Anda di halaman 1dari 12

GEOMETRI SEBAGAI SISTEM DEDUKTIF

Oleh
Nabila Dina Nosya (1813021027)
Nadia Angelina Br Ginting (1813021051)
Windi Astrid Melinda (1813021058)
Beigis Biantari (1853021003)

Dosen pengampu:
Dr. Haninda Bharata, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2021
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
kekuatan, kesempatan, dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dari mata kuliah Geometri Aksiomatis dengan judul “Geometri sebagai
Sistem Deduktif” dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk makalah
ini. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah menyukseskan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 31 Agustus 2021

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

II. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


A. Pengertian dan Sejarah Geometri ............................................................ 3
B. Pola Pikir Deduktf dalam Matematika .................................................... 4
C. Geometri sebagai suatu Sistem Deduktif ................................................ 5

IV. PENUTUP ................................................................................................ 8


A. Kesimpulan.............................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Geometri berasal dari kata Latin “Geometria”. Kata geo memiliki arti
tanah dan metria memiliki arti pengukuran. Berdasarkan sejarah, Geometri
tumbuh jauh sebelum Masehi karena keperluan pengukuran tanah di sekitar
kawasan sungai Nil setelah terjadi banjir. Dalam bahasa Indonesia Geometri
dapat diartikan sebagai Ilmu Ukur. Geometri juga didefinisikan sebagai cabang
matematika yang mempelajari titik, garis, dan bidang serta benda-benda ruang
beserta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungan satu sama lain (Moeharti
Hadiwidjojo, 1986: 1.2).

Geometri dapat dipandang sebagai sistem deduktif, suatu sistem yang


harus ada pengertian-pengertian pangkal, yaitu unsur-unsur dan relasi-relasi yang
tidak didefinisikan, kemudian definisi, selain definisi juga harus ada relasi-relasi
lain yang dapat dibuktikan dengan menggunakan definisi atau postulat-postulat
itu yang disebut dalil atau teorema. Proses untuk mendapatkan atau menurunkan
suatu dalil dari himpunan pangkal, definisi, dan postulat inilah yang disebut
deduksi. Dalam Geometri sebagai suatu sistem deduktif himpunan postulat itu
dapat dipandang sebagai aturan permainan (Moeharti Hadiwidjojo, 1986: 1.3–
1.4).

Geometri yang pertama-tama muncul sebagai suatu sistem deduktif adalah


Geometri dari Euclid. Sekitar tahun 330 SM, Euclid menulis buku sebanyak 13
buah dengan mengumpulkan materi dari berbagai sumber. Buku (naskah)
tersebut mengalami beberapa kali transliterasi. Naskah tersebut kemudian
dikenal sebagai The Elements atau Euclid’s Elements. Salah satu ilmuan yang
memiliki andil dalam menganalisis dan menulis kembali The Elements adalah
ahli sejarah J.L Hiberg. Dalam bukunya yang pertama Euclid menjelaskan
mengenai definisi, postulat, aksioma (common notions) dan dalil. Euclid melalui
bukunya telah menjelaskan beberapa definisi dan lima kebenaran “nyata” yang
dinamakan postulat. Tujuan adanya makalah ini adalah untuk mengupas tuntas
geometri sebagai sistem deduktif.
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu geometri?
2. Apa itu pola pikir deduktif dalam matematika?
3. Bagaimana geometri sebagai sistem deduktif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian geometri
2. Untuk mengetahui pola pikir deduktif dalam matematika
3. Untuk mengetahui geometri sebagai sistem deduktif
3

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Geometri

Perintis geometri adalah orang Babilonia purba. Tanah antara sungai Trigis
dan Eufrat tempat tinggal orang Babilonia, semula berupa rawa. Kanal-kanal
dibangun untuk mengeringkan rawa itu dan untuk menampung luapan air sungai.
Untuk maksud pembangunan kanal, mereka perlu meneliti tanah. Dalam
melakukan penelitian itu, orang Babilonia menciptakan aturan-aturan untuk
mencari luas tanah. Aturan-aturan ini tidak terperinci benar, tetapi pengetahuan
yang mereka peroleh cukup untuk pembangunan kanal.

Sementara di Mesir, orang yang mempunyai ladang pertanian di sepanjang


sungai Nil dikenakan pajak sesuai dengan tanah milik mereka. Dalam musim
penghujan, sungai Nil akan meluap mengenai tanah itu, dan menghanyutkan
semua tanda-tanda batas pemilikan tanah. Oleh karena itu, orang perlu mengukur
lagi tanah sehingga masing-masing pemilik akan memperoleh bagian mereka
yang sah. Setelah banjir surut, orang yang telah dilatih secara khusus disebut
tukang perentang tali akan menetapkan petunjuk batas baru. Mereka
menggunakan simpul-simpul tali berjarak sama, sehingga mereka dapat mengukur
panjang yang diinginkan dan membagi tanah itu ke dalam bentuk-bentuk segitiga,
segiempat, persegi panjang, dan trapesium.

Kemudian mereka menciptakan aturan-aturan yang praktis untuk mengukur


luas bentuk-bentuk itu yang bersifat garis besar dan sering tidak tepat. Seperti
yang kita ketahui sekarang, misalnya, luas setiap segitiga adalah setengah hasil
kali alas dan tingginya. Orang Mesir secara salah memberikan ukuran luas
segitiga ini sebagai setengah hasil kali alasnya dengan sebuah sisi. Sebagian besar
dari segitiga-segitiga yang panjang dan sempit, dan dalam segitiga seperti itu tidak
terdapat perbedaan antara panjang sisi dan tingginya. Oleh karena itu, hasil dari
perhitungan orang Mesir berguna sekali sebagai dasar pembagian tanah dan
penarikan pajak terhadap pemiliknya.
4

Orang Yunani menamakan pengukur tanah bangsa Mesir zaman dahulu para
geometer atau pengukur tanah. Geometri berasal dari bahasa Yunani “ge” artinya
tanah dan “metria” artinya ukuran. Pengukur tanah menemukan banyak fakta
tentang segitiga, bujur-sangkar, empat persegi panjang, dan bahkan lingkaran.
Fakta ini menjadi ilmu yang oleh orang Yunani disebut “geometri” atau “ilmu
tentang ukuran tanah”. Geometri dewasa ini lebih luas daripada tahap awalnya,
tetapi ilmu ini masih menyangkut ukuran, bentuk, dan kedudukan benda-benda.
Orang Yunani membuat kemajuan penting dalam bidang geometri. Mereka tidak
hanya mengoreksi aturan-aturan orang Mesir yang salah, tetapi juga mempelajari
berbagai bentuk geometri agar dapat menyusun hubungan-hubungannya.

B. Pola Pikir Deduktif dalam Matematika

Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif. Dalam


pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah
satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar
(Hasibuan, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, Suyitno (2010) menyatakan
matematika adalah berpola pikir deduktif. Artinya, pola pikir matematika
berangkat dari hal yang umum, menuju ke hal-hal yang khusus. Sistem deduktif
dalam matematika, dikenal 2 istilah penting, yaitu istilah ”pengertian” dan
istilah ”pernyataan”. Pengertian dibedakan atas 2 hal, yaitu Pengertian pangkal
dan pengertian bukan pangkal. Pengertian pangkal adalah unsur atau elemen
dalam matematika yang harus kita terima sebagai fakta tanpa harus didefinisikan
(undefined terms).

Contoh pengertian pangkal adalah: pengertian bilangan dua, pengertian titik,


pengertian garis, pengertian bidang, dan sebagainya. Jadi, titik cukup digambar
dan tidak perlu didefinisikan. Dapatkah kita mendefinisikan titik sebagai: ”Titik
adalah sesuatu yang tidak punya panjang, tidak punya lebar, tidak punya
ketebalan, dan kecil tak berhingga”. Bagaimana menggambar titik tersebut jika
titik tersebut tidak memiliki panjang, lebar, maupun ketebalan? Titik memang
objek abstrak dalam matematika sehingga seharusnya memang tidak bisa
digambar. Jadi, konsep tentang titik, garis, atau bidang haruslah kita terima
5

sebagai sebuah fakta dalam matematika. Pengertian pangkal amat diperlukan agar
tidak terjadi ”berputar-putar dalam dalam pendefinisian”.

Pengertian bukan Pangkal dalam matematika, dikenal sebagai definisi.


Definisi adalah ungkapan yang diperlukan untuk membatasi suatu konsep dalam
matematika (Suyitno, 2010). Contoh definisi: Trapesium adalah segiempat yang
mempunyai tepat sepasang sisi sejajar. Jadi trapesium merupakan salah satu
term/istilah dalam matematika yang perlu dan dapat didefinisikan (defined terms).
Definisi dalam matematika amat dibutuhkan, untuk menghindari dari
peristiwa ”berputar-putar dalam pembuktian”.

Pernyataan Bukan Pangkal, disebut juga dengan teorema, dalil, rumus, atau
sifat. Kebenaran sebuah teorema atau sebuah sifat, haruslah dibuktikan. Salah satu
ciri matematika adalah matematika dijiwai dengan kebenaran konsisten yaitu
kebenaran yang didahului oleh kebenaran-kebenaran sebelumnya. Dengan ciri ini,
maka bukti deduktif dalam matematika harus urut. Misalnya, untuk membuktikan
Teorema 3, tidak boleh menggunakan Teorema 4 atau 5. Teorema 3 harus
dibuktikan dengan menggunakan teorema-teorema atau aksioma-aksioma, atau
definisi sebelumnya. Untuk membuktikan Teorema 3 ini, maka kebenaran
Teorema 1 dan 2 harus sudah terbukti. Selain teorema, dalam pernyatan bukan
pangkal ini juga dikenal dengan istilah Lema (lemma), dan Teorema Akibat
(corollary).

C. Geometri Sebagai Suatu Sistem Deduktif

Geometri berasal dari kata Latin “Geometria”. Kata geo memiliki arti tanah
dan metria memiliki arti pengukuran. Geometri menurut sejarahnya tumbuh pada
zaman sebelum Masehi karena keperluan pengukuran tanah setiap kali sesudah
sungai Nil di Mesir banjir. Dalam Bahasa Indonesia Geometri diterjemahkan
sebagai ilmu Ukur. Geometri dapat didefinisikan sebagai cabang Matematika
yang mempelajari titik, garis, bidang dan benda-benda ruang serta sifat-sifat-nya,
ukuran-ukurannya dan hubungannya satu sama lainnya. Jadi, Geometri dapat
dipandang sebagai suatu studi yang mempelajari tentang ruang phisik.
6

Kita telah mengetahui apa yang disebut garis, segitiga, jajaran genjang,
persegi panjang, bujur sangkar, belah ketupat, trapesium, kubus, bola, kerucut,
prisma dan sebagainya. Bangun-bangun atau benda-benda itu perlu didefinisikan
dan untuk mendefinisikan sesuatu diperlukan pengertian-pengertian sebelumnya.
Jadi, tidak mungkin semuanya didefinisikan. Untuk menghindari lingkaran dari
definisi perlu adanya pengertian-pengertian pangkal atau unsur-unsur yang tidak
didefinisikan. Contohnya, titik adalah perpotongan dua garis. Garis adalah
penghubung dua titik.

Suatu definisi harus dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat yang memuat
“bila dan hanya bila” atau dapat dibalik. Misalnya : Suatu segitiga sama sisi
adalah suatu segitiga yang ketiga sisinya sama. Ini harus berarti : Jika suatu
segitiga sama sisi, maka ketiga sisinya sama. Jika suatu segitiga sisinya sama,
maka segitiga itu sama sisi.

Mengingat perlu adanya unsur-unsur yang tidak didefinisikan, maka tidak


semua relasi dapat didefinisikan. Jadi harus ada relasi yang tidak didefinisikan.
Unsur-unsur dan relasi-relasi yang tidak didefinisikan disebut pengertian pangkal.

Geometri dapat dipandang sebagai suatu sistem deduktif. Dalam suatu sistem
deduktif harus ada pengertian-pengertian pangkal, yaitu unsur-unsur dan relasi-
relasi yang tidak didefinisikan. Masih diperlukan pula definisi-definisi dari unsur-
unsur lain dengan menggunakan pengertian pangkal tersebut. Definisi
memungkinkan kita memberi nama pada unsur-unsur sehubungan dengan
pengertian pangkal itu. Selain itu harus ada relasirelasi atau pernyataan yang dapat
diterima tanpa bukti yang dinamakan sebagai asumsi atau aksioma atau postulat.
Relasi-relasi lainnya yang dapat dibuktikan dengan menggunakan definisi atau
postulatpostulat itu dinamakan dalil atau teorema.

Proses untuk mendapatkan atau menurunkan suatu dalil dari himpunan


pengertian pangkal, definisi dan postulat disebut suatu deduksi. Jadi, sistem
7

deduktif mempunyai sejumlah pengertian pangkal, definisi, postulat, dan teorema-


teorema. Gambaran sistem deduktif dapat disajikan sebagai berikut:

Dalam Geometri sebagai suatu sistem deduktif himpunan postulat itu


dipandang sebagai “aturan permainan”. Himpunan postulat harus konsisten,
artinya tidak boleh ada 2 pernyataan yang bertentangan. Demikian pula tidak
boleh ada 2 dalil yang bertentangan. Demikian pula tidak boleh ada 2 dalil yang
bertentangan yang diturunkan dari himpunan postulat itu.

Dalam Geometri harus hanya ada satu presentasi yang memenuhi satu
himpunan postulat itu atau jika ada dua, tentu keduanya harus isomorphic.
Dikatakan himpunan postulat itu harus “categorical”. Dalam Geometri kita akan
memperhatikan kesimpulan-kesimpulan dan akibat-akibat dari himpunan postulat
itu dan tidak memperhatikan artinya dalam ruang hidup kita.
8

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif. Dalam
pembelajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah
satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar
(Hasibuan, 2013). Sejalan dengan hal tersebut, Suyitno (2010) menyatakan
matematika adalah berpola pikir deduktif. Artinya, pola pikir matematika
berangkat dari hal yang umum, menuju ke hal-hal yang khusus.

Geometri dapat dipandang sebagai suatu sistem deduktif. Dalam suatu


sistem deduktif harus ada pengertian-pengertian pangkal, yaitu unsur-unsur dan
relasi-relasi yang tidak didefinisikan. Masih diperlukan pula definisi-definisi dari
unsur-unsur lain dengan menggunakan pengertian pangkal tersebut. Definisi
memungkinkan kita memberi nama pada unsur-unsur sehubungan dengan
pengertian pangkal itu. Selain itu harus ada relasi-relasi atau pernyataan yang
dapat diterima tanpa bukti yang dinamakan sebagai asumsi atau aksioma atau
postulat. Relasi-relasi lainnya yang dapat dibuktikan dengan menggunakan
definisi atau postulatpostulat itu dinamakan dalil atau teorema.
9

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono. 2006. “Dasar-Dasar Geometri Suatu Pengantar Mempelajari Sitem-


Sistem Geometri”. LIMIT: Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika, 03; 1-16.
Suyitno, Amin. 2010. Sistem Deduktif Aksiomatis dalam Matematika dan
Matematika Sekolah. AKSIOMA: Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika, 1(2).
Hasibuan, Khairani. 2013. Bukti Deduktif Formal Dalam Geometri dan
Implikasinya dalam Pengajaran. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Anda mungkin juga menyukai