Prof. Dr. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd.1 dan Dra. Hj. Zakiyah Tasnim, M.A.2
1
Program Studi PGSD FKIP Universitas Jember
2
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Jember
Abstrak
Sejak dahulu, pendidikan selalu dijadikan sebagai alat perubahan yang dinginkan suatu bangsa. Adanya perubahan
yang serba cepat dan adanya tuntutan untuk berkolaborasi, berkompetisi, dan beradaptasi dalam era globalisasi
mengharuskan peran pendidikan secara terus menerus disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat.
Kurikulum pendidikan di samping harus menyiapkan kompetensi pokok juga harus memberikan “keterampilan
alat” yang meliputi keterampilan: (1) berbahasa asing (2) teknologi informasi (TI), (3) penelitian, dan (4)
pendidikan karakter positif kepada peserta didik. Diantara 4 tuntutan keterampilan alat tersebut, pendidikan
karakter merupakan pendidikan yang paling lemah saat ini, pada hal pendidikan karakter merupakan inti dari
pendidikan. Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, pendidikankarakter harus medapatkan
perhatian serius. Pendidikan karakter harus dilakukan secara sinergis antara sekolah, keluarga dan masyarakat
(stakeholder). Agar pendidikan karakter dapat terlaksana secara optimal, maka harus ditunjang peran manajemen
pendidikan yang efektif.
Kata kunci: manajemen pendidikan, pendidikan karakter
Abstract
Since long ago, education has always been used as a tool of change that cools a nation. The existence of fast-paced
change and the demand to collaborate, compete and adapt in this era of globalization requires that the role of
education is continuously adapted to the demands of education in addition society. Curriculum must prepare core
competencies must also provide a "tool skills" which includes skills: (1) foreign language (2) information
technology (IT), (3) research, and (4) positive character education to students. Among the four skills demands of
the tool, character education is the weakest education today, character education is at the core of education.
Therefore, in order to improve the quality of education, education must take serious attention. Character education
should be done synergistically between school, family and community (stakeholder). In order for character
education to be implemented optimally, it must be supported the role of effective education management.
Keywords: education management, character education
Alamat korespondensi: ISBN: 978-602-1180-70-9
Kampus UMK Gondangmanis, Bae Kudus Gd. L. lt I PO. BOX 53 Kudus
Tlp (0291) 438229 Fax. (0291) 437198
E-mail: msulthon59@gmail.com / zakiyah179@gmail.com
menerima telepon, kirim dan membaca sms, atau komputer (the man behind computer). Oleh
bicara sendiri dengan orang lainnya. Hal karena itu harus diberikan pemahaman pada
demikian itu hampir tidak pernah kita jumpai di anak-anak didik kita, bahwa kita harus jujur,
negara-negara barat atau negara maju lainnya disiplin, bertanggung jawab dan harus bertekat
yang selama ini kita kenal individualis dan hanya akan menggunakan komputer untuk hal-
liberal. Aneh memang, akan tetapi itulah suatu hal yang positif demi kemaslahatan bangsa.
kenyataan yang kita hadapi saat ini. Demikian juga dalam pelajaran matematika, IPA,
Sejarah telah mencatat bahwa pendidikan IPS, Bahasa dan lain-lainnya, semuanya harus
suatu bangsa tanpa disertai pendidikan karakter disertai dengan pendidikan karakter yang positif.
yang baik tidak akan bisa membawa keberhasilan Bukti-bukti menunjukkan bahwa karakter
secara optimal. Karakter-karakter positif seperti yang melekat pada suatu bangsa dapat
ketaatan pada Tuhan YME, kejujuran, disiplin, mempengaruhi mutu pendidikan suatu bangsa.
tanggung jawab, menghargai orang lain, Hasil evaluasi dari International Education
membantu orang lain, rela berkurban, mampu Achievement (IEA) tahun 2014 menyatakan,
bekerjasama dengan orang lain,dan karakter bahwa salah satu faktor yang menyebabkan mutu
positif lainnya sangat diperlukan dalam rangka pendidikan di Indonesia rendah adalah karena
mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan budaya membaca (sebagai salah satu karakter
nasional dan dalam rangka pembanguan sumber positif yang harus dimiliki oleh bangsa) masih
daya manusia di negeri tercinta ini. Mungkin lemah, kemandirian belajar anak-anak kita juga
tanpa pendidikan karakter yang baik kita bisa masih lemah. Hasil penilaian IEA tersebut
berhasil mencapai prestasi akademik yang bagus, tentang minat membaca anak-anak Indonesia
akan tetapi kemungkinan prestasi akademik yang ditempatkan pada peringkat 38 dari 39 negara
bagus tersebut tidak akan membawa manfaat ASIA yang diteliti. Kita hanya satu tingkat di
apapun dalam pembangunan bangsa, malah hal atas Timor Leste.
itu akan dapat menjadi malapetaka bangsa. Sudah 70 tahun kita merdeka, namun kita
Banyak kasus-kasus korupsi, KKN, atau masih belum dapat menemukan karakter jati diri
penyalah gunaan wewenang justru dilakukan bangsa ini secara tepat. Jati diri bangsa kita
oleh orang-orang yang memiliki prestasi sebenarnya sudah ada, akan tetapi (mungkin)
akademik tinggi akan tetapi tidak memiliki rusak di tengah jalan. Kita masih banyak
karakter yang positif. Kita bisa tengok sosok berorientasi pada karakter bangsa lain yang
Gayus, Nazaruddin, Jendral Joko atau koruptor belum jelas apakah cocok dengan karakter
kakap lainnya. Mereka itu ternyata secara bangsa kita atau tidak, kita masih sering ragu.
akademik memiliki kemampuan yang sangat Selain kita gagal dalam membentuk karakter
baik, namun sayangnya tidak diimbangi dengan positif bangsa, kita malah menemukan karakter
karakter yang baik pula. Sayang sekali, mereka negatif yang menonjol dan mewarnai bangsa kita
yang seharusnya dapat berperan aktif dalam saat ini. Jika kita menganalisis secara jujur, maka
pembangunan bangsa ini, justru malah menjadi kita akan menemukan beberapa karakter negatif
malapetaka bagi bangsa kita. yang mewarnai berbagai segi kehidupan sehari-
Selama ini pendidikan karakter di sekolah hari kita. Karakter tersebut antara lain meliputi
dibebankan pada guru agama dan guru PKn saja. perilaku korupsi, KKN, politik uang, tidak
Dalam kenyataannya hal itu tidak bisa mencapai jujur/bohong, tidak menepati janji, malas, budaya
hasil belajar secara optimal, sebab pendidikan instan, tidak disiplin, pemeras/pemalak/penarget,
karakter yang dilaksanakan tidak bisa bersifat penakut, tidak adil dan lain-lain.
kontekstual. Pendidikan karakter harus bersifat Bangsa kita saat ini memang masih dalam
kontekstual dalam pengertian melekat pada kasus keadaan sakit yang parah. Banyak perilaku yang
dan konteks matapelajaran/matakuliah tertentu. menyimpang dari karakter yang positif justru
Dengan demikian pendidikan karakter didukung dan dilaksanakan dengan tanpa merasa
seharusnya melekat pada matapelajaran/ salah, maludan dosa. Membuang sampah di jalan
matakuliah atau bidang studi yang diajarkan. dan tempat umum dianggap sebagai hal biasa,
Sebagai satu contoh ketika guru/ dosen melanggar peraturan lalu lintas dianggap biasa,
mengajarkan ilmu komputer, maka guru harus suap-menyuap untuk menjadi PNS atau apa saja
sekaligus menanamkan pendidikan karakter di juga dianggap wajar. Anehnya orang yang
sini. Pendikan karakter yang melekat tersebut menegakkan kebenaran malah diusir atau
misalnya, guru menjelaskan bahwa komputer itu dimusuhi.Yang lebih seru lagi, malah prilaku
alatyang canggih, namun kemanfaatannya sangat negatif justru banyak ditunjukkan oleh pemimpin
bergantung pada orang-orang di belakang bangsa kita di negeri kita tercinta ini. Mari kita
perhatikan kasus korupsi dan wajah kusam otomi berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
daerah kita (2010-2018), terdapat 20 gubernur krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan
dari 33 provinsi terkena kasus korupsi (60,61%), karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
348 bupati/walikota dari 514 kabupaten/kota nilai karakter kepada warga sekolah yang
terkena kasus korupsi (67.70%). Jika dijumlah meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
antara gubernur dan Bupati/Walikota yang kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
terkena kasus korupsi sampai dengan tahun nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
2018, maka terdapat sebanyak 368 dari 547 Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
(67,28%) kepala daerah 9 Gubernur dan lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
Bupati/Wali kota di seluruh Indonesia menjadi “insan kamil”.
bermasalah dan berurusan dengan hukum. Pada Pendidikan karakter bertujuan untuk
tahun 2014, hasil pemeriksaan BPK masih meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
menunjukkan, bahwa terdapat311 (57, 38%) pendidikan di sekolah yang mengarah pada
kepala daerah (bupati/wali kota dan gubernur) pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
dari 542 kepala daerah seluruh Indonesia yang mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
bermasalah dan berurusan dengan hukum seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
(Gresnews.com, 2014). Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
Arah, Tujuan, Manfaat dan Unsur menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
Pendidikan Karakter menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
Dengan memperhatikan uraian nilai karakter dan akhlak mulia sehingga
pendidikan karakter di atas, maka seharusnya terwujud dalam perilaku sehari-hari
arah pendidikan karakter kita saat ini adalah dimasyarakat.
untuk menemukan kembali jati diri bangsa, Pendidikan dan pembinaan karakter juga
mengembalikan jati diri bangsa, dan membangun termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
kembali jati diri bangsa yang hilang ditengah dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik
perjalanan bangsa dalam era globalisai ini, dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
sehingga dapat meningkatkan daya kompetitif pendidikan karakter di sekolah selama ini baru
SDM bangsa ini ditengah-tengah era globalisasi menyentuh pada tingkatan pengenalan norma
dan pasar bebas. atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal sehari-haridi masyarakat. Pendidikan karakter
3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional seharusnya membawa peserta didik ke
berfungsi mengembangkan kemampuan dan pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan
membentuk karakter serta peradaban bangsa nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan nilai secara nyata.
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan Pendidikan karakter harus dilaksanakan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar sejak anak usia dini (mulai dari pendidikan
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa keluarga dan di PAUD) sampai dengan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, Pendidikan Tinggi (Masyhud, 2002; Davis,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan 1989). Namun demikian pelaksanaan pendidikan
menjadi warga negara yang demokratis serta karakter di sekolah dan pendidikan tinggi tidak
bertanggung jawab. boleh terlalu membebani peserta
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan didik.Pendidikan karakter tidak perlu
nasional tersebut, jelas bahwa pendidikan di dilaksanakan dalam bentuk matapelajaran
setiap jenjang, harus diselenggarakan secara tersendiri, namun harus diintegrasikan ke dalam
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal berbagai matapelajaran yang ada, sehingga dapat
tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter bersifat kontekstual (Masyhud, 2012a;
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, 2009).Dengan demikian pendidikan karakter
bermoral, sopan santun dalam berinteraksi tersebut akan lebih bermakana bagi peserta didik.
dengan masyarakat. Karakter yang dimaksudkan Pendidikan karakter harus ditekankan pada
tersebut merupakan nilai-nilai perilaku manusia metode langsung dan lebih bersifat affektif,
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha menonjolkan bentuk praktik dan refleksi diri
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, daripada teori (Masyhud, 2012b),sehingga hasil
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, pembelajaran akan dapat tercapai lebih efektif.
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan Demikian juga pendidikan karakter hendaknya
dilakukan dalam berbagai strategi pembelajaran, merupakan sesuatu yang abstrak dalam diri
sehingga dapat mengoptimalkan pencapaian manusia yang mendorong sikap dan tingkah laku
“nurturent effect” atau tujuan pengiring yang sehari-hari. Dengan kata lain, sikap dan tingkah
optimal (Masyhud, 2015). laku merupakan cerminan nilai yang dianut oleh
Hasil penelitian di Harvard University seseorang. Cerminan nilai yang dianut seseorang
Amerika Serikat, menunjukkan bahwa di antaranya dapat dilihat dari cara berpakaian,
kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan cara berbicara, teman-teman yang dipilih,
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan interaksi sosial, dan bagaimana hubungan dengan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh saudara-saudara dan teman-temannya. Nilai
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft tersebut adalah merupakan suatu kualitas yang
skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan dibedakan menurut (a) kemampuannya untuk
hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.Bahkan diberikan kepada orang lain dan (b) kenyataan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil bahwa makin banyak nilai diberikan kepada
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang
soft skill daripada hard skill (Mashud, 2012a; dikembalikan dan diterima dari orang lain.Nilai
FKIP Unej, 2011; Fathul Muin, 2011). Hal ini memiliki sifat relatif, sekaligus universal. Ada
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter nilai-nilai tertentu yang dianut oleh sebagian
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. orang atau kelompok, sementara tidak oleh
Soft skill ini merupakan bagian karakter yang kelompok yang lain. Ada pula nilai yang dianut
harus dibentuk melalui pendidikan mulai tingkat oleh manusia secara umum. Nilai yang benar dan
PAUD sampai dengan perguruan tinggi. diterima secara universal adalah nilai yang
Kementerian Pendidikan Nasional telah menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu
mengembangkan grand design pendidikan berdampak positif bagi yang menjalankan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis maupun bagi orang lain.
satuan pendidikan. Grand design ini menjadi Para ahli pendidikan karakter
rujukan konseptual dan operasional mengemukakan, bahwa ada duabelas nilai yang
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada perlu dikembangkan pada diri anak. Keduabelas
setiap jalur dan jenjang pendidikan. Berdasarkan nilai tersebut dibedakan ke dalam dua kategori,
Grand design pendidikan karakter nasional yakni nilai-nilai nurani (values of being) dan
menyebutkan bahwa konfigurasi karakter dalam nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai
konteks totalitas proses psikologis dan sosial- nurani meliputi kejujuran, keberanian, cinta
kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati damai, keandalan diri, disiplin, dan kemurnian.
(Spiritual and emotional development), Olah Sementara nilai-nilai memberi meliputi setia,
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan hormat, kasih sayang, peka, ramah, dan adil.
Kinestetik (Physical and kinestetic Dalam praktiknya, kedua kategori nilai
development), dan Olah Rasa dan Karsa tersebut bertemu, saling tumpang tindih, dan
(Affective and Creativity development) (FKIP saling mewarnai. Seseorang mulai
Unej, 2011; Masyhud, 2012a). mengembangkan nilai-nilai nurani seperti
Karakter seseorang yang terbentuk akan kejujuran dan disiplin dengan mempraktikkan
dipengaruhi oleh pola pikir dan pola sikap yang nilai-nilai tersebut pada diri sendiri dan dalam
dianut oleh seseorang/peserta didik. Kalau pola diri sendiri. Sementara itu, seseorang mulai
pikir dan pola sikap yang dianut dilandaskan mengembangkan rasa sayang, kepekaan, dan
pada iman dan taqwa kepada Tuhan sebagai keramahan dengan memberikan nilai-nilai
pencipta dan pengatur makhluknya maka akan tersebut kepada orang lain. Ketika seseorang
terbentuknya karakter yang tepat dan kuat yang mempraktikkan rasa sayang dan hormat kepada
terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari di diri sendiri dan membangun nilai-nilai itu dalam
masyarakat, baik itu karakter terhadap diri dirinya, sekaligus ia menularkan nilai-nilai itu
sendiri, sesama, lingkungan dan kebangsaan kepada orang lain melalui teladan. Kedua
yang diperoleh melalui aktivitas olah pikir, olah kategori nilai tersebut ditanamkan dengan
hati, olah raga dan olah rasa dan karsa. mengacu pada pedoman yang berlaku bagi
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter masing-masing nilai. Pedoman ini perlu diikuti
seharusnya merupakan sesuatu yang memberi oleh siapapun yang memiliki kewajiban di dalam
makna hidup dan dijunjung tinggi yang menanamkan berbagai niai positif kepada pihak
mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. lain. Ketika ingin menanamkan nilai kejujuran,
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa nilai misalnya, seseorang paling tidak perlu mengikuti
ketentuan (a) bersikap jujur kepada subjek; (b) pendidikan karakter tersebut adalah sebagai
memberikan pujian dan kesempatan untuk berikut: (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
mengulang; dan (c) menunjukkan sebab-akibat (Religious), (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5)
terkait dengan sikap jujur dan tidak jujur. kerja Keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8)
Pendidikan karakter bangsa yang ideal demokratis, (9) rasa Ingin tahu, (10) semangat
mengacu pada 18 pilar karakter yang dapat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12)
diintegrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran menghargai prestasi, (13) bersahabat/
akademis (Kemendikbud dalam FKIP, 2011). komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar
Program yang menyeluruh ini bertujuan untuk membaca, (16) peduli lingungan, (17) peduli
menyeimbangkan antara hati, otak dan otot sosial, dan (18) tanggung jawab (Kemendikbud,
(Pendidikan Holistik). Diharapkan mereka akan dalam FKIP 2011).
menjadi anak-anak yang berfikir kreatif, Nilai-nilai karakter dan diskripsinya
bertanggung jawab dan memiliki pribadi yang tersebut dapat diperiksa pada tabel Nomor 1
mandiri (manusia holistik). Kedelapanbelas pilar sebagai berikut:
No Nilai Deskripsi
18. 18 Tanggung- Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan YME
(Sumber: Kemendikbud dalam FKIP, 2011; Masyhud, 2012a)
dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas tersebut secara sadar menghargai pentingnya
pada pengetahuan saja.Seseorang yang memiliki nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut
bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika untuk berbuat salah, bukan karena tingginya
tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk penghargaan akan nilai itu (McPhearson,
melakukan kebaikan tersebut.Karakter juga Growson & Pitner, 1986; Thomas, 2012)).
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu
Dengan demikian diperlukan tiga komponen dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan
karakter yang baik (components of good karena keinginannya yang tulus untuk
character) yaitu moral knowing (pengetahuan menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh
tentang moral), moral feeling atau perasaan karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan
(penguatan emosi) tentang moral, dan moral juga aspek perasaan (affection) atau
action atau perbuatan bermoral. Hal ini emosi.Komponen ini dalam pendidikan karakter
diperlukan agar peserta didik dan atau warga disebut dengan “desiring the good” atau
sekolah lain yang terlibat dalam sistem keinginan untuk berbuat kebaikan.Harus kita
pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, tanamkan kepada anak didik kita, bahwa “niat”
merasakan, menghayati, dan mengamalkan berbuat baik itu jauh lebih baik dari pada
(mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral). “perbuatan” baik itu sendiri (Masyhud, 2009);
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam Masyhud dan Khusnurridlo, 1996). Sebab jika
moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif perbuatan disertai niat baik, maka perbuatan
adalah kesadaran moral (moral awareness), tersebut akan dilakukan secara ikhlas dan lillahi
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing ta’ala.Akan tetapi perbuatan baik dapat saja
moralvalues), penentuan sudut pandang disertai pamrih tertentu dan tidak
(perspective taking), logika moral (moral ikhlas.Pendidikan karakter yang baik dengan
reasoning), keberanian mengambil sikap demikian harus melibatkan bukan saja aspek
(decision making), dan pengenalan diri (self “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan “desiring the good” atau “loving the good”
aspek emosi peserta didik untuk menjadi (moral feeling), dan “acting the good” (moral
manusia berkarakter.Penguatan ini berkaitan action). Tanpa adanya kolaborasi antara
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus pemikiran, perasaan, dan moral dalam tindakan,
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran hati maka manusia akan sama seperti robot yang
nurani (conscience), percaya diri, harga diri(self terindoktrinasi oleh sesuatu paham (Goleman,
esteem), kepekaan terhadap derita orang lain 2001; Good & Brophy, 1977). Dengan demikian
(emphaty), cinta kebenaran (loving the good), jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga
pengendalian diri (self control), kerendahan hati langkah, yaknimengembangkan moral knowing,
(humility). Moral action merupakan perbuatan kemudian moral feeling, dan moral action.
atau tindakan moral yang merupakan hasil Dengan kata lain, makin lengkap komponen
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. moral yang dimiliki anak didik kita, maka akan
Untuk memahami apa yang mendorong makin membentuk karakter yang baik atau
seseorang dalam perbuatan yang baik (act unggul/tangguh.
morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu kompetensi (competence), Prinsi-prinsip Pelaksanaan Pendidikan
keinginan (will), dan kebiasaan (habit) Karakter
(Masyhud, 2012a). Agar pendidikan karakter bangsa melalui
Pengembangan karakter dalam suatu sekolah dapat berjalan efektif, maka harus
sistem pendidikan adalah keterkaitan antara diperhatikan beberapa prinsip pendidikan
komponen-komponen karakter yang karakter bangsa sebagai berikut:
mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat 1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika
dilakukan atau bertindak secara bertahap dan sebagai basis karakter;
saling berhubungan antara pengetahuan nilai- 2. Mengidentifikasi dan memperkenalkan
nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat karakter secara komprehensif kepada anak
untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan didik yang mencakup pemikiran, perasaan,
YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan dan perilaku
negara serta dunia internasional. 3. Menggunakan pendekatan yang tajam,
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu proaktif dan efektif untuk membangun
menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa karakter;
4. Memberikan tauladan atau contoh karakter 11. Memfungsikan keluarga dan anggota
pada setiap momen pembelajaran dan dalam masyarakat sebagai mitra dalam usaha
komunikasi dengan anak didik sehari-hari; membangun karakter; dan
5. Menciptakan komunitas sekolah/lampus yang 12. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf
memiliki kepedulian terhadap Sang Pencipta, sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
sesama, lingungan hidup dan peraturan yang manifestasi karakter posisitif dalam
ada; kehidupan peserta didik. (FKIP Unej, 2011;
6. Memberi kesempatan kpeada peserta didik Masyhud, 2012a; 2012b)
untuk menunjukkan perilaku yang baik; Pelaksanaan pendidikan karakter bangsa
7. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang di sekolah di samping harus diintegrasikan ke
bermakna dan menantang yang menghargai dalam matapelajaran, juga harus diintegrasikan
semua peserta didik, membangun karakter dengan berbagai kegiatan sekolah, terutama
mereka, dan membantu mereka untuk sukses; kegiatan-kegiatan ekstra sekolah secara
8. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada terinegrasi, misalnya dalam kegiatan orientasi
para peserta didik; siswa, pembinaan lingkungan hidup, kegiatan
9. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai olah raga dan sebagainya. Secara lebih detail
komunitas moral yang berbagi tanggung berbagai kegiatan di luar jam pelajaran yang
jawab untuk pendidikan karakter dan setia dapat digunakan sebagai pembentukan karakter
pada nilai dasar yang sama; anak dapat diperiksa pada tabel 4 sebagai
10. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan berikut:
dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter;
1. Pembiasaan Akhlak Mulia Religius, Taat kepada Tuhan YME, Syukur, Ikhlas, Sabar,
Tawakkal
2. Masa Orientasi Siswa/Mahasiswa Percaya Diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Bertanggungjawab,
Cinta Ilmu, Santun, Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang
lain
3. Organisasi Siswa/Mahasiswa Percaya Diri, Kreatif dan Inovatif, Mandiri, Bertanggungjawab,
Intra Sekolah Menepati Janji, Berinisiatif, Disiplin, Visioner,
Pengabdian/dedikatif, Bersemangat, Demokratis
4. Tatakrama dan Tata Tertib Dapat Dipercaya, Jujur, Menempati Janji, Rendah Hati, Malu
Kehidupan Sosial Sekolah/ Berbuat salah, Pemaaf, Berhati Lembut, Disiplin, Bersahaja,
kampus Pengendalian Diri, Taat Peraturan, Toleran, Peduli sosial dan
lingkungan
5. Kepramukaan/ Outbond activity Percaya Diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Menghargai
keberagaman, Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, Mandiri,
Pemberani, Bekerja Keras, Tekun, Ulet/Gigih, Disiplin, Visioner,
Bersahaja, Bersemangat, Dinamis, Pengabdian, Tertib,
Konstruktif
6. Upacara Bendera Bertanggungjawab, Nasionalis, Disiplin, Bersemangat,
Pengabdian, Tertib, Berwawasan Kebangsaan
7. Pendidikan Pendahuluan Bela Rela Berkurban, Pemberani, Disiplin, Bersemangat, Pengabdian,
Negara Toleran, Menghargai Keberagaman, Kebersamaan, Nasionalis
8. Pendidikan Berwawasan Cinta tanah air, Menghargai keberagaman, Sadar akan hak dan
Kebangsaan kewajiban diri dan orang lain, Peduli sosial dan lingkungan,
Demokratis, Tidak rasis, Menjaga persatuan, Memiliki semangat
membela bangsa/negara
9. Usaha Kesehatan Patuh pada aturan-aturan sosial, Bergaya hidup sehat, Peduli
Sekolah/kampus sosial dan lingkungan, Cinta keindahan
10. Palang Merah Remaja (PMR) Bergaya hidup sehat, Disiplin, Peduli sosial dan lingkungan
11. Pendidikan Pencegahan Percaya diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Bergaya hidup
Penyalahgunaan Narkoba sehat, Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, Disiplin
(Sumber: Kemendikbud dalam FKIP, 2011; Masyhud, 2012a)
10
Diagram 1: Peran sekolah, keluarga dan masyarakat dalam pendidikan karakter anak
Secara rinci kebersamaan tersebut harus bersama antara sekolah orang tua, dan
muncul dalam setiap langkah sebagai berikut: masyarakat. Di sini orang tua dan
1. Perencanaan Program masyarakat dapat membahas model
Perencanaan Pendidikan karakter di sekolah pendidikan karakter yang akan dilaksanakan,
dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: dan menetakan apa peran orang tua dan
a. Identifikasi kebutuhan, sesuai dengan masyarakat dalam mensukseskan program
kondisi masyarakat sekitar. Kegiatan pendidikan karakter bagi anak.
identifikasi ini dilakukan dengan
melibatkanorang tua, masyarakat/komite 2. Pelaksanaan Program
sekolah dan orang sekolah. Setelah dicapai kesepakatan tentang
b. Pemilihan dan penetapan program program pendidikan karakter, sekolah segera
pendidikan karakter yang sesuai dengan menindaklanjuti pelaksanaan program
kebutuhan sekolah, orang tua dan pendidikan karakter di sekolah. Dalam
masyarakat. Jegiatan ini dilakukan secara pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah bagi
bersama antara sekolah, orang tua dan anak SD, perlu adanya kerjasama yang baik
masyarakat. antara sekolah, orang tua dan anak. Pendidikan
c. Rencana implementasi kegiatan pendidikan karakter yang yang dilaksanakan di sekolah
karakter. Dapat pula dilakukan rencana harus didukung oleh orang tua dan masyarakat.
implementasi pendidikan karakter dilakukan Nilai-nilai karakter yang ditanamkan di sekolah
11
harus didukung oleh orang tua dan masyarakat. orang tua dan masyarakat, sehingga pelaksanaan
Jangan sampai ada perbedaan pemahaman antara pendidikan karakter tersebut dapat lebih efektif.
sekolah, orang tua dan masyarakat. Satu contoh
Jika sekolah mengajarkan pada anak, jika akan KESIMPULAN
memasuki rumah atau bertemu dengan orang lain Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada
anak harus berucap salam, maka orang tua dan bagian sebelumnya dapat dikemukakan beberapa
masyarakat juga harus menjawab setiap salam kesimpulan sebagai berikut:
anak. Dengan demikian pendidikan karakter 1. Pendidikan karakter di sekolah memiliki nilai
yang ditanamkan pada anak akan bisa efektif. strategis dalam peningkatan kualitas
3. Pengawasan dan Evaluasi Program pendidikan dan pembangunan sumber daya
Agar pelaksanaan karakter di sekolah dapat manusia dalam era globalisasi. Oleh karena
berjalan secara efektif, maka dalam pelaksanaan itu pendidikan karakter di sekolah harus
harus diatur secara baik berdasarkan renana yang mendapatkan penangan secara serius dengan
telah dibuat sebelumnya serta dilakukan menggunakan metode yang variatif antara
pemantauan dan evaluasi dengan bekerjasama teori dan praktik.
dengan orang tua dan masyarakat. Pelaksanaan 2. Pendidikan karakter yang baik harus
pemantauan dan evaluasi pendidikan karakter dilakasnakan secara sinergis, antara sekolah,
dilakukan bersama antara sekolah, orang tua dan orang tua dan masyarakat. Masing-masing
masyarakat dengan sekolah sebagai pihak hendaknya saling mengisi dan
pengendalinya. Monitoring, evaluasi dan mengontrol pelaksanaan pendidikan karakter
pengendalian yang dilakukan sekolah antara lain yang dilaksanakan. Sekolah menanamkan
dilakukan dengan menggunakan kartu kendali. pendidikan karakter pada anak, orang tua dan
Aplikasi kartu kendali tersebut dalam masyarakat membantu dalam
kegiatan pendidikan karakter anak antara lain implementasinya serta mengawasi dan
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai memberikan masukan kepada sekolah.
berikut. 3. Agar pendidikan karakter dapat terlaksana
a. Sekolah membuat kartu kendali untuk secara optimal, maka harus ditunjang dengan
setiap anak sebagai alat komunikasi dan peran manajemen pendidikan yang efektif.
kendali dengan otang tua. Manajemen pendidikan dalam pendidikan
b. Setiap sekolah mengajarkan suatu karakter karakter ini diperlukan dalam tahapan
tertentu dan untuk dipraktikkan di rumah, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
misalnya sholat berjamaah atau membaca serta penilaiannya
doa sebelum makan, maka orang tua
membubuhkan paraf bahwa anaknya telah DAFTAR PUSTAKA
menjalankan karakter tersebut.
c. Begitu seterusnya, dan orang tua diminta Ditjen Dikdasnen, 2005. Manajemen Berbasis
untuk jujur tentang karakter anaknya demi Sekolah. Dit. Pendidikan Lanjutan
keberhasilan pendidikan karakter yang Pertama. Jakarta: Ditjen Dikdasmen,
diberikan pada anak. Depdiknas.
d. Jika anak masih belum lancar, orang tua Ditjen Ketenagaan Ditjen Pendidikan Tinggi,
juga diminta memberikan komentar bahwa 2010. Model Perangkat RPP. Jakarta:
anaknya masih belum lancar dalam Ditjen Ketenagaan Ditjen Dikti
mempraktikkan karakter tertentu tersebut. Fathul Mu’in, 2011. Pendidikan Karakter:
e. Kartu kendali tersebut juga dapat Konstruksi Teoritik dan Praktik.
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
misalnya anak diharuskan berpartisipasi FKIP Universitas Jember, 2011. Pengembangan
dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya Dan Pengemasan Perangkat Pembelajaran
sholat jamaah di masjid dan/atau kerjabakti Berbasis Karakter Melalui Pemaknaan
dalam masyarakat, maka kartu kendali Model Dalam Pembelajaran di SD; Modul
tersebut juga harus diparaf oleh Iman PLPG Bagi Guru SD. Jember: FKIP
Masjid dan/atau pimpinan penyelengaraan Universitas Jember.
kegiatan masyarakat tersebut. Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland, 2009.
Dengan penggunaan kartu kendali tersebut Principles of Human Resourches
diharapkan pendidikan karakter anak dapat Development. New York: Addison Wesley
menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah, Pub. Company. Inc.
12
13