Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AGAMA

AKHLAK DAN PROBLEMATIKA MODERN

Disusun oleh :
Rafika Nur Hafidah (185090200111002)
Sheila Ayu Syafitri (185090200111004)
Wanda Widya F (185090200111013)
Putri Ayu Maharani (185090200111019)
Zyola Griftiyani A (185090200111025)
Annindea Erza N (185090200111031)
Anita Aprillianti (185090200111046)
Nur Khasanah (185090201111017)
Salsabillah Faradila A.P (185090201111038)
Resti Susara (185090220111001)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................................... i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2

1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

2.1 Makna Akhlak ............................................................................................................. 3

2.2 Karakteristik Akhlak ................................................................................................... 3

2.2.1 Rabbaniyah atau dinisbatkan kepada Rabb (Tuhan) ............................................ 3

2.2.2 Insaniyah (manusiawi) ......................................................................................... 4

2.2.3 Syumuliyah (universal dan mencakup segala sisi kehidupan) ............................. 5

2.2.4 Wasathiyah (bersikap pertengahan) ..................................................................... 6

2.3 Faktor Pembentuk Akhlak ........................................................................................... 7

2.4 Esensi dari Akhlak dan Implementasinya ................................................................... 7

2.4.1 Esensi Akhlak ...................................................................................................... 7

2.4.2 Implementasi akhlak dalam kehidupan yaitu (Marzuki, 2009): .......................... 7

2.5 Pentingnya Akhlakul Karimah dalam Kehidupan ..................................................... 10

2.6 Aktualisasi Akhlak .................................................................................................... 12

2.6.1 Akhlak ketika berbeda pendapat ........................................................................ 12

2.6.2 Akhlak ketika bercanda...................................................................................... 12

2.6.3 Akhlak ketika bergaul dengan orang lain .......................................................... 13

2.6.4 Akhlak ketika bertamu ....................................................................................... 13

2.6.5 Akhlak ketika di jalan ........................................................................................ 13

2.6.7 Akhlak ketika makan dan minum ...................................................................... 14

ii
2.6.8 Akhlak ketika memberi salam ........................................................................... 14

2.6.9 Akhlak ketika berbicara ..................................................................................... 14

2.6.10 Akhlak ketika menjenguk orang sakit................................................................ 14

2.7 Prinsip Nilai-Nilai Islam dan Kebhinekaan .............................................................. 15

BAB III .................................................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 17

3.2 Saran .......................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak sebagai salah satu khasanah intelektual muslim merupakan pengetahuan yang
menjelaskan perbedaan antara baik dan buruk, yang mengatur hubungan antar manusia, dan
menentukan tujuan akhir dari ikhtiarnya. Pada dasarnya, akhlak telah melekat dalam diri setiap
manusia yakni bersatu dengan perilaku atau perbuatan. Apabila perbuatannya baik maka
disebut akhlak terpuji, sedangkan jika akhlaknya buruk maka disebut akhlak tercela. Dengan
akhlak yang tampil sebagai pengawal dan pemandu perjalanan kehidupan manusia agar selamat
di dunia dan akhirat membuatnya menjadi misi utama Nabi Muhammad SAW untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang baik tersebut menjadikannya faktor
keberhasilan dalam dakwah Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah sebagai suri tauladan memiliki akhlak dan keluhuran budi pekerti yang baik.
Dengan mencontoh akhlak Rasulullah dapat menjadi jalan agar selamat di dunia dan akhirat.
Sepeninggal Rasulullah SAW muncul sejumlah besar ulama untuk meneruskan perjuangan
Rasulullah dan memberikan koreksi terhadap perjalanan umat manusia saat mulai menyimpang
dari ajarannya.
Di era globalisasi seperti sekarang ini yang membuat dunia menjadi tanpa batas banyak
menimbulkan problematika baik dari segi ekonomi, teknologi maupun sosial budaya.
Permasalahan moral dan akhlak di zaman modern cukup serius sehingga bila dibiarkan akan
menyebabkan kehancuran bagi masa depan bangsa tersebut. Praktek kehidupan yang
menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan untuk merugikan orang lain di wilayah yang tak
berakhlak seperti korupsi, pencurian, penodongan, pemerkosaan, pembunuhan, dan
perampasan hak asasi manusia pada umumnya tidak dapat diselesaikan hanya dengan uang,
ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga harus diselesaikan dengan penanganan di bidang
akhlak, mental, dan spiritual. Dari permasalahan-permasalahan yang ada, akhlak memiliki
peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas menganai akhlak dan peranannya dalam mengatasi problematika
modern.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa makna akhlak?
2. Apa saja karakteristik dari akhlak?
3. Apa saja faktor pembentuk akhlak?
4. Apa esensi dari akhlak dan implementasinya dalam kehidupan?
5. Mengapa berakhlakul karimah penting dalam kehidupan?
6. Apa saja aktualisasi akhlak dalam kehidupan bermasyarakat?
7. Apa saja prinsip nilai-nilai Islam dan kebhinekaan untuk menuju masyrakat Madani?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan makna akhlak.
2. Menjelaskan karakteristik-karakteristik dari akhlak.
3. Menyebutkan faktor-faktr pembentuk akhlak.
4. Menjelaskna esensi akhlak dan implementasinya dalam kehidupan.
5. Menjelaskan pentingnya berakhlakul karimah dalam kehidupan.
6. Menyebutkan contoh dari aktualisasi akhlak dalam kehidupan bermasyarakat.
7. Menyebutkan dan menjelaskan prinip nilai-nilai Islam dan kebhinekaan untuk menuju
masyarakat Madani.

2
BAB II
ANALISA DAN PEMBAHASAN

2.1 Makna Akhlak


Akhlak merupakan perbuatan secara spontan yang dilakukan secara impulsif berupa
perbuatan baik maupun buruk yang berasal dari dorongan jiwa (Munirah, 2017). Akhlak dalam
masyarakat umum selalu menjadi persoalan yang serius. Sehingga untuk mengetahui akhlak
seseorang dapat dilihat dari perbuatan yang dilakukan, dimana perbuatan merupakan ekspresi
dan sifat batinnya (Mustopa, 2014). Jika perbuatan tersebut baik, maka dapat dikatakan bahwa
sifat dari seseorang itu baik. Sebaliknya jika perbuatannya tercela, maka sifatnya pun juga
tercela. Menurut Imam Al-Gazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat
menimbulkan perbuatanperbuatan dengan mudah tanpa melalui pemikiran dan
pertimbangan(Ghazali, 2007). Menurut Abdullah Darroz, akhlak adalah suatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap serta membawa kecenderungan terhadap pemilihan pada pihak yang
benar (akhlak yang baik) dan/atau pihak yang jahat (akhlak yang buruk) (Abdullah, 2007).
Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah kebiasaan kehendak, yang berarti bahwa bila kehendak
itu membiasakan sesuatu maka kebiasaan tersebut disebut akhlak (Amin, 1993).

2.2 Karakteristik Akhlak


Islam mempunyai karakteristik yang khas dan berbeda dari yang lainnya. Macam macam
karakteristik dalam islam antara lain (Bafadhol, 2017):
2.2.1 Rabbaniyah atau dinisbatkan kepada Rabb (Tuhan)
Rabbaniyah disini dibagi menjadi dua, yaitu Rabbaniyah al-ghoyah dan
rabbaniyah al-mashdar. Rabbaniyah al-ghoyah bermakana bahwa Islam dijadikan
sebagai tujuan akhir dan pencapaian terjauh bagi semua manusia agar semakin dekat
dengan Allah dan mendapat ridha-Nya. Allah berfirman dalam QS. An-Najm ayat 42

Artinya: Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan segala sesuatu.


Segala sesuatu yang ada di islam, baik syariat, akhlak, dan arahan, itu hanya
dimaksudkan untuk menyiapkan manusia agar menjadi hamba yang mukhlis hanya
kepada Allah.

3
Rabbaniyah al-mashdar mempunyai makna bahwa konsep yang sudah
ditetapkan oleh islam guna mencapai tujuan akhir seperti di atas bersumber dari wahyu
Allah kepada Nabi Muhammad saw. Konsep/manhaj ini tidak dicetuskan sendiri oleh
Nabi Muhammad, namun merupakan kehendak dari Allah yang menginginkannya
sebagai hidayah dan nur, kabar gembira, penjelas, dan obat. Allah berfirman pada QS.
An-Nisa’ ayat 174

Artinya : Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu (yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta mukjizatnya) dan
telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).
Jadi, sudah jelas bahwa sumber dari akhlak dan semua ajaran dalam Islam
adalah Allah, dan Rasulullah hanya sebagai perantara untuk menyampaikan serta
menjelaskan kepada umat manusia perihal manhaj Islam.

2.2.2 Insaniyah (manusiawi)


Seperti namanya, akhlak atau moral dalam Islam ini diturunkan kepada manusia
supaya dijadikan pedoman hidup demi terwujudnya kemaslahatan bagi umat manusia.
Islam ini membawa moral yang sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia. Islam secara
jelas menunjukkan kepeduliannya terhadap sisi kemanusiaan. Jika mengamati beberapa
rukun Islam, seperti sholat, zakat, puasa, dan juga haji, maka akan ditemukan salah satu
aspek kemanusiaannya. Sholat, ini menjadi penolong manusia dalam menghadapi
problematika kehidupan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah
ayat 153

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, mintalah kepada Allah dengan menetapi
kesabaran dan sholat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Kemudian zakat, selain sebagai wujud kepedulian dan tolong-menolong, zakat
juga memiliki aspek kemanusiaan bagi berbagai pihak. Zakat menjadi pembersih jiwa
bagi yang mengeluarkannya (muzakki) dan menjadi sarana untuk memnuhi kebutuhan
hidup bagi yang menerimanya (mustahiq).

4
Lalu puasa, ini melatih kesabaran bagi manusia serta meningkatkan kepekaan
terhadap penderitaan manusia lain sehingga dengan perasaan itu hatinya terdorong
untuk senantiasa membantu saudaranya yang membutuhkan pertolongan.
Setelah itu haji, dimana Allah mengundang seluruh umat muslim untuk memenuhi
panggilannya jika mampu menjalaninya, disebutkan dalam QS. Al-Hajj ayat 28

Artinya : … agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka
menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.
Dalam ayat itu disebutkan bahwa supaya kita menyaksikan berbagai manfaat,
jadi dalam semua ibadah yang dilakukan manusia itu tentu mendatangkan manfaat bagi
dirinya terutama dalam aspek kemanusiaan.
Meskipun hanya dijelaskan mengenai beberapa rukun Islam, tetapi manfaatnya
tidak hanya seperti contoh di atas. Jangkauan ibadah dalam Islam itu luas, mencakup
segala aktivitas yang dapat meningkatkan kualitas diri.

2.2.3 Syumuliyah (universal dan mencakup segala sisi kehidupan)


Akhlak dalam Islam itu berlaku sepanjang zaman, meliputi keseluruhan umat,
dan mencakup segala urusan baik duniawi maupun akhirat. Maksudnya adalah, Islam
tidak memandang suku bangsa, daerah , ataupun kelas-kelas tertentu. Akhlak dalam
Islam bersifat universal, semuanya diatur dalam risalah Islam, semua memiliki hak
yang sama tanpa ada perbedaan. Maka Ketika dikatakan bahwa suatu perbuatan itu
haram berarti haram bagi semuanya, bukan hanya bagi kalangan-kalangan tertentu.
Seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Furqan ayat 1

Artinya : Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Quran) kepada hamba
dan Rasul-Nya yaitu Muhammad, agar menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam.
Akhlak Islamiyah bukan hanya sebatas ritual absolut yang bersifat dogmatis
melainkan jaungkauannya itu menyeluruh terhadap segala bidang kehidupan, baik baik
rohani ataupun jasmani, agama ataupun duniawi, individu maupun sosial. Dan untuk

5
mengatur semua sisi kehidupan, Islam telah menetapkan manhaj (sistem) terbaiknya
pada setiap bidang kehidupan, telah tercakup secara sempurna.

2.2.4 Wasathiyah (bersikap pertengahan)


Maksudnya disini adalah bersikap seimbang antara dua hal yang berlawanan.
Misalnya, seimbang dalam hal spiritual dan material, seimbang mengenai individu dan
sosial, dan sebagainya. Seimbang disini maksudnya adalah memberikan porsi yang
sama kepada dua hal yang bertolak belakang tadi, tanpa melebih-lebihkan dan tanpa
menguranginya. Semua aspek kehidupan tercakup secara adil, proporsional, dan tanpa
melampaui batas. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rahman ayat 7-8

Artinya : Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan mizan (keadilan).
Agar engkau tidak melampaui batas tentang mizan itu.
Islam merupakan moral yang seimbang, konsep penyucian jiwa dalam Islam
tidak sampai mengharamkan hal-hal yang baik, justru memerintahkan untuk memakan
semua yang halal dan bergizi yang tersedia di alam, menganjurkan untuk menikah dan
memiliki keturunan, bekerja dan mencari kekayaan, dan lain-lain. Islam membolehkan
melakukan semua itu, asalkan segala aktivitas tersebut tidak membuat manusia lupa
diri dan tenggelam dalam kesibukan dunia, lalu tidak menyiapkan bekal untuk
kehidupan yang abadi di akhirat. Hal tersebut tercantum dalam QS. Al-Qashash ayat
77.

Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah engkau melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah engkau berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

6
2.3 Faktor Pembentuk Akhlak
Ada beberapa faktor pembentuk akhlak yang sangat penting, antara lain (Warasto, 2018):
1. Faktor pembawaan naluriyah
Faktor ini merupakan faktor bawaan dari lahir, dimana faktor ini paling
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang. Faktor ini dapat berupa
kecenderungan, bakat, dan akal.
2. Faktor luar
Faktor ini juga berpengaruh terhadap pembentukan akhlak dari seseorang
karena dapat membentuk karakter seseorang. Faktor ini antara lain lingkungan sekitar
serta pendidikan dan pembinaan yang diberikan.
3. Faktor Sifat-sifat Keturunan (Al-Waritoh)
Memang benar adanya bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Faktor ini
merupakan sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tua kepada anak dan cucunya.

2.4 Esensi dari Akhlak dan Implementasinya


2.4.1 Esensi Akhlak
Akhlak tidak dapat terlepas hubungannya dengan aqidah dan syariah. Oleh
sebab itu, akhlak dapat dikatakan sebagai pola tingkah laku manusia yang
mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan guna menggambarkan perilaku
yang baik. Akhlak dapat disebut sebagai aklak yang islami yaitu apabila akhlak tersebut
bersumber kepada ajaran Allah dan Rasulullah. Akhlak islami ini merupakan amal
perbuatan yang bersifat terbuka sehingga dapat dijadikan indikator baik atau buruknya
seorang muslim. Akhlak juga merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Pada
dasarnya, akhlak berkaitan erat dengan kejadian manusia yaitu antara khaliq (pencipta)
dan makhluq (yang diciptakan). Allah mengutus Rasulullah guna menyempurnakan
akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan khaliq
(Allah Ta’ala) serta hubungan yang baik antara makhluk dengan makhluk (Habibah,
2015).

2.4.2 Implementasi akhlak dalam kehidupan yaitu (Marzuki, 2009):


1. Akhlak terhadap diri sendiri
Beberapa contoh implementasi akhlak terhadap diri sendiri yaitu:

7
a. memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin
Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu
berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya, khususnya di hadapan
Allah, serta di hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan
tingkah lakunya, penampilan fisiknya, juga pakaian yang dipakainya.
Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak terbatas hanya pada hal yang
bersifat fisik (lahir) saja melainkan juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik
(batin).
b. Sabar
Sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai
karena mengharap rido dari Allah Swt. Tingkatan sabar menurut Nabi
Muhammad Saw., seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya,
ada tiga tingkatan, yaitu: 1) sabar dalam menghadapi musibah, 2) sabar
dalam mematuhi perintah Allah, dan 3) sabar dalam menahan diri untuk tidak
melakukan maksiat. Yang pertama merupakan tingkatan sabar yang
terendah dan yang ketiga merupakan tingkatan sabar yang tertinggi.
c. Wara’
Wara’ berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat (hal-hal yang
belum jelas halal dan haramnya) karena dikhawatirkan akan jatuh ke dalam
hal-hal yang diharamkan.

d. Zuhud
Zuhud berarti membatasi diri dari ambisi-ambisi duniawi,
bersyukur terhadap setiap anugerah, dan menghindari apa yang telah
diharamkan oleh Allah Swt. Orang yang zuhud dapat diartikan sebagai orang
yang tidak mencintai dunia secara berlebihan.
e. Syaja’ah (berani)
Berani diartikan sebagai mempunyai hati yang mantap serta penuh
percaya diri dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb. Sehingga, berani
di sini adalah berani yang memiliki makna yang positif, bukan berani yang
bernilai negatif.
f. Contoh akhlak terhadap diri sendiri lainnya antara lain :
Istiqamah (konsisten), amanah (terpercaya), shiddiq (jujur), menepati
janji, adil, tawadlu’ (rendah hati), malu (berbuat jelek), pemaaf, berhati

8
lembut, setia, kerja keras, tekun, ulet, teliti, disiplin, berinisiatif, percara diri,
dan berpikir positif.
2. Akhlak dalam lingkungan keluarga
a. Mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek
kehidupan
b. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima
kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya
c. Membantu kedua orang tua secara fisik dan material
d. Mendoakan kedua orang tua agar selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan
karunia dari Allah.
3. Akhlak di tengah-tengah masyarakat
a. Menghormati dan menghargai orang lain
Orang lain bisa diartikan sebagai orang yang selain dirinya, baik
keluarganya maupun di luar keluarganya. Orang lain juga bisa diartikan
orang yang bukan termasuk dalam keluarganya, dapat berarti temannya,
tetangganya, atau orang yang selain keduanya. Dalam konteks beragama,
orang lain bisa juga diartikan orang yang tidak seiman dengan kita, atau
orang yang tidak memeluk agama Islam.
b. Terhadap orang lain yang seiman (sesama Muslim), kita harus membina tali
silaturrahim dan memenuhi hak-haknya seperti yang dijelaskan dalam
hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya, Nabi Saw. menyebutkan ada
lima hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya, yaitu (HR. al-Bukhari
dan Muslim):
1) apabila bertemu, berilah salam kepadanya,
2) mengunjunginya, apabila ia (Muslim lain) sedang sakit,
3) mengantarkan jenazahnya, apabila ia meninggal dunia
4) memenuhi undangannya, apabila ia mengundang
5) mendoakannya, apabila ia bersin.
c. Terhadap suami atau isteri dan anak-anak kita, kita harus saling menjalin
hubungan kasih sayang demi ketenteraman keluarga kita.
d. Terhadap tetangga, kita harus selalu berbuat baik. Jangan sampai kita
menyakiti tetangga kita (HR. al-Bukhari).
e. Terhadap tamu, kita harus memuliakan dan menghormatinya. Nabi
memerintahkan kepada kita agar selalu memuliakan tamu (HR. al-Bukhari
9
dan Muslim), dan segera menyambut kedatangannya serta mengantarkan
kepergiannya.
f. Terhadap orang alim (ulama) dan cendekiawan, kita harus menghormati
keluasan ilmunya dan berusaha untuk selalu bergaul dan mendekatinya.
g. Terhadap para pemimpin, kita harus menaati mereka selama tidak
menyimpang dari aturan agama. Menaati pemimpin yang benar berarti
menaati Allah Swt. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
h. Adapun terhadap orang-orang yang lemah, seperti fakir miskin dan anak
yatim, kita harus berbuat baik dengan cara menyantuni mereka,memberikan
makanan dan pakaian kepada mereka, dan melindungi mereka dari
gangguan yang membahayakan mereka. Jangan sekali-kali kita berlaku
sewenang-wenang kepada anak yatim dan menghardik orang yang minta-
minta (QS. al-Dluha (93): 9-10).

i. Terhadap mereka yang tidak seiman, Islam memberikan beberapa batasan


khusus seperti tidak boleh mengadakan hubungan perkawinan dengan
mereka, tidak memberi salam kepada mereka, dan tidak meniru cara-cara
mereka. Ukuran hubungan dengan mereka yang tidak seiman adalah selama
tidak masuk pada ranah aqidah dan syariah. Di luar kedua hal ini, Islam
tidak melarang kita berhubungan dengan mereka.

2.5 Pentingnya Akhlakul Karimah dalam Kehidupan


Menurut Syahputra dkk (2017), pada dasarnya akhlak merupakan sikap yang telah ada
pada diri seseorang dengan cara spontan diwujudkan dalam perbuatan atau tingkah laku.
Karenanya, akhlak yang baik atau akhlakul karimah merupakan suatu dorongan dari keimanan
seseorang, yang mana keimanan harus ditampilkan dalam tingkah laku atau perilaku nyata
sehari-hari. Terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
memiliki akhlak yang lebih mulia dari akhlak Rasulullah SAW. Salah satu yang dilakukan
beliau apabila seseorang memanggil beliau, baik keluarga, maupun sahabat beliau selalu
menjawab: “labbaik” yang artinya saya penuhi panggilanmu. Demikian pula di dalam Qur’an
surat Al-Qolam (48) ayat 4 berisi penegas bahwa Rasulullah SAW memiliki akhlak yang
terpuji. Akhlak selain berperan dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah atau
hablumminallah, juga berperan dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya atau

10
hablumminannas, serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya atau hablumminal’alam.
Dengan demikian, akhlak sangat berkaitan erat dengan keimanan. Kekuatan iman seseorang
yang kuat atau lemah dapat dilihat dan diketahui dari perilaku akhlaknya dalam kehidupan
sehari-hari. Secara umum dapat diartikan bahwa akhlak yang baik atau akhlakul karimah pada
dasarnya merupakan gabungan dari aqidah dan syariat yang bersatu secara sempurna dalam
diri seseorang. Menurut Amru Khalid, akhlakul karimah itu lebih utama dibandingkan shalat,
zikir, puasa, haji, doa, dan ibadah-ibadah lainnya. Karena pada dasarnya tujuan utama dari tiap
ibadah-ibadah tersebut adalah untuk memperbaiki akhlak dari manusia yang melakukannya.
Dengan berakhlakul karimah akan menjadikan seseorang yang melakukannya dapat
hidup bahagia. Selain itu, dengan berakhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari manusia
atau umat muslim akan berada dalam kebenaran dan selalu senantiasa berada di jalan yang
lurus, atau jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Serta dengan berakhlakul karimah
Inilah yang akan mengantarkan umat muslim kepada kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Akhlak dari seseorang akan dianggap mulia jika perilaku dan perbuatannya telah bercermin
pada nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an. Adapun tujuan dari pentingnya berakhlakul
karimah antara lain (Firdaus, 2017):
1. Mempersiapkan manusia yang memiliki iman yang akan selalu beramal sholeh. Tidak
ada sesuatu apapun yang sebanding dengan amal saleh dalam melakukan akhlak mulia
ini. Tidak ada pula yang sebanding dengan akhlak mulia dalam mencerminkan
keimanan seseorang kepada Allah SWT dan konsistensinya kepada manhaj Islam.
2. Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh yang dalam menjalani kehidupannya
sesuai dengan ajaran Islam, kemudian melaksanakan apa yang diperintahkan agama
dengan tidak melakukan apa yang diharamkan, dan menikmati hal-hal yang baik serta
dijauhkan dengan segala sesuatu yang dilarang, hina, buruk, keji tercela, dan munkar.
3. Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh yang dapat berinteraksi secara baik
dengan sesamanya, baik dengan sesama muslim maupun nonmuslim. Mampu
bersaudara dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan tujuan mencari
ridha Allah SWT, yakni dengan mengikuti ajaran-Nya dan petunjuk Nabi-Nya.
4. Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh yang mampu dan dapat mengajak orang
lain ke jalan kebenaran yakni jalan Allah, berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama
islam dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
5. Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh, yang akan merasa bangga dengan tali
persaudaraannya sesama muslim dan akan selalu memberikan hak-hak persaudaraan

11
tersebut, yakni mencintai dan membenci namun hanya karena Allah, dan sedikitpun
tidak sedih atau marah oleh celaan orang hasad selama kita berada di jalan yang benar.
6. Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh yang merasa menjadi bagian dari
seluruh umat islam dari daerah, Bahasa, suku yang sama. Dan umat yang siap
melaksanakan kewajibannya demi seluruh umat islam selama seseorang itu mampu.

Mempersiapkan umat yang beriman dan saleh yang merasa akan selalu bangga dengan
loyalitas terhadap agama islam dan akan berusaha dengan sekuat tenaga demi tegaknya panji
islam di muka bumi ini. Dan umat yang akan rela mengorbankan harta, waktu, jiwa, dan
kedudukannya demi tegaknya syari’at Islam.

2.6 Aktualisasi Akhlak


Aktualisasi akhlak dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
keseharian penerapan akhlak biasanya didasarkan pada tempat dan kondisi tertentu. Adapun
contoh akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat
(Rokayah, 2015).
2.6.1 Akhlak ketika berbeda pendapat
Ketika mengeluarkan pendapat harus ikhlas dan menerima adanya perbedaan
pendapat. Menghidari sikap ingin menunjukkan diri atau tampil dengan maksud
negatif, terlalu membela diri karena adanya nafsu. Jika terjadi perselisihan, maka dapat
diselesaikan sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Sesuai dengan yang telah
difirmankan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala : “Dan jika kamu berselisih pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul". (An-Nisa:
59).”

2.6.2 Akhlak ketika bercanda


Bercanda dengan orang lain ada batas - batasnya. Bercandalah dengan orang
sebaya, janganlah kepada orang yang lebih tua dan orang yang tidak dapat
menerimanya. Hendaknya bercanda tidak mengandung unsur mencela, menjatuhkan,
dan tidak mendusta. Dalam bercanda hendaknya tidak menyebut nama Allah
Subhaanahu wa Ta'ala, ayat-ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam.
Sesuai dengan firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala : "Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: "Sesungguh-

12
nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah
dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah
kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman". (At-Taubah: 65-66).

2.6.3 Akhlak ketika bergaul dengan orang lain


Manusia merupakan makhluk social yang saling membutuhkan satu dengan
orang lain. Sehingga perlunya bergaul dengan orang lain dapat dilakukan dengan
akhlak yang baik. Saling menghormati perasaan antar sesama. Dalam bergaul harus
dapat menjaga dan menghormati perasaan antar sesama. Jangan melemparkan
perkataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Hendaknnya dapat
memperhatikan kondisi orang lain. Jangan bersikap seolah – olah punya derajat lebih
tinggi di depan orang lain, bersikaplah tawadhu.

2.6.4 Akhlak ketika bertamu


Bagi yang mengundang hendaknya tidak membeda – bedakan tamu dan
memberikan jamuan. Undanglah orang – orang yang bertaqwa sesuai dengan sabda
Rasulullah : “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan
memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan
oleh Al-Albani). Bagi yang bertamu hendaknya menunggu tuan rumah
mempersilahkan masuk sesuai dengan firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah selain rumah kalian sebelum
meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagi kalian, agar kalian (selalu) ingat.” (An Nuur: 27).

2.6.5 Akhlak ketika di jalan


Saat kita berada di perjalanan hendaknya menjaga pandangan mata kita
terhadap lawan jenis. Sikap berjalan yang wajar saja, jangan berlagak sombong di
depan orang lain. Jika bertemu orang hendaknya memberikan salam sesuai dengan
sabda Rasulullah : “Seseorang yang berkendaraan memberi salam kepada yang
berjalan kaki, yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk, kelompok sedikit
memberi salam kepada kelompok yang banyak.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

13
2.6.7 Akhlak ketika makan dan minum
Makan dan minum baiknya dilakukan sebagai bentuk ibadah supaya
mendapatkan pahala. Carilah makanan dan minuman yang halal dan menerimanya apa
adanya secara ikhlas. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya
menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah
mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”.
(Muttafaq’alaih).

2.6.8 Akhlak ketika memberi salam


Memberi salam dianjurkan dilakukan 3 kali ketika dihadapan jumlah orang
banyak. Hendaknya orang mudalah yang menyampaikan salam kepada orang yang
lebih tua. Disunnahkan memberi salam ketika kita masuk ke dalam rumah, saat akan
masuk dalam suatu perkumpulan atau majelis, dan dilakukan dengan keras. Sesuia
dengan hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: "dan kami pun memerah
susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum dari kami, dan kami
sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam Miqdad berkata: Maka Nabi
pun datang di malam hari dan memberikan salam yang tidak membangunkan orang
yang sedang tidur, namun dapat didengar oleh orang yang bangun".(HR. Muslim).

2.6.9 Akhlak ketika berbicara


Dalam berbicara dianjurkan untuk mengatakan kebaikan dan dengan suara yang
dapat didengar orang lain. Sebaiknya menghindaari perdebatan dan pembicaraan yang
tidak berguna. Menghindari sikap memaksakan diri dalam berbicara sesuai dengan
hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling
aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak
bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para
sahabat bertanya: “Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-
orang yang sombong". (HR. At- Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

2.6.10 Akhlak ketika menjenguk orang sakit


Bagi orang yang menjenguk hendaknya memahami waktu, jangan berlama-
lama dan menjenguk dalam waktu yang tepat. Menanyakan langsung keadaan orang

14
yang sakit. Mendo’akannya supaya cepat diberikan kesembuhan. Bagi orang yang sakit
hendaknya segera dan bersungguh – sungguh dalam berobat. Memohon kesembuhan
kepada-Nya dan selalu berbaik sangka kepada Allah SWT.

2.7 Prinsip Nilai-Nilai Islam dan Kebhinekaan


Masyarakat Madani ialah manyarakat yang memiliki kesadaran terhadap hak-hak yang
dimiliki tiap warga masyarakat dan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya.
Masyarakat madani juga dapat diartikan sebagai masyarakat yang memiliki peradaban dengan
tatanan yang modern dan dengan mewujudkan nilai-nilai kemajemukan, keadilan, penegakan
hukum dan perlindungan terhadap minoritas (Elkarimah, 2017). Kebhinekaan ialah
keberagaman/perbedaan dari aspek berbagai aspek antara lain agama, suku dan ras. Dalam
surat Al-Hujurat ayat 13, Islam mengakui adanya perbedaan tersebut (Anwar, 2018).
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”. (Al-Hujurat: 13).
Prinsip-prinsip Islam dalam kebhinekaan untuk menuju masyarakan madani sebenarnya
telah tertulis dalam piagam Madinah. Prinsip tersebut antara lain, prinsip harmoni, kebebasan
akan HAM, dan toleransi (Anwar, 2018).
Nursalim (2016) menyebutkan bahwa prinsip identik dari masyarakat madani antara lain:
1. Semangat pluralism
Pluralisme ialah perwujudan dalam membentuk masyarakat madani, karena
dengan adanya perbedaan suku, ras, dan agama dapat menjadikan simbiosis
mutualisme bagi masyarakat. Dengan adanya pluralism, ilmu teknologi dan
perekonomian dapat berkembang. Adanya paham pluralism, kita harus mengakui
bahwa pluralism dalam masyarakat merupakan rahmat dari Allah SWT, bukan
hanya mengakui menerima dengan tulus saja.
2. Tingginya sikap toleransi
Agama Islam sangat menghargai toleransi, dimana sejak zaman Rasulullah
tolerasni merupakan suatu asas itu di negara Madinah, karena adanya agama agama
Yahudi dan Nasrani. Oleh karena Islam merupakan rahmatan lil alamin, maka
islam tidak ingin untuk memerangi kaum minoritas.
3. Tegaknya prinsip demokrasi

15
Terbentuknya masyarakat madani tidak terlepas dari demokrasi, perlu adanya
jaminan terjadinya demokratisasi melalui system perundang-undangan /
kelembagaan. Jika masyarakat madani dapat terbentuk dengan baik, maka
demokrasi juga dapat berjalan baik pula.

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara impulsive yang dapat berupa kebaikan
atau keburukan dari dalam diri. Akhlak mempunyai karakteristik yaitu Rabbaniyah atau
dinisbatkan kepada Rabb (Tuhan) sebagai tujuan akhir, insaniyah yang berupa moral yang
sesuai dengan fitrah dan tabiat manusia, syumuliah yaitu mencakup segala sisi kehidupan dan
wasathiyah yaitu seimbang dalam hal yang bertolak belakang misalnya spiritual dan material.
Akhlak dapat dibentuk dengan faktor-faktor, yaitu faktor pembawaan naluriyah, faktor
luar dan faktor sifat-sifat keturunan. Esensi dari akhlak berkaitan erat dengan aqidah dan
syariah. Akhlak yang islami bersumber kepada Allah dan Rasulullah yang dijadikan indikator
baik buruknya seorang muslim.
Implementasi akhlak dalam kehidupan dapat dilakukan kepada diri sendiri, lingkungan
keluarga dan kepada masyarakat. Contoh implementasi akhlak kepada siri sendiri sepeti
memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin, bersabar, wara’, zuhud, syaja’ah (berani)
dan lain-lain. Contoh implementasi akhlak dalam lingkungan keluarga yaitu mengikuti
keinginan dan saran kedua orang tua, menghormati dan memuliakan kedua orang tua,
membantu kedua orang tua secara fisik dan mental dan mendoakan kedua orang tua selalu.
Contah implementasi akhlak di masyarakat dapat dalm bentuk menghormati dan menghargai
orang lain, menjalin tali silaturahmi dengan sesama muslim, menjalin kerukunan dengan
keluarga dan tetangga, menghormati dan memuliakan tamu, menghargai ilmu orang lain, selalu
bersedekah bagi orang yang lebih membutuhkan dan tetap mengahrgai orang yang beragama
lain dalam batasan-batasan tertentu.
Akhlak sangat penting bagi kehidupan karena berhubungan dengan keimanan.
Akhlakul karimah merupakan hal dasar yang dimiliki setiap manusia yang mendasari perilaku-
perilaku dalam kehidupan. Akhlak dari seseorang akan dianggap mulia jika perbuatanya baik
dan berdasar pada ajaran Allah dan Rasulullah yang terkandung di dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah.
Aktualisasi akhlak dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat seperti akhlak
ketika berpendapat, akhlak ketika bercanda, akhlak ketika bergaul dengan orang lain, akhlak
ketika bertamu, akhlak ketika di jalan, akhlak ketika makan dan minum, akhlak ketika memberi
salam, akhlak ketika berbicara dan akhlak ketika menjenguk orang sakit.

17
Masyarakat madani yaitu masyarakat yang memiliki kesadaran akan hak-hak yang
dimiliki tiap warga masyarakat dan menjalankan setiap tanggung jawabnya. Kebhinekaan
merupakan keberagaman atau perbedaan dalam suatu kelompok dari aspek-aspek seperti
agama, suku dan ras. Prinsip islam dalam kebhinekaan tertulis dalam piagam madinah yaitu
prinsip harmoni, kebebasan HAM dan toleransi. Prinsip identikdalam masyarakat madani
antara lain semangat pluralism, tingginya sikap toleransi dan tegaknya prinsip demokrasi.

3.2 Saran
Dalam aspek kehidupan, kita harus selalu berbuat baik terhadap siapapun, membangun
hubungan yang baik dengan Allah (hablum minaallah) dan hubungan dengan manusia (hablum
minannas) agar terbentuknya akhlak yang baik sesuai dengan pedoman hidup umat muslim
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga terciptanya masyarakat yang sejahtera.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran.Jakarta: Amzah


Amin, Ahmad. 1993. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang
Anwar, C. 2018. Islam dan Kebhinekaan Di Indonesia: Peran Agama dalam Merawat
Perbedaan. Jurnal Pemikiran Islam, 4(2): 1-18.
Bafadhol, I. 2017. Pendidikan Akhlak dalam Persfektif Islam. Jurnal Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam, 06(12), 45–61.
Elkarimah, M.F. 2017. Konsep Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani. TARBAWY,
4(1): 17-31.
Firdaus. 2017. Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah Secara Psikologis. Jurnal Al-Dzikra,
11(1): 55-88.
Ghazali, Imam. 2003. Ihya’ Ulumiddin, terj. Ismail Ya’kub. Singapura : Pustaka Nasional
Habibah, Syarifah. 2015. Akhlak dan Etika dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar. 1(4) : 73-87.
Marzuki. 2009. Pembinaan Akhlak Mulia dalam Berhubungan Antar Sesama Manusia dalam
Perspektif Islam. Jurnal Humanika. 9(1) : 25-38.
Munirah. 2017. AHLAK DALAM PERSEKTIF PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal Pendidikan
Dasar Islam, 4(2), 39–47.
Mustopa. 2014. Akhlak Mulia dalam Pandangan Masyarakat. Jurnal Pendidikan Islam, 8(2),
261–280. https://doi.org/10.21580/nw.2014.8.2.581
Nursalim, E. 2016. Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani di Era Globalisasi (Suatu
Ikhtiar Menghadapi Tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Jurnal Pemikiran
Pendidikan Islam, 10 (1): 43-51.
Rokayah. 2015. Penerapan Etika dan Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jurnal Terampil.
2(1):15-33.
Syahputra, T. dkk. 2017. Pembinaan Akhlak dalam Kegiatan Keagamaan Pada Program
Kepramukaan di SMK Tarbiyah Islamiyah Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.
Jurnal EDU RILIGIA, 1(2): 284-298.

Warasto, H. N. 2018. Pembentukan Akhlak Siswa. Jurnal Mandiri, 2(1), 65–86.


https://doi.org/10.33753/mandiri.v2i1.32

19

Anda mungkin juga menyukai