Anda di halaman 1dari 15

Bab II.

Embriogenesis

A. Capaian Pembelajaran Praktikum

Capaian pembelajaran praktikum embriogenesis adalah sebagai berikut:

a) Mampu membedakan telur yang dibuahi dan tidak dibuahi


b) Mampu mendeskripsikan embriogenesis
c) Mampu membuat alur mekanisme embriogenesis – menetas
d) Mampu mendeskripsikan faktor-faktor yang memengaruhi embriogenesis
e) Mampu memelihara larva ikan sampai akhir praktikum
f) Mampu mempraktekkan menentukan jenis pakan, frekuensi, dan jumlah
pakan yang diberikan pada larva
g) Mampu menghitung volume kuning telur, lebar bukaan mulut, laju
pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang-bobot mutlak,dan derajat
kelangsungan hidup.

B. Pendahuluan

Perkembangan Embrio

Perkembangan embrio adalah suatu proses perkembangan mahluk hidup bermula


sesaat setelah pembuahan, embriogenesis (proses perkembangan telur dalam rongga
chorion), sampai dengan menetas menjadi mahluk hidup yang berukuran kecil (pada
ikan disebut larva). Informasi yang diperoleh dari proses embriogenesis sangat
bermanfaat untuk rekayasa genetika dan pemuliaan ikan. Embriogenesis akan
berlangsung pada saat inkubasi dimulai dari proses pembelahan sel telur (cleavage),
morulasi, blastulasi, gastrulasi, dan dilanjutkan dengan organogenesis yang
selanjutnya menetas. Karakterisasi dari tahap perkembangan embrio merupakan
tahapan penting untuk dicatat mengingat tahap perkembangan suatu spesies yang
sudah ada sangat bervariasi bergantung pada jenis ikan dan kondisi lingkungan
tempat penetasan, seperti suhu. Tahapan dari perkembangan embrio ikan lele Mutiara
mengacu pada tahap perkembangan embrio pada ikan African giant catfish (Olaniyi
dan Omitogun, 2014) akan dijelaskan sebagai berikut:

Tahapan perkembangan Gambar

a) Tahap oosit (Oosit stage)


Telur yang matang (mature) yang belum dibuahi
dengan ditandai struktur berbentuk bulat atau
bulat telur dan sebagian besar berisi kuning telur.
Namun, kriteria ini tidak digunakan sebagai bagian
dari tahap perkembangan embrionik ketika tidak
dibuahi. Telur berwarna kehijauan terang-coklat
(light greenish-brown) (Gambar 1).
b). Tahap Embriologi (Embryonic stage)

- Tahapan ini dimulai dari oosit yang terbuahi sampai embrio menetas keluar dari
chorion (Gambar 2). Untuk ikan lele Mutiara, telur-telur yang fertil dan
berkembang secara sempurna tetap tampak jernih dengan bagian kuning telur
tampak berwarna hijau-kecokelatan dengan sedikit bintik berwarna kemerahan
hingga 7-9 jam setelah fertilisasi, sedangkan telur-telur yang mati berwarna
putih susu (keruh).
Gambar 2. Tahap awal perkembangan embrionik dari African giant catfish. A: Fertilized
egg; outer perivitelline membrane, opm; inner perivitelline membrane, ipm. B: Polar
division. Anal pole, ap; Vegetal Pole, vp. C: One-cell stage. D: Two-cell stage. E: Four-
cell stage. F: Eight-cell stage. G: Sixteen-cell stage. H: Thirty-two-cell stage. I: Sixty-
four-cell stage. J: Morula. K: Blastula (High). L: Blastula (low). M: Enveloping layer,
EVL; yolk syncytial layer, YSL; blastoderm, b. N: 50% Epiboly. O: Germ ring (shown by
arrow). P: Embryonic shield (shown by arrow). Q: 75% Epiboly. R: 95% Epiboly; yolk
plug, yp. S: Epiboly completed (100%); polster, p; tail bud, tb; perivitelline membrane
thickens. T: Neural keel, nk; Tail bud expansion noticed. U: Formation of somite blocks;
somite block, s; notochord, n; early emergence of optic primordia, op. V: Kupffer’s
vesicle, kv; spinal cord, sc; sclerotome, sl; myotome, m. Earlier formed somites
developed into myotome blocks and progressed caudally. Differentiation of aggregated
tail bud cells forming notochord's primordia and spinal cord, marking pharygula stage;
somites develop and mature cephalocaudally. W: Optic placode, pp; and otic placode,
tp; with the two tiny otoliths; inward cellular movement, i, noticed. X: Hollowed
embryonic membrane/pouch during hatching; chorion or perivitelline membrane, pm;
area of emergence, ao. Scale bar: 1 mm; Magnification: ×40

c). Tahap setelah embriologi (Post-embryonic stage) dan Tahap perkembangan larva

Tahap perkembangan pada fase ini mulai langsung ketika larva menetas keluar dari
korion sampai habisnya kuning telur. Sedangkan tahap perkembangan larva dimulai
setelah penyerapan kuning telur lengkap dan larva mulai makan dari luar. Periode ini
adalah periode larva awal dimana larva yang menetas telah menyelesaikan sebagian
besar morfogenesisnya dan mulai tumbuh dengan cepat. Tahap ini berlangsung selama
beberapa hari atau bulan (Gambar 3).

Gambar 3. Tahap setelah embrionik dan tahap perkembangan larva dari African giant
catfish. A: Cerebellar differentiation. Hind brain, h; mid brain, m; fore brain, f
(diencephalon, d; telencepahlon, t); otic placode, tp; optic placode, pp; olfactory
placode, lp; yolk sac, ys. B: First day old larva. Anus, as; yolk sac, ys. C: Second day
old larva. Telencephalon, t; diencephalon, d; epiphysis, e; mid brain, m; hind brain,
h; otolith, o; otic placode, tp; mouth gape, mg; mouth and jaw primordia, mjp; yolk
sac, ys. D: Third day old larva. Yolk sac, ys; eye, ee; operculum, opc. E: Fourth day
old larva. Caudal fin rays formation; caudal fin ray, cfr. Scale bar: 1 mm;
Magnification: ×40

d) Tahap penetasan

Larva-larva ikan lele Mutiara mulai menetas sekitar 18 jam setelah fertilisasi pada suhu
28-29 oC. Proses penetasan telur ikan lele Mutiara dilakukan dalam media air yang
mengalir atau mengalami proses pergantian atau menggunakan fasilitas aerasi untuk
memberikan suplai gas oksigen terlarut yang cukup bagi perkembangan telur/embrio.
Idealnya, kadar gas oksigen terlarut selama proses penetasan dijaga tidak kurang dari
5 mg/L. Jika penetasan dilakukan dalam air yang tidak mengalir dan tidak terjadi
pergantian air menghasilkan daya tetas yang rendah, bahkan tak jarang telur-telur mati
dan tidak dapat menetas. Oleh karena itu, pada proses penetasan dalam air yang tidak
mengalir perlu dilakukan penggantian air (bersuhu sama) dan menggunakan padat
tebar telur yang rendah berkisar 100-150 butir telur/liter (sekitar 0,1-0,2 g telur/liter)
(Iswanto et al., 2014)

Larva-larva yang baru menetas biasanya mengumpul saling menempel atau menempel
pada substrat, hal ini dikarenakan adanya organ penempel pada bagian dasar perut
yaitu pada kantung kuning telurnya. Kemudian larva bersifat fototaksis negatif
(menghindari cahaya), maka larva yang baru menetas berkumpul di daerah yang gelap
pada dasar bak penetasan. Setelah dua hari kita bisa melihat larva berenang. Sehingga
perlu disiapkan pakan alami untuk larva. Penyifonan dilakukan dengan hati-hati untuk
membuang larva-larva yang mati ataupun sisa-sisa telur-telur yang tidak menetas dari
bak penetasan.

Post-embryonic developmental
stages in Clarias gariepinus.
Larval stages (fourth day of
hatching) in Clarias gariepinus:
(a) increased appendage
barbells; (b) well developed
alimentary canal; (c) well
developed fins. Scale bar: 1 mm.
Magnification: ×40.
Post-embryonic developmental
stages in Clarias gariepinus. Larval
stages (fourth day of hatching) in
Clarias gariepinus: (a) translucent
larva with well developed
alimentary canal; (b) well
developed pectoral fin at second
week old (depicted by arrow). PF,
pectoral fin. Scale bar: 1 mm.
Magnification: ×40.

Sumber: Olaniyi and Omitogun, 2013

Mekanisme Penetasan Telur

Mekanisme penetasan telur dapat dibedakan menjadi dua:

1) Kerja mekanik, dikarenakan embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan


ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan
dalam cangkangnya (Lagler et al. 1962). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut
bagian telur lembek dan tipis akan pecah sehingga embrio akan keluar dari
cangkangnya.

2) Kerja enzimatik, yaitu enzim dan zat kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar
endodermal di daerah pharink embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya
bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Sehingga
pada bagian cangkang yang tipis dan terkena chorionase akan pecah dan ekor embrio
keluar dari cangkang kemudian diikuti tubuh dan kepalanya.

Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas penetasan telur

Efisiensi pemanfaatan kuning telur merupakan besarnya atau banyaknya jaringan


tubuh yang terbentuk dari penyerapan kuning telur, diukur berdasarkan perbandingan
antara pertumbuhan dengan penyerapan kuning telur. Efisiensi pemanfaatan kuning
telur bernilai maksimal apabila kuning telur yang dikonversikan menjadi jaringan tubuh
juga maksimal dan efisiensi pemanfaatan kuning telur akan bernilai maksimal pada
suhu yang optimal.
Embrio yang diinkubasi pada suhu optimal menghasilkan larva yang berukuran besar,
porsi kuning telur menjadi jaringan lebih tinggi, kemampuan makan dan berenang
lebih besar, kuat dan tidak mudah sakit. Hal tersebut menyebabkan daya tahan larva
tinggi, sehingga diharapkan akan meningkat kelangsungan hidup
Menurut Sumantadinata (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur
adalah :
- Kualitas telur, dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan pada induk dan
tingkat kematangan telur.
- Lingkungan yaitu kualitas air terdiri dari suhu, oksigen, karbon-dioksida,
ammonia.
- Gerakan air yang terlalu kuat yang menyebabkan terjadinya benturan yang
keras di antara telur atau benda lainnya sehingga mengakibatkan telur pecah.
Faktor luar yang yang berpengaruh terhadap penetasan telur ikan adalah suhu,
oksigen terlarut, pH, salinitas dan intensitas cahaya (Affandi 2000). Proses penetasan
umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Karena, pada suhu
yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio
akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang
lebih intensif. Namur demikian, suhu yang terlalu tinggi atau berubah mendadak dapat
menghambat proses penetasan dan menyebabkan kematian embrio serta kegagalan
penetasan. Suhu yang baik untuk penetasan ikan adalah 27 – 30 °C.

C. Metode Praktikum

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini disajikan pada Tabel 1.


Tabel 2. Alat praktikum
Nama Alat Ukuran/Jumlah Keterangan
Akuarium 50x40x30 cm3/12 unit Wadah pemeliharaan
dan perlakuan
Akuarium filter 50x40x30 cm3/3 unit Media filter air
Air conditioner (AC) 1 unit Pendingin
Submesible Heater 300 W/2 unit Induksi suhu air
Thermostat 2 unit Pengatur suhu air
Pompa air 3 unit Resirkulasi air
Kontainer 195 l/2 unit Tandon air
Kontainer 100 l/2 unit Wadah pendingin dan
pemanas
Keran air 12 unit Output air
Pipa paralon 1 dan ½ inc @2 batang Saluran air
Drat paralon 1 inc/24 buah Penghubung paralon
Filter dacron 25x10 cm/6 buah Filter
Filter zeolite 3 cm Filter
Evafoam 50x40 cm/48 lembar Penutup sisi akuarium
Impraboard 50x40 cm/12 lembar Penutup atas akuarium
Blower 1 unit Suplai oksigen
Selang aerasi 1 m/12 unit Media suplai oksigen
Batu aerasi 12 unit Media suplai oksigen
Termometer (effosola) 12 unit Alat ukur suhu
pH meter (ATC) 1 unit Alat ukur pH
DO meter 1 unit Alat ukur DO
Refraktometer (atago) 1 unit Alat ukur salinitas
Milimeter blok A3/2 unit Alat ukur panjang
Neraca analitik 4 desimal 1 unit Alat ukur bobot
Gelas preparat 1 box Alat untk menempatkan objek

Cover glass 1 box Alat untuk menutup objek


pengamatan
Botol penetasan 14 buah Untuk menetaskan telur

Mikroskop 2 unit Alat untuk mengamati


perkembangan embrio-larva

Kamera 1 unit Dokumentasi

Bahan yang digunakan pada praktikum ini disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2. Bahan praktikum
Nama Bahan Jumlah Keterangan
Telur patin dan Telur gurame 2400 ekor Dibeli
Kuning telur 3 buah Di rebus
Pakan artemia 1 kaleng ditetaskan
Pakan Tubifex sp. 1 kg Dibeli
Pakan komersil pf 800 (prima feed) 3018,82 kg Protein 39 – 41%

Perlakuan

Telur patin dan telur gurami akan diberi perlakuan sebagai berikut:
 P1: Suhu media pemeliharaan pada 25oC
 P2: Tiroksin 0,1 mg/L + suhu media pemeliharaan pada 25oC
 P3: Suhu media pemeliharaan mengikuti suhu ruang
 P4: Tiroksin 0,1 mg/L + suhu media pemeliharaan mengikuti suhu ruang
 P5: Suhu media pemeliharaan pada 30oC
 P6: Tiroksin 0,1 mg/L + suhu media pemeliharaan pada 30oC
Variabel Praktikum
1. Volume kuning telur

Laju penyerapan kuning telur dihitung berdasarkan volume kuning telur awal dan
kuning telur sisa. Volume kuning telur dapat dihitung dengan mengukur diameter
memanjang dan melebar kuning telur. Volume kuning telur dihitung dengan rumus:

𝜋
𝑉 = ( )𝐿𝐻
6
Keterangan :
V : volume kuning telur (mm3)
L : diameter kuning telur memanjang (mm)
H : diameter kuning telur memendek (mm)

2. Organogenesis

Pengamatan organ – organ tubuh dilakukan dengan mencatat waktu pertama kali
organ – organ muncul, dengan mencatat kapan terbentuknya dan karakteristinya
(tanda), misalnya: Mulut larva mulai membuka (ditandai dengan terpisahnya rahang
atas dan rahang bawah).
a. Jantung
b. Sistem peredaran darah
c. Bintik mata
d. Mulut larva mulai membuka
e. Gelembung renang
f. Organ pencernaan (usus)
g. Tingkah laku Jerkey motion

3. Lebar Bukaan Mulut

𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝐵𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑙𝑢𝑡 = 𝑅𝑎 𝑥√2


Keterangan:
Ra = Panjang Rahang Atas Larva

4. Laju Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate)

Nilai LPS dihitung dengan rumus Lugert et al. (2016):


ln(𝑊𝑡) − ln (𝑊𝑜)
𝐿𝑃𝑆 = × 100
𝑡
Keterangan:

LPS = laju pertumbuhan spesifik (%/hari)


Wt = bobot rata-rata akhir pemeliharaan (g).
Wo = bobot rata-rata akhir pemeliharaan (g)
t = lama pemeliharaan (hari)

5. Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak meliputi pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan


berat mutlak. Adapun cera mengukur dan rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Pertumbuhan panjang mutlak diketahui dengan cara mengukur jarak antara ujung
terminal mulut hingga ujung sirip ekor. Panjang mutlak dihitung dengan
mengambil 10-20 ekor ikan setiap perlakuan selanjutnya diukur pan-jang total
menggunakan jangka sorong.
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung menggunakan rumus:

𝐿=𝐿 –𝐿
Keterangan
L : pertumbuhan panjang mutlak (mm)
Lt : panjang larva pada akhir (mm)
Lo: panjang ikan pada awal (mm)

Pertumbuhan berat mutlak larva nilem dihitung dengan mengambil 10-20 ekor
ikan setiap perlakuan selanjutnya dapat diukur menggunakan timbangan digital.
Pertumbuhan bobot mutlak dihitung menggunakan rumus Effendie (1997) yaitu:
𝑊 = 𝑊𝑡 – 𝑊
Keterangan:
W : Pertumbuhan bobot mutlak (mg)
Wt : Bobot total ikan akhir (mg)
Wo : Bobot total ikan awal (mg)

6. Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup larva ikan dilakukan dengan membandingkan jumlah


ikan hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan
Perhitungan derajat kelangsungan hidup (Effendie, 1997) :
𝑁𝑡
𝑆𝑅 = 𝑥100%
𝑁𝑜
Keterangan:
SR : Kelangsungan hidup/survival rate (%)
Nt : Jumlah benih ikan akhir/panen (ekor)
No : Jumlah benih ikan awal/penebaran (ekor)
Prosedur Kerja

1. Setiap kelompok memastikan memasukkan ±200 ekor butir telur/botol


penetasan/akuarium.
2. Untuk perlakuan yang menggunakan tiroksin dilakukan dengan merendam
telur pada stadia bintik mata sebanyak 600 butir/jenis ikan dengan dosis 0,1
mg/L selama 12 jam. Setelah perendaman, larva dimasukkan ke dalam
akuarium pemeliharaan larva sesuai dengan perlakuan yang akan diujikan.
3. Setiap kelompok mengukur panjang dan lebar kuning telur dilakukan 1 jam
sekali selama 24 jam pertama setelah pembuahan, kemudian setiap 2 jam
sekali selama 1 hari, kemudian 4 jam sekali selama 2 hari, 6 jam sekali
selama 2 hari dan 12 jam sekali sampai bentuk larva ikan tersebut definif,
dengan mengambil 3-5 butir telur/larva. Pengamatan dilakukan
menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikro-meter, dicatat dan
didokumetasikan.
a. mengamati perkembangan embrio dari fase satu sel sampai fase epiboli,
b. mengamati perkembangan embrio dari fase epiboli sampai fase sebelum
menetas,
c. mengamati perkembangan embrio dari sesaat sebelum menetas sampai
larva satu hari,
d. mengukur panjang larva pada saat menetas.
4. Setiap kelompok mengukur suhu dan pH air pemeliharaan, pastikan filter
selalu bersih.
5. Sampling panjang dan bobot larva akan dilakukan pada larva berumur 3 hari
(L0 dan W0) lalu dilanjutkan pemeliharaan sampai larva berumur 14 hari dan
dihitung derajat kelangsungan hidupnya.
6. Pada saat larva berumur 2 – 7 hari diberi pakan naupli Artemia, lalu larva
umur 7-14 mulai diberi Daphnia dan Tubifex. Metode ad-libitum digunakan
dengan frekuensi 4-5 sehari selama menggunakan pakan alami.
7. Perwakilan setiap kelompok menghitung derajat kelangsungan hidup (SR),
mengukur panjang (Lt) dan bobot (Wt) dari sampel pengamatan.
8. Masing-masing kelompok membuat video dari setiap tahapan dan membuat
draft PKM AI (Artikel Ilmiah).
D. Daftar Pustaka

Eka, S.H., Mukti, A.T., Satyantini, W.H., and Mubarak, A.S. (2020). Preliminary study:
the effect of cryopreservation on the gastrula-staged embryo of African catfish
(Clarias gariepinus). IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 441
012124 doi:10.1088/1755-1315/441/1/012124
Effendie, M.I. 1997. Biology Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogya-karta.
163 hal.
Iswanto, B., Suprapto, R., Marnis, H., dan Imron. (2016). Performa Reproduksi IKan
Lele (Clarias gariepinus). Media Akuakultur, 11 (1): 1-9.
Lugert, V., Thaller, G., Tetens, J., Schulz, C., & Krieter, J. (2016). A review on fish
growth calculation: multiple functions in fish production and their speci-fic
application. Reviews in Aquaculture, 8(1), 30-42.
Olaniyi, W.A. and Omitogun, G. O. (2014). Embryonic and larval developmental stages
of African giant catfish Heterobranchus bidorsalis (Geoffroy Saint Hilaire, 1809)
(Teleostei, Clariidae). SpringerPlus 3:677
Prosedur Operasional Standar Budidaya Ikan Lele. (2014). Loka Riset Pemuliaan dan
Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (LRPTBPAT). Sukamandi.
E. Lembar Kerja Dua

Judul: u

1. Deskripsikan dan gambarkan karakteristik telur yang dibuahi dan tidak dibuahi
sesuai dengan praktikum yang dilakukan dan beri keterangan:

Telur Yang Dibuahi Telur Yang Tidak Dibuahi

2. Deskripsikan dan gambarkan karakteristik embrio dan atau larva sesuai dengan
praktikum yang dilakukan dan beri keterangan:

Perlakuan Karakteristik Umur Gambar


embrio/larva embrio/larva
(Jam dan atau
hari)
a. Jantung
b. Sistem
peredaran
darah
c. Bintik mata
d. Mulut larva
mulai
membuka
e. Gelembung
renang
f. Organ
pencernaan
(usus)
g. Tingkah
laku Jerkey
motion

3. Lengkapi tabel berikut ini berdasarkan sampling yang dilakukan:

Perlakuan Kualitas Air


Suhu pH Ganti Volume ganti
air/tidak air

4. Lengkapilah table berikut ini berdasarkan apa yang kelompok anda lakukan:

Perlakuan Jenis Pakan Frekuensi Jumlah pakan


yang diberikan Pemberian Pakan
5. Hitunglah variabel pengamatan praktikum dan isikan pada table berikut:
Perlakuan Parameter
Volume kuning Lebar bukaan Laju Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan Derajat
telur mulut Spesifik Panjang Mutlak Berat Mutlak kelangsungan
hidup

Anda mungkin juga menyukai