Anda di halaman 1dari 6

TUGAS EKSPLORASI KELOMPOK 4

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikologi Siber dengan dosen pengampu Kang Oki
Mardiawan, S. Psi., M.Psi.

Disusun Oleh :

Nur Hanifah Asyri 10050018166

Valiant Almer Maulana 10050018172

Izmi Nanda Nur Fadhilla 10050018201

Diani Auli Syalsadila 10050018217

Nadya Rahma Andjani Putri 10050018245

Kelas G

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2021
1. Bagaimana ruang siber atau ruang online terhadap presentasi diri seseorang
saat berinteraksi di online?
Menurut teori Goffman dalam teorinya disebutkan bahwa disaat seorang
individu online (berada di ruang online), seseorang tersebut bisa memanipulasi
presentasinya, baik itu dilakukan secara individual atau secara berkelompok dengan
orang lain. yang mana ini dilakukan untuk bisa membuat, membentuk dan
menampilkan kesan diri orang lain dengan cara yang menggambarkan dirinya sebagai
orang lain. dalam ruang online juga banyak cara untuk mempresentasikan diri, baik
itu yang ideal, aktual, fiksi ataupun fusi.
Dalam ruang siber terhadap seseorang yang mempresentasikan dirinya saat
berinteraksi online juga lebih memberikan peluang yang cukup luas bagi seseorang
tersebut untuk mengkonstruksi atau memperbaiki dirinya untuk menjadi lebih baik
lagi dibandingkan di dunia offline atau kehidupan nyata
Sumber : Whitty, M. T. & Young G. (2017). Cyberpsychology: The study of
individuals, society and digital technologies. The British Psychological Society and
John Wiley & Sons, Ltd

2. Mengapa proses visual anonymity dan self disembodied di online dapat terjadi?
Berikan contohnya
Anonimitas visual mengacu pada kondisi di mana keberadaan fisik sumber
pesan tidak dapat dideteksi. Dalam CMC, anonimitas visual biasanya mengacu pada
kurangnya representasi visual seseorang, seperti gambar atau klip video ( Barreto &
Ellemers, 2002 ; Lea, Spears, & de Groot, 2001 ; Postmes et al., 2001). Yang mana
artinya kurangnya isyarat visual memungkin kan seseorang untuk mempresentasikan
diri untuk membuat kesan yang lebih baik lagi. Jadi dengan kata lain Visual
Anonymity terjadi karena kurangnya representasi fisik seseorang sehingga membuat
seseorang tersebut membuat kesan yang lebih baik lagi di online.
Contohnya seperti : Seorang yang memakai aolikasi online dating atau tinder yang
mana biasanya banyak yang tidak menampilkan dirinya yang sebenarnya agar bisa
memikat lawan jenisnya
Sumber : Hua Qian, Craig R. Scott, Anonymity and Self-Disclosure on Weblogs,
Journal of Computer-Mediated Communication , Volume 12, Issue 4, 1 July 2007,
Halaman 1428–1451, https://doi.org/10.1111/j. 1083-6101.2007.00380.x
Self Disembodies bisa terjadi karena di online untuk menciptakan dan
menampilkan suatu identitas online tidak bergantung atau dibatasi dengan penampilan
fisik mereka. Dalam dunia online atau maya seorang bisa menjadi ruang yang bebas bagi
seseorang untuk berekspresi, ataupun juga menjadi dirinya sendiri. Dalam dunia virtual
individu dapat bereksperimen untuk menjadi diri yang mereka inginkan di dunia nyata
seperti apa.
Contohnya : Seperti pemain games online yang bisa bebas menggunakan identitas
sesuai yang dia inginkan, akankah ia menjadi perempuan atau laki laku, manusiakah
atau bukan.
Sumber : Whitty, M. T. & Young G. (2017). Cyberpsychology: The study of
individuals, society and digital technologies. The British Psychological Society and
John Wiley & Sons, Ltd

3. Bagaimana proses online self presentasi jika ditinjau berdasarkan Goffman's


theory of self presentation, Arkin's self-presentation strategies, Social
information processing theory, dan Hyperpersonal communication model.

- Goffman’s Theory of Online Self Presentation


Sosiolog Erving Goffman mempresentasikan gagasan bahwa seseorang
berperilaku seperti aktor di atas panggung. Menyebut teorinya dramaturgi,
Goffman percaya bahwa individu menggunakan "impression management"
untuk menampilkan diri kita kepada orang lain seperti yang kita harapkan.
Setiap situasi adalah adegan baru, dan individu melakukan peran yang berbeda
tergantung pada siapa yang hadir atau melihatnya (Goffman 1959). Pada saat
pertunjukan (interaksi) berakhir, individu dianggap kembali ke belakang layar
di mana ia melepaskan perannya, bersantai dan berpotensi mempersiapkan
pertunjukan berikutnya. . Untuk membangun citra positif, individu secara
selektif memberikan informasi tentang diri mereka sendiri dan dengan hati-
hati memenuhi informasi ini dalam menanggapi umpan balik orang lain
(Goffman, 1959). Dalam hal ini, pengguna SNS harus menyesuaikan citra
publik mereka dengan harapan publik.

- Arkin’s Theory of Self Presentation Strategies


Arkin (1981) menyatakan bahwa terdapat dua strategi yang digunakan
individu dalam mempresentasikan dirinya sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Goffman. Pertama acquisitive self-presentation, yaitu
presentasi diri yang digunakan untuk mendapatkan persetujuan orang lain
terhadap diri yang digambarkan. Sedangkan yang kedua protective self-
presentation, yaitu presentasi diri yang digunakan untuk menghindari
ketidaksetujuan orang lain terhadap diri yang ditampilkan. Arkin berpendapat
bahwa manusia cenderung membuat presentasi diri yang serakah, namun
terdapat tiga faktor yang dapat memotivasi mereka untuk beralih ke presentasi
diri yang protektif. Pertama, jika target dianggap berubah-ubah (tidak pasti
karena audiens yang terlalu banyak), mereka akan kesulitan membentuk
harapan tentang presentasi diri yang tepat (citra positif) sehingga memotivasi
individu untuk menggunakan strategi protektif sebagai upaya menghindari
hasil negatif. Kedua, jika informasi yang diungkapkan selama interaksi
merusak citra positif, individu termotivasi untuk membangun protective self-
presentation. Kedua self-presentation ini dipengaruhi oleh faktor internal
(misalnya kepribadian) dan faktor eksternal (misalnya karakteristik
audiens/penonton). Contoh karakteristik internal yang memotivasi individu
untuk membangun protective self-presentation, di antaranya: self-esteem yang
rendah, kekhawatiran atas bagaimana citra diri diterima orang lain, dan
kecenderungan membandingkan diri.

- Teori Social Information Processing atau SIP


Teori Social Information Processing merupakan teori yang
dikemukakan oleh Joe Walther (1992), teori tersebut menyatakan teknologi
berbasis media komputer dapat membantu individu untuk bertukar pesan
secara efektif sehingga membangun hubungan yang dekat diantara
penggunanya. Jika membahas online self presentation menggunakan teori SIP,
dikemukakan bahwa individu yang menggunakan computer mediated
communication atau CMC dapat membuat suatu bentuk yang sama dalam
membangun hubungan seperti pada komunikasi tatap muka, hanya
perbedaannya adalah biasanya akan membutuhkan waktu yang lebih lama,
terkadang individu menyadari bahwa beberapa komunikasi online terkadang
lebih akrab daripada komunikasi rasional.

- Hypersonal Communication Model


Berdasarkan hypersonal communication model, Walther
menggambarkan online self presentation dimana individu yang bertemu secara
online memiliki kesempatan untuk membuat kesan positif yang lebih besar
dibandingkan dengan tatap muka, hal tersebut dikarenakan individu dapat
menuliskan kata-kata tanpa harus bertentangan dengan penampilan fisik, sikap
yang tidak konsisten maupun sisi buruk lainnya. Selama hubungan tersebut
dibangun, individu selalu dapat memperbaiki self disclosure mereka untuk
menyesuaikan cyber image tanpa harus mengkhawatirkan kenyataan.

Sumber:

Rui, J., & Stefanone, M. A. (2012). Strategic self-presentation online: A cross-cultural


study. Elsevier: Computers in Human Behavior, 111-112.

Vitalagas, Rindu M.E. (2017). Penerapan Social Information Processing Theory


Dalam Kelompok Mahasiswa Melalui Instant Messaging (Studi pada Anggota Grup
Line KKN 52 Universitas Muhammadiyah Malang). Diakses 24 September 2021 pada
laman http://eprints.umm.ac.id/37082/3/jiptummpp-gdl-rindumakru-50283-3-
babii.pdf.

4. Bagaimana proses dan peran eksperimen identitas di online pada remaja dalam
membentuk identitas diri pada remaja?

Perlu untuk diingat, bahwa pada masa remaja, khususnya pada masa awal
remaja, merupakan fase yang sangat krusial bagi remaja untuk membentuk self dan
identitas dirinya. Pada masa remaja ini, mereka dihadapkan dengan krisis identitas.
Maka dari itu, pada masa remaja, mereka akan lebih terdorong untuk melakukan
eksperimen identitas.

Berdasarkan dari suatu penelitian (Kostanski dan Gullone, 1998), dapat dilihat
bahwa terdapat penurunan self-esteem dan persepsi akan physical attractiveness pada
diri remaja di tahap remaja awal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Valkenburg
dkk. (2005), terlihat bahwa remaja cenderung terdorong untuk menggunakan internet
disaat mereka dihadapkan dengan kesulitan self-presentation dan kesulitan interaksi
sosial. Internet digunakan sebagai cara untuk mempresentasikan diri mereka sebagai
orang yang lebih dewasa. Valkenburg dkk. (2005), menemukan bahwa motivasi
remaja untuk menggunakan internet, yaitu untuk melakukan eksplorasi diri (untuk
melihat bagaimana orang lain akan bereaksi terhadap self dirinya), kompensasi sosial
(untuk mengatasi perasaan malu), dan untuk memfasilitasi kehidupan sosialnya
(memfasilitasi pembentukan hubungan relasi).

Dari penjelasan diatas ini, dapat dilihat bahwa eksperimen identitas secara
online, memiliki peran yang sangat penting terhadap perkembangan identitas remaja.
Eksperimen identitas akan membantu remaja dalam membentuk identitas dirinya.
Disaat remaja dihadapkan dengan berbagai macam masalah yang berkaitan dengan
self dan identitas diri mereka, melakukan eksperimen identitas secara online menjadi
sebuah jalan yang kebanyakan remaja gunakan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut, seperti krisis identitas, rendahnya self-esteem, kesulitan dalam self-
presentation, dan kesulitan dalam interaksi sosial. Melakukan eksperimen identitas
akan membantu remaja untuk melakukan eksplorasi diri, kompensasi sosial, dan
membantu untuk memfasilitasi kehidupan sosialnya.

Sumber:
Valkenburg, P., Schouten, A., Peter, J. (2005). Adolescents’ Identity Experiments on
the Internet. 7 (3). New Media & Society. 383-398. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/258173886_Adolescents'_Identity_E
xperiments_on_the_Internet.

5. Bagaimana dampak online self terhadap perkembangan self individu dan


Kesehatan mental?
Dampak online terhadap perkembangan self individu adanya terkait penurunan
self esteem yang diakibatkan ketidakpuasan remaja terhadap kondisi tubuhnya. Hal
tersebut bertujuan untuk melihat respon orang lain terhadap dirinya. Selain itu
berdampak pada konsep diri melalui proses inferensi dan aktivasi memori, dengan
wawasan dari teori komitmen publik, teori kepemilikan psikologis, dan sosial.
Dampak presentasi diri online pada konsep diri dimoderasi oleh faktor sistem
(visibilitas; anonimitas; pembatasan), faktor komunitas online (ukuran; kepentingan),
dan faktor pengguna (pemantauan diri; kejelasan konsep diri). Presentasi diri online
memang dapat mengubah konsep diri spesifik domain seseorang jika dituntun untuk
mengingat dan berbagi ingatan spesifik yang berkaitan dengan domain konten
tertentu.
Sedangkan dampak pada kesehatan mental penggunaan internet memberikan
pengaruh pada peningkatan kesejahteraan psikologis pengguna karena terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan mendasar dalam relasi sosial sehingga kondisi-kondisi negatif
seperti kesepian dapat tereduksi. Penggunaan internet menjadi sumber kepuasan hidup
dan kebahagiaan. Individu juga merasa dapat berkembang, baik secara pribadi
maupun secara profesional berdasarkan kompetensinya. Penggunaan internet banyak
membantu manusia meningkatkan kompetensi yang dimiliki, dan pengembangan
kompetensi banyak meningkatkan well-being individu.

Sumber:
Nawangsih, E. (2020). Internet Sel-Efficacy Dan Psychological Well-Being : Studi
Meta-Analisis. Jl. Taman Sari No 1, Bandung, 40116, Jawa Barat. Jurnal
Psikologi Volume 13 No.2, Desember 2020.
Lang, G. (2012). Think Twice Before You Post: The Impact Of Online Self-
Presentation On The Self-Concept. The City University of New York. A
dissertation submitted to the Graduate Faculty in Business in partial
fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy

Anda mungkin juga menyukai