Anda di halaman 1dari 30

PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM AL-QUR’AN

Disusun oleh:

WISMANTO

Program Studi Doktor Pendidikan Agama Islam


Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “Pendidikan
Keimanan dalam al-Qur’an”. Mudah-mudahan dengan penulisan makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua, baik pembaca maupun penulis
sendiri.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca dan dosen pembimbing yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini untuk masa yang akan datang.

Selanjutnya, ucapan terima kasih tak lupa pula penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulisan
makalah ini dapat diselasaikan.

Pekanbaru, 21 Oktober 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PEMBAHASAN 3

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEIMANAN 3


B. TUJUAN PENDIDIKAN KEIMANAN 8
C. MATERI PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM AL-QUR’AN 11
1. Tauhid Uluhiyyah 13
2. Tauhid Rubûbiyyah 14
3. Tauhid Asmâ Wa Sifât 19

BAB III KESIMPULAN 22

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada


manusia melalui Nabi Muhammad  sebagai Rasul. Islam berisikan ajaran-ajaran
yang mencakup bidang keimanan (akidah), ibadah, muamalah dan akhlak yang
menjadi pedoman bagi manusia dalam seluruh aspek kehidupannya. Ajaran-ajaran
Islam tersebut secara totalitas bersumber dari al-Quran dan Sunnah. Seluruh ajaran
Islam yang dibawa Rasulullah merupakan pedoman hidup bagi manusia agar mereka
dapat mengabdi kepada Allah  dalam mengisi hidup dan kehidupannya. Dalam
memahami ajaran-ajaran Islam yang dijadikan sebagai pedoman hidup sehingga
dapat diamalkan di dalam kehidupan nyata, perlu adanya pendidikan bagi manusia.
Sebab melalui pendidikanlah manusia dapat mengetahui, memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Peranan pendidikan Islam bagi pembinaan umat sangat penting sekali untuk
membimbing dan mengarahkan potensi individu melalui transformasi nilai-nilai
pengetahuan, nilai-nilai agama dan susila. Dengan berfungsinya pendidikan Islam
didalam kehidupan umat, berarti kehidupan umat Islam secara kuantitatif dan
kualitatif dapat bertahan dan berkembang dalam menjalankan fungsi pengabdian dan
kekhalifahannya di muka bumi ini. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal ini menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dasar dan inti kurikulum pendidikan
nasional. Salah satu aspek pendidikan Islam yang paling strategis dalam proses
membina kualitas pribadi muslim adalah pendidikan keimanan, selain pendidikan
akhlak, pendidikan intelektual, keterampilan dan kemasyarakatan. Dalam konteks ini

4
pendidikan Islam menggunakan sistem yang paripurna dalam membina seluruh aspek
kepribadian manusia secara integral dan menyeluruh bahkan berkesinambungan guna
membentuk pribadi muslim. Terkait dengan pendidikan keimanan, al-Qur’an telah
menjelaskannnya dengan baik. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin melihat
bagaimana konsep pendidikan keimanan dalam al-Qur’an.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN KEIMANAN

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan
akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah
pendidikan ini semula berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Paedagogie”, yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
pendidikan ialah “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran.”2

Sedangkan menurut pendapat para ahli mengenai pengertian pendidikan


adalah sebagai berikut:

Menurut Armai Arief pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orang
dewasa kepada anak-anak dalam rangka untuk membimbing perkembangan rohani
dan jasmaninya menuju ke arah kedewasaan sehingga dengan adanya bimbingan ini
dapat menjadikan anak menjadi manusia yang berguna baik untuk dirinya sendiri
ataupun untuk hidup dalam masyarakat.3

Menurut Ahmad Tafsir Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam


segala aspeknya. Definisi ini mencakup kegiatan pendidikan yang melibatkan guru
maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik); mencakup pendidikan formal,
maupun nonformal serta informal. Segi yang dibina oleh pendidikan dalam definisi
ini adalah seluruh aspek kepribadian”.4

1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal 13.
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007),
Cet. III, hal 263.
3
Armai Arief, Refolmulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Crsd Press, 2005), Cet. I, hal 17
4
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet. IX, hal 43

6
Adapun definisi pendidikan menurut D. Marimba, yang dikutip oleh Nur
Uhbiyati dalam bukunya Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam, bahwa: Pendidikan
Islam yaitu bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan
pengertian yang lain sering kali beliau menyatakan kepribadian utama tersebut
dengan istilah yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab
sesuai dengan nilai-nilai Islam.5

Sementara dalam pendapat A. Fatah Yasin pendidikan merupakan kegiatan


yang di dalamnya terdapat: 1). Proses pemberian layanan untuk menuntun
perkembangan peserta didik, 2). Proses untuk mengeluarkan atau menumbuhkan
potensi yang terpendam dalam diri peserta didik, 3). Proses memberikan sesuatu
kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non-fisiknya,
4). Proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku dan melatih
kecerdasan intelektual peserta didik.6

Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa


pengertian pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam membimbing
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar peserta didik memiliki
kesadaran akan Tuhannya.

Adapun mengenai istilah keimanan, keimanan berasal dari kata iman yang
diberi imbuhan “ke – an” yang memiliki arti keyakinan, ketetapan hati dan keteguhan

hati.11 Iman berasal dari Bahasa Arab, yaitu: ‫ أطم أن‬: ‫ امن‬artinya aman, tentram,

5
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013),
Cet. I, hal 16.
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN-Malang
Press, 2008), Cet. I, hal 16
6

7
‫ وث ق به‬: ‫امن ه‬ artinya mempercayai, ‫ ص دقه ووث ق به‬: ‫ امن ب ه‬artinya mempercayai.

Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati. Sedangkan menurut istilah, iman
adalah:

‫تصديق بالقلب و إقرار باللسان و عمل باألركان‬


Artinya : “Membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan.”7
Sayid Sabiq memberikan pengertian iman sebagai berikut: Pengertian
keimanan atau akidah itu tersusun dari enam perkara, yaitu:

1. Ma’rifah kepada Allah, makrifat dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-
sifat-Nya yang tinggi. Juga makrifat dengan bukti-bukti wujud atau ada- Nya
serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta atau di dunia ini.

2. Ma’rifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini yakni alam yang tidak
dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung di
dalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan- kekuatan jahat yang
berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syetan. Selain itu juga
makrifat dengan apa yang ada di dalam alam yang lain lagi seperti jin dan ruh.

3. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan oleh-Nya kepada para Rasul.
Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang
hak dan yang batil, baik dan jelek, halal dan haram, juga antara yang bagus dan
yang buruk.

4. Ma’rifat dengan Nabi-Nabi serta Rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih oleh-
Nya. Untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh
mahluk guna menuju arah yang lebih baik.

7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013),
Cet. I, hal 16.

8
5. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti
hari kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan,
pahala atau siksa, surga atau neraka.

6. Ma’rifat kepada takdir (qađa dan qadar) yang di atas landasan itulah
berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam
penciptaan atau cara mengaturnya.”8

Iman menurut Mawardi Labay yaitu mempercayai akan ke-Esaan Allah 


dengan segala sifat-sifat-Nya yang sempurna, iman bukanlah sekedar percaya saja,
melainkan juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata.9

Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Iman dan Kehidupan” mengatakan bahwa:


“Iman menurut pengertian yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap ke
dalam hati dengan penuh keyakinan tanpa dicampuri oleh syak dan keraguan, serta
memberi pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-
hari.”10

Abdullah Nashih ‘Ulwan mendefinisikan bahwa iman ialah keyakinan


seorang mu’min akan kekuasaan Allah . yang memiliki wewenang terhadap
kehidupan dan kematian seseorang, begitu pula meyakini akan kehendak Allah 
terhadap segala yang terjadi pada diri seorang hamba.11

Menurut Abu Ishaq Ibrahim az-Zujaj yang dikutip oleh Moh. Rowi Latif
bahwa iman yaitu meyakini dan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap syari’at
yang didatangkan oleh Nabi Muhammad  yang diwujudkan dalam bentuk ketaatan
8
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII, hal 16.
9
Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do‟a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta: Al-
Mawardi Priman, 2000), hal 35.
10
Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh
Fachruddin HS, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. III, hal 3.
11
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Saat Mu’min Merasakan Kelezatan Iman, (Jakarta:
Robbani Press, 1992), Cet. I, hal 1.

9
serta penerimaan segala hal yang didatangkan dari Nabi  Selain itu, iman
merupakan keyakinan yang tidak dicampuri sedikit pun oleh keraguan dengan
melaksanakan segala yang diwajibkan atas dirinya.12

Begitu pula definisi tentang iman, Imam Ibnu Qayyim berpendapat yang
dikutip oleh Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, bahwa hakikat iman
adalah sesuatu yang terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua macam:
Perkataan hati yaitu keyakinan dan perkataan lisan yaitu menyatakan keislaman.
Perbuatan juga ada dua macam: Perbuatan hati yaitu niat dan keikhlasan, dan
perbuatan anggota badan. Jika keempat unsur ini hilang, maka hilanglah
kesempurnaan iman. Jika hilang pengakuan di dalam hati, maka hilanglah manfaat
unsur-unsur yang lainnya.13

Sementara menurut Sayyid Nursi iman adalah kekuatan. Manusia yang


menggapai iman hakiki bisa menghadapi alam wujud dan membebaskan diri dari
himpitan-himpitan peristiwa dengan bersandar pada kekuatan imannya.14

Dari berbagai definisi iman di atas, dapat disimpulkan bahwa iman adalah
keyakinan dengan membenarkan segala yang didatangkan oleh Allah berupa
keyakinan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitabnya, para Rasul, iman kepada hari
akhir serta iman kepada qađa dan qadarnya Allah yang dibuktikan dengan perbuatan
sehingga keimanan ini dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang yang
menjadikannya hamba yang taat kepada Allah . dan meyakini akan keberadaan-Nya
dengan melaksanakan ibadah secara tulus dan ikhlas kepada Allah .

12
Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min, (Surabaya: PT.
Bungkul Indah, 1995), Cet. I, hal 13.
13
Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, Mengupas Kebodohan, Terj. dari Al
Jahl bi Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan Kamaluddi Sa’diyatul
Haramain, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), Cet. I, hal 28.
14
Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa
Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I, hal 12.

10
Sehingga dapat didefinisikan bahwa pendidikan keimanan merupakan usaha
sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya dengan tujuan agar
peserta didik memiliki kesadaran akan Tuhannya dengan menanamkan keyakinan
akan rukun iman yang enam yaitu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Hari
kiamat serta qađa dan qadar-Nya. Selain itu pendidikan keimanan berfungsi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu potensi mengakui
akan adanya Allah  sehingga dengan tertanamnya keimanan ini menjadikan peserta
didik menjadi hamba yang taqwa dan taat kepada Allah .

B. TUJUAN PENDIDIKAN KEIMANAN


Pendidikan keimanan adalah bahagian integral dari pendidikan Islam, baik
dilihat dari konsep tujuan maupun aspek-aspek pembinaan dalam Pendidikan Islam.
Berarti orientasi pendidikan Islam diarahkan untuk membina pribadi muslim
seutuhnya sesuai dengan cita-cita Islam. Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani
dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.15 Berarti pendidikan sebagai proses
bimbingan terhadap perkembangan anak-anak, harus berusaha mencapai tujuan ideal
untuk terbinanya kepribadian yang sesuai dengan cita-cita Islam.

Untuk mencapai tujuan terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-


ukuran Islam inilah diperlukan adanya pendidikan keimanan. Sebab salah satu aspek
kepribadian manusia adalah unsur spiritual yang sedang mengalami perkembangan,
sehingga diperlukan ajaran tentang keimanan agar potensi beriman anak dapat terarah
sesuai dengan keimanan yang diajarkan Islam. Tujuan pendidikan Islam dalam
konteks ini adalah mendidik seluruh kecenderungan, dorongan dan fitrah serta
mengarahkan semuanya kepada tujuan yang tertinggi menuju ibadah kepada Allah

15
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1985), hal 23.

11
yang telah menciptakan manusia.16 Tujuan pendidikan dalam Islam sejalan dengan
tujuan penciptaan atau tujuan hidup manusia, yaitu untuk mengabdi pada Allah.17

Dalam rangka menanamkan ajaran tentang keimanan kepada anak, maka


pendidikan keimanan mutlak diperlukan sekaligus agar potensi iman dalam diri anak
dapat berkembang sesuai dengan tuntutan ajaran keimanan dalam Islam. Di sini
pendidikan keimanan dipahami sebagai upaya mengikat anak dengan dasar-dasar
iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah sejak anak mulai mengerti dan dapat
memahami sesuatu.18

Pengertian pendidikan keimanan di atas boleh dikatakan sangat luas, karena


tidak hanya memberikan dasar-dasar keimanan kepada anak, tetapi juga rukun Islam
dan dasar-dasar syari’ah secara menyeluruh. Pada prinsipnya satu sama lain aspek-
aspek tersebut memang saling terkait sebagai totalitas ajaran Islam yang harus
ditanamkan kepada anak melalui keimanan kepada Allahdan ajaran yang
diwahyukan-Nya.

Secara lebih khusus di sekolah-sekolah proses pembelajaran seperti itu


merupakan pendidikan keagamaan atau pendidikan agama Islam yang isinya
diarahkan pada pendidikan al-Quran, Tauhid (keimanan), Hadits, Fikih, Tafsir,
Kebudayaan Islam dan ajaran hidup nabi saw.19 Tampak jelas bahwa pendidikan
keimanan (tauhid) termasuk bahagian integral dari pendidikan keagamaan
(pendidikan agama Islam) sebagai program pengajaran di sekolah.

Pendidikan keagamaan (pendidikan agama Islam) diberikan kepada anak


dimaksudkan agar:

16
Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit., hal182.
17
Ahmad D. Marimba, Op.Cit., hal 48.
18
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Asy-Syifa’,
1999), hal 151.
19
Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit., hal183.

12
1. Anak benar-benar menjadi seorang muslim dalam seluruh aspeknya baik
psikhis, sosial, spiritual, tingkah laku dan intelektual.
2. Anak dapat merealisasikan ubudiyah kepada Allah swt.
3. Dalam mencapai sasaran tersebut, pendidikan keimanan memegang
peranan strategis agar pribadinya memiliki hubungan yang kokoh dengan
Allah swt dengan pengabdian yang sebenarnya.20

Dalam konteks ini pendidikan keagamaan yang bersumber dari al-Quran


sangat intens terhadap pembinaan manusia dalam keterpaduan empat unsur, yaitu
iman, akhlak, ilmu dan amal.21 Pendidikan iman atau keimanan berusaha
menanamkan iman sebagaimana disebutkan Al-Quran yaitu beriman kepada Allah,
malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan takdir. Pendidikan keimanan berasaskan kepada
upaya memahami rukun iman, menyadari serta membenarkannya, meyakini
maknanya dengan penuh keyakinan.

Keyakinan tersebut akan akan melahirkan ketentraman jiwa dan kelurusan


tingkah laku berdasarkan makna keimanan yang dibenarkan oleh kalbu. Karena itu,
pendidikan iman dimulai dari menjelaskan makna uluhiyah, rububiyah, dan makna
ubudiyah manusia kepada Allah semataserta sifat-sifat Ilahiyah yang tidak boleh
disandarkan kepada selain Allah.22 Tujuan pendidikan keimanan adalah
menumbuhkan anak atas dasar iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya
sehingga terikat dengan Islam baik akidah maupun ibadah, mengamalkan syariah
Islam secara menyeluruh.23

Berarti pendidikan keimanan mengupayakan pertumbuhan potensi iman


dalam diri anak agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan keimanan di dalam
20
Abdurrahman Saleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-Quran
serta Implementasinya, terj. Mutammam, (Bandung: Diponegoro, 2001), hal 160.
21
Muhammad Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran, terj. A.S
Zamachsyari, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005), hal 49.
22
Abdurrahman An-Nahlawi, Op.Cit., hal 185.
23
Abdullah Nasih Ulwan, Op.Cit., hal 152.

13
Islam dan membuktikan imannya dengan mengamalkan syariat Islam lewat ibadah
kepada Allah. Pendidikan keimanan bertumpu kepada penanaman akidah Islam.
Secara etimologi akidah berarti ikatan, sangkutan, secara teknis berarti kepercayaan,
keyakinan, iman, creed, credo.24

Hal ini penting sekali ditanamkan, sebab hakekat Islam tidak bisa dimengerti
dengan sebenarbenarnya manakala dua cabang pokok ajaran Islam tidak diketahui,
dihayati dan tertanam dalam pikiran, hati dan jiwa, yaitu akidah (kepercayaan,
keimanan) dan syariat (peraturan dan pelaksanaan). 25 Akidah Islam yang diajarkan
dalam pendidikan keimanan pada umumnya berkisar Arkanul Iman (rukun iman)
yang enam, yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab
Nya, iman kepada rasul-rasul Nya, iman kepada hari akhirat dan iman kepada qadha
dan qadar. Pendidikan akidah Islam di dalamnya juga ada pelajaran tauhid,26 sebagai
inti ajaran untuk mengesakan Allah  sebagai pangkal tolak kesucian dan kebenaran
keimanan kepada yang lainnya.

C. MATERI PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM AL-QUR’AN


Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan,
maka tentu saja materi yang akan disajikan atau yang diperbincangkan sebagai bahan
kajian adalah materi-materi yang diambil dari sumber ajaran Islam.27 Oleh karena itu,
materi sangat penting dalam pendidikan Islam karena materi merupakan salah satu
komponen dalam pendidikan Islam.
Menurut Ahmad Tafsir, materi Pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah

24
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Bandung, Pusta, 2004), hal 24.
25
Syech Mahmud Syaltout, Aqidah dan Syari’ah Islam, terj. Fachruddin HS (Jakarta:
Bumi Aksara, 2000), hal 13.
26
Dikatakan tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol ialah tentang ke-
Esaan Allah yang menjadi sendi asasi agama Islam, bahkan bagi agama yang benar
sebagaimana dibawa rasul-rasul yang diutus Allah. Lihat M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah
Pengantar Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam, (Jakarta Bulan Bintang, 1993), hal 1.
27
Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa
Takamulul-Insan oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I, h. 12

14
menyangkut: Pendidikan keimanan, Ibadah, Akhlak, ekonomi dan dasar politik
termasuk musyawarah.28
Sementara menurut Hasan al-Bana yang dikutip oleh A. Fatah Yasin,
bahwasannya secara rinci materi pendidikan Islam itu meliputi:
1. Akidah; materi ini dianggap sebagai materi utama dalam pendidikan Islam,
yang dapat menjadi motor penggerak jiwa manusia untuk menjalankan amalan
lainnya.
2. Ibadah; materi ini merupakan tema sentral dalam al-Qur’an dan harus
dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Akhlak; materi ini sebagai upaya membentengi manusia/peserta didik dari
dekadensi moral manusia dalam kehidupan sehari-hari.
4. Jihad; materi ini diwajibkan sebagai sarana untuk memperjuangkan Islam
dalam pengaruh imperialisme Barat, disamping itu jihad dalam arti luas adalah
termasuk melawan hawa nafsu dan melawan setan.
5. Jasmani; materi ini untuk menumbuhkan kesehatan badan atau fisik
manusia/peserta didik, karena aspek kesehatan fisik sangat berpengaru terhadap
jiwa dan akal.29

Dari uraian di atas dapat difahami bahwasannya materi pendidikan Islam


mencakup berbagai aspek, baik sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Adapun inti
materi pendidikan keimanan adalah tauhid, yang dibagi menjadi tauhid
rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah (ubudiyah), dan tauhid asmâ wa sifat.
Tauhid berasal dari kata wahhada (َ‫ ) َو َّحد‬berarti meng-Esakan atau tidak
berbilang. Dalam pengertian secara syar’i (agama) tauhid adalah meniadakan
persamaan terhadap dzat Allah, sifat-sifat, perbuatan, sekutu dan ketuhanan-Nya
maupun ibadah-Nya.30 Sebagaimana firman Allah . yang menghilangkan
persamaan dengan-Nya dalam surat al-Ikhlas ayat 1-4 yang artinya:
28
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), Cet. IX, h. 58
29
A. Fatah Yasin, Op. Cit., h. 124

15
Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan. 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Selain itu, tauhid memiliki makna meyakini ke-Esaan Allah . dalam


Rubûbiyyah, Ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama-
nama dan sifat-sifat-Nya. 31 Dengan demikian, tauhid ada tiga tingkatan: Tauhid
Rubûbiyyah, tauhid Ulûhiyyah, serta tauhid Asmâ` wa Sifat.32
1. Tauhid Rubûbiyyah
Ar-Rabb berasal dari kata Arab Rabba-Yurabbi-Rabban atau Tarbiyah
bermakna “mendidik”.33 Rubûbiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada
salah satu nama Allah , yaitu “Rabb”. Nama ini mempunyai beberapa arti,
antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nâşir (penolong), al-Mâlik (pemilik),
al-Mus lih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dalam
terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rubûbiyyah berarti percaya bahwa
hanya Allah swt. satu-satu-Nya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan
alam dengan sunnah-sunnah- Nya.34
Tauhid Rubûbiyyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:
a. Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum.
Misalnya menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan,
30
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi , Aqidah Seorang Mukmin, Terj. dari Aqîdatul
Mukmin oleh Salim Bazemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. I, h. 81
31
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I Terj. dari At-Tauhid Liş
Şaffil Awwal al-Ali oleh Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. I, h. 19
32
Baca Wismanto Abu Hasan, Kitabuttauhid “Esa-kanlah-Aku”, Nasya Expanding
Manajemen, Pemalang 2016
33
Abdurrahman Madjrie, Meluruskan Akidah, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997),
Cet. I, h. 83
34
Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam,
Terj. dari Almadkhalu Lidirâsatil „Aqidatil Islamiyyah „Ala Madzhabi Ahlisunnah wal
Jama‟ah, oleh Muhammad Anis Matta, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 141

16
menguasai dll.
b. Beriman kepada takdir Allah.
c. Beriman kepada dzat Allah.35

Mengimani rubûbiyyah Allah . maksudnya mengimani sepenuhnya


bahwa Dia-lah Rabb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagi-Nya.
Perintah Allah swt. mencakup perintah alam semesta (kauni) dan perintah
syara’ (syar’i). Dia adalah pengatur alam, sekaligus sebagai pemutus seluruh
perkara sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya. Dia juga pemutus peraturan-
peraturan ibadah serta hukum-hukum mu’amalat sesuai dengan tuntutan
hikmah-Nya.36

Demikian jelaslah, bahwsannya tauhid rubûbiyyah ini memiliki makna


bahwa Allah  merupakan satu-satunya Tuhan yang memiliki wewenang
terhadap mahluk-mahluk-Nya yang mengatur seluruh jagad alam raya ini,
tidak ada sekutu baginya dalam mengatur seluruh tatanan alam raya ini.
Begitu pula Allah swt. yang mengatur perjalanan kehidupan seseorang. Oleh
karena itu kita sebagai orang mu’min, harus mengimani akan tauhid
rubûbiyyah Allah. Karena tidak sedikit orang mengaku beriman kepada Allah
swt. namun tidak beriman terhadap ketentuannya. Padahal semua yang terjadi
dalam kehidupan ini merupakan ketentuannya.

Tauhid rubûbiyyah terdiri atas iman kepada malaikat, Rasul-rasul, hari


kiamat, iman kepada kitab-kitab, serta iman kepada qađa dan qadar. Adapun
penjelasannya sebagai berikut:

a. Iman kepada Malaikat

Ibid., h. 142
35

36
Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari
Syarhu Ushulil Iman oleh Ali Makhtum As-Salamy, (Riyadh: Haiatul Ighatsah al Islamiah al
Alamiah, 1993), Cet. I, h. 26

17
Malaikat adalah makhluk ciptaan Allah  yang bersumber dari
cahaya; ia tidak dapat dilihat atau diindrai dengan panca indra manusia.
Namun demikian, ia tetap ada dan melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan oleh Allah . Malaikat juga adalah makhluk ciptaan Allah 
yang tidak pernah melanggar perintah Allah 37 Beriman terhadap akan
keberadaan para malaikat merupakan salah satu diantara sekian syarat
untuk dibenarkan iman seseorang. Bagi seorang Muslim, beriman
kepada para malaikat, dengan mengimani bahwa para malaikat itu
adalah makhluk-makhluk Allah  yang sangat mulia.38

Dengan demikian, beriman kepada Malaikat berarti percaya


bahwa Allah  telah menciptakan makhluk halus yang dinamakan
Malaikat yang sifat serta pekerjaannya berlainan dengan manusia dan
hidup di alam yang lain pula (alam ghaib).39

b. Iman kepada Rasul


Rasul berarti utusan mengandung makna manusia–manusia
pilihan yang menerima wahyu dari Allah  dan bertugas untuk
menyampaikan isi wahyu (berita gembira dan pemberi peringatan
(basyîran wa nażîra) kepada tiap-tiap umatnya. Berbagai ayat dalam al-
Qur’an menjelaskan tentang Rasul, ada yang diceritakan di dalam al-
Qur’an ada juga sebagian yang tidak diceritakan. Rasul yang disebutkan
namanya dalam al-Qur’an hanyalah sebanyak 25 orang. Mengenai
jumlah Rasul tidak ada yang mengetahui pasti, meskipun ada ulama
yang mengatakan jumlah seluruhnya 124.00040 (seratus duapuluh empat
ribu) orang namun hanya Allah yang mengetahui jumlahnya. Adapun
37
Rois Mahfud, Op. Cit., h. 17
38
Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit.,h. 137
39
Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka, 1996), Cet. II, h. 91
40
Baca Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid pertama, Pustaka Imam asy-syafii, Jakarta,
2008

18
yang diangkat menjadi Rasul 313 orang dan ini pun ada perbedaan
pendapat.41 Para ulama menjelaskan akan perbedaan antara Nabi dan
Rasul. Mereka mengatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak
setiap Nabi adalah Rasul. Yang membedakan antara keduanya adalah
jika Rasul mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalah (wahyu)
yang diterimanya kepada umatnya. Sementara Nabi tidak ada kewajiban
menyampaikan ajaran yang diterimanya itu kepada umat manusia.42

Adapun firman Allah  yang berkaitan dengan para utusatn-Nya


serta pengangkatan risalahnya yaitu terdapat dalam Q.S. an-Nahl : 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah T âgut".

Seorang muslim berkeyakinan bahwa Allah  telah memberi


wahyu dan mensucikan para utusan-Nya diantara manusia dengan
menugaskannya untuk menyampaikan wahyu tersebut agar tidak ada
alasan lagi bagi manusia kelak pada hari kiamat. Allah  mengutus
mereka dengan dibekali penjelasan-penjelasan dan mukzizat. Mereka
adalah manusia yang tak lepas dari kemanusiaannya seperti makan,
minum, jatuh sakit, lupa atau ingat dan hidup atau mati. Mereka adalah
manusia yang benar-benar paling sempurna tanpa kecuali.43

c. Iman kepada Hari Akhir

Pembahasan tentang iman kepada hari akhir ini adalah materi


yang sangat panjang, bahkan penulis membagi materi keimanan kepada
hari akhir ini dalam 4 buku yang berbeda, pertama ; pembahasan tentang

41
Ibid., h. 104
42
Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit.,h. 160
43
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1993), Cet. II, h. 53

19
kematian sebagai pintu pertama menuju alam akhir44, Kedua : Iman
kepada hari akhir yang membahas tentang kejadian kejadian sebelum
hari kiamat,45 Ketiga : Huru hara hari kiamat yang membahas tentang
kejadian kejadian setelah hari kiamat, dimulai dari hari berbangkit sampai
manusia dihisab dan diputuskan masuk kedalam neraka atau masuk
kedalam surga.46 Keempat :Pembahasan tentang surga dan neraka yang
menjelaskan tentang nikmat surga dan azab neraka.47
Pembagian materi yang begitu luas itu berangkat dari nama nama
hari kiamat sebagaimana yang telah masyhur bagi kita, yakni hari kiamat
disebut juga dengan yaumul akhir (hari akhir)48, yaumul ba’ats (hari
kebangkitan), yaumul hisâb (hari perhitungan)49, yaumul jazâ’i (hari
pembalasan)50, yaitu pembalasan atas segala amal perbuatan manusia
selama hidup di dunia. Keyakinan dan kepercayaan akan adanya hari
kiamat memberikan satu pelajaran bahwa semua yang bernyawa, terutama
manusia akan mengalami kematian dan akan dibangkitkan kembali untuk
mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia.

44
Baca Wismanto Abu Hasan, Pesan dari alam kubur, Cahaya Firdaus, Pekanbaru,
2018
45
Baca Wismanto Abu Hasan, Iman kepada hari Akhir, Kreasi Edukasi, Pekanbaru,
2018
46
Wismanto Abu Hasan, Huru hara hari kiamat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
47
Wismanto Abu Hasan, Surga dan Neraka, makalah materi perkuliahan yang sedang
dirampungkan untuk dijadikan buku berisbn.
48
yang membahas tentang kejadian sebelum kiamat, diantaranya munculnya imam
mahdi, keluarnya dajjal, turunnya nabi isa , lepasnya yakjuj dan ma’juj dari kurungannya,
dan lain lain sampai munculnya matari hari dari barat yang diikuti dengan hancurnya seluruh
alam.
49
yaumul ba’ats (hari kebangkitan) dan yaumul hisâb (hari perhitungan) adalah hari
dimana manusia sangat kacau pada hari itu, rasa takut akan azab Allah sangat besar, sehingga
mereka berlarian seperti anai anai yang dihancurkan sarangnya, tidak peduli lagi dengan ayah
dan ibu, kakak dan adik, sehingga kejadian kejadian ini kami kumpulkan dalil-dalilnya lalu
kami terbitkan dalam bentuk buku yang berjudul huru hara hari kiamat. Kejadian huru hara
hari kiamat ini lebih dahsat dari kejadian sebelum kiamat.
50
yaumul jazâ’i (hari pembalasan) inilah yang sedang kami kumpulkan juga data
datanya, maksudnya adalah tentang surga dan neraka sebagai balasan bagi yang beriman atau
pendosa.

20
Hari kiamat menandai babak akhir dari sejarah hidup manusia di
dunia. Kedatangan hari kiamat tidak dapat diragukan lagi bahkan proses
terjadinya pun sangat jelas.51 Bagi seorang muslim wajib mengimani
bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara dan tidak akan lama akan
dihidupkan dan dihadapkan kepada Allah . untuk mempertanggung
jawabkan segala perbuatan yang pernah dilakukannya semasa hidup di
dunia.52 Sehingga dengan beriman kepada hari akhir akan selalu
mengingatkan kepada seseorang agar selalu meningkatkan ibadahnya baik
dari segi kualitas maupun kuantitas karena kehidupan di dunia hanyalah
kehidupan sementara dan tidak abadi. Adapun kehidupan yang abadi
adalah kehidupan akhirat.

d. Iman kepada Qađa dan Qadar

Qađa adalah ketentuan-ketentuan yang ditentukan Allah . Sedang


Qadar adalah pelaksanaan dari ketentuan tersebut.44 Iman kepada qađa
dan qadar memberikan pemahaman bahwa kita wajib meyakini
Kemahabesaran dan Kemahakuasaan Allah . sebagai satu-satunya Dzat
yang memiliki otoritas tunggal dalam menurukan dan menentukan
ketentuan apa saja bagi makhluk ciptaan-Nya. Manusia diberi
kemampuan dan otonomi untuk menenetukan nasibnya sendiri dengan
ikhtiar dan doanya kepada Allah .53 Dengan beriman kepada qađa dan
qadar seseorang akan meyakini bahwa segala kejadian yang terjadi dalam
kehidpannya itu merupakan ketentuan Allah . sehingga dia selalu optimis
bahwa apa yang terjadi merupakan ketentuan dari Allah swt. dan dia akan
menjalani kehidupan ini dengan tawakkal kepada Allah . dengan
mengingat dirinya bahwa hanya Allah  satu-satunya yang berkuasa akan

51
Rois Mahfud, Op. Cit., h. 20
52
Darwis Abu Ubaidah, Op. Cit.,h. 170
53
Rois Mahfud, Op. Cit., h. 21

21
hidupnya. Namun disamping itu, Allah . memerintahkan kepada manusia
agar terus berusaha untuk mengerjakan kebaikan. Dengan kata lain,
semua yang berlaku dan terjadi adalah menurut qađa dan qadar-Nya.54
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an Q.S. al-Qamar : 49 yang
artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.”

2. Tauhid Uluhiyyah
Makna secara ijmali (global) dari tauhid ini adalah pengi’tikadan diri
secara bulat-bulat bahwa Allah . adalah ilâhul Haqq (yang berhak diibadahi)
dan tidak ada ilâhul Haqq selain-Nya.55 Sebagai hambanya kita harus
meyakini sesungguhnya hanya Allah  adalah Tuhan yang patut untuk
disembah dan tidak ada lagi tuhan yang wajib disembah kecuali Allah 
Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul  karena ia adalah asas dan
pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. 56 Rasul merupakan para utusan
Allah  yang diberikan amanat kepadanya untuk mengajarkan kaumnya yaitu
berupa ajaran untuk bertauhid kepada-Nya merupakan ajaran yang paling
utama karena tauhid ini merupakan esensi dari iman kepada Allah  Pada
hakekatnya jenis tauhid ulûhiyyah ini menghimpun seluruh tauhid jenis
lainnya. Menghimpun tauhid rubûbiyyah, begitu juga dengan tauhid asmâ`
dan sifat-sifat-Nya.57
Mengimani atau mempercayai ulûhiyah Allah  adalah dengan cara
meng-Esakan Allah  dengan perbuatan para hamba yang dilandasi oleh niat
yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada-Nya sesuai dengan apa yang telah

54
M. Saberanity, Op. Cit., h. 85
55
Muhammad Na’im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yangmembatalkannya, Terj.
dari Al-Iiman, Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1992), Cet. V, h. 24
56
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Op. Cit., h. 53
57
Muhammad Na’im Yasin, Op. Cit., h. 25

22
disyari’atkan. Dalam bahasa yang sangat sederhana dapat dikatakan bahwa
mengimani ulûhiyah Allah  adalah menjadikan Allah  sebagai sasaran
(tujuan) tunggal dalam menjalankan berbagai aktifitas ubûdiyyah.58 Oleh
karena segala bentuk ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat
semata-mata karena Allah  dan tidak sedikit pun dikotori oleh niat yang lain.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwasannya tauhid ulûhiyah ini
merupakan keyakinan bahwa Allah  adalah satu-satunya Tuhan yang wajib
disembah dan tidak ada sekutu baginya. Tauhid ulûhiyah ini merupakan inti
dari tauhid yang lainnya yaitu tauhid rubûbiyyah serta tauhid asmâ` wa sifat.
Adapun yang termasuk pada tauhid ulûhiyah ini adalah segala perkara yang
menyangkut peribadatan kepada Allah yang telah dijelaskan melalui syariat
yang dibawa oleh Rasulullah . Mencakup didalamnya ; sholat, puasa,
membayar zakat, menunaikan ibadah haji dan seterusnya.59

3. Tauhid Asmâ Wa Sifât

Iman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah swt yakni menetapkan


nama-nama dan sifat yang sudah ditetapkan Allah swt untuk diri-Nya dalam
kitab suci-Nya atau sunnah rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan
kebesaran-Nya tanpa tahrif (penyelewengan), ta’ţil (penghapusan), takyif
(menanyakan bagaimana?), dan tamśil (menyerupakan).60

Pengertian tauhid ini adalah bahwa tauhid asmâ dan sifat berdiri di
atas tiga asas yaitu:
a. Mensucikan dan meninggikan Allah  dari hal yang menserupakan-
Nya dengan mahluk, atau dari suatu kekurangan. Maka tauhidullah di

58
Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama ‟ah, (Jakarta: Pustaka
al- Kausar, 2008), Cet. I, h. 49
59
Baca Wismanto Abu hasan, Fiqih Ibadah, Nasya Expanding Manajemen, Pemalang
2016
60
Syekh Muhammad bin Shalih al „Uśaimin, Op. Cit., h. 30

23
dalam sifat- Nya adalah pengi’tikadan diri secara bulat-bulat untuk
mengakui bahwa Allah  . memerintahkan agar mensucikan-Nya, Dia
bersih dari beristri, bersekutu, tidak ada bandingan kesamaan, tidak
ada syafaat (tanpa izin Allah).
b. Iman kepada asma dan sifat yang telah ditetapkan dalam Kitabullah
dan sunnah rasul, tanpa membatasinya dengan mengurangi-
mengurangi atau menambah-nambah atau berpaling walau
sedikitpun, atau mengabaikan/menganggap tidak ada terhadap
ketetapan-ketetapan tersebut.
c. Membuang khayalan (yang berlebih-lebihan) untuk
memvisualisasikan sifat- sifat tersebut. Yaitu dituntut bagi Mukmin
(hamba) yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan asma-asma
yang nash-nashnya jelas tertera di dalam Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah, tanpa perlu membahas atau mempersoalkan
visualisasinya. Yang demikian itu disebabkan sifat-sifat Allah sama
sekali berbeda dengan sifat-sifat mahluk yang diciptakan-Nya, yang
secara lazim memerlukan pembuktian baik secara material maupun
visual.61

Tauhid asmâ wa sifat ini merupakan tauhid dalam mensucikan Allah


dari hal-hal yang dapat mengotori keimanan seseorang. Karena telah kita
yakini bahwasannya Allah yang hanya memiliki sifat kesempurnaan, yang
bersih dari sekutu sebagaimana faham-faham yang dianut oleh orang-orang
trinitas bahwasannya Allah memiliki anak. Padahal sudah jelas di dalam al-
Qur’an bahwasannya Allah tidak memiliki anak dan tidak pula diperanakkan.

Disini dapat difahami bahwasannya Allah . satu-satunya Tuhan yang


wajib diimani dan disembah, kita sebagai orang mu‟min dituntut untuk
mengimani akan ke-Esaan Allah dalam beribadah, kekuasaan Allah dalam
61
Muhammad Na‟im Yasin, Op. Cit., h. 35

24
penciptaan-Nya. Kita hanya diperintahkan untuk memikirkan tentang ciptaan-
Nya namun tidak diperintahkan untuk memikirkan bagaimana dzat Allah.

Adapun iman terhadap tauhid asmâ` wa sifat termasuk kepada iman


kepada kitab Allah karena salah satu sifat wajb bagi Allah yaitu sifat kalam,
dan kitab Allah merupakan kalamullah. Selain itu, seorang mu‟min dituntut
untuk mengimani sifat-sifat dan asma-asma yang nash-nashnya jelas tertera di
dalam Kitabullah. Sedang yang dimaksud dengan beriman kepada kitab-
kitab Allah, berarti kita wajib pula meyakini, bahwa sesungguhnya Allah telah
menurunkan beberapa kitab kepada para Nabi-Nya. Tujuan Allah menurunkan
kitab-kitab itu yaitu agar digunakan sebagai pedoman bagi seluruh manusia
menuju jalan hidup yang benar dan diridhai Allah . atau dengan kata lain
berfungsi sebagai penuntun menuju kebahagiaan dan keselamatan dunia
akhirat.

Orang Islam adalah orang yang beriman kepada kitab-kitab yang


diturunkan Allah dan diwahyukan kepada para utusan-Nya. Kitab-kitab itu
adalah kalam Allah yang diwahyukan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-
Nya agar mereka menyampaikan syari’at dan agamaNya. Kitab yang teragung
ini ada empat: Pertama, al-Qur’an al-Karim yang diwahyukan kepada
Muhammad, kedua, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as., ketiga
Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as., keempat, Injil yang diturunkan
kepada Nabi Isa as. Diantara yang empat, al-Qur’an adalah Kitab yang
paling sempurna. Dialah yang menjadi pelengkap syari’at dan hukum-hukum
kitab yang lain.62 Hal ini berdasarkan firman-Nya yang artinya :“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya.”

62
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., h. 39

25
BAB III
KESIMPULAN

1. Pendidikan keimanan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik


kepada peserta didiknya dengan tujuan agar peserta didik memiliki kesadaran
akan Tuhannya dengan menanamkan keyakinan akan rukun iman yang enam
yaitu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Hari kiamat serta qađa
dan qadar-Nya. Selain itu pendidikan keimanan berfungsi untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu potensi

26
mengakui akan adanya Allah  sehingga dengan tertanamnya keimanan ini
menjadikan peserta didik menjadi hamba yang taqwa dan taat kepada Allah 
2. Materi pendidikan Islam mencakup berbagai aspek, baik sifatnya duniawi
maupun ukhrawi. Adapun inti materi pendidikan keimanan dalam al-Qur’an
adalah tauhid, yang dibagi menjadi tauhid rubûbiyyah, tauhid ulûhiyyah dan
tauhid asmâ wa sifat.

27
DAFTAR PUSTAKA

A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN-Malang Press, 2008),


Cet. I.
Abdullah Nashih ‘Ulwan, Saat Mu’min Merasakan Kelezatan Iman, (Jakarta: Robbani Press,
1992), Cet. I.
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Asy-Syifa’, 1999).
Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, Mengupas Kebodohan, Terj. dari Al Jahl bi
Masail Al I‟tiqad wa Hukmuhu oleh Asep Saefullah dan Kamaluddi Sa’diyatul Haramain,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2001), Cet. I.
Abdurrahman Madjrie, Meluruskan Akidah, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), Cet. I.
Abdurrahman Saleh Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-Quran serta
Implementasinya, terj. Mutammam, (Bandung: Diponegoro, 2001).
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), Cet. IX.
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007),
Cet. IX.
Armai Arief, Refolmulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Crsd Press, 2005), Cet. I.
Badi’uzzaman Sa’id Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, Terj. dari Al-Iman wa Takamulul-Insan
oleh Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2004), Cet. I.
Darwis Abu Ubaidah, Panduan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah, (Jakarta: Pustaka al- Kausar,
2008), Cet. I.
Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Bandung, Pusta, 2004).
Fachruddin HS, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. III.
Ibrahim bin Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, Terj. dari
Almadkhalu Lidirâsatil ‘Aqidatil Islamiyyah ‘Ala Madzhabi Ahlisunnah wal Jama ‟ah, oleh
Muhammad Anis Matta, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I.
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Tauhid/Ilmu Kalam, (Jakarta Bulan Bintang,
1993)

i
Mawardi Labay El-Sulthani, Zikir dan Do‟a; Iman Pengaman Dunia, (Jakarta: Al-Mawardi
Priman, 2000).
Moh. Rowi Latif, Bagaimana Anda Menjadi Orang Mu’min, (Surabaya: PT. Bungkul Indah,
1995), Cet. I.
Muhammad Fadhil Al-Jamali, Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran, terj. A.S Zamachsyari,
(Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2005).
Muhammad Na‟im Yasin, Iman: Rukun, Hakikat dan yangmembatalkannya, Terj. dari Al-Iiman,
Arkaanuhu, Haqiqatuhu, Nawaqidhuhu oleh Abu Fahmi, (Jakarta: Gema Insani Press,
1992), Cet. V.
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2013), Cet. I.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002)
Sayid Sabiq, Aqidah Islam, (Bandung: Diponegoro, 2010), Cet. XVIII.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi , Aqidah Seorang Mukmin, Terj. dari Aqîdatul Mukmin oleh
Salim Bazemool, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. I.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Pola Hidup Muslim; Aqidah, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1993), Cet. II.
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Kitab Tauhid, jilid I Terj. dari At-Tauhid Liş Şaffil Awwal
al-Ali oleh Agus Hasan Bashori, (Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. I.
Syech Mahmud Syaltout, Aqidah dan Syari’ah Islam, terj. Fachruddin HS (Jakarta: Bumi
Aksara, 2000)
Syekh Muhammad bin Shalih al Utsamin, Prinsip-prinsip Keimanan Terj. dari Syarhu Ushulil
Iman oleh Ali Makhtum As-Salamy, (Riyadh: Haiatul Ighatsah al Islamiah al Alamiah,
1993), Cet. I.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. III.
Wismanto Abu hasan, Berkenalan dengan malaikat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2017
Wismanto Abu Hasan, Fiqih Ibadah, Nasya Expanding Manajemen, Pemalang, 2016
Wismanto Abu hasan, Huru hara hari kiamat, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
Wismanto Abu hasan, Iman kepada hari akhir, Kreasi Edukasi, Pekanbaru, 2018
Wismanto Abu Hasan, Kitabuttauhid “Esa-kanlah-Aku”, Nasya Expanding Manajemen,
Pemalang, 2016

ii
Wismanto Abu hasan, Pesan dari alam kubur, Cahaya Firdaus, Pekanbaru, 2017
Yusuf Al Qardhawi, Iman dan Kehidupan, Terj. dari Al-Iman wal Hayat oleh
Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka, 1996), Cet. II.

iii

Anda mungkin juga menyukai