Anda di halaman 1dari 30

MANUSIA DAN ALAM SEMESTA

Dosen :

Dr. Mursalim, SE., M.Si., Ak. CA., CPAI

OLEH :

KELOMPOK 1 :

1. DWI ASTUTI HARDIANTI (0013 04 21 2016)


2. INDAH RAMADHANI AMIR (0023 04 21 2016)
3. HASMAWATI (0030 04 21 2016)

kelas

Konsentrasi Akutansi Manajemen

PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUSLIM

INDONESIA PROGRAM STUDI MAGISTER

AKUNTANSI

2017
KATA PENGANTAR 

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan

Karunia-Nya yang begitu besar, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan

harapan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita terhadap ilmu

 pengetahuan dalam hal ini kaitannya dengan Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi.

Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang

kami miliki, kami berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi,

terutama dari buku, beberapa jurnal, media internet dan media lainnya.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu, yang sangat membantu dalam

 pembuatan makalah ini.

Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami berharap akan adanya masukan yang

membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun

 pengguna makalah ini.

Akhirulkalam kami mengucapkan semoga Allah SWT membimbing kita

semua dalam naungan kasih dan sayang-Nya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, 19 November 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Hakikat Kebenaran.................................................................................................3

2.2 Hakikat Eksistensi..................................................................................................4

2.3 Hakikat Manusia.................................................................................................... 6

2.4 Hakikat Otak dan Kecerdasan...............................................................................9

2.5 Hakikat Pikiran dan Kesadaran...........................................................................15

2.6 Tujuan dan Makna Kehidupan.............................................................................19

2.7 Alam Semesta Sebagai Suatu Kesatuan Sistem..................................................21

2.8 Spiritual dan Etika................................................................................................22

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 36

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... i ii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang yang tidak bisa hidup tanpa adanya

 proses interaksi dengan manusia di sekitarnya. Asumsi ini bisa dipahami mengingat

eksistensi manusia di muka bumi ini bukanlah berada pada ruang hampa tapi

sebaliknya mereka eksis pada ruang sosial yang diikat oleh ikatan persaudaraan yang

kuat yang pada ujung-ujungnya akan menginspirasi mereka untuk membudayakan

semangat tolong menolong sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Termasuk

dengan sinergitas dengan alam semesta.

Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai

kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan diungkap oleh manusia. Bagi

seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk

menakl ukkan seluruh alam semesta. Imam Syafi’i pernah berkata: [ kullama zaadanii

‘ilman, zaadanii fahman bijahli] “ setiap kali bertambah ilmuku, tambah tahu aku akan

kebodohanku”.

Alam semesta hanya dilihat sebagai materi/substansi yang terbentang luas dan

tak bernyawa, yang misterinya mampu dipecahkan dengan pendekatan ilmiah dan

rasional. Manusia telah memiliki lapisan kesadaran mental/emosional yang telah

 berkembang. Sementara hewanbelum mencapi tingkat/lapisan kesadaran ini. Kondisi

 pikiran pada lapis ketiga ini sangat menentukan apakah kepribadian manusia dapat

 berkembang kelapisan kesadaran yang lebih tinggi (Tingkat kesadaran transcendental),

tetapi stagnan atau bahkan turun pada lapisan kesadaran yang lebih rendah.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang diatas, Maka Penulis Dapat Merumuskan

Masalahnya Adalah Sebagai Berikut:

1. Apa hakikat keberadaan alam semesta?

2. Apa hakikat dan tujuan umat manusia hidup di dunia?

3. Apa hakikat kecerdasan dan kesadaran diri yang dimiliki oleh manusia?

4. Bagaimana kesalingtergantungan (interdependensi) umat manusia dengan

alam semesta, termasuk dengan seluruh isinya sebagai suatu kesatuan

system?

5. Bagaimana keterkaitan antara perilaku etis dengan tingkat kesadaran

spiritual?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT KEBENARAN

Dalam kehidupan di dunia ini ada empat kebenaran besar yang telah

dinyatakan oleh E.F Schumacher yaitu :

a. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia / alamsemesta)

 b. Kebenaran tentang alat(tools) yang dipakai untuk memahami dunia

c. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia

d. Yang dimaksud dengan hidup di dunia

Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat

tingkat eksistensi dunia, yaitu :benda, tumbuh  –  tumbuhan, hewan, dan manusia.

Dalam pengujian kebernaran di dunia alam semesta ini banyak sekali para ilmuan

yang menjelaskannya seperti : Schumachcer, seorang sosiolog Alexandrovich Sorokin,

chopra yang pendapat dana cara untuk mengujinya berbeda – beda.

 Namun kesimpulannya Hakikat kebenaran alam semesta tidak hanya terbatas pada

sesuatu yang bersifat fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan, dengan

kemajuan ilmu fisika dan adanya ketertarikan paran ilmuwan untuk memulai mengkaji

hal – hal spiritual dengan lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal  – hal yang

tidak tampak oleh pancra indra juga merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat

keberadaan.
2.2 HAKIKAT EKSISTENSI (DUNIA/ALAM SEMESTA)

Alam semesta (universe, kosmos, al-kaun) merupakan realitas yang dihadapi

oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan

diungkap oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia

diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta. Imam Syafi’i pernah

 berkata: [ kullama zaadanii ‘ilman, zaadanii fahman bijahli ] “ setiap kali bertambah

ilmuku, tambah tahu aku akan kebodohanku”.

Alam semesta hanya dilihat sebagai materi/substansi yang terbentang luas dan

tak bernyawa, yang misterinya mampu dipecahkan dengan pendekatan ilmiah dan

rasional. Ada beberapa pandangan tentang eksistensi/keberadaan alam semesta, antara

lain,

- Schumacer telah mengingatkan para ilmuwan tentang adanya tingkatan  – 

tingkatan eksistensi alam semesta sebagai berikut:

1. Benda, dapat dituliskan P

Tingkat pertama adalah benda mati, yang hanya memiliki unsur P

(Substansi, materi)

2. Tumbuhan, dapat dituliskan P+X

Tingkat kedua adalah tumbuh  –  tumbuhan, yang mempunyai unsur P dan

unsur X (Kehidupan)

3. Hewan, dapat dituliskan P+X+Y

Tingkat ketiga adalah golongan hewan, yang memiliki unsur P, X, dan Y

(Kesadaran)

4. Manusia, dapat dituliskan P+X+Y+Z


Tingkat keempat adalah golongan manusia, yang memiliki semua unsur, P,

X, Y, dan Z (Unsur kesadaran transedental/spiritual)

- Seorang sosiolog, Pitirim Alexandrovich Sorokin, mencoba menjelaskan

 perubahan  –  perubahan besar (krisis) dan fluktuasi yang terjadi dalam

kehidupan umat manusia ini berdasarkan tiga skema, yaitu:

1. Indriawi, berpandangan bahwa semua nilai etika bersifat relative dan bahwa

 persepsi indriawi merupakan satu-satunya sumber pengetahuan dan

kebenaran.

2. Ideasional, berpandangan bahwa realitas sejati berada di luar dunia materi

(berada pada alam spiritual) dan bahwa pengetahuan dapat diperoleh

melalui pengalaman batin.

3. Idealistis, merupakan perpaduan harmonis antara Indriawi dan Ideasional.

- Chopra mengemukakan tiga tingkat keberadaan, yaitu:

1. Domain fisik, domain substansi, materi, dan alam semesta yang dapat

diketahui melalui panca indra, dimana segalanya dibatasi oleh ruang dan

waktu.

2. Domain kuantum, segalanya terdiri dari atas informasi dan energi.

3. Domain nonlokal, dimana tidak ada lagi identitas individual, semuanya

membaur, luluh, dan menyatu.


2.3 HAKIKAT MANUSIA

Stevenson dan Haberman (2001) mengatakan bahwa meski ada begitu banyak

hal yang sangat bergantung pada konsep tentang hakikat manusia, namun terdapat

 begitu banyak ketidaksepakatan mengenai apa itu hakikat manusia.

McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2001) mengelompokkan

empat teori psikologi dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia, sebagai berikut:

1. Psikoanalis, yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkab oleh

keinginan-keinginan terpendam (homo valensi).

2. Behaviorisme, yang menganggap manusia sebagai makhluk yang digerakkan

semuanya oleh lingkungan (homo mechanicus). Teori ini menyebut manusia

sebagai manusia mesin karena perilaku manusia sepenuhnya

ditentukan/dibentuk oleh lingkungan. Teori ini juga disebut teori belajar karena

menurut mereka, seluruh perilaku manusia  –  kecuali insting  –  adalah hasil

 belajar (dari lingkungan).

3. Kognitif, yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif

mengorganisasikan dan mengolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens).

Manusia tidak lagi dianggap sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif

terhadap lingkungannya.

4. Humanisme, yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam

merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (homo ludens). Di

sini diperkenalkan konsep  I  –  thou Relationship, bukan sebagai  I  –  it

 Relationship, yang artinya menunjukkan pentingnya hubungan seseorang

dengan orang lain sebagai pribadi dengan pribadi, bukan sebagai pribadi
dengan benda. Dengan kata lain, yang ditekankan adalah hubungan subjek

dengan subjek, bukan subjek dengan benda.

Berikut skema yang dibuat oleh Ardana (2005) tentang hubungan antar lapisan

keberadaan manusia yang dikemukan oleh para ilmuwan.

Tabel 1.1

Skema Lapisan Keberadaan Manusia oleh para Ilmuwan

Steiner Hawley Schumacher Agustian dan Kustara


Fisik Eterik Astral Ego Manas Buddhi PX
Atma Tubuh (body) Fisik

Hati (Heart)
Jiwa (mind,
Y
 psikismental)
Kepala (Head)

Semangat (Spirit) Z Roh (Soul, spirit)

Manusia adalah bagian dari alam semesta. Segala sesuatu yang ada di alam

semesta (makrokosmos) juga ada di alam manusia (mikrokosmos). Oleh karena itu,

alam semesta dan alam manusia sebenarnya sama-sama mempunyai tiga lapisan

keberadaan, yaitu fisik (body), energi pikiran (mind ), dan kesadaran murni (roh, soul,

spirit).

Selain itu, ada beberapa pandangan tentang Manusia dari beberapa perspektif,

yaitu:

- Perspektif filsafat :

 Menurut filsuf Plato :Manusia adalah makhluk berakal dan akal

manusia berfungsi mengarahkan budi.

 Menurut filsuf Aristoteles: Manusia adalah binatang yang berfikir.


- Perspektif antropologi :

Manusia tergolong primata yang paling sempurna jasmani dan rohani, sehingga

tidak tertutup kemungkinan melahirkan perilaku dalam berbagai bentuk dan

implikasinya.

- Perspektif psikologi modern:

 Bagi Aliran Behaviorisme, manusia adalah makhluk netral. Ketika

manusia dilahirkan, pada dasarnya tidak membawa bakat apa-apa.

Manusia akan berkembang berdasarkan stimulasi dalam

lingkungannya.

 Bagi Aliran Psikoanalisis; manusia adalah makhluk yang hidup atas

 bekerjanya dorongan seksualitas yang memberi daya pada eqo

(kesadran terhadap realitas kehidupan dan super eqo (kesadran

normatif).

- Perspektif Psikologi humanistik:

Manusia pada dasarnya punya potensi yang baik dan kemampuan yang tak

terhingga serta memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri. Manusia memiliki

kualitas insani yang unik yaitu (kemampuan abstraksi, daya analisis dan

sisntesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan kehendak, tanggungjawab,

aktualisasi diri, sikap etis dan estetika.

- Perspektif psikologi tranpersonal:

Perspektif ini merupakan lanjutan dari psikologi humanistik. Yaitu ; Manusia

memiliki potensi luhur dalam bentuk dimensi spiritual dan fenomena

kesadaran transendental (manusia memiliki pengalaman subjektif transendental

dan pengalaman spiritual).


- Perspektif Pendidikan :

Manusia adalah homo edukatif. Ketidakberdayaan manusia ketika lahir

menjadi peluang bahwa manusia adalah makhluk yang dapat dididik.

- Perspektif Sosiologi :

Manusia adalah homo sosio yaitu makhluk bermasyarakat.

2.4 HAKIKAT OTAK ( BRAIN)  DAN KECERDASAN (INTELLIGENCE ) 

Otak merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memiliki

kemampuan luar biasa, antra lain : Memproduksi pikiran-sadar, melakukan pilihan

 bebas, menyimpan ingatan, memungkinkan memiliki perasaan, menjembatani

kehidupan spiritual dengan kehidupan materi/fisik. kemampuan peradaban,

 persentuhan, penglihatan, penciuman, bahasa, mengendalikan berbagai organ tubuh,

dan sebagainya.

Menurut Agus Nggermanto (2001), paling tidak ada Sembilan subkomponen

didalam otak manusia, yaitu 1. neocortex, 2. corpus callasum, 3. cerebellum, 4.otak

reptile, 5. hippocampus, 6. amigdala, 7.  pituitary gland,  8. hypothalamus, dan 9

thalamus.  Neocortex  merupakan lapisan otak paling luar yang hanya diimiliki oleh

manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk lain. Lapisan ini memungkinkan manusia

mempunyai berbagai kemampuan seperti menulis, membaca, melakukan perhitungan

rumit, menguasai bahasa, melukis dan sebagainya. Corpus callasum  merupakan

 penghubung antara belahan kiri neocortex (left cerebral hemisphere) dan belahan

kanan neocortex (right celebral hemisphere). Cerebellum  atau sering disebut otak

kecil berfungsi mengatur gerakan dan gerak reflex. Otak reptile terletak dilapisan

 paling dalam otak kita dan memiliki fungsi yang berhubungan dengan rasa aman dan

rasa takut. Bagian ini befungsi mengendalikan pernapasan, peredaran darah, detak
 jantung, pencernaan, dan kesadaran.  Hippocampus  berhubungan dengan ingatan

 jangka panjang; amigdala merupakan funsi mengatur emosi; pituitary gland  berfungsi

memengaruhi dan mengatur kerja hormone-hormon.  Hypothalamus  mengontrol

hormon-hormon seksual, agresi, tekanan darah, suhu badan dan rasa haus; sedangkan

thalamus berfungsi mengaktifkan sensor indra yang sedang menerima informasi dari

luar.  Hippocampus, amigdala, dan thalamus  merupakan bagian dari sistem limbik

yang terletak dilapisan/ bagian tengah otak dan fungsi utamanya adalah

mengendalikan emosi dan perasaan.

Sebagaimana dikatakan oleh A.M. Rukky Santoso (2001) pada otak terdapat

tiga puluh miliar sel dan bagian-bagian sel ini membentuk kerja sama yang rumit

melalui bagian-bagian kecil lainnya yang disebut neuron. Ada ratusan miliar jumlah

neuron, suatu jumlah yang melebihi jumlah bintang di galaksi Bimasakti (Maltz,

2004). dilihat dari neuroscience-ilmu yang mempelajari tentang otak manusia-otak

manusia diibaratkan computer (namun tidak sama dengan computer), masukan melalui

 pancaindra, kemudian disalurkan melalui sistem jaringan saraf ke otak untuk diolah

dan disimpan di otak. Hasil olahan (keputusan informasi) tersebut disalurkan kembali

melalui sistem jaringan saraf ke seluruh organ tubuh (Semiawan, 1999).

Ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang belahan otak kiri (left

hemisphere) dan belahan otak kanan (rigthemisphere) adalah roger wolkott Sperry

(dalam taugada, 2003). otak kiri menjalankan fungsi berfikir secara kognitif dan

rasional dengan karakteristik yang bersifat logis, matematis, analitis, realistis, vertical,

kualitatif, intelektual, objektif, dan mengontrol sistem motorik bagian tubuh kanan.

Sementara itu, otak kanan mimiliki fungsi berfikir secara efektif dan rasional memiliki

karakteristik kualitatif, impulsif, spiritual, holistik, emosional, artistik, kreatif,


subjektif, simbolis, imajiatif, simultan, intuitif, dan mengontrol gerak tubuh sebelah

kiri.

Humphrey (2000) membedakan kerja otak berrdasarkan gelombang elektro,

yaitu: gelombang alpha, beta, delta dan theta. Getaran/gelombang otak dapat diukur

dengan mesin EEG. Gelombang delta mempunyai daerah frekuensi yang paling

rendah sekitar 0.5-4 Hz putaran per detik. Bila dikaitkan dengan kecerdasan

(intelligence), berkat otaknya manusia mempunyai banyak kecerdasan (multiple

intelligence). Gardner (1999) mendefenisikan kecerdasan sebagai potensi

 biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat diaktifkan dalam suatu latar

(setting) kebudayaan untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk-produk

 bermanfaat dalam suatu kebudayaan.

Clark (dalam Munandar, 1999) mengembangkan model integratif yang

mengintegrasikan empat fungsi otak, yaitu fungsi berfikir (kognitif), fungsi efektif,

fungsi fisik, dan fungsi intuisi/firasatyang seluruhnya memunculkan kreativitas.

Fungsi kognitif merupakan fungsi otak kanan dan otak kiri (neocortex). Fungsi efektif

mengelola emosi dan perasaan yang merupakan fungsi dari system limbik. Fungsi fisik

meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman, pencecepan, dan peradaban.

Fungsi Intuisi adalah pemahaman secara menyeluruh dan sebagian merupakan hasil

sintesis tingkat tinggi dari semua fungsi otak. Konsep kreativitas sudah banyak dikenal

namun, tidak mudah didefenisikan. Clark sediri mengartikan kreativitas sebagai suatu

kondisi dan sikap yang mencerminkan ekspresi tertinggi dari suatu bakat yang dimiliki

seseorang.

Zohar dan MaZrshall (2002) melihat fungsi otak dari tiga cara berpikir atau

tiga ragam kecerdasan, yaitu : proses berpikir seri (Otak Intellectual Quotient-IQ),
 berpikir asisiatif (otak Emotional Quotient-EQ), dan berpikir menyatukan (otak

Spiritual Quotient-SQ). Berpikir seri (otak IQ) menggambarkan cara berpikir linier,

logis, dan tidak melibatkan perasaan. Berpikir asosiatif (otak EQ) menciptakan

asosiasi antar hal misalnya nasi dengan rasa lapar, rumah dengan kenyamanan,

salahkan ajing dengan bahaya, warna merah dengan emosi dan sebagainya berpikir

asosiatif Melandasi sebagian besar kecerdasan emosional. berpikir menyatukan (otak

SQ) mengintegrasikan fungsi IQ dan EQ sehingga dapat diperoleh suatu makna atau

 penyadaran diri. Penelitian Persinger dan Ramachandran (dalam Zohar dan

Marshall,2002) mengindikasikan adanya semacam god Spot disekitar Lobus Temoral

yang memungkinkan manusia memperoleh kesadaran spiritual/transcendental.

selanjutnya, Zohar dan Marshall mengungkapkan bahwa kesadaran intelektual (IQ)

merupakan alat yang efektif untuk mengesplorasi dunia materi serta untuk

mengumpulkan modal materil (uang dan segala sesuatu yang dapat dibeli dengan

uang). Kecerdasan hati (EQ) berguna untuk mengasah dan mengembangkan ketajaman

rasa yang diperlukan dalam membangun modal social yaitu modal berupa

 jaringan/hubungan dengan orang lain yang memungkinkan komunitas dan organisasi

 berfungsi secara efektif demi kepentingan bersama. Kecerdasan Spiritual (SQ)

 berguna untuk memupuk modal spiritual, yaitu modal/kekayaan yang merefleksikan

 berbagai nilai bersama, visi bersama, dan tujuan mendasar dalam kehidupan yang

memperkaya aspek-aspek kehidupan umat manusia yang lebih dalam.

Istilah kecerdasan emosional (EQ) pertama kali dicetuskan oleh (Peter

Salovey, psikolog dari Harvard University dan John Mayer dari Universitas of New

Hamsphire pada tahun 1990 (dalam Shapiro, 2001) untuk menggambarkan kualitas-

kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kulitas

tersebut antara lain : empati, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan


memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan keramahan serta sikap

hormat. Istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence) menjadi popular berkat

 buku best seller karya Daniel Goleman yang berjudul emotional intelligence yang

terbit pada tahun 1995. Golmen (2000) Menjelaskan emosi sebagai suatu perasaan

yang disertai pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta

serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Kecerdasan emosi adalah pengendalian

diri dan empati. Pengendalian diri berkaitan dengan kemampuan memahami diri

sendiri sehingga tidak kehilangan kendali diri yang merugikan diri sendiri, sedangkan

empati berkaitan dengan kemampuan memahami orang lain sehingga tidak

menimbulkan tindakan yang merugikan orang lain (Patton, 2002). jadi kecerdasan

emosional mencakup keterampilan mengendalikan diri (intrapersonal) dan

keterampilan berhubungan dengan oaring lain (interpersonal, hubungan sosial). Harus

diingat bahwa kecerdasan emosional (EQ) bukanlah lawan dari kecerdasan intelektual

(IQ), melainkan keduannya berinteraksi secara dinamis baik pada tingkatan konseptual

maupun didunia nyata.

Istilah kecerdasan spiritual (SQ) pertama kali diperkenalkan oleh Danar Zohar

dan lan Marshall pada tahun 2000 dalam bukunya yang berjudul SQ: Spiritual

Intelligence-The Unlimited Intelligence. akan tetapi, tidak mudah untuk memberikan

defenisi SQ. Zohar dan Marshall sendiri tidak memberikan defenisi, namun hanya

memberikan tanda-tanda SQ, yaitu kemampuan bersikap Fleksibel, tingkat kesadaran

tinggi, kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, kualitas hidup yang

dialami oleh visi dan nilai-nilai, keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak

 perlu, berpandangan holistik, kecenderungan untuk selalu bertanya”mengapa ?” atau

 bagaimana ?”, serta memiliki kemudahan untuk selalu bekerja melawan konvensi.
Hawley, 2001 merupakan suatu dimensi alam yang berada diluar jangkauan

indra manusia. untuk lebih menyederhanakan pemahaman pada aspek spiritualitas ini,

Gymnastiar (2002) tidak memberikan defenisi, namun mengungkapkannya dalam

 bentuk puisi yang sederhana dan sangat indah sebagai berikut :

“Bila hati kian bersih, pikiranpun selalu jernih, semangat hidup ‘kan gigi,

 prestasi mudah diraih. Tapi, bila hati busuk, pikiran jahat membusuk, pikiran jahat

merasuk, akhlak kian terpuruk, dia jadi makhluk terkutuk. bila hati kian lapang, hidup

susah senang, walau kesulitan menghadang, dihadapi dengan tenang, tetapi bila hati

sempit. Segalanya jadi rumit, seakan hidup terhimpit, lahir bati terasa sakit.”

Mirip dengan ungkapan Gymnastiar, lama surya das (2002) juga

mengungkapkan spiritualitas sebagai hal-hal yang berhubungan dengan kehadiran

illahi, tuhan, roh, jiwa, kebenaran, pengetahuan diri, pengalaman mistis, kedamaian

 batin, dan pencerahan. Dalam Bhagavad Gita dijumpai alat (sloka 2.66) sebagai

 berikut :

“Orang yang tidak mempunyai hubungan dengan yang Maha Kuasa tidak

mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun pikiran yang mantap. Tnapa kecerdasan

rohani dan pikiran yang mantap, tidak mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian,

 bagaimana mungkin ada kebahagiaan?”

Spriritual berhubungan dengan upaya pencarian makna kehidupan melalui

hubungan langsung antara diri dengan tuhan (kekuatan tak terbatas, potensi murni).

Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Pada awalnya para ilmuan hanya mengenal kecerdasan intelektual (IQ).

Dengan kecerdasan ini, manusia dianggap mampu mengatasi berbagai


 persoalan hidup. Namun belakangan baru disadari bahwa sebenarnya manusia

mempunyai banyak kecerdasan (multiple intelligence).

 b. meskipun manusia mempunyai banyak kecerdasan, pada hakikatnya semua

kecerdasan itu dapat dikelompokkan kedalam 3 jenis yaitu : kecerdasan

intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan membangun kekayaan

materi. Kecerdasan emosional (EQ) berguna untuk mengnal diri dan orang

lain serta membangun hubungan social/modal social. Kecerdasan spiritual

(SQ) berguna untuk mencari makna hidup melalui hubungan dengan tuhan

(kesadaran tak terbatas) dan untuk memupuk modal spiritual.

c. Ketiga jenis kecerdasan tersebut (IQ, EQ,SQ) merupakan satu kesatuan yang

tak terpisahkan, dengan SQ sebagai fondasinya.

d. Etika adalah cabang ilmu yang membahas tentang peilaku manusia, mengenai

apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam konteks hubungan manusia

dengan tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam.

2.5 HAKIKAT PIKIRAN ( MI ND ) DAN KESADARAN

Manusia mempunyai satu titik sumber sinergi yang mendorong atau

menstimulasi seluruh aktivitas tubuh untuk berinteraksi dengan dunia. Hal ini

dibuktikan bahwa pada waktu mempuyai kesadaran yang penuh ada sesuatu yang

 berperan padanya. Manusia dengan dikaruniai akal budi merupakan mahluk hidup

yang sadar dengan dirinya. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam

diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya.

Descartes, seorang filsuf modern asal Prancis, secara garis besar ia berpendapat

 bahwa pikiran manusia merupakan entitas yang lebih tinggi tingkatannya dari pada

tubuh. Pikiran mempunyai prioritas atas tubuh. Fakta bahwa kita dapat berpikir
menunjukkan bahwa manusia merupakan entitas yang memiliki kesadaran. Ada relasi

internal antara kesadaran dan pikiran. Pikiran juga memiliki prioritas atas dunia.

Tanpa pikiran tidak ada realitas eksternal. Dengan demikian pikiran terpisah dari

dunia. Pikiran adalah entitas yang mandiri. Pikiran juga terlepas dari tubuh. Argumen

Descartes banyak dikenal sebagai teori tentang dualisme tubuh dan jiwa.

Pikiran memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia

sehingga blaise pascal (dalam Hart, 1997) sampai mengatakan :

“Manusia jelas sekali dibuat untuk berpikir. Di dalamnya terletak semua

martabat dan kebijakannya:dan seluru kewajibannya adalah berpikir sebagaimana

seharusnya.’

Begitu juga dengan Descartes (dalam Walters, 1996) yang menempatkan

 pikiran sedemikian pentingnya sehingga ia mengatakan : “ saya berpikir, karena itu

saya ada”

Drever (dalam sudibyo, 2001) memberikan batasan mengenai pikiran (mind)

atau mental sebagai keseluruhan struktur dan proses-proses kejiwaan-baik yang

disadari maupun tidak disadari-yang merupakan bagian dari psyche yang terorganisir.

Jalaluddin Rakhmt (2001) melihat proses berpikir sebagai komunikasi intrapersonal

yang meliputi : sensasi, presepsi, memori dan berpikir. sensasi merupakan alat

 pengindraan melalui pancaindra yang menghubungkan organism (manusia) dengan

lingkungan. proses sensasi terjadi pada saat alat pengindra merekam informasi

lingkungan mengubahnya menjadi impus-inpus saraf sehingga dipahami oleh otak.

Presepsi adalah proses pemberian makna pada sensasi sehingga menusia memperoleh

 pengetahuan baru. Dengan kata lain presepsi mengubah sensasi menjadi informasi.

Memori adalah proses penyimpangan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir


adalah mengolah informasi dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi

kebutuhan atau memberikan respon.

Hal ini secara jelas disebutkan dalam buku Bhagawad Gita, sloka 6.5 yang

terjemahannya adalah sebagai berikut :

“seseorang harus menyelamatkan diri dengan bantuan pikirannya, dan tidak

menyebabkan dirinya merosot. Pikiran adalah kawan bagi roh yang terikat, dan pikiran

 juga musuhnya. sifat pikiran adalah liar, tidak ubahnya seperti kuda liar, atau kera,

namun manusia juga mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pikiran agar

menjadi jinak, tenang. Hanya melalui ketegangan pikiran manusia baru dapat

menembus kesadaran yang lebih tinggi.’

Alkitab, sebagaimana dikutip oleh Hart, sudah mengatakan bahwa anda adalah

 produk pemikiran anda sendiri. Pikiran menentukan siapa dan apa diri sesorang

sebagai individu. Pikiran akan menentukan apakah umat manusia akan menuju sakit

atau sehat, emosi yang bergejolah atau stabil, sikap, dan perilaku negative atau positif,

watakyang baik dan buruk. Serta menuju kesadaran yang lebih tinggi atau menuju

kesdaran yang lebih rendah.

Erbe sentanu (2007) mengatakan bahwa pikiran rasional bukanlah kemampuan

tertinggi yang dimiliki umat manusia. diatas pikiran rasional masih ada kesadaran

murni (sering juga disebut kesadaran transcendental, kesadaran tak tebatas, atau

kesadaran roh/atma). sebagaimana dikatakan oleh Walters, kesadaran dalam

keadaannya yang murni bersifat mutlak, lebih mutlak dari kecepatan cahaya yang

melambat ketika memasuki medium fisik seperti atmosfir bumi, serta lebih mutlak dari

keberadaan benda. Dalam kaitannya dengan kesadaran, Sigmund freud (dalam Hjelle
dan Ziegler, 1992) membedakan tiga lapisan kesadaran, yaiitu 1. Lapisan sadar, 2.

lapisan prasadar, dan 3. Lapisan tidak sadar.

Lapisan sadar berhubungan dengan dunia luar dalam wujud sensasi dalam

 berbagai pengalaman yang disadari setiap saat. Lapisan prasadar/sering disebut

memori (ingatan) yang tersedia menyangkut pengalaman-pengalaman yang tidak

disadari pada saat pengalaman tersebut terjadi namun dengan mudah dapat muncul

kembali menjadi kesadaran secara spontan atau dengan sedikit usaha. Lapisan

 prasadar – sering di sebut memori ( ingatan ) yang tersedia menyangkut pengalaman-

 pengalaman yang tidak di sadari pada saat pengalaman tersebut, namun dengan mudah

dapat muncul kembali menjadi kesadaran secara spontan atau dengan sedikit usaha.

Lapisan tidak sadar  –  yang merupakan lapisan paling dalam dari pikiran manusia-

menyimpan semua dorongan insting primitif serta emosi dan memori yang

mengancam pikiran sadar yang telah sedemikian ditekan, atau secara tidak disadari

atau telah didorong kedalam lapisan yang paling dalam pada pikiran manusia. Krishna

(1999) membagi kesadaran manusia kedalam 5 tingkat kesadaran/lapisan utama

kelima lapisan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lapisan kesadaran fisik, yang ditentukan oleh makanan

2. Lapisan kesadaran psikis, yang didasarkan atas energi dari udara yang

disalurkan melalui pernapasan

3. Lapisan kesadaran pikiran, yang merupakan kesadaran pikiran, rasional, dan

emosional. Bila pikiran kacau atau dalam keadaan marah, maka napas kita

akan lebih cepat (ngos-ngosan) sebaiknya, pikiran tenang maka kita juga

tenang. Seluruh kepribadian kita ditentukan oleh pikiran.

4. Lapisan intelegensia (bukan intelegensia) menyangkut kesadaran hati, nurani,

 budi pekerti. Lapisan ini yang menyebabkan manusia menjadi bijak.


5. Lapisan kesadaran murni (kesadaran transcendental), merupakan hasil akhir

 pemekaran kepribadian manusia. yang merupakan tingkat kesadaran tertinggi

yang dapat dicapai oleh manusia. Pada tahap ini manusia telah melampaui dua

lisme kehidupan didunia.

Manusia telah memiliki lapisan kesadaran mental/emosional yang telah

 berkembang. Sementara hewanbelum mencapi tingkat/lapisan kesadaran ini. Kondisi

 pikiran pada lapis ketiga ini sangat menentukan apakah kepribadian manusia dapat

 berkembang kelapisan kesadaran yang lebih tinggi (Tingkat kesadaran transcendental),

tetapi stagnan atau bahkan turun pada lapisan kesadaran yang lebih rendah.

2.6 TUJUAN DAN MAKNA KEHIDUPAN

Siapapun pasti sependapat dan tidak ada yang membantah bahwa tujuan hidup

umat manusia adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Bahkan Djalaluddin Rahmat

(2004) mengatakan bahwa secara agama filsafat dan ilmu pengetahuan, orang harus

memili hidup bahagia. Namun dalam kebahagiaan sehari-hari apalagi dalam era

dewasa ini yang dipengaruhi oleh filsafat materialism, makin banyak orang yang

merasa tidak bahagia.

Untuk memahami tingkat kesadaran ini, ada baiknya dikutip pendapat Sutrisna

(2007) yang membedakan tiga tingkat kesadaran manusia, yaitu 1. kesadaran hewani,

2. Kesadaran manusia, 3. Kesadaran tuhan. Pada tabel 1.2 dijelaskan secara singkat

cirri-ciri menonjol dari tiga golongan manusia berdasarkan evoluusi tingkat kesadaran.
Tabel 1.2

Golongan manusia berdasarkan tingkat kesadaran

Atribut/Ciri- Kesadaran
ciri Kesadaran Hewani Kesadaran Tuhan
Manusia
kenikmatan duniawi: Kenikmatan rohani:
Kekayaan hanya
keayaan, kekuasaan Keseimbangan
Tujuan alat untuk
(jabatan) dan antara kenikmatan
Hidup menyempurnakan
kenikmatan fisik duniawi dan rohani
tingkat kesadaran
sebagai tujuan hidup
rohani
Rendah/tidak ada
Tingkat Ego Tinggi Sedang
ego
 Selalu berbaik
 Buruk
sangka/
sangka/selalu
 berpikir positif
 berpikir negative
 Rendah Hati
 Tinggi
 Bergerak  Dermawan
hati/sombong
disekitar dua sifat  Jujur
 kikir
ekstrem, Penyabar
 munafik

Karakter
tergantung  Bekerja secara
  pemarah tingkat tulus dan
  bekerja dengan
kesadarannya tanpa pamrih
 pamrih
 Selalu Pasrah/
 tidak percaya/tidak
Menyerahkan
ingatan kepada
diri kepada
tuhan
tuhan
Sumber : Sutrisno Power of soul 2007 (dimodifikasi oleh penulis).

Tidak mudah mengukur tingkat kesadaran manusia yang dimiliki seseorang

 berdasarkan ukuran objektif atau pendekatan ilmiah yang bias digunakan oleh ilmu

 pengetahuan pada umumnya. kematangan diri hanya dapat dirasakan secara subjektif

oleh yang bersangkuatan memalui refleksi dari. sejalan dengan evolusi kesadaran yang

dikemukakan Sutrisno, Ibnu Arabi (dalam Frager, 1991) membagi empat tingkat

kesadaran berdasarkan pengalaman dan pemahaman akan hakikat kehidupan sebagai

 berikut :

1. Tingkat pertama: Jalan syari’ah yaitu tahap dimana seseorang secara taat asas

mengikuti hokum-hukum moral (hukum keagamaan) dalam kehidupan sehari-


hari. dalam kaitannya dengan upaya mencari harta benda/kekayaan materi,

hukum moral ini diikuti untuk menilai sah atau tidaknya apa yang menjadi

milikku dan milikmu.

2. Tingkat kedua: Jalan thariqah yaitu tahap dimana seseorang mencoba mencari

kebenaran melalui jalan tanpa rambu (upaya menggalikebenaran melalui

 pengalaman langsun, melampaui hukuman moral keagamaan). Pada tahap ini

tingkat kesadaran seseorang melampaui tingkat syari’ah.

3. Tingkat ketiga: Jalan haqiqah, yaitu tahapan dimana seseorang telah

memahami makna terdalam dari praktik syari’ah dan thariqah

4. Tingkat keempat: Jalan ma’rifah, yaitu tahap dimana seseorang telah memiliki

kearifan dan pengetahuan terdalam tentang kebenaran spiritual. Pada tahap ini,

kesadaran seseorang telah mencapai tahap tertinggi, dimana orang seperti ini

telah menyadari bahwa tidak ada lagi aku dan kamu.

2.7 ALAM SEMESTA SEBAGAI SATU KESATUAN SISTEM

Alam semesta ( universe, kosmos, al-kaun) merupakan realitas yang dihadapi

oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan

diungkap oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia

diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta. Imam Syafi’i pernah

 berkata: [ kullama zaadanii ‘ilman, zaadanii fahman bijahli] “ setiap kali bertambah

ilmuku, tambah tahu aku akan kebodohanku”.

Faktor lain yang mendorong manusia untuk senantiasa meneliti alam semesta

karena ada rasa ingin tahu (curiosity) sehingga diwujudkan dalam bentuk bertanya dan

 berfikir.
Alam semesta beserta seluruh isinya sebenarnya merupakan satu kesatuan

sistem. Pengertian sistem menurut kamus bahasa Indonesia karangan poerwadarminta

(1976):

a. Sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja sama untuk melakukan

suatu maksud, misalnya urat syaraf dalam tubuh

 b. Sekelompok pendapat, peristiwa, kepercayaan, dan sebagainya yang disusun

dan diatur baik-baik, misalnya filsafat

c. Cara (Metode) yang teratur untuk melakukan sesuatu, misalnya pengajaran

 bahasa.

Logiyanto (1988) menyebutkan bahwa setiap sistem mempunyai

karakteristik/ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai komponen-komponen

 b. Ada batasan suatu sistem

c. Ada lingkungan luar sistem

d. Ada penghubung

e. Ada sasaran atau tujuan

Inti dari pemamaham konsep sstem adalah bahwa setiap elemen (bagian, unsur,

subsistem) saling bekerja sama, saling mendukung, saling memerlukan, saling

memengaruhi satu dengan lainnya dalam kerangka mencapai tujuan system secara

keseluruhan. oleh karena itu adanya gangguan pada satu elemen-elemen lainnya.

2.8 SPIRITUALITAS DAN ETIKA

Sebenarnya, kajian etika erat kaitannya dengan pengembangan karakter.

 Namun pengembangan karakter harus dilakukan melalui pengembangan keempat


kecerdasan manusia-PQ, IQ, EQ dan SQ-secara seimbang dan utuh banyak pakar etika

yang masih membedakan antara etika dengan spiritualitas, padahal keduanya

mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipilah-pilah. Menurut mereka,

etika adalah adat, kebiasaan, an ilmu yang mempelajari hubungan perilaku manusia

yang bersifat horizontal-yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan

lembaga /institusi, manusia dengan alam, dan lembaga/organisasi dengan

lembaga/organisasi lainnya. Sementara itu, pritualitas berhubungan dengan perilaku

manusia yang bersifat vertical, dalam merupakan bidang kajian etika.

Pemahaman tentang etika yang terpisah dari spritualitas ini sangat keliru.

dengan pemisahan pemahaman seperti ini, biasanya saja seseorang yang telah

mempelajari teori-teori etika dan berkali-kali mengikuti pelatihan kode etik, tetapi

 belum menjamin bahwa perilakunya bersifat etis selama kecerdasan spiritual (SQ)nya

masih rendah. Sebaliknya orang mempunyai SQ tinggi sudah pasti mempunyai

 perilaku etis yang tinggi pula.

Sejatinya manusia harus menyadari bahwa kesempatan hidup didunia ini

hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencapai tingkat kesadaran Tuhan

(kesadaran transcendental/kesadaran spiritual). Bila kesadaran Spiritual tercapai, maka

kesadaran etis dengan sendirinya tercapai. Namun harus diingat bahwa dalam

 perjalaan mendaki puncak kesadaran spiritual ini syarat mutlak yang harus dipenuhi

oleh orang yang bersangkutan harus menjalani perilaku hidup yang etis dan hidup

sesuai dengan norma-norma dengan moral-moral yang telah dianjurkan oleh setiap

agama.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kehidupan di dunia ini ada empat kebenaran besar yang telah

dinyatakan oleh E.F Schumacher yaitu :

e. Kebenaran (hakikat) tentang eksistensi (dunia / alamsemesta)

f. Kebenaran tentang alat(tools) yang dipakai untuk memahami dunia

g. Kebenaran tentang cara belajar tentang dunia

h. Yang dimaksud dengan hidup di dunia

Kebenaran tentang eksistensi menyangkut kebenaran tentang adanya empat

tingkat eksistensi dunia, yaitu :benda, tumbuh  –  tumbuhan, hewan, dan manusia.

Dalam pengujian kebernaran di dunia alam semesta ini banyak sekali para ilmuan

yang menjelaskannya seperti : Schumachcer, seorang sosiolog Alexandrovich Sorokin,

chopra yang pendapat dana cara untuk mengujinya berbeda – beda.

Hakikat kebenaran alam semesta tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat

fisik, sebagaimana diyakini oleh sementara ilmuwan, dengan kemajuan ilmu fisika dan

adanya ketertarikan paran ilmuwan untuk memulai mengkaji hal – hal spiritual dengan

lebih rasional, maka mulai diyakini bahwa hal  – hal yang tidak tampak oleh pancra

indra juga merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat keberadaan.

 Namun kesimpulannya Manusia dan alam semesta mempunyai hubungan yang

sangat erat. Alam semesta dan manusia adalah satu. Dalam pemahaman manusia dan

alam tidak jauh berbeda. Sebagaimana manusia, alam semesta terdiri dari lima unsur:

tanah, air, api, angin, ruang. Dalam hal ini adanya alam semesta tidak hanya untuk
menunjang kehidupan manusia atau alam semesta ada untuk mengabdi kepada

manusia. Ini karena manusia bukan ada di luar bagian alam semesta, namun ia adalah

satu kesatuan dengan alam semesta. Jadi gambaran tentang alam semesta bisa

diderivasikan dari gambaran tentang manusia atau sebaliknya. Wujud manusia meniru

alam semesta jelas sekali diungkapkan sebagaimana yang tercantum di bawah ini:

“Bulatnya kepala berbentuk langit, bentuk persegi dari kaki bernbentuk bumi. Ruang

kosong di dalam perut mewujudkan langit, hangatnya perut sesuai dengan musim semi

dan musim panas, kerasnya punggung sesuai dengan musim gugur dan musim dingin.

Empat bagian badan senusi dengan empat waktu, dua belas sendi besar sesuai dengan

dua belas bulan, tiga ratus enam puluh sendi kecil sesuai dengan tiga ratus enam puluh

hari. Keluar masuknya nafas hidung sesuai dengan angin di lembah dan parit.

Sepasang mata sesuai dengan matahari dan bulan, membuka dan menutup sesuai

dengan siang dan malam. Rambut sesuai dengan bintang , alis sesuai dengan bintans

tujuh, nadi sesuai dengan sungai besar, tulang sesuai dengan batu dan permata, kulit

dan daging sesuai dengan tanah, bulu sesuai dengan hutan rimba.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes Sukrisno & I Cenik Ardana. 2009.  Etika Bisnis dan Profesi
Tantangan
 Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat

Dunn, Paul dan Brooks, Leonard J.  Etika Bisnis & Profesi Untuk Direktur, Eksekutif,
dan Akuntan. Jakarta. 2011. Salemba empat

https://yudistirafrance.files.wordpress.com/2010/12/manusia-dan-alam-semesta-
new.doc

iii

Anda mungkin juga menyukai