Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA

“ AMPHIBIA ”

DOSEN PENGAMPU : Elida Hafni Siregar S.Pd., M.Si

KELOMPOK II :

AMNA KAMRAN BR TARIGAN (4191220011)


LADYPA APRILIANI BR GINTING (4193220015)
M.D PERMATASARI SIAHAAN (4193220008)
REHLITNA FRANSISKA SITEPU (4191220011)
VALLMER GADING MARAN SIREGAR (4193520019)

BIOLOGI NONDIK C 2019

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “AMPHIBIA ”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “TAKSONOMI HEWAN VERTEBRATA ”.
Terima kasih penulis haturkan kepada Ibu dosen pengampu yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dalam sistematika penulisan.
Oleh karena itu, saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan
penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi saya selaku penulis dan bagi pembaca umumnya.

Medan, 18 September 2020

( Kelompok 2 )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................................................................4
1.2 TUJUAN DAN MANFAAT...................................................................................................................................5
BAB IIPEMBAHASAN............................................................................................................................................5
2.1 DESKRIPSI AMPHIBI..........................................................................................................................................5
2.2 CIRI-CIRI UMUM AMPHIBIA.............................................................................................................................6
2.3 CIRI-CIRI KHUSUS AMPHIBIA...........................................................................................................................7
2.4 KLASIFIKASI AMPHIBI........................................................................................................................................8
2.5 Klasifikasi Kelas Amphibi...................................................................................................................................8
BAB III.................................................................................................................................................................... 19
PENUTUP............................................................................................................................................................... 19
3.1 KESIMPULAN............................................................................................................................................19
3.2 SARAN......................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada sistematika atau taksonomi ada tiga hal yang biasa dilakukan, yaitu identifikasi,
klasifikasi, dan pengamatan evolusi. Identifikasi merupakan pengenalan dan deskripsi yang teliti dan
tepat terhadap suatu jenis atau spesies, sedangkan klasifikasi adalah melakukan identifikasi, memberi
nama dan selanjutnya mengelompokkannya dalam suatu sistem yang didasarkan pada persamaan.
Dan taksonomi adalah salah satu cabang sistematika yang sistem penggolongannya didasarkan atas
karakter yang tampak, misalnya seperti keadaan morfologi eksternal maupun internal, fisiologi, dan
perkembangannya. Oleh karena itu dengan keadaan morfologi tubuh makhluk hidup yang berbeda
satu sama lainnya kita perlu mengkelompokannya. kita memerlukan pengklasifikasian agar kita lebih
mudah memahami dan mempelajari keanekaragaman makhluk hidup tersebut. Sistematika adalah
studi untuk mempelajari keanekaragaman organisme dan hubungan evolusioner antar organisme
(Soesono, 1968).

Pengetahuan tentang klasifikasi dan taksonomi amphibi diperlukan adanya identifikasi dari
berbagai parameter morfologi dari bentuk tubuh amphibi. Dengan melihat morfologi kita dapat
mengelompokan mahluk hidup. Sistem atau cara pengelompokan ini dikenal dengan istilah
sistematika atau taksonomi. Untuk mengenal amphibi kita membutuhkan pengetahuan tentang
taksonomi dan proses-prosesnya seperti pembuatan klasifikasi dan identifikasi sehingga kita bisa
memahami dan membedakan amphibi baik secara ordo atau famili dari amphibi dengan baik. Karena
keanekaragaman dari amphibi merupakan aset nasional yang perlu diinventarisasikan jenis dan
keberadaannya, distribusinya serta sifat-sifat hidupnya (Soesono, 1968).

Amphibi adalah kelompok terkecil di antara vertebrata dengan jumlah hanya 3000 spesies.
Seperti ikan dan reptil, amfibi adalah hewan berdarah dingin sehingga dapat dikatakan bahwa amfibi
tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri. Untuk itu amfibi memerlukan matahari untuk
menghangatkan badannya. Awalnya amfibi mengawali hidup diperairan dan melakukan pernapasan
menggunakan insang. Seiring dengan pertumbuhannya paru-paru dan kakinya berkembang dan
amfibi pun dapat berjalan di atas daratan (Ville,1999).

Amphibi dijumpai diseluruh dunia kecuali di daerah kutub. Mereka menempati sejumlah
habitat yang berbeda-beda seperti hutan hujan, kolam dan danau. Umumnya amfibhi memerlukan
tempat yang lembab. Kebanyakan orang sulit membedakan anggota dari kelas amphibi yaitu antara
katak dan kodok. Maka dari itulah kita perlu mengenal lebih jauh lagi mengenai anggota dari kelas
amphibia.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


4
Tujuan mempelajari dan pembuatan makalah taksonomi hewan, khususnya pada kelas Amphibi ini
adalah

 untuk mengetahui ciri umum dari Kelas Amphibia.

 untuk mengetahui klasifikasi Kelas Amphibia.

 mengetahui struktur morfologi dan anatomi Kelas Amphibia.

 untuk mengetahui ciri khusus dari Kelas Amphibia.

Adapun manfaat yang diperoleh dari pembelajaran Taksonomi Hewan – Amphibi adalah

 mahasiswa mampu melakukan pengelompokkan spesies dari kelas amphibi melalui


pengamatan dari segi morfologi, fisiologi, habitat, perilaku dan reproduksi dari spesies
yang ada.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI AMPHIBI

Amphibi pertama kali ditemukan sekitar 350 juta tahun yang lalu pada pertengahan
zaman Devon. Makhluk-makhluk purba ini biasanya lebih besar, memiliki gigi besar, dan
beberapa dengan kulit bersisik seperti reptil modern. Amphibi modern jauh lebih kecil dan telah
berkembang luar biasa dari spesialisasi yang sesuai dengan habitat mereka. Karena amphibi
sangat beragam di alam, ada karakteristik yang mendefinisikan beberapa kaitan dengan semua
spesies. Secara umum, amphibi dianggap sebagai makhluk hidup yang membutuhkan baik tanah
dan air untuk bertahan hidup. Hal ini berlaku untuk banyak spesies, namun, makhluk hidup
lainnya mungkin tidak sepenuhnya terestrial, bahkan dilahirkan di darat (viviparity). Variasi ini
adalah hasil dari lingkup evolusi yang luas, namun, semua amphibi berevolusi dari satu nenek
5
moyang, dan berbagai siklus kehidupan umum, meskipun perbedaan antara spesies tertentu atau
general. Transisi dari air ke darat tampak pada morfologi amphibi seperti modifikasi tubuh untuk
berjalan di darat (disamping masih memiliki kemampuan berenang di dalam air), tumbuhnya
kaki sebagai pengganti beberapa pasang sirip, merubah kulitnya hingga memungkinkan
menghadapi suasana udara dan perubahan sistem sirkulasi untuk keperluan respirasi dengan
paru-paru dan kulit, penggantian insang oleh paru-paru dan alat sensoris amphibi ini memiliki
kemampuan berfungsi dengan baik, di udara maupun di air.

Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh
rambut ataupun sisik dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibi berasal dari bahasa
Yunani yaitu Amphi yang berarti dua/rangkap dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi
diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada
umumnya, amphibi mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di
daratan (Zug, 1993)

Pada fase berudu, amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini
berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa, amphibi hidup di darat dan bernafas
dengan paruparu. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas
yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya
insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada Anura, tidak ditemukan leher
sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara
melompat(Zug, 1993).

Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan
perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap tinggal
dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas
dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis amphibi lain yang
sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu kembali ke air untuk
berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada
kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air. Reproduksi pada amphibi ada dua macam
yaitu secara eksternal pada anura pada umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses
perkawinan secara eksternal dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal. Amphibi
berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili amphibi
yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda. (Duellman and Trueb, 1986).

2.2 CIRI-CIRI UMUM AMPHIBIA

Adapun ciri-ciri umum anggota amphibi adalah sebagai berikut:

1. Memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada Apoda yang
anggota geraknya tereduksi.

2. Tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada beberapa anggota amphibi yang pada ujung
jarinya mengalami penandukan membentuk kuku dan cakar, contoh Xenopus sp.

3. Kulit memiliki dua kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil (biasanya
beracun)
6
4. Pernafasan dengan insang, kulit dan paru-paru.

5. Mempunyai sistem pendengaran, yaitu berupa saluran auditory dan dikenal dengan
tympanum.

6. Jantung terdiri dari tiga lobi ( 1 ventrikel dan 2 atrium).

7. Mempunyai struktur gigi, yaitu gigi maxilla dan gigi palatum.

8. Merupakan hewan poikiloterm, yaitu yaitu hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan
suhu lingkungan sekitarnya. Hewan poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan.

2.3 CIRI-CIRI KHUSUS AMPHIBIA

Ciri khusus amphibi yang tidak terdapat pada kelas lain yaitu:

1. Kulitnya yang selalu basah dan berkelenjar (licin dan tidak bersisik).

2. Memiliki 2 pasang kaki untuk berjalan atau berenang dengan 4-5 jari atau lebih sedikit
dan bersirip.

3. Amphibi mempunyai 2 lubang hidung yang berhubungan dengan rongga mulut. Pada
lubang hidung tertentu terdapat klep yang mencegah masuknya air pada saat hewan
tersebut berada di dalam air.

4. Mata amphibi berkelopak dan kelopak tersebut dapat digerakkan.

5. Lembar gendang pendengaran terletak di sebelah luar.

6. Mulut amphibian bergigi dan berlidah (lidahnya dapat dijulurkan pada saat menangkap
mangsa).

7. Rangka tubuh amphibi sebagian besar tersusun atas tulang keras, tengkoraknya memiliki
due kondil. Apabila amphibi bertulang rusuk, maka tulang rusuk tersebut tidak
menempel pada tulang dada.

8. Jantungnya beruang 3 (1 ventrikel dan 2 atrium) dan memiliki 1 pasang atau tiga pasang
lengkung aorta, sel darah merahnya berbentuk oval dan berinti. Selain dengan paru-paru,
amphibi dewasa bernafas dengan kulit dan selaput rongga mulut.

9. Otak amphibi memiliki 10 pasang saraf kranialis.

10. Suhu tubuh amphibi tergantung dari lingkungannya (poikilotermis)

11. Amphibi melakukan fertilisasi eksternal atau internal, kebanyakan anggotanya bertelur
(ovipar). Telur mempunyai kuning telur dan terbungkus zat gelatin, membelah secara
holoblastis, tidak memiliki embrana embryonic.

12. Mengalami metamorphosis sempurna dalam siklus hidupnya.

7
13. Menggunakan energi lingkungannya untuk mengatur suhu tubuhnya sehingga tergolong
hewan eksoterm.

14. Fertilisasi secara eksternal di air atau tempat lembab.

2.4 KLASIFIKASI AMPHIBI

Klasifikasi dari kelas Amphibia terdiri dari 6 ordo dengan 2 ordo terbesar yaitu ordo
Anura dan ordo Caudata atau Urodela. Klasifikasi kelas Amphibia dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Klasifikasi Kelas Amphibi

Kelas AMPHIBIA

Subkelas Apsidospondyli

Superordo Labirinthodonta

Ordo Temnospondyli

Ordo Anthracosauria

Superordo Salientia

Ordo Proanura

Ordo Anura (katak dan kodok)

Familia Ada 17 familia: Pipidae, Discoglossidae,


Rhinophrynidae, Pelobatidae, Leptodactylidae,
Bufonidae, Rhinodermatidae, Dendrobatidae,
Atelopidae, Hylidae, Centrolenidae,
Heleophrynidae, Pseudidae, Ranidae,
Rhacophoridae, Microhylidae, Phrynomeridae.

Subkelas Lepospondyli

Ordo Aistopoda

Ordo Nectridia

Ordo Caudata atau Urodela

Familia Ada 8 familia: Hynobiidae, Cryptobranchidae,


Ambystomidae, Salamandridae, Amphiunidae,
Plethodontidae, Proteidae, Sirenidae.

Ordo Gymnophiona atau Apoda

Familia Caeciliidae
8
Sumber: Sukiya, 2001: 34.

 KLASIFIKASI ORDO

Kelas amphibi mencakup 4 ordo, yaitu : Urodela (Caudata), Apoda (Gymnophiona), Proanura
(telah punah) dan Anura (Salientra).

1. Ordo Urodela (Caudata)

Urodela disebut juga Caudata, ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang,
mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanium. Berbentuk
seperti bengkarung (kadal). Tubuh dapat dibedakan atas kepala, leher, dan badan.
Beberapa spesies memiliki insang dan yang lainnya bernafas dengan paru-paru. Pada
bagian kepala terdapat mata yang kecil dan pada beberapa jenis mata mengalami
reduksi.Fase larva hampir mirip dengan fase dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di
darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air. Pola persebarannya meliputi wilayah
Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan Eropa. Urodela memiliki 3 sub ordo, yaitu :

 Meantes

Famili : Sirenidae

 Cryptobranchoidea

Famili : Hynobiidae, Cryptobranchidae

 Salamandroidea

Famili : Salamandridae, Proteidae, Ambystomatidae, Amphiumidae,


Dicamtodontidae dan Plethodontidae. Contoh spesies : Megalobatrachus
japonocus (Pough et. al., 1998)

2. Ordo Apoda

Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki,
sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing, bersegmen, tidak bertungkai, dan
ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup oleh
tulang atau kulit, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor.Di bagian
anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensori. Kelompok ini
menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan
bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya
ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi
secara internal (Webb et.al, 1981). Ordo Apoda memiliki 6 famili, yaitu: Lyhthyopidae,
Caecilidae, Rhinatrematidae, Scoleocomorphidae, Uracotyphlidae, dan
Typhlonectida.Famili yang ada di indonesia adalah Lchtyopiidae. Anggota famili ini
9
mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang.
Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang
yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air
sebelum metamorphosis. Contoh spesies: Lchtyophis sp di propinsi DIY.

3. Ordo Proanura

Ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan telah punah. Anggota-
anggota ordo ini hidup di habitat akuatik sebagai larva dan hanya sedikit saja yang
menunjukkan perkembangan kearah dewasa. Matanya kecil, tungkai depan kecil, tanpa
tungkai belakang, kedua rahang dilapisi bahan tanduk, memiliki 3 pasang insang luar dan
paru-paru mengalami sedikit perkembangan.Amphibi ini tidak menunjukkan adanya dua
bentuk dalam daur hidupnya. (Duellman and Trueb, 1986)

4. Ordo Anura

Nama anura mempunyai arti tidak memiliki ekor. Seperti namanya, anggota ordo
ini memunyai ciri umum tidak mempunyai ekor, kepala bersatu dengan badan, tidak
mempunyai leher dan tungkai depan. Hal ini mendukung pergerakannya yaitu dengan
melompat. Pada beberapa famili terdapat selaput di antara jari-jarinya. Membrane
tympanum terletak di permukaan kulit dengan ukuran yang cukup besar dan terletak di
belakang mata. Kelopak mata dapat digerakkan. Mata berukuran besar dan berkembang
dengan baik. Fertilisasi dilakukan secara eksternal dan prosesnya dilakukan di perairan
yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena unik yang
disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di
punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut
bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa
dibuahi jantannya. Amplexus bisa terjadi antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan
di bagian dorsalnya dan sering terjadi persaingan antar pejantan pada musim kawin.
Siapa yang paling lama bertahan dengan amplexusnya, dia yang mendapatkan
betinanya(Duellman and Trueb, 1986).Ordo Anura terbagi menjadi 27 famili, yaitu :
Ascaphidae, Leiopelmatidae, Bombinatoridae, Discoglossidae, Pipidae, Rhinophrynidae,
Megophtyidae, Pelodytidae, pelobatidae, Allophrynidae, Bufonidae, Branchycephalidae,
Centrolenidae, Helephrynidae, Hylidae, Leptodactylidae, Myobatrachidae, Pseudidae,
Rhinodermatidae, Sooglossidae, Arthroleptidae, Dendrobatidae, Hemisotidae,
Hyperoliidae, Microhylidae, Ranidae, Rachoporidae. Contoh spesies: Bufo melanosticus (
Pough et. al.,1998) dan Rana pipiens (Djarubito, 1989).

 KLASIFIKASI FAMILI

Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae, Ranidae, Microhylidae
dan Rachoporidae. Adapun penjelasan mengenai kelima famili tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bufonidae

10
Famili ini sering disebut kodok sejati. Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar dan berbintil,
terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat pematang di kepala.
Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacral diapophisis melebar. Bufo mempunyai
mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi. Tungkai belakang lebih panjang dari
pada tungkai depan dan jari-jari tidak mempunyai selaput. Fertilisasi berlangsung secara
eksternal. Famili ini terdiri dari 18 genus dan kurang lebih 300 spesies. Beberapa contoh
spesies Bufo yang ada di Indonesia antara lain: Bufo asper, Bufo biporcatus, Bufo
melanosticus dan Leptophryne borbonica. (Kusuma, 2010)

2. Megophryidae

Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas
matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada umumnya famili ini
berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga pergerakannya lambat dan
kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal, yaitu coracoids melekat sejajar dengan
epicoracoid. Hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu terdapat alat mulut seperti
mangkuk untuk mencari makan di permukaan air. Adapun contoh spesies anggota famili
ini adalah Megophrys montana dan Leptobranchium hasselti (Kusuma, 2010).

3. Ranidae

Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping. Tungkai
relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk membantu berenang.
Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil. Gelang bahu bertipe firmisternal.
Pada kepala tidak ada pematang seperti pada Bufo. Mulutnya lebar dan terdapat gigi
seperti parut di bagian maxillanya, Sacral diapophysis gilig. Fertilisasi secara eksternal
dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri dari 36 genus. Adapun contoh spesiesnya adalah:
Rana chalconota, Rana hosii, Rana erythraea, Rana nicobariensis, Fejervarya
cancrivora, Fejervarya limnocharis, Limnonectes kuhli, Occidozyga sumatrana.
(Kusuma, 2010)

4. Microhylidae

Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif panjang
dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan mandibulanya, tapi
beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili ini diurnal(hewan yang
aktif pada siang hari), maka pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya
firmisternal. Contoh spesiesnya adalah: Microhyla achatina. (Kusuma, 2010)

5. Rachoporidae

Famili ini sering ditemukan di areal sawah. Beberapa jenis mempunyai kulit yang kasar,
tapi kebanyakan halus juga berbintil.Tipe gelang bahu firmisternal. Pada maksila terdapat
gigi seperti parut. Terdapat pula gigi palatum. Sacral diapophysis gilig. Berkembang biak
dengan ovipar dan fertilisasi secara eksternal (Kusuma, 2010).

11
2.5 STRUKTUR ANATOMI DAN MORFOLOGI KELAS AMPHIBIA

1. Sistem Rangka

Amphibi mempunyai tengkorak yang tebal dan luas secara proporsional, kebalikan dari ikan.
Tengkorak amphibia modern mempunyai tulang-tulang premaksila, nasal, frontal, parietal dan
skuamosa. Kebanyakan permukaan dorsal dari tubuh Anura tidak seluruhnya tertutup tulang. Bagian
dari kondrokranium masih belum mengeras, hanya daerah oksipital dan eksoksipitalnya mengeras, dan
masing-masing memiliki kondila bertemu dengan vertebra pertama. Tidak ada langit-langit palatum
sekunder pada amfibi, akibatnya nares internal lebih maju di dalam langit-langit mulut. Di bagian
ventral otak ditutupi oleh tulang dermal yang dinamakan parasfenoid. Gigi ada pada premaksila,
maksila, palatine, vomer, parasfenoid dan tulang dental. Ada beberapa amfibi yang sama sekali tidak
memiliki gigi atau gigi pada rahang bawah mereduksi (Sukiya, 2001: 34).

Gambar 1.1 Sistem Rangka pada katak dan bagian-bagiannya

Sumber: Storer, et al., 1983

Jumlah vertebra atau ruas tulang belakang pada amfibi bervariasi dari 10 ruas pada
Salientia sampai 200 pada Gymnophiona. Tengkorak bersendi dengan tulang tengkuk, jumlah
vertebra kaudal bervariasi. Pada Salientia ada satu elemen vertebra yang mengalami elongasi
(memanjang) dinamakan urostile memanjang dari sakrum ke ujung posterior pelvis.

Bangsa amphibia merupakan vertebra yang pertama mempunyai sternum (tulang dada)
tetapi perkembangannya kurang sempurna. Tulang iga hanya pendek dan kurang berkembang
sehingga tidak berhubungan dengan sternum seperti yang terjadi pada reptil, burung atau pada
mamal.
12
Sebagian besar amfibi mempunyai 2 pasang tungkai dengan 4 jari kaki pada kaki depan
dan 5 jari pada kaki belakang. Jumlah jari mungkin ada yang berkurang sebanyak 2 buah.
Tungkai belakang berkurang seperti pada salamander dan pasangan tungkai tidak ada pada
Caecillia. Tungkai biasanya tidak mempunyai kuku, tetapi ada semacam tanduk pada jari-
jarinya (Sukiya, 2001: 35).

2. Sistem Otot

Sistem otot pada amphibi, seperti sistem-sistem organ yang lain, sebagai transisi antara
ikan dan reptil. Sistem otot pada ikan terpusat pada gerakan tubuh ke lateral, membuka dan
menutup mulut serta gill apertura (operculum atau 5 penutup lubang celah insang) dan gerakan
sirip yang relatif sederhana. Kebutuhan hidup di darat mengubah susunan ini.

Sistem otot aksial pada amfibi masih metamerik seperti pada ikan, tetapi tampak tanda-
tanda perbedaan. Sekat horisontal membagi otot dorsal dan ventral. Bagian dari sistem otot
epaksial dorsal mempengaruhi gerakan kepala. Otot ventral adalah menjadi bukti dalam
pembagian otot-otot setiap segmen tubuh amfibi (Sukiya, 2001: 36). Selanjutnya, otot
hipaksial terlepas atau terbagi dalam lapisan-lapisan kemudian membentuk otot-otot oblique
eksternal, oblique internal dan otot tranversus, sedangkan otot dermal sangat kurang. Berbagai
macam gerakan pada amfibi yaitu berenang, berjalan, meloncact atau memanjat, melibatkan
perkembangan berbagai tipe otot. Beberapa diantaranya terletak dalam tungkai itu sendiri dan
berupa otot-otot intrinsik.

Gambar 1.2 Sistem Otot pada katak

Sumber: Kardog, 1998

13
3. Sistem Sirkulasi

Sebagian besar amphibi mempunyai problem untuk mengisi jantung yang menerima
darah oksi dari paru-paru dan darah deoksi yang tidak mengandung oksigen dari tubuh. Untuk
mencegah banyaknya pencampuran dua jenis darah tersebut, bahwa amfibi telah
mengembangkan ke arah sistem sirkulasi transisional. Jantung mempunyai sekat interatrial,
kantong ventrikular dan 6 pembagian konus arteriosus dalam pembuluh sistemik dan
pembuluh pulmonari. Darah dari tubuh masuk ke atrium kanan dari sinus venosus kemudian
masuk ke sisi kanan ventrikel dan dari sini dipompa ke paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen dari paru-paru masuk ke atrium kiri lewat vena pulmonalis kemudian menuju sisi kiri
ventrikel untuk selanjutnya dipompa menuju ke seluruh tubuh. Beberapa pengecualian terjadi
pada salamander yang tidak mempunyai paru-paru, di mana celah interatrial tidak lengkap dan
vena pulmonalis tidak ada (Sukiya, 2001: 37).

Kebanyakan pada amphibi pasangan arkus aorta pertama, kedua dan kelima hilang.
Arkus aorta ketiga pada sisi dasar karotid internal, dan arkus aorta keempat merupakan sistem
arkus yang menuju ke posterior berupa dorsal aorta. Bagian proksimal dari pasangan keenam
arkus aorta cabang dari arteri pulmokutaneus, membawa darah ke paru-paru dan ke kulit
dimana aerasi terjadi. Sistem venosus pada amfibi sangat mirip pada ikan paru-paru, kecuali
pada vena abdominal masuk sistem portal hepatik ke sinus venosus.

Gambar 1.3 Sistem Sirkulasi pada katak

Sumber: Campbell, 2000

14
4. Sistem Pencernaan

Katak air butuh sedikit kelenjar oral, karena makanan mereka berada di air sehingga tidak
memerlukan banyak kelenjar mukus di mulut. Kelenjar-kelenjar ini banyak terdapat pada katak
(frog) dan kodok (toad) darat, khususnya pada lidahnya, yang digunakan untuk menangkap
mangsa. 7

Amfibi darat juga memiliki kelenjar intermaksilari pada dinding mulutnya. Ada beberapa
amphibia yang lidahnya tidak dapat bergerak, tetapi sebagian besar bangsa amphibia mempunyai
lidah yang dapat dijulurkan keluar (Protrusible tongue) serta pada katak dan kodok lidah digulung
ke belakang bila tidak digunakan. Esofagus pendek dapat dibedakan dari lambung. Usus
menunjukkan berbagai variasi. Pada Caecillia menunjukkan ada gulungan kecil dan tidak
dibedakan antara usus kecil dan usus besar, pada katak dan kodok terdapat usus yang relatif
panjang, menggulung yang membuka ke kloaka (Sukiya, 2001: 38).

Gambar 1.4 Organ dan saluran pencernaan katak

Sumber: Miller dan Harley, 1999

5. Sistem Pernapasan

Selama tahap larva, sebagian amfibi bernapas dengan insang. Insang ini bertipe eksternal.
Struktur insang luar adalah filamenous, tertutup epitelium bersilia, umumnya mereduksi
selama metamorfosis. Pada beberapa amfibi berekor, insang luar akan terus ada selama
hidupnya.

Umumnya pada larva akuatik, kadar hemoglobin lebih rendah sebagai akibat sedikitnya
sirkulasi eritrosit sehingga insang lebih efisien karena secara umum aktivitas di lingkungan air
lebih sedikit dibandingkan di daratan.

Struktur paru-paru pada amfibi yang hidup di air, pada permukaan dalam dari paru-paru
lembut tetapi sebagian besar dinding paru-paru pada katak dan 8 kodok berisi lipatan alveoli
sehingga meningkatkan permukaan pernapasan. Beberapa amfibi dari ordo Caudata memiliki
trakhea pendek, disokong oleh kartilago yang terbagi dalam dua cabang yang membuka ke
arah paru-paru. Ujung dari trakhea atas diperluas, khususnya pada katak dan kodok untuk
15
membentuk larink atau voice box (sakus vocalis= kotak suara) dimana pita suara berada.
Pertemuan antara faring dan laring disebut glotis. Pada umumnya udara dipompa ke dalam
paru-paru melalui proses yang sederhana. Sebagian besar amfibi bernapas melalui kulit,
sehingga kelembaban kulit harus tetap dijaga (Sukiya, 2001: 39).

Kulit amphibia sangat tipis dan hanya terdiri dari 5-8 sel, banyak mengandung kelenjar
mukosa sehingga selalu basah dan kaya kapiler darah yang merupakan lanjutan dari arteri
kutanea, memungkinkan Amphibia untuk melakukan pernapasan kulit. Pernapasan kulit terjadi
baik di darat maupun di air. Urodela akuatik memperoleh ¾ kebutuhan oksigennya melalui
pernapasan kulit, katak pohon ¼ dan katak darat 1/3. Sebagian besar (hampir 90%)
pengeluaran CO2 pada amphibia dilakukan melalui kulit (Tenzer, et al., 2014). Amfibi darat
dalam menjaga kelembaban dibantu dengan adanya sejumlah kelenjar mukus yang
didistribusikan di permukaan tubuhnya. Tetapi pada salamander ketika dewasa akan
mendapatkan oksigen melalui kulit dan epitelium oral

Gambar 1.5 Sistem Pernapasan pada Amfibi (katak)

Sumber: Campbell, 2000

6. Sistem Urogenital

Pada amfibi berekor, ginjalnya berstruktur elongasi seperti pada Elasmobranchii tetapi
pada jenis Anura ada tendensi menjadi pendek. Pembuluh arfinefrik (hanya melakukan
transpor sperma) amfibi jantan berupa genital ekskretori. 9

Bangsa amfibi memiliki kandung kemih yang merupakan hasil dari perluasan ujung
pembuluh arkinefrik distal melewati pembuluh ginjal menuju kloaka, kemudian menuju ke
penampung urine. Pada amfibi darat, air dari urine yang terkum[ul diserap kembali pada waktu
tertentu untuk mengimbangi kelembaban kulit yang berkurang. Amfibi yang banyak
menghabiskan waktu di dalam tanah seperti spadefoot toad (Scaphious), dapat menyerap air
dari tanah selama tekanan osmotik cairan tubuh lebih tinggi daripada tegangan air dalam tanah
(Sukiya, 2001: 40).

16
Indung telur pada amfibi berpasangan dan berisi rongga yang di dalamnya berisi getah
bening. Oviduk juga berpasangan meskipun di daerah distal menyatu. Pada ujung distal
masing-masing oviduk diperluas ke uterus membentuk struktur ovidak sebagai tempat
penyimpanan ova secara temporer sebelum dikeluarkan. Kelenjar yang mengeluarkan jelli
untuk melumuri telur-telur biasanya berada di dalam ovidak (Sukiya, 2001: 41).

Testis berpasangan dan berhubungan langsung dengan tubulus mesonefrik ke kloaka,


tidak ada organ kopulasi spesial. Pada kodok terdapat struktur yang disebut organ Bidder
terletak di anterior setiap testis.

Gambar 1.6 Sistem Urogenital katak Jantan dan Betina

Sumber: Storer, et al., 1983

7. Sistem Saraf

Pusat kegiatan otak berada pada bagian dorsal otak tengah, dimana sel-sel saraf
terkonsentrasi di dalam tektum. Telensefalon secara alami merupakan bagian penciuman,
sehingga memperluas hemisfer cerebral. Lineal body ditemukan pada semua amfibi, tapi pada
Anura memiliki parietal body atau ujung organel pineal. Cerebellum pada amfibi sangat kecil
yang menyebabkan amfibi bergerak lamban, kecuali pada Caecilia. Amfibi hanya memiliki 10
saraf kranial. Akar dorsal dan ventral dari saraf spinal bergabung melalui foramen
invertebrata.

17
Gambar 1.7 Sistem saraf pada katak

Sumber: Storer, et al., 1983

8. Organ Indera

Organ perasa amfibi hanya terbatas pada dinding mulut dan lidah. Khoane internal,
apertura nasal berfungsi sebagai penciuman dan juga saluran udara. Biasanya epitelium
olfaktori lembut dan terbatas pada bagian dorsal nasal. Struktur olfaktori yang lain pada amfibi
adalah organ Jacobson (organ vomeronasal). Organ tersebut menjadi alat bantu dalam
merasakan makanan.

Mata amfibi seperti vertebrata lain. Lensa mata tetap tidak berubah kecembungannya
untuk jarak pandang yang relatif jauh. Pupil apertura vertikal, horizontal ataupun tiga hingga
empat sudut. Kelopak mata bagian bawah lebih mudah bergerak dibandingkan bagian atas.
Kornea mata pada amfibi rentan akan kekeringan sehingga perlu dibasahi dengan cairan yang
dihasilkan kelenjar Harderian. Lecrimal atau kelenjar air mata pada amfibi, kurang bagus
perkembangannya (Sukiya, 2001: 42).

Parietal dan pineal body berfungsi sebagai fotoreseptor, sensitif terhadap gelombang
panjang dan intensitas cahaya, berperan dalam termregulasi dan 11 orientasi arah. Alat
pendengaran pada salamander tidak memiliki pendengaran tengah, sedangkan pada katak dan
kodok memiliki pendengaran tengah dan gendang telinga. Suara ditransmisikan dari gendang
telinga dalam melewati sebuah tulang kolumella. Di bagian ventral sakulus pada telinga dalam
terdapat ventral outpocketing yang disebut lagena yang menjadi resepsi vibrasi suara (Sukiya,
2001: 43).

9. Kelenjar Endokrin

Amfibi memiliki kelenjar paratiroid sebagai regulator kalsium dalam endokrin. Kelenjar
adrenal, korteks dan medula bergabung (tidak terpisah seperti pada ikan). Kelenjar tiroid tidak
hanya mengatur aktivitas metabolisme tubuhh tetapi juga berpengaruh dalam periode
pengelupasan lapisan kulit luar (Sukiya, 2001: 43).

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat di ambil beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Ciri umum dari anggota kelas ampibi adalah sebagian besar hewan menghabiskan tahap awal
siklus kehidupannya di dalam air, bernapas dengan insang luar, paru-paru dan terkadang dengan
kulit. Hewan ini bersifat ektoterm.

2. Kelas amfibia dibagi menjadi 2 subkelas, yaitu subkelas Apsidospondyli dan subkelas
Lepospondyli. Subkelas Apsidospondyli dibagi menjadi superordo Labirinthodonta (Ordo
Temnospondyli dan Anthracosauria) dan superordo 15 Salientia (Ordo Proanura dan Anura),
sedangkan subkelas Lepospondyli dibagi menjadi 3 ordo yaitu Aistopoda, Nectridia, dan
Caudata/Urodela. 3

3. Ciri morfologi dan anatomi amfibi yaitu bernapas dengan insang sewaktu masih larva dan
menggunakan kulit dan paru-paru saat dewassa, amfibi bersifat monoceus, sistem saraf berpusat
pada otak tengah, organ indera perasa terbatas pada dinding mulut dan lidah, dan memiliki
kelenjar paratiroid.

4. Anggota kelas amfibi memiliki ciri khusus kulit yang berperan untuk respirasi dan proteksi,
warna tubuh yang beranekaragam karena adanya pigmen kulit, seluruh kulit yang dapat
mengalami pergantian secara periodik, serta memiliki alat gerak yang meliputi kaki depan (4 jari)
dan kaki belakang (5 jari).

3.2 SARAN

1. Sebaiknya pembaca mencari literatur lebih banyak lagi mengenai kelas amphibia agar
mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta: Erlangga

Djarubito, Mukayat. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga: Jakarta.

Kardog, K.V. 1998. Vertebrates: Comparative Anatomy, Function, Evolution 2nd Ed. Boston: McGraw-
Hill Companies, Inc.

Soesono, R, dkk. 1968. Diktat Asistensi Preparat. UGM : Yogyakarta.

Storer, T. I., R.L. Usinger, R.C. Stebbins and J.W. Nybakken. 1983. General Zoologi. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.

Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

20

Anda mungkin juga menyukai