Anda di halaman 1dari 9

TUGAS LOGIKA

Analisis Jurnal “DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY

(STUDI KASUS PADA WANITA DEWASA AWAL)”

oleh Ria Kurniawaty

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Bermawy Munthe, M.A. 

NIP. 19560703 198503 1 005

Oleh:

Rihaadatul ‘Aisyil Mubarokati

NIM. 17101050009

JURUSAN SASTRA INGGRIS

FAKULTAS ADAB & ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI  JUDUL, LEVEL 1, Heading 1

BAB I PENDAHULUAN  JUDUL, LEVEL 1, Heading 1

1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN  JUDUL, LEVEL 1, Heading 1

1. Definisi
2. Deduktif
3. Induktif
4. Kausalitas (Sebab-Akibat)

BAB III SIMPULAN  JUDUL, LEVEL 1, Heading 1

1. Simpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA  JUDUL, LEVEL 1, Heading 1


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

1
Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang
digunakan untuk membedakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah.
2
Sedangkan berpikir ialah berbicara dengan diri sendiri di dalam batin, atau aktivitas
membanding, menganalisis serta menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya.
Dalam kehidupan, manusia selalu mencari kebenaran menggunakan logika
karena kehidupan dan manusia tidak pernah lepas dari sesuatu yang disebut dengan
kritik. Kritik suatu karya orang lain berarti memberi tanggapan yang disertai dengan
uraian dan pertimbangan baik-buruknya suatu pendapat. Dalam makalah ini, penulis
ingin membuktikan ketidaklogisan dalam jurnal yang berjudul “DINAMIKA
PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY (STUDI KASUS PADA WANITA
DEWASA AWAL)” oleh Ria Kurniawaty menggunakan teori khusus. Hal ini dilatar
belakangi oleh fakta-fakta yang partikular, kemudian penulis menjelaskan fakta-fakta
itu dalam hubungannya yang satu dengan yang lain.
2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah Analisis Definisi,
Pemikiran Deduktif dan Induktif, dan Kausalitas (Sebab-Akibat) dalam Jurnal
“DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY (STUDI KASUS PADA
WANITA DEWASA AWAL)” oleh Ria Kurniawaty.

3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih kekritisan penulis
terhadap penulisan suatu teks dengan menggunakan ilmu logika sehingga dapat
dipahami secara mendalam dan diterapkan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menganalisis kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam Jurnal “DINAMIKA
PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY (STUDI KASUS PADA WANITA
DEWASA AWAL)” oleh Ria Kurniawaty.

1
W. Poespoprodjo, 1999. LOGIKA SCIENTIFIKA. Bandung: PUSTAKA GRAFIKA. hlm. 20.

2
Mundiri, 2001. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hlm.10
BAB II

PEMBAHASAN

Analisis Definisi, Pemikiran Deduktif dan Induktif, dan Kausalitas dalam Jurnal
“DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY (STUDI KASUS PADA
WANITA DEWASA AWAL)” oleh Ria Kurniawaty

1. Definisi

Wanita adalah sosok tangguh dan juga sering dikatakan lemah dibandingkan pria.

Definisi wanita pada kalimat di atas tidak memenuhi kaidah dalam membuat
suatu definisi. Sebuah definisi yang baik harus mengandung genus dan differensia
yang bisa membedakan sesuatu yang akan didefinisikan, seperti pada contoh kalimat
di atas adalah wanita. Definisi di atas hanya menginformasikan wanita sebagai
makhluk yang tangguh dan sering dikatakan lemah disbanding pria. Padahal tidak
semua yang tangguh itu wanita atau tidak semua wanita sering disebut lemah.

Dapat disimpulkan bahwa definisi wanita pada kutipan di aras tidak dapat
menjelaskan wanita sebagai makhluk yang memiliki perbedaan dengan makhluk lain,
misalnya laki-laki atau pria. Dalam kalimat tersebut, pembagian genus dan
differensianya pun belum ada, maka definisi di atas masih bersifat cacat.

Lebih lanjut menurut Hurlock (1980) masa remaja adalah masa perubahan dari
masa anak-anak menuju masa dewasa dan masa dewasa adalah puncak kematangan
seseorang dalam hidupnya.

Definisi pada kutipan tersebut tidak menggunakan genus dan differensia


sebagai ketentuan untuk membuat sebuah definisi yang baik. Dari kutipan di atas
penggunaan kata masa perubahan masih bersifat umum dan tidak bisa mewakili satu
definisi. Masa perubahan meliputi banyak hal, seperti perubahan fisik, mental, psikis,
dan emosional. Kemudian ditambah dengan simpulan yang terlihat mewakili seluruh
masa dewasa dengan bertumpu pada kalimat puncak kematangan seseorang dalam
hidupnya. Kutipan tersebut bukan definisi karena masih menyampaikan definisi
dalam lingkup universal (umum) dan belum diungkapkan differensianya atau
spesifiknya.
Self-Injury merupakan mekanisme coping yang digunakan seseorang secara individu
untuk mengatasi rasa sakitnya secara emosional atau menghilangkan rasa
kekosongan secara kronis dalam diri dengan memberikan sensasi pada diri sendiri,
self-injury sendiri merupakan mekanisme coping yang tidak baik namun banyak
orang yang melakukan karena memang mekanisme tersebut menjadi cara yang efektif
bekerja dan bahkan bisa menyebabkan kecanduan (Alderman, 1997).

Definisi di atas menyebutkan bahwa perilaku self-injury merupakan


mekanisme coping untuk mengatasi rasa sakit secara emosional telah memberikan
pengertian definisi yang layak karena penulis jurnal menggunakan genus dan
differensia dari kata kunci self-injury. Self-injury atau self-harm (keduanya memiliki
makna yang sama) adalah praktik (perilaku atau cara kerja) memotong atau melukai
diri sendiri, biasanya dianggap sebagai indikasi gangguan psikologis.3 Definisi di atas
menjelaskan tentang genus dari self-injury yang merupakan mekanisme dan
differensia dengan melihat pada perilaku yang suka melukai diri sendiri. Hal itu
menjadi pembeda antara self-injury atau self-harm dengan perilaku atau praktik lain
dalam dunia psikologi.

Dinamika psikologis seseorang adalah suatu perjalanan hidup seseorang dari mulai
ia dilahirkan sampai dengan ia saat ini.

Definisi kalimat di atas tidak menggunakan rumus genus dengan differensia


atau spesies sebab kata dinamika psikologis seseorang disebutkan sebagai suatu
perjalanan hidup. Padahal Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V menyebutkan
dinamika itu gerak atau proses, tapi dalam kalimat tidak disebutkan sebuah proses.
Selain itu, kalimat tersebut tidak menggunakan differensia dengan baik. Kata
psikologis seharusnya mampu menjadi kata kunci dalam definisi di atas. Jadi, dapat
disimpulkan menggunakan definisi genus dan differensia bahwa dinamika psikologis
seseorang adalah proses perjalanan hidup kejiwaan individu.

2. Deduktif
Perkembangan emosional pada masa kanak-kanak sampai remaja sangatlah penting
perannya bagi perjalanan emosinya. Bahaya awal emosional seorang anak adalah
dominasi emosi yang kurang baik, terutama amarah. Seorang anak yang mengalami
emosi negatif yang terlalu banyak dan hanya sedikit mengalami emosi-emosi yang
3
Dictionary.com, https://www.dictionary.com/browse/self-harm (diakses pada 21 Mei 2019, pukul 3.10).
menyenangkan, maka hal ini akan mengganggu pandangan hidup dan mendorong
perkembangan watak yang tidak baik. Perkembangan emosional dapat di dukung
dari interaksi sosialnya.
Pada paragraf di atas dapat dengan mudah ditentukan kalimat utamanya (ide
pokok) dalam paragraf tersebut karena kalimat utamanya berada pada kalimat pertama
dan menjelaskan penjelasan secara umum dahulu, yaitu “Perkembangan emosional
pada masa kanak-kanak sampai remaja sangatlah penting perannya bagi perjalanan
emosinya.” Ide pokok itu diperkuat oleh kalimat-kalimat penjelas yang menunjukan
perkembangan atau perjalanan emosional masa kanak-kanak sampai remaja yang
memiliki peran penting. Selain itu, paragraf di atas menggunakan pemikiran deduksi
tanpa loncatan sebab fakta yang tertera pada kalimat penjelas memberikan cukup
banyak fakta dan lengkap sehingga bisa mewakili keseluruhan. Fenomena yang
diutarakan di atas sudah pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan
emosi masa kanak-kanak memang sangat penting bagi pertumbuhan emosional masa
remaja, bahkan jika tidak diawasi dan dimengerti dengan baik oleh para orang dewasa
(baca: orang tua), emosi negatif tersebut bisa terbawa hingga dewasa. Berdasarkan
penjelasan di atas, paragraf tersebut sangat baik karena kebenarannya dapat dipercaya.

Self-injury dilakukan sebagai pembebasan tekanan dalam tubuhnya. Para pelaku


self-injury merasakan tubuhnya tertekan dan merasakan ketegangan yang
mengganggu kenyamanan dirinya. Pelaku self-injury berusaha membuang emosi
negatifnya dengan melakukan self-injury. (Alderman, 2007).
Paragraf di atas menggunakan paragraf deduktif karena kalimat utama atau ide
pokoknya berada pada awal kalimat, yaitu “Self-injury dilakukan sebagai
pembebasan tekanan dalam tubuhnya.” Sementara itu, kalimat selanjutnya digunakan
sebagai kalimat pendukung ide pokok karena menjelaskan tentang tekanan dalam
tubuh seorang pelaku self-injury.

3. Induktif
Sebagian besar pelaku self-injury mengatakan bahwa self-injury terjadi begitu saja,
namun hal tersebut juga dapat berkembang melakui proses observasi dengan
memperhatiakan dan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang lain. Mereka yang
terlibat dalam self-injury memiliki alasan yang kompleks dan kadangkala sulit
dimengerti sebagian orang, sehingga orang yang melakukan self-injury terlihat
seperti orang yang aneh atau orang gila karena melukai dirinya secara sadar
(Mounty, 2005).
Paragraf di atas menggunakan pemikiran induksi loncatan karena pemikiran
ini tetap bertolak dari beberapa fakta, tapi fakta yang ada belum bisa mencerminkan
seluruh fenomena yang terjadi. Namun, fakta itu dianggap dapat mewakili sebuah
persoalan. Generalisasi jenis ini sangat lemah karena dasar faktanya belum bisa
mencerminkan seluruh fenomena, seperti pada penjelasan di atas yang mengatakan
bahwa penderita self-injury terlihat seperti orang yang aneh atau gila karena melukai
dirinya secara sadar. Padahal jika melihat realita, boleh jadi pelaku self-injury terlihat
baik-baik saja seperti orang biasa pada umumnya. Mereka bergaul dan memiliki
kebiasaaan yang orang-orang sehat miliki sehingga tidak bisa dikatakan jika mereka
terlihat seperti orang gila.

Beberapa orang mungkin pergi ketempat beladiri atau atau tempat hiburan untuk
berolahraga atau untuk melampiaskan kemarahan mereka. Beberapa orang mungkin
melakukan jogging, berenang atau yoga, untuk alasan kesehatan dan juga untuk
mendapatkan sensasi kebahagiaan secara fisik atau emosional. Hal itu semua tidak
dapat dilakukan sepenuhnya oleh para pelaku self-injury karena mereka mengalami
hambatan baik secara psikis maupun fisik dalam mengungkapkan kemarahan
mereka; Fieldman (2000); dalam Mounty, (2005) berpendapat bahwa. kemungkinan
perilaku self-Injury yang tinggi adalah pada korban kekerasan, dan individu anti
sosial, dalam sebuat situasi dimana mereka nmengalami hambatan baik secara fisik
maupun psikis dan mengungkapkan kemarahan mereka. Hambatan yang terjadi
adalah rasa rendah diri dan menarik diri dari lingkungannya karena merasa malu
dan merasa tidak di terima di lingkungannya.
Paragraf di atas menggunakan paragraf induksi karena ide pokok berada di
kalimat akhir. Paragraf tersebut menggunakan induksi loncatan karena tetap bertolak
dari beberapa fakta namun fakta yang ada belum bisa mencerminkan seluruh
fenomena yang terjadi. Tapi fakta itu dianggap mewakili sebuah persoalan. Di situ
dikatakan bahwa orang-orang dengan perilaku self-injury menarik diri dari
lingkungan dan merasa malu serta tidak diterima oleh lingkungan, namun boleh jadi
tidak semua pelaku self-injury seperti itu. Dalam beberapa kasus ada dari mereka
yang justru terlihat supel dan suka bergaul. Oleh karena itu, generalisasi jenis ini
sangatlah lemah karena dasar faktanya belum bisa mencerminkan seluruh fenomena.
Selain itu, penulisan paragraf secara tata bahasa masih berantakan bahkan masih ada
beberapa salah ketik atau ejaan dalam penulisannya.

4. Kausalitas (Sebab-Akibat)
Pelaku menyakiti diri mereka sendiri (self-injury) dalam upaya mengurangi masalah
emosionalnya karena bagi para pelaku lebih baik sakit fisik dari pada sakit psikis
atau sakit secara emosionalnya.
Pada kutipan tersebut, sebabnya adalah dalam upaya mengurangi masalah
emosional sedangkan akibatnya adalah pelaku menyakiti diri sendiri. Kausal yang
terdapat dalam kutipan tersebut tidak memiliki kekeliruan karena kausalitas pada
kalimat itu dibangun oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dan kejadian kedua
(akibat atau dampak), yang mana kejadian kedua dianggap sebagai konsekuensi dari
yang pertama.

Perasaan distress yang ditimbulkan akibat tekanan yang dialami dari dalam dan luar
dirinya.

Kalimat di atas menyatakan bahwa penyebab munculnya perasaan


distress disebabkan oleh tekanan yang dialami dari dalam maupun luar diri manusia.
Kausalitas pada kalimat tersebut sudah benar, namun perlu dikembangkan lagi
menggunakan data-data yang valid dan lengkap. Sejauh ini, tidak ada kekeliruan
dengan kausalitas pada jurnal ““DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-
INJURY (STUDI KASUS PADA WANITA DEWASA AWAL)” oleh Ria
Kurniawaty.
BAB III

SIMPULAN

1. Simpulan

Jurnal “DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU SELF-INJURY (STUDI


KASUS PADA WANITA DEWASA AWAL)” oleh Ria Kurniawaty memiliki
beberapa kekeliruan pada definisi karena tidak memiliki genus dan differensia.
Sementara itu, untuk beberapa paragraf penulis jurnal masih menggunakan pemikiran
induksi maupun deduksi loncatan karena fakta yang dipaparkan tidak begitu lengkap
dan valid serta tidak terjadi pada seluruh fenomena di masyarakat, seperti penjelasan
self-injury di atas. Di sisi lain, penulis jurnal telah menulis hubungan kausalitas sebab
akibat dengan baik tanpa kekeliriuan. Namun, perlu diperhatikan jika penjelasan
kausalitas tersebut lebih baik lagi apabila dicantumkan data-data atau evidensi yang
lengkap dan akurat untuk memperkuat nilai/kualitas jurnal.

2. Saran
Analisis yang dilakukan pada jurnal “DINAMIKA PSIKOLOGIS PELAKU
SELF-INJURY (STUDI KASUS PADA WANITA DEWASA AWAL)” oleh Ria
Kurniawaty masih memiliki banyak pandangan subyektif mengenai penyebab
perilaku self-injury dan hipotesis yang masih mengambang dan perlu dibuktikan.
Semoga dapat diperbaiki dan ditingkatkan lagi bagi penulis, terutama untuk
kausalitasnya (sudah cukup bagus) sehingga mampu membantu argumen yang
dituangkan pada jurnal.

Anda mungkin juga menyukai