GANGGUAN HEMODINAMIK
LEUKEMIA
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Leukemia adalah terjadinya produksi sel darah darah putih yang berlebihan dan merupakan
gangguan pembentukan sel darah putih yang terjadi di sumsum tulang.
B. ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum sepenuhnya di ketahui tetapi ada beberapa faktor yang di anggap
sebagai risiko untuk terkena leukemia. Faktor resiko itu antara lain terpapar pada bahan-bahan kimia
tertentu, seperti khemoterapi atau radiasi atau pencemar udara tertentu, tetapi sebagian besar leukemia
tidak di ketahui faktor yang ikut membawa resiko ( menyebabkan ).
C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel normal di dalam sumsum tulang di gantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat di temukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel
leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
penderita.
D. PATOGENESIS
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligma yang muncul dari
perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol seluler
normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada perubahan pada kode
genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi.
E. KLASIFIKASI
Leukemia dapat di klasifikasikan atas dasar :
F. DIAGNOSA BANDING
Kalau dokter mencurigai adanya leukemia, akan di lakukan pemeriksaan darah, karena gejalanya
yang tidak spesifik itu adakalanya leukemia di temukan secara kebetulan ketika pasien melakukan “
GENERAL CHECK UP “, jika hitung sel darah menunjukkan adanya tanda-tanda leukemia
pemeriksaan di lanjutkan dengan memeriksa sumsum tulang melalaui biopsi.
Pemeriksaan sumsum tulang inisangat berguna karena kita memeriksa langsungpada tempat sel
darah putih itu di buat, yang pada leukemia nampak ada perubahan-perubahan ( kelainan ) pada sel
yang baru di bentuk. Jika akan di lakukan pemeriksaan analisis sitogenetik untuk mengetahuiapakah
ada mutasi pada sel-sel tersebut yang menandai adanya leukemia.
F. PENGOBATAN
Pengobatan leukemia tergantung kepada jenis leukemianya dari hanyadi obati secarasimtomatik
( mengurangi gejala-gejalanya ) sampai ke penggantian sumsum tulang meskipun ke penggantian
sumsum tulang yang meskipun agresif sering dapat menyembuhkan beberapa jenis leukemia.
Selain itu ada juga yang menggunakan obat yang di arahkan ke sel yang tumbuh secara tidak
normal itu. Leukemia kaut di terapi dengan menggunakan obat khemoterapi dan penggantian sumsum
tulang, untuk CLL ( Chronic Lymphocytic Leukemia ) adakalanya cukup dengan melakukan
pengamatan selama beberapa waktu kerena leukemia ini berkembang sangat lambat, tetapi ketika
pertumbuhannya menjadi makin buruk CLL di obati dengan obat khemoterpi dan untuk CML
(Chronic Myeloid Leukemia ) hanya terapi standar yang sekarang di pakai adalah menggunakan obat
yang bernama IMATINIB.
Angka kesembuhan pada anak-anak kini dapat mencapai 75-80 % dengan menggunakan
kombinasi baru obat-obat khemoterapi. Masalah terbesar yang di hadapi dalam mengobati leukemia
adalah karena tidak mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel darah putihsecara
tidak normal tersebut. Sementara itu obat-obat leukemia yang dapat di arahkan langsung ke sel-sel
yang tumbuh tidak normal itu terus di cari dan di teliti dan mudah-mudahan di masa yang akan datang
akan makin banyak penderita leukemia yang dapat di sembuhkan.
LEUKEMIA
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit : Pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala anoreksia, muntah
, sesak napas cepat.
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : Demam, stromatis, gejala infeksi perkemihan, infeksi
kulit dapat timbul kemerahan
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptchiae, purpura, pandarahan membran mukesa,
pembentukan hematoma purpura
6. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflomasi di sekitar rektol
dan nyeri.
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggiinfeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder,
gangguan pematangan SDP, peningkatanjumlah Limfosit immatur imunosupresi, penekanan
sumsum tulang
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilanagn berlebihan.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ / nodus limpe sum-sum
tulang di kemas dalam sel Leukemia
C. INTERVENSI
1. Tujuan : Pasien bebas dari infeksi
Kriteria Hasil
Normotermiab
Hasil Kultul negatif
Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
HEMOFILIA
A. Definisi
Hemofilia adalah gangguan pendarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan
defisiensi atau kelainan biologik. Faktor VIII den (antihemophilic globulin) dan faktor IX
dalam plasma. (David Ovedoff, kapita selekta kedokteran).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui
Kromosom X. Karena itu penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja.
Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah
hemofilia dan ibu pembawa sifat dan bersifat letal.
B. Etiologi Hemofilia
Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan
VIII (AHG).
Hemofilia B di sebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (plasma tromboplastik
antecendent).
Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua jenis :
1. Hemofilia A
Hemofilia di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan VIII biasanya juga disebut
dengan hemofilia klasik. Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a. Berat (kadar faktor VIII / IX – 1%)
b. Sedang (faktor VIII / IX antara 1% − 5%) dan
c. Ringan (faktor VIII / X antara 5% − 30%)
2. Hemofilia B
Hemofilia ini disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX, dapat muncul dengan
bentuk yang sama, namun yang membedakan tipe A/B adalah dari pengukuran waktu
tromboplastin partial deferensial.
C. Patofisiologi
Pendarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainnya yang dapat terjadi karena gangguan pada
tahap pertama di mana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme
pembekuan yang terdapat pada hemofilia A. Pendarahan mudah terjadi pada hemofilia
dikarenakan adanya gangguan pembekuan yang terdapat pada hemofilia A dan hemofilia
B. Pendarahan mudah terjadi pada hemofilia dikarenakan adanya gangguan pembekuan,
diawali ketika seseorang berusia +/− 3 bulan atau saat-saat akan mulai merangkak maka
akan terjadi pendarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan pendarahan serebral dan berakibat fatal.
Rasionalnya adalah ketika mengalami pendarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh
darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh. Darah keluar dari pembuluh,
pembulu darah mengerut/ mengecil, keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembulu, kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak sempurna, darah tidak berkenti mengalir keluar. Pembuluh lalu terjadi
pendarahan (normalnya faktor-faktor pembeku bekerja membuat anyaman (benang-benang
fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
D. Manifestasi Klinis
Pendarahan hebat setelah suatu trauma ringan
Hematom pada jaringan lunak
Hemartrotis dan Kontraktur sendi
Hematuria
Pendarahan serebral
Kematian
E. Diagnosa
Jika seorang bayi/ anak laki-laki mengalami pendarahan yang tidak biasa, maka diduga dia
menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya
Perlambatan maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis dan beratnya.
Dilakukan pemeriksaan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.
F. Pemeriksaan Khusus
Riwayat keluarga dan riwayat pendarahan setelah trauma ringan
Kadar faktor VIII dan faktor VIII dan faktor IX
PTT diferensial
G. Penatalaksanaan
* Transfusi darah untuk pendarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX,
transfusi di lakukan dengan teknik VIRISIDAL yang diketahui ifektif membunuh virus-
virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat transfusi dan disebut sebagai standar
baru hemofilia yaitu F VIII rekonbin dan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular
virus.
* Aspirasi Hemartosis dan hindari imobilitas sendi
* Konsultasi genetik
TALASEMIA
A. Definisi
Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosum
berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai palipeptida hemaglobin kurang
atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hamolotik (Broyles, 1977).
Dengan kata lain, thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, di mana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrasit menjadi pendek (kurang dari 120
hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai beta.
Pada beta thalasemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat
pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan prestisipasi dalam sel
sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih
permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hematolik.
Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabibilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi
Jenis talasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu talasemia mayor yang
memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan talasemia minor yang sering tidak
B. Etiologi
Penyakit talasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak
diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap talasemia dalam sel-selnya.
C. Patofisiologi
rendahnya hemoglobin intra slular (hipokromia). Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer
dan sekurnder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan erietroposis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Sedangkan yang sekunder adalah karena
defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma, dan destruksi oleh sistem retikulo endoteilial
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
absorpsi besi dalam usus karena erittropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses
hemolisis.
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta major tidak anemis. Gejala awal mulanya pucat
tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang
berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit itu itu tidak ditangani dengan
baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
Terdapat hepatoplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritroposis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi dapat menyebabkan keperawakan
pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, kering pada tungkai, dan batu
empedu. Pasien menjadi peka terhadap penyakit terutama bila limpanya telah diangkat sebelum
usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.
perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), oto jantung (aritmia),
Anemia biasanya berat dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3 – 9 g/dl. Eritrosit
memperlihatkan anisositosis, pokilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan tarhet dan tear
drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran
thalasemia adalah ditemukannya Hb Bert’s dan HbH. Pada thalasemia beta kadar HbF bervariasi
antara 10 – 900%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.
F. Penatalaksanaan
Atasi anemia dengan transfusi PRC (Packed Red Cell). Transfusi hanya diberikan 8 g/dl.
Sekali diputuskan untuk diberi transfusi, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak
melebihi 15 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di ats 5 g/dl,
diberikan 10 – 15 mg/kg BB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kg BB dalam waktu
3 – 4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis
satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kg BB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kg
BB/jam. Sambil menunggu persiapan transfusi darah, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 – 4
jam/menit. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu desferal secara
IM atau IV.
Splenoktomi diindikasikan bila terjadi hiperplenisme atau limpa terlalu besar sehingga
membatasi gerak pasien menimbulkan tekanan intra abdominal yang mengganggu nafas dan
beresiko mengalami ruptur. Hiperplenisme ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml/kg
BB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hiperplenisme lanjut ditandai
oleh adanya pansitopemia. Splektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi
limpa dalam sistem immun tubuh dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus
Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan
thalasemia mayor. Diberikan asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat pada pasien thalasemia khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hari, endokrin
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Asal
sekitar Laut Tengah (Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di
Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak-anak, bahkan merupakan
b. Umur
Pada thalasemia major yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang satu tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya
lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur 4 – 6 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport
tumbuh kembang sejak anak masih bayi karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia major. Pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti
tidak ada pertumbuhan rambut pubis danb ketiak, kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
e. Pola Makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan sehingga berat
f. Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat
g. Riwayat Kesehatan
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua
menderita thalasemia?
h. Riwayat itu lomus saat selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam
berikut:
1) Keadaan umum
2) Kepala dan bentuk muka anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bbentuk mukanya adalah mongolid.
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umur dan berat badannya kurang dari normal
profesionalisme
j. Penatalaksaan
2) Perawatan khusus
b) Spleknotomi dilakukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun dan bila
3) Pemberian
Fe.
TETRALOGI OF FALLOT
I. Pengertian
Tetralogi Fallot ( TF ) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang abnormal meliputi
defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikal kanan.
II. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. Di
duga karenanya factor endogen dan eksogen. Factor tersebut antara lain :
* Factor endogen dan eksogen
- berbagai jenis kelainan penyakit genetik : kelainan kromosom
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
- Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
atau kelainan bawaan
* Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan
tanpa resep dokter.
* ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
IV. Manifestasi
Pada bayi-bayi (episode sianotik dan hipoksia sering disebut “Blue Spell”. Spell terjadi bila
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode ini biasanya terjadi bila bayi menangis lama,
setelah makan mengedi bayi-bayi ini lebih menyukai posisi “Knee Chest”, daripada posisi tegak
anak-anak tampak sianotis di bibir dan kuku kuku, keterlambatan tumbuh kembang, bentuk jari
tubuh, tubuh sering dalam posisi jongkok untuk mengurangi hipoksia, pinsang atau
keterbelakangan mental bisa terjadi akibat hipoksi kronik pada otak. Kejang dapat terjadi setelah
melakukan aktifitas . Bising pansistolik biasanya terdengar pada batas kiri sternum bagian tengah
sampai bawah, biasanya disertai thrill.
Gambaran foto toralis - adanya gambaran seperti boot dan lapangan paru yang digemik.
V. Komplikasi
- Polisitemia
- Tromboplebitis
- Emboli
- Penyakit pembuluh darah otak, abses otak
- Hiferpiva dengan sianotis berat dapat
- Berakibat tidak sadarkan diri dan meninggal
VI. Pengobatan
* Paliatif pada heonatus
- Waterston shunt menghubungkan lubang di sisi aorta dengan sisi arteri pulmonalis kanan.
Pada bayi atau anak-anak.
- Blalock – Taussig shunt anastonosis arteri subclavia ke arteri pulmonalis.
* Korektif
Penutupan VSD, Valvotomi pulmosial dan reseksi infundibulum yang mengalami hipertropi.
I. Anamnesa :
Hal yang perlu diungkapkan dalam melakukan hal ini adalah :
1. Riwayat perkawinan
Pengkajian, apakah anak ini diinginkan atau tidak, karena apabila anak tersebut tidak
diinginkan, kemungkinan selama hamil ibu telah menggunakan obat-obat yang bertujuan
untuk menggugurkan kandungannya.
2. Riwayat kehamilan
Apakah selama hamil ibu pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin, seperti hipertensis, Dn, atau penyakit virus seperti rubella khususnya bila
terserang pada kehamilan trimester pertama.
3. Apakah diantara keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.
4. Apakah ibu / ayah perokok (terutama selama hamil).
5. Apakah ibu / ayah pernah menderita penyakit kelamin (Sphilis).
6. Sebelum hamil apakah ibu mengikuti KB dan bentuk KB yang pernah digunakan.
7. Obat apa saja yang pernah dimakan ibu selama hamil.
8. Untuk anak sendiri apakah pernah menderita penyakit demam rematik.
9. Apakah ada kesulitan dalam pemberian makan / minum.
10. Obat-obat apa saja yang pernah dimakan anak
Gejala-gejala yang sering dialami penderita penyakit jantung bawaan antara lain :
1. Sakit dada 6. Kelelahan
2. Sesak nafas 7. Edema
3. Palpitasi 8. Sianosis
4. Pusing dan simkope 9. Squatting / jongkok
5. Batuk-batuk 10.Kesulitan dalam pemberian makan / menetek
Beberapa contoh masalah keperawatan atau diagnose perawatan :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan sehubungan dengan :
- Oksigen dan nutrisi tidak adeqnat.
- Isolasi sosial.
2. Intolerannsi aktifitas sehubungan dengan suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang.
3. Gangguan “Body Image” sehubungan dengan intoleransi terhadap aktifitas dan ras yang
berbeda dari teman lain
4. Potensial sering terjadi infeksi sehubungan dengan fisik yang kurang baik.
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit sehubungan dengan kurangnya informasi.
6. Gangguan proses dalam keluarga sehubungan dengan keperawatan anak.
7. Gangguan psikologis pada anak dan atau keluarga sehubungan dengan masa perawatan di
Rumah Sakit.
I. Diagnosa keperawatan 1
Gangguan oksigenasi berhubungan dengan adanya pirau ventrikel kanan ke ventrikel kiri,
pulmonal stenosis.
Tujuan : kebutuhan oksigen terpenuhi
Rencana :
- Atur posisi yang nyaman untuk klien
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi saturasi oksigenasi
- Aktifitas sesuai dengan kemampuan fisik
- Kolaborasi pemberian oksigen
II. Diagnosa keperawatan 2
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi
Rencana :
- Pertahankan lingkungan yang sejuk
- Berikan kompres air biasa
- Berikan selimut
- Observasi suhu, intake cairan yang cukup
- Kolaborasi pemberian obat-obatan
A.PENGERTIAN
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop, SINDROM NEFROTIK adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
• Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
(Ngastiyah, 1997).
B.ETIOLOGI
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi
etiologinya menjadi:
Disebabkan oleh:
– Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air
raksa.
3.Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan
minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
• Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
• Lipid uria.
D. Klasifikasi
– Sindrom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan
neoplasma limfoproliferatif.
– Sindrom Nefrotik Kongenital. Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
E. PATOFISIOLOGI
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang
lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri
atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas,
2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan
menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995:
833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan
dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada
reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi
natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan
reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi
karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
(Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya
hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).
F. KOMPLIKASI
IdiopatiK
Reaksi auto imun
Penyakit sekunder
Tekanan hidrostatik
Tekanan Osmotic plasma
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
Edema
Sel terjepit
Gangguan metabolisme sel
Stimulasi jaringan tubuler
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi duktus kolektifus
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi jaringan tubuler
Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah
Reabsorbsi Na
Reabsorbsi air
Oliguri
Hipertesi
Edema anasarka
Immobilitas
Penekanan lama pada tubuh
GG. INTEGRITAS KULIT
Bedrest
Sulit bergerak
Perubahan penampilan
Intoleransi aktivitas
Gg. Body image
Retensi cairan diseluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas
Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual, muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Edema disaluran pencernaan
Usus
Absorbsi tidak adekuat
Gg. Pola eliminasi diare
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
– Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
– Darah
H. MANIFESTASI KLINIK
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat,
tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin <>
Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
I. PENATALAKSANAAN
• Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan
selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis
jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
• Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan
natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
• Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
• Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah
alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
• Kemoterapi:
• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika
obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
• Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah
dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
• Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan
pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid
dan siklofosfamid.
• Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
• Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang
memaksa perawatan di rumahn sakit.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
– Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan
kegagalan fungsi ginjal.
– Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada
wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ),
pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah,
perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
– Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa
darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
• Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
C. Intervensi
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi
edema.
• Intervensi:
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)kolaborasi pemberian obat-
obatan sesuai program dan monitor efeknya
• Intervensi:
– auskultasi bidang paru
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat
badan
Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas
normal.
Intervensi:
• pantau adanya tanda-tanda infeksi• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
• Intervensi:
Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga
diri negative
Intervensi:
Intervensi:
A. PENGERTIAN ATRESIANI
Atresiani merupakan bentuk kelainan congenital yang menunjukkan keadaan
tidak ada anus,atau rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada
bayi (agenesis rectum).
Dalam istilah kedokteran atresiani itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara congenital yang
disebut juga clausura.
Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.
B. ETIOLOGI ATRESIANI
Penyebab yang sebenarnya dari atresiani sejauh ini belum diketahui, namun
ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan,fusi & pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Namun demikian pada agenesis anus,sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresiani.
Orangtua tidak diketahui apakah karier gen pada kondisi ini. Janin menerima
copian dari kedua gen orangtuanya. Pasangan suami istri yang karier gen tersebut
berpeluang 25 % untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan berikutnya.
C. PATOFISIOLOGI ATRESIANI
Anus dan rectum berkembang dari embriogenik bagian belakang ujung ekor
merupakan bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitoury dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak adanya kelengkapan migrasi dan perkembangan
strukrtur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
E. KLASIFIKASI ATRESIANI
Secara fungsional, pasien atresiani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula rektovagina atau rektofourchette yang relative
besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon,memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
F. ASKEP ATRESIANI
1. Pengkajian
a. Biodata klien : meliputi nama, alamat, umur,jenis kelamin,status
b. Riwayat keperawatan :
- Riwayat keperawatan /kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
d. Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal
Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif, dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit. Sakit kehamilan mengalami infeksi
intrapartal. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat social
Hubungan social
f. Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan ganglion
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah
c. Cemas orangtua
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan
DEFENISI
Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama masuk
ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme
Infeksi Saluran Kemih adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada manifestasi bakteri pada
saluran kemih
Infeksi Saluran Kemih adalah berkembangnya mikro organisme didalam saluran kemih yang dalam
keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus / mikro organisme lain
ETIOLOGI
Organisme penyebab infeksi tractus urinarius yang paling sering ditemukan adalah Eschericia coli
( 80% kasus ) E. coli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme organisme lain yang juga
dapat menyebabkan Infeksi Saluran Perkemihan adalah golongan proteus, klebsiela, pseudomonas,
enterokokus dan staphylokokus. ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran
kencing baik anatomi maupun fungsionis normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderisa wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa supervisial kandung kemih. Penyebab
kuman tersering ( 90% ) adalah E. coli
PATOFISIOLOGI
Masuknya mikro organisme kedalam saluran kemih dapat melalui penyebaran endogen yaitu kontak
langsung dari tempat infeksi tersebut. Hematogen, linfogen, eksogen, sebagai akibat pemakaian alat
berupa kateter atau sistiskopi. Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan asending, tetapi
dari kedua cara ini asendinglah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada
pasian dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang sementara mendapat pengobatan
imunosupresif.
PENATALAKSANAAN
Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat yang menyebabkan suasana
urine alkali jika terdapat disuria berat dan diberikan anti biotik yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk
bakteri gram negative dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam urine. Wanita dengan
bakteriuria asimtomatik atau gejala ISK bagian bawah cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama
lima hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan urine porsi tengah, seminggu kemudian jika masih positif
harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pria kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih
lebih besar, sehingga sebaiknya diberikan terapi anti biotic selama lima hari, bukan dosis tunggal dan
diadakan pemeriksaan lebih lanjut.
MANIFESTASI KLINIS
Infeksi bakteri kegejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala
klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut:
Pada ISK bagian bawah keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas diuretra sewaktu
kencing dengan air kemih sedikit sedikit serta rasa tidak enak didaerah supra publik.Pada ISK bagian
atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak
atau nyeri pinggang.
KOMPLIKASI
Pada umumnya factor factor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih
adalah wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki laki. Faktor factor postulasi dari
tingkat yang tinggi terdiri dari uretra dekat kepada rectum dan kurang proteksi sekresi prostat
dibandingkan dengan pria. Mekanisme yang berhubungan termasuk statis urine yang merupakan
medai yang kultur bakteri.
PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK dinyatakan
positif bila terdapat > 5 leukosit / lapang pandang besar ( LPB ) sedimen air kemih. Adanya leukosit
silinder pada sediment urine menunjukkan ada keterlibatan ginjal. Hematuria dipakai oleh beberapa
peneliti sebagai petunjuk adanya ISK yaitu bila dijumpai 5 – 10 eritrosit / LPB sediment urine. Dapat
juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan gromerulus ataupun oleh
sebab uriolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
PENGKAJIAN
Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
1)Identitas klien
2)Identitas penanggung
Riwayat kesehatan :
Pengkajian fisik :
DIAGNOSA KEPERAWATAN
b.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan
dengan ISK.
d.Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Perencanaan :
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak
adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil :
INTERVENSI
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra
Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm
dengan ISK.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola
eliminasi secara adekuat.
Kriteria :
Intervensi :
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Rasional :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan
nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Rasional :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.
Kriteria hasil :
2)Klien tenang
Intervensi :
Rasional :
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
Rasional :
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
Rasional :