ToR Day 3 - Speaker 2 - Fix
ToR Day 3 - Speaker 2 - Fix
Gambaran Umum
Kasus pelecehan maupun kekerasan seksual terhadap wanita kian marak
meskipun dalam situasi pandemi. Beberapa kasus seperti anak anggota DPRD Kota
Bekasi yang melakukan perkosaan kepada remaja putri berusia 15 tahun, Gofar
Hilman yang dituding melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan
pada tahun 2018 yang kemudian viral di Twitter, peristiwa di Denpasar yang dimana
korban hamil lalu dinikahkan dengan pemerkosanya, dan masih banyak kasus - kasus
lain (Purba, J. P., 2021). Berdasarkan laporan catatan tahunan 2020 Komnas
Perempuan meskipun terjadi penurunan pengaduan korban ke berbagai Lembaga
Layanan di masa pandemik, Komnas Perempuan justru menerima kenaikan
pengaduan sebesar 2.389 dikarenakan melalui pengaduan online (Komnas
Perempuan, 2021). Kekerasan seksual yang terjadi banyak memberikan beragam
dampak negatif terhadap korban. Mulai dari dampak terhadap aspek fisik, psikologis,
hingga sosial. Dampak terhadap aspek psikologis sendiri sangatlah membutuhkan
perhatian. Korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma, depresi, kecemasan, dan
berkemungkinan memiliki dorongan yang kuat untuk bunuh diri.
Di tahun 2020 sendiri, seorang perempuan berinisial SR (21) yang merupakan
warga Bangkalan, Jawa Timur ditemukan meninggal dunia. Ia diduga bunuh diri
lantaran frustasi karena diperkosa oleh delapan pemuda secara bergantian. Hal itu
membuktikan bahwa kekerasan seksual memiliki dampak negatif yang sangat hebat
bagi kondisi psikis korban dan membutuhkan perhatian lebih dan penanganan dengan
segera. Masih maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi tersebut tentu bukanlah
tanpa penyebab. Tidak adanya landasan hukum yang cukup kuat untuk memproses
berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi serta tidak adanya payung hukum yang
cukup dapat melindungi perempuan terutama korban kekerasan seksual menjadi salah
satu penyebabnya.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kekerasan seksual
yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana hanyalah mencakup dua hal yaitu
pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan dan itu dinilai belum cukup kuat
karena kekerasan seksual memiliki dimensi yang lebih luas daripada itu. Oleh karena
itu, sangat dibutuhkan kepastian hukum akan kekerasan seksual yang bisa
menyempurnakan aturan-aturan yang telah ada sebelumnya, kepastian hukum yang
dapat memberikan perlindungan terhadap korban dan dapat mencegah serta
meminimalisir terjadinya kekerasan seksual di berbagai ranah. Melihat deretan kasus
kekerasan seksual terhadap wanita yang terjadi di Indonesia, Sekretaris Jenderal DPR,
Indra Iskandar, pada Maret 2021 pun setuju bahwa Indonesia sekarang berstatus
darurat kekerasan seksual. Peraturan saat ini masih fokus terhadap aspek pidana dan
pemidanaan pelaku, namun kurang memperhatikan pemenuhan hak - hak korban dan
pemulihan psikologis korban. Kondisi inilah yang kemudian mendorong perlu adanya
payung hukum seperti RUU PKS yang sebenarnya sudah diinisiasi oleh Komnas
Perempuan sejak 2012 (Purba, J. P., 2021). Dengan munculnya RUU PKS, pro kontra
pun terjadi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kegiatan ini ingin mengedukasi peserta
mengenai perlunya payung hukum dan proses pengawalan RUU PKS sampai saat ini
yang berguna memberikan perlindungan terhadap korban.
B. Bentuk Kegiatan
Webinar 16 HAKtP Festival hari ketiga akan berbentuk pemaparan materi dari
dua pembicara, sesi tanya jawab dan media intervensi yang dipandu oleh moderator
serta ice breaking, pre-test dan post-test yang dipandu oleh pembawa acara. Untuk
Ika Putri Dewi akan menjadi pembicara 2 dengan ranah pembahasan konsep
kekerasan seksual dalam perspektif psikologi.
C. Rumusan Masalah
1. Pembicara 1
E. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Meningkatkan pemahaman dan partisipasi seluruh lapisan masyarakat
dalam mencegah serta menghentikan isu kekerasan terhadap
perempuan dalam upaya edukasi.
b. Memberikan gambaran perspektif dalam tindakan kekerasan terhadap
perempuan pada berbagai ranah.
2. Tujuan Khusus
a. Peserta mendapatkan edukasi mengenai urgensi perlindungan hukum
kekerasan seksual terhadap perempuan.
b. Peserta mendapatkan edukasi mengenai konsep kekerasan seksual
dalam perspektif psikologi.
F. Acara
1. Diawali dengan sesi ice breaking dan pre-test yang dipandu oleh pembawa
acara.
2. Sesi pemaparan materi yang akan dibawakan oleh dua pembicara yang akan
dibantu oleh moderator.
3. Dilanjutkan sesi tanya jawab dengan peserta yang diharapkan dijawab oleh
dua pembicara dan dipandu oleh moderator.
4. Adanya media intervensi yang dipandu oleh moderator dan post-test yang
dipandu oleh pembawa acara.
5. Penutupan acara akan dipandu oleh pembawa acara.
H. Susunan Acara
I. Penyelenggara
J. Layanan Informasi
contact person
K. Penutup
Demikian TOR (Term of Reference) ini disusun sebagai panduan pelaksanaan
kegiatan dan dengan harapan bisa memberikan gambaran yang jelas kepada
pembicara serta berbagai pihak yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Kami masih terbuka terhadap materi lain yang masih berhubungan dengan materi
yang kami berikan. Atas perhatian dan dukungannya, kami ucapkan terima kasih.