Disusun oleh :
3A Pendidikan Biologi
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah beserta dibarengi dengan usaha dari
penyusun sehingga dapat menyelesaikan makalah fisiologi tumbuhan ini tepat pada
waktunya.
Ada pun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah fisiologi tumbuhan
ini adalah untuk mengkaji dan megetahui proses penyerapan air pada tumbuhan dan
proses transpirasi.
Harapan yang kami inginkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan maupun
kekurangan, kami berharap kritikan dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pergerakan air dari tanah ke dalam akar terjadi melalui dua mekanisme, yaitu :
Lintasan apoplas : air masuk melalui ruang-ruang antarsel
Lintasan simplas : air masuk ke dalam sel epidermis akar, kemudian bergerak
dari sel ke sel di dalam jaringan korteks melalui benangbenang plasmodesmata.
Kedua mekanisme ini bisa sama-sama terjadi selama masih dalam jaringan
korteks akar. Namun, ketika sampai pada jaringan endodermis, air dan garam
mineral tidak lagi dapat melewati ruang-ruang antarsel (lintasan apoplas) karena
pada jaringan endodermis terdapat jalur kaspari Setelah melewati endodermis, air
dan mineral akan sampai di jaringan pembuluh xilem akar. Melalui jaringan xilem
inilah air akan diangkut ke bagian atas tumbuhan, yaitu ke batang dan daun.
2
Saat ini diketahui ada protein saluran (channel protein) yang berfungsi khusus
untuk melalukan air ke dalam sel akar. Protein saluran ini dikenal dengan istilah
aquaporin. Protein ini ada pada membran akar dengan membentuk semacam
pori/saluran yang khusus untuk lewatnya air. Dengan adanya aquaporin ini
memungkinkan air bergerak lebih cepat jika dibandingkan dengan hanya melalui
proses osmosis biasa.
( Gambar 2. Aquaporin )
Kenaikan air di dalam pipa kapiler berbanding terbalik dengan diameter dari
pipa kapiler. Semakin kecil pipa kapiler akan semakin tinggi kenaikan air di dalam
3
kolom, sebaliknya semakin besar pipa kapiler maka kemampuan air untuk
meningkat di kolom kapiler akan semakin rendah.
( Gambar 3 (a) bagian-bagian dari xylem yang berupa trakeid dan tabung
xilem, (b) gambar pengamatan xilem dengan mikroskop electron )
4
potongan dan menekan selang pipa yang berisi merkuri tersebut. Besarnya tekanan
akar bisa ditetapkan berdasarkan tinggi merkuri akibat tekanan cairan tersebut.
( Gambar 4. (a) Gutasi, dan (b) percobaan pembuktian adanya tekanan akar
dengan manometer )
5
( Gambar 5. Kohesi )
2.2 PROSES MEMBUKA DAN MENUTUPNYA STOMATA SEBAGAI
PENGATURAN AIR
1. Stomata sebagai Gerbang Keluarnya Air dan Pertukaran Gas
Air berdifusi keluar stomata pada saat stomata membuka karena perbedaan
tekanan uap air antara atmosfir (Gambar 1.21). Keluarnya air dari stomata
(transpirasi) ditentukan oleh dua hambatan (resistensi), yaitu hambatan stomata (rs)
atau hambatan dalam yang besarnya ditentukan oleh membuka dan menutupnya
stomata dan hambatan akibat adanya lapisan udara lembab di luar daun (boundary
layer) atau yang dikenal dengan hambatan luar (disingkat rb) (Gambar 6).
Hambatan stomata ditentukan oleh tingkat pembukaan stomata daun. Hambatan
luar ditentukan oleh adanya lapisan uap air yang ada di seputar daun. Hambatan
luar ini biasanya akan kecil atau hilang apabila ada udara yang bergerak (angin)
yang mempercepat difusi uap air dari permukaan daun ke udara sekitar. Semakin
banyak angin maka akan semakin cepat terjadinya pergantian lapisan uap air
sehingga dapat memacu atau mempercepat laju difusi uap air sehingga berimplikasi
terhadap peningkatan laju transpirasi.
6
Sumber: Taiz dan Zeiger, (2010)
7
Dalam menghadapi hal tersebut tumbuhan memiliki mekanisme untuk mengatur
keluarnya air (transpirasi) dengan menutup stomata sebagian. Ketika tumbuhan
layu, biasanya stomata akan menutup. Dalam keadaan air yang kurang tumbuhan
biasanya layu di siang (tengah) hari, kemudian segar kembali pada sore dan pagi
hari, saat itu disebut layu sementara. Namun, jika kekurangan air terus berlanjut,
daun tumbuhan mungkin layu hingga sore, bahkan tidak dapat kembali segar
walaupun pagi hari, disebut tumbuhan mengalami layu permanen. Kadar air tanah
yang menyebabkan tumbuhan mengalami layu permanen disebut titik layu
permanen.
Sebaliknya, tanah yang memiliki kandungan air terbesar disebut air tanah dalam
keadaan kapasitas lapang. Hal ini bisa dibuat dengan menyediakan tanah dalam pot,
kemudian disiram air secara berlebih. Setelah permukaan atas pot ditutup dengan
plastic, selanjutnya pot disimpan di tempat teduh selama 1-2 hari untuk meyakinkan
bahwa air gravitasi telah semua keluar. Kemudian jika kita ukur kadar air tanah
tersebut maka itu adalah kadar air tanah dalam keadaan kapasitas lapang.
Stomata merupakan modifikasi dari sel epidermis daun, berupa sepasang sel
penjaga yang bisa menimbulkan celah (lubang) sehingga uap air dan gas dapat
bertukar. Sel penjaga memiliki bentuk lebih kecil dan agak memanjang (Gambar 7
dan 8). Umumnya sel penjaga rumput-rumputan memiliki bentuk seperti halter
disertai dengan sepasang sel subsider (Gambar 7a dan 8b) dengan sitosol berada di
kedua ujungnya yang terhubungkan oleh bagian dengan dinding sel yang tebal.
Bentuk lainnya adalah seperti sepasang ginjal (Gambar 7c dan 8a). Kedua jenis sel
penjaga tersebut biasanya memiliki penebalan dinding sel yang berbeda antara di
bagian ujung dan tengahnya karena adanya benang mikrofibril dari selulosa.
8
Sumber: Taiz dan Zeiger, (2010)
Gambar 7. Gambar beberapa jenis stomata (a) stomata pada rumput, (b)
stomata dari Carex dan (c) stomata pada bawang Bombay
Ion K+ berperan besar dalam proses membuka dan menutupnya stomata karena
dengan masuknya ion K+ ke sel penjaga maka sel penjaga mengalami penurunan
potensial osmotik (s). Karena potensial osmotik (s) sel penjaga lebih rendah
dari potensial osmotik (s) sel-sel epidermis di sekelilingnya maka air akan masuk
ke dalam sel penjaga. Sebaliknya, jika ion K+ dipompa keluar dari sel penjaga maka
9
s sel penjaga akan meningkat sehingga air akan keluar dari sel penjaga menuju
selsel epidermis yang ada di sekelilingnya sehingga stomata menutup.
a) Cahaya
Cahaya menyebabkan pembukaan stomata, sedangkan ketidakadaan cahaya
(gelap) akan menyebabkan penutupan stomata. Terjadinya fotosintesis sel
penjaga yang disebabkan adanya cahaya menyebabkan terjadinya
pemompaan aktif ion K+ dan asam malat ke dalam sel penjaga sehingga s
sel penjaga menurun dan air masuk ke dalam sel penjaga. Akumulasi ion K+
bisa mencapai 400 mM bahkan 800 mM pada saat stomata membuka,
sementara saat menutup konsentrasinya hanya 100 mM. Selain K+ ion malat
juga diakumulasi dalam sel penjaga saat stomata membuka melalui
metabolism hidrolisis pati.
b) Hormon Asam Absisat (ABA)
Hormon Asam Absisat (ABA) yang tinggi pada sel penjaga menyebabkan
penutupan stomata. Adanya ABA menyebabkan pengaktifan protein chanel
dari ion Ca+. Tingginya ion Ca+ dapat menghambat masuknya ion K+ ke
dalam sel penjaga. Selain itu, Ca+ yang tinggi juga dapat meningkatkan pH
sel penjaga sehingga menyebabkan pemompaan keluar ion K+ yang
menyebabkan potensial air sel penjaga meningkat, akibatnya air keluar
sehingga stomata menutup.
c) Konsentrasi CO2
Konsentrasi CO2 yang tinggi, khususnya di dalam rongga stomata
menyebabkan stomata menutup, namun belum diketahui secara jelas.
Dugaan sementara adalah karena ada hubungannya dengan fotosintesis.
Kadar CO2 yang tinggi memacu reduksi CO2 dalam fotosintesis menjadi
tinggi sehingga penggunaan energi dari reaksi terang. Akibatnya, terjadi
kekurangan energi yang digunakan dalam pemompaan dan menjaga ion K+
di dalam sel penjaga.
d) Stres (cekaman) lingkungan khususnya kekeringan
10
Penutupan stomata akibat cekaman kekeringan biasanya berhubungan
dengan peningkatan kadar ABA daun, selain berkaitan dengan kemampuan
adaptasi tumbuhan untuk mengurangi laju kehilangan air. Ketika tumbuhan
mengalami kekeringan, akar tumbuhan akan mengirim sinyal dengan
memproduksi ABA dalam jumlah tinggi dan dikirim ke daun melalui aliran
transpirasi. Tingginya ABA daun, khususnya pada stomata akan
menyebabkan penutupan stomata.
e) Suhu dan Kelembaban (RH) Udara
Suhu udara yang tinggi menyebabkan stomata daun menutup. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan laju evaporasi akibat suhu yang tinggi
sehingga stomata menutup. Sebaliknya, RH yang rendah menyebabkan
penutupan stomata karena RH yang rendah menjadi penggerak transpirasi
yang tinggi.
Di alam, air yang hilang melalui transpirasi dari daun bisa mencapai lebih dari
95% dari total air yang diserap oleh tumbuhan tersebut. Artinya, sebagian besar air
yang diserap tumbuhan dibuang melalui proses transpirasi. Walaupun demikian,
jika dilihat dari produksi bahan kering yang dihasilkan, ada tumbuhan yang relatif
efisien dalam penggunaan air dibandingkan dengan jenis tumbuhan lainnya.
Semakin besar air yang diuapkan untuk memproduksi satu satuan bahan kering oleh
11
tumbuhan maka semakin tidak efisien. Rasio besarnya air yang diuapkan per bahan
kering yang dihasilkan tumbuhan disebut sebagai rasio transpirasi.
a. Faktor internal
1. Jumlah stomata. Tumbuhan dengan jumlah stomata yang banyak akan
memiliki laju transpirasi per satuan luas yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan tumbuhan yang stomatanya sedikit.
2. Ukuran stomata. Stomata dengan ukuran yang besar memiliki laju
transpirasi relatif lebih besar.
3. Pembukaan stomata. Pembukaan stomata biasanya berkaitan dengan
fisiologis tumbuhan. Stomata membuka dengan adanya cahaya. Stomata
cenderung menutup saat tumbuhan mengalami stres (cekaman), misalnya
kekurangan air, suhu yang tinggi, dan sebagainya. Ketika stomata menutup
maka laju transpirasi akan menurun.
4. Luas dan jumalah daun. Luas dan jumlah daun menentukan besarnya laju
transpirasi pada skala individu tumbuhan. Total luas daun adalah jumlah
daun dikalikan dengan luas daun atau merupakan penjumlahan luas dari
semua daun tumbuhan tersebut. Tumbuhan dengan total luas daun yang
besar akan memiliki laju transpirasi yang besar pula. Selain itu, daun yang
12
lebar akan mendapatkan panas laten yang lebih besar sehingga transpirasi
juga lebih besar dibandingkan dengan daun yang sempit.
b. Faktor eksternal
1. Suhu udara. Suhu udara yang tinggi akan mempercepat laju transpirasi
karena suhu tinggi akan menurunkan tekanan uap udara yang ada di seputar
tumbuhan. Perbedaan tekanan uap air antara udara luar dengan bagian dalam
stomata semakin besar akibatnya akan memacu transpirasi.
2. Kelembaban (RH). Semakin rendah RH udara akan semakin mempercepat
laju transpirasi karena uap air akan bergerak dari yang memiliki tekanan
tinggi (daun) ke tekanan rendah (udara).
3. Angin. Adanya angin berkaitan dengan fungsinya sebagai penghapus
hambatan akibat adanya lapisan udara lembab di sekitar daun (stomata) atau
yang dikenal dengan hambatan boundary layer (rb).
4. Intensitas cahaya. Adapun pengaruh intensitas cahaya terhadap laju
transpirasi adalah terkait dengan pembukaan stomata daun. Intensitas cahaya
yang tinggi akan menyebabkan stomata membuka secara maksimum. Karena
stomata adalah jalan terbesar bagi transpirasi maka cahaya yang tinggi akan
meningkatkan laju transpirasi daun.
13
2. Metode porometer adalah pengukuran laju transpirasi berdasarkan
perbedaan kelembaban antara udara di seputar daun dan kelembaban
standar yang telah ditetapkan. Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan
melalukan udara di atas daun, kemudian perbedaan kelembaban antara
sebelum dan setelah dilalukan angin ditentukan untuk mengetahui besarnya
laju penguapan daun.
3. Metode cobalt clorida. Disebut demikian karena pengukurannya
menggunakan lapisan kertas yang mengandung cobalt clorida. Metode ini
bersifat sederhana, yaitu daun bagian atas atau bawah dilapisi dengan kertas
mengandung cobalt clorida yang bagian luarnya dilapisi dengan plastik. Jika
dalam keadaan kering, kertas tersebut berwarna biru muda, sedangkan
ketika mendapat uap air (kelembaban) maka akan berubah menjadi
berwarna pink (merah muda). Kecepatan perubahan dari biru ke pink,
menunjukkan kecepatan laju transpirasi.
4. Metode fotometer. Metode ini sering digunakan untuk percobaan
sederhana, yaitu dengan menempatkan batang tumbuhan berdaun di dalam
suatu bejana kapiler yang berisi air. Dengan mengetahui penyerapan air oleh
batang berdaun di dalam pipa kapiler, maka dapat diketahui besarnya air
yang diuapkan oleh daun tumbuhan tersebut.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
15
3.2 SARAN
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan belajar bagi teman-teman semua yang
ingin mengetahui megetahui proses penyerapan air pada tumbuhan dan proses
transpirasi. Apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan atau
kekeliruan, saya mohon kritikan dan masukan yang bersifatnya membangun.
16
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Materi. 2021. Gutasi. Dalam : https://materi.co.id/gutasi/. Diakses pada :
2 September 2021.
Hamim,Ir. Tanpa tahun. Modul Fisiologi tumbuhan. Dalam :
https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PEBI431302-
M1.pdf. Diakses pada : 2 September 2021.
Khairuna.2019. Fisiologi tumbuhan. Medan. Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara.
Nunung, dkk. 2018. PENUNTUN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN. Dalam
:https://biologi.ub.ac.id/fkm/wp-content/uploads/sites/8/2018/02/Petunjuk-
Praktikum-Fisiologi-Tumbuhan-2018.pdf. Diakses pada : 2 September
2021.
Stillwell,W.(2013).Membrane Transport. An Introduction to Biological
Membranes, 305–337. https://doi.org/10.1016/b978-0-444-52153-8.00014-
3.
Yulianti, irfan. Tanpa Tahun. “Transportasi Pada Tumbuhan Monokotil dan
Dikotil” . Dalam : https://irfanyulianto.com/transportasi-pada-tumbuhan-
dikotil-dan-monokotil/. Diakses pada : 2 September 2021.
17