Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

GANGGUAN HEMODINAMIK
LEUKEMIA

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI

Leukemia adalah terjadinya produksi sel darah darah putih yang berlebihan dan merupakan
gangguan pembentukan sel darah putih yang terjadi di sumsum tulang.

B. ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum sepenuhnya di ketahui tetapi ada beberapa faktor yang di anggap
sebagai risiko untuk terkena leukemia. Faktor resiko itu antara lain terpapar pada bahan-bahan kimia
tertentu, seperti khemoterapi atau radiasi atau pencemar udara tertentu, tetapi sebagian besar leukemia
tidak di ketahui faktor yang ikut membawa resiko ( menyebabkan ).

C. PATOFISIOLOGI
Sel-sel normal di dalam sumsum tulang di gantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel
abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat di temukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel
leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh
penderita.

D. PATOGENESIS
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligma yang muncul dari
perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol seluler
normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada perubahan pada kode
genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi.

E. KLASIFIKASI
Leukemia dapat di klasifikasikan atas dasar :

a. Perjalanan alamiah penyakit


i. Akut
ii. Kronis
b. Tipe sel predominan yang terlibat
i. Limfoid
ii. Mieloid
c. Jumlah leukosit dalam darah
i. Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal, terdapat sel-sel
abnormal.
ii. Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, terdapat
sel-sel abnormal
iii. Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal, tidak
terdapat sel-sel abnormal.
d. Prevalensi empat tipe utama
i. Leukemia Limfositik akut ( LLA ) sering terjadi pada anak-anak.
ii. Leukemia Muelositik akut ( LMA ) sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak
iii. Leukemia Limfositik kronis ( LLK ) sering di derita olah orang dewasa yang berumur
lebih dari 55 tahun
iv. Leukemia mielositik kronis ( LMK ) sering terjadi pada orang dewasa.

F. DIAGNOSA BANDING
Kalau dokter mencurigai adanya leukemia, akan di lakukan pemeriksaan darah, karena gejalanya
yang tidak spesifik itu adakalanya leukemia di temukan secara kebetulan ketika pasien melakukan “
GENERAL CHECK UP “, jika hitung sel darah menunjukkan adanya tanda-tanda leukemia
pemeriksaan di lanjutkan dengan memeriksa sumsum tulang melalaui biopsi.

Pemeriksaan sumsum tulang inisangat berguna karena kita memeriksa langsungpada tempat sel
darah putih itu di buat, yang pada leukemia nampak ada perubahan-perubahan ( kelainan ) pada sel
yang baru di bentuk. Jika akan di lakukan pemeriksaan analisis sitogenetik untuk mengetahuiapakah
ada mutasi pada sel-sel tersebut yang menandai adanya leukemia.

F. PENGOBATAN
Pengobatan leukemia tergantung kepada jenis leukemianya dari hanyadi obati secarasimtomatik
( mengurangi gejala-gejalanya ) sampai ke penggantian sumsum tulang meskipun ke penggantian
sumsum tulang yang meskipun agresif sering dapat menyembuhkan beberapa jenis leukemia.

Selain itu ada juga yang menggunakan obat yang di arahkan ke sel yang tumbuh secara tidak
normal itu. Leukemia kaut di terapi dengan menggunakan obat khemoterapi dan penggantian sumsum
tulang, untuk CLL ( Chronic Lymphocytic Leukemia ) adakalanya cukup dengan melakukan
pengamatan selama beberapa waktu kerena leukemia ini berkembang sangat lambat, tetapi ketika
pertumbuhannya menjadi makin buruk CLL di obati dengan obat khemoterpi dan untuk CML
(Chronic Myeloid Leukemia ) hanya terapi standar yang sekarang di pakai adalah menggunakan obat
yang bernama IMATINIB.

Angka kesembuhan pada anak-anak kini dapat mencapai 75-80 % dengan menggunakan
kombinasi baru obat-obat khemoterapi. Masalah terbesar yang di hadapi dalam mengobati leukemia
adalah karena tidak mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel darah putihsecara
tidak normal tersebut. Sementara itu obat-obat leukemia yang dapat di arahkan langsung ke sel-sel
yang tumbuh tidak normal itu terus di cari dan di teliti dan mudah-mudahan di masa yang akan datang
akan makin banyak penderita leukemia yang dapat di sembuhkan.

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN

LEUKEMIA
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit : Pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala anoreksia, muntah
, sesak napas cepat.
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : Demam, stromatis, gejala infeksi perkemihan, infeksi
kulit dapat timbul kemerahan
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptchiae, purpura, pandarahan membran mukesa,
pembentukan hematoma purpura
6. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflomasi di sekitar rektol
dan nyeri.

B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggiinfeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder,
gangguan pematangan SDP, peningkatanjumlah Limfosit immatur imunosupresi, penekanan
sumsum tulang
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilanagn berlebihan.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ / nodus limpe sum-sum
tulang di kemas dalam sel Leukemia

C. INTERVENSI
1. Tujuan : Pasien bebas dari infeksi
Kriteria Hasil

 Normotermiab
 Hasil Kultul negatif
 Peningkatan penyembuhan
Intervensi :

a. Tempatkan pada ruangan khusus


b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c. Awasi selalu , perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi
d. Cegah menggigil
e. Dorong sering mengubah posisi nafas dalam dan batuk
f. Auskultulasi bunyi nafas
g. Infeksi kulit untuk uyeri
h. Infeksi membran mukosa mulut
i. Tingkatkan kebersihan pranonal
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
2. Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil

 Volume cairan adekuat


 Mukusa Lembab
 Tenda Vital
Intervensi :

a. Awasi masukan / haluaran


b. Timbang berat badan tiap hari
c. Awasi TD dan frekuensi jantung
d. Evolusi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran cairan
e. Beri masukan cairan 3-4 Liter / hari
f. Infeksi kulit / membran mukosa untuk petemia
g. Implementasi tindakan untuk mencegah sedera jarinagn / pendarahan
h. Batasi perawatan oral utnuk mencari mulut di indikasi
i. Berikan diet halus
3. Tujuan : Nyeri Teratasi
Kriteria Hasil

 Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol


 Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
 Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi :

a. Kaji keluhan nyeri


b. Awasi tanda vital
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
d. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut
f. Berikan tindakan kenyamanan.

HEMOFILIA

LANDASAN TEORI MEDIS

A. Definisi
Hemofilia adalah gangguan pendarahan bersifat herediter yang berkaitan dengan
defisiensi atau kelainan biologik. Faktor VIII den (antihemophilic globulin) dan faktor IX
dalam plasma. (David Ovedoff, kapita selekta kedokteran).
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui
Kromosom X. Karena itu penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja.
Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah
hemofilia dan ibu pembawa sifat dan bersifat letal.

B. Etiologi Hemofilia
 Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor pembekuan
VIII (AHG).
 Hemofilia B di sebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (plasma tromboplastik
antecendent).
Berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua jenis :
1. Hemofilia A
Hemofilia di sebabkan karena kurangnya faktor pembekuan VIII biasanya juga disebut
dengan hemofilia klasik. Dapat muncul dengan bentuk ringan, berat, dan sedang.
a. Berat (kadar faktor VIII / IX – 1%)
b. Sedang (faktor VIII / IX antara 1% − 5%) dan
c. Ringan (faktor VIII / X antara 5% − 30%)
2. Hemofilia B
Hemofilia ini disebabkan karena kurangnya faktor pembekuan IX, dapat muncul dengan
bentuk yang sama, namun yang membedakan tipe A/B adalah dari pengukuran waktu
tromboplastin partial deferensial.

Dapat dilihat dalam tabel


PTT diferensial :

C. Patofisiologi
Pendarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan yang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainnya yang dapat terjadi karena gangguan pada
tahap pertama di mana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme
pembekuan yang terdapat pada hemofilia A. Pendarahan mudah terjadi pada hemofilia
dikarenakan adanya gangguan pembekuan yang terdapat pada hemofilia A dan hemofilia
B. Pendarahan mudah terjadi pada hemofilia dikarenakan adanya gangguan pembekuan,
diawali ketika seseorang berusia +/− 3 bulan atau saat-saat akan mulai merangkak maka
akan terjadi pendarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan pendarahan serebral dan berakibat fatal.
Rasionalnya adalah ketika mengalami pendarahan, berarti terjadi luka pada pembuluh
darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh. Darah keluar dari pembuluh,
pembulu darah mengerut/ mengecil, keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembulu, kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman
penutup luka tidak sempurna, darah tidak berkenti mengalir keluar. Pembuluh lalu terjadi
pendarahan (normalnya faktor-faktor pembeku bekerja membuat anyaman (benang-benang
fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

D. Manifestasi Klinis
 Pendarahan hebat setelah suatu trauma ringan
 Hematom pada jaringan lunak
 Hemartrotis dan Kontraktur sendi
 Hematuria
 Pendarahan serebral
 Kematian

E. Diagnosa
Jika seorang bayi/ anak laki-laki mengalami pendarahan yang tidak biasa, maka diduga dia
menderita hemofilia. Pemeriksaan darah bisa menemukan adanya
Perlambatan maka untuk memperkuat diagnosis serta menentukan jenis dan beratnya.
Dilakukan pemeriksaan atas aktivitas faktor VII dan faktor IX.

F. Pemeriksaan Khusus
 Riwayat keluarga dan riwayat pendarahan setelah trauma ringan
 Kadar faktor VIII dan faktor VIII dan faktor IX
 PTT diferensial

G. Penatalaksanaan
* Transfusi darah untuk pendarahan dan gunakan kriopresipitat faktor VIII dan IX,
transfusi di lakukan dengan teknik VIRISIDAL yang diketahui ifektif membunuh virus-
virus yang dapat menyebabkan infeksi lain akibat transfusi dan disebut sebagai standar
baru hemofilia yaitu F VIII rekonbin dan sehingga dapat menghilangkan resiko tertular
virus.
* Aspirasi Hemartosis dan hindari imobilitas sendi
* Konsultasi genetik

TALASEMIA

LANDASAN TEORI MEDIS

A. Definisi
Thalasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosum

berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai palipeptida hemaglobin kurang

atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hamolotik (Broyles, 1977).

Dengan kata lain, thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik, di mana terjadi kerusakan sel

darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrasit menjadi pendek (kurang dari 120

hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan

dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.

Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai beta.

Pada beta thalasemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat

pada meningkatnya rantai alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan prestisipasi dalam sel

sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi lebih

permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia hematolik.

Kelebihan rantai alpha akan mengurangi stabibilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi

hemoglobin dan membran sel sehingga menimbulkan hemolisa.

Jenis talasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu talasemia mayor yang

memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan talasemia minor yang sering tidak

memberikan hukum SPK.

B. Etiologi

Penyakit talasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak

diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap talasemia dalam sel-selnya.

C. Patofisiologi

Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantai globin disebabkan

rendahnya hemoglobin intra slular (hipokromia). Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer
dan sekurnder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan erietroposis yang tidak efektif

disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Sedangkan yang sekunder adalah karena

defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma, dan destruksi oleh sistem retikulo endoteilial

dalam limfa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi

rantai alpha atau beta dari hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosidersis merupakan hasil kombinasi antara transfusi tulang, peningkatan

absorpsi besi dalam usus karena erittropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses

hemolisis.

D. Manifestasi Klinis

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta major tidak anemis. Gejala awal mulanya pucat

tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang

berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit itu itu tidak ditangani dengan

baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,

kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama

biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatoplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang

yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritroposis yang hiperaktif.

Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.

Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi dapat menyebabkan keperawakan

pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, kering pada tungkai, dan batu

empedu. Pasien menjadi peka terhadap penyakit terutama bila limpanya telah diangkat sebelum

usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan gangguan

perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), oto jantung (aritmia),

gangguan hantaran (gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).


E. Pemeriksaan Penunjang

Anemia biasanya berat dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3 – 9 g/dl. Eritrosit

memperlihatkan anisositosis, pokilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan tarhet dan tear

drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran

sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya.

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya

thalasemia adalah ditemukannya Hb Bert’s dan HbH. Pada thalasemia beta kadar HbF bervariasi

antara 10 – 900%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

F. Penatalaksanaan

Atasi anemia dengan transfusi PRC (Packed Red Cell). Transfusi hanya diberikan 8 g/dl.

Sekali diputuskan untuk diberi transfusi, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak

melebihi 15 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di ats 5 g/dl,

diberikan 10 – 15 mg/kg BB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kg BB dalam waktu

3 – 4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis

satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kg BB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kg

BB/jam. Sambil menunggu persiapan transfusi darah, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 – 4

jam/menit. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30

menit setelah pemberian transfusi terakhir.

Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu desferal secara

IM atau IV.

Splenoktomi diindikasikan bila terjadi hiperplenisme atau limpa terlalu besar sehingga

membatasi gerak pasien menimbulkan tekanan intra abdominal yang mengganggu nafas dan

beresiko mengalami ruptur. Hiperplenisme ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml/kg

BB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hiperplenisme lanjut ditandai

oleh adanya pansitopemia. Splektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi

limpa dalam sistem immun tubuh dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus

tersebut melalui darah.

Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan

thalasemia mayor. Diberikan asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang

meningkat pada pasien thalasemia khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.

Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hari, endokrin

termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, dan tulang.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Asal

Asal keturunan / kewarganegaraan. Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di

sekitar Laut Tengah (Mediterania), seperti Turki, Yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di

Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak-anak, bahkan merupakan

penyakit darah yang banyak diderita.

b. Umur

Pada thalasemia major yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat

sejak anak berumur kurang satu tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya

lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur 4 – 6 tahun.
c. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi

lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat

transport

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap

tumbuh kembang sejak anak masih bayi karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang

bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalasemia major. Pertumbuhan fisik anak

adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti

tidak ada pertumbuhan rambut pubis danb ketiak, kecerdasan anak juga dapat mengalami

penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan

perkembangan anak normal.

e. Pola Makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan sehingga berat

badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

f. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat

karena bila beraktivitas cepat merasa lemah dan letih.

g. Riwayat Kesehatan

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua

menderita thalasemia?

h. Riwayat itu lomus saat selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam

adanya faktor resiko thalasemia.

i. Data Keadaan Fisik


Fisik anak thalasemia yang sering terlihat adalah dan perlu dikaji adalah sebagai

berikut:

1) Keadaan umum

2) Kepala dan bentuk muka anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai

bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bbentuk mukanya adalah mongolid.

3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

5) Dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung

6) Perut terlihat membuncit

7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umur dan berat badannya kurang dari normal

8) Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapus darah tepi, contohnya 10 penegakan

profesionalisme

j. Penatalaksaan

1) Perawatan bentuk umum yaitu makanan dengan gizi seimbang

2) Perawatan khusus

a) Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah

b) Spleknotomi dilakukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun dan bila

limpa terlalu besar sehingga resikonya berat

3) Pemberian

Roborantia hindari preparat yang mengandung zat besi

4) Desferiovamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu akselerasi

Fe.
TETRALOGI OF FALLOT

LANDASAN TEORI MEDIS

I. Pengertian
Tetralogi Fallot ( TF ) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang abnormal meliputi
defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikal kanan.

II. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. Di
duga karenanya factor endogen dan eksogen. Factor tersebut antara lain :
* Factor endogen dan eksogen
- berbagai jenis kelainan penyakit genetik : kelainan kromosom
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
- Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
atau kelainan bawaan
* Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan
tanpa resep dokter.
* ibu menderita penyakit infeksi : rubella.

III. Pemeriksa Diagnosa


a. Pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemologin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65%.
b. Radiologis
Sinar x pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran
jantung. Jantung tampak efeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
c. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hamper selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi vertical
kanan. Pada anak besar di jumpai P pulmonal.
d. Elektrodiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikal kanan, penurunan
ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru-paru
e. Kateternisasi
Diperukan sbelumnya tindakan pembedaan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi stenosis pulmanol perifer. Mendeteksi adanya penurunan satuan oksigen
peningkatan tekanan ventrikel kanan dengan telanan pulmonalis normal atau rendah.

IV. Manifestasi
Pada bayi-bayi (episode sianotik dan hipoksia sering disebut “Blue Spell”. Spell terjadi bila
kebutuhan oksigen otak melebihi suplainya. Episode ini biasanya terjadi bila bayi menangis lama,
setelah makan mengedi bayi-bayi ini lebih menyukai posisi “Knee Chest”, daripada posisi tegak
anak-anak tampak sianotis di bibir dan kuku kuku, keterlambatan tumbuh kembang, bentuk jari
tubuh, tubuh sering dalam posisi jongkok untuk mengurangi hipoksia, pinsang atau
keterbelakangan mental bisa terjadi akibat hipoksi kronik pada otak. Kejang dapat terjadi setelah
melakukan aktifitas . Bising pansistolik biasanya terdengar pada batas kiri sternum bagian tengah
sampai bawah, biasanya disertai thrill.
Gambaran foto toralis - adanya gambaran seperti boot dan lapangan paru yang digemik.

V. Komplikasi
- Polisitemia
- Tromboplebitis
- Emboli
- Penyakit pembuluh darah otak, abses otak
- Hiferpiva dengan sianotis berat dapat
- Berakibat tidak sadarkan diri dan meninggal

VI. Pengobatan
* Paliatif pada heonatus
- Waterston shunt menghubungkan lubang di sisi aorta dengan sisi arteri pulmonalis kanan.
Pada bayi atau anak-anak.
- Blalock – Taussig shunt anastonosis arteri subclavia ke arteri pulmonalis.
* Korektif
Penutupan VSD, Valvotomi pulmosial dan reseksi infundibulum yang mengalami hipertropi.

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam diagnosa keperawatan perlu dilakukan pengkajian data dari has :


- Amnesa
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Anamnesa
Dari hasil pengkajian tersebut data yang diperoleh adalah dan masalah yang dialami klien :
- Penyebab timbulnya keluhan
- Informasi tentang kelainan struktur dan fungsi jantung / pembuluh darah.
- Informasi tentang keluhan jantung dan aktifitas klien yang tidak memperberat kerja
jantung.

I. Anamnesa :
Hal yang perlu diungkapkan dalam melakukan hal ini adalah :
1. Riwayat perkawinan
Pengkajian, apakah anak ini diinginkan atau tidak, karena apabila anak tersebut tidak
diinginkan, kemungkinan selama hamil ibu telah menggunakan obat-obat yang bertujuan
untuk menggugurkan kandungannya.
2. Riwayat kehamilan
Apakah selama hamil ibu pernah menderita penyakit yang dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin, seperti hipertensis, Dn, atau penyakit virus seperti rubella khususnya bila
terserang pada kehamilan trimester pertama.
3. Apakah diantara keluarga ada yang menderita penyakit yang sama.
4. Apakah ibu / ayah perokok (terutama selama hamil).
5. Apakah ibu / ayah pernah menderita penyakit kelamin (Sphilis).
6. Sebelum hamil apakah ibu mengikuti KB dan bentuk KB yang pernah digunakan.
7. Obat apa saja yang pernah dimakan ibu selama hamil.
8. Untuk anak sendiri apakah pernah menderita penyakit demam rematik.
9. Apakah ada kesulitan dalam pemberian makan / minum.
10. Obat-obat apa saja yang pernah dimakan anak

 Gejala-gejala yang sering dialami penderita penyakit jantung bawaan antara lain :
1. Sakit dada 6. Kelelahan
2. Sesak nafas 7. Edema
3. Palpitasi 8. Sianosis
4. Pusing dan simkope 9. Squatting / jongkok
5. Batuk-batuk 10.Kesulitan dalam pemberian makan / menetek
 Beberapa contoh masalah keperawatan atau diagnose perawatan :
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan sehubungan dengan :
- Oksigen dan nutrisi tidak adeqnat.
- Isolasi sosial.
2. Intolerannsi aktifitas sehubungan dengan suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang.
3. Gangguan “Body Image” sehubungan dengan intoleransi terhadap aktifitas dan ras yang
berbeda dari teman lain
4. Potensial sering terjadi infeksi sehubungan dengan fisik yang kurang baik.
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit sehubungan dengan kurangnya informasi.
6. Gangguan proses dalam keluarga sehubungan dengan keperawatan anak.
7. Gangguan psikologis pada anak dan atau keluarga sehubungan dengan masa perawatan di
Rumah Sakit.

RENCANA KEPERAWATAN PADA PAASIEN DENGAN TOF (TETRALOGI OF


FALLOT)

I. Diagnosa keperawatan 1
Gangguan oksigenasi berhubungan dengan adanya pirau ventrikel kanan ke ventrikel kiri,
pulmonal stenosis.
Tujuan : kebutuhan oksigen terpenuhi
Rencana :
- Atur posisi yang nyaman untuk klien
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi saturasi oksigenasi
- Aktifitas sesuai dengan kemampuan fisik
- Kolaborasi pemberian oksigen
II. Diagnosa keperawatan 2
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Tujuan : rasa nyaman terpenuhi
Rencana :
- Pertahankan lingkungan yang sejuk
- Berikan kompres air biasa
- Berikan selimut
- Observasi suhu, intake cairan yang cukup
- Kolaborasi pemberian obat-obatan

III. Diagnosa keperawatan 3


Kurangnya pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana :
- Ukur berat badan setiap hari
- Atur makan posisi kecil tapi sering
- Beri makan dengan posisi kree chest
- Kolaborasi dengan bagian gizi dalam pemberian zat

IV. Diagnosa keperawatan 4


Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan kemampuan fisik.
Tujuan : Tumbuh kembang sesuai usia
Rencana :
- Kaji factor penyebab
- Beri informasi pada orang tua tentang tugas perkembangan anak sesuai usia
- Beri informasi pada pasien untuk melakukan tugas tumbuh kembangnya sesuai usia.
SINDROME NEFROTIK

LANDASAN TEORI MEDIS

A.PENGERTIAN
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop, SINDROM NEFROTIK adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein
karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).

• Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
(Ngastiyah, 1997).

B.ETIOLOGI
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi
etiologinya menjadi:

1. Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada
masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang
bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh:

– Malaria kuartana atau parasit lain.

– Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

– Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.

– Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air
raksa.

– Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif


hipokomplementemik.

3.Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan
minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

C. Tanda dan Gejala


• Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:

• Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.

• Proteinuria dan albuminemia.

• Hipoproteinemi dan albuminemia.

• Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.

• Lipid uria.

• Mual, anoreksia, diare.

• Anemia, pasien mengalami edema paru.

D. Klasifikasi

• Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

– Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).


Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom
nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

– Sindrom Nefrotik Sekunder. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus
sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan
neoplasma limfoproliferatif.

– Sindrom Nefrotik Kongenital. Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

E. PATOFISIOLOGI

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang
lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya
muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri
atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu
banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas,
2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang
mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun
dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan
menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995:
833).

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan
dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang
mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin
yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada
reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi
natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan
reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi
karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema.
(Husein A Latas, 2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya
hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang
disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini
dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).

F. KOMPLIKASI
 IdiopatiK
 Reaksi auto imun
 Penyakit sekunder
 Tekanan hidrostatik
 Tekanan Osmotic plasma
 Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
 Edema
 Sel terjepit
 Gangguan metabolisme sel
 Stimulasi jaringan tubuler
 Kelelahan
 Intoleransi aktivitas
 Aktivasi mekanisme renin angiotensin
 Stimulasi duktus kolektifus
 Aktivasi mekanisme renin angiotensin
 Stimulasi jaringan tubuler
 Stimulasi duktus kolektifus
 Kontriksi pembuluh darah
 Reabsorbsi Na
 Reabsorbsi air
 Oliguri
 Hipertesi
 Edema anasarka
 Immobilitas
 Penekanan lama pada tubuh
 GG. INTEGRITAS KULIT
 Bedrest
 Sulit bergerak
 Perubahan penampilan
 Intoleransi aktivitas
 Gg. Body image
 Retensi cairan diseluruh tubuh
 Kelebihan volume cairan
 Paru-paru
 Ekspansi dada dan paru
 Ventilasi tidak adekuat
 Sesak nafas
 Perubahan pola nafas
 Abdomen
 Menekan gaster
 Mual, muntah
 anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
 Edema disaluran pencernaan
 Usus
 Absorbsi tidak adekuat
 Gg. Pola eliminasi diare

G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
– Urine

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
– Darah

H. MANIFESTASI KLINIK

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat,
tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin <>
Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

I. PENATALAKSANAAN
• Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan
selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis
jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
• Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan
natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan
ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil
keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami
anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.

• Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.
Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

• Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah
alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
• Kemoterapi:

• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali
sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika
obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan,
osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.

• Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah
dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.

• Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan
pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid
dan siklofosfamid.

• Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.

• Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik.
Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang
memaksa perawatan di rumahn sakit.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

– Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.

– Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan
kegagalan fungsi ginjal.

– Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada
wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ),
pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah,
perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
– Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa
darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan

• Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)

• Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)

• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)

• Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).

• Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)

• Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)

• Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).

• Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

C. Intervensi

Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong,


Donna L, 2004 : 550)

Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.

KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi
edema.

• Intervensi:

• Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan

• Observasi perubahan edema

• Batasi intake garam

• Ukur lingkar perut

• timbang berat badan setiap hari

Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)kolaborasi pemberian obat-
obatan sesuai program dan monitor efeknya

Tujuan: Pola nafas adekuat

KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

• Intervensi:
– auskultasi bidang paru

– pantau adanya gangguan bunyi nafas

– berikan posisi semi fowler

– observasi tanda-tanda vital

– kolaborasi pemberian obat diuretic

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat
badan

Intervensi:
• tanyakan makanan kesukaan pasien

• anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan

• pantau adanya mual dan muntah

• bantu pasien untuk makan

• berikan makanan sedikit tapi sering

• berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).


Tujuan: tidak terjadi infeksi

KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas
normal.

Intervensi:

• cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

• pantau adanya tanda-tanda infeksi• lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive

• anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien

• kolaborasi pemberian antibiotic

Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)

Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energy

KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan


toleransi aktivitas

• Intervensi:

• pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas


• rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap

• anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien

• berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)

Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit

KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit

Intervensi:
• inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi

• berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit

• ubah posisi tidur setiap 4 jam

• gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.

Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).

Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image

KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga

diri negative

Intervensi:

• gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya

• dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi

• berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak

» Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

Tujuan: tidak terjadi diare

KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak

Intervensi:

• observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses

• identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien

• berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap


ATRESIANI

LANDASAN TEORI MEDIS

A. PENGERTIAN ATRESIANI
Atresiani merupakan bentuk kelainan congenital yang menunjukkan keadaan
tidak ada anus,atau rectum yang buntu terletak di atas muskulus levator ani pada
bayi (agenesis rectum).
Dalam istilah kedokteran atresiani itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara congenital yang
disebut juga clausura.
Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.
B. ETIOLOGI ATRESIANI
Penyebab yang sebenarnya dari atresiani sejauh ini belum diketahui, namun
ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan,fusi & pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Namun demikian pada agenesis anus,sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresiani.
Orangtua tidak diketahui apakah karier gen pada kondisi ini. Janin menerima
copian dari kedua gen orangtuanya. Pasangan suami istri yang karier gen tersebut
berpeluang 25 % untuk terjadi lagi malformasi pada kehamilan berikutnya.

C. PATOFISIOLOGI ATRESIANI
Anus dan rectum berkembang dari embriogenik bagian belakang ujung ekor
merupakan bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitoury dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak adanya kelengkapan migrasi dan perkembangan
strukrtur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.

D. MANIFESTASI KLINIS ATRESIANI


Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar
dari vagina) dan jarang rektoreineal.
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus
dilakukan colok anus dengan menggunakan thermometer yang dimasukkan sampai
sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai
sarung tangan. Jika terdapat kelainan maka thermometer atau jari tidak dapat
masuk.
Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari
perineum. Gejala yang menunjukkan terjadinya atresiani atau anus imperforate
terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa :
1. Perut kembung
2. Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna
hitam kehijauan karena cairan mekonium)
3. Tidak bisa buang air besar dan kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir
4. Tidak ada atau stenosis kanal rectal
5. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat
sampai dimana terdapat penyumbatan.
6. Adanya membrane anal dan fistula eksternal pada perineum

E. KLASIFIKASI ATRESIANI
Secara fungsional, pasien atresiani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi
perempuan dengan fistula rektovagina atau rektofourchette yang relative
besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan
dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon,memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.

F. ASKEP ATRESIANI
1. Pengkajian
a. Biodata klien : meliputi nama, alamat, umur,jenis kelamin,status
b. Riwayat keperawatan :
- Riwayat keperawatan /kesehatan sekarang
- Riwayat kesehatan masa lalu
c. Riwayat psikologis
Koping keluarga dalam menghadapi masalah
d. Riwayat tumbuh kembang BB lahir abnormal
Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif, dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit. Sakit kehamilan mengalami infeksi
intrapartal. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat social
Hubungan social
f. Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi berhubungan dengan ganglion
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah
c. Cemas orangtua
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan

INFEKSI SALURAN KEMIH

LANDASAN TEORI MEDIS

DEFENISI

Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama masuk
ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme

Infeksi Saluran Kemih adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada manifestasi bakteri pada
saluran kemih

Infeksi Saluran Kemih adalah berkembangnya mikro organisme didalam saluran kemih yang dalam
keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus / mikro organisme lain

ETIOLOGI
Organisme penyebab infeksi tractus urinarius yang paling sering ditemukan adalah Eschericia coli
( 80% kasus ) E. coli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme organisme lain yang juga
dapat menyebabkan Infeksi Saluran Perkemihan adalah golongan proteus, klebsiela, pseudomonas,
enterokokus dan staphylokokus. ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran
kencing baik anatomi maupun fungsionis normal. ISK sederhana ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderisa wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa supervisial kandung kemih. Penyebab
kuman tersering ( 90% ) adalah E. coli

PATOFISIOLOGI

Masuknya mikro organisme kedalam saluran kemih dapat melalui penyebaran endogen yaitu kontak
langsung dari tempat infeksi tersebut. Hematogen, linfogen, eksogen, sebagai akibat pemakaian alat
berupa kateter atau sistiskopi. Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan asending, tetapi
dari kedua cara ini asendinglah yang paling sering terjadi. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada
pasian dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang sementara mendapat pengobatan
imunosupresif.

PENATALAKSANAAN

Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat, diberikan obat yang menyebabkan suasana
urine alkali jika terdapat disuria berat dan diberikan anti biotik yang sesuai. Biasanya ditujukan untuk
bakteri gram negative dan obat tersebut harus tinggi konsentrasinya dalam urine. Wanita dengan
bakteriuria asimtomatik atau gejala ISK bagian bawah cukup diobati dengan dosis tunggal atau selama
lima hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan urine porsi tengah, seminggu kemudian jika masih positif
harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada pria kemungkinan terdapat kelainan saluran kemih
lebih besar, sehingga sebaiknya diberikan terapi anti biotic selama lima hari, bukan dosis tunggal dan
diadakan pemeriksaan lebih lanjut.

MANIFESTASI KLINIS

Infeksi bakteri kegejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala
klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut:

Pada ISK bagian bawah keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas diuretra sewaktu
kencing dengan air kemih sedikit sedikit serta rasa tidak enak didaerah supra publik.Pada ISK bagian
atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak
atau nyeri pinggang.

KOMPLIKASI

Pada umumnya factor factor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran kemih
adalah wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki laki. Faktor factor postulasi dari
tingkat yang tinggi terdiri dari uretra dekat kepada rectum dan kurang proteksi sekresi prostat
dibandingkan dengan pria. Mekanisme yang berhubungan termasuk statis urine yang merupakan
medai yang kultur bakteri.

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK dinyatakan
positif bila terdapat > 5 leukosit / lapang pandang besar ( LPB ) sedimen air kemih. Adanya leukosit
silinder pada sediment urine menunjukkan ada keterlibatan ginjal. Hematuria dipakai oleh beberapa
peneliti sebagai petunjuk adanya ISK yaitu bila dijumpai 5 – 10 eritrosit / LPB sediment urine. Dapat
juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan gromerulus ataupun oleh
sebab uriolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.

LANDASAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Dalam melakukan pengkajian pada klien ISK menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

Data biologis meliputi :

1)Identitas klien

2)Identitas penanggung

Riwayat kesehatan :

1)Riwayat infeksi saluran kemih

2)Riwayat pernah menderita batu ginjal

3)Riwayat penyakit DM, jantung.

Pengkajian fisik :

1)Palpasi kandung kemih

2)Inspeksi daerah meatus

a)Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine

b)Pengkajian pada costovertebralis


Riwayat psikososial

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan

Persepsi terhadap kondisi penyakit

Mekanisme kopin dan system pendukung

Pengkajian pengetahuan klien dan keluarga

1)Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit

2)Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.

b.Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan
dengan ISK.

c.Nyeri yang berhubungan dengan ISK.

d.Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Perencanaan :

Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih

Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien memperlihatkan tidak
adanya tanda-tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

1)Tanda vital dalam batas normal

2)Nilai kultur urine negatif

3)Urine berwarna bening dan tidak bau

INTERVENSI

1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C

Rasional :

Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh

2)Catat karakteristik urine

Rasional :

Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Rasional :

Untuk mencegah stasis urine

4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.

Rasional :

Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.

5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.

Rasional :

Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih

6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.

Rasional :

Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan frekuensi dan atau nokturia) yang berhubunganm
dengan ISK.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola
eliminasi secara adekuat.

Kriteria :

1)Klien dapat berkemih setiap 3 jam

2)Klien tidak kesulitan pada saat berkemih

3)Klien dapat bak dengan berkemih

Intervensi :

1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih

Rasional :

Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put

2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam

Rasional :

Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.

3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam

Rasional :

Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.


4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal

Rasional :

Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.

5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman

Rasional :

Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

Nyeri yang berhubungan dengan ISK

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan
nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil :

1)Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih.

2)Kandung kemih tidak tegang

3)Pasien nampak tenang

4)Ekspresi wajah tenang

Intervensi :

1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.

Rasional :

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Rasional :

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot

3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Rasional :

Untuk membantu klien dalam berkemih

4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.

Rasional :

Analgetik memblok lintasan nyeri


Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah.

Kriteria hasil :

1)Klien tidak gelisah

2)Klien tenang

Intervensi :

1)Kaji tingkat kecemasan

Rasional :

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional :

Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

3)Beri support pada klien

Rasional :

4)Beri dorongan spiritual

Rasional :

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien

5)Beri penjelasan tentang penyakitnya

Rasional :

Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

Anda mungkin juga menyukai