Anda di halaman 1dari 12

SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STUNTING PADA


BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBOKREJO KABUPATEN JEMBER

Oleh :
Dedik Hariyanto
1911012028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
JURNAL ILMIAH

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STUNTING PADA


BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBOKREJO KABUPATEN JEMBER

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Keperawatan

Oleh :
Dedik Hariyanto
1911012028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STUNTING PADA


BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBOKREJO KABUPATEN JEMBER

Dedik Hariyanto
1911012028

Jurnal Ilmiah ini telah diperiksa oleh pembimbing dan telah disetujui untuk dipublikasikan pada
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

Jember, 21 Februari 2021

Pembimbing I

Dr. Wahyudi Widada, S.Kp.,M.Ked


NIP. 19671216 1 0704448

Pembimbing II

Ns. Cahya Tribagus Hidayat.,S.Kep.,.M.Kes.,


NPK. 19860517 1150 3614
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN STUNTING PADA
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMBOKREJO KABUPATEN JEMBER

Dedik Haiyanto1, Wahyudi Widada 2, Cahya Tribagus Hidayat 3


Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jember

1. Mahasiswa Program S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember


2.3 Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

Abstrak
Kejadian stunting merupakan masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia. Anak-anak yang
mengalami stunting pada umumnya akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif dan
motoriknya yang akan mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi keluarga dengan stunting pada
Balita Metode penelitian menggunaka metode korelasional dengan pendekatan cross sectional.
Sample sebanyak 102 responden menggunakan metode Cluster Random Sampling dengan teknik
analisis data menggunakan uji Pearson Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
status sosial keluarga balita sebagian besar berada pada kategori sejahtera (81,4%) dan balita yang
mengalami stunting mencapai 6,9%. Hasil analisis statistik diketahui bahwa ada hubungan status
sosial ekonomi keluarga dengan stunting pada balita (p value = 0,032). Peran keluarga untuk
meningkatkan status gizi pada balita yaitu pertama sebagai konselor, perawat memberikan pelayan
konsultasi untuk pengambilan keputusan, dukungan dalam bentuk motivasi, dan memberikan
arahan kepada keluarga yang memiliki anak dengan masalah status gizi stunting
Kata kunci : Sosial ekonomi, stunting, balita, keluarga

Abstract
The incidence of stunting is a nutritional problem experienced by under five children in the world.
Generally, stunted children will experience obstacles in their cognitive and motor development
which will affect their productivity as adults. This study aims to determine the relationship
between family socioeconomic status and stunting in toddlers. The research method uses a
correlational method with a cross sectional approach. A sample of 102 respondents used the
Cluster Random Sampling method with data analysis techniques using the Pearson Product
Moment test. The results showed that the social status of the toddler's family was mostly in the
prosperous category (81.4%) and the toddlers who were stunted reached 6.9%. The results of
statistical analysis show that there is a relationship between family socioeconomic status and
stunting in children under five (p value = 0.032). The role of the family to improve the nutritional
status of toddlers, namely first as a counselor, the nurse provides consultation service for decision
making, support in the form of motivation, and provides direction to families who have children
with stunting nutritional status problems..
Key Words : Socio-economy, stunting, under five children, family

PENDAHULUAN yang besar terhadap tumbuh kembang anak


Kejadian stunting merupakan salah dan juga perekonomian Indonesia di masa
satu masalah gizi yang dialami oleh balita di yang akan datang. Dampak stunting terhadap
dunia saat ini. Stunting memiliki dampak kesehatan dan tumbuh kembang anak sangat
merugikan. Stunting dapat mengakibatkan peningkatan jumlah stunting mencapai 19,3%
gangguan tumbuh kembang anak terutama (Kemenkes, 2018).
pada anak berusia di bawah dua tahun. Anak- Tim Nasional Percepatan
anak yang mengalami stunting pada Penanggulangan Kemiskinan (2017)
umumnya akan mengalami hambatan dalam menyebutkan bahwa di Indonesia sekitar 9
perkembangan kognitif dan motoriknya yang juta anak Balita mengalami stunting.
akan mempengaruhi produktivitasnya saat Prevalensi Stunting di Jawa Timur mencapai
dewasa. Secara ekonomi potensi kerugian 447.965 anak balita dengan Kabupaten
ekonomi yang diakibatkan oleh stunting Jember merupakan Kabupaten tertinggi
sangat besar hal tersebut tentunya akan kejadian Stunting di Jawa Timur yaitu sebesar
menjadi beban bagi negara terutama akibat 80.359 anak balita.
meningkatnya pembiayaan kesehatan Studi pendahuluan yang dilakukan
(Kementerian Kesehatan, 2018). Secara pada bulan Agustus 2020 didapatkan data
nasional stunting merupakan masalah pada Puskesmas Tembokrejo Periode Maret
nasional, pemerintah telah mengeluarkan dana 2020 menunjukkan bahwasanya di Desa
untuk penanggulanan stunting di Indonesia Bagorejo tercatat sebanyak 402 balita, Desa
dan telah memakan biaya sebesar Rp. Tembokrejo sebanyak 530 balita, dan Desa
446.012.076.527 atau 78,4% dari alokasi dana Karangrejo sebanyak 677 balita sehingga total
kesehatan nasional. Pendanaan tersebut sangat keseluruhan balita yang ada di Wilayah Kerja
besar namun angka kejadian stunting terus Puskesmas Tembokrejo sebanyak 1609 balita.
meningkat dimana lokus penyebarannya Cakupan balita stunting pada bulan Maret
mencapai 160 kabupaten/ kota se Indonesia. 2020 mencapai 177 balita atau dengan
Stunting juga berdampak pada penurunan prevalensi mencapai 11,00% dengan sebaran
kecerdasan dan kerentanan anak terhadap 10,7% di Desa Tembokrejo, 20,89% di Desa
penyakit hal ini dibuktikan dengan survey Bagorejo dan 5,31% di Desa Karangrejo.
global yang dilakukan oleh Organization for Secara garis besar penyebab stunting
Economic Co-operation and Development dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan
dimana tingkat kecerdasan anak Indonesia di yaitu tingkat masyarakat, rumah tangga
urutan 64 terendah dari 65 negara serta (keluarga), dan individu. Pada tingkat
terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan masyarakat, sistem ekonomi; sistem
produktivitas pasar kerja dengan menurunya pendidikan; sistem kesehatan; dan sistem
11% GDP yang menghambat pembangunan sanitasi dan air bersih menjadi faktor
nasional serta menghambat untuk menjadi penyebab kejadian stunting. Pada tingkat
negara maju (Kementerian Kesehatan RI, rumah tangga (keluarga), kualitas dan
2019) kuantitas makanan yang tidak memadai;
Joint Child Malnutrition Eltimate tingkat pendapatan; jumlah dan struktur
(2018) dalam kementerian Kesehatan (2018) anggota keluarga; pola asuh makan anak yang
menyebutkan bahwa secara global prevalensi tidak memadai; pelayanan kesehatan dasar
stunting mencapai 150,8 juta anak Balita yang tidak memadai; dan sanitasi dan air
dimana prevalensi tertinggi berada di Asia bersih tidak memadai menjadi faktor
yaitu sebanyak 55%, dan prevalensi kedua penyebab stunting, dimana faktor-faktor ini
berada di Afrika yaitu sebanyak 39% terjadi akibat faktor pada tingkat masyarakat.
sehingga Regional Asia menyumbang anak Faktor penyebab yang terjadi di tingkat rumah
dengan stunting sebesar 83,6 Juta Balita tangga akan mempengaruhi keadaan individu
dengan prevalensi tertinggi berada di Timor yaitu anak berumur dibawah 5 tahun dalam
Leste sebesar 50,2% disusul India dengan hal asupan makanan menjadi tidak seimbang;
prevalensi sebesar 38,4% dan di nomor tiga berat badan lahir rendah (BBLR); dan status
yaitu Indonesia sebesar 36,4%. Secara kesehatan yang buruk (Wiyogowati, 2012).
nasional data stunting tahun 2018 terjadi Stunting mempengaruhi
perkembangan otak sehingga tingkat
kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini Pengumpulan data dilakukan
berisiko menurunkan produktivitas pada saat menggunakan observasi dan kuesioner.
dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih Teknnik analisis data terdiri dari dua analisis
rentan terhadap penyakit. Anak stunting yaitu analisis multivariat menggunakan
berisiko lebih tinggi menderita penyakit distribusi frekuensi dan analisis bivariat
kronis di masa dewasanya. Dalam jangka menggunakan Pearson Product Moment
pendek, stunting menyebabkan gagal tumbuh,
hambatan perkembangan kognitif dan HASIL PENELITIAN
motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik Data Umum
tubuh serta gangguan metabolisme. Dalam 1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis
jangka panjang, stunting menyebabkan Kelamin pada Balita Di Wilayah Kerja
menurunnya kapasitas intelektual (Badan Puskesmas Tembokrejo Kabupaten
Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Jember Tahun 2021 (n = 102)
2018) Jenis Frekuensi Persentase
Ketahanan pangan (food security) Kelamin (%)
Laki- Laki 54 52,9
tingkat rumah tangga adalah aspek penting
Perempuan 48 47,1
dalam pencegahan stanting. Isu ketahanan Total 102 100
pangan termasuk ketersediaan pangan sampai
level rumah tangga, kualitas makanan yang 2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berat
dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari Lahir pada Balita Di Wilayah Kerja
ketersediaan pangan itu sendiri yang terkait Puskesmas Tembokrejo Kabupaten
dengan akses penduduk untuk membeli. Jember Tahun 2021 (n = 102)
Beberapa program yang terekam dari Berat Lahir Frekuensi Persentase
lapangan dan sudah dilaksanakan antara lain (%)
beras Miskin (Raskin)/Beras Sejahtera < 2.800 gram 38 37,3
(Rastra) (Bulog), Bantuan Pangan Non Tunai >2.800 gram 64 62,7
(Kementerian Sosial), Program Keluarga Total 102 100
Harapan/PKH (Kementerian Sosial),
Pemberian Makanan Tambahan/PMT ibu 3. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi
hamil (Kementerian Kesehatan, 2018). Pendidikan Orang Tua pada Balita Di
Multyfaktor penyebab stunting yang Wilayah Kerja Puskesmas Tembokrejo
saling terkait satu sama lain sehingga Kabupaten Jember Tahun 2021 (n = 102)
Pendidikan Frekuensi Persentase
berdampak pada kejadian stunting membuat
(%)
peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi Tidak sekolah 8 7,8
yaitu hubungan status sosial ekonomi Sekolah dasar 29 28,4
keluarga dengan stunting pada Balita di Sekolah 31 30,4
wilayah kerja Puskesmas Tembokrejo menengah
Kabupaten Jember pertama
Sekolah 33 32,4
menengah atas
Pendidikan tinggi 1 1
METODE PENELITIAN Total 102 100
Penelitian ini menggunakan desain
korelasi dengan pendekatan crossectional 4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan
yang bertujuan untuk untuk mengetahui Orang Tua pada Balita Di Wilayah Kerja
hubungan status sosial ekonomi keluarga Puskesmas Tembokrejo Kabupaten
dengan stunting pada Balita. Sampel pada Jember Tahun 2021 (n = 102)
penelitian sebanyak 102 responden. Teknik Pekerjaan Frekuensi Persentase
sampling yang digunakan adalah Cluster (%)
Random Sampling PNS 3 2,9
Swasta 29 28,4
Pedagang 10 9,8
Petani 30 29,4 3. Analisis Hubungan Status Sosial
Buruh 30 29,4 Ekonomi Keluarga dengan Stunting pada
Total 102 100 Balita di wilayah kerja Puskesmas
5. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Besar Tembokrejo Kabupaten Jember
keluarga pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten Kejadian Stunting
Jember Tahun 2021 (n = 102) Status Stunting Tidak Total p r
Sosial stunting value
Besar Frekuensi Persentase Ekonomi f % f % f %
Keluarga (%)
Cukup 3 16,7 15 83,3 18 100
Kurang dari 40 39,2
sejahtera 4 4,8 79 95,2 83 100 0,032 0,212
4 orang
Jumlah 7 100 94 100 102 100
Lebih dari 4 62 60,8
orang
Total 102 100 PEMBAHASAN
1. Status Sosial Ekonomi Keluarga pada
6. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pemilikan Balita di wilayah kerja Puskesmas
Rumah pada Balita Di Wilayah Kerja Tembokrejo Kabupaten Jember
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten Hasil penelitian menunjukkan
Jember Tahun 2021 (n = 102) bahwa karakteristik status sosial pada
Pemilikan Frekuensi Persentase Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumah (%)
Tembokrejo Kabupaten Jember sebagian
Milik sendiri 87 85,3
Kontrak 15 14,7 besar berada pada kategori sejahtera yaitu
Total 102 100 sebanyak 83 orang (81,4%)
Ramayulis (2018) menjelaskan
Data Khusus bahwa status ekonomi adalah tinggi
1. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Status rendahnya prestise yang dimiliki
Sosial Keluarga Balita di Wilayah Kerja seseorang berdasarkan kedudukan yang
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten dipegangnya dalam suatu masyarakat
Jember Tahun 2021 (n = 102) berdasarkan pada pekerjaan untuk
Status Sosial Frekuensi Persentase memenuhi kebutuhanya atau keadaan
Ekonomi (%) yang menggambarkan posisi atau
Cukup 18 17,9 kedudukan seseorang dalam masyarakat
Sejahtera 83 81,4 berdasarkan kepemilikan materi dan
Total 102 100 lainya yang dapat menunjukan status
sosial ekonomi yang dimiliki individu
2. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Kejadian tersebut. Social Stratification yang
Stunting pada Balita di Wilayah Kerja merupakan pembedaan penduduk atau
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
Jember Tahun 2021 (n = 102) bertingkat (hirarkis). Secara teoristis
Kejadian Frekuensi Persentase semua manusia dianggap sederajat. Akan
Stunting (%) tetapi sesuai dengan kenyataan hidup
Stunting 7 6,9
kelompok-kelompok sosial tidaklah
Tidak stunting 95 93,1
Total 102 100 demikian. Perwujudan nyata dari
stratification social adalah kelas-kelas
tinggi dan kelas-kelas rendah. Hal ini bisa
terjadi karena pembagian nilai-nilai sosial
yang tidak seimbang dalam kehidupan
bermasyarakat
Badan Pusat Statistik (2019)
membedakan pendapatan penduduk
menjadi 4 golongan yaitu Golongan
pendapatan sangat tinggi adalah jika pemulihan akan lebih lambat, sedangkan
pendapatan rata-rata lebih dari Rp. kekurangan berat badan bisa cepat
3.500.000 per bulan. Golongan kembali dipulihkan. Oleh karena itu,
pendapatan tinggi adalah jika pendapatan kekurangan berat badan adalah sebagai
rata-rata antara Rp 2.500.000 s/d Rp. proses akut dan stunting adalah proses
3.500.000 per bulan. Golongan kronis yang berlangsung dalam jangka
pendapatan sedang adalah jika waktu yang lama. Stunting didiagnosis
pendapatan rata-rata dibawah antara Rp. melalui pemeriksaan antropometrik.
1.500.000 s/d 2.500.000 per bulan. Stunting menggambarkan keadaan gizi
Golongan pendapatan rendah adalah jika kurang yang sudah berjalan lama dan
pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000 per memerlukan waktu bagi anak untuk
bulan. berkembang serta pulih kembali.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Sejumlah besar penelitian
studi oleh Fikrina (2017) menemukan memperlihatkan keterkaitan antara
bahwa pada keluarga stunting masih ada stunting dengan berat badan kurang yang
pada keluarga berpendapatan besar. sedang atau berat, perkembangan motorik
Rahmad & Miko (2016) menemukan hal dan mental yang buruk dalam usia kanak-
serupa bahwa sebagian besar pada kanak dini, serta prestasi kognitif dan
kelompok kasus memiliki pendapatan prestasi sekolah yang buruk dalam usia
keluarga tinggi kanak-kanak lanjut
2. Stunting pada Balita di wilayah kerja Penelitian oleh Ngaisyah (2015)
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten menemukan bahwa prevalensi kejadian
Jember stunting pada setiap penelitian
Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan jumlah yang berbeda- beda
bahwa kejadian stunting pada Balita di dimana rerata kejadian stunting pada
Wilayah Kerja Puskesmas Tembokrejo balita mencapai 24% hingga 81,8%.
Kabupaten Jember sebagian besar berada Marbun.,et al (2019) pada penelitianya
tidak mengalami stunting yaitu sebanyak menjelaskan kejadian stunting
95 balita (93,1%). merupakan kejadian yang sulit diperbaiki
Almatsier (2010) menjelaskan karena gangguan pertumbuhan akan
bahwa stunting merupakan hasil dari bertahan sampai 2 atau 3 tahun ke depan
kekurangan gizi kronis, yang Sampai usia 2 tahun pertambahan tinggi
menghambat pertumbuhan linier. badan berlangsung cepat setelah itu
Biasanya, pertumbuhan goyah dimulai pertumbuhan berlangsung stabil di
pada sekitar usia enam bulan, sebagai bawah pengaruh hormon pertumbuhan
transisi makanan anak yang sering tidak sampai pubertas Di akhir tahun
memadai dalam jumlah dan kualitas, dan pertama panjang badan bertambah
peningkatan paparan dari lingkungan kurang lebih 50% dibanding saat lahir.
yang meningkatkan terkena penyakit. Pada usia dua tahun, pertumbuhan
Terganggunya pertumbuhan bayi dan bertambah kurang lebih 75% dibandingh
anak-anak karena kurang memadainya saat lahir disertai badan yang mengurus.
asupan makanan dan terjadinya penyakit Potensi untuk tumbuh tergantung pada
infeksi berulang, yang mengakibatkan sifat dan pola tumbuh kembang,
berkurangnya nafsu makan dan namun hal lain yang sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik mempengaruhi adalah asupan dan
Harjatmo (2017) menjelaskan penyerapan zat gizi, pelayanan kesehatan
bahwa Pertumbuhan panjang secara dasar, dan lingkungan serta upaya
proporsional lebih lambat dari pada berat peningkatan derajat kesehatan.
badan. Kekurangan tinggi badan Hasil penelitian juga
cenderung terjadi lebih lambat dan menunjukkan bahwa sebagian besar jenis
kelamin adalah laki- laki. Nurmayasanti faktor ekonomi dengan kejadian stunting.
(2019) menyebutkan balita penderita Ni’mah & Rahayu (2015) juga
stunting didominasi oleh balita mengungkapkan bahwa keluarga dengan
perempuan hal ini sejalan juga dengan pendapatan rendah berada pada risiko
penelitian oleh Eunice & Sarah (2013) lebih tinggi untuk memiliki anak balita
yang menemukan bahwa proporsi dengan stunting dibandingkan dengan
tertinggi kejadian stunting dialami oleh keluarga berpendapatan tinggi, dimana
anak perempuan. Hasil penelitian cukup besar risiko mencapai 2-3 kali
relevan bahwasanya prevalensi stunting Status sosial ekonomi pada
masih rendah pada penelitian ini hal ini keluarga stunting ditemukan sebagian
juga dapat dipengaruhi oleh sebagian besar penelitian mengungkapkan bahwa
besar balita pada penelitian ini adalah status ekonomi keluarga balita stunting
laki- laki berada pada kategori rendah.
3. Hubungan Status Sosial Ekonomi Karakteristik orang tua balita yang
Keluarga Dengan Stunting Pada Balita sebagian besar berpendidikan rendah
di wilayah kerja Puskesmas (Nurmayasanti, 2019; Fikrina, 2017;
Tembokrejo Kabupaten Jember Wahyuni & Fitrayuna, 2020; Ngaisyah,
Hasil penelitian menunjukkan 2015 Ilahi, 2017; Dalimunte, 2015;
bahwa pada keluarga balita dengan status Winasis, 2018) berdampak pada kondisi
sosial ekonomi cukup menunjukkan pekerjaan yang sebagian besar bekerja
bahwa kejadian stunting mencapai 16,7% pada sektor swasta sebagai buruh harian
sedangkan tidak terjadi stunting mencapai lepas serta para ibu yang hanya berprofesi
83,3%. Pada keluarga dengan status sebagai ibu rumah tangga (Wahyuni &
sosial ekonomi sejahtera menunjukkan Fitrayuna, 2020; Ngaisyah, 2015)
bahwa kejadian stunting mencapai 4,8% menjadi faktor pemungkin untuk
sedangkan tidak terjadi stunting mencapai rendahnya pendapatan keluarga pada
95,2%. Hasil uji statistik menunjukkan balita stunting tersebut.
ada hubungan status sosial ekonomi Status sosial ekonomi yang
keluarga dengan stunting pada balita di rendah merupakan faktor risiko kejadian
Wilayah Kerja Puskesmas Tembokrejo Stunting pada anak balita Pendapatan
Kabupaten Jember (p value = 0,032) keluarga berkaitan dengan kemuampuan
Pada penelitian ini stunting juga rumah tangga tersebut dalam memenuhi
ditemukan pada keluarga dengan status kebutuhan hidup baik primer, sekunder,
sosial ekonomi sejahtera. Hal ini sejalan maupun tersier. Pendapatan keluarga
dengan studi oleh Nurmayasanti (2019); yang tinggi memudahkan dalam
Fikrina (2017); Ngaisyah (2019) yang memenuhi kebutuhan hidup, sebaliknya
menyatakan bahwa selain pada keluarga pendapatan keluarga yang rendah lebih
dengan pendapatan rendah kejadian memahami kesulitan dalam memenuhi
stunting juga ditemukan pada keluarga kebutuhan hidup. Pendapatan yang
berpendapatan tinggi namun proporsinya rendahakan mempengaruhi kualitas
lebih rendah dibandingkan dengan maupun kuantitas bahan makanan yang
keluarga berpendapatan rendah dikonsumsi oleh keluarga. Makanan yang
Penelitian ini sejalan dengan studi didapat biasanya akan kurang bervariasi
yang dilakukan oleh Marbun.,et al (2019) dan sedikit jumlahnya terutama pada
dan Ilahi (2017) yang mengungkapkan bahan pangan yang berfungsi untuk
adanya hubungan bermakna antara status pertumbuhan anak sumber protein,
sosial ekonomi dengan kejadian stunting vitamin, dan mineral, sehingga
hal ini didukung oleh penelitian yang meningkatkan risiko kurang gizi.
dilakukan oleh Winasis (2018) yang Keterbatasan tersebut akan meningkatkan
menemukan bahwa adanya hubungan risiko seorang balita mengalami Stunting.
Rendahnya tingkat pendapatan dan akan makanan tambahan semakin
lemahnya daya beli memunngkinkan mudah, sebaliknya jika semakin buruk
unntuk mengatasi kebiasaan makan perekonomian keluarga maka dayabeli
dengan cara-cara tertentu yang akan makanan tambahan akan semakin
menghalangi perbaikan gizi yang efektif sukar. Pekerjaan merupakan salah satu
tertutama untuk anak-anak mereka faktor yang mempengaruhi perekonomian
Karakteristik responden dengan seseorang Pekerjaan dapat menjadikan
pendapatan rendah, pendidikan yang seseorang memperoleh pengalaman dan
rendah serta tingkat pengetahuan yang pengetahuan baik secara langsung
rendah dalam memenuhi kebutuhan maupun tidak langsung. Status ekonomi
nutrisi anak menjadikan faktor ini erat kaitannya dengan pendapatan
pemungkin kejadian stunting. yang diperoleh, pendapatan yang tinggi
Pengetahuan ibu yang rendah ditambah biasanya jumlah dan jenis pangan yang
dengan pendapatan keluarga yang rendah dikonsumsi juga semakin baik
menjadi faktor dominan terhadap Keluarga dengan pendapatan
kejadian stunting. Kejadian stunting oleh terbatas kemungkinan besar kurang dapat
faktor tersebut mengakibatkan keluarga memenuhi kebutuhan makanannya
utamanya ibu kurang memperhatikan terutama untuk memenuhi kebutuhan zat
kebutuhan nutrisi anak, akibatnya gizi dalam tubuh anak. keterbatasan
kebutuhan nutrisi kurang terpenuhi penghasilan keluarga turut menentukan
sehingga berakibat pada kegagalan mutu makanan yang dikelola setiap
pertumbuhan dari anak balita tersebut dan harinya baik dari segi kualitas maupun
terjadilah stunting. jumlah makanan. Kemiskinan yang
Status ekonomi rumah tangga berlangsung dalam waktu lama dapat
dinilai memiliki dampak yang mengakibatkan rumah tangga tidak
signifikan terhadap kemungkinan anak mampu untuk memenuhi kebutuhan
menjadi pendek. WHO pangan yang dapat menyebabkan tidak
merekomendasikan stunting sebagai alat tercukupinya gizi untuk pertumbuhan
ukur atas tingkat sosial ekonomi yang anak. Tingkat pendapatan keluarga
rendah. Tingkat sosial ekonomi berkaitan menunjukkan adanya hubungan dengan
dengan daya beli keluarga. Kemampuan kejadian stunting dan apabila
keluarga untuk membeli bahan makanan berpendapatan rendah memiliki risiko
antara lain tergantung pada besar terkena stunting pada balita. keluarga
kecilnya pendapatan keluarga, harga dengan status ekonomi baik akan dapat
bahan makanan itu sendiri, serta tingkat memeroleh pelayanan umum yang lebih
pengelolaaan sumber daya lahan dan baik seperti pendidikan, pelayanan
pekarangan. Pendapatan akan kesehatan, akses jalan, dan lainnya
mempengaruhi gaya hidup keluarga. sehingga dapat memengaruhi status gizi
Keluarga yang memiliki status ekonomi anak. Selain itu, daya beli keluarga akan
baik akan mempraktikkan gaya hidup semakin meningkat sehingga akses
yang mewah dan lebih konsumtif keluarga terhadap pangan akan menjadi
dibandingkan dengan keluarga yang lebih baik. Sehingga akibat dari tinggi
status ekonominya rendah. Faktor rendahnya pendapatan sangat
ekonomi berhubungan dengan kondisi mempengaruhi daya beli keluarga
keuangan yang menyebabkan daya beli terhadap bahan pangan yang akhirnya
untuk makanan tambahan semakin besar. berpengaruh terhadap keadaan gizi baik
Dalam hal pemberian makanan stunting maupun normal terutama anak
tambahan, pendapatan merupakan hal balitakarena pada masa itu diperlukan
yang penting karena semakin baik banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan
perekonomian keluarga maka daya beli perkembangan anak balita
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Simpulan Almatsier. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
1. Status sosial ekonomi keluarga pada Gramedia Pustaka Utama.
Balita di wilayah kerja Puskesmas
Tembokrejo Kabupaten Jember sebagian Fikrina, L. T. (2017). Hubungan Tingkat
besar berada pada kategori sejahtera Sosial Ekonomi Dengan Kejadian
2. Stunting pada Balita di wilayah kerja Stunting Pada Balita Usia 24-59
Puskesmas Tembokrejo Kabupaten Bulan Di Desa Karangrejek
Jember sebagian besar berada tidak Wonosari Gunung Kidul.
mengalami stunting Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta,
3. Status sosial ekonomi keluarga 3.
berhubungan dengan stunting pada Balita http://digilib.unisayogya.ac.id/246
di wilayah kerja Puskesmas Tembokrejo 1/1/naskah publikasi.pdf
Kabupaten Jember
Harjatmo. (2017). Penilaian Status Gizi.
Saran Pusat Pendidikan Sumberdaya
1. Institusi Pendidikan Keperawatan Manusia Kesehatan Kementerian
Hasil penelitian ini dapat sebagai sumber Kesehatan RI.
rujukan dalam mengembangkan konsep
model asuhan keparawatan pada anak Ilahi, R. K. (2017). Hubungan Pendapatan
dengan stunting melalui pendekatan Keluarga Berat Lahir dan Panjang
keluarga dan dukungan komunitas lahir dengan Kejadian Stunting
2. Bagi Petugas Kesehatan Balita 24-59 Bulan di Bangkalan.
Disarankan kepada petugas kesehatan Manajemen Kesehatan, 3(1), 1–
untuk terus melakukan edukasi terkait 14.
dengan stunting serta melakukan
kolaborasi dengan professional lainya Kemenkes. (2018). Upaya Percepatan
khususnya dengan menggunakan Penurunan Stunting Evaluasi
pendekatan keperawatan keluarga dan Pelaksanaan Tahun 2019. In
transcultural nursing Kementerian Kesehatan.
3. Bagi Puskesmas Kementerian Kesehatan RI.
Disarankan untuk membuat program http://www.depkes.go.id/
pendampingan yang khusus untuk
memantau keluarga dengan status ekonomi Marbun, M., Pakpahan, R., & Tarigan, A.
rendah memberikan suplementasi nutrisi (2019). Hubungan Pengetahuan
bagi keluarga berisiko Ibu Hamil dan Tingkat Ekonomi
4. Penelitian selanjutnya Tentang Kejadian Stunting di
Diharapkan penelitian selanjutnya mencari Puskesmas Parapat Kecamatan
atau menganalisis faktor lain terkait Parapat Kabupaten Simalungun
dengan stuting dan harapanya dapat Tahun 2019. Jurnal Kesehatan
diimplementasikan dalam tatanan praktik Surya Nusantara, 36(12), 42–47.
serta oleh kerena penelitian ini masih
berjenis korelasional maka dapat Ngaisyah, R. D. (2015). Hubungan Sosial
ditingkatkan untuk penelitian pada Ekonomi Dengan Kejadian
tingkatan regresi. Stunting pada Balita di Desa
Kanigoro, Saptosari Gunung
Kidul. Jurnal Medika Respati,
X(4), 65–70.

Ni’mah, K., & Rahayu, S. (2015). Faktor


Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita.
Media Gizi Indonesia, 10(1), 13–
19. https://e-
journal.unair.ac.id/MGI/article/do
wnload/3117/2264

Nurmayasanti. (2019). Status Sosial Ekonomi


dan Keragaman Pangan Pada
Balita Stunting dan Non-Stunting
Usia 24-59 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Wilangan
Kabupaten Nganjuk. Amerta
Nutrition, 3(2), 114–121.
https://doi.org/10.2473/amnt.v3i2.
2019.114-121

Rahmad, A. H. AL, & Miko, A. (2016).


Kajian Stunting pada Anak Balita
Berdasarkan Pola Asuh dan
Pendapatan Keluarga di Kota
Banda Aceh. Jurnal Kesmas
Indonesia, 8(2), 63–79.

Ramayulis. (2018). Stop Stunting dengan


Konseling Gizi. Penebar Swadaya
Grup.

Winasis, N. P. (2018). Analisis Faktor


Kejadian Stunting pada Anak
Usia 24-59 Bulan Berbasis
Transcultural Nursing di Desa
Morombuh Kecamatan Kwanyar
Bangkalan. In Fakultas
Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya. Fakultas
Keperawatan Universitas
Airlangga Surabaya.
https://doi.org/10.20961/ge.v4i1.1
9180

Anda mungkin juga menyukai