Disusun oleh:
WISMANTO
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “Pendidikan
Keimanan dalam al-Qur’an”. Mudah-mudahan dengan penulisan makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua, baik pembaca maupun penulis
sendiri.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca dan dosen pembimbing yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini untuk masa yang akan datang.
Selanjutnya, ucapan terima kasih tak lupa pula penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulisan
makalah ini dapat diselasaikan.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Peranan pendidikan Islam bagi pembinaan umat sangat penting sekali untuk
membimbing dan mengarahkan potensi individu melalui transformasi nilai-nilai
pengetahuan, nilai-nilai agama dan susila. Dengan berfungsinya pendidikan Islam
didalam kehidupan umat, berarti kehidupan umat Islam secara kuantitatif dan
kualitatif dapat bertahan dan berkembang dalam menjalankan fungsi pengabdian dan
kekhalifahannya di muka bumi ini. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal ini menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dasar dan inti kurikulum pendidikan
nasional. Salah satu aspek pendidikan Islam yang paling strategis dalam proses
membina kualitas pribadi muslim adalah pendidikan keimanan, selain pendidikan
akhlak, pendidikan intelektual, keterampilan dan kemasyarakatan. Dalam konteks ini
4
pendidikan Islam menggunakan sistem yang paripurna dalam membina seluruh aspek
kepribadian manusia secara integral dan menyeluruh bahkan berkesinambungan guna
membentuk pribadi muslim. Terkait dengan pendidikan keimanan, al-Qur’an telah
menjelaskannnya dengan baik. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin melihat
bagaimana konsep pendidikan keimanan dalam al-Qur’an.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan
akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah
pendidikan ini semula berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
pendidikan ialah “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran.”2
Menurut Armai Arief pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orang
dewasa kepada anak-anak dalam rangka untuk membimbing perkembangan rohani
dan jasmaninya menuju ke arah kedewasaan sehingga dengan adanya bimbingan ini
dapat menjadikan anak menjadi manusia yang berguna baik untuk dirinya sendiri
ataupun untuk hidup dalam masyarakat.3
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal 13.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007),
Cet. III, hal 263.
3
Armai Arief, Refolmulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Crsd Press, 2005), Cet. I, hal 17
4
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet. IX, hal 43
6
Adapun definisi pendidikan menurut D. Marimba, yang dikutip oleh Nur
Uhbiyati dalam bukunya Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam, bahwa: Pendidikan
Islam yaitu bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan
pengertian yang lain sering kali beliau menyatakan kepribadian utama tersebut
dengan istilah yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam.5
Adapun mengenai istilah keimanan, keimanan berasal dari kata iman yang
diberi imbuhan “ke – an” yang memiliki arti keyakinan, ketetapan hati dan keteguhan
hati.11 Iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu: أطم أن: امنartinya aman, tentram,
5
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013),
Cet. I, hal 16.
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN-Malang
Press, 2008), Cet. I, hal 16
6
7
وث ق به: امن ه artinya mempercayai, ص دقه ووث ق به: امن ب هartinya mempercayai.
Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman
adalah:
1. Ma’rifah kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-
sifat-Nya yang tinggi. Juga makrifat dengan bukti-bukti wujud atau ada- Nya
serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta atau di dunia ini.
2. Ma’rifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini yakni alam yang tidak
dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung di
dalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan- kekuatan jahat yang
berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syetan. Selain itu juga
makrifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain lagi seperti jin dan ruh.
3. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan oleh-Nya kepada para Rasul.
Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang
hak dan yang batil, baik dan jelek, halal dan haram, juga antara yang bagus dan
yang buruk.
4. Ma’rifat dengan Nabi-Nabi serta Rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih oleh-
Nya. Untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh
mahluk guna menuju arah yang lebih baik.
7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013),
Cet. I, hal 16.
8
5. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti
hari kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan,
pahala atau siksa, surga atau neraka.
6. Ma’rifat kepada takdir (qađa dan qadar) yang di atas landasan itulah
berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam
penciptaan atau cara mengaturnya.”8
Menurut Abu Ishaq Ibrahim az-Zujaj yang dikutip oleh Moh. Rowi Latif
bahwa iman yaitu meyakini dan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap syari’at
yang didatangkan oleh Nabi Muhammad yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan
8
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII, hal 16.
9
Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do‟a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta: Al-
Mawardi Priman, 2000), hal 35.
10
Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh
Fachruddin HS, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. III, hal 3.
11
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Saat Mu’min Merasakan Kelezatan Iman, (Jakarta:
Robbani Press, 1992), Cet. I, hal 1.
9
serta penerimaan segala hal yang didatangkan dari Nabi Selain itu, iman
merupakan keyakinan yang tidak dicampuri sedikit pun oleh keraguan dengan
melaksanakan segala yang diwajibkan atas dirinya.12
Begitu pula definisi tentang iman, Imam Ibnu Qayyim berpendapat yang
dikutip oleh Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, bahwa hakikat iman
adalah sesuatu yang terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua macam:
Perkataan hati yaitu keyakinan dan perkataan lisan yaitu menyatakan keislaman.
Perbuatan juga ada dua macam: Perbuatan hati yaitu niat dan keikhlasan, dan
perbuatan anggota badan. Jika keempat unsur ini hilang, maka hilanglah
kesempurnaan iman. Jika hilang pengakuan di dalam hati, maka hilanglah manfaat
unsur-unsur yang lainnya.13
Dari berbagai definisi iman di atas, dapat disimpulkan bahwa iman adalah
keyakinan dengan membenarkan segala yang didatangkan oleh Allah berupa
keyakinan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitabnya, para Rasul, iman kepada hari
akhir serta iman kepada qađa dan qadarnya Allah yang dibuktikan dengan perbuatan
sehingga keimanan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang yang
menjadikannya hamba yang taat kepada Allah . dan meyakini akan keberadaan-Nya
dengan melaksanakan ibadah secara tulus dan ikhlas kepada Allah .
12
Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min, (Surabaya: PT.
Bungkul Indah, 1995), Cet. I, hal 13.
13
Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, Mengupas Kebodohan, Terj. dari Al
Jahl bi Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan Kamaluddi Sa’diyatul
Haramain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), Cet. I, hal 28.
14
Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa
Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I, hal 12.
10
Sehingga dapat didefinisikan bahwa pendidikan keimanan merupakan usaha
sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya dengan tujuan agar
peserta didik memiliki kesadaran akan Tuhannya dengan menanamkan keyakinan
akan rukun iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Hari
kiamat serta qađa dan qadar-Nya. Selain itu pendidikan keimanan berfungsi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu potensi mengakui
akan adanya Allah sehingga dengan tertanamnya keimanan ini menjadikan peserta
didik menjadi hamba yang taqwa dan taat kepada Allah .
15
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1985), hal 23.
11
yang telah menciptakan manusia.16 Tujuan pendidikan dalam Islam sejalan dengan
tujuan penciptaan atau tujuan hidup manusia, yaitu untuk mengabdi pada Allah.17
16
Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit., hal182.
17
Ahmad D. Marimba, Op.Cit., hal 48.
18
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Asy-Syifa’,
1999), hal 151.
19
Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit., hal183.
12
1. Anak benar-benar menjadi seorang muslim dalam seluruh aspeknya baik
psikhis, sosial, spiritual, tingkah laku dan intelektual.
2. Anak dapat merealisasikan ubudiyah kepada Allah swt.
3. Dalam mencapai sasaran tersebut, pendidikan keimanan memegang
peranan strategis agar pribadinya memiliki hubungan yang kokoh dengan
Allah swt dengan pengabdian yang sebenarnya.20
13
Islam dan membuktikan imannya dengan mengamalkan syariat Islam lewat ibadah
kepada Allah. Pendidikan keimanan bertumpu kepada penanaman akidah Islam.
Secara etimologi akidah berarti ikatan, sangkutan, secara teknis berarti kepercayaan,
keyakinan, iman, creed, credo.24
Hal ini penting sekali ditanamkan, sebab hakekat Islam tidak bisa dimengerti
dengan sebenarbenarnya manakala dua cabang pokok ajaran Islam tidak diketahui,
dihayati dan tertanam dalam pikiran, hati dan jiwa, yaitu akidah (kepercayaan,
keimanan) dan syariat (peraturan dan pelaksanaan). 25 Akidah Islam yang diajarkan
dalam pendidikan keimanan pada umumnya berkisar Arkanul Iman (rukun iman)
yang enam, yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab
Nya, iman kepada rasul-rasul Nya, iman kepada hari akhirat dan iman kepada qadha
dan qadar. Pendidikan akidah Islam di dalamnya juga ada pelajaran tauhid,26 sebagai
inti ajaran untuk mengesakan Allah sebagai pangkal tolak kesucian dan kebenaran
keimanan kepada yang lainnya.
24
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Bandung, Pusta, 2004), hal 24.
25
Syech Mahmud Syaltout, Aqidah dan Syari’ah Islam, terj. Fachruddin HS (Jakarta:
Bumi Aksara, 2000), hal 13.
26
Dikatakan tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol ialah tentang ke-
Esaan Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam, bahkan bagi agama yang benar
sebagaimana dibawa rasul-rasul yang diutus Allah. Lihat M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
Pengantar Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam, (Jakarta Bulan Bintang, 1993), hal 1.
27
Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa
Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I, h. 12
14
menyangkut: Pendidikan keimanan, Ibadah, Akhlak, ekonomi dan dasar politik
termasuk musyawarah.28
Sementara menurut Hasan al-Bana yang dikutip oleh A. Fatah Yasin,
bahwasannya secara rinci materi pendidikan Islam itu meliputi:
1. Akidah; materi ini dianggap sebagai materi utama dalam pendidikan Islam,
yang dapat menjadi motor penggerak jiwa manusia untuk menjalankan amalan
lainnya.
2. Ibadah; materi ini merupakan tema sentral dalam al-Qur’an dan harus
dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Akhlak; materi ini sebagai upaya membentengi manusia/peserta didik dari
dekadensi moral manusia dalam kehidupan sehari-hari.
4. Jihad; materi ini diwajibkan sebagai sarana untuk memperjuangkan Islam
dalam pengaruh imperialisme Barat, disamping itu jihad dalam arti luas adalah
termasuk melawan hawa nafsu dan melawan setan.
5. Jasmani; materi ini untuk menumbuhkan kesehatan badan atau fisik
manusia/peserta didik, karena aspek kesehatan fisik sangat berpengaru terhadap
jiwa dan akal.29
15
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan. 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
16
menguasai dll.
b. Beriman kepada takdir Allah.
c. Beriman kepada dzat Allah.35
Ibid., h. 142
35
36
Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari
Syarhu Ushulil Iman oleh Ali Makhtum As-Salamy, (Riyadh: Haiatul Ighatsah al Islamiah al
Alamiah, 1993), Cet. I, h. 26
17
Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah yang bersumber dari
cahaya; ia tidak dapat dilihat atau diindrai dengan panca indra manusia.
Namun demikian, ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan oleh Allah . Malaikat juga adalah makhluk ciptaan Allah
yang tidak pernah melanggar perintah Allah 37 Beriman terhadap akan
keberadaan para malaikat merupakan salah satu diantara sekian syarat
untuk dibenarkan iman seseorang. Bagi seorang Muslim, beriman
kepada para malaikat, dengan mengimani bahwa para malaikat itu
adalah makhluk-makhluk Allah yang sangat mulia.38
18
yang diangkat menjadi Rasul 313 orang dan ini pun ada perbedaan
pendapat.41 Para ulama menjelaskan akan perbedaan antara Nabi dan
Rasul. Mereka mengatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak
setiap Nabi adalah Rasul. Yang membedakan antara keduanya adalah
jika Rasul mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalah (wahyu)
yang diterimanya kepada umatnya. Sementara Nabi tidak ada kewajiban
menyampaikan ajaran yang diterimanya itu kepada umat manusia.42
41
Ibid., h. 104
42
Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit.,h. 160
43
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1993), Cet. II, h. 53
19
kematian sebagai pintu pertama menuju alam akhir44, Kedua : Iman
kepada hari akhir yang membahas tentang kejadian kejadian sebelum
hari kiamat,45 Ketiga : Huru hara hari kiamat yang membahas tentang
kejadian kejadian setelah hari kiamat, dimulai dari hari berbangkit sampai
manusia dihisab dan diputuskan masuk kedalam neraka atau masuk
kedalam surga.46 Keempat :Pembahasan tentang surga dan neraka yang
menjelaskan tentang nikmat surga dan azab neraka.47
Pembagian materi yang begitu luas itu berangkat dari nama nama
hari kiamat sebagaimana yang telah masyhur bagi kita, yakni hari kiamat
disebut juga dengan yaumul akhir (hari akhir)48, yaumul ba’ats (hari
kebangkitan), yaumul hisâb (hari perhitungan)49, yaumul jazâ’i (hari
pembalasan)50, yaitu pembalasan atas segala amal perbuatan manusia
selama hidup di dunia. Keyakinan dan kepercayaan akan adanya hari
kiamat memberikan satu pelajaran bahwa semua yang bernyawa, terutama
manusia akan mengalami kematian dan akan dibangkitkan kembali untuk
mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia.
44
Baca Wismanto Abu Hasan, Pesan dari alam kubur, Cahaya Firdaus, Pekanbaru,
2018
45
Baca Wismanto Abu Hasan, Iman kepada hari Akhir, Kreasi Edukasi, Pekanbaru,
2018
46
Wismanto Abu Hasan, Huru hara hari kiamat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
47
Wismanto Abu Hasan, Surga dan Neraka, makalah materi perkuliahan yang sedang
dirampungkan untuk dijadikan buku berisbn.
48
yang membahas tentang kejadian sebelum kiamat, diantaranya munculnya imam
mahdi, keluarnya dajjal, turunnya nabi isa , lepasnya yakjuj dan ma’juj dari kurungannya,
dan lain lain sampai munculnya matari hari dari barat yang diikuti dengan hancurnya seluruh
alam.
49
yaumul ba’ats (hari kebangkitan) dan yaumul hisâb (hari perhitungan) adalah hari
dimana manusia sangat kacau pada hari itu, rasa takut akan azab Allah sangat besar, sehingga
mereka berlarian seperti anai anai yang dihancurkan sarangnya, tidak peduli lagi dengan ayah
dan ibu, kakak dan adik, sehingga kejadian kejadian ini kami kumpulkan dalil-dalilnya lalu
kami terbitkan dalam bentuk buku yang berjudul huru hara hari kiamat. Kejadian huru hara
hari kiamat ini lebih dahsat dari kejadian sebelum kiamat.
50
yaumul jazâ’i (hari pembalasan) inilah yang sedang kami kumpulkan juga data
datanya, maksudnya adalah tentang surga dan neraka sebagai balasan bagi yang beriman atau
pendosa.
20
Hari kiamat menandai babak akhir dari sejarah hidup manusia di
dunia. Kedatangan hari kiamat tidak dapat diragukan lagi bahkan proses
terjadinya pun sangat jelas.51 Bagi seorang muslim wajib mengimani
bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan tidak akan lama akan
dihidupkan dan dihadapkan kepada Allah . untuk mempertanggung
jawabkan segala perbuatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di
dunia.52 Sehingga dengan beriman kepada hari akhir akan selalu
mengingatkan kepada seseorang agar selalu meningkatkan ibadahnya baik
dari segi kualitas maupun kuantitas karena kehidupan di dunia hanyalah
kehidupan sementara dan tidak abadi. Adapun kehidupan yang abadi
adalah kehidupan akhirat.
51
Rois Mahfud, Op. Cit., h. 20
52
Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit.,h. 170
53
Rois Mahfud, Op. Cit., h. 21
21
hidupnya. Namun disamping itu, Allah . memerintahkan kepada manusia
agar terus berusaha untuk mengerjakan kebaikan. Dengan kata lain,
semua yang berlaku dan terjadi adalah menurut qađa dan qadar-Nya.54
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an Q.S. al-Qamar : 49 yang
artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.”
2. Tauhid Uluhiyyah
Makna secara ijmali (global) dari tauhid ini adalah pengi’tikadan diri
secara bulat-bulat bahwa Allah . adalah ilâhul Haqq (yang berhak diibadahi)
dan tidak ada ilâhul Haqq selain-Nya.55 Sebagai hambanya kita harus
meyakini sesungguhnya hanya Allah adalah Tuhan yang patut untuk
disembah dan tidak ada lagi tuhan yang wajib disembah kecuali Allah
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul karena ia adalah asas dan
pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. 56 Rasul merupakan para utusan
Allah yang diberikan amanat kepadanya untuk mengajarkan kaumnya yaitu
berupa ajaran untuk bertauhid kepada-Nya merupakan ajaran yang paling
utama karena tauhid ini merupakan esensi dari iman kepada Allah Pada
hakekatnya jenis tauhid ulûhiyyah ini menghimpun seluruh tauhid jenis
lainnya. Menghimpun tauhid rubûbiyyah, begitu juga dengan tauhid asmâ`
dan sifat-sifat-Nya.57
Mengimani atau mempercayai ulûhiyah Allah adalah dengan cara
meng-Esakan Allah dengan perbuatan para hamba yang dilandasi oleh niat
yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada-Nya sesuai dengan apa yang telah
54
M. Saberanity, Op. Cit., h. 85
55
Muhammad Na’im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yangmembatalkannya, Terj.
dari Al-Iiman, Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1992), Cet. V, h. 24
56
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Op. Cit., h. 53
57
Muhammad Na’im Yasin, Op. Cit., h. 25
22
disyari’atkan. Dalam bahasa yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa
mengimani ulûhiyah Allah adalah menjadikan Allah sebagai sasaran
(tujuan) tunggal dalam menjalankan berbagai aktifitas ubûdiyyah.58 Oleh
karena segala bentuk ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat
semata-mata karena Allah dan tidak sedikit pun dikotori oleh niat yang lain.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwasannya tauhid ulûhiyah ini
merupakan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib
disembah dan tidak ada sekutu baginya. Tauhid ulûhiyah ini merupakan inti
dari tauhid yang lainnya yaitu tauhid rubûbiyyah serta tauhid asmâ` wa sifat.
Adapun yang termasuk pada tauhid ulûhiyah ini adalah segala perkara yang
menyangkut peribadatan kepada Allah yang telah dijelaskan melalui syariat
yang dibawa oleh Rasulullah . Mencakup didalamnya ; sholat, puasa,
membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan seterusnya.59
Pengertian tauhid ini adalah bahwa tauhid asmâ dan sifat berdiri di
atas tiga asas yaitu:
a. Mensucikan dan meninggikan Allah dari hal yang menserupakan-
Nya dengan mahluk, atau dari suatu kekurangan. Maka tauhidullah di
58
Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama ‟ah, (Jakarta: Pustaka
al- Kausar, 2008), Cet. I, h. 49
59
Baca Wismanto Abu hasan, Fiqih Ibadah, Nasya Expanding Manajemen, Pemalang
2016
60
Syekh Muhammad bin Shalih al „Uśaimin, Op. Cit., h. 30
23
dalam sifat- Nya adalah pengi’tikadan diri secara bulat-bulat untuk
mengakui bahwa Allah . memerintahkan agar mensucikan-Nya, Dia
bersih dari beristri, bersekutu, tidak ada bandingan kesamaan, tidak
ada syafaat (tanpa izin Allah).
b. Iman kepada asma dan sifat yang telah ditetapkan dalam Kitabullah
dan sunnah rasul, tanpa membatasinya dengan mengurangi-
mengurangi atau menambah-nambah atau berpaling walau
sedikitpun, atau mengabaikan/menganggap tidak ada terhadap
ketetapan-ketetapan tersebut.
c. Membuang khayalan (yang berlebih-lebihan) untuk
memvisualisasikan sifat- sifat tersebut. Yaitu dituntut bagi Mukmin
(hamba) yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan asma-asma
yang nash-nashnya jelas tertera di dalam Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah, tanpa perlu membahas atau mempersoalkan
visualisasinya. Yang demikian itu disebabkan sifat-sifat Allah sama
sekali berbeda dengan sifat-sifat mahluk yang diciptakan-Nya, yang
secara lazim memerlukan pembuktian baik secara material maupun
visual.61
24
penciptaan-Nya. Kita hanya diperintahkan untuk memikirkan tentang ciptaan-
Nya namun tidak diperintahkan untuk memikirkan bagaimana dzat Allah.
62
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 39
25
BAB III
KESIMPULAN
26
mengakui akan adanya Allah sehingga dengan tertanamnya keimanan ini
menjadikan peserta didik menjadi hamba yang taqwa dan taat kepada Allah
2. Materi pendidikan Islam mencakup berbagai aspek, baik sifatnya duniawi
maupun ukhrawi. Adapun inti materi pendidikan keimanan dalam al-Qur’an
adalah tauhid, yang dibagi menjadi tauhid rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah dan
tauhid asmâ wa sifat.
27
DAFTAR PUSTAKA
i
Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do‟a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta: Al-Mawardi
Priman, 2000).
Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min, (Surabaya: PT. Bungkul Indah,
1995), Cet. I.
Muhammad Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran, terj. A.S Zamachsyari,
(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005).
Muhammad Na‟im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yangmembatalkannya, Terj. dari Al-Iiman,
Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press,
1992), Cet. V.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), Cet. I.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi , Aqidah Seorang Mukmin, Terj. dari Aqîdatul Mukmin oleh
Salim Bazemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. I.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993), Cet. II.
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I Terj. dari At-Tauhid Liş Şaffil Awwal
al-Ali oleh Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. I.
Syech Mahmud Syaltout, Aqidah dan Syari’ah Islam, terj. Fachruddin HS (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000)
Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari Syarhu Ushulil
Iman oleh Ali Makhtum As-Salamy, (Riyadh: Haiatul Ighatsah al Islamiah al Alamiah,
1993), Cet. I.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. III.
Wismanto Abu hasan, Berkenalan dengan malaikat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2017
Wismanto Abu Hasan, Fiqih Ibadah, Nasya Expanding Manajemen, Pemalang, 2016
Wismanto Abu hasan, Huru hara hari kiamat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
Wismanto Abu hasan, Iman kepada hari akhir, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
Wismanto Abu Hasan, Kitabuttauhid “Esa-kanlah-Aku”, Nasya Expanding Manajemen,
Pemalang, 2016
ii
Wismanto Abu hasan, Pesan dari alam kubur, Cahaya Firdaus, Pekanbaru, 2017
Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh
Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka, 1996), Cet. II.
iii