Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN
Wujud sifat hakikat manusia dalam bentuk kemampuan
menghayati kebahagiaan

OLEH:
SITI ANITA
105351113619

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah PENGANTAR PENDIDIKAN yang berjudul “Wujud sifat hak manusia
dalam bentuk kemampuan menghayati kebahagiaan ”
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Makalah ini berisikan tentang informasi pengertian hakikat manusia atau lebih khususnya
membahas hakikat manusia dalam bentuk menghayati kebahgiaan. Penulis sadar bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan dan penyampaian materi dalam makalah ini. Selanjutnya penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.

Makassar , 5 November 2019

Penulis
Siti anita
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian hakikat manusia
B. Pengertia Sifat hakikat manusia
C. Wujud sifat hakikat manusia
D. Pengertian Kemampuan Menghayati Kebahagian
E. Dimensi dimensi hakikat manusia
F. Pengembangan dimensi hakikat manusia

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sasaran pendidikan adalah manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka
bumi ini mempunyai perbedaan dan kelebihan dengan makhluk-makhluk lain. Akal,
merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh manusia yang sangat berguna untuk mengatur
insting serta ego manusia itu sendiri agar tercapai tujuan kehidupannya.
Dengan akal, manusia bisa mempelajari makna serta hakikat kehidupan dimuka bumi ini,
tanpa akal, manusia tidak mempunyai perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya.
Akal juga membutuhkan ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan fungsinya, hakikat
manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan ilmu pengetahuan. Hakikat manusia bisa
menjadi makhluk individual, makhluk sosial, makhluk peadegogis dan manusia sebagai
mahkluk yang beragama.

B. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini membahas pokok bahasan tentang :
1. Apakah yang dimaksud hakikat manusia?
2. Pengertian Kemampuan Menghayati Kebahagian
3. Apa saja yang disebut sebagai dimensi hakikat manusia?
4. Bagaimana mengembangkan dimensi hakikat manusia?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami pengertian hakikat manusia.
2. Mahasiswa dapat menerapkan hakikat manusia di dunia pendidikan.
3. Mahasiswa mengetahui tinjauan manusia secara evolusi.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HAKIKAT KEMANUSIAAN

Menurut ahli psikologi menyatakan bahwa hakekat manusia adalah rohani, jiwa atau psikhe.
Jasmani dan nafsu merupakan alat atau bagian dari rokhani. Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri
karakteristik yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia
dengan hewan banyak kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya.
Bentuknya (misalnya orang hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan
menggunakan kedua kakinya, melahirkan, menyusui anaknya dan pemakan segala. Bahkan carles
darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang menemukan bahwa manusia berasal dari primat atau
kera tapi ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia
muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau kera.

Disebut sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan
tidak terdapat pada hewan. Karena manusia mempunyai hati yang halus dan dua pasukannya.
Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang
mengabdi dan tunduk kepada perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang
mempunyai dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan. Pengetahuan
dan kemauan inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.

B. PENGERTIAN SIFAT HAKIKAT MANUSIA

Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil membedakan
manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat
dari segi biologisnya. Kesamaan secara biologis ini misalnya adanya kesamaan bentuk (misalnya
kera), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan kedua kakinya,
melahirkan dan menyusui anak, pemakan segalanya, dan adanya persamaan metabolisme dengan
manusia. Bahkan beberapa filosof seperti Socrates menamakan manusia itu zoon politicon (hewan
yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia sebagai das kranke tieri (hewan yang
sakit) (Drijakara, 1962:138).

Kenyataan dalam pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa
manusia dan hewan hanya berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang melalui rekayasa dapat
dibuat menjadi sama keadaannya, misalnya air karena perubahan temperatur lalu menjadi es batu.
Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa pendidikan, orang hutan, misalnya, dapat dijadikan manusia.

Upaya manusia untuk mendapatkan keterangan bahwa hewan tidak identik dengan manusia telah
ditemukan. Charles Darwin dengan teori evolusinya telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia
berasal dari kera, tetapi temuannya ini ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap menjembatani
proses perubahan dari kera ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan yang disebut the missing
link, yaitu suatu mata rantai yang putus. Ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya
tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari
primata atau kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.
c. WUJUD HAKIKAT MANUSIA

Pada bagian ini akan dikemukakan wujud sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan
dengan tujuan memberikan masukan dalam membenahi konsep pendidikan yaitu:

 Kemampuan Menyadari Diri

 Kemampuan Bereksistensi

 Kata Hati

 Moral

 Tanggung Jawab

 Rasa Kebebasan

 Kewajiban dan Hak

 Kemampuan Menghayati Kebahagian

D . PENGERTIAN KEMAMPUAN MENGHAYATI KEBAHAGIAAN

Hampir semua orang merasakan kebahagiaan. Pengertian kebahagiaan sebenarnya tak mudah
dijabarkan meskipun mudah dirasakan. Terdapat beberapa kata yang bersinonim dengan kebahagiaan,
misalnya senang dan gembira. sebagian orang mungkin menganggap bahwa seseorang yang sedang
mengalami rasa senang atau gembira dikatakan sedang mengalami kebahagiaan. Sebagian lagi
mengaanggap bahwa rasa senang hanya merupakan aspek dari kebahagiaan sebab sifatnya lebih
permanen daripada perasaan senang yang sifatnya lebih temporer.

Dengan kata lain, kebahagian lebih merupakan integrasi atau rentetang dari sejumlah
kesenangan. Malah ada yang lebih jauh lagi berpendapat tidak cukup digambarkan sebagai himpunan
dari pengalaman-pengalaman yang menyenangkan saja, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan integrasi
dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman
pahit dan penderitaan. Proses integrasi dari semuanya itu menghasilkan suatu bentuk penghayatan
hidup yang disebut “bahagia”.

Peliknya persoalan mungkin juga karena kebahagian itu lebih dapat dirasakan daripada
dipikirkan. Pada saat orang menghayati kebahagiaan, aspek rasa lebih berperan daripada aspek nalar.
Oleh karena itu, dikatakan bahwa kebahagiaan itu sifatnya rasional padahal kebahgiaan yang
tampaknya didominasi oleh perasaan itu ternyata tidak demikian karena aspek kepribadian yang lain
seperti akal pikiran juga ikut berperan.

Bukankan seseorang hanya mungkin menghayati kebahagiaan jika ia mengerti tentang


sesuatu yang menjadi objek rasa bahagianya itu. juga orang yang sedang terganggu pikiran atau tidak
beres kesadarannya tidak akan sanggup menghayati kebahagiaan. Di sini jelas bahwa penghayatan
terhadap kebahagiaan itu juga didukung oleh aspek nalar dan aspek rasa. Berarti dapat disimpulkan
bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya sendiri secara faktual, pada rangkaian
prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupan menghayati
semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam rangkaian atau
ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir.
Menurut hemat penulis, konsep kebahagiaan seperti yang disebutkan ini tampaknya dapat
diterima. Kebahagiaan pada dasarnya akan dapat dirasakan seseorang jika orang tersebut dapat
mengahayati suatu objek yang membuat dia bahagia. Objek ini sebenarnya tidak hanya terbatas pada
suatu hal baik yang dialami oleh seseorang, tetapi juga pada suatu hal yang tidak baik. Sebagai
contoh, sebuah keluarga yang yang kemampuan ekonominya pas-pasan akan dapat merasakan
kebahagiaan jika ia menghayati kemiskinan yang dialaminya.

Tidak sedikit orang yang hidupnya miskin merasa tidak bahagia karena mereka tidak
menghayati kebahagiaan itu. Barangkali konsep “menghayati” ini sama dengan “bersyukur” jika
dikaitkan dengan agama. Selanjutnya apakah seseorang yang terlihat senang dapat dikategorikan
sebagai orang yang bahagia. Tampaknya pendapata ini tak dapat dibenarkan seratus persen.
Adakalanya orang yang terlihat senang sebenarnya tidak bahagia. Kesenangan yang terlihat padanya
hanya merupakan manipulasi terhadap orang lain. Ia barangkali tidak ingin orang lain tahu bahwa
dirinya menderita. Dengan demikian, untuk menutup penderitaannya itu, ia memperlihatkan kepada
orang lain bahwa dirinya senang.

Di atas telah disebutkan bahwa kebahagiaan itu rupanya tidak terletak pada keadaannya
sendiri secara faktual, pada rangkaian prosesnya, ataupun pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi
terletak pada kesanggupan menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa dan mendudukkan hal-
hal tersebut di dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu usaha, norma-norma, dan takdir. Apakah
yang dimaksud dengan usaha, norma, dan takdir? Perhatikan bagan berikut ini.

Usaha adalah perjuangan yang terus menerus untuk mengatasi masalah hidup. Hidup dengan
menghadapi itulah realitas hidup. Oleh karena itu masalah hidup harus dihadapi. Selanjutnya, usaha
untuk mengatasi masalah hidup itu harus bertumpu pada norma-norma yang berlaku dalam agama dan
masyarakat. Artinya, jika masalah hidup itu diatasi tanpa memperhatikan norma-norma, orang
tersebut tentu tidak akan mengalami hidup yang merdeka.

Dengan demikian, jika orang tersebut tidak mengalami hidup yang merdeka, tentu dapatdikatakan
bahwa ia tidak bahagia. Setelah manusia mengatasi masalah dengan norma-norma yang berlaku, hal
terakhir yang dapat dilakukannya adalah menerima takdir. Takdir merupakan rangkaian yang tak
terpisahkan dalam proses terjadinya kebahagiaan. Ia erat berkaitan dengan rangkaian usaha. Berarti
seseorang baru dapat dikatakan sudah takdirnya jika ia telah melalui dua rangkaian yang disebutkan
tadi, yaitu usaha dan norma. Salah jika ada orang yang menempatkan takdir lebih dahulu daripada
usaha. Memang sakit adalah takdir, tapi jika orang tidak berusaha untuk mengatasi sakit tersebut,
tentu kemungkinan besar sakitnya tidak akan sembuh.

Berkaitan dengan wujud sifat hakikat manusia ini, sebenarnya menurut penulis masih ada wujud
sifat hakikat manusia yang lain yang tak dapat diabaikan, yaitu kemampuan berbahasa. Hal ini pula
yang membedakan antara manusia dan hewan (Hidayat, 2006: 24). Artinya adalah bahwa manusia
adalah makhluk yang berbahasa, sedangkan hewan tidak. Akan tetapi, pernyataan ini janganlah
disamakan dengan ungkapan yang sering muncul dalam masyarakat, yaitu bahasa binatang.
Sebenarnya yang dimaksud dengan manusia berbahasa, sedangkan hewan tidak adalah bahwa hewan
tidak memiliki karakteristik kebahasaan seperti yang dimiliki oleh manusia. Karakteristik kebahasaan
yang dimaksud, seperti unik, arbitrer, sistematis dan sistemis, simbol, menggunakan kriteria
pragmatik, berkaitan dengan bunyi-bunyi segmental, mengandung kriteria semantis atau fungsi
semantik tertentu, terbatas dan relatif tetap.
Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup disebut
”kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Dapat
diduga, bahwa hampir setiap orang pernah mengalami rasa bahagia. Untuk mengabarkan arti istilah
kebahgiaan sehingga cukup jelas dipahami serta memuaskan semua pihak sesungguhnya tidak
mudah.

Rangkaian kejadiaan yang didalamnya tercermin kebahagiaan, misalnya seseorang yang telah
lulus dan mendapat gelar sarjana dengan predikat kelulusan yang baik, karena mencapai IPK: 3,8
(kebahagiaan) setelah itu dengan masa menunggu sekitar setahun (penderitaan) dapat diterimapada
sebuah perusahaan kimia dengan gaji yang sangat mengembirakan (kebahagiaan).

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua
hal yang dapat dikembangkan yaitu kemampuan berusaha menghayati hasil usaha dalam kaitannya
sengan takdir. Dengan demikian pendidikan mempunyai peranan penting sebagai wahana untuk
mencapai kebahagiaan, utamanya pendidikan keagamaan.

Manusia adalah makhluk yang terhubung, dengan masyarakat, lingkungannya, dirinya sendiri,
dan tuhan. Disebut demikian karna yang di landa krisis buka hanya segi-segi tertentu dari kehidupan
seperti krisis ekonomi, krisis energi, dan sebagainya, melainkan yang krisis adalah manusianya
sendiri.

Manusia yang menghayati kebahagiaan adalah pribadi manusia yang menghayati segenap
keadaan dan kemampuannya. Manusia menghayati kebahagiaan apa bila jiwanya bersih dan stabil,
jujur,bertanggun jawab, mempunyai pandangan hidup dan kenyakinan hidup yang kukuh dan bertekad
untuk merealisasikan dengan cara yang realistis, demikian pandangannya

D . DIMENSI DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

Pada pembahasan telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat hakikat tersebut akan
di bahas lagi dimensi-dimensinya atau di tilik dari sisi lain. Ada empat macam dimensi yang akan di
bahas, yaitu

1. Dimensi keindividualan
2. Dimensi kesosialan
3. Dimensi kesusilaan
4. Dimensi keberagaman
1. Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu keutuhan
yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi . Karena
adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat
dan daya tahan yang berbeda.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat esensial dari adanya
individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan di atas secara potensial telah di
miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab
tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang
memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga
seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama
pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan
kediriannya sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang
menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam hubungan ini
disebut pendidikan yang patologis.

2. Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling memberi dan menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk bergaul.
Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan
sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang di
kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di
dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari
dan menghayati kemanusiaanya.

3. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi di
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang
pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian yang
lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda
yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan
diartikan mencakup etika dan etiket.
Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga dikatakan manusia
itu adalah mahluk susila.
4. Dimensi Keberagaman
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan kebutuhan manusia
karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang.
Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi
sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama.
Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang
agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di
antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu
mendapat perhatian.

E . PENGEMBANGAN DIMENSI HAKIKAT MANUSIA

Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensi hakikat
manusia menjadi tugas pendidikan. Meskipun pendidikan itu pada dasarnya baik tetapi dalam
pelaksanaanya mungkin saja bisa terjadi kesalahan-kesalahannya yang lazimnya di sebut salah didik.
Sehubungan dengan itu ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu

1. Pengembangan yang utuh

Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu
kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan
untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat
dilihat dari berbagai segi yaitu, wujud dan arahnya.

A. Dari wujud dimensinya

Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan
aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.

B .Dari arah pengembangan

Keutuhan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan


dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman secara terpadu. Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai
pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan
berkembang secara selaras. Perkembangan di maksud mencakup yang bersifat horizontal
(yang menciptakan keseimbangan) dan yang bersifat vertical (yang menciptakan ketinggian
martabat manusia). Dengan demikian totalitas membentuk manusia yang utuh.
2..Pengembangan yang tidak utuh

Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani,
misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain
afektif didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan ataupun domain afektif didominasi
oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku
terabaikan penanganannya.

Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak
mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.

3.Sosok Manusia Seutuhnya

Manusia seutuhnya berarti adalah sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split
personality. Utuh artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia. Manusia
menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, akal, fisik dan psikisnya. Berdasarkan pikiran
dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini secara mendasar yakni mencakup
pengertian sebagai berikut:

1.Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang.

2.Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai yang menghayati
dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya.

Selain hal tersebut, manusia juga memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual, berkomunikasi
atau berdialog dengan Dzat Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, manusia juga memerlukan keindahan
dan estetika. Manusia juga memerlukan penguasaan ketrampilan tertentu agar mereka bisa berkarya,
baik untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Semua kebutuhan itu harus
dapat dipenuhi secara seimbang. Tidak boleh sebagian saja dipenuhi dengan meninggalkan kebutuhan
yang lain. Orang tidak cukup hanya sekedar cerdas dan terampil, tetrapi dangkal spiritualitasnya.
Begitu pula sebaliknya, tidak cukup seseorang memiliki kedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki
kecerdasan dan ketrampilan. Tegasnya, istilah manusia utuh adalah manusia yang dapat
mengembangkan berbagai potensi posisitf yang ada pada dirinya itu.

Jika pemahaman terhadap manusia seutuhnya seperti itu, maka pendidikan seharusnya
mengembangkan berbagai aspek itu. Pendidikan tidak tepat jika hanya mengembangkan satu aspek,
tetapi melupakan aspek-aspek lainnya. Pendidikan agama adalah sangat penting, tetapi tidak boleh
terlalu mengesampingkan intelektualitasnya. Sebaliknya juga tidak tepat pendidikan hanya
mengedepankan pengembangan kecerdasan dan ketrampilan, dengan mengabaikan pengembangan
spiritual.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ditangani oleh dua kementerian, yaitu kementerian


pendidikan dan kebudayaan dan kementerian agama. Selain itu,masih ada kementerian lain yang juga
menyelenggarakan pendidikan, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Itulah sebabnya di negeri ini
disebut telah terjadi dualisme penyelenggaraan pendidikan. Yaitu terdapat sekolah yang
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan madrasah serta pondok pesantren
yang berada di bawah Kementerian Agama. Di sekolah umum, sekalipun diajarkan agama.jumlah jam
pelajaran yang disediakan tidak terlalu banyak. Demikian pula sebaliknya, di pondok pesantren lebih
mengutamakan pendidikan agama, dan dalam banyak kasus tidak memberikan pengetahuan umum.
Sedangkan di madrasah selama ini sudah dilakukan perbaikan kurikulum dengan memberikan
pengetahuan umum dan agama secara seimbang, atau sama banyak jumlahnya. Namun begitu, terkait
pendidikan agama, selama ini belum ditemukan metodologi yang dirasa memuaskan. Agama masih
diajarkan dan belum sepenuhnya dididikkan yang sebenarnya. Sebetulnya, terbatasnya waktu yang
disediakan untuk pendidikan agama di sekolah tidak mengapa, asalkan kekurangan itu dapat ditambal
oleh lingkungan keluarga dan juga oleh masyarakat. Namun pada kenyataannya, pendidikan agama di
keluarga maupun di masyarakat sudah semakin melemah. Atas dasar alasan-alasan kesibukan orang
tua atau juga keterbatasan pemahaman agama, maka pendidikan agama di lingkungan keluarga dan di
masyarakat tidak dapat dimaksimalkan. Kegiatan mengaji di langgar, mushalla, masjid dan lain-lain
tampaknya sudah semakin berkurang, tidak saja di perkotaan tetapi juga di pedesaan.

Kenyataan seperti itu menjadikan manusia yang utuh sebagaimana yang dicita-citakan semakin sulit
dipenuhi. Pendidikan berjalan secara terpragmentasi atau terpilah-pilah, mengedepankan sebagian dan
mengabaikan bagian lainnya. Akibatnya, manusia utuh sebagaimana yang dicita-citakan menjadi tidak
jelas kapan akan berhasil diraih. Oleh karena itu, perlu kiranya dipikirkan secara saksama dan
mendalam untuk mendapatkan konsep pendidikan yang dipandang lebih ideal un tuk menyongsong
masa depan bangsa yang lebih baik dan maju.

Menyoal dunia pendidikan, khususnya pendidikan yang membangun jati diri manusia seutuhnya,
kiranya tidak akan berhenti. Berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi, lokakarya dan
semiloka terus dilakukan guna mencari sebuah model pendidikan yang dianggap dapat membebaskan
manusia dari sikap ketergantungan terhadap benda, pendidikan yang dapat membebaskan manusia
dari pendewaan terhadap dunia, dan atau model pendidikan yang dapat mencetak manusia yang utuh,
yakni manusia yang manusiawi, manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan.

Pendidikan manusia seutuhnya, pada dasarnya merupakan tujuan yang hedak dicapai dalam
konsep Value Education atau General Education yakni:

1) manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta

2) memiliki kepribadian yang utuh. Istilah menyeluruh dan utuh merupakan dua terminologi
yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan konteks sosial budaya dan
keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain pendidikan yang dapat melahirkan: a) pribadi
yang dapat bertaqarrub kepada Allah dengan benar, dan b) layak hidup sebagai manusia.

Untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri tauadan bersama antar keluarga,
masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Patut diingat bahwa pembentukan jati diri
manusia utuh berada pada tataran afeksi, dan pembelajarannya dunia afeksi hanya akan berhasil
apabila dilakukan melalui metode pelakonan, pembiasaan, dan suri tauladan dari orang dewasa.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. hakikat manusia adalah rohani, jiwa atau psikhe. Jasmani dan nafsu merupakan alat atau
bagian dari rokhani. Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara
prinsipil membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan
banyak kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya.

2. Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan
banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya

3. Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari kehidupan manusia. Penghayatan hidup
disebut ”kebahagiaan” ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk
dirasakan. Dapat diduga, bahwa hampir setiap orang pernah mengalami rasa bahagia.
Untuk mengabarkan arti istilah kebahgiaan sehingga cukup jelas dipahami serta
memuaskan semua pihak sesungguhnya tidak mudah.

4. Dimensi hakikat manusia yaitu,

1. Dimensi keindividualan
2. Dimensi kesosialan
3. Dimensi kesusilaan
4. Dimensi keberagaman

5. Pengembangan dimensi hakikat manusia terbagi 2, yaitu

1.pengembangan yang utuh

2.pengembangan yang tidak utuh

Manusia sangat jelas berbeda dengan hewan. Hal ini dapat dilihat melalui wujud sifat
hakikat manusia, yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, kepemilikan
kata hati, moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, kemampuan
menghayati kebahagiaan, kemampuan berbahasa. Ditilik dari segi lain, manusia ternyata
memiliki dimensi-dimensi yang meliputi dimensi individual, sosial, susila, dan agama. Dalam
suatu proses pembelajaran, baik wujud sifat hakikat manusia maupun dimensi-dimensi
manusia yang telah dimiliki oleh setiap peserta didik perlu dikembangkan. Tujuannya tentu
saja agar mereka lebih tahu eksistensi mereka di atas permukaan bumi ini dan agar mereka
lebih tahu bahwa mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang pada hakikatnya berbeda
dengan makhluk yang lain sehingga akan terlahir manusia Indonesia seutuhnya seperti yang
diinginkan masyarakat, bangsa, dan agama.

.B. Saran

Sebagai calon guru kita seharusnya memperhatikan anak didik dan memberikan bimbingan
agar potensi–potensi terpendam yang terdapat dalam diri peserta didik dapat
ditumbuhkembangkan menuju kepribadian yang mantap.
DAFTAR PUSTAKA
Munib, Achmad. 2010.Pengantar Ilmu Pendikan. Semarang: Unnes Press.
Tirtarahardja, Umar. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Depddikbud.

Umar, Tirtarahardja dan S.L La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

http://macro bio student ummy solok_ makalah pengantar pendidikan“hakikat manusia dan
pengembangannya”.html

http://Konsep manusia seutuhnya.htm

Pengantar pendidikan,Prof.DR.Umar tirtarahardja dan Drs.s.L.La Sulo

http://Hakikat Manusia dan Perkembangannya _ Afid Burhanuddin.html

http://nursekhamaulida makalah pendidikan manusia seutuhnya.htm

http://pengantar pendidikan – ringkasan materi _ suharnisihombing.htm

Anda mungkin juga menyukai