisnberg yang didasarkan pada reaksi amina primer dan sekunder dengan
benzensulfonilklorida membentuk benzensulfonilamida.
4. Asam primer dapat larut dalam basa, namun tidak dalam asam.
5. Amina sekunder tidak larut dalam asam maupun basa.
6. Amina tersier dapat larut dalam asam namun tidak larut dalam basa.
VII. Referensi
Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Hard, Harold, dkk. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga
Wilbraham, Antony C. 1992. Pengantar Kimia Organik 1. Jakarta: Erlangga