210814901323
MALANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
A. Definisi
B. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
Penatalaksnaan hemofilia terdiri atas pemberian faktor VIII atau IX. Jumlahnya
tergantung faktor yang kurang yang di perlukan untuk mengatasi episode perdarahan,
dan jumlahnya harus cukup agar dapat di distribusikan ke seluruh tubuh dan
pembersihannya dari plasma.
Cara lain yang di pakai untuk mengatasi episode perdarahan adalah memberi
plasma beku dan krioresipital (faktor VIII) melalui infus. Desmopresin (DDAVP) juga
dipakai untuk meningkatkan kadar faktor VIII plasma dan dapat di pakai untuk
mengobatan non transfusi untuk pasien-pasien dengan hemofilia ringan atau sedang.
BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Identitas Pasien
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
2. Riw. Penyakit
Sekarang
3. Riw. Penyakit
Dahulu
4. Riw. Penyakit
Keluarga
C. Pengkajian
D. Diagnosa keperawatan
DX I :
Tujuan : Menurunkan risiko injuri
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman dan memungkinkan proses pengawasan
2. Beri dorongan intelektual / aktivitas kreatif
3. Dorong OR yang tidak kontak (renang) dan gunakan alat pelindung : helm
4. Dorong orang tua anak untuk memilih aktivitas yang dapat diterima dan
aman
5. Ajarkan metode perawatan / kebersihan gigi.
6. Dorong remaja untuk menggunakan shaver hindari ROM pasif setelah
episode perdarahan akut.
7. Beri nasehat pasien untuk mengenakan identitas medis.
8. Beri nasehat pasien untuk tidak mengkonsumsi aspirin, bisa disarankan
menggunakan Asetaminofen
DX II :
Tujuan : Sedikit atau tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
1. Sediakan dan atur konsentrat faktor VIII + DDAVP sesuai kebutuhan.
2. Berikan pendidikan kesehatan untuk pengurusan penggantian faktor
darah di rumah.
3. Lakukan tindakan suportif untuk menghentikan perdarahan
a. Beri tindakan pada area perdarahan 10 – 15 menit.
b. Mobilisasi dan elevasi area hingga diatas ketinggian jantung.
c. Gunakan kompres dingin untuk vasokonstriksi.
DX III :
Tujuan : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau
skala nyeri yang dapat diterima anak.
Intervensi :
1. Tanyakan pada klien tengtang nyeri yang diderita.
2. Kaji skala nyeri.
3. Evaluasi perubahan perilaku dan psikologi anak.
4. Rencanakan dan awasi penggunaan analgetik.
5. Jika injeksi akan dilakukan, hindari pernyataan “saya akan memberi kamu
injeksi untuk nyeri”.
6. Hindari pernyataan seperti “obat ini cukup untuk orang nyeri”. “Sekarang
kamu tidak membutuhkan lebih banyak obat nyeri lagi”.
7. Hindari penggunaan placebo saat pengkajian/ penatalaksanaan nyeri.
DX IV :
Tujuan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik.
1. Intervensi :
a. Elevasi dan immobilisasikan sendi selama episode perdarahan.
b. Latihan pasif sendi dan otot.
c. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan.
d. Konsultasikandengan perawat kesehatan masyarakat dan terapi fisik
untuk supervisi ke rumah.
e. Kaji kebutuhan untuk manajemen nyeri.
f. Diskusikan diet yang sesuai.
g. Support untuk ke ortopedik dalm rehabilitasi sendi.
DX V :
Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat.
Intervensi :
1. Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan
beberapa kemungkinan yang lain.
2. Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia.
F. Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana
keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.
G. Evaluasi
1. Nyeri berkurang
a. Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
c. Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri
2. Melakukan upaya mencegah perdarahan
a. Menghindari trauma fisik
b. Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan
c. Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan
d. Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium
e. Menghindari olahraga kontak
f. Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin
g. Memakai gelang penanda
3. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup
a. Mengidentifikasi aspek positif kehidupan
b. Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan
dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan
c. Berusaha mandiri
d. Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan
4. Tidak mengalami komplikasi
a. Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal
c. Tidak mengalami perdarahan aktif
H. Penkes
Terapi di rumah memungkinkan pasien memperoleh terapi awal yang optimal.
Strategi ini idealnya dapat dicapai dengan penyediaan konsentrat faktor pembekuan
atau produk liofilik lain yang aman dan dapat disimpan di dalam kulkas serta mudah
disiapkan. Namun, terapi di rumah dimungkinkan pemberian kriopresipitat, dengan
syarat pasien memiliki lemari pembeku yang sederhana namun dapat diandalkan
dirumah (ini sulit dilakukan). Tetapi konsentrat faktor pembekuan tidak boleh beku.
a. Terapi di rumah harus diawasi secara ketat oleh pusat perawatan komprehensif
dan dimulai setelah diberikan pendidikan dan cara penyediaan obat yang
adekuat. Sebuah program sertifikasi dapat dikerjakan dan teknik dimonitor pada
kunjungan secara komprehensif.
b. Pengajaran harus meliputi pengenalan perdarahan dan komplikasi pada
umumnya, perhitungan dosis, penyediaan obat, penyimpanan serta pemberian
faktor pembekuan, teknik aseptik, cara melakukan pungsi vena (atau akses
kateter vena sentral), pencatatan, dan juga penyimpanan yang sesuai,
pembuangan jarum serta penanganan terhadap tumpahan darah.
c. Dorongan, dukungan, dan supervisi merupakan kunci untuk keberhasilan terapi
rumah dan pengkajian kembali secara periodik terhadap kebutuhan
edukasional, teknik, serta kepatuhan harus dilakukan.
d. Pasien atau orang tua harus mencatat kejadian perdarahan yang meliputi
tanggal dan lokasi perdarahan, dosis dan jumlah produk yang dipakai, juga tiap
efek samping.
e. Perawatan rumah dapat dimulai pada anak-anak muda dengan akses vena
adekuat dan anggota keluarga yang sudah dimotivasi serta menjalani pelatihan
adekuat. Anak-anak yang lebih tua dan remaja dapat belajar menginfus sendiri
dengan bantuan keluarga.
f. Alat akses vena yang diimplantasi (Port-A-Cath) dapat membuat terapi injeksi
jauh lebih mudah,namun sberkaitan dengan infeksi lokal dan trombosis.
Sehingga, risiko dan keuntungan harus dipertimbangkan dan didiskusikan
dengan pasien dan/atau orang tuanya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit
Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.