Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONDISI IMUNOLOGI REPRODUKSI


Bd.6.104
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Genetika dan Biologi Reproduksi
Dosen Pengampu : Rini Sulistiawati, M.Keb

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


1. AJENG SUKMA KARIRA
2. ANANDA AMALIA PUTRI ARINTOKO
3. AULIA FITRI KHAIRUNNISA
4. CLARA ALDAVIANA
5. DAYU SARA

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KEBIDANAN
PRODI SARJANA TERAPAN
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena hanya dengan izin, rahmat
dan kuasa-Nyalah kami masih diberikan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “ KONDISI IMUNOLOGI REPRODUKSI ”.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak terutama kepada Dosen pengajar Mata Kuliah Genetika dan Biologi
Reprosduksi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita khususnya mengenai kondisi imunologi reproduksi. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari apa
yang diharapkan.
Untuk itu, kami berharap dan kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Pontianak, September 2020


Penyusun

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................................i

Daftar Isi.....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibodi Antisperma.......................................................................................................3
1. Diagnosis Imunitas Terhadap Sperma......................................................................3
2. Deteksi Imunitas Terhadap Sperma..........................................................................4
3. Etiologi......................................................................................................................7
4. Efek Terhadap Gamet.............................................................................................12
B. Penyakit Infeksi Karena Imunologi Pada Ibu dan Anak...............................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................17
B. Saran..............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan adalah proses yang normal, alamiah yang diawali dengan pertumbuhan
dan perkembangan janin intrauterine dan di mulai sejak konsepsi hingga persalinan ( Dewi
dan Sunarsih, 2011 ). Proses permulaan kehamilan ketika bersatunya sel telur ( ovum ) dan
sperma atau disebut fertilisasi. Beberapa hal yang diperlukan di dalam proses fertilisasi adalah
sel telur, sel sperma, tuba fallopi dan Rahim. Keempat hal tersebut adalah hal yang minimal
harus ada agar bisa fertilisasi bisa terjadi. Sel telur dan sel sperma haruslah sel yang sehat dan
tidak memilki kekurangan untuk membuahi dan dibuahi. Salah satu kemungkinan penyebab
terhambatnya kehamilan adalah karena adanya antibodi calon ibu yang berlebih terhadap
sperma pasangannya.
Layaknya alergi pada tubuh manusia, setiap orang akan memiliki akibat yang
berbeda tergantung dari masing-masing individu. Tubuh perempuan yang memiliki antibodi
yang berlebih terhadap sperma akan bereaksi terhadap protein sperma dan membuat sperma
ditolak oleh tubuh calon ibu. Saat sel sperma dianggap sebagai benda asing di dalam tubuh
wanita, secara cepat reaksi pembentukan antibodi antisperma ( ASA ) dalam jumlah tinggi,
mencegah sel sperma Hidden Content sel telur di dalam saluran telur sehingga terjadi
penggumpalan-penggumpalan pada si sperma.
Defisiensi imun sendiri muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak
aktif. Kemampuan sistem untuk merespon patogen berkurang pada golongan muda dan tua.
Dengan respon imun mulai berkurang pada usia sekitar 50 tahun karena Imunosenescence.
Dinegara-negara berkembang obesitas, penggunaan alcohol, narkoba adalah akibat paling
umum dari fungsi imun yang buruk. Belakangan ini adalah akibat paling umum yang
menyebabkan defisiensi imun di negara berkembang. Jika sistem kekebalan melemah,
kemampuan untuk melindungi tubuh juga berkurang. Membuat patogen juga termasuk yang
menyebabkan penyakit. Seperti Syndrom defisiensi imun dapatan ( AIDS ) yang disebabkan
Retro virus HIV. Apabila AIDS ini diderita oleh wanita yang sedang mengandung, maka janin
wanita tersebut jelas akan tertular AIDS ini. Imunitas bawaan dan adaptif tergantug pada
sistem imun untuk memusnahkan baik molekul asing oleh sistem imun. Sebaiknnya molekul
non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul asing.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana diagnosis imunitas terhadap sperma ?
2. Bagaimana deteksi imunitas humoral terhadap sperma ?
3. Bagaimana etiologi dari antibodi antisperma ?
4. Bagaimana pengaruh efeknya terhadap gamet ?
5. Apa saja penyakit infeksi karena imunologi pada ibu dan anak ?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana diagnosis imunitas terhadap sperma
2. Mengetahui bagaimana deteksi imunitas humoral terhadap sperma
3. Mengetahui etiologi dari antibodi antisperma
4. Mengetahui apa saja pengaruh efeknya terhadap gamet
5. Mengetahui apa saja penyakit infeksi karena imunologi pada ibu dan anak
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang antibody antisperma dan
penyakit infeksi apa saja yang disebabkan imunologi pada ibu dan anak.
2. Bagi Institusi
Agar dapat dijadikan bahan kepustakaan dan sebagai masukan informasi untuk
mengukur sejauh mana tingkat kemampuan mahasiswa dalam memahami pentingnya
mempelajari Genetikan dan Biologi Reproduksi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibodi Antisperma
1.1. Diagnosis Imunitas Terhadap Sperma
1.1.1 Pengertian Antibodi Antisperma
Antibodi antisperma adalah sel-sel yang menyerang sperma normal. Jika
dalam tubuh tedapat antibodi antisperma, maka sperma normal akan dianggap
sebagai benda asing sehingga sperma akan diserang dan dirusak. Pada umumnya
sperma terlindungi dari sistem imun dengan adanya lapisan pelindung yang
disebut blood-testes barrier. Barrier ini berfungsi untuk mencegah sel-sel sistem
imun agar tidak bisa bercampur dengan sel-sel lainnya.
1.1.2 Antibodi Antisperma Pada Tubuh Laki-Laki
Dalam kondisi sehat, sperma dilindungi oleh testikel dan tidak
mengalami kontak dengan darah. Antibodi sendiri terdapat dalam darah. Artinya,
sperma dan antibodi idealnya tidak saling bertemu. Akan tetapi, karena penyakit
tertentu, cedera, infeksi, atau tindakan operasi di area testis, kontak antara sperma
dan darah yang mengandung antibodi bisa terjadi. Kedua komponen seharusnya
tidak pernah bertemu, maka tidak heran bila selanjutnya antibodi mengenali
sperma sebagai musuh. Sejak itulah, tubuh kemudian memproduksi ASA.
Ketika antibodi bertemu dengan benda yang dianggap asing, maka respon
imun pun dimulai. Tujuannya satu : menghilangkan benda asing tersebut agar
tubuh tetap aman dan sehat. Bila ASA bertemu dengan sperma yang dianggap
sebagai benda asing, maka tubuh akan berusaha melawan sperma hingga hancur.
Maka, saat pria mengeluarkan air mani, sudah tidak ada sel sperma yang bisa
melakukan perubahan pada rahim wanita. Inilah yang jadi salah satu penyebab
tidak subur pada pria.
1.1.3 Antibodi Antisperma Pada Tubuh Wanita
Pada tubuh wanita, reaksi imun terhadap sperma ini belum sepenuhnya
dipahami oleh para ahli. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk
memastikan mengapa sistem imun wanita menganggap sperma sebagai organisme
berbahaya yang perlu diserang.

3
Di tubuh wanita ASA bisa menyerang kapan saja. Pasalnya, antibodi ini
tidak hanya terdapat dalam darah, namun juga terdapat pada cairan vagina. Jadi
ketika sel sperma masuk ke vagina, ASA sudah bisa menyerang dan
menggagalkan pembuahan.
Reaksi ASA pun berbeda-beda di tubuh setiap wanita. Ada ASA yang
bereaksi dengan cara menggumpalkan sel-sel sperma jadi satu sehingga tidak bisa
masuk ke rahim. Ada juga yang langsung memblokir sperma agar tidak bertemu
sel telur.
Jadi jika ditubuh memiliki ASA, maka akan lebih sulit hamil. Sayangnya
para peneliti belum menemukan apa saja persisnya faktor risiko gangguan ini pada
wanita. Memang ada satu teori yang masih harus dikembangkan sampai saat ini.
Teori tersebut menduga bahwa bila kualitas sperma kurang baik, misalnya karena
pasangan anda merokok, sistem imun wanita pun melihat sel sperma tersebut
sebagai ancaman terhadap sistem reproduksi dan segera dihentikan.
1.2 Deteksi Imunitas Humoral Terhadap Sperma
Adanya antibodi terhadap sperma lelah diketahui dapat mengganggu proses
fertilisasi, baik secara in-vivo maupun secara kivitro, oleh sebab itu dalam rangka
penanganan rnasalah infertilitas, maka pemeriksaan ada tidaknya antibodi terhadap
sperma merupakan tahapan yang cukup penting. Bila dalam pemeriksaan positif dapat
dipikirkan cara penanggulangannya, sehingga respon semua itu tidak akan mengganggu
proses reproduksi. Metode-metode pemeriksaan imunologi pada kasus infertilitas antara
lain:
1. Uji Aglutinasi Sperma
Uji aglutinasi ini diperlukan unltuk rnengetahui ada tidaknya aglutinasi
sperma, dengan demikian membuktikan ada tidakrya antibodi aglutinasi terhadap
sperrna di dalam cairan tubuh yang diperiksa. Dalam uji ini dikenal beberapa tipe
variasi yang dikembangkan oleh beberapa sarjana. Masing-masing tipe ini
mernpuiyai keuntungan drn kerugian. Adapun berbagai macam uji aglutinasi yang
dikenal cukup luas adalah sebagai berikut :

4
a. Uji Aglutinasi kaca objek (menurut Franklin & Dukes)
Dalam uji ini digunakan kaca objek biasa dan terjadi aglutinasi sperma
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya. Dengan cara ini corak
aglutinasi dapat pula di arnati, seperti corak head-to-head aglutination, tail-to-
tail aglutination, dan tail- to-head agglutination. Namun demikian, dengan cara
ini kelas imunoglobulin tidak dapat ditentukan. Beberapa sarjana kurang
menyukai cara ini karena sulit untuk mernbedakan mana aglulinasi spesifik dan
mana aglutinasi nonspesifik, yaihr aglutinasi yang bukan disebabkan oleh
antibodi. Dengan metode ini diperlukan sperma motil karena bila tidak reaksi
aglulitinasi tidak akan terjadi walaupun ada antibodi terhadap sperma tersebut.
b. Uji Aglutinasi tabung kapiler (Menurut Kibrick, Betding & Merrill)
Menggunakan metode ini diperlukan tabung kapiler yang diisi larutan
gelatin yang jernih. Reaksi antara antigen dengan antibodinya terjadi di dalam
tabung kapiler, sehirga bila terjadi aglutinasi akan nampak gumpalan keruh
dalan suatu media yang jemih. Dengan metode ini tidak diperlukan sperma yang
motil.
c. Uji Aglutinasi Micro tray (Menurut Friberg)
Metode ini tidak terlalu berbeda dengan metode yang pertama, metode
ini hanya morggunakan mikro-tray dan bukan kaca objek biasa dan jenis
mikroskop inversi. yaitu mikoskop dengan objek yang dapat dilihat dari bawah
kaca objek Menurut Friberg, cara ini lebih efisien dan efekif dalam mencari dan
melihat aglutinasi. Metode ini tidak dapat mengetahui kelas imunoglobulinnya.
2. Uji Immobilisasi Sperma
Uji ini dipergunakan untuk mengetahui ada tidaknya immobilisasi sperma,
dengan demikian membuktikan ada tidaknya antibodi immobilisasi terhadap sperma
di dalam cairan tubuh yang diperiksa Pada rcaksi iui diperlukan sistem komplemen,
sebab bila reaksi antara antigen dengan antibodi terjadi, maka sistem komplemen
dapat segera diaktifkan. Pada akhir proses tersebut akan terjadi peoghancuran
membran sel, sehingga isi sel akar keluar dan menyebabkan sel sperma berhenti
bergerak. Pengamatan terhadap sperma motil dilakukan dengan menggunakan
mikoskop cahaya. Metode ini ada dua macam dan satu sama lainnya sangat mirip.

5
3. Uji Sitiksisitas Sperma (Menurut Hammerlink & Rumke)
Uii ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi sitotoksik pada
sperma, dengan demikian mernbuktikan ada tidaknya antibodi penghancur sperma.
Menggunakan rnetode ini mernbutuhrkan sistem komplemen dan spema motil.
Berbeda dengan uji immobilisasi tendapat pada cara pengamatan terhadap sperma
yaag motil dan mati. Untuk mengetahui apakah sperma mati atau tidak ke dalam
campuran itu dirnasukkan zat warna Eosinnigrosin. Spenna yang mati akan lebih
mudah diarnati yakni berwarna Iebih gelap dibawah mikroskop cahaya.
4. Uji Penetrasi Getah Serviks
Uji ini dipergunakan untuk mengetahui apakah sperma-sperma motil
sanggup melakukan penetrasi, dan mampukah terus bergerak di dalam cairan getah
seruiks secan aktif dalam waktu tertentu. Menggunakan metode ini sekaligus secara
tidak langsung membuktikan ada tidaknya antibodi terhadap sperma yang dapat
mengharnbat penetrasi dan migrasi sperma motil tersebut.
5. Uji Sperm Coating Antibodies
Uji ini bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi yang menempel
pada permukaan sperma. Permasalahannya adalah kita tidak nengetahui secara pasti
apakah antibodi itu menempel dengan menggunakan Fab, jika dernikian maka
molekul imunoglobulin ini bersifat sebagai anti-sperrna. Sedangkan bila menempel
pada Fc, maka melekul imunologi mempunyai bagian Fab yang bebas untuk
mengikat antigen yang sesuai, misalnya bakteri dll antigen, tersebut yang ditemukan
menernpel pada permukaaan sperma dinamakan "sperm coating immununoglubin."
Jenis metode pada pengujian ini ada berbagai macam yaitu:
a. Uji Imunoflourescens
Metode ini bertujuan membuktikan ada tidaknya antibodi yang
menempel pada permukaan sperma dengan menggunakan anti-imunoglobulin
yang bakonjugsi dengan zat flourescnsi, seperti Flourescens Iso Thyocianale
(FITC). Metode ini menggunakan mikroskop flourescensi, dan dapat dilakukan
baik secara direct maupm secara indirect.

6
b. Uji Imunoperoksidase
Metode ini menggunakan anti iminoglobulin yang dilabel dengan enzim
peroxidase dan dapat dilakukan baik secara direct naupun indirect.
Menggunakan metode ini memakan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
c. Uji Mixed Anti-globulin Reaktor (MART Tcst)
Melode ini nrenggunakan sel-sel darah merah atau latex yrng dilapisi
antibody. Dalam campuran sel sperma dan sel-sel darah rnerah/latex dimasukkan
suatu anti imunoglobulin atau anti globulin. Bila pada sperma terdapat sperm
coating, antibodies, maka terjadilah reaksi aglutinasi campuran. Kejadian
tersebut dapat diamati di bawah mikroskop cahaya, reaksi positif akan tampak
bahwa sel sperma seolah olah diserbuki sel darah merah atau latex. Metode ini
menggunakan sperma motil agar reaksi tersebut dapat terjadi.
1.3 Etiologi Antibodi Antisperma
Terjadinya infertilisasi pada suatu pasangan yang mempunyai antibodi
antisperma secara teoritis dikarenakan tingginya kadar antibodi antisperma pada cairan
vagina, seviks, uterus atau tuba. Pada beberapa wanita antigen sperma menyebabkan
timbulnya antibodi terhadap antigen spesifik atau permukaan pada sperma dan
menyebabkan infertilisasi. Menurut burnett, antigen jaringan yang telah ada dalam
tubuh sebelum sistem imunologik berfungsi dikenal sebagai self antigen, sedangkan
antigen jaringan yang timbul setelah sistem imunologik berfungsi sebagai non self
antigen. Spermatozoa dapat digolongkan self antigen karena diproduksi jauh setelah
sistem imunologik berfungsi, sehingga ia dianggap sebagai antigen asing. Antigen
tersebut dapat berasal dari spermatozoa sendiri, atau dari plasma semen ( Mazumdar
dan Levine, 1998 )
Respon imun saluran reproduksi wanita terhadap antigen sperma dapat melalui
2 jalur yaitu jalur aferen dan jalur eferen. Saluran reproduksi wanita dibantu oleh sel-sel
yang kompeten untuk menimbulkan respon imun. Sel-sel ini memfagositosis
spermatozoa dan memproses antigennya sehingga menimbulkan pertahanan imun
seseorang. Mekanisme ini dibantu oleh beberapa faktor yaitu :
1. Jumlah sperma yang sangat banyak/berlebihan.

7
2. Sperma juga difagositosis oleh sel-sel somatic sebagaimana makrofag, dan semen
secara kemotatik mempengaruhi makrofag dan netropil.
3. Antigen asing lain mempunyai efek ajuvans terhadap saluran reproduksi, misalnya
adanya infeksi vagina.
4. Limfosit dalam semen berperan menyebabkan sterilitas bagi wanita melalui
mekanisme histokompatibilitas.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon imun lainnya misalnya prostaglandin E
yang bersifat imunosupresif. Respon ini terhadap sperma pada wanita dapat melalui
pembentukan antibodi atau melalui sel-sel , yang masing-masing lebih dominan
bersifat lokal disbanding sistemik ( Qushai, 2014 )
a. Infertilisasi Imun
Infertilisasi imun adalah satu dari penyebab mayor infertilisasi pada
manusai yang dicetuskan oleh aktivitas dari sistem imun, yang menyebabkan
produksi antibodi spesifik terhadap sperma. Pada pasangan fertile dengan penyebab
infertilitas yang tidak diketahui, keberadaan ASA pada wanita dapat dicurigai ketika
mereka menunukkan uji postkoitus yang abnormal yang dapat mengindikasikan
infertilitas imun. Pada pria, keberadaan ASA dicurigai ketiga aglutinasi sperma
dideteksi pada analisis semen. Namun, aglutinasi sperma mungkin disebabkan oleh
faktor yang tidak terkait dengan ASA, terlebih, keberadaan antibodi tidak selalu
dikaitkan dengan aglutinasi sperma.
1. Infertilisasi Imun Pada Pria
Testis adalah kompartemen terspesialisasi dimana spermatogenesis
terbentuk. Pembatas hemato-testikular, dengan bagian tubular dan vaskular,
terdapat pada tiap testikel. Bagian tubular terdiri dari basal lamina tubulus
seminiferus, sel germ dan sel Sertoli. Sel germ dikelilingi oleh ekstensi
sitoplasma dari sel Sertoli yang berperan untuk menyusun dan meregulasi
spermatogenesis. Membran sitoplasmik dari sel Sertoli tertutup secara rapat,
mengisolasi spermatogenesis dari sistem imun. Karena kapasitas fagositiknya,
sel Sertoli juga terlibat dalam pembuangan fagositik dari sperma, debris
sitoplasmik dan badan residual dari spermatid (stimulator respon imun). Sel
Sertoli menunjukkan antigen testikular terhadap sistem imun yang menginduksi

8
toleransi lokal, mungkin, dengan aktivasi sel supresor. Persimpangan interseluler
dari sel Sertoli meningkat pada pubertas, ketika mitosis dari sel Sertoli berhenti
dan spermatogenesis dimulai. Sel haploid yang berasal dari meiosis mungkin
dikenali oleh sistem imun sebagai yang perlu diisolasi. Sel germinal dan sperma
memiliki antigen membran spesifik. Antigen ini diekspresikan selama meiosis
dan bertahan selama spermatogenesis. Antigen membran tambahan tampak pada
sperma setelah fase spermatogenesis selama maturasi sperma dan berpindah
menuju epididimis. Karena keberadaan sistem imunoregulator peritubular dan
isolasi yang terbentuk oleh pembatas hemato-testikular, umumnya sperma tidak
mencetuskan respon imun.
Sel endotel kapiler membentuk kompartemen vaskular. Sel tersebut
memiliki permeabilitas yang rendah dan menghambat pasase sel (limfosit) dan
protein dengan berat molekul tinggi (imunoglobulin dan protein dari sistem
komplemen), mengembangkan peran dari fungsi pelindung dalam menghambat
pasase komponen imun ke dalam bagian tubular.
Antigen permukaan sperma dikenali sebagai asing setelah proses self-
toleransi selama tahap prenatal; pada tahap ini antigen sperma disintesis. Namun,
jumlah antigen dapat melewati rete testis dan menginduksi toleransi imunologis.
Sehingga regulasi imun lokal terbentuk pada testis. Baik regulasi imun lokal dan
pelindung hemato-testikular menghambat produksi dan fungsi dari ASA.
Tambahannya, kontrol imunoregulatori terbentuk oleh fungsi parakrin
dari pelindung hemato-testikular. Kontrol ini menstimulasi pelepasan substansi
imunoprotektif spesifik dari sel Sertoli dan Leydig, yang mengganggu
blastogenesis limfosit dan memediasi lisis sel. Substansi imunosupresif ini
memiliki fungsi protektif penting terhadap respon imun terhadap sperma. Di
antara mereka ditemukan: sitokin anti-inflamasi [IL]-1, IL-10, IL-13, IL-14),
mengubah faktor pertumbuhan β (yang menghambat aktivitas pro-inflamasi dan
mengaktifkan beberapa sitokin seperti faktor pertumbuhan sel T [TCGF]),
activin, 2-makroglobulin dan hormon stimulasi β-melanosit.
Sistem limfatik dari testis menembus ruang intersisial antara tubulus
seminiferus. Makrofag terletak di sekitar tubulus dan mengekspresikan molekul

9
HLA-D yang cukup pada permukaan mereka, yang memegang peran penting
dalam presentasi antigen dan dalam respon imun. Namun, pembatas
hematotestikular memperlambat pasase komponen darah melaluinya, dengan
bukti yang ditunjukkan dengan imunoglobulin, makrofag dan leukosit berkadar
rendah di dalam tubulus seminiferus. Perkembangan dan fungsi dari antibodi,
selain elemen imunomodulator, dapat berperan sebagai agen pemicu dari respon
inflamasi dan menyebabkan infertilitas pria.
Regulasi imun dapat memegang peran dalam supresi imunologis di
testis, karena beberapa komponen plasma semen berperan mensupresi kapasitas
makrofag dan netrofil untuk mengenali dan memfagosit antigen; mereka
menunjukkan pengenalan dan eliminasi antigen dengan mensupresi sel NK dan
sel T sitotoksik serta aktivitas sistem komplemen, pada fraksu khusus C1 dan
C3, menurunkan aktivitas litik dari antibodi; dan begitu juga komponen dari
plasma seminal dapat memodifikasi komposisi antigen yang mencegah interaksi
antigen-limfosit. Terlebih sintase H2 prostaglandin, yang terletak di dalam rete
testis dan epididimis, mengganggu sintesis prostaglandin. Peran yang dimainkan
oleh prostaglandin adalah mempromosikan respon kemotaktik dar supresor
limfosit T di jaringan subepitelial epididimis dan vas deferens, dan berperan
dalam pertahanan terhadap stimulasi antigen sperma oleh sistem imun. Beberapa
komponen plasma semen, termasuk glikoprotein dan poliamin, mensupresi
proliferasi dari limfosit dan juga mekanisme imun, yang mungkin bereaksi
terhadap sperma. Limfosit T helper, yang terletak di jaringan subepitel
epididimis dan vas deferens, mengurangi pengenalan antigen oleh limfosit B,
untuk menurunkan respon humoral.
2. Infertilisasi Imun Pada Wanita
Pada wanita, meski mukosa lebih sangat terpapar, tidak seperti pria,
saluran reproduktif wanita tidak memiliki pelindung imunologis. Terlebih,
sperma, yang dikenali sebagai benda asing oleh sistem imun, tidak mencetuskan
respon imun humoral. Wanita yang secara seksual aktif terpapar terhadap jutaan
sperma pada tiap intercourse, dan fertilisasi dapat terganggu jika mereka
terimunisasi terhadap sperma. Efek dari imunisasi terhadap sperma termasuk:

10
aglutinasi sperma, penurunan mobilitas sperma, kegagalan implantasi embrio
atau peningkatan fagositosis sperma. Lendir servikal adalah elemen dari sistem
imun dengan kapasitas untuk merespon agen infeksi, antigen yang aneh dan,
terkadang, antigen sperma. Sel plasma subepitel dari tuba Fallopi, sel plasma
uterus dan vagina memiliki kapasitas memproduksi imunoglobulin kelas A.
Antibodi ini ada dalam lendir servikal dan dapat mempengaruhinya dalam
masuk ke uterus, tuba Fallopi dan, akhirnya, interaksi spermatozoa-oosit).
Setelah semen dideposit di vagina, efek ikatan sperma terbentuk oleh
ASA, dan sperma menjadi lebih tidak permeabel terhadap lendir semen. Namun,
sperma yang tidak teraglutinasi dapat melalui tuba Fallopi ke kavum peritoneal
dan dapat menginduksi fagositosis makrofag. Makrofag ini menuju ke organ
limfoid perifer, dimana makrofag yang mengandung sperma yang terfagosit
(yang menjaga sifat antigenik) mengaktivasi sel T dan limfosit B. Leukosit pada
plasma semen terdiri dari faktor kemotaktik neutrofil. Setelah intercourse dan
ejakulasi, faktor tersebut menarik sejumlah besar neutrofil. Sperma yang imobile
difagositosis dan dibuang dari tempat inseminasi oleh neutrofil. Begitu
menginisiasi respon imun, intercourse posterior berfungsi sebagai restimulasi.
Sehingga, ketika wanita terpapar pada antigen sperma, antibodinya tidak dapat
menyebabkan infertilitas, namun wanita ini rentan terhadap kondisi ini ketika
overstimulasi dari sistem imun terjadi. Penyebabnya mungkin berhubungan
dengan defek dari keberadaan atau respon dari faktor imunosupresif. Wanita
dengan titel yang tinggi dari antobodi antisperma menunjukkan inhibisi yang
signifikan dari fertilisasi in vitro.
Untuk semua alasan tersebut, dapat dideduksikan bahwa produksi ASA
pada pria dan wanita dapat dihubungkan dengan: gangguan dari mekanisme
imunoregulasi normal, perkosaan, trauma fisik, trauma kimia atau infeksi
iatrogenik pada pembatas hemotestikular atau terhadap obstruksi pada saluran
reproduktif pria. Akibatnya, sperma dikenali sebagai antigen dan respon imun
humoral dicetuskan oleh limfosit B yang melepaskan ASA. Respon seluler
terjadi oleh aktivasi limfosit T, pelepasan sitokin dan aktivasi sistem
komplemen. Produksi ASA adalah akibat dari respon autoimun pada pria dan

11
respon aloimun pada wanita, dan dikaitkan dengan infertilitas idiopatik pada
manusia.
ASA terdeteksi pada 1.4% wanita fertil karena keberadaan faktor
imunosupresif di cairan vaginal, sementara pada wanita infertil tingkatnya
adalah 2%. Sebaliknya, insiden ASA pada pria dan wanita yang fertil adalah
kurang dari 2% di serum, sperma dan lendir servikal, dan pada yang infertil
berkisar antara 5% hingga 25%.
1.4 Efek Terhadap Gamet
Munculnya antibodi terhadap antigen tubuhnya sendiri seperti anti-sperma
dalam tubuh, termasuk keadaan autoimun. Dalam keadaan nomal tubuh tidak
dibenarkan untuk membentuk antibodi terhadap dirinya sendiri. Karena semua antigen
tubuhnya sendiri termasuk self antigen, sehingga sudah dikenal oleh sistan imun tubuh.
Tetapi keadaan pada saluran reproduksi pria agak berbeda, dimana testis, sperma dan
plasma semen, justru oleh sistem imum tubuh dianggap sebagai non self antigen.
Sehingga bila terjadi kerusakan jaringan seperti akibat trauma atau infeksi sehingga
terjadi proses eksiravasasi sperma, maka tubuh dengan segera akan membenltuk
antibodi terhadap sperma tersebut. Hal ini terjadi karena pada masa pubertas sistem
imun sudah matang, serta adanya suatu barier yang dikenal sebagai sawar darah testis.
Sehingga sistem imun pada tubuh pada normal tidak lagi mengenal testis dengan
komponen-komponen sebagai self antigen, Namun demikian pernbentukan antibodi
tersebut seringkali dapat dipatahkan. Oleh karena di dalam plasma semen terdapat
berbagai macam zat yang bersifat immunosuppresif. seperti orosomueeid. Terdapatnya
antigen didalam tubuh pria dapat membawa konsekuensi yang cukup berat, karena dapat
menimbulkan infertilitas pada pasangan suami istri. Seperti antibodi pada umumnya.
maka anti sperma ini dapat bereaksi dengan inti gen yang sesuai, yaitu sperma ini
sendiri. Oleh sebab itu untuk dapat berfungsi, rnaka antibodi tersebut harus berada di
traktus reproduksi, yaitu di dalam semen. Bila anti sperma bertemu dengan sperma
motil, rnaka berbagai hal akan dapat terjadi, antara lain immobilisasi sperma, dan
aglutinasi sperma sehingga tidak mampu lagi untuk melanjutkan perjalanannya dan
melaksanakan fungsinya yang penting yaitu membuahi ovum. Pasangan ini walaupun
mempunyai organ dan komponen reproduksi yang normal namun belum berhasil

12
menghasilkan keturunan. Oleh sebab itu, dahulu keadaan ini dikategorikan kedalam
unexplained infertility.
B. Penyakit Infeksi Karena Imunologi Pada Ibu dan Anak
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara
lain mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit;
malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit
autoimun, hipersensitivitas, defisiensi imun, penolakan allograft); karakteristik fisik,
kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun in vitro, in situ, dan in vivo.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam
dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko
terkena beberapa jenis kanker.
1. Infeksi Torch Pada Kehamilan
a. TORCH 
Torch adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat
jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh
ibu hamil. kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah
pemeriksaan secara imunologis. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya
zat anti (antibodi) yang spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai
respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat
berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG)
1. Toxoplasma
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma
gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang

13
spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi toxoplasma yang disertai gejala
ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi
saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu
(misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun).Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang
dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau
bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala
dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi
mental, kejang-kejang dn ensefalitis.Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar
ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan
gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan
untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan
adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma
IgG.Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi
Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu
diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap
trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
2. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella,
dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda.Infeksi Rubella berbahaya bila
tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada
bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya
kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka
risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and
Gynecologists, 1981).Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi
untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila
ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat
perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella

14
IgG dana IgM.Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki
kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi.Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM
terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18
minggu dan risiko infeksi rubella bawaan.
3. CYTOMEGALOVIRUS(CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk
golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus
CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu
penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi
janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.Jika ibu hamil terinfeksi. maka
janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan
misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain.Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi
akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih
tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan
IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
4. HERPES SIMPLEKS TIPE II
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan
lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak
diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada
lebih dari 50 kasus)Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm
sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi
terjadi pada saat kehamilan.Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt
membahayakan janin yang dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis
yang ada searing sulit dibedakan dari penyakit lain karena gejalanya tidak
spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini tidak muncul sehingga

15
menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan
laboratorium sangat diperlukan untuk membantu mengetahui infeksi TORCH
agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi yang tepat.
5. HIV/AIDS
Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan
ancaman yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/
AIDS mengalami peningkatan pesat. Peningkatan yang tajam banyak dijumpai
pada kasus orang dewasa terutama pengguna narkoba, pekerja seks maupun
pelanggannya. Menurut data Dirjen P2MPLP Depkes RI, tercatat sejak April
1987 hingga Maret 2004 terdapat 4.159 kasus HIV/ AIDS dengan 2.746
menderita HIV, 1.413 menderita AIDS dan 493 meninggal dunia. Diperkirakan
jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/ AIDS sekitar 120.000 orang
dan infeksi baru sekitar 80.000 orang. Angka-angka tersebut diatas diperoleh dari
pemeriksaan darah anonymunlinked yang artinya darah yang diperiksa tidak
diketahui orangnya. Karena masa inkubasi HIV/ AIDS sekitar 5-10 tahun dan
masih adanya penolakan dari penderita yang terinfeksi. Perlu diingat bahwa HIV/
AIDS belum ada vaksin untuk mencegah dan cara pengobatannya. Sehingga
pencegahan tergantung pada kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku
individu hidup sehat dan penggunan kondom bagi yang berperilaku resiko tinggi.
Adapun tujuan dari penanggulangan ini adalah megurangi dampak sosial dan
ekonomi serta mencegah dan memberantas penyakit infeksi menular seksual.
Bayangan ancaman pada tahun 2010 sekitar 100.000 orang yang menderita/
meninggal akibat AIDS dan 1 juta orang mengidap virus HIV.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian
mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi antara lain
mempelajari peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit;
malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah
sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain
dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang.
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakti
infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah pemeriksaan secara
imunologis. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang
spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya
benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan
Imunoglobulin G (IgG)
B. Saran
Gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi
janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil oleh karena itu kami mengharapkan pembaca
meningkatkan kewaspadaan akan penyakit ini. Semoga pembaca mendapat pengetahuan yang
bermanfaat dari makalah kami ini. Dalam makalah kami ini tentunya masih jauh dari
sempurna untuk itu kami menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman

17
DAFTAR PUSTAKA

Marliana, Nina, Retno Martini Widhyasih. 2018. Imunoserologi. Jakarta : BPPSDMK

Wantini, Nonik Ayu, Lenna Maydiana Sari, Listia Dwi Febrianti, Fika Lilik Indrawati, Rizka
Ayu Setyani. 2020. Imunologi & Biologi Reproduksi. Yogyakarta : Respati Press

18

Anda mungkin juga menyukai