Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP ANAK DENGAN HEMOFILIA

ALOYSIUS OKTAVIANUS KUSUMA

210814901323

PRODI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STIKES WIDYAGAM HUSADA

MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kongenital paling sering dan serius.


Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI yang ditentukan secara
genetik.  Sekitar 80% kasus hemofilia A, yang disebabkan oleh gena yang defect yang
terdapat pada kromosom X. Kira-kira 75% penderita hemofilia A mengalami penurunan
yang sebanding pada aktifitas faktor 8 dan antigen (protein) faktor VIII. Mereka
diklasifikasikan sebagai material reaksi silang (cross-reacting material [CRM]) menurun.
Sisanya 25% penderita mengalami penurunan aktifitas faktor 8, tetapi antigen faktor 8
ada dan penderita diklasifikasikan sebagai CRM+. Banyak mutasi pada struktur gena
telah dideskrisipkan. Yang paling umum adalah delesi besar dan mutasi misensi. 
Hemofili di Indonesia diperkenalkan oleh Kho Lien Keng di Jakarta baru tahun 1965
diagnosis laboratorik dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) di samping
prosedur masa perdarahan dan masa pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah
sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryoprecipitate yang dipakai sebagai
terapi utama hemofilia di Jakarta, diperkenalkan oleh Masri Rustam pada tahun 1975
(hemofila. or.id, 2006). lnsidensi dari gangguan koagulasi herediter tidak pernah secara
persis didefinisikan. Perkiraannya berkisar sekitar 1 dalam 10.000 atau 1 dalam
kelahiran populasi. Hemofilia A adalah bentuk yang paling sering dijumpai, mencakup
70-80% dari data yang dapat dilaporkan. Penyakit von willebrand tampaknya hampir
sama seringnya dengan hemofilia A namun insidensi tepatnya tidak diketahui karena
kriteria diagnostik yang inadekuat. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) mewakili 10% dari
keseluruhannya (1130.000). Ketiga kelainan ini mendominasi 90% dari gangguan
koagulasi herediter I. dan sisanya sangatlah langka. Di Amerika Serikat sendiri,
berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia pada tahun
2001, jumlah pasien dengan hemofilia yang dapat diindentifikasi kurang lebih hanya
100.000 kasus, dan sebagian besar adalah hemofilia A (83%). Sementara metode
diagnosis yang paling banyak dipakai adalah uji faktor spesifik (64%), yang masih relatif
mahal (digilib. unsri. ac.id, 2006). Data penderita hemofilia di Indonesia belum ada dan
data yang ada baru di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta sebanyak
175 penderita. Salah satu kegiatan yayasan hemofilia Indonesia adalah mengumpulkan
data penderita hemofilia di Indonesia, terutama yang ada di rumah sakit di seluruh
Indonesia. Penyakit hemofilia merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu
terus dipelajari untuk pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan
menanggulanginya secara dini (digilib. unsri. ac.id, 2006). Penderita hemofilia di
Indonesia yang teregistrasi di HMHI Jakarta tersebar hanya pada 21 provinsi dengan
jumlah penderita 895 orang, jumlah penduduk Indonesia: 217.854.000 populasi,
prevalensinya 4,1/1 juta populasi (0,041/10.000 populasi), hal ini menunjukkan masih
tingginya angka undiagnosed hemofilia di Indonesia. Angka prevalensi hemofilia di
Indonesia masih sangat bervariasi sekali, beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI
Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang angka prevalensinya lebih tinggi (digilib. usu.
ac.id, 2006). Penderita hemofilia dengan inhibitor mempunyai risiko untuk menjadi cacat
akibat perdarahan dalam sendi dan mereka dapat meninggal akibat perdarahan dalam
yang berat. Selain itu, banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan
hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal (hemofilia. or. id,
2006).

B. Tujuan

1.      Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan hemofilia pada anak

2.      Tujuan Khusus

a.       Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien hemofilia.


b.      Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada
klien hemofilia.
c.       Dapat membuat perencanaan pada klien hemofilia.
d.      Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan pada klien hemofilia.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan


faktor pembekuan VIII (Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B). Faktor tersebut
merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat di butuhkan oleh
pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma.
Hemofilia di bagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Hemofilia tipe A ( hemofilia klasik)


Jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan
pada darah. Hemofilia kekurangan faktor VIII terjadi karena faktor VIII protein pada
darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B (chistmas disease)
Hemofilia kekurangan faktor IX terjdi karena kekurangan faktor IX protein pada
darah yang menyebabkan masalah proses pembekuan darah.
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh,hemofilia di bagii
menjadi 3, yaitu :
a. Berat <1 % jumlah normal
b. Sedang 1%- 5% dari jumlah normal
c. Ringan 5% - 30% dari jumlah normal

B. Etiologi

Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII


(Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).

C. Tanda dan Gejala

1. Masa bayi ( untuk diagnosis )


a. Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi.
b. Ekimosis subkutan diatas tonjolan - tonjolan tulang (saat berumur 3 – 4 bulan ).
c. Hematoma besar setelah infeksi.
d. Perdarahan dari mukosa oral.
e. Perdarahan jaringan lunak.
2. Episode perdarahan ( selama rentang hidup ).
a. Gejala awal, yaitu nyeri.
b. Setelah nyeri, yaitu bengkak, hangat dan penurunan mobilitas.
3. Sekuela jangka panjang.
Perdarahan berkepanjangan dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf dan
fibrosis otot.

D. Patofisiologi

Gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan


fungsional pada factor pembekuan plasma yang manapun kecuali factor XII,
prekalikrein, dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga
factor ini walaupun PTT mamanjang, tidak akan menyebabkan perdarahan klinis
gangguan perdarahan yang sering dijumpai terkait dengan X-resesif.
Kerena factor XII dan factor IX merupakan bagian jalur intrinsic adalah normal.
Masa perdarahan, yang menilai fungsi trombosit normal tetapi terjadi perdarahan yang
lama karena stabilisasi fibrin yang tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang,
dengan adanya defisiensi factor VIII, merupakan petunjuk terhadap von willebrend
suatu bawaan otosornal dominan yang sama kejadiannya pada pria dan wanita. Pada
penyakit von willebrend terdapat defisiensi factor VIIIVWF maupun factor VIIIAHG dan
gangguan adesi trombosit.

E. Komplikasi

1. Artropati progresif, melumpuhkan


2. Kontrakfur otot
3. Paralisis
4. Perdarahan intra kranial
5. Hipertensi
6. Kerusakan ginjal
7. Splenomegali
8. Hepatitis
9. AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.
10. Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
11. Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
12. Anemia hemolitik
13. Trombosis atau tromboembolisme

F.  Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)


a. Jumlah trombosit (normal)
b. Masa protrombin (normal)
c. Masa trompoplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi
intrinsik)
d. Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam
kapiler)
e. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnostik)
f. Masa pembekuan trompin
2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)

F. Penatalaksanaan

Penatalaksnaan hemofilia terdiri atas pemberian faktor VIII atau IX. Jumlahnya
tergantung faktor yang kurang yang di perlukan untuk mengatasi episode perdarahan,
dan jumlahnya harus cukup agar dapat di distribusikan ke seluruh tubuh dan
pembersihannya dari plasma.
Cara lain yang di pakai untuk mengatasi episode perdarahan adalah memberi
plasma beku dan krioresipital (faktor VIII) melalui infus. Desmopresin (DDAVP) juga
dipakai untuk meningkatkan kadar faktor VIII plasma dan dapat di pakai untuk
mengobatan non transfusi untuk pasien-pasien dengan hemofilia ringan atau sedang.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. M Tgl Masuk : 27 sepember


Pasien 2021

Jenis : Perempuan Tgl Pengkajian : 27


Kelamin september
2021

No. : 2021 Diagnosa Medis :


Registe
r

TTL : 01 Februari Alamat : Translok


1996 Desa Macang
Tanggar

Usia : 26 tahun PenanggungJwb : Tn. V

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

2. Riw. Penyakit
Sekarang

3. Riw. Penyakit
Dahulu

4. Riw. Penyakit
Keluarga
C. Pengkajian

1.   Pengkajian sistem neurologik


a. Pemeriksaan kepala
b. Reaksi pupil
c. Tingkat kesadaran
d. Reflek tendo
e. Fungsi sensoris
2. Hematologi
a. Tampilan umum
b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari
luka suntikan atau pungsi vena)
c. Abdomen (pembesaran hati, limpa)
3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya
kerusakan sensoris, saraf dan motoris.
5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal : menyikat
gigi)
6. Kaji tingkat perkembangan anak
7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan
menatalaksanakan program pengobatan di rumah.
8. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr).

D. Diagnosa keperawatan

a. Risiko injuri b/d perdarahan


b. Risiko perdarahan b/d peningkatan intra kranial
c. Nyeri b/d perdarahan dalam jaringan dan sendi
d. Risiko kerusakan mobilitas fisik b/d efek perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
e. Perubahan proses keluarga b/d anak menderita penyakit serius
E. Rencana keperawatan

 DX I :
 Tujuan : Menurunkan risiko injuri
 Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses pengawasan
2. Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif
3. Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat pelindung : helm
4. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan
aman
5. Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi.
6. Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah
episode perdarahan akut.
7. Beri nasehat pasien untuk mengenakan identitas medis.
8. Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan
menggunakan Asetaminofen
 DX II :
 Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
 Intervensi :
1. Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP sesuai kebutuhan.
2. Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan penggantian faktor
darah di rumah.
3. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan
a. Beri tindakan pada area perdarahan 10 – 15 menit.
b. Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian jantung.
c. Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi.
 DX III :
 Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau
skala nyeri yang dapat diterima anak.
 Intervensi :
1. Tanyakan pada klien tengtang nyeri yang diderita.
2. Kaji skala nyeri.
3. Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
4. Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik.
5. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan memberi kamu
injeksi untuk nyeri”.
6. Hindari pernyataan seperti “obat ini cukup untuk orang nyeri”. “Sekarang
kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat nyeri lagi”.
7. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/ penatalaksanaan nyeri.
 DX IV :
 Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
1. Intervensi :
a. Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan.
b. Latihan pasif sendi dan otot.
c. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.
d. Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik
untuk supervisi ke rumah.
e. Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri.
f. Diskusikan diet yang sesuai.
g. Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi.
 DX V :
 Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
 Intervensi :
1. Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan
beberapa kemungkinan yang lain.
2. Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia.

F. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana
keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.

G. Evaluasi

1. Nyeri berkurang 
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik 
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi 
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri 
2. Melakukan upaya mencegah perdarahan 
a. Menghindari trauma fisik 
b. Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan 
c. Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan 
d. Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium 
e. Menghindari olahraga kontak 
f. Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin 
g. Memakai gelang penanda 
3. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup 
a. Mengidentifikasi aspek positif kehidupan 
b. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan
dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan 
c. Berusaha mandiri 
d. Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan 
4. Tidak mengalami komplikasi 
a. Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal 
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal 
c. Tidak mengalami perdarahan aktif 

H. Penkes
Terapi di rumah memungkinkan pasien memperoleh terapi awal yang optimal.
Strategi ini idealnya dapat dicapai dengan penyediaan konsentrat faktor pembekuan
atau produk liofilik lain yang aman dan dapat disimpan di dalam kulkas serta mudah
disiapkan. Namun, terapi di rumah dimungkinkan pemberian kriopresipitat, dengan
syarat pasien memiliki lemari pembeku yang sederhana namun dapat diandalkan
dirumah (ini sulit dilakukan). Tetapi konsentrat faktor pembekuan tidak boleh beku.
a. Terapi di rumah harus diawasi secara ketat oleh pusat perawatan komprehensif
dan dimulai setelah diberikan pendidikan dan cara penyediaan obat yang
adekuat. Sebuah program sertifikasi dapat dikerjakan dan teknik dimonitor pada
kunjungan secara komprehensif.
b. Pengajaran harus meliputi pengenalan perdarahan dan komplikasi pada
umumnya, perhitungan dosis, penyediaan obat, penyimpanan serta pemberian
faktor pembekuan, teknik aseptik, cara melakukan pungsi vena (atau akses
kateter vena sentral), pencatatan, dan juga penyimpanan yang sesuai,
pembuangan jarum serta penanganan terhadap tumpahan darah.
c. Dorongan, dukungan, dan supervisi merupakan kunci untuk keberhasilan terapi
rumah dan pengkajian kembali secara periodik terhadap kebutuhan
edukasional, teknik, serta kepatuhan harus dilakukan.
d. Pasien atau orang tua harus mencatat kejadian perdarahan yang meliputi
tanggal dan lokasi perdarahan, dosis dan jumlah produk yang dipakai, juga tiap
efek samping.
e. Perawatan rumah dapat dimulai pada anak-anak muda dengan akses vena
adekuat dan anggota keluarga yang sudah dimotivasi serta menjalani pelatihan
adekuat. Anak-anak yang lebih tua dan remaja dapat belajar menginfus sendiri
dengan bantuan keluarga.
f. Alat akses vena yang diimplantasi (Port-A-Cath) dapat membuat terapi injeksi
jauh lebih mudah,namun sberkaitan dengan infeksi lokal dan trombosis.
Sehingga, risiko dan keuntungan harus dipertimbangkan dan didiskusikan
dengan pasien dan/atau orang tuanya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak


kekurangan faktor pembekuan VIII ( hemofilia A ) atau faktor IX ( hemofilia B atau
penyakit Christmas ). Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan
yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex.Dialami
oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan
keperawatan dilakukan dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu
upayanya dengan memberikan infromasi pada keluarga tentang perawatan di
rumah.

B. Saran

Untuk mengetahui seseorang yang menderita hemofilia/tidak sebaiknya


dilakukan pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. 
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit
Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai