Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH

TEORI ADMINISTRASI DAN APLIKASI


DOSEN : Prof. Dr. H. MUHAMMAD BASRI, M.Si

PROFESIONALISME DAN IDEALITAS

DISUSUN OLEH :

1. WAHYUDDIN, ST (M012021092)
2. I KOMANG EDIWIJAYA, ST (M012021088)
3. RATNA NASIR, ST (M012021060)
4. RIANI YUSUF, ST (M012021091)
5. SRI HARTATI MAJID, S.PWK (M012021089)
6. ARHAM ALQAF, S.IP (M012021087)

PROGRAM PASCASARJANA (S2)


MAGISTER TERAPAN APN
POLITEKNIK STIA LAN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Profesionalisme dan Idealisme” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Teori Administrasi dan Aplikasi. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambha wawasan tentang Teori Adinistrasi
dan Aplikasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. H. Muhammad
Basri, M.Si selaku Dosen mata kuliah Teori Administrasi dan Aplikasi yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malili, 21 September 2021


KETUA

( WAHYUDDIN, ST)
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesionalisme dan Idealisme
B. Keahlian dan Rasa Keterpanggilan
C. Ketidakadilan dan Ketidakpuasan
D. Nilai dan Kearifan Lokal
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Tugas pokok pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan


kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah
satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah adalah usaha menampilkan
profesionalisme, etos kerja tinggi, keunggulan kompetitif dan kemampuan
memegang teguh etika birokrasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai
dengan aspirasi yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dalam
melayani masyarakat, pemerintah juga tidak terlepas dari permasalahan yang
berkenaan dengan kondisi pelayanan yang relative belum memuaskan. Hal ini
terutama berkaitan dengan baik buruknya sumber daya aparat pemerintah yang
profesional. Tuntutan masyarakat yang semakin pesat menjadi kewajiban aparat
berkarya dalam penyelenggaraan pemerintah untuk meningkatkan
profesionalistasnya di bidang tugas yang dipercayakan, sebab dengan demikian
kreatifitas dan produktivitas kerja dapat ditingkatkan.

Sementara untuk membentuk pegawai yang professional seorang pegawai


haruslah memiliki mindset yang baik. Hasil kajian Rodi Wahyudi (2015)
membuktikan bahwa mindset merupakan satu set andaian, kaedah atau ulasan
yang diyakini oleh seseorang cukup dominan mempengaruhi perilaku seseorang.
Midnset erat hubungannya dengan falsafah hidup seseorang. Perubahan mindset
seorang pegawai akan turut mempengaruhi perubahan dalam berpikir dan
bertindak.

B. Rumusan Masalah

Profesionalisme dan idealisme merupakan faktor utama dalam bekerja. Hal-hal


yang sering menjadi permasalahan dalam pelayanan terhadap masyarakat antara
lain :

Keahlian dan rasa keterpanggilan


Ketidakadilan dan ketidakpuasan

Nilai dan kearifan lokal

C. Tujuan Pembahasan

Dengan membahas topik ini kita semakin memahami dan menyadari akan
pentingnya profesionalisme yang dibarengi dengan idealisme positif dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai ASN.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesionalisme dan Idealisme


A.1 Pengertian Profesionalisme
Profesional merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma. Profesionalisme adalah tingkah laku dari berbagai jenis perilaku
dan sikap seseorang dalam lingkungan kerja atau bisnis. Seseorang tidak
harus bekerja dalam profesi tertentu untuk menunjukkan kualitas dan
karakteristik penting seorang profesional. Profesionalisme mengarah pada
kesuksesan di tempat kerja, reputasi profesional yang kuat, serta etika dan
keunggulan kerja yang tinggi.

Istilah Profesional dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan


keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan
tingkatan masing-masing. Profesionalisme adalah bekerja tuntas dan
akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggungjawab dan
komitmen yang tinggi. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness)
antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic-competence)
dengan kebutuhan tugas.

Adapun definisi profesionalisme menurut para ahli, antara lain:


1. Menurut Sianipar (2001:14) dalam Sundarso (2006) bahwa untuk
menjadi seseorang professional dalam memberikan pelayanan aparatur
Negara harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang bidang
tugas masing-masing sebagaimana dinyatakan bahwa pelayanan
professional adalah kemampuan seseorang yang memiliki profesi
melayani kebutuhan orang lain atau professional menangggapi
kebutuhan orang lain. Pendapat lain menurut Siagian (2009;163)
profesionalisme adalah “Keandalan dan keahlian dalam pelaksanaan
tugas sehingga terlaksanan dengan mutu tinggi, waktu yang tepat,
cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh
pelanggan.
2. Dwiyanto (2011;157) mengatakan profesionalisme adalah “Paham atau
keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang
mengutamakan kepentingan publik.
3. Tjokrowinoto (1996;191) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
profesionalisme adalah kemampuan untuk menjalankan tugas dan
menyelenggarakan pelayanan publik dengan mutu tinggi, tepat waktu,
dan prosedur yang sederhana.
4. Pamudji (1985), Profesionalisme adalah lapangan kerja tertentu yang
diduduki oleh orang-orang yang memiliki kemampuan tertentu pula.
5. Ali (1992), keahlian atau kemampuan profesional tidak mesti harus
diperoleh daei jenjang pendidikan, tetapi bisa saja seseorang yang
secara tekun mempelajari dan melatih diri dalam suatu bidang tertentu
menjadi profesional. Hanya saja menurutnya, profesi yang disandang
melalui jenjang pendidikan akan memperoleh pengakuan yang bersifat
formal naupun informal, sedangkan yang diperoleh dari selain
pendidikan formal pada umunya hanya akan mendapat pengakuan
yang bersifat informal saja.

Nilai moral profesi :

• Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi

• Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi

• Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi


A.2 Pengertian Idealisme

Definisi Idealisme menurut para ahli, antara lain:


1. Herman Horne mengatakan idealisme merupakan pandangan yang
menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi dari pikiran, juga
mengatakan bahwa subtansi dari dunia ini adalah dari alam pikiran
serta berpandangan bahwa hal-hal yang bersifat materi dapat
dijelaskan melalui jiwa.
2. Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa dalam kajian filsafat, idealisme
adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam ketergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit
(ruh). lstilah ini diambil dari "idea", yaitu sesuatu yang hadir
dalamjiwa.
3. George R. Knight menguraikan bahwa idealisme pada mulanya,
adalah suatu penekanan pada realitas ide gagasan, pemikiran, akal
pikir daripada suatu penekanan pada objek-objek dan daya-daya
materi. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar
atau lebih dulu ada bagi materi dan bahkan menganggap bahwa akal
pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang
ditimbulkan oleh akal pikir. Menurutnya, ini sangat berlawanan
dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata
ada, sedangkan akal pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.

Dari ketiga pengertian di atas dapat dipahami bahwa idealisme


merupakan suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa
hakekat segala sesuatu ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud
sebenarnya lebih dulu ada dalam realitas ide dan pikiran dan bukan pada
hal-hal yang bersifat materi. Meskipun demikian, idealisme tidak
mengingkari adanya materi. Materi merupakan bagian luar dari apa yang
disebut hakekat terdalam, yaitu akal atau ruh, sehingga materi merupakan
bungkus luar dari hakekat, pikiran, akal, budi, ruh atau nilai. Dengan
demikian, idealisme sering menggunakan term-term yang meliputi hal-hal
yang abstrak seperti ruh, akal, nilai dan kepribadian. Idealisme percaya
bahwa watak sesuatu objek adalah spritual, non material dan idealistik.

Pemikiran idealisme ini selalu identik dengan Plato. Platolah yang


sering dihubungkan dengan filsafat idealisme. Pandangan seperti ini
muncul, mengingat bahwa pada dasarnya Plato merupakan bapak filsafat
idealisme atau pencetus filsafat idealisme. Menurut Plato hakekat segala
sesuatu tidak terletak pada yang bersifat materi atau bendawi, tetapi
sesuatu yang ada dibalik materi itu, yakni ide. Ide bersifat kekal,
immaterial dan tidak berubah. Walaupun materi hancur, ide tidak ikut
musnah. Dalam mencari kebenaran, Plato berpendapat bahwa kebenaran
tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata, sebab dunia nyata ternyata tidak
permanen dan selalu mengalami perubahan. Artinya bahwa dunia materi
bukanlah dunia yang sebenarnya, tetapi hal itu merupakan analogi atau
ilusi semata yang dihasilkan oleh panca indera.

B. KEAHLIAN DAN RASA KETERPANGGILAN

Setiap profesional berpegang pada nilai moral yang mengarahkan dan


mendasari perbuatan luhur. Dalam melakukan tugas profesi, para profesional
harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa malu, sentimen, benci, sikap
malas dan enggan bertindak. Dengan demikian seorang profesional jelas harus
memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan
maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat
pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja.
Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa
(occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan
materiil duniawi.

Profesionalisme yang sesuai dengan pengertiannya yakni keahlian atau


keandalan dalam melaksanakan tugas. Profesionalisme didapatkan dari
disiplin ilmu, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan yang bisa mengembangkan
kompetensi di bidangnya. Sehingga tujuan yang direncanakan dalam suatu
organisasi dapat terlaksana efektif dan efisien.

Keterpanggilan erat hubungannya dengan idealisme. Berbekal keahlian


yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan serta ikrar (fateri/profiteri)
untuk menerima panggilan tersebut dengan semangat pengabdian untuk selalu
siap memberikan bantuan kepada sesama.

C. KETIDAKADILAN DAN KETIDAKPUASAN

Ketidakadilan di dalam organisasi merupakan salah satu bentuk praktik


disfungsional organisasi yang berdampak pada suasana kerja yang tidak
nyaman dalam organisasi. Ketidakadilan dan keadilan merupakan hal yang
sangat diperhatikan karyawan terkait dengan proses yang bersifat
transeksional dalam organisasi. Salah satu kebijakan organisasi yang mejadi
perhatian penting pegawai adalah kebijakan yang terkait dengan karir di dalam
perusahaan. Ketidakadilan yang dipersepsikan pegawai berdampak pada
perasaan-perasaan tidak nyaman seperti kecewa, dendam, sakit hati dan
kemarahan. Persepsi mengenai ketidakadilan tersebut akan mendorong mereka
untuk melakukan balas demdam terhadap organisasi tersebut. Keadilan adalah
landasan utama dari akuntabilitas. Keadilan harus dipelihara dan dipromosikan
oleh pimpinan pada lingkungan organisasinya. Oleh sebab itu, ketidakadilan
harus dihindari karena dapat menghancurkan kepercayaan dan kredibilitas
organisasi yang mengakibatkan kinerja akan menjadi tidak optimal.
Konsekuensi dari penyelenggaraan kerja yang tidak efektif dan tidak efisien
adalah ketidaktercapaian target kerja, ketidakpuasan banyak pihak,
menurunkan kredibilitas instansi tempat bekerja di mata masyarakat, bahkan
akan menimbulkan kerugian secara finansial.

Pemberian kompensasi yang didasarkan pada prestasi pegawai


merupakan suatu strategis jitu yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi
untuk mencapai berbagai tujuan dalam kaitannya dengan manajemen sumber
daya manusia, khususnya dalam rangka menciptakan keadilan individu. Hal
ini disesbabkan karena pemberian konpensasi yang didasarkan pada prestasi:

1. Memiliki pengaruh yang signifikan terhadap individu sehingga


mereka yertarik bekerja di suatu organisasi
2. Akan mampu memotivasi pegawai yang berprestasi tinggi
3. Akan mampu memotivasi pegawai untuk mencapai tujuan organisasi
4. Akan mampu meningkatkan kepuasan pegawai.
untuk mewujudkan keadilan individual, suatu organisasi harus mampu
mengetahui secara pasti prestasi kerja individu, kelompok ataupun organisasi.
Hal ini dapat diketahui apabila organisasi tersebut melakukan penilaian
prestasi kerja secara akurat. Sistem penilaian prestasi kerja yang memiliki
esensi ke masa depan, merupakan proses siklus dalam mengelola prestasi
karyawan. Proses ini memiliki beberapa tahapan:
1. Manajer harus mengidentifikasi semua aspek penting mengenai pekerjaan
dan mengklarifikasi bagaimana keterkaitan pekerjaan tersebut dengan
tujuan organisasional.
2. Menempatkan harapan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana pekerjaan
dapat secara baik dikerjakan dan adanya standar penilaian yang jelas
terhadap prestasi kerja. Partisipasi karyawan dalam penempatan standar
dan pengukuran prestasi kerja merupakan suatu hal yang penting untuk
dipertimbangkan, begitu juga tersedianya supervisi yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan penilaian tersebut juga
perlu dipertimbangkan. Sehingga akan dicapai suatu standar dan
pengukuran prestasi kerja yang masuk akal, realistic, dan tepat.
3. Memonitoring prestasi. Selama tahap ini, manajer membeirkan umpan
balik secara informal, sehingga tidak ditemukan penilaian salah oleh
supervisi. Seorang supervisi perlu memikirkan dan mencari cara yang
tepat mengenai bagaimana karyawan dapat mencapai prestasi sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, bagiamana menilai atau mengukur
perilaku, dan mendiskusikan bagaimana cara untuk mengembangkan
karyawan tersebut.
4. Membuat review Penilaian Formal. Dilakukan pada akhir periode
penilaian. Selama review ini dilakukan, manajer mencatat penilaian
supervisi terhadap presasi karyawannya.
5. Selanjutnya,, berkaitan dengan keadilan individual ini, seorang manajer
dituntut memiliki pemahaman bahwa karyawan merupakan sumber daya
utama dan penting serta bahwa semua karyawan memiliki peluang untuk
menggunakan bakat dan kemampuan mereka untuk mendapat keuntungan
tertentu bagi diri mereka sendiri maupun bagi organisasi.

Ketidakadilan dapat membuat pegawai tidak puas dalam bekerja. Contoh.

- Pembagian pekerjaan yang tidak adil, namun imbalan yang diperoleh


tidak sesuai dengan beban pekerjaan.
Tidak adanya Pemberian Reward kepada pegawai berprestasi

Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan pegawai dalam bekerja antara lain:

a) Imbalan yang kurang memadai


b) Kondisi kerja yang dipandang kurang memuaskan
c) Situasi lingkungan kerja kurang mendukung
d) Perlakuan yang dirasakan kurang adil
e) Kurangnya jaminan masa depan karyawan
f) Terjadinya konflik yang berlarut-larut tanpa penyelesaian yang
memuaskan.

D. NILAI DAN KEARIFAN LOKAL

Kekayaan dan keragaman aset budaya telah memberikan kontribusi


terhadap sistem administrasi publik dalam konteks kearifan lokal (local
wisdom), sehingga dari sini terbentuklah administrasi publik yang berkarakter
dan memiliki keunikan tersendiri. Praktek-praktek administrasi publik yang
berbasis kearifan lokal sesungguhnya telah berlangsung sejak dahulu pada
masa-masa kerajan dan masa sebelum penjajah masuk ke Indonesia serta
berlangsung secara turun temurun bahkan masih ada yang tetap eksis hingga
saat ini.

Nilai-nilai kearifan lokal yang dimaksud adalah nilai-nilai utama dalam


masyarakat yang dijadikan pegangan dalam menjalani aktivitas kehidupan.
Kajian tentang administrasi publik yang berbasis pada kearifan lokal
(indigenous public administration) di Indonesia menarik untuk dilakukan
dengan alasan pertama, proses moderinasi administrasi publik di negara
berkembang untuk bisa mengikuti (catch up) administrasi publik di negara
maju gagal memberikan manfaat karena konsep dan praktek administrasi
publik dari negara maju tidak compatible dengan konsep dan praktek
administrasi publik di negara berkembang (kulture dan lainnya) (Dwivedi,
2001; Cheung, 2013 dalam Suripto, dkk.,2017). Kedua, Indonesia sebagai
negara dengan berbagai macam suku bangsa dan budaya membutuhkan
pendekatan yang berbeda ketika ingin mengembangkan konsep administrasi
publik barat.

Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, kayakinan,


pemahaman, atau wawasan serta adat istriadat yang dimana sebuah kebiasaan
atau etika masyarakat yang menuntun ke perilaku manusia didalam sebuah
kumpulan ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini di hayati, di pratekkan,
diajarkan dan diwariskan dari generasi kegenerasi sekaligus membentuk pola
perilaku manusia terhadap sesama manusia (Keraf, 2002).

Betapa besarnya pengaruh nilai-nilai kearifan lokal seperti nilai-nilai


yang dianut oleh masyarakat bugis seperti siri’ na pacce, sipakainga’,
sipakatau hal ini sangatlah berpengaruh kepada kinerja pegawai. Sehingga
perlunya pemerintah untuk mananamkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai
salah satu faktor pendukung meningkatnya kinerja pegawai ataupun menjadi
sebuah norma-norma tidak tertulis namun menjadi faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja para pegawai. Salah satu contoh yaitu: sipangngaliki
(saling mengahargai). Saling menghargai yang mengedepankan nilai budaya
yang mempertimbangkan segi usia, senioritas dalam bekerja. Sehingga
meskipun kedudukannya sebagai atasan tetapi dari segi usia atau senioritas
lebih muda maka tetap menghargai dan menghormati yang lebih tua.
Banyaknya sejumlah nilai budaya pada masyarakat yang telah mengalami
sebuah perubahan dengan adanya cara menerapkan atau menirukan sebuah
modernisasi di semua bidang kehidupan masyarakat, yaitu menyebabkan suatu
kearifan lokal yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi terkikis.

Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai salah satu kekayaan


budayaan lokal yang dapat mengandung beberapa kebijakan hidup, pandangan
hidup (way of life) yang membantu atau mengakomodasi suatu kebijakan
(wisdom), dan kearifan hidup. Di Indonesia kearifan lokal tidak hanya dapat
berlaku secara lokal pada suatu budaya atau hanya etnik tertentu saja, akan
tetapi dapat juga dikatan bersifat lintas budaya atau lintas etnik maka
membentuk suatu nilai budaya yang sifatnya nasional. Sebagai contoh yaitu
hamper disetiap budaya lokal di nusantara dapat dikenal kearifan lokalnya
yang mengajarkan seperti gotong royong, toleransi, semangat kerja, dan
seterusnya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Untuk membentuk organisasi yang baik dibutuhkan profesionalisme dan
idealisme dari setiap individu yang terlibat dalam system organisasi. Keahlian
dan ketidakadilan erat hubungannya dengan profesionalisme sedangkan rasa
keterpanggilan, ketidakpuasan dan nilai-nilai kearifan lokal berhubungan
dengan idealisme.

B. SARAN
1. Dibutuhkan peningkatan kompetensi sumber daya manusia untuk
mendukung organisasi.
2. Bekerja sesuai dengan profesi, ilmu dan pengalaman.
3. Pandai dalam membawa diri dengan mengamalkan nilai-nilai kearifan
lokal dan menjaga profesionalisme
4. Diperlukan kesadaran diri dan perubahan mindset bagi setiap individu
untuk meningkatkan idealisme.
5. Perlu adanya refolusi mental ke seluruh organisasi pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boni Saputra, Suripto, Yulvia Chrisdiana (2018) Indigeneous Public


Administration: Melihat Administrasi Publik Dari Perspektif Kearifan Lokal
(Local Wisdom). Jurnal Ilmu Administrasi (JIA), Vol. XV No.2, 278-292.
2. Derajad S. Widhyharto. Menakar Perilaku Profesional Dalam Rangka
Meningkatkan Kinerja Aparatur Birokrasi. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
PNS, Vol. 2 No.1, 11-20

Anda mungkin juga menyukai