Disusun Oleh:
1. ARI PUSPIWATI NIM : 221.02.09709
2. FARAMITHA ANANDA NIM : 221.02.09717
3. M. RAFIQI NIM : 221.02.09646
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-N
ya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
MEMBUMIKAN ISLAM DI INDONESIA ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dar
i Ibu Bahjatul Mardhiah, S.Ag,SH,MH pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Bahjatul Mardhiah, S.Ag, SH, MH
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawas
an kami.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Ol
eh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempur
naan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. Kesimpulan...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spirit Islam telah menggelora di bumi Ibu Pertiwi sejak dahulu. Kala
nusantara belum disatukan dalam nama “Indonesia”, beberapa kerajaan telah
menjadikan Islam sebagai dasar pemerintahannya. Hingga pada masa
perjuangan merebut kemerdekaan pun, ajaran Islam turut memberikan
pengaruh yang besar. Nilai Islam yang antidiskriminasi, menjiwai para
pahlawan dalam menumpas penjajah yang zalim.
Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, juga tak lepas dari nuansa
keislaman. Pembacaan teks Proklamasi yang bertepatan dengan hari Jumat, 9
Ramadan 1364 H, dilakukan Bung Karno setelah mengunjungi sejumlah ulama,
antara lain, KH Syekh Musa, KH Abdul Mukti, dan KH Hasyim Asyari.
Dengan dukungan ulama, Bung Karno pun merasa mantap dan tak takut atas
ancaman dan serbuan tentara sekutu pasca Proklamasi.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan islam dan negara?
2. Bagaimana corak keberagaman islam di Indonesia?
3. Bagaimana membumikan Islam di Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kiranya, kita perlu kembali merenungi pesan dalam kitab suci Alquran
Surah An-Nisa ayat 59 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!
Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu…” Ayat ini mengisyaratkan bahwa meskipun
terdapat hirarki ketaatan bagi seorang muslim – mendahulukan Allah dan
Rasul-Nya, tapi selama kekuasaan negara tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, maka taat kepada pemimpin negara, juga merupakan sebuah kewajiban.
4
dan berikut dasar dalil kewajiban setiap umat islam untuk berdakwah (menyeru
kebaikan) di Al-Qur’an :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ;
merekalah orang-orang yang beruntung” (TQS. Al-Imran : 104),
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik” (TQS. Al-Imran : 110)
5
” Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ” (TQS.
An-Nahl : 125).
6
tidak dikenal. Uraian di atas menunjukkan bahwa ekspresi tentang Islam
tidak bisa tunggal. Hal itu dikarenakan Islam tidak lahir di ruang hampa
sejarah. Tabiat. karakter, tradisi, budaya, lingkungan, dan lain-lain menjadi
penentu dan pembeda corak berpikir, cara bersikap, dan bentuk ekspresi
seseorang, bahkan masyarakat. Islam mengajarkan untuk bertutur kata
halus dan penuh makna. Ini tidak berarti orang Batak atau orang Arab
harus berbicara dengan nada lembut seperti orang Jawa.
7
cipta, rasa, dan karsa para pemeluknya, sesuai dengan penghayatan
budayanya yang sudah terjadi selama berabad-abad.
Ide “Islam Pribumi” lahir untuk melawan gagasan otentifikasi Islam,
yang tidak jarang mengarah pada fundamentalisme keberagamaan. “Islam
Pribumi” meyakini tiga sifat, yaitu: sifat kontekstual, Islam dipahami
sebagai ajaran mengalami perubahan dan dinamika dalam merespon
perubahan zaman. Kedua, Islam dipahami sebagai agama yang progresif,
kemajuan zaman bukan dipahami sebagai ancaman penyimpangan terhadap
ajaran Islam melainkan sebagai pemicu untuk melakukan respon kreatif
secara intens. Ketiga, “Islam Pribumi” memiliki karakter membebaskan,
yaitu ajaran yang mampu menjawab problem-problem kemanusiaan secara
universal tanpa melihat perbedaan agama dan etnis.
Gagasan “Pribumisasi Islam” benar-benar merangsang perlunya
negosiasi dan akulturasi antara agama, tradisi, lokalitas, dan kemodernan
sekaligus. Karena itu, keberislaman dipahami bukan hanya ritualisme, tetapi
lebih dari itu. Akomodasi tradisi dan kultur lokal melakukan “penafsiran
silang” yang saling menghargai dan menyempurnakan. Keberislaman
ditafsirkan untuk kerja kemanusiaan, kemaslahatan, kesetaraan, dan
keadaban.
Karena itu Gus Dur dengan konsep “Pribumisasi Islam”nya tidak
sependapat kalau proses Islamisasi di Indonesia diarahkan pada proses
Arabisasi. Sebab, itu hanya akan membuat tercerabutnya masyarakat
Indonesia dari akar budayanya sendiri. Namun, “Prubumisasi Islam”,
menurut Gus Dur, bukan jawanisasi dan sinkritisme. Sebab, “Pribumisasi
Islam” hanya mempertimbangkan kebutuhan lokal dalam merumuskan
hukum-hukum agama tanpa mengubah hukum itu sendiri. Juga bukan
meninggalkan norma demi budaya. Tetapi agar norma-norma itu
menampung kebutuhan dari budaya, dengan menggunakan peluang yang
“Pribumisasi Islam” yang digagas Gus Dur pada akhir tahun 80-an itu
menggambarkan bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari
Tuhan diakomodasikan ke dalam budaya yang berasal dari manusia tanpa
8
kehilangan identitasnya masing-masing. “Pribumi Islam” menjadikan agama
dan budaya tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar
keagamaan yang tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama,
serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan
antara agama dan budaya. Dengan demikian tidak ada lagi pertentangan
antara agama dan budaya. “Pribumisasi Islam” memberikan peluang bagi
keanekaragaman interpretasi dalam kehidupan beragama (Islam) di setiap
wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian, Islam tidak lagi dipandang
secara tunggal, melainkan majemuk. Tidak lagi ada anggapan bahwa Islam
yang di Timur-Tengah sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena
Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut.
“Pribumisasi Islam” sesunggguhnya mengambil semangat yang telah
diajarkan walisongo dalam dakwahnya ke wilayah Nusantara sekitar abad
ke-15 dan ke-16 di pulau Jawa. Dalam hal ini walisongo telah berhasil
memasukan nilai-nilai lokal dalam Islam yang khas indonesia. Kreatifitas
walisongo ini melahirkan gagasan baru nalar Islam Indonesia yang tidak
harfiah meniru Islam di Arab. Tidak ada nalar Arabisasi yang melekat
dalam penyebaran Islam awal di Nusantara. Walisongo mengakomodasikan
Islam sebagai ajaran agama yang mengalami historisasi dengan kebudayaan.
Sampai di sini, “Pribumisasi Islam” dipahami menjadi sebuah
kebutuhan praksis (berupa keterampilan pada proses komunikasi/ dakwah/
tabligh antar budaya), sekaligus sebagai kebutuhan paradigmatik pemikiran
(berupa kontekstualisasi paham keislaman untuk historisitas ruang dan
waktu yang berbeda, di mana syariah didialogkan dengan berbagai konteks
yang melingkupinya). Penulis merasa akan pentingnya konsep “Pribumisasi
Islam” ini. Sebab, konsepsi “Pribumisasi Islam” sepertinya akan sangat
membantu bagi berkembangnya pemahaman Islam yang pantas untuk
diterapkan dalam konteks Indonesia maupun keindonesiaan itu sendiri. Dari
situ, membangun masyarakat yang religius juga kultural akan lebih mudah
terwujud, tanpa kehilangan kebinekaannya, tetap harmonis, toleran dan
menganut pluralisme yang dewasa.
9
3. Membangun Argumen Tentang Urgensi Pribumisasi Islam
Secara bahasa, Urgensi berasal dari bahasa Latin yaitu “urgere” yang
berarti mendorong. Adapun secara istilah, Urgensi yaitu menunjuk pada
sesuatu yang mendorong kita, yang memaksa kita untuk menyelesaikan
suatu hal. Urgensi dapat diartikan yaitu pentingnya. Sebagai contoh, urgensi
kepemimpinan berarti pentingnya kepemimpinan.
Pribumisasi Islam adalah rekonsilasi antar budaya dan agama.
Rekonsilasi ini menuntut umat Islam memahami wahyu dengan
mempertimbangkan faktor- faktor kontekstual termasuk kesadaran hukum
dan rasa keadilannya.
Dalam ‘Pribumisasi Islam’ tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran
yang normatif berasal dari Tuhan yang diakomodasikan ke dalam
kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan kemurnian dari
Islam itu sendiri.Menurut Gus Dur, Pribumisasi Islam adalah suatu
pemahaman islam yang mempertimbangkan kebutuhan - kebutuhan lokal di
dalam merumuskan hukum-hukum negara. Sejak itu, Islam pribumi menjadi
perdebatan menarik dalam lingkungan para intelektual. Tujuan gagasan
pribumisasi Islam adalah agar terjadinya dialog Islam dan kebudayaan
sehingga keduanya dapat saling menerima dan memberi.
Pribumisasi Islam telah menjadikan agama dan budaya tidak saling
mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola nalar keagamaan yang tidak
lagi mengambil bentuk autentik dari agama, serta berusaha mempertemukan
jembatan yang selama ini melintas antara agama dan budaya. Islam Pribumi
justru memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupan
beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Dengan demikian
Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam.
Tidak lagi ada anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang
murni dan yang paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami
historisitas yang terus berlanjut.
Islam pribumi yang telah dicetuskan Gus Dur ini sesungguhnya
mengambil semangat yang telah diajarkan oleh Wali Songo dalam
10
dakwahnya ke wilayah Nusantara sekitar abad 15 dan 16 M di pulau Jawa.
Dalam hal ini, Wali Songo telah berhasil memasukkan nilai-nilai lokal
dalam Islam yang khas keindonesiaan. Kreatifitas Wali Songo ini
melahirkan gugusan baru bagi nalar Islam yang tidak harfiyah meniru Islam
di Arab. Tidak ada nalar arabisme yang melekat dalam penyebaran Islam
awal di Nusantara. Para Wali Songo justru mengakomodir dalam Islam
sebagai ajaran agama yang mengalami historisasi dengan kebudayaan.
Misalnya ytang dilakukan sunan Bonang dengan mengubah gamelan Jawa
yang saat itu kental dengan estetika Hindu menjadi bernuansa dzikir yang
mendorong kecintaan pada kehidupan trascendental. Tombo Ati salah satu
karya Sunan Bonang dalam pentas perwayangan, Sunan Bonang mengubah
lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.
Pribumisasi Islam juga bukan pembaharuan, karena pembaharuan
berarti hilangnya sifat asli agama, sementara Gus Dur menginginkan agar
islam tetap pada sifat Islamnya. Misalnya, Al-Qur’an harus tetap dalam
berbahasa Arab terutama dalam hal sholat, sebab hal itu merupakan norma.
Adapun terjemahan Al-Qur’an bukan menggantikan Al-Qur’an, melainkan
sekedar untuk mempermudah pemahaman tehadap sholat.
11
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh
manusia hingga akhir zaman. Kewajiban sebagai umat islam untuk
membumikan Islam sudah tertera dalam berbagai hadist dan Surat di Alquran.
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam membumikan Islam di Indonesia.
Kebangkitan atau kemajuan umat Islam, baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama sungguh sangat bergantung pada sejauh mana mereka berpedoman dan
berpegang teguh pada petunjuk -petunjuk, ajaran-ajaran, aturan-aturan, etika-
etika dan norma-norma yang mencakup segala aspek dan segi kehidupan
manusia di mana pun.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.gusdurian.net/id/article/kajian/Menimbang-Gagasan-Pribumisasi/
http://www.islammadani.net/kajian/dari-pribumisasi-islam-ke-islam-
nusantara-sebuah-tinjauan-kritis-1
https://muslim.or.id/4703-keutamaan-menyebarkan-ilmu-agama.
htmlhttp:/mutiarahaticieka.blogspot.com/Pribumisasi-Islam